Anda di halaman 1dari 2

SD MASEHI MAMBITUL

ASAL MULA WAI ANAKARA


Pada jaman dahulu kala hiduplah sepasang suami istri yang mempunyai dua orang anak
gadis, mereka tinggal bersama di sebuah rumah adat, nama rumah adatnya Uma Jaga Wogu di
kampung Galu Bakul, desa Malinjak. Dua orang gadis itu bernama Kuba Yowi dan Karaji Dawi
Ngana.

Pada suatu hari orang tua gadis-gadis itu menyuruh kedua gadis untuk menjaga burung
pipit diladang karena tanaman padi yang sudah mulai menguning. Ladang ada di tengah –tengah
padang dan dekat dengan mata air.

Di ladang itu juga orang tua mereka mendirikan sebuah gubuk kecil tempat mereka melepaskan
lelah selesai bekerja.

Sebelum berangkat mengusir burung pipit Kuba Yowi mempersiapkan pintalan dari
benang dan Karaji Dawi Ngana mempersiapkan daun pandan untuk menganyam, sambil
mengusir burung yang membuat kedua gadis itu tidak jenuh. Berangkatlah Kuba Yowi dan
Karaji Dawi Ngana keladang untuk mengusir burung pipit.

Sampailah kedua gadis itu di ladang, sambil memintal dan menganyam, kedua gais itu
menceritakan nasibnya masing-masing yang belum menikah atau masih lajang.

Keduanya cantik, molek, menawan dan juga baik hati, tetapi kenapa belum ada laki-laki yang
mau dengan gadis itu. Meraka bertanya pada diri mereka, apa yang kurang pada kami?

Mungkin karena kita orang yang ekonominya kurang atau tidak berada dan sebagainya.selesai
bercerita mereka mulai benyanyi lagunya berjudul

“ KAKA”

Kaka abu kaka liga ledi walakari

Ana manu milawa

Abu waiwaruga pini sili koku

Ana radi lalu wa

Tiba –tiba muncul seekor kerbau yang tidak diketahui datangnya dari mana, kedua gadis itu
kaget, melihat ke kiri-dan ke kanan dan tidak ada kawan kerbau atau orang yang mengembalakan
kerbau tersebut.

Kedua gadis itu sepekat untuk menunggangi kerbau itu karena kelihatnya jinak. Kedua
gadis itu naik di punggung kerbau, kerbau itu berdiri dan berjalan pelan –pelan dan menuju mata
air dekat ladang, kerbau sampai di mata air lalu masuk kedalam air bersama dengan kedua gadis
itu.

Pada siang harinya orang tua gadis-gadis itu membawa bekal untuk mereka,ternyata
ketika sampai diladang orang tua mereka sangat terkejut karena kedua gadisnya tidak berada di
gubuk yang disiapkan, namun yang ditemukan hanyalah pintalan benang dan anyaman bola saja.

Lalu orang tuanya memanggil- manggil nama anaknya dengan sebutan Kuba Yowi
sebanyak 2 kali dan juga memanggil lagi salah satu nama dari anaknya yaitu Karaji Dawingana
sebanyak dua kali juga namun tidak ada jawaban, dengan nada yang gemetar dan kuatir orang
tuanya bergumam dengan berkata dimanakah kalian berdua berada. Namun setelah berkeliling
mencari dan memanggil –memanggil nama mereka namun tetap tidak ada jawaban, yang mereka
temukan hanyalah jejak kerbau dengan berat hati orang tuanya mengikuti jejak kerbau tersebut
sampai pada akhir dari jejak kerbau itu tepat pada mata air itu.

Kedua orang tua gadis- gadis itu duduk sejenak dan berpikir bahwa kedua anaknya pasti
tenggelam di dalam mata air itu bersama dengan kerbau. Pada akhirnya kedua orang tua mereka
melakukan ritual adat Sumba dengan cara buang sirih pinang ( Leba Pamama) kedalam mata air
itu. Mereka berkeyakikan bahwa kalau mereka benar-benar tenggelam di dalam mata air tersebut
berati ada tanda dari dalam mata air, tetapi ternyata setelah melewati berbagai ritual adat (
Taungu Li) sambil berkata “ Wai Anakara” seolah –seolah ada jawaban dari alam yaitu dengan
cara air di dalam Mata air tersebut membual secara berturut-turut, setelah kejadian itu orang tua
dari gadis itu berkeyakinan besar bahwa kedua anak gadisnya tenggelam kedalam mata air itu.

Sirnalah harapan orang tua kedua gadis itu, mereka kembali ke rumah sambil meratapi
kepergian kedua gadis mereka untuk selama-lamanya. Kedua orang tua mereka menangis sambil
menyebut nama Kuba Yowi dan Karaji Dawi Ngana! Mengapa kalian meninggalkan kami kalian
mati muda ( winu bata deta , pari joru moru)

Pada saat itulah orang tua dari gadis itu dan para tua adat memberi nama pada mata air itu
dengan sebutan Nama “WAI ANAKARA” dan sampai sekarang Wai Anakara masih dianggap
keramat karena masih banyak kejadian-kejadian yang terjadi sangatlah nyata dan membuat orang
–orang takut untuk pergi ke Mata Air Wai Anakara.

Anda mungkin juga menyukai