KELOMPOK 4
ANGGOTA :
Widi Setyo Pramono, S. Kep.
Rio Pangestu, S. Kep.
Ahmad Marvens Halilintar, S. Kep.
Uswatun Hasanah, S.Kep.
Pega, S.Kep
Winda Artika, S.Kep
Ruangan : Bangau
RS. Dr. Ernaldi Bahar Palembang
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
PROPOSAL KEGIATAN TERAPI MODALITAS Spiritual Emotional Freedom
Technique (SEFT)
A. Topik
Terapi Modalitas Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)
B. Latar Belakang
Menurut Jhonson (1997), kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional,
psikologis dan sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan,
perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional.
Kesehatan jiwa juga dapat diartikan sebagai keadaan sejahtera yang dikaitkan dengan
kebahagiaan, kegembiraan, asan, pencapaian, optimisme, dan harapan. Sedangkan
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefeniskan kesehatan itu sendiri sebagai sehat
fisik, mental dan sosial bukan sematamata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan. Jadi
Seseorang dapat dianggap sehat jiwa jika mereka mampu bersikap positif terhadap diri
sendiri, memiliki kestabilan emosi, memiliki konsep diri yang positif dan memiliki rasa
bahagia dan puas (Dalam Videbeck, 2008).
Gangguan jiwa atau penyakit jiwa merupakan penyakit dengan multi kausal, suatu
penyakit dengan berbagai penyebab yang sangat bervariasi. Penyebab gangguan jiwa
yang banyak diderita terjadi karena frustasi, napza (narkotika, psikotropika, dan zat
adiktif lainnya), masalah keluarga, pekerjaan, organik dan ekonomi. Namun jika dilihat
dari persentase, penyebab tertinggi yaitu karena frustasi. Di Indonesia sendiri
berdasarkan (Rikesda tahun 2007) bahwa prevelansi gangguan jiwa berat sebesar 4,6
permil, artinya ada empat sampai lima penduduk dari 1000 penduduk Indonesia
menderita gangguan jiwa berat. Angka gangguan jiwa di Indonesia telah mencapai 10%
dari populasi penduduknya.
Banyak ahli dalam kesehatan jiwa memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap
apa yang dimaksud gangguan jiwa dan bagaimana gangguan jiwa itu terjadi. Perbedaan
pandangan tersebut tertuang dalam bentuk model konseptual kesehatan jiwa. Pandangan
model psikoanalisa berbeda dengan pandangan model social, model perilaku, model
eksistensial, model medical, berbeda pula dengan model stress – adaptasi. Masing-
masing model memiliki pendekatan unik dalam terapi gangguan jiwa. Berbagai
pendekatan penanganan pasien gangguan jiwa inilah yang dimaksud dengan terapi
modalitas yang bertujuan mengubah perilaku pasien gangguan jiwa dengan perilaku
maladaptifnya menjadi perilaku yang adaptif.
Terapi Modalitas merupakan terapi utama dalam keperawatan jiwa. Terapi ini
diberikan dalam upaya mengubah perilaku pasien dari perilaku yang maladaptif menjadi
perilaku yang adaptif ( Prabowo, 2014). Terapi Modalitas adalah terapi dalam
keperawatan jiwa, dimana perawat mendasarkan potensi yang dimiliki pasien sebagai
titik tolak terapi atau penyembuhan. Ada beberapa terapi yang dapat dilakukan oleh
perawat pada pasien dengan masalah kejiwaan yaitu, terapi aktivitas kelompok dan terapi
keluarga.
Terapi Aktivitas Kelompok adalah terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada
sekelompok pasien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas
digunakan sebagai terapi dan kelompok sebagai target asuhan. Terapi Aktivitas
Kelompok dilakukan untuk meningkatkan kematangan emosional dan psikologis pada
pasien yang mengidap gangguan jiwa pada waktu yang lama. Didalam kelompok terjadi
dinamika dimana setiap anggota kelompok saling bertukar informasi dan berdiskusi
tentang pengalaman serta membuat kesepakatan untuk mengatasi masalah anggota
kelompok. Terapi Aktivitas Kelompok memberikan hasil yang lebih besar terhadap
perubahan perilaku pasien, meningkatkan perilaku adaptif serta mengurangi perilaku
maladaptif. Bahkan Terapi Aktivitas Kelompok memberikan modalitas terapeutik yang
lebih besar dari pada hubungan terapeutik antara dua orang yaitu perawat dan pasien
(Direja, 2011).
Sedangkan terapi keluarga merupakan suatu psikoterapi modalitas dengan fokus
pada penanganan keluarga sebagai unit sehingga dalam pelaksanaannya terapis
membantu keluarga dalam mengidentifikasi dan memperbaiki keadaan yang maladaptif,
kontrol diri pada anggota yang kurang serta pola hubunganyang tidak konstruktif. Terapi
keluarga lebih menggunakan pendekatan terupeutik untuk melihat masalah individu
dalam konteks lingkungan khususnya keluarga dan proses interpersonal (Prabowo,
2014).
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui lebih jelas tentang materi terapi modalitas SEFT.
2. Tujuan Khusus
a. Pasien mampu melatih konsentrasi dalam melakukan terapi SEFT.
b. Pasien mampu mengontrol rasa marah setelah melakukan terapi SEFT
D. Landasan Teoritis
1. Konsep Dasar Kesehatan Jiwa
Kesehatan jiwa bukan berarti tidak ada gangguan jiwa saja, tetapi yang
dimaksudkan adalah berbagai hal positif yang menunjukkan keselarasan kejiwaan
yang menggambarkan kepribadian yang dewasa (WHO).
Ciri sehat jiwa menurut WHO, yaitu dapat menyesuaikan diri terhadap
kenyataan, baik itu kenyataan baik maupun kenyataan buruk, merasa puas atas jerih
payah yang telah dilakukan, merasa lebih bangga untuk memberi dari pada menerima
sesuatu, bebas dari rasa stres, dapat berhubungan dengan orang lain, seperti saling
tolong menolong dan saling memuaskan, menerima kekecewaan yang didapat dan
menggunakan kekecewaan tersebut sebagai pelajaran di kemudian hari, memiliki rasa
kasih sayang yang besar terhadap sesama, dan memberikan penyelesaian yang kreatif
dan konstruktif terhadap rasa permusuhan (Prabowo, 2014).
Kriteria sehat jiwa menurut Yahoda, yaitu sikap positif terhadap diri sendiri,
tumbuh kembang dan aktualisasi diri, integrasi (keseimbangan/keutuhan), otonomi,
persepsi realitas, dan environmental mastery (kecakapan dalam adaptasi dengan
lingkungan) (Yosep & Sutini, 2007).
Rentang sehat jiwa, diantaranya adalah dinamis bukan titik statis, rentang
dimulai dari sehat optimal-mati, ada tahap-tahap, adanya variasi tiap individu,
menggambarkan kemampuan adaptasi, dan berfungsi secara efektif: sehat (Yosep &
Sutini, 2007).
F. Pengorganisasian
1. Pelaksanaan
a. Hari/tanggal : Minggu, 2 Desember 2018
b. Waktu : 08.30 – 09.00
c. Alokasi Waktu : 20-30 menit
d. Tempat : Ruang Bangau
e. Jumlah Pasien : 6 Pasien
2. Tim Terapi
a. Leader : Winda Artika
Uraian Tugas :
1) Membuka Acara
2) Memperkenalkan mahasiswa dan dosen pembimbing
3) Bertanggung jawab memberikan terapi tentang pengertian, tujuan, dan
manfaat terapi SEFT
4) Menjelaskan kontrak waktu
5) Memimpin dan mengarahkan alur terapi SEFT
6) Menutup acara
b. Co. Leader : Uswatun Hasanah
Uraian Tugas :
1) Membantu leader mengorganisasi anggota
2) Membantu mengingatkan leader
3) Mengarahkan anggota kelompok
4) Memperagakan langkah-langkah terapi SEFT
c. Fasilitator : Ahmad Marvens Halilintar, Rio Pangestu, dan Widi Setyo
Pramono
Uraian Tugas :
1) Ikut serta dalam kelompok untuk mengikuti terapi SEFT
2) Memfasilitasi anggota dalam diskusi kelompok
3) Bertanggung jawab dengan pasien di sebelah kiri dan kanannya
4) Mengantisipasi suasana yang dapat mengganggu kegiatan
d. Observer : Pega
Uraian Tugas :
1) Mengawasi proses pelaksanaan kegiatan dari awal sampai akhir
2) Membuat laporan kegiatan terapi yang telah dilaksanakan
L CL
K K
F F
K K
K F K
Keterangan :
L : Leader
CL : Co. Leader
K : Pasien
F : Fasilitator
O : Observer
4. Kriteria Hasil
1. Evaluasi Struktur
a. Lingkungan tenang dan memungkinkan pasien berkonsentrasi
b. Posisi tempat menggunakan kursi
c. Peserta sepakat untuk memulai kegiatan
d. Alat yang digunakan dalam kondisi baik
e. Terapis berperan sesuai peran masing-masing
2. Evaluasi Proses
a. Leader dapat mengkoordinasikan kegiatan dari awal hingga akhir
b. Leader memimpin kegiatan
c. Co-leader membantu mengkoordinasikan kegiatan
d. Fasilitator memotivasi dan bertanggung jawab terhadap masalah perserta
kelompok
e. Observer mengamati dan melaporkan hasil pengamatan kepada kelompok yang
berfungsi sebagai evaluasi kinerja kelompok
f. Peserta mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir
3. Evaluasi Hasil
Diharapkan 75% dari kelompok mampu :
a. Mengingat penjelasan yang disampaikan
b. Mempraktekkan terapi yang dijelaskan
4. Proses Pelaksanaan
a. Persiapan
1) Memilih pasien sesuai indikasi, yaitu pasien dengan masalah keperawatan
perilaku kekerasan
2) Membuat kontrak dengan pasien
3) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
b. Orientasi
1) Salam
a) Salam dari terapis
b) Peserta dan Terapis memakai papan nama
2) Evaluasi/Validasi
a) Terapis menanyakan perasaan pasien saat ini
b) Menanyakan penyebab marah, tanda gejala, dan akibat dari marah.
2) Kontak
a) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yaitu tentang terapi SEFT
b) Terapis menjelaskan mekanisme kegiatan terapi SEFT
c) Menjelaskan tata tertib selama melakukan terapi SEFT
c. Tahap Kerja
1) Mendiskusikan perilaku kekerasan yang pernah dilakukan pasien
2) Menjelaskan terapi yang bisa dilakukan saat merasa marah/kesal
3) Membantu pasien untuk mengikuti leader saat mencontohkan terapi SEFT
4) Membantu pasien melakukan terapi SEFT
d. Tahap Terminasi
1) Evaluasi
a) Terapis menanyakan perasaan peserta setelah mengikuti kegiatan terapi
SEFT
b) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
2) Tindak Lanjut
a) Menganjurkan setiap peserta untuk selalu menerapkan terapi SEFT dalam
sehari-hari untuk mengontrol rasa marah/kesal
b) Memasukkan terapi SEFT ini ke dalam jadwal kegiatan harian
2. Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki pasien saat TAK pada catatan proses
keperawatan tiap pasien pada proses kegiatan berlangsung.