Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional, telah
mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan
ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
terutama di bidang medis atau ilmu kedokteran sehingga dapat meningkatkan
kualitas kesehatan penduduk serta meningkatkan umur harapan hidup manusia.
Akibatnya jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat dan bertambah
cenderung lebih cepat.
Saat ini, di seluruh dunia orang lanjut usia diperkirakan ada 500 juta dengan
usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2
milyar.
Secara individu, pada usia diatas 55 tahun terjadi proses penuaan secara
alamiah. Hal ini akan menimbulkan masalah fisik, mental, sosial, ekonomi dan
psikologis. Dengan bergesernya pola perekonomian dari pertanian ke industri
maka pola penyakit juga bergeser dari penyakit menular menjadi penyakit tidak
menular (degeneratif).
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi
dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Proses menua merupakan proses yang terus-menerus atau berlanjut secara
alamiah dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup.
Proses menua setiap individu pada organ tubuh juga tidak sama cepatnya. Ada
kalanya orang belum tergolong lanjut usia (masih muda) tetapi kekurangan-
kekurangan yang menyolok (deskripansi).
Proses menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai usia dewasa,
misalnya dengan terjadi kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf dan jaringan
lain sehingga tubuh “mati” sedikit demi sedikit.

1 Keperawatan Gerontik Saribulan, dkk


Sebenarnya, tidak ada batas yang tegas pada usia berapa penampilan seseorang
mulai menurun. Pada setia orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya berbeda, baik
dalam hal pencapaian puncak maupun saat menurunnya. Hal ini juga sangat
individu. Namun umumnya, fungsi fisiologis tubuh mencapai puncaknya pada
umur antara 20 dan 30 tahun. Setelah mencapai puncak, fungsi alat tubuh akan
berada dalam kondisi tetap utuh beberapa saat, kemudian menurun sedikit-sedikit
sesuai bertambahnya umur.
Sampai saat ini banyak sekali teori yang menerangkan “proses menua”, mulai
dari teori degeneratif yang didasari oleh habisnya daya cadangan pita, teori
terjadinya atrofi, yaitu : teori yang mengatakan bahwa proses menua adalah proses
evolusi, dan teori imunologik, yaitu : teori adanya produk sampah atau waste
products. Dari tubuh sendiri yang makin bertumpuk. Tetapi seperti diketahui,
lanjut usia kan selalau bergandengan dengan perubahan fisiologis maupun
psikologi. Yang penting untuk diketahui bahwa aktivitas fisik dapat menghambat
atau memperlambat kemunduran fungsi alat tubuh yang disebabkan bertambahnya
umur.

B. Rumusan Masalah
Apa saja perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia ?

C. Tujuan
Adapun beberapa tujuan penulisan makalah ini antara lain:
1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas remidi mata kuliah keperawatan gerontik
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui Untuk mengetahui perubahan-perubahan yang dialami
oleh lanjut usia yaitu perubahan respirasi dan gastrointestinal.

D. Mamfaat
Dapat mengetahui dan memberikan contoh perubahan sistem respirasi dan sistem
gastrointestinal pada lansia.

2 Keperawatan Gerontik Saribulan, dkk


BAB II
PEMBAHASAN

A. PERUBAHAN FISIOLOGI PERNAPASAN PADA LANSIA


DAN MASALAH PENYAKIT YANG SERING TERJADI

Paru-paru sebagai alat untuk bernapas terus-menerus kembang kempis


sebanyak 16-20 kali per menit, atau sekitar 25.000 kali dalam sehari. Oleh karena
itu, kita harus memelihara paru-paru dengan menghirup udara segar, jauh dari
polusi asap rokok maupun gas buang kendaraan bermotor. Paru-paru kita kerjanya
cukup berat. Coba saja iseng-iseng kita menghitung sudah berapa ratus juta kali
paru-paru kita bergerak kembang kempis tanpa henti sejak kita lahir. Caranya :
umur saat ini x 365 hari x 25.000 kali. Oleh karena itu, proses penuaan, kekuatan
otot-otot pernapasan melemah, dinding dada menjadi kaku, dan daya pegas
jaringan paru-paru berkurang sehingga napas menjadi lebih pendek. Kapasitas
paru-paru juga menurun dan volume udara yang dikeluarkan juga berkurang.

3 Keperawatan Gerontik Saribulan, dkk


Salah satu pintu masuk kuman kedalam tubuh kita ialah melalui pernapasan.
Pada lansia, daya tahan tubuh sudah melemah dan produksi antibody juga sudah
menurun sehingga mereka sangat rentan terhadap infeksi paru-paru, mudah
terkena sakit flu, batuk, radang paru-paru, dan lain-lain. Selain penurunan fungsi
paru-paru akibat proses penuaan, ada beberapa faktor yang dapat memperburuk
sistem ini, antara lain : kebiasaan merokok, kelebihan berat badan atau
kegemukan, dan kurangnya pergerakan. Oleh karena itu, olahraga penting sekali
untuk menyehatkan pernapasan dan tubuh keta secara keseluruhan.

1. Perubahan Sistem Pernafasan Pada Lansia


a. Otot pernafasan kaku dan kahilangan kekuatan, sehingga volume udara
inspirasi berkurang, sehingga pernafasan cepat dangkal.
b. Penurunan aktifitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk sehingga
potensial terjadi penumpukan sekret.
c. Penurunan aktifitas paru(mengembang dan mengempisnya), kapasitas
residu meningkat, menari nafas menjadi berat, kapasitas pernafasan
maksimum menurun dan kedalaman bernafas menurun (jika pada
pernafasan yag tenang kira-kira 500ml).
d. Alveoli ukurannya melebar dan jumlahnya berkurang.
e. O2 pada arteri menurun menjadi 75 mmHg.
f. CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O2 dalam arteri juga
rangmenurun yang kelamaan menjadi racun bagi tubuh sendiri.
g. Kemampualuran nari san batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret
dan corpus alium dari saluran nafas bekurang sehingga potensial
terjadinya obstruksi.
h. Kemampuan pegas, dinding dada dan kekuatan otot pernafasan akan
menurun seiiringnya dengan bertambahnya usia
(Constantindes, 1994).

4 Keperawatan Gerontik Saribulan, dkk


2. Perubahan Anatomik Sistem Respirasi
Pada usia lanjut terjadi perubahan-perubahan anatomik yang mengenai
hampir seluruh susunan anatomik tubuh, dan perubahan fungsi sel, jaringan
atau organ.
Menurut Stanley, 2006, perubahan anatomi yang terjadi pada sistem
respiratory akibat penuaan sebagai berikut :
a. Paru-paru kecil dan kendur.
b. Hilangnya recoil elastic.
c. Pembesaran alveoli.
d. Penurunan kapasitas vital ; penurunan PaO2 dan residu.
e. Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi.
f. Klasifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi
pengembangan.
g. Hilangnya tonus otot toraks, kelemahan kenaikan dasar paru.
h. Kelenjar mucus kurang produktif.
i. Penurunan sensivitas sfingter esophagus
j. Penurunan sensivitas kemoreseptor.

Yang mengalami perubahan adalah :


a. Dinding dada: tulang-tulang mengalami osteoporosis, tulang-tulang rawan
mengalami osifikasi
b. Otot-otot pernafasan : mengalami kelemahan akibat atrofi
c. Saluran nafas : akibat kelemahan otot berkurangnya jaringan elastis
bronkus dan alveoli menyebabkan lumen bronkus mengecil, cincin-cincin
tulang rawan bronkus mengalami pengapuran (Widjayakusumah, 1992 ;
Bahar, 1990)
d. Struktur jaringan parenkim paru: bronkiolus, duktus alveolaris dan
alveolus membesar secara progeseif terjadi emfisema senilis.

5 Keperawatan Gerontik Saribulan, dkk


3. Perubahan-perubahan fisiologis Sistem Respirasi
Proses penuaan menyebabkan beberapa perubahan structural dan
fungsional pada toraks dan paru- paru. Kita ketahui bahwa tujuan pernapasan
adalah untuk pertukaran oksigen dan karbondioksida antara lingkungan
eksternal dan darah. Pada lansia ditemukan alveoli menjadi kurang elastic dan
lebih berserabut serta berisi kapiler-kapiler yang kurang berfungsi, sehingga
kapasitas penggunaan menurun karena kapasitas difusi paru-paru untuk
oksigen tidak dapat memenuhi permintaan tubuh
Daya pegas paru-paru berk urang, sehingga secara normal menahan
thoraks sedikit pada posisi terkontraksi disertai dengan penurunan kekuatan
otot rangka pada toraks dan diafragma. Karena dinding toraks lebih kaku dan
otot pernapasan menjadi lemah, amka menyebabkan kemampuan lansia untuk
batuk efektif menurun. Dekalsifikasi iga dan peningkatan klasifiaksi dari
akrtilago kostal juga terjadi. Membran mukosa lebih kering, sehingga
menghalangi pembuangan secret dan menciptakan risiko tinggi terhadap
infeksi pernapasan. (Maryam, 2008).
a. Gerak pernafasan : adanya perubahan bentuk, ukuran dada, maupun
rongga dada akan merubah mekanika pernafasan amplitudo pernafasan
menjadi dangkal timbul keluhan sesak bernafas
b. Distribusi gas : perubahan struktur anatomik saluran gas akan
menimbulkan penumpukan udara dalam alveolus (air traping) ataupun
gangguan pendistribusian oksigen
c. Volume dan kapasitas paru menurun
d. Gangguan transport gas : pada usia lanjut terjadi penurunan PaO2 secara
bertahap, yang penyebabnya terutama disebabkan oleh adanya
tidakkeseimbangan ventilasi-perfusi,Selain itu diketahui bahwa
pengambilan O2 dalam darah dari alveoli (difusi) dan transport O2
kejaringan-jaringan berkurang, terutama saat melakukan olahraga
e. Gangguan perubahan ventilasi paru : akibat adanya penurunan kepekaan
komoreseptor perifer, komoreseptor sentral ataupun pusat-pusat
pernafasan pada medula oblongata dan pons.

6 Keperawatan Gerontik Saribulan, dkk


Sedangkan menurut Stokslager, 2003 perubahan fisiologis pada sisitem
pernapasan sebagian berikut:
a. Pembesaran hidung akibat pertumbuhan kartilago yang terus-menerus.
b. Atrofi umum tonsil.
c. Deviasi trakea akibat perubahan di tulang belakang yang menua.
d. Peningkatan diameter dada anteropsterior sebagai akibat perubahan
metabolism kalsium dan kartilago iga.
e. Kekakuan paru ; penurunan jumlah dan ukuran alveolus.
f. Kifosis.
g. Degenerasi atau atrofi otot pernapasan
h. Penurunana kapasitas difusi
i. Penurunanan kekuatan otot inspirasi dan ekspirasi; penurunan kapasitas
vital
j. Degenerasi jaringan paru, yang menyebabkan penurunan kemampuan
recoil elastic paru dan peningkatan kapasitas residual.
k. Ventilasi buruk pada area basal (akibat tertutupnya jalan napas ) yang
mengakibatkan penurunan area permukaan untuk pertukaran gas dan
pertukaran tekanan oksigen.
l. Penurunan saturasi oksigen sebesar 5%
m. Penurunana cairan respiratorik sekitar 30%, peninggian risisko infeksi
paru dan sumbat mukus.
n. Toleransi rendah terhadap oksigen.

4. Pengertian Proses Menua ( Ageing Process )


Penuaan adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindarkan. Menua
(menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memeperbaiki diri/mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantindes, 1994).

7 Keperawatan Gerontik Saribulan, dkk


Untuk dapat mengatakan bahwa suatu kemunduran fungsi tubuh adalah
disebabkan oleh proses menua dan bukan disebabkan oleh penyakit yang
menyertai proses menua , ada 4 kriteria yang harus dipenuhi
(Widjayakusumah, 1992) :
1. Kemunduran fungsi dan kemampuan tubuh tadi harus bersifta universal,
artinya umum dialami pada setiap orang.
2. Proses menua disebabkan oleh faktor intristik, yang berarti perubahan
fungsi sel dan jaringan disebabkan oleh penyimpangan yang tejadi
didalam sel dan bukan oleh faktor luar.
3. Proses menua terjadi secara progesif, berkelanjutan, berangsur lambat
dan tidak dapat beralik lagi.
4. Proses menua bersifat proses kemunduran/kerusakan (injury).

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketuaan


Proses proses yang mempengaruhi proses penuaan, meliputi:
 Hereditas = keturunan/genetik
 Nutrisi = makanan
 Status kesehatan
 Pengalaman hidup
 Lingkungan
 Stres

6. Faktor Faktor yang memperburuk fungsi paru


Selain penurunan funsi paru akibat proses penuaan terdapat beberapa faktor
yang memperburuk fungsi paru yaitu antara lain:
a. Faktor merokok
Merokok akan memperburuk fungsi paru yaitu penyempitan saluran
nafas.Pada tingkat awal saluran nafas mengalami penurunan nilai VEP1
yang besarnya tergantung pada beratnya penyakit paru tadi.

8 Keperawatan Gerontik Saribulan, dkk


b. Obesitas
Pada obesitas, biasanya terjadi penimbunan lemak pada leher, dada dan
dinding perut, akan dapat mengganggu compliance dinding dada.
c. Immobilitas
Immobilitas akan menimbulkan kekakuan atau keterbatasan gerak saat
otot-otot berkontraksi, sehingga kapasitas vital paksa atau volume paru
akan relatif berkurang
d. Operasi
Dari pengalaman para ahli diketahui bahwa yang pasti memberikan faal
paru adalah: (1) pembedahan toraks (dada dan jantung);(2) pembedahan
abdomen bagian atas;(3)anastesi atau jenis obat anastesi tertentu

7. Masalah Penyakit yang Sering Terjadi


Ada beberapa penyakit paru yang menyertai usia lanjut, yang penting ada
4 macam: Pnemoni, Tuberkulosis paru, Penyakit Paru Obstruksi Menahun
(PPOM) dan Karsinoma Paru.
a. Pnemonia
Kejadian Pnemonia pada usia lanjut tergantung pada tiga hal yaitu
 Kondisi fisik penderita.
 Lingkungan dimana mereka berada.
 Kuman penyebabnya atau virulensinya.

Pnemoni pada usia lanjut mempunyai angka kematian yang tinggi kira-
kira 40%. Penyebabnya ada tiga hal
 Karena pnemoninya sendiri.
 Pada penderita yang sering disertai berbagai kondisi atau penyakit
penyerta.
 Pada kenyataanya penderita pnemoni usia lanjut sulit di obati.

9 Keperawatan Gerontik Saribulan, dkk


Penyebab Pnemonia pada usia lanjut dapat bermacam-macam, yang
paling sering penyebabnya adalah kombinasi berbagai kuman. Pada usia
lanjut, pnemoni kiomunitas yang disebabkan oleh bakteri gram positif,
sebgaian besar adalah kuman Strep. Pnemoniae.
Gambaran klinik penderita pnemoni pada usia lanjut sering-sering
tidak menunjukkan gambaran yang nyata. Dilaporkan terdapat penurunan
kesadaran pada 20% kasus, distensi abdomen pada 5% kasus tanda
dehidrasi 50% pada kasus.

b. Tuberkolosis Paru
Tuberkolosis pada usia lanjut sering dilupakan, karena beberapa hal
antara lain keluhan, gejala klinik maupun gambaran radiologik tidak
khas.Seperti lazimnya, penyebab infeksi adalah kuman tahan asam, M.
Tuberculosis.
Gejala tersering yang dikeluhkan oleh para penderita tuberkulosis
usia lanjut adalah: sesak nafas, penurunan berat badan dan gangguan
mental. Bila tuberkulois reaktivitas dari fokus infeksi sebelumnya,
daerah paru yang sering terserang adalah bagian daerah apeks paru
dengan atau penyebaran kedaerah-daerah lain.

c. Penyakit Paru Obstruksi Menahun (PPOM)


PPOM adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi
paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh
adanya penyempitan saluran nafas dan tidak banyak mengalami banyak
perubahan dalam masa observasi beberapa waktu. Yang termasuk PPOM
adalah Bronkitis kronis, emfisema paru dan penyakit saluran nafas
perifer.
Timbulnya penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor resiko yang
terdapat pada penderita, antara lain merokok sigaret yang berlangsung
lama, polusi udara, infeksi paru, berulang, umur, jenis kelamin, ras,
difiensi alfa-1 antitripsin, difiensi antioksidan.Gambaran klinik yang

10 Keperawatan Gerontik Saribulan, dkk


ditemukan adalah gambaran penyakit paru yang mendasari di tambah
tanda-tanda klinik akibat terjadinya obstruksi bronkus.

d. Karsinoma Paru
Beberapa faktor yang telah diketahui berpengaruh terhadap
timbulnya karsinoma paru antara lain,merokok, polusi udara dan bahan
industri yang bersifat karsinogenik.Perkiraan penyebabnya adalah irtasi
bahan-bahan yang bersifat karsinogenik dan berlangsung kronis.
Biasanya karsinoma paru tidak tidak memberikan keluhan-keluhan,
dan penyakit ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan umum
(general chek up). Karsinoma paru akan memberikan gejala klinik
biasanya kalau sudah lanjut, menimbulkan komplikasi, misalnya
menberikan tekanan pada organ di sekitarnya, metastasis jauh dan
sebagainya, sehingga mengganggu fungsi organ lain. Kadang-kadang
gejala yang mencolok yaitu munculnya rasa nyeri pada daerah dada,
sesak nafas, hemotisis, timbul benjolan didada.

8. Pencegahan Penyakit Pada Usia Lanjut


Proses penuaan pada seseorang tidak bisa dihindari. Perubahan struktur
anatomik maupun fisiologik alami juga tidak apat dihindari. Pencegahan
terhadap timbulnya penyakit-penyakit paru pada usia lanjut dilakukan pdaa
prinsipnya dengan meningkatkan daya tahan tubuhnya dengan memperbaiki
keaadan gizi, menghilangkan hal-hal yang dapat menurunkan daya tahan
tubuh misalnya merokok, minum alkohol dan sebagainya.

Pencegahan terhadap timbulnya beberapa macam penyakit dilakukan


dengan ucara yang lazim.
a. Usaha pencegahan infeksi/saluran nafas
Usaha untuk mencegahnya dilakukan dengan jalan menghambat
mengurangi atau meniadakan faktor-faktor yang mempenaruhi timbulnya
infeksi.

11 Keperawatan Gerontik Saribulan, dkk


b. Usaha menegah timbulnya TB paru.
Yang bisa dilakukan adalah menghindari kontak person dengan
penderitaTB paru atau menghindari cara-cara penularan lainnya
c. Usaha pencegahan timbulnya PPOM atau karsinoma
Sejak usia muda bagi orang-orang yang beresiko tinggi terhadap
timbulnya kelainan paru (PPOM dan karsinoma paru), perlu dilakukan
pemantauan secara berkala:
1) Pemeriksaan foto rontgen toraks
2) Pemeriksaan faal paru, paling tidak setahun sekali
3) Saat dianjurkan bagi mereka yang beresiko tinggi tadi (perokok berat
dan laki-laki) menghindari atau segera berhenti

9. Dampak Akibat Perubahan Sistem Pernafasan Pada Lansia


a. Dengan adanya perubahan anatomik-fisiologik sistem pernafasan
ditambah dengan adanya faktor-faktor lainnya dapat memudahkan
timbulnya macam penyakit paru yaitu :
 Bronkitis Kronis
 Emfisema Paru
 PPOM
 TB paru
 Kanker paru
b. Sulitnya pendiagnosisan karena gejala-gejala klasik penyakit paru seperti
batuk,nyeri dada, pembentukan sputum, dan demam sering tidak tampak
pada pasien lansia.
c. Dengan adanya perubahan sistem pernafasn pada usia lanjut, dapat
menjadi kontraindikasi Tindakan Intervensi Bedah

12 Keperawatan Gerontik Saribulan, dkk


B. PERUBAHAN FISIOLOGI GASTROINTESTINAL PADA LANSIA
DAN MASALAH PENYAKIT YANG SERING TERJADI

Proses menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara


perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi
dan memperbaiki kerusakan yang di derita (Darmojo & Martono 1999 dalam
Fatmah, 2010). Akibat dari menghilangnya kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri/ mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya, lansia akan
mengalami perubahan-perubahan pada dirinya. Perubahan tersebut dapat
mencakup perubahan struktur dan fungsi tubuh, kemampuan kognitif dan
kesehatan mental. Perubahan ini terjadi hampir di seluruh sistem tubuh pada
lansia, salah satunya adalah sistem pencernaan pada lansia. Perubahan pada sistem
pencernaan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan secara anatomis dan
fisiologis. Perubahan ini dapat mempengaruhi kemampuan sistem pencernaan
dalam bekerja dan berimplikasi terhadap status gizi lansia. Status gizi pada lansia
juga dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko dalam pemenuhan kebutuhan gizi.
Miller (2004) menyebutkan bahwa faktor risiko tersebut adalah perawatan mulut

13 Keperawatan Gerontik Saribulan, dkk


yang tidak adekuat, gangguan fungsional dan proses penyakit, efek pengobatan,
gaya hidup, faktor psikologi, sosial, ekonomi dan budaya. Sementara itu Touhy &
Jett (2010) menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan
gizi pada lansia adalah penuaan, perubahan pada indera perasa dan penciuman,
perubahan pada sistem pencernaan, pengaturan nafsu makan, kebiasaan makan,
sosialisasi, transportasi, tempat tinggal, pertumbuhan gigi, tinggal di rumah sakit
atau institusi. Selain faktor-faktor diatas Fatmah (2010) menambahkan bahwa
faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan gizi lansia adalah usia dan jenis
kelamin.

1. Perubahan Anatomis dan Fisiologis Sistem Pencernaan Pada Lansia


Tubuh lansia mengalami penurunan fungsi fisiologis secara alami seiring
bertambahnya usia. Penurunan fungsi ini tentunya akan menurunkan kemampuan
lansia tersebut untuk menanggapi adanya rangsangan atau berespon. Akibat dari
penurunan fungsi, lansia mengalami banyak perubahan dalam segi fisik,
kemampuan kognitif, kemampuan fungsi organ, psikologi, sosial dan sebagainya.
Kemunduran dan kelemahan yang diderita oleh lansia akibat adanya perubahan ini
menurut Darmojo dalam Arisman (2004) adalah pergerakan dan kestabilan
terganggu; demensia; depresi; inkontinensia dan impotensia; defisiensi
imunologis; infeksi, konstipasi dan malnutrisi; latrogenesis dan insomnia;
kemunduran penglihatan, pendengaran, pengecapan, pembauan, komunikasi,
integritas kulit; dan kemunduran proses penyakit. Perubahan-perubahan secara
anatomis dan fisiologis pada lansia yang dapat mempengaruhi status gizi lansia,
diantaranya:
a. Indera Perasa dan Penciuman
Indera perasa dan penciuman mempengaruhi seseorang dalam menikmati
makanan. Kemampuan penciuman seseorang bergantung pada persepsi
odorants (bau-bauan) dari sel sensori dalam mukosa olfaktori dan proses
informasi dari sistem saraf pusat. Perubahan usia mengakibatkan penurunan
fungsi pada system saraf pusat. Faktor lain yang menyebabkan penurunan
kemampuan indera penciuman adalah merokok, kekurangan vitamin B12,

14 Keperawatan Gerontik Saribulan, dkk


terapi pengobatan, penyakit periodontal dan infeksi mulut, penyakit sistem
pernapasan bagian atas (seperti sinusitis), penyakit sistemik (seperti demensia,
diabetes) dan pengalaman pekerjaan (seperti bekerja di pabrik sebelumnya)
(Bromley, 2000; Finkel et al, 2001; Morley, 2002 dalam Miller, 2004).
Kemampuan perasa bergantung utamanya pada sel-sel reseptor di tempat-
tempat perasa, seperti lidah, palatum dan tonsils. Karakteristik dari sensasi
perasa diukur sesuai kemampuan menerima intensitas rasa dan kemampuan
membedakan rasa (Miller, 2004). Perubahan pada lansia tidak mempengaruhi
sensasi rasa secara keseluruhan, kemampuan untuk mendeteksi rasa manis
masih sama sedangkan kemampuan mendeteksi rasa asam, asin dan pahit
mengalami penurunan (Touhy & Jett, 2010).
b. Saluran Gastrointestinal
Proses penuaan memberikan pengaruh pada setiap bagian dalam saluran
gastrointestinal (GI), yaitu:
Tabel 1. 1. Perubahan pada saluran Gastrointestinal lansia
Organ Perubahan yang terjadi
 Rongga mulut  Lansia mengalami penurunan fungsi
fisiologis pada rongga mulut sehingga
mempengaruhi proses mekanisme makanan.
Perubahan dalam rongga mulut yang terjadi
pada lansia mencakup tanggalnya gigi, mulut
kering dan penurunan motilitas esophagus
(Meiner, 2006). Pada lansia, banyak gigi yang
tanggal serta terjadi kerusakan gusi karena
proses degenarasi akan mempengaruhi proses
pengunyahan makanan (Fatmah, 2010).
Tanggalnya gigi bukan suatu konsekuensi
dasar dari proses penuaan, banyak lansia
mengalami penanggalan gigi sebagai akibat
dari hilangnya tulang penyokong pada

15 Keperawatan Gerontik Saribulan, dkk


permukaan periosteal dan periodontal.
Hilangnya sokongan tulang ini juga turut
berperan terhadap kesulitan-kesulitan yang
berkaitan dengan penyediaan sokongan gigi
yang adekuat dan stabil pada usia lebih lanjut
(Stanley, 2007). Kelenjar saliva juga mulai
sukar disekresi yang mempengaruhi proses
perubahan karbohidrat kompleks menjadi
disakarida karena enzim ptyalin menurun.
Fungsi lidah sebagai pelicin pun berkurang
sehingga proses menelan menjadi lebih sulit.
Sebaliknya, asupan gizi juga berpengaruh
pada penurunan fungsi fisiologis di rongga
mulut. Kekurangan protein sering dikaitkan
dengan degenerasi jaringan ikat gingival,
membrane periodontal dan mukosa
pendukung basis gigi tiruan (Fatmah, 2010).
 Faring dan  Banyak lansia yang mengalami kelemahan
esofagus otot polos sehingga proses menelan lebih
sulit. Motilitas esofagus tetap normal
meskipun esophagus mengalami sedikit
dilatasi seiring penuaan. Sfingter esophagus
bagian bawah kehilangan tonus, reflex
muntah juga melemah pada lansia, sehingga
meningkatkan risiko aspirasi pada lansia
(Stanley, 2007).
 Lambung  Perubahan yang terjadi pada lambung adalah
atrofi mukosa. Atrofi sel kelenjar, sel parietal
dan sel chief akan menyebabkan
berkurangnya sekresi asam lambung, pepsin

16 Keperawatan Gerontik Saribulan, dkk


dan faktor instrinsik. Karena sekresi asam
lambung yang berkurang, maka rasa lapar
juga akan berkurang. Ukuran lambung pada
lansia juga mengecil sehingga daya tampung
makanan berkurang. Selain itu, proses
perubahan protein menjadi pepton terganggu
(Fatmah, 2010). Selain itu, Meiner (2006)
menjelaskan perubahan pH dalam saluran
gastrointestinal dapat menyebabkan
malabsorbsi vitamin B. Penurunan sekresi
HCl dan pepsin yang berkurang pada lansia
juga dapat menyebabkan penyerapan zat besi
dan vitamin B12 menurun (Arisman, 2004).
 Usus halus  Perubahan pada usus halus yang terjadi pada
lansia mencakup atrofi dari otot dan
permukaan mukosa, pengurangan jumlah
titik-titik limfatik, pengurangan berat usus
halus dan pemendekan dan pelebaran vili
sehingga menurunkan proses absorbsi.
Perubahan struktur ini tidak secara signifikan
mempengaruhi motilitas, permeabilitas atau
waktu transit usus halus. Perubahan ini dapat
mempengaruhi fungsi imun dan absorbsi dari
beberapa nutrisi seperti kalsium dan vitamin
D (Miller, 2004).
 Hati dan  Kapasitas fungsional hati dan pankreas tetap
pankreas dalam rentang normal karena adanya
cadangan fisiologis dari hati dan pankreas.
Setelah usia 70 tahun, ukuran hati dan
pankreas akan mengecil, terjadi penurunan

17 Keperawatan Gerontik Saribulan, dkk


kapasitas menyimpan dan kemampuan
mensintesis protein dan enzim-enzim
pencernaan (Stanley, 2007). Hati berfungsi
sangat penting dalam metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak. Selain itu,
hati juga memegang peranan besar dalam
proses detoksifikasi, sirkulasi, penyimpanan
vitamin, konjugasi bilirubin dan sebagainya.
Semakin meningkatnya usia, secara histologis
dan anatomis akan terjadi perubahan akibat
atrofi sebagian besar sel. Sel tersebut akan
berubah bentuk menjadi jaringan fibrosa. Hal
ini akan menyebabkan perubahan fungsi hati
dalam berbagai aspek tersebut, terutama
dalam metabolisme obat-obatan. Produksi
enzim amylase, tripsin dan lipase akan
menurun sehingga kapasitas metabolism
karbohidrat, pepsin dan lemak juga akan
menurun (Fatmah, 2010).
 Usus besar dan  Pada lansia perubahan yang terjadi di usus
rectum besar dan rectum mencakup penurunan
sekresi mucus, penuruanan elastisitas dinding
rectum dan penuruan persepsi distensi pada
dinding rectum. Perubahan ini memiliki
sedikit atau tidak ada hubungan pada
motalitas dari feses saat buang air besar,
tetapi ini merupakan predisposisi konstipasi
pada lansia karena volume rectal yang
bertambah (Prather, 2000 dalam Miller,
2004). Selain itu, proses defekasi yang

18 Keperawatan Gerontik Saribulan, dkk


seharusnya dibantu oleh kontraksi dinding
abdomen juga seringkali tidak efektif karena
dinding abdomen pada lansia sudah melemah
(Fatmah, 2010).

2. Faktor Risiko yang Mempengaruhi Pemenuhan Kebutuhan Gizi Pada


Beberapa faktor risiko yang dapat mempengaruhi lansia dalam pemenuhan
kebutuhan gizi adalah:

Tabel 1.2 . Faktor resiko kebutuhan gizi lansia

Faktor resiko Pemenuhan kebutuhan Gizi


 Usia  Seiring pertambahan usia, kebutuhan zat gizi
karbohidrat dan lemak menurun,sedangkan
kebutuhan protein, vitamin dan mineral
meningkat. Hal ini dikarenakan ketiganya
berfungsi sebagai antioksidan untuk
melindungi sel-sel tubuh dari radikal bebas
(Fatmah, 2010).
 Jenis kelamin  Fatmah (2010) menjelaskan bahwa lansia
laki-laki lebih banyak memerlukan kalori,
protein dan lemak. Hal ini disebabkan karena
adanya perbedaan tingkat
aktivitas fisik pada laki-laki dan perempuan.
 Perawatan mulut  Perawatan mulut yang tidak adekuat biasanya
yang tidak adekuat menjadi penyebab masalah kesehatan mulut
yang dapat mengakibatkan kekurangan nutrisi
dan berpengaruh pada sistem pencernaan.
Faktor yang dapat menyebabkan tidak
adekuatnya perawatan gigi adalah tingkat
ekonomi yang rendah, tingkat pendidikan

19 Keperawatan Gerontik Saribulan, dkk


yang rendah, kurangnya transportasi,
kurangnya pelayanan perawatan gigi dan
mahalnya pelayanan perawatan gigi (Miller,
2004).
 Gangguan  Sharkey, (2002) dalam Miler, (2004)
fungsional dan menjelaskan bahwa gangguan fungsional kuat
proses penyakit hubungannya dengan kekurangan nutrisi dan
kesulitan memperoleh makanan, khususnya
pada komunitas lansia. Heimburger (2006)
menjelaskan bahwa 85% dari lansia memiliki
penyakit kronis. Arthritis adalah penyakit
kronis yang paling umum pada lansia,
selanjutnya diikuti gangguan pendengaran,
gangguan penglihatan, penyakit jantung dan
hipertensi. Akibat penyakit kronis ini lansia
mengalami keterbatasan dalam beraktivitas
sehingga mempengaruhi kemampuan lansia
dalam memperoleh, mempersiapkan dan
menikmati makanan. Selain itu pengaturan
makanan yang lebih ketat pada penderita
diabetes atau gagal jantung juga
mempengaruhi selera makan pada lansia.
 Efek pengobatan  Pengobatan menjadi faktor risiko untuk
gangguan sistem pencernaan dan tidak
adekuatnya nutrisi yang masuk ke dalam
sistem pencernaan, pola makan dan utilisasi
nutrisi. Pengobatan mempengaruhi nutrisi
berhubungan dengan absorbsi dan ekskresi
nutrisi yang masuk ke dalam tubuh seseorang
(Miller, 2004). Selain itu, obat yang

20 Keperawatan Gerontik Saribulan, dkk


dikonsumsi dapat mengubah nafsu makan,
rasa atau bau yang mempengaruhi nutrisi
ataupun memiliki efek samping seperti mual,
muntah atau diare (Heimburger, 2006).
 Gaya hidup  Konsumsi alkohol dan rokok dapat mengubah
status nutrisi lansia dalam beberapa cara.
Alkohol memiliki jumlah kalori yang tinggi
namun nilai nutrisi yang rendah. Selain itu,
alcohol juga mempengaruhi absorbs vitamin
B kompleks dan vitamin C. Merokok juga
dapat mengurangi kemampuan mencium dan
merasakan makanan serta turut campur dalam
absorbsi vitamin C dan asam folat (Miller,
2004).
 Faktor psikososial  Faktor psikososial dapat mempengaruhi
selera dan pola makan pada lansia. Stres dan
cemas dapat mempengaruhi proses sistem
pencernaan melalui sistem saraf autonomi.
Depresi, masalah
memori dan penurunan kognitif lainnya juga
dapat mempengaruhi pola makan dan
kemampuan dalam menyiapkan makanan
(Miller, 2004).
 Faktor sosial  Latar belakang suku, kepercayaan religius
ekonomi dan dan faktor budaya yang kuat dapat
budaya mempengaruhi seseorang dalam
mendefinisikan, memilih, menyiapkan dan
memakan makanan serta minuman. Faktor
budaya juga dapat mempengaruhi pola makan
seseorang sehinga hal ini memiliki hubungan

21 Keperawatan Gerontik Saribulan, dkk


dengan status kesehatan seseorang (Miller,
2004). Status ekonomi masa lalu dan
sekarang pada individu juga mempengaruhi
dalam memilih makanan. Touhy & Jett
(2010) menjelaskan bahwa terdapat hubungan
kuat antara kekurangan nutrisi dan
pendapatan yang rendah. Lansia dengan
pendapatan yang rendah akan memikirkan
dan memilih untuk kebutuhan sehari-hari
termasuk kebutuhan makan. Bahkan, lansia
memilih makan hanya sekali dalam sehari
untuk mencukupi kebutuhannya. Pendidikan
juga mempengaruhi status nutrisi pada lansia.
Biasanya lansia yang tingkat pendidikannya
terbatas akan diasosiasikan dengan
kekurangan nutrisi dan kurang pelayanan gigi
(Vargas et al, 2001 dalam Miller 2004).
 Faktor lingkungan  Faktor lingkungan mempengaruhi seseorang
dalam menikmati makanan serta kemampuan
untuk memperoleh dan mempersiapkan
makanannya. Banyak hambatan diidentifikasi
dalam lingkungan perawatan lansia seperti
panti werdha, pelayanan sosial dan rumah
sakit (Miller, 2004). Touhy & Jett (2010)
menjelaskan bahwa lansia yang berada di
ekonomi rendah cenderung berada di rumah
yang di bawah standar dan mungkin tidak
memiliki peralatan untuk menyimpan dan
memasak makanan sehingga akan
mempengaruhi asupan makanan. Lansia yang

22 Keperawatan Gerontik Saribulan, dkk


tinggal di rumah sakit atau perawatan jangka
panjang juga mungkin mengalami masalah
nutrisi. Hal ini disebabkan karena diet yang
sangat dibatasi serta waktu dan fasilitas staf
yang kurang dalam membantu lansia.

3. Gangguan sistem pencernaan pada lansia dengan konstipasi


Konstipasi secara luas didefinisikan sebagai frekuensi jarang atau
kesulitan pergerakan feses, feses kering (Leueckenotte, 2000). Konstipasi adalah
suatu penurunan frekuensi pergerakan usus yang disertai dengan perpanjangan
waktu dan kesulitan pergerakan feses (Stanley, 2007). International Workshop
on Constipation berusaha lebih jelas memberikan batasan konstipasi.
Berdasarkan rekomendasinya, konstipasi dikategorikan dalam dua golongan:
konstipasi fungsional dan konstipasi karena penundaan keluarnya feses pada
muara rektosigmoid. Konstipasi fungsional disebabkan waktu perjalanan
yang lambat dari feses, sedangkan penundaan pada muara rektosigmoid
menunjukkan adanya disfungsi anorektal. Yang terakhir ditandai adanya
perasaan sumbatan pada anus. Menurut Stanley (2007) : Mengejan berlebihan saat
BAB, Massa feses yang keras, Perasaan tidak puas saat BAB, Sakit pada daerah
rektum saat BAB, Menggunakan jari-jari untuk mengeluarkan feses. Makanan
yang menyebabkan konstipasi adalah makanan yang tinggi lemak. Contoh :
minyak kacang tanah, minyak kelapa sawit, minyak kelapa, ayam, daging sapi,
mentega, margarin, keju, susu kental manis, tepung susu, dan sebagainya.
Serta makanan yang tinggi gula, seperti makanan yang manis-manis, keju,
dan makanan olahan (http://yankes.itb.ac.id).

Proses Pembentukan Feses: Setiap harinya, sekitar 750 cc chime masuk ke kolon
dari ileum. Di kolon, chime tersebut mengalami proses absorpsi air, natrium, dan
kloride. Absorbsi ini dibantu dengan adanya gerakan peristaltic usus. Dari 750
cc chime tersebut, sekitar 150-200 cc mengalami proses reabsorbsi. Chime
yang tidak direabsorbsi menjadi bentuk semisolid yang disebut feses. Selain itu,

23 Keperawatan Gerontik Saribulan, dkk


dalam saluran cerna banyak terdapat bakteri. Bakteri tersebut mengadakan
fermentasi zat makanan yang tidak dicerna. Proses fermentasi akan
menghasilkan gas yang dikeluarkan melalui anus setiap harinya, yang kita
kenal dengan istilah flatus. Misalnya, karbohidrat saat difermentasi akan
menjadi hydrogen, karbondioksida, dan gas metan. Apabila terjadi gangguan
pencernaan karbohidrat, maka akan ada banyak gas yang terbentuk saat
fermentasi. Akibatnya, seseorang akan merasa kembung. Protein, setelah
mengalami proses fermentasi oleh bakteri, akan menghasilkan asam amino,
indole, statole, dan hydrogen sulphide. Oleh karenanya, apabila terjadi
gangguan pencernaan protein maka flatus dan fesesnya menjadi sangat bau
(Asmadi. 2008). Akibat Konstipasi Menurut Darmojo & Martono (2006) akibat-
akibat konstipasi antara lain:
 Impaksi feses: Impaksi feses merupakan akibat dari terpaparnya feses pada
daya penyerapan dari kolon dan rektum yang berkepanjangan.
 Volvulus daerah sigmoid: Mengejan berlebihan dalam jangka waktu lama pada
penderita dengan konstipasi dapat berakibat prolaps dari rektum.
 Haemorrhoid : Tinja yang keras dan padat menyebabkan makin susahnya
defekasi sehingga ada kemungkinan akan menimbulkan haemorrhoid.
 Kanker kolon: Bakteri menghasilkan zat-zat penyebab kanker. Konsistensi
tinja yang keras akan memperlambat pasase tinja sehingga bakteri
memiliki waktu yang cukup lama untuk memproduksi karsinogen
dan karsinogen yang diproduksi menjadi lebih konsentrat.
 Penyakit divertikular : Mengedan berlebihan (peningkatan tekanan
intraabdominal) pada penderita konstipasi dapat menyebabkan
terbentuknya kantung-kantung pada dinding kolon, di mana kantung-kantung
ini berisi sisa-sisa makanan. Kantung-kantung ini dapat meradang dan
disebut dengan divertikulitis.

24 Keperawatan Gerontik Saribulan, dkk


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Lanjut usia adalah individu yang mencapai usia lebih dari 60 tahun dan
mengalami proses penuaan secara terus-menerus secara alamiah.
Secara individu, pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai
masalah baik secara fisik, mental, psikososial dan spiritual sehingga dapat
menimbulkan gangguan dalam hal memenuhi kebutuhan hidup dan
berkurangnya integrasi dengan lingkungannya.
Perubahan yang terjadi pada sistem respirasi lansia ialah Paru-paru
kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat,
kapasitas pernafasan maksimum menurun dan kedalaman nafas turun.
Kemampuan batuk menurun (menurunnya aktifitas silia), O2 arteri menurun
menjadi 75 mmHg, CO2 arteri tidak berganti. Sedangkan perubahan yang
terjadi pada sistem gastrointestinal lansia ialah Banyak gigi yang tanggal,
sensitifitas indra pengecap menurun, pelebaran esophagus, rasa lapar
menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan menurun, peristaltik
lemah, dan sering timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun.

B. Saran
Perubahan-perubahan yang terjadi pada kanjut usia harus disikapi secara
tenang sehingga tidak akan menimbulkan kecemasan karena merupakan
proses alamiah yang akan dialami oleh semua individu. Dukungan dari
keluarga dan lingkungan juga akan membantu lanjut usia dalam melewati
masa perubahannya.

25 Keperawatan Gerontik Saribulan, dkk


DAFTAR PUSTAKA

1. Darmojo, R. Boedhie & H. Hadi Martono, 2000, Buku Ajar Geriatri

(Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

2. Lueckenotte. 1998. Pengkajian Gerontologi, Edisi 2. Jakarta : EGC.

3. Fatmah. (2010). Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Penerbit Erlangga.

4. https://www.academia.edu/8471193/Aging

5. https://www.dictio.id/t/perubahan-apa-saja-yang-terjadi-pada-sistem-

pernafasan-lansia/6127

6. Nugroho, Wahjudi. 1991. Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC.

7. Nugroho, Wahjudi. 2000. Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta. EGC

8. Santoso, Hanna dan Ismail, Andar. 2009. Memahami Krisis Lanjut Usia

: Uraian Medis dan Pedagosis-Pastoral. Jakarta : Gunung Mulia.

9. Stanley, Mickey & Patricia Gauntlett Beare. 2007. Buku Ajar

Keperawatan Gerontik, Edisi 2. Jakarta : EGC.

10. www.google.com

26 Keperawatan Gerontik Saribulan, dkk

Anda mungkin juga menyukai