Anda di halaman 1dari 13

Telah disetujui/diterima Pembimbing

Hari/Tanggal :
Tanda Tangan :

ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA


PROGRAM PROFESI NERS

Asuhan Keperawatan pada Anak R dengan Tuna Grahita


di Kelas VI C Sekolah Luar Biasa Tuna Grahita
SLB C Karya Ibu Palembang

LAPORAN PENDAHULUAN
Oleh :
REGINA NATALIA, S.Kep.
04111706010

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
T.A. 2011-2012
ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
PROGRAM PROFESI NERS PSIK FK UNSRI
LAPORAN PENDAHULUAN
TUNA GRAHITA

A. Definisi
Menurut Soetjiningsih (1994) dikutip Muttaqin (2008) tuna grahita
atau retardasi mental adalah suatu kondisi yang ditandai oleh inteligensi
yang rendah yang menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan
beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat atas kemampuan yang dianggap
normal.
Batasan tuna grahita adalah keterbatasan substansial dalam
memfungsikan diri. Keterbatasan ini ditandai dengan terbatasnya
kemampuan fungsi kecerdasan yang terletak dibawah rata-rata (IQ 70 atau
kurang) dan ditandai dengan terbatasnya kemampuan tingkah laku adaptif
minimal di 2 area atau lebih. (tingkah laku adaptif berupa kemampuan
komunikasi, merawat diri, menyesuaikan dalam kehidupan rumah,
ketrampilan sosial, pemanfaatan sarana umum, mengarahkan diri sendiri,
area kesehatan dan keamanan, fungsi akademik, pengisisan waktu luang,dan
kerja) Disebut Tuna Grahita bila manifestasinya terjadi pada usia dibawah 18
tahun (Wibowo, 2009).

B. Peristilahan
Meskipun bahasa nasionalnya sama, namun negara tersebut
menggunakan istilah untuk menunjuk kepada anak tuagrahita berbeda-beda.
Di Amerika istilah yang umum digunakan sekarang ialah mental retardation.
Di Inggris menggunakan istilah mentally retarded. Sedangkan di New Zeland
istilah resminya intellectually handicapped. Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB)
menggunakan istilah mentally retarded atau intellectually disabled. Di
Indonesia dulu untuk menyebut anak tunagrahita itu lemah ingatan, lemah
otak, lemah fikiran, cacat mental, dan terbelakang mental. Istilah-istilah
tersebut sudah ditinggalkan karena tidak sesuai lagi dengan perkembangan
ilmu pengetahuan. Sekarang Pemaritah Indonesia sudah mengeluarkan
peraturan, bahwa istilah yang resminya adalah tunagrahita (Saepul, 2008).
Perlu diketahui bahwa istilah-istilah yang dikemukakan di atas
mengandung makna yang sama, yaitu semuanya menunjuk kepada anak yang
mempunyai fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (Saepul, 2008).

C. Etiologi
Secara garis besarnya factor penyebab dapat dibagi empat golongan, yaitu
(Soetjiningsih, 1994 dikutip Muttaqin, 2008):
a. Factor genetic
- Kelainan jumlah kromosom, misalnya trisomi-21
atau dikenal dengan Mongolia atau Down Syndrome
- Kelainan bentuk kromosom
b. Factor prenatal
Dimaksudkan adalah keadaan tertentu yang telah diketahui ada sebelum
atau pada saat kelahiran, tetapi tidak dapat dipastikan sebabnya. Factor
prenatal tersebut adalah:
- Gizi
- Mekanis
- Toksin
- Endokrin
- Radiasi
- Infeksi
- Stress
- Imunitas
- Anoksia embrio
c. Factor perinatal
- Proses kelahiran yang lama misalnya plasenta previa, rupture tali
umbilicus.
- Posisi janin yang abnormal seperti letak bokong atau melintang,
anomali uterus, dan kelainan bentuk jalan lahir.
- Kecelakaan pada waktu lahir dan kegawatan fatal.
d. Factor pascanatal
- Akibat infeksi (meningitis, ensefalitis, meningoensefalitis, dan infeksi)
- Trauma kapitis dan tumor otak
- Kelainan tulang tengkorak
- Kelainan endokrin dan metabolic, keracunan pada otak, serta faktor
sosio-budaya.

Fungsi
Kecemasan Koping Hambatan Hambatan intelektual
keluarga keluarga komunikasi interaksi menurun
D. Patofisiologi
tidak verbal sosial
efektif
Risiko
ketergantu
ngan

Risiko
cidera
Gambar 1. Patofisiologi retardasi mental (tuna grahita) (dimodifikasi dari berbagai sumber)
Sumber: Muttaqin (2008)

E. Klasifikasi Penyakit
Berdasarkan klasifikasi AAMR, maka Tuna Grahita ini bisa di
golongkan sebagai berikut (Wibowo, 2009):
1. Golongan Tuna Grahita yang ringan yaitu mereka yang
masih bisa dididik pada masa dewasanya kelak, usia mental yang bisa
mereka capai setara dengan anak usia 8 tahun hingga usia 10 tahun 9
bulan. Dengan rentang IQ antara 55 hingga 69. Pada usia 1 hingga 5
tahun, mereka sulit dibedakan dari anak-anak normal, sp ketika mereka
menjadi besar. Biasanya mampu mengembangkan ketrampilan
komunikasi dan mampu mengembangkan ketrampilan sosial. Kadang-
kadang pada usia dibawah 5 tahun mereka menunjukkan sedikit kesulitan
sensorimotor. Pada usia 6 hingga 21 tahun, mereka masih bisa
mempelajari ketrampilanketrampilan akademik hingga kelas 6 SD pada
akhir usia remaja, pada umumnya sulit mengikuti pendidikan lanjutan,
memerlukan pendidikan khusus.
2. Tuna Grahita golongan moderate, masih bisa dilatih
(mampu latih). Kecerdasannya terletak sekitar 40 hingga 51, pada usia
dewasa usia mentalnya setara anak usia 5 tahun 7 bulan hingga 8 tahun 2
bulan. Biasanya antara usia 1 hingga usia 5 tahun mereka bisa berbicara
atau bisa belajar berkomunikasi, memiliki kesadaran sos ial yang buruk,
perkembangan motor yang tidak terlalu baik, bisa diajari untuk merawat
diri sendiri, dan bisa mengelola dirinya dengan supervivi dari orang
dewasa. Pada akhir usia remaja dia bisa menyelesaikan pendidikan hingga
setara kelas 4 SD bila diajarkan secara khusus.
3. Tuna Grahita yang tergolong parah, atau yang sering
disebut sebagai Tuna Grahita yang mampu latih tapi tergantung pada
orang lain. Rentang Iqnya terletak antara 25 hingga 39. Pada masa
dewasanya dia memiliki usia mental setara anak usia 3 tahun 2 bulan
hingga 5 tahun 6 bulan. Biasanya perkembangan motoriknya buruk,
bicaranya amat minim, biasanya sulit dilatih agar bisa merawat diri
sendiri (harus dibantu), seringkali tidak memiliki ketrampilan
berkomunikasi.
Table 1. Klasifikasi Retardasi Mental (Tuna Grahita) (Muttaqin, 2008)
Klasifikasi IQ Klinis
Retardasi ringan IQ 50 – 55 s.d. 68 – 70 - Dapat belajar keterampilan
teoritis
- Hidup mandiri dengan
latihan khusus (mis., belajar
ilmu hitung, mandi memakai
baju sendiri)
- Dalam bicaranya banyak
yang lancar
- Perbendaharaan katanya
minim
- Kesulitan dalam berpikir
abstrak
- Mampu mengikuti
pelajaran yang bersifat
akademik atau tool subjek
- Mencapai usia kejiwaan 8-
12 tahun (usia sekolah)

Retardasi sedang IQ 35 – 40 s.d. 50 – 55 - Belajar


keterampilan merawat diri
- Latihan sosialisasi
dan kejuruan dasar
lingkungan kerja yang
terlindung
- Tidak bisa
mempelajari pelajaran-
pelajaran yang bersifat
akademik
- Perkembangan
bahasa sangat terbatas
- Perbendaharaan
kata sangat kurang
- Memerlukan
perlindungan orang lain
- Mampu
membedakan bahaya dan
bukan bahaya
- Usia kejiwaan 3-7
tahun (usia prasekolah)
Retardasi berat IQ 20 – 25 s.d. 35 – 40 - Perlu bantuan dan
pengawasan sepanjang sisa
waktu lahir
- Dapat melakukan
latihan khusus untuk
mempelajari beberapa
keterampilan diri
- Kata-kata dan
ucapannya sangat sederhana
- Usia kejiwa
biasanya toddler (1-3 tahun)

Profound IQ kurang dari 20 – 25 - Tidak mampu


retardation belajar keterampilan
merawat diri
- Anak umumnya
dilembagakan
- Usia kejiwaan usia
bayi

Table 2. Inteligensi menurut Nilai IQ (Swaiman, 1989 dikutip Muttaqin, 2008)


No Jenis Golongan Nilai IQ
1 Sangat superior 130 atau lebih
2 Superior 120 – 129
3 Diatas rata-rata 110 – 119
4 Rata-rata 90 – 110
5 Retardasi mental borderline 70 – 79
6 Retardasi mental ringan (mampu didik) 52 – 69
7 Retardasi mental sedang (mampu latih) 36 – 51
8 Retardasi mental berat 20 – 35
9 Retardasi mental sangat berat Di bawah 20

F. Manifestasi Klinik
Anak tuna grahita dapat dikenali dari tanda sebagai berikut (Muttaqin, 2008):
- Penampilan fisik tidak seimbang: kepala terlalu kecil/terlalu besar,
mulut melongo, mata sipit/mongoloid, badan bungkuk
- Kecerdasan terbatas
- Tidak mampu mengurus diri sendiri tanpa bantuan orang lain
sesuai usia
- Arah minat sangat terbatas kepada hal-hal yang terbatas dan
sederhana saja
- Perkembangan bahasa/bicara lambat
- Tidak ada/kurang sekali perhatian terhadap lingkungannya
(pandangan kosong) dan perhatiannya labil, sering berpindah-pindah
- Koordinasi gerakan kurang, gerakan kurang terkendali
- Daya ingatnya lemah, emosi sangat miskin dan terbatas, apatis,
dan acuh tak acuh terhadap sekitarnya
- Sering ngiler/keluar cairan dari mulut

G. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
Pemeriksaan diagnostik pada anak tuna grahita meliputi (Muttaqin, 2008):
- Radiologi
- Pemeriksaan EEG
- CT scan
- Thoraks AP/PA
- Laboratorium: SE (serum elektrolit), FL, UL, DL, BUN, LED, serum protein,
IgG/IgM

H. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pada anak tuna grahita meliputi (Muttaqin, 2008):
- Konsultasi bidang: THT, jantung, paru, mata, rehabilitasi medis
- Program terapi: gizi seimbang, multivitamin, AB sesuai dengan infeksi
penyerta

I. Masalah Keperawatan (NANDA)


1. Kecemasan keluarga
2. Koping keluarga tidak efektif
3. Hambatan komunikasi verbal
4. Hambatan interaksi sosial
5. Risiko cidera

J. Diagnosa Keperawatan
1. Kecemasan keluarga berhubungan dengan keadaan
pertumbuhan dan perkembangan anak yang terlambat
2. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan
keadaan pertumbuhan dan perkembangan anak yang terlambat
3. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan atrofi
hemisfer kiri (disfungsi otak)
4. Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan atrofi
hemisfer kiri (disfungsi otak)
5. Risiko cidera berhubungan dengan disfungsi otak
(Santosa, 2005 dan Muttaqin, 2008)

K. Intervensi Keperawatan NOC dan NIC (terlampir)

Diagnosa Tujuan/ Kriteria Intervensi Keperawatan


Keperawatan Hasil
Kecemasan keluarga NOC: NIC:
berhubungan dengan - Kontrol Pengurangan ansietas
keadaan agresi
pertumbuhan dan - Kontrol
perkembangan anak ansietas
yang terlambat - Koping
- Kontrol
impuls

Koping keluarga tidak NOC: NIC:


efektif berhubungan Akan dikembangkan Dukungan keluarga:
dengan keadaan - Tentukan batasan
pertumbuhan dan prognosis psikologis untuk
perkembangan anak keluarga
yang terlambat - Adakan respite care
yang terus menerus, bila
diindikasikan dan diinginkan
- Tingkatkan harapan
yang realistis
- Dengarkan keluhan,
perasaan, dan pertanyaan
keluarga
- Fasilitasi
pengkomunikasian
keluhan/perasaan antara
pasien dan keluarga atau
antara anggota keluarga
Terapi keluarga

Hambatan NOC: NIC:


komunikasi verbal - Kemampuan Pendengar aktif
berhubungan dengan komunikasi 1-5: Pencapaian komunikasi, defisit
atrofi hemisfer kiri ekstrem, berat, wicara:
(disfungsi otak) sedang, ringan, - Gunakan penerjemah,
dan tidak sesuai dengan kebutuhan
- Komunikasi: - Bimbing pada
kemampuan komunikasi satu arah, dengan
ekspresif tepat
- Komunikasi: - Dengarkan dengan
kemampuan penuh perhatian
reseptif

Hambatan interaksi NOC: NIC:


sosial berhubungan - Partisipasi Peningkatan sosialisasi:
dengan atrofi bermain 1-5: - Anjurkan bersikap jujur
hemisfer kiri tidak ada, sedikit, dalam berinteraksi dengan
(disfungsi otak) sedang, banyak, orang lain
atau adekuat - Anjurkan menghargai
banyak hak orang lain
- Penampilan - Anjurkan sabar dalam
peran membangun hubungan baru
- Keterampila - Gunakan teknik bermain
n interaksi social peran untuk meningkatkan
1-5: tidak ada, keterampilan dan teknik
terbatas, sedang, berkomunikasi
banyak, atau luas
- Keterlibatan
sosial

Risiko cidera NOC: NIC:


berhubungan dengan - Menjadi Mencegah jatuh
disfungsi otak orang tua:
keamanan social
- Pengendalia
n risiko 1-5: tidak
pernah, jarang,
kadang-kadang,
sering, dan
konsisten
- Perilaku
keamanan:
pencegahan jatuh

DAFTAR PUSTAKA

Edt. Santosa, B. (2005). Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005 – 2006:


Definisi & Klasifikasi. Jakarta: Prima Medika.

Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Saepul, A.R. (2008). Mengenal Anak Luar Biasa. Dari


http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/19570613198
5031-
MAMAN_ABDURAHMAN_SAEPUL_R/MENGEANAL_ANK__LUAR__BIASA.
pdf Diambil pada tanggal 3 Agustus 2012.

Wibowo, S.M. (2009). Penanganan Anak Tuna Grahita. Dari


http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2009/10/penanganan_tuna_grahita.pdf Diambil pada
tanggal 3 Agustus 2012.

Wilkinson, J.M. (2000). Nursing Diagnosis Handbook With NIC Interventions and
NOC Outcomes (7th Ed). Diterjemahkan Oleh Widyawati, et al. Edt Meiliya,
E. & Ester, M. (2006). Bukusaku Diagnosis Keperawatan dengan
Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC (Ed. 7). Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai