Anda di halaman 1dari 8

TUGAS KELOMPOK 1

TUNA GRAHITA DAN LAMBAT BELAJAR

Untuk Memenuhi Tugas Lokakarya


Pembelajaran Bagi Anak Dengan Hambatan Kecerdasan

Oleh:
RAJALI ( 1911720)
NURLINAWATI (1911681)
LINDAYANTI (1911676)
LISTIANI (1911709)
KHAIRUMIATI (1911704)
NURMAH (1911669)

PPG FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KHUSUS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2020
TUGAS TUNAGRAHITA

I. Membandingkan pengertian tuna grahita dan lambat belajar dari berbagai


perspektif.

a. Pengertian Tunagrahita
1. Tunagrahita mengacu pada fungsi intelektual umum yang nyata berada
dibawah rata-rata secara jelas dengan disertai ketidakmampuan dalam
penyesuaian tingkah laku dan berlangsung pada masa perkembangan.
(Kauffman dan Hallahan, 1986 dalam Soemantri, 2006).
2. Tunagrahita adalah mengacu pada fungsi intelek umum yang nyata
berada di bawah rata-rata bersamaan dengan kekurangan dalam
adaptasi tingkah laku dan berlangsung dalam masa perkembangan
(Krik & Gallagher, 1986:116).
3. Anak yang memiliki problema belajar yang disebabkan adanya
hambatan perkembangan intelegensi, mental, sosial dan fisik (Bandi
Delphie, 2006).
4. Tunagrahita adalah seseorang dikatakan berkelainan mental
subnormal, jika ia memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian
rendahnya (dibawah normal) sehingga untuk meniti tugas
perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara spesifik,
termasuk dalam program pendidikannya (Bratanata, 1979 dalam
Atmaja 2017).
5. Tunagrahita adalah untuk menyebutkan anak yang memiliki
kemampuan dibawah rata-rata, yang memiliki arti yang sama untuk
menjelaskan kondisi anak yang kecerdasannya jauh dibawah rata-rata
dan ditandai oleh keterbatasan intelegensi serta ketidakcakapan dalam
berinteraksi sosial (Gustiani, 2012)
6. Tunagrahita merupakan anak yang memiliki inteligensi yang
signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan
ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam masa
perkembangan (Kustawan, 2016).
7. Tunagrahita berarti suatu keadaan yang ditandai dengan fungsi
kecerdasan umum yang berada dibawah rata-rata disertai dengan
berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri (berperilaku
adaptif), yang mulai timbul sebelum usia 18 tahun (Rachmayana,
2016).

b. Pengertian Lambat Belajar (Slow Learner)


Menurut penelitian Binet dan Simon anak yang lemah mental memiliki
IQ antara 50 sampai 69, tergolong anak yang lamban belajar. Mereka
itu sangat sulit dididik.
Slow learner adalah anak yang memiliki keterbatasan potensi
kecerdasan, sehingga proses belajarnya menjadi lambat.
Kelambanan belajar mereka merata pada semua mata pelajaran. Slow
learner disebut anak border line (“ambang batas”), yaitu berada di
antara kategori kecerdasan rata-rata dan kategori mental retardation
(tunagrahita).

II. Membuat klasifikasi tuna grahita dan lambat belajar dari berbagai
perspektif

a. Klasifikasi Tunagrahita
Klasifikasi anak tunagrahita dituturkan oleh skala Binet dan skala Weschler
ada tiga hal sebagai berikut:
1. Tunagrahita Ringan
Tunagrahita ringan disebut juga moron atau debil. menurut skala Binet, kelompok
ini memilki IQ antara 68-52, sedangkan menurut skala Weschler (WISC) memiliki
IQ antara 69-55. Anak tunagrahita masih dapat belajar membaca, menulis, dan
berhitung sederhana dengan bimbingan dan didikan yang baik, anak tunagrahita
ringan akan dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri.

2. Tunagrahita Sedang
Tunagrahita sedang di sebut juga imbesil. Kelompok ini memiliki IQ 51-36 pada
skala binet dan 54-40 menurut skala Weschler (WISC). Anak tunagrahita sedang
sangat sulit untuk belajar secara akademik, seperti belajar menulis, membaca dan
berhitung walaupun mereka bisa belajar menulis secara sosial. misalnya, menulis
namanya sendiri (makan, minum, mandi, memakai, baju) dan mengerjakan
pekerjaan rumah dalam kehidupan sehari-hari. Anak tunagrahita sedang sangat
membutuhkan pengawasan yang terus menerus agar mampu terus
berkesinambungan akan kebiasaan-kebiasan yang akan terus teringat dan mampu
mengerjakan suatu hal yang sering dilakukannya.
3. Tunagrahita Berat
Tunagrahita berat, severe ini sering disebut idiot, karena IQ pada anak tunagrahita
berat ini adalah 32-20 menurut skala binet dan menurut skala Weschler (WISC)
antara 39-52. Tunagrahita sangat berat profound memiliki IQ di bawah 19-24.
Anak tunagrahita berat melakukan bantuan perawatan secara total, baik itu dalam
hal berkaitan, mandi ataupun makan. Bahkan, mereka memerlukan perlindungan
dari bahaya sepanjang hidupnya.

Berikut ini adalah pengklasifikasian anak tunagrahita untuk keperluan


pembelajaran menurut Amerika Assosiation on Mental Retardation dalam special
Education in Ontario schools.
1. Educable
Anak tunagrahita educable masih mempunyai kemampuan akademik setara pada
anak kelas 5 sekolah dasar. Tunagrahita mampu didik educable mentally retarded
ini mempunyai IQ dalam kisaran 50-73.
2. Trainable
Anak tunagrahita trainable mempunyai kemampuan dalam mengurus diri sendiri,
pertahanan diri, dan penyesuaian sosial. Sangat terbatas kemampuannya untuk
mendapatkan pendidikan secara akademik. Tunagrahita mampu dilatih/trainable
mentally retarded.
3. Custodial
Anak tunagrahita custodial ini butuh perawatan secara baik. Dependent or
profoundly retarded ini memiliki IQ di bawah 25. Anak ini mendapatkan latihan
yang terus menerus dengan pelayanan khusus. Dalam hal ini guru melatih anak
tentang dasar-dasar cara menolong diri sendiri dan kemampuan yang bersifat
komunikatif. Hal ini biasanya memerlukan pengawasan dan dukungan yang
berkesinambungan.

Secara klinis, tunagrahita dapat digolongkan pula atas dasar tipe atau ciri-ciri
jasmaniah dan dapat di jelaskan sebagai berikut:
1. Sindrom Down (mongoloid) dengan ciri-ciri wajah khas mongol, mata sipit,
lidah bibir tebal dan suka menjulur, jari kaki melebar, kaki dan tangan pendek,
kulit kering, tebal, kasar, dan keriput serta susunan geligi kurang baik.
2. Hydrocephalus (kepala yang berisi cairan) dengan kepala besar, raut mukanya
kecil, tengkorak sering besar.
3. Microcephalus dan macrocephalus, dengan ciri-ciri ukuran kepala tidak
proporsional (terlalu kecil atau terlalu besar).

Berbagai macam cara digunakan oleh para ahli dalam mengklasifikasikan


anak tunagrahita. Berikut ini Efendi (2006: 89-90) dalam bukunya mengklasifikasikan
anak tunagrahita sebagai berikut: Seorang dokter dalam mengklasifikasikan anak
tunagrahita didasarkan pada tipe kelainan fisiknya, seperti tipe mongoloid,
microcephalon, cretinism, dan lain-lain. Seorang pekerja sosial mengklasifikasikan
anak tunagrahita didasarkan pada derajat kemampuan penyesuaian diri atau ketidak
tergantungan pada orang lain, sehingga untuk menentukan berat ringannya
ketunagrahitaan dilihat dari tingkat penyesuaiannya, seperti tidak tergantung, semi
tergantung, atau sama sekali tergantung pada orang lain.

Klasifikasi anak tunagrahita dapat di bagi dalam bentuk yang lebih sederhana, yaitu
sebagi berikut:
1. IQ kurang dari 80-100 = lemah berpikir.
2. IQ antara 60-80 = debil
3. IQ antara 20-60 = imbisil
4. IQ di bawah dari 20 = idiot (Widati dan Murtadlo, 2007: 266).

Klasifikasi anak tunagrahita juga dijelaskan oleh Astuti dan Walentiningsih (2011: 30-
31) dalam bukunya yaitu terbagi menjadi tiga yakni tunagrahita ringan, tunagrahita
sedang, dan tunagrahita berat. Dari tiga klasifikasi tersebut mempunyai karakterisik
masing-masing yaitu:
1. Tunagrahita ringan: mampu belajar membaca, menulis, dan berhitung
sederhana, pada usia 16 tahun tingkat kecerdasannya sama dengan anak kelas
tiga/ lima SD, kematangan belajar membaca dicapai pada usia 9 sampai
dengan 12 tahun, dapat bergaul dan mampu mengerjakan pekerjaan ringan.
2. Tunagrahita sedang: tidak mampu mempelajari pelajaran akademik,
perkembangan bahasa terbatas, berkomunikasi dengan beberapa kata, mampu
menulis nama sendiri, nama orang tua adan alamat, mengenal angka tanpa
pengertian, dapat dilatih bersosialisasi, mampu mengenali bahaya, tingkat
kescerdasan setara anak usia 6 tahun.
3. Tunagrahita berat: selalu tergantung pada orang lain, tidak mampu mengurus
diri sendiri, tidak mengenali bahaya, tingkat kecerdasannya setara dengan
anak usia 4 tahun.

Adapula sistem klasifikasi lainnya yang sering dipakai oleh para psikolog dan dokter.
Istilah mild mental retardation, moderat mental retardation, severe mental
retardation, dan profound mental retardation telah dipakai dalam mengelompokkan
orang-orang sesuai dengan prestasi dalam tes IQ.

Pada tahun 1992 American Retardation Association on Mental Retardation (AAMR)


menerbitkan revisi petunjuk mengenai definisi dan klasifikasi terbelakang mental.
Revisi tersebut lebih menitikberatkan bagi kebutuhan orang-orang terbelakang mental
ketimbang pada kecacatannya. AAMR menguraikan empat tingkat kebutuhan bantuan
yang mungkin diperlukan oleh orang-orang penyandang keterbelakangan mental.
Tingkatan-tingkatan tersebut adalah: intermitten needs, sifatnya episodik (berkala),
tidak selalu membutuhkan bantuan; limited needs yaitu konsisten dari segi waktu
namun intensitasnya terbatas; extensive needs yaitu serius dan jangka panjang; serta
pervasive needs yaitu konstan dan intens sepanjang waktu. Definisi tahun 1992 ini
meletakkan penekanannya pada sikap adaptasi sebagai suatu ukuran terbelakang
mental dan kurang penekanannya pada IQ.
b. Klasifikasi Lambat belajar
Tingkat kecerdasan mereka sedikit dibawah rata- rata dengan IQ antara 80-90.
Menurut penelitian Binet dan Simon anak yang lemah mental memiliki IQ antara 50
sampai 69.
DAFTAR PUSTAKA

Atmaja, Jati Rinakri. 2017. Pendidikan dan Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus.
Bandung: Penerbit PT. Remaja Rosdakarya.
Delphie, Bandi. 2006. Pembelajaran Anak Tunagrahita. Bandung: Refika Aditama.
Gustiani, A. 2012. Penerapan Metode Bermain Peran Berbelanja Dalam
Meningkatkan Kemampuan Memahami Nilai Mata Uang Pada Siswa
Tunagrahita Ringan Di Slb C Sumbersari. Bandung: Repository.Upi.Edu
Rachmayana, D. 2016. Menuju Anak Masa Depan yang Inklusif. Jakarta Timur:
PT. Luxima Metro Media.
Rochyadi, R., Alimin, Z. 2005. Pengembangan Program Pembelajaran Individual
bagi Anak Tunagrahita. Jakarta: Pengembangan Direktorat Pembinaan
Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi.

Anda mungkin juga menyukai