Anda di halaman 1dari 9

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TUNA GRAHITA

A. Definisi
Menurut Soetjiningsih (1994) dikutip Muttaqin (2008) tuna grahita atau
retardasi mental adalah suatu kondisi yang ditandai oleh inteligensi yang rendah yang
menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan beradaptasi terhadap
tuntutan masyarakat atas kemampuan yang dianggap normal.
Batasan tuna grahita adalah keterbatasan substansial dalam memfungsikan diri.
Keterbatasan ini ditandai dengan terbatasnya kemampuan fungsi kecerdasan yang
terletak dibawah rata-rata (IQ 70 atau kurang) dan ditandai dengan terbatasnya
kemampuan tingkah laku adaptif minimal di 2 area atau lebih. (tingkah laku adaptif
berupa kemampuan komunikasi, merawat diri, menyesuaikan dalam kehidupan
rumah, ketrampilan sosial, pemanfaatan sarana umum, mengarahkan diri sendiri, area
kesehatan dan keamanan, fungsi akademik, pengisisan waktu luang,dan kerja) Disebut
Tuna Grahita bila manifestasinya terjadi pada usia dibawah 18 tahun (Wibowo, 2009).

B. Peristilahan
Meskipun bahasa nasionalnya sama, namun negara tersebut menggunakan
istilah untuk menunjuk kepada anak tuagrahita berbeda-beda. Di Amerika istilah yang
umum digunakan sekarang ialah mental retardation. Di Inggris menggunakan istilah
mentally retarded. Sedangkan di New Zeland istilah resminya intellectually
handicapped. Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) menggunakan istilah mentally
retarded atau intellectually disabled. Di Indonesia dulu untuk menyebut anak
tunagrahita itu lemah ingatan, lemah otak, lemah fikiran, cacat mental, dan
terbelakang mental. Istilah-istilah tersebut sudah ditinggalkan karena tidak sesuai lagi
dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Sekarang Pemaritah Indonesia sudah
mengeluarkan peraturan, bahwa istilah yang resminya adalah tunagrahita (Saepul,
2008).
Perlu diketahui bahwa istilah-istilah yang dikemukakan di atas mengandung
makna yang sama, yaitu semuanya menunjuk kepada anak yang mempunyai fungsi
intelektual umum di bawah rata-rata (Saepul, 2008).
C. Etiologi
Secara garis besarnya factor penyebab dapat dibagi empat golongan, yaitu
(Soetjiningsih, 1994 dikutip Muttaqin, 2008):
1. Factor genetic
a) Kelainan jumlah kromosom, misalnya trisomi-21 atau dikenal dengan
Mongolia atau Down Syndrome
b) Kelainan bentuk kromosom
2. Factor prenatal
Dimaksudkan adalah keadaan tertentu yang telah diketahui ada sebelum atau pada
saat kelahiran, tetapi tidak dapat dipastikan sebabnya. Factor prenatal tersebut
adalah:
a) Gizi
b) Mekanis
c) Toksin
d) Endokrin
e) Radiasi
f) Infeksi
g) Stress
h) Imunitas
i) Anoksia embrio
3. Factor perinatal
a) Proses kelahiran yang lama misalnya plasenta previa, rupture tali umbilicus.
b) Posisi janin yang abnormal seperti letak bokong atau melintang, anomali
uterus, dan kelainan bentuk jalan lahir.
c) Kecelakaan pada waktu lahir dan kegawatan fatal.
4. Factor pascanatal
a) Akibat infeksi (meningitis, ensefalitis, meningoensefalitis, dan infeksi)
b) Trauma kapitis dan tumor otak
c) Kelainan tulang tengkorak
d) Kelainan endokrin dan metabolic, keracunan pada otak, serta faktor sosio-
budaya.
D. Patofisiologi

Fungsi intelektual
Hambatan Hambatan menurun
Kecemas Koping
an keluarga komunikasi interaksi
keluarga tidak verbal sosial
efektif Risiko
ketergantu
ngan

Risiko
cidera

Gambar 1. Patofisiologi retardasi mental (tuna grahita) (dimodifikasi dari berbagai sumber)
Sumber: Muttaqin (2008)
E. Klasifikasi Penyakit
Berdasarkan klasifikasi AAMR, maka Tuna Grahita ini bisa di golongkan
sebagai berikut (Wibowo, 2009):
1. Golongan Tuna Grahita yang ringan yaitu mereka yang masih bisa dididik pada
masa dewasanya kelak, usia mental yang bisa mereka capai setara dengan anak
usia 8 tahun hingga usia 10 tahun 9 bulan. Dengan rentang IQ antara 55 hingga
69. Pada usia 1 hingga 5 tahun, mereka sulit dibedakan dari anak-anak normal, sp
ketika mereka menjadi besar. Biasanya mampu mengembangkan ketrampilan
komunikasi dan mampu mengembangkan ketrampilan sosial. Kadang-kadang
pada usia dibawah 5 tahun mereka menunjukkan sedikit kesulitan sensorimotor.
Pada usia 6 hingga 21 tahun, mereka masih bisa mempelajari
ketrampilanketrampilan akademik hingga kelas 6 SD pada akhir usia remaja,
pada umumnya sulit mengikuti pendidikan lanjutan, memerlukan pendidikan
khusus.
2. Tuna Grahita golongan moderate, masih bisa dilatih (mampu latih).
Kecerdasannya terletak sekitar 40 hingga 51, pada usia dewasa usia mentalnya
setara anak usia 5 tahun 7 bulan hingga 8 tahun 2 bulan. Biasanya antara usia 1
hingga usia 5 tahun mereka bisa berbicara atau bisa belajar berkomunikasi,
memiliki kesadaran sos ial yang buruk, perkembangan motor yang tidak terlalu
baik, bisa diajari untuk merawat diri sendiri, dan bisa mengelola dirinya dengan
supervivi dari orang dewasa. Pada akhir usia remaja dia bisa menyelesaikan
pendidikan hingga setara kelas 4 SD bila diajarkan secara khusus.
3. Tuna Grahita yang tergolong parah, atau yang sering disebut sebagai Tuna
Grahita yang mampu latih tapi tergantung pada orang lain. Rentang Iqnya terletak
antara 25 hingga 39. Pada masa dewasanya dia memiliki usia mental setara anak
usia 3 tahun 2 bulan hingga 5 tahun 6 bulan. Biasanya perkembangan motoriknya
buruk, bicaranya amat minim, biasanya sulit dilatih agar bisa merawat diri sendiri
(harus dibantu), seringkali tidak memiliki ketrampilan berkomunikasi.
Table 1. Klasifikasi Retardasi Mental (Tuna Grahita) (Muttaqin, 2008)
Klasifikasi IQ Klinis
Retardasi IQ 50 – 55 s.d. 68 – - Dapat belajar keterampilan teoritis
ringan 70 - Hidup mandiri dengan latihan
khusus (mis., belajar ilmu hitung,
mandi memakai baju sendiri)
- Dalam bicaranya banyak yang
lancar
- Perbendaharaan katanya minim
- Kesulitan dalam berpikir abstrak
- Mampu mengikuti pelajaran yang
bersifat akademik atau tool subjek
- Mencapai usia kejiwaan 8-12 tahun
(usia sekolah)

Retardasi IQ 35 – 40 s.d. 50 – - Belajar keterampilan merawat diri


sedang 55 - Latihan sosialisasi dan kejuruan
dasar lingkungan kerja yang
terlindung
- Tidak bisa mempelajari pelajaran-
pelajaran yang bersifat akademik
- Perkembangan bahasa sangat
terbatas
- Perbendaharaan kata sangat kurang
- Memerlukan perlindungan orang
lain
- Mampu membedakan bahaya dan
bukan bahaya
- Usia kejiwaan 3-7 tahun (usia
prasekolah)

Retardasi IQ 20 – 25 s.d. 35 – - Perlu bantuan dan pengawasan


berat 40 sepanjang sisa waktu lahir
- Dapat melakukan latihan khusus
untuk mempelajari beberapa
keterampilan diri
- Kata-kata dan ucapannya sangat
sederhana
- Usia kejiwa biasanya toddler (1-3
tahun)

Profound IQ kurang dari 20 – - Tidak mampu belajar keterampilan


retardation 25 merawat diri
- Anak umumnya dilembagakan
- Usia kejiwaan usia bayi
Table 2. Inteligensi menurut Nilai IQ (Swaiman, 1989 dikutip Muttaqin, 2008)
No Jenis Golongan Nilai IQ
1 Sangat superior 130 atau lebih
2 Superior 120 – 129
3 Diatas rata-rata 110 – 119
4 Rata-rata 90 – 110
5 Retardasi mental borderline 70 – 79
6 Retardasi mental ringan (mampu didik) 52 – 69
7 Retardasi mental sedang (mampu latih) 36 – 51
8 Retardasi mental berat 20 – 35
9 Retardasi mental sangat berat Di bawah 20

F. Manifestasi Klinik
Anak tuna grahita dapat dikenali dari tanda sebagai berikut (Muttaqin, 2008):
1. Penampilan fisik tidak seimbang: kepala terlalu kecil/terlalu besar, mulut
melongo, mata sipit/mongoloid, badan bungkuk
2. Kecerdasan terbatas
3. Tidak mampu mengurus diri sendiri tanpa bantuan orang lain sesuai usia
4. Arah minat sangat terbatas kepada hal-hal yang terbatas dan sederhana saja
5. Perkembangan bahasa/bicara lambat
6. Tidak ada/kurang sekali perhatian terhadap lingkungannya (pandangan kosong)
dan perhatiannya labil, sering berpindah-pindah
7. Koordinasi gerakan kurang, gerakan kurang terkendali
8. Daya ingatnya lemah, emosi sangat miskin dan terbatas, apatis, dan acuh tak acuh
terhadap sekitarnya
9. Sering ngiler/keluar cairan dari mulut

G. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
Pemeriksaan diagnostik pada anak tuna grahita meliputi (Muttaqin, 2008):
1. Radiologi
2. Pemeriksaan EEG
3. CT scan
4. Thoraks AP/PA
5. Laboratorium: SE (serum elektrolit), FL, UL, DL, BUN, LED, serum protein,
IgG/IgM
H. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pada anak tuna grahita meliputi (Muttaqin, 2008):
1. Konsultasi bidang: THT, jantung, paru, mata, rehabilitasi medis
2. Program terapi: gizi seimbang, multivitamin, AB sesuai dengan infeksi penyerta

I. Masalah Keperawatan (NANDA)


1. Kecemasan keluarga
2. Koping keluarga tidak efektif
3. Hambatan komunikasi verbal
4. Hambatan interaksi sosial
5. Risiko cidera

J. Diagnosa Keperawatan
1. Kecemasan keluarga berhubungan dengan keadaan pertumbuhan dan
perkembangan anak yang terlambat
2. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan keadaan pertumbuhan dan
perkembangan anak yang terlambat
3. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan atrofi hemisfer kiri (disfungsi
otak)
4. Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan atrofi hemisfer kiri (disfungsi
otak.
5. Risiko cidera berhubungan dengan disfungsi otak
(Santosa, 2005 dan Muttaqin, 2008)

K. Intervensi Keperawatan NOC dan NIC (terlampir)


Diagnosa Tujuan/ Kriteria Intervensi Keperawatan
Keperawatan Hasil
Kecemasan keluarga NOC: NIC:
berhubungan dengan - Kontrol agresi 1. Gunakan pendekatan yang
keadaan pertumbuhan - Kontrol ansietas menenangkan
dan perkembangan - Koping 2. Nyatakan dengan jelas harapan
anak yang terlambat - Kontrol impuls terhadap pelaku
3. Anjurkan keluarga untuk
mendampingi anak
4. Dengarkan dengan penuh perhatian
5. Identifikasi tingkat kecemasan
6. Bantu pasien mengenal situasi
Koping keluarga NOC: NIC:
tidak efektif Akan dikembangkan Dukungan keluarga:
berhubungan dengan 1. Tentukan batasan prognosis
keadaan pertumbuhan psikologis untuk keluarga
dan perkembangan 2. Adakan respite care yang terus
anak yang terlambat menerus, bila diindikasikan dan
diinginkan
3. Tingkatkan harapan yang realistis
4. Dengarkan keluhan, perasaan, dan
pertanyaan keluarga
5. Fasilitasi pengkomunikasian
keluhan/perasaan antara pasien dan
keluarga atau antara anggota
keluarga
6. Terapi keluarga

Hambatan NOC: NIC:


komunikasi verbal - Kemampuan Pendengar aktif
berhubungan dengan komunikasi 1-5: Pencapaian komunikasi, defisit
atrofi hemisfer kiri ekstrem, berat, wicara:
(disfungsi otak) sedang, ringan, 1. Gunakan penerjemah, sesuai
dan tidak dengan kebutuhan
- Komunikasi: 2. Bimbing pada komunikasi satu
kemampuan arah, dengan tepat
ekspresif 3. Dengarkan dengan penuh perhatian
- Komunikasi:
kemampuan
reseptif

Hambatan interaksi NOC: NIC:


sosial berhubungan 3.Partisipasi Peningkatan sosialisasi:
dengan atrofi bermain 1-5: 1. Anjurkan bersikap jujur dalam
hemisfer kiri tidak ada, sedikit, berinteraksi dengan orang lain
(disfungsi otak) sedang, banyak, 2. Anjurkan menghargai hak orang
atau adekuat lain
banyak 3. Anjurkan sabar dalam membangun
4.Penampilan peran hubungan baru
5.Keterampilan 4. Gunakan teknik bermain peran
interaksi social 1- untuk meningkatkan keterampilan
5: tidak ada, dan teknik berkomunikasi
terbatas, sedang,
banyak, atau luas
6.Keterlibatan sosial

Risiko cidera NOC: NIC:


berhubungan dengan 7.Menjadi orang tua: 1. Sediakan lingkungan yang aman
disfungsi otak keamanan social untuk anak
8.Pengendalian 2. Identifikasi kebutuhan keamanan
risiko 1-5: tidak pasien, sesuai dengan kondisi fisik
pernah, jarang, dan fungsi kognitif anak dan
kadang-kadang, riwayat penyakit terdahulu pasien
sering, dan 3. Menghindarkan lingkungan yang
konsisten berbahaya
9.Perilaku §
keamanan: §
pencegahan jatuh

DAFTAR PUSTAKA

Edt. Santosa, B. (2005). Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005 – 2006: Definisi &
Klasifikasi. Jakarta: Prima Medika.

Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Saepul, A.R. (2008). Mengenal Anak Luar Biasa. Dari


http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195706131985031-
MAMAN_ABDURAHMAN_SAEPUL_R/MENGEANAL_ANK__LUAR__BIASA.
pdf Diambil pada tanggal 2 Agustus 2018

Wibowo, S.M. (2009). Penanganan Anak Tuna Grahita. Dari http://pustaka.unpad.ac.id/wp-


content/uploads/2009/10/penanganan_tuna_grahita.pdf Diambil pada tanggal 2
Agustus 2018.

Wilkinson, J.M. (2000). Nursing Diagnosis Handbook With NIC Interventions and NOC
Outcomes (7th Ed). Diterjemahkan Oleh Widyawati, et al. Edt Meiliya, E. & Ester, M.
(2006). Bukusaku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil
NOC (Ed. 7). Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai