Anda di halaman 1dari 35

PENDIDIKAN KRISTEN BAGI

ANAK BERKEBUTUHAN
KHUSUS

Tunagrahita

Tugas Kuliah:
Ferdinan Moses Timbu
Beti Bulu
A. DEFINISI TUNAGRAHITA
1. Peristilahan
Banyak terminologi (istilah) yang digunakan untuk menyebut mereka yang kondisi
kecerdasannya di bawah rata-rata. Dalam bahasa Indonesia, istilah yang pernah
digunakan, misalnya lemah otak, lemah ingatan, lemah pikiran, retardasi mental,
terbelakang mental, cacat grahita, dan tunagrahita. Dalam Bahasa asing (Inggris)
dikenal dengan istilah mental retardation, mental deficiency, mentally handicapped,
feebleminded, mental subnormality (Moh. Amin, 1995: 20). Istilah lain yang banyak
digunakan adalah intellectually handicapped dan intellectually disabled.
Peristilahan di Indonesia mengenai penyandang tunagrahita, mengalami
perkembangan, seperti berikut:
a. Lemah pikiran, lemah ingatan, digunakan sekitar tahun 1967
b. Terbelakang Mental, digunakan sejak tahun 1967 hingga tahun 1983
c. Tunagrahita, digunakan sejak tahun 1983 hingga sekarang dan diperkuat dengan
terbitnya Peraturan Pemerintah No. 72/1991 tentang Pendidikan Luar Biasa.
2. Pengertian
Pemahaman yang jelas tentang siapa dan bagaimanakah anak tunagrahita itu merupakan
hal yang sangat penting untuk menyelenggarakan layanan pendidikan dan pengajaran
yang tepat bagi mereka. Berbagai definisi telah dikemukakan oleh para ahli. Salah satu
definisi yang diterima secara luas dan menjadi rujukan utama ialah definisi yang
dirumuskan Grossman (1983) yang secara resmi digunakan AAMD (American Association
on Mental Deficiency) sebagai berikut: “Mental retardation refers to significantly
subaverage general intellectual functioning resulting in or adaptive behavior and
manifested during the developmental period. (Hallahan & Kauffman, 1988: 47)”.
Artinya, ketunagrahitaan mengacu pada fungsi intelektual umum yang secara nyata
(signifikan) berada di bawah rata-rata (normal) bersamaan dengan kekurangan dalam
tingkah laku penyesuaian diri dan semua ini berlangsung (termanifestasi) pada masa
perkembangannya. Sejalan dengan definisi tersebut, AFMR (Vivian Navaratnam,
1987:403) menggariskan bahwa seseorang yang dikategorikan tunagrahita harus melebihi
komponen keadaan kecerdasannya yang jelas-jelas di bawah rata-rata, adanya
ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri dengan norma dan tuntutan yang berlaku di
masyarakat.
Dari definisi tersebut, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah
berikut ini.
a. Fungsi intelektual umum secara signifikan berada di bawah rata-rata,
maksudnya bahwa kekurangan itu harus benar-benar meyakinkan
sehingga yang bersangkutan memerlukan layanan pendidikan khusus.
Sebagai contoh, anak normal rata-rata mempunyai IQ (Intelligence
Quotient) 100, sedangkan anak tunagrahita memiliki IQ paling tinggi 70.
b. Kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian (perilaku adaptif),
maksudnya bahwa yang bersangkutan tidak/kurang memiliki
kesanggupan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan
usianya. Ia hanya mampu melakukan pekerjaan seperti yang dapat
dilakukan oleh anak yang usianya lebih muda darinya.
c. Ketunagrahitaan berlangsung pada periode perkembangan, maksudnya
adalah ketunagrahitaan itu terjadi pada usia perkembangan, yaitu sejak
konsepsi hingga usia 18 tahun.
Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa untuk dikategorikan sebagai
penyandang tunagrahita, seseorang harus memiliki ketiga ciri-ciri tersebut.
Apabila seseorang hanya memiliki salah satu dari ciri-ciri tersebut maka
yang bersangkutan belum dapat dikategorikan sebagai penyandang
tunagrahita. Oleh karena itu, di Amerika muncul istilah “Tunagrahita Enam
Jam” (Kirk & Gallagher, 1986:118). Istilah ini muncul disebabkan seorang
anak tidak dapat menyesuaikan diri selama 6 jam berada di sekolah, yaitu
antara pukul 09.00 hingga pukul 15.00 karena ia dituntut untuk berpikir
efektif. Akan tetapi, mereka dapat menyesuaikan diri dengan sukses di
lingkungannya pada jamjam lain di hari yang sama.
B. KLASIFIKASI ANAK TUNAGRAHITA
Klasifikasi anak tunagrahita yang telah lama dikenal adalah debil, imbecile,
dan idiot, sedangkan klasifikasi yang dilakukan oleh kaum pendidik di Amerika
adalah educable mentally retarded (mampu didik), trainable mentally
retarded (mampu latih) dan totally/custodial dependent (mampu rawat).
Pengelompokan yang telah disebutkan itu telah jarang digunakan karena
terlampau mempertimbangkan kemampuan akademik seseorang. Klasifikasi
yang digunakan sekarang adalah yang dikemukakan oleh AAMD (Hallahan,
1982: 43), sebagai berikut.
1. Mild mental retardation (tunagrahita ringan) IQ-nya 70 – 55.
2. Moderate mental retardation (tunagrahita sedang) IQ-nya 55 - 40 Severe
mental retardation (tunagrahita berat) IQ-nya 40 – 25.
3. Profound mental retardation (sangat berat) IQ-nya 25 ke bawah.
1. Grafik Klasifikasi
Untuk memperjelas klasifikasi tersebut, coba perhatikan ilustrasi dan grafik
berikut: Ada lima orang anak berusia 10 tahun. Si A, IQ-nya 100 (normal); si
B IQ-nya 70 -55; si C IQ-nya 55 - 40; si D IQ-nya 40 - 25; dan si E IQ-nya 25 ke
bawah. Untuk kebutuhan pendidikannya perlu ditentukan lebih dahulu umur
kecerdasannya (mental age).
Dari grafik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. A berusia (chronological age) 10 tahun dan MA-nya 10 tahun.
2. B berusia 10 tahun dan MA-nya berkisar 7-5,5 tahun artinya ia dapat
mempelajari materi pelajaran/ tugas anak normal usia 5,5 - 7 tahun.
3. C berusia 10 tahun dan MA-nya berkisar 5.5-4.0 tahun artinya ia dapat
mempelajari materi pelajaran/ tugas anak normal usia 5,5-4.0 tahun.
4. D berusia 10 tahun dan MA-nya berkisar 4.0-2,5 tahun artinya ia dapat
mempelajari materi pelajaran/ tugas anak normal 4,0-2,5 tahun.
5. E berusia 10 tahun dan MA-nya berkisar 2,5 tahun ke bawah artinya ia
dapat mempelajari materi pelajaran/tugas anak normal usia 2,5 tahun
ke bawah
Grafik Perkembangan Anak Tunagrahita Ringan dan
Sedang:
Klasifikasi yang digunakan di Indonesia saat ini sesuai
dengan PP 72 Tahun 1991 adalah sebagai berikut.
1. Tunagrahita ringan IQ-nya 50 - 70,
2. Tunagrahita sedang IQ-nya 30 - 50,
3. Tunagrahita berat dan sangat berat IQ-nya kurang dari
30.
Berikut ini dilukiskan perkembangan seorang anak
tunagrahita ringan dan tunagrahita sedang (Adaptasi dari
Kirk & Gallagher, 1986:121-122)
Grafik di atas menunjukkan, seperti berikut.
1. Bob adalah anak tunagrahita ringan berusia 10 tahun. Fisiknya (tinggi, berat,
koordinasi motorik) tidak jauh berbeda dengan anak normal dalam kelompok umurnya.
Ia juga tidak disisihkan dari teman seusianya. Tetapi dalam pelajaran akademik,
seperti membaca, menulis, dan berhitung penampilan Bob 3 atau 4 tingkatan di bawah
teman kelompoknya yang normal. Bob mengalami kesulitan dalam sosialisasi, agresif,
cepat tersinggung, sering mengganggu anak lain yang sedang bekerja. Sering
berkeliling tanpa tujuan. Dengan program dan layanan khusus Bob masih mampu
memperoleh layanan pendidikan di kelas biasa (bersama anak normal).
2. Carol, anak tunagrahita sedang memiliki masalah penyesuaian yang serius.
Perkembangan kecerdasannya sama dengan anak normal usia 4 tahun. Carol
berpenampilan koordinasi motoriknya lemah, mengalami gangguan penglihatan dan
pendengaran. Ia mempunyai kepribadian yang menyenangkan, tenang, dan tidak
pemarah. Penampilan fisiknya yang terlambat mengakibatkan dirinya tidak diterima
oleh teman-teman seusianya. Prestasi akademiknya masih di bawah kelas 1 SD. Sampai
dewasa pun kemampuan membacanya tidak akan melebihi anak kelas satu atau kelas
dua SD. Ia dapat mempelajari keterampilan dengan modifikasi dari kurikulum baku.
klasifikasi pengelompokan berdasarkan kelainan jasmani
yang disebut tipe klinis
Selain klasifikasi di atas ada pula pengelompokan berdasarkan kelainan jasmani yang
disebut tipe klinis. Tipe-tipe klinis yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Down Syndrome (Mongoloid) Anak tunagrahita jenis ini disebut demikian karena
memiliki raut muka menyerupai orang Mongol dengan mata sipit dan miring, lidah
tebal suka menjulur ke luar, telinga kecil, kulit kasar, susunan gigi kurang baik.
2. Kretin (Cebol) Anak ini memperlihatkan ciri-ciri, seperti badan gemuk dan pendek,
kaki dan tangan pendek dan bengkok, kulit kering, tebal, dan keriput, rambut kering,
lidah dan bibir, kelopak mata, telapak tangan dan kaki tebal, pertumbuhan gigi
terlambat. 6.10 Pengantar Pendidikan Luar Biasa
3. Hydrocephal Anak ini memiliki ciri-ciri kepala besar, raut muka kecil, pandangan dan
pendengaran tidak sempurna, mata kadang-kadang juling.
4. Microcephal Anak ini memiliki ukuran kepala yang kecil.
5. Macrocephal Memiliki ukuran kepala yang besar dari ukuran normal.
Karakteristik Anak Tunagrahita
A. KARAKTERISTIK UMUM
Berikut ini akan dikemukakan karakteristik anak tunagrahita secara umum berdasarkan adaptasi dari James D.
Page (Suhaeri, HN: 1979) sebagai berikut:
1. Akademik
Kapasitas belajar anak tunagrahita sangat terbatas, lebih-lebih kapasitasnya mengenai hal-hal yang abstrak.
Mereka lebih banyak belajar dengan membeo (rote learning) dari pada dengan pengertian. Dari hari ke hari
mereka membuat kesalahan yang sama. Mereka cenderung menghindar dari perbuatan berpikir. Mereka
mengalami kesukaran memusatkan perhatian, dan lapang minatnya sedikit. Mereka juga cenderung cepat lupa,
sukar membuat kreasi baru, serta rentang perhatiannya pendek. Karakteristik tersebut dapat dikaji lebih cermat
dalam contoh berikut ini:
a). Apabila mereka diberikan pelajaran Berhitung hanya berkisar beberapa menit mereka langsung mengatakan
bosan, susah, mengantuk. Tetapi bila diberikan pelajaran Kesenian, olahraga atau keterampilan mereka
menunjukkan minat belajar yang baik dan perhatian berlangsung dalam waktu yang lama. Mereka meminta ingin
belajar lagi.
b). Apabila anak normal mendapatkan mainan baru ia langsung memainkannya dengan memeriksa mainan itu.
Tetapi sebaliknya, tidak jarang anak tunagrahita hanya diam saja menatap mainan itu tanpa mencoba
menggerakkannya.
2. Sosial/Emosional
Dalam pergaulan, anak tunagrahita tidak dapat mengurus diri, memelihara
dan memimpin diri. Ketika masih muda mereka harus dibantu terus karena
mereka mudah terperosok ke dalam tingkah laku yang kurang baik. Mereka
cenderung bergaul atau bermain bersama dengan anak yang lebih muda
darinya. Kehidupan penghayatannya terbatas. Mereka juga tidak mampu
menyatakan rasa bangga atau kagum. Mereka mempunyai kepribadian yang
kurang dinamis, mudah goyah, kurang menawan, dan tidak berpandangan
luas. Mereka juga mudah disugesti atau dipengaruhi sehingga tidak jarang
dari mereka mudah terperosok ke hal-hal yang tidak baik, seperti mencuri,
merusak, dan pelanggaran seksual. Namun, dibalik itu semua mereka
menunjukkan ketekunan dan rasa empati yang baik asalkan mereka
mendapatkan layanan atau perlakukan dan lingkungan yang kondusif.
KEUNGGULAN TUNAGRAHITA
Untuk lebih meyakinkan bahwa mereka memiliki keunggulan bacalah uraian berikut ini.
a. Menurut pernyataan beberapa orang tua, pada saat orang tuanya sakit, anaknya yang
tunagrahitalah yang selalu berada di sampingnya menunggu dengan setia. Sementara anak-
anaknya yang normal pergi meninggalkannya karena urusannya sendiri-sendiri. Anaknya itu
rupanya memperhatikan perawat yang melayani ibunya, kemudian ia berusaha menggantikan
peran perawat. Ia mengelap keringat ibunya, kemudian memijit-mijit tangan atau kaki ibunya.
b. Contoh lainnya, apabila ada gurunya yang sakit, tidak jarang muridmurid tunagrahita langsung
mendekati, kemudian memijit-mijitnya, mengambilkan air minum atau ia memberi tahu guru
lain. Kedua contoh ini menandakan bahwa mereka memiliki rasa empati yang cukup baik.
c. Penyandang tunagrahita tidak jarang menunjukkan ketekunan yang baik pada saat bekerja.
Contohnya, pada minggu pertama pekerja tunagrahita bekerja bersama-sama dengan orang
berbakat dalam membuat dus. Hasilnya penyandang tunagrahita tidak menghasilkan apa pun,
malahan bahan banyak yang rusak; sebaliknya anak berbakat langsung menghasilkan dus yang
bagus. Minggu berikutnya penyandang tunagrahita hanya berhasil membuat 2 buah dus dengan
masih membutuhkan perhatian dari instruktur, sedangkan yang berbakat langsung
menghasilkan puluhan dus. Pada minggu ketiga penyandang tunagrahita telah dapat membuat
5 dus tanpa bantuan, sedangkan pekerja yang berbakat (gifted) mulai menurun semangat
kerja, yang pada akhirnya tidak mau melakukan pekerjaan seperti itu lagi.
3. Fisik/Kesehatan
Baik struktur maupun fungsi tubuh pada umumnya anak tunagrahita kurang
dari anak normal. Mereka baru dapat berjalan dan berbicara pada usia yang
lebih tua dari anak normal. Sikap dan gerakannya kurang indah, bahkan
diantaranya banyak yang mengalami cacat bicara. Pendengaran dan
penglihatannya banyak yang kurang sempurna. Kelainan ini bukan pada
organ tetapi pada pusat pengolahan di otak sehingga mereka melihat, tetapi
tidak memahami apa yang dilihatnya, mendengar, tetapi tidak memahami
apa yang didengarnya. Bagi anak tunagrahita yang berat dan sangat berat
kurang merasakan sakit, bau badan tidak enak, badannya tidak segar,
tenaganya kurang mempunyai daya tahan dan banyak yang meninggal pada
usia muda. Mereka mudah terserang penyakit karena keterbatasan dalam
memelihara diri, serta tidak memahami cara hidup sehat.
B. KARAKTERISTIK KHUSUS
1. Karakteristik Tunagrahita Ringan Meskipun tidak dapat menyamai anak
normal yang seusia dengannya, mereka masih dapat belajar membaca,
menulis, dan berhitung sederhana. Pada usia 16 tahun atau lebih mereka
dapat mempelajari bahan yang tingkat kesukarannya sama dengan kelas 3
dan kelas 5 SD. Kematangan belajar membaca baru dicapainya pada umur
9 tahun dan 12 tahun sesuai dengan berat dan ringannya kelainan.
Kecerdasannya berkembang dengan kecepatan antara setengah dan tiga
per empat kecepatan anak normal dan berhenti pada usia muda.
Perbendaharaan katanya terbatas, tetapi penguasaan bahasanya memadai
dalam situasi tertentu. Mereka dapat bergaul dan mempelajari pekerjaan
yang hanya memerlukan semi skilled. Sesudah dewasa banyak di antara
mereka yang mampu berdiri sendiri. Pada usia dewasa kecerdasannya
mencapai tingkat usia anak normal 9 dan 12 tahun.
2. Karakteristik Tunagrahita Sedang
Anak tunagrahita sedang hampir tidak bisa mempelajari pelajaranpelajaran
akademik. Perkembangan bahasanya lebih terbatas daripada anak
tunagrahita ringan. Mereka berkomunikasi dengan beberapa kata. Mereka
dapat membaca dan menulis, seperti namanya sendiri, alamatnya, nama
orang tuanya, dan lain-lain. Mereka mengenal angka-angka tanpa
pengertian. Namun demikian, mereka masih memiliki potensi untuk
mengurus diri sendiri. Mereka dapat dilatih untuk mengerjakan sesuatu
secara rutin, dapat dilatih berkawan, mengikuti kegiatan dan menghargai
hak milik orang lain. Sampai batas tertentu mereka selalu membutuhkan
pengawasan, pemeliharaan, dan bantuan orang lain. Tetapi mereka dapat
membedakan bahaya dan bukan bahaya. Setelah dewasa kecerdasan mereka
tidak lebih dari anak normal usia 6 tahun. Mereka dapat mengerjakan
sesuatu dengan pengawasan.
3. Karakteristik Anak Tunagrahita Berat dan Sangat Berat
Anak tunagrahita berat dan sangat berat sepanjang hidupnya akan selalu
tergantung pada pertolongan dan bantuan orang lain. Mereka tidak dapat
memelihara diri sendiri (makan, berpakaian, ke WC, dan sebagainya harus
dibantu). Mereka tidak dapat membedakan bahaya dan bukan bahaya. Ia
juga tidak dapat bicara kalaupun bicara hanya mampu mengucapkan kata-
kata atau tanda sederhana saja. Kecerdasannya walaupun mencapai usia
dewasa berkisar, seperti anak normal usia paling tinggi 4 tahun. Untuk
menjaga kestabilan fisik dan kesehatannya mereka perlu diberikan kegiatan
yang bermanfaat, seperti mengampelas, memindahkan benda, mengisi
karung dengan beras sampai penuh
C. KARAKTERISTIK/CIRI-CIRI PADA MASA
PERKEMBANGAN
Ciri yang dapat dijadikan indikator adanya kecurigaan berbeda dengan anak pada umumnya menurut
Triman Prasadio (1982) adalah sebagai berikut.
1. Masa Bayi Walaupun saat ini sulit untuk segera membedakannya tetapi para ahli mengemukakan
bahwa ciri-ciri bayi tunagrahita adalah tampak mengantuk saja, apatis, tidak pernah sadar,
jarang menangis, kalau menangis terusmenerus, terlambat duduk, bicara, dan berjalan.
2. Masa Kanak-kanak Pada masa ini anak tunagrahita sedang lebih mudah dikenal daripada
tunagrahita ringan. Oleh karena tunagrahita sedang mulai memperlihatkan ciri-ciri klinis, seperti
mongoloid, kepala besar, dan kepala kecil. Tetapi anak tunagrahita ringan (yang lambat)
memperlihatkan ciri-ciri: sukar mulai dengan sesuatu, sukar untuk melanjutkan sesuatu,
mengerjakan sesuatu berulang-ulang, tetapi tidak ada variasi, tampak penglihatannya kosong,
melamun, ekspresi muka tanpa ada pengertian. Selanjutnya tunagrahita ringan (yang cepat)
memperlihatkan ciri-ciri: mereaksi cepat, tetapi tidak tepat, tampak aktif sehingga memberi
kesan bahwa anak ini pintar, pemusatan perhatian sedikit, hyperactive, bermain dengan
tangannya sendiri, cepat bergerak tanpa dipikirkan terlebih dahulu.
3. Masa Sekolah
Masa ini merupakan masa yang penting diperhatikan karena biasanya anak tunagrahita langsung
masuk sekolah dan ada di kelas-kelas SD biasa. Ciri-ciri yang mereka munculkan adalah sebagai
berikut.
a. Adanya kesulitan belajar pada hampir semua mata pelajaran (membaca, menulis, dan berhitung)
Ia tidak dapat melihat perbedaan antara dua hal yang mirip bentuknya ataupun ukurannya. Ia
sukar membedakan arah dan posisi, seperti huruf d dan b, n dan m, ikan dan kain. Ia juga sulit
atas perintah dan melokalisasi suara. Dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita mengalami
kelainan dalam persepsi, asosiasi, mengingat kembali, kekurangmatangan motorik, dan gangguan
koordinasi sensomotorik.
b. Prestasi yang kurang Hal ini mulai tampak jelas bila ia mulai menduduki kelas 4 SD karena di kelas
tersebut mulai mempelajari konsep abstrak. Biasanya mereka berprestasi biasa di kelas 1, 2, 3 SD.
c. Kebiasaan kerja yang tidak baik. Biasanya kebiasaan ini muncul karena mereka bingung dengan
tugas yang ia rasakan sulit dan banyak. Reaksi penolakan ini bermacammacam, seperti duduk
diam sambil melamun, mengganggu teman, memainkan alat tulis, sering menghapus tulisannya,
dan sering meninggalkan pekerjaan.
d. Perhatian yang mudah beralih Perhatian anak tunagrahita hanya berlangsung sebentar. Ia mudah
merasa lelah, bosan dan akhirnya mengalihkan perhatiannya ke hal-hal yang lain. Ia mudah
terangsang oleh sesuatu yang ada di sekitarnya sehingga mengganggu anak lain
e. Kemampuan motorik yang kurang
Oleh karena kerusakan otak banyak, anak tunagrahita mengalami gangguan motorik.
Ia tidak dapat bergerak dengan tepat, kaku, koordinasi motorik tidak baik.
Kekurangan ini dapat terlihat pada cara berjalan, lari, lompat, melempar,
menulis, memotong, dan pekerjaan lainnya.
f. Perkembangan bahasa yang jelek
Hal ini terjadi karena perkembangan bahasa yang miskin dan kekurangan
kemampuan berkomunikasi verbal, kurangnya perbendaharaan kata, dan kelemahan
artikulasi. Kekurangan ini semakin bertambah karena lingkungan tidak
merangsangnya untuk perkembangan bahasa atau adanya gangguan emosi dari anak
itu sendiri.
g. Kesulitan menyesuaikan diri.
Manifestasi dari kesulitan tersebut adalah adanya sikap agresif, acuh tak acuh,
menarik diri, menerima secara pasif atau tidak menaruh perhatian atas nasihat
atau merasa tidak dianggap oleh lingkungan.
4. Masa Puber
Perubahan yang dimiliki remaja tunagrahita sama halnya dengan remaja
biasa. Pertumbuhan fisik berkembang normal, tetapi perkembangan berpikir
dan kepribadian berada di bawah usianya. Akibatnya ia mengalami kesulitan
dalam pergaulan dan mengendalikan diri. Setelah tamat sekolah ia belum
siap untuk bekerja, sedangkan ia tidak mungkin untuk melanjutkan
pendidikan. Akibatnya ia hanya tinggal diam di rumah yang pada akhirnya ia
merasa frustrasi. Kalau diterima bekerja, mereka bekerja sangat lamban,
dan tidak terarah. Hal ini tidak memenuhi tuntutan dunia usaha.
CARA PENANGANAN TUNAGRAHITA (UPAYA DAN
STRATEGI SERTA MEDIA PENDUKUNG)

1. MENYADARI PENYEBAB DAN ADA UPAYA PENCEGAHAN KETUNAGRAHITAAN.


A. Penyebab
Seseorang menjadi tunagrahita disebabkan oleh berbagai faktor. Para ahli
membagi faktor penyebab tersebut atas beberapa kelompok. Strauss membagi
faktor penyebab ketunagrahitaan menjadi dua gugus yaitu endogen dan
eksogen. Faktor endogen apabila letak penyebabnya pada sel keturunan dan
eskogen adalah hal-hal di luar sel keturunan, misalnya infeksi, virus menyerang
otak, benturan kepala yang keras, radiasi, dan lainlain (Moh. Amin, 1995: 62).
Cara lain yang sering digunakan dalam pengelompokan faktor penyebab
ketunagrahitaan adalah berdasarkan waktu terjadinya, yaitu faktor yang terjadi
sebelum lahir (prenatal); saat kelahiran (natal), dan setelah lahir (postnatal).
 Berikut beberapa penyebab ketunagrahitaan yang sering ditemukan baik yang
berasal dari faktor keturunan maupun faktor lingkungan.
a. Faktor keturunan Penyebab kelainan yang berkaitan dengan faktor keturunan
meliputi halhal berikut.
1) Kelainan kromosom, dapat dilihat dari bentuk dan nomornya. Dilihat dari
bentuknya dapat berupa inversi (kelainan yang menyebabkan berubahnya
urutan gene karena melilitnya kromosom; delesi (kegagalan meiosis, yaitu
salah satu pasangan tidak membelah sehingga terjadi kekurangan kromosom
pada salah satu sel); duplikasi (kromosom tidak berhasil memisahkan diri
sehingga terjadi kelebihan kromosom pada salah satu sel yang lain);
translokasi (adanya kromosom yang patah dan patahannya menempel pada
kromosom lain).
2) Kelainan Gene. Kelainan ini terjadi pada waktu mutasi, tidak selamanya
tampak dari luar (tetap dalam tingkat genotif). Ada 2 hal yang perlu
diperhatikan untuk memahaminya, yaitu kekuatan kelainan tersebut dan
tempat gena (locus) yang mendapat kelainan.
b. Gangguan metabolisme dan gizi
Metabolisme dan gizi merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan individu
terutama perkembangan sel-sel otak. Kegagalan metabolisme dan kegagalan pemenuhan
kebutuhan gizi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan fisik dan mental pada individu.
Kelainan yang disebabkan oleh kegagalan metabolisme dan gizi, antara lain phenylketonuria
(akibat gangguan metabolisme asam amino) dengan gejala yang tampak berupa:
tunagrahita, kekurangan pigmen, kejang saraf, kelainan tingkah laku; gargoylism (kerusakan
metabolisme saccharide yang menjadi tempat penyimpanan asam mucopolysaccharide
dalam hati, limpa kecil, dan otak) dengan gejala yang tampak berupa ketidaknormalan
tinggi badan, kerangka tubuh yang tidak proporsional, telapak tangan lebar dan pendek,
persendian kaku, lidah lebar dan menonjol, dan tunagrahita; cretinism (keadaan
hypohydroidism kronik yang terjadi selama masa janin atau saat dilahirkan) dengan gejala
kelainan yang tampak adalah ketidaknormalan fisik yang khas dan ketunagrahitaan.
c. Infeksi dan keracunan
Keadaan ini disebabkan oleh terjangkitnya penyakit-penyakit selama janin masih berada
dalam kandungan. Penyakit yang dimaksud, antara lain rubella yang mengakibatkan
ketunagrahitaan serta adanya kelainan pendengaran, penyakit jantung bawaan, berat
badan sangat kurang ketika lahir; syphilis bawaan; syndrome gravidity beracun, hampir
pada semua kasus berakibat ketunagrahitaan.
d. Trauma dan zat radioaktif
Terjadinya trauma terutama pada otak ketika bayi dilahirkan atau terkena
radiasi zat radioaktif saat hamil dapat mengakibatkan ketunagrahitaan.
Trauma yang terjadi pada saat dilahirkan biasanya disebabkan oleh
kelahiran yang sulit sehingga memerlukan alat bantu. Ketidaktepatan
penyinaran atau 6.12 Pengantar Pendidikan Luar Biasa  radiasi sinar X
selama bayi dalam kandungan mengakibatkan cacat mental microsephaly.
e. Masalah pada kelahiran
Masalah yang terjadi pada saat kelahiran, misalnya kelahiran yang disertai
hypoxia yang dipastikan bayi akan menderita kerusakan otak, kejang, dan
napas pendek. Kerusakan juga dapat disebabkan oleh trauma mekanis
terutama pada kelahiran yang sulit.
f. Faktor lingkungan
Banyak faktor lingkungan yang diduga menjadi penyebab terjadinya ketunagrahitaan.
Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk membuktikan hal ini, salah satunya
adalah temuan Patton & Polloway (1986:188) bahwa bermacam-macam pengalaman
negatif atau kegagalan dalam melakukan interaksi yang terjadi selama periode
perkembangan menjadi salah satu penyebab ketunagrahitaan. Studi yang dilakukan
Kirk (Triman Prasadio, 1982:25) menemukan bahwa anak yang berasal dari keluarga
yang tingkat sosial ekonominya rendah menunjukkan kecenderungan
mempertahankan mentalnya pada taraf yang sama, bahkan prestasi belajarnya
semakin berkurang dengan meningkatnya usia. Latar belakang pendidikan orang tua
sering juga dihubungkan dengan masalah-masalah perkembangan. Kurangnya
kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan dini serta kurangnya pengetahuan
dalam memberikan rangsang positif dalam masa perkembangan anak menjadi salah
satu penyebab timbulnya gangguan. Mengenai hal ini, Triman Prasadio (1982: 26)
mengemukakan bahwa kurangnya rangsang intelektual yang memadai mengakibatkan
timbulnya hambatan dalam perkembangan inteligensia sehingga anak dapat
berkembang menjadi anak retardasi mental.
b. Usaha pencegahan Ketunagrahitaan
Dengan ditemukannya berbagai penyebab ketunagrahitaan sebagai hasil penyelidikan oleh para ahli, diikuti
dengan berbagai upaya pencegahannya. Berbagai alternatif upaya pencegahan yang disarankan, antara lain
berikut ini.
1. Penyuluhan genetik, yaitu suatu usaha mengomunikasikan berbagai informasi mengenai masalah genetika.
Penyuluhan ini dapat dilakukan melalui media cetak dan elektronik atau secara langsung melalui
posyandu dan klinik.
2. Diagnostik prenatal, yaitu usaha pemeriksaan kehamilan sehingga dapat diketahui lebih dini apakah janin
mengalami kelainan.
3. Imunisasi, dilakukan terhadap ibu hamil maupun anak balita. Dengan imunisasi ini dapat dicegah penyakit
yang mengganggu perkembangan bayi/anak.
4. Tes darah, dilakukan terhadap pasangan yang akan menikah untuk menghindari kemungkinan menurunkan
benih-benih kelainan.
5. Melalui program keluarga berencana, pasangan suami istri dapat mengatur kehamilan dan menciptakan
keluarga yang sejahtera baik fisik dan psikis.
6. Tindakan operasi, hal ini dibutuhkan apabila ada kelahiran dengan risiko tinggi, misalnya kekurangan
oksigen dan adanya trauma pada masa perinatal (proses kelahiran).
7. Sanitasi lingkungan, yaitu mengupayakan terciptanya lingkungan yang baik sehingga tidak menghambat
perkembangan bayi/anak.
8. Pemeliharaan kesehatan, terutama pada ibu hamil yang menyangkut pemeriksaan kesehatan selama
hamil, penyediaan vitamin, menghindari radiasi, dan sebagainya.
9. Intervensi dini, dibutuhkan oleh para orang tua agar dapat membantu perkembangan anaknya secara dini.
STRATEGI DAN MEDIA UNTUK ANAK TUNAGRAHITA
A. Strategi yang dikemukakan di sini hanyalah strategi yang dapat digunakan dalam mengajar anak tunagrahita.
1) Strategi pengajaran yang diindividualisasikan Strategi pembelajaran yang diindividualisasikan berbeda maknanya dengan
pengajaran individual. Pengajaran individual adalah pengajaran yang diberikan kepada seorang demi seorang dalam waktu
tertentu dan ruang tertentu pula, sedangkan pengajaran yang diindividualisasikan diberikan kepada tiap murid meskipun
mereka belajar bersama dengan bidang studi yang sama, tetapi kedalaman dan keluasan materi pelajaran disesuaikan
dengan kemampuan dan kebutuhan tiap anak. Strategi ini tidak menolak sistem klasikal atau kelompok. Strategi ini
memelihara individualitas. Dalam pelaksanaannya guru perlu melakukan hal-hal berikut ini.
a) Pengelompokan murid yang memungkinkan murid dapat berinteraksi, bekerja sama, dan bekerja selaku anggota kelompok
dan tidak menjadi anggota tetap dalam kelompok tertentu. Kedudukan murid dalam kelompok sesuai dengan minat, dan
kemampuan belajar yang hampir sama.
b) Pengaturan lingkungan belajar yang memungkinkan murid melakukan kegiatan yang beraneka ragam, dapat berpindah
tempat sesuai dengan kebutuhan murid tersebut, serta adanya keseimbangan antara bagian yang sunyi dan gaduh dalam
pekerjaan di kelas. Adanya petunjuk tentang penggunaan tiap bagian, adanya pengaturan agar memudahkan bantuan dari
orang yang dibutuhkan. Posisi tempat duduk (kursi & meja) dapat berubah-ubah, ukuran barang dan tata letaknya
hendaknya dapat dijangkau oleh murid sehingga memungkinkan murid dapat mengatur sendiri kebutuhan belajarnya.
c) Mengadakan pusat belajar (learning centre) Pusat belajar ini dibentuk pada sudut-sudut ruangan kelas, misalnya sudut
bahasa, sudut IPA, berhitung. Pembagian seperti ini, memungkinkan anak belajar sesuai dengan pilihannya sendiri. Di pusat
belajar itu tersedia pelajaran yang akan dilakukan, tersedianya tujuan Pembelajaran Khusus sehingga mengarahkan
kegiatan belajar yang lebih banyak bernuansa aplikasi, seperti mengisi, mengatur, menyusun, mengumpulkan,
memisahkan, mengklasifikasi, menggunting, membuat bagan, menyetel, mendengarkan, mengobservasi. Selain itu, pada
tiap pusat belajar tersedia bahan yang dapat dipilih dan digunakan oleh anak itu sendiri. Melalui strategi ini anak akan
maju sesuai dengan irama belajarnya sendiri dengan tidak terlepas dari interaksi sosial.
2) Strategi kooperatif
Strategi ini merupakan strategi yang paling efektif diterapkan pada kelompok murid yang memiliki
kemampuan heterogen, misalnya dalam pendidikan yang mengintegrasikan anak tunagrahita
belajar bersama dengan anak normal. Strategi ini relevan dengan kebutuhan anak tunagrahita di
mana kecepatan belajarnya tertinggal dari anak normal. Strategi ini bertitik tolak pada semangat
kerja di mana mereka yang lebih pandai dapat membantu temannya yang lemah (mengalami
kesulitan) dalam suasana kekeluargaan dan keakraban. Strategi kooperatif memiliki keunggulan,
seperti meningkatkan sosialisasi antara anak tunagrahita dengan anak normal, menumbuhkan
penghargaan dan sikap positif anak normal terhadap prestasi belajar anak tunagrahita sehingga
memungkinkan harga diri anak tunagrahita meningkat, dan memberi kesempatan pada anak
tunagrahita untuk mengembangkan potensinya seoptimal mungkin. Dalam pelaksanaannya guru
harus memiliki kemampuan merumuskan tujuan pembelajaran, seperti untuk meningkatkan
kemampuan akademik dan lebih-lebih untuk meningkatkan keterampilan bekerja-sama. Selain itu
guru dituntut mempunyai keterampilan untuk mengatur tempat duduk, pengelompokan anak dan
besarnya anggota kelompok. Jonshon D.W (1984) mengemukakan bahwa guru harus mampu
merancang bahan pelajaran dan peran tiap anak yang dapat menunjang terciptanya ketergantungan
positif antara anak tunagrahita ringan dengan anak normal. Namun, perlu disadari bahwa
pengalaman, kesungguhan, dan kecintaan guru terhadap profesinya merupakan modal utama yang
ikut menentukan keberhasilan pembelajaran anak tunagrahita ringan dengan anak normal
3) Strategi modifikasi tingkah laku
Strategi ini digunakan apabila menghadapi anak tunagrahita sedang ke
bawah atau anak tunagrahita dengan gangguan lain. Tujuan strategi ini
adalah mengubah, menghilangkan atau mengurangi tingkah laku yang tidak
baik ke tingkah laku yang baik. Dalam pelaksanaannya guru harus terampil
memilih tingkah laku yang harus dihilangkan. Sementara itu perlu pula
teknik khusus dalam melaksanakan modifikasi tingkah laku tersebut, seperti
reinforcement. Reinforcement ini merupakan hadiah untuk mendorong anak
agar berperilaku baik. Reinforcement dapat berupa pujian, hadiah atau
elusan. Pujian diberikan apabila siswa menunjukkan perilaku yang
dikehendaki oleh guru. Dan pemberian reinforcement itu makin hari makin
dikurangi agar tidak terjadi ketergantungan.
b. Media
Media pembelajaran yang digunakan pada pendidikan anak tunagrahita tidak berbeda
dengan media yang digunakan pada pendidikan anak biasa. Hanya saja pendidikan anak
tunagrahita membutuhkan media seperti alat bantu belajar yang lebih banyak mengingat
keterbatasan kecerdasan intelektualnya. Alat-alat khusus yang ada diantaranya adalah
1. alat latihan kematangan motorik berupa form board, puzzle;
2. latihan kematangan indra, seperti latihan perabaan, penciuman;
3. alat latihan untuk mengurus diri sendiri, seperti latihan memasang kancing,
memasang retsluiting;
4. alat latihan konsentrasi, seperti papan keseimbangan,
5. alat latihan membaca, berhitung, dan lain-lain.
Dalam menciptakan media pendidikan anak tunagrahita, guru perlu memperhatikan
beberapa ketentuan, antara lain
(1) bahan tidak berbahaya bagi anak, mudah diperoleh, dapat digunakan oleh anak;
(2) warna tidak mencolok dan tidak abstrak; serta
(3) ukurannya harus dapat digunakan atau diatur penggunaannya oleh anak itu sendiri
(ukuran meja dan kursi).
PERSPEKTIF ALKITAB MENGENAI DISABILITAS
(TUNAGRAHITA)
 Markus 10:14 “Ketika Yesus melihat hal itu, Ia marah dan berkata kepada
mereka: "Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka,
sebab orang-orang yang seperti itulah  yang empunya Kerajaan Allah. Perkataan Yesus ini
menunjukan bahwa, Yesus terbuka untuk mendidik siapapun termaksud jika anak-anak
itu mengalami kekurangan/tidak normal.
 Kita harus mengembangkan teologi yang membebaskan dan memberi kehidupan
kepada semua. Inilah yang dilakukan oleh Yesus dalam pelayanan-Nya. Cerita tentang
penyembuhan seorang yang mati tangan kanannya oleh Yesus dalam Lukas 6:6-11,
misalnya, mengajak kita untuk sadar bahwa mereka yang ‘lemah’ itu ada di tengah-tengah
kita, di tengah-tengah masyarakat, komunitas iman atau gereja kita, dan karenanya kita
tidak boleh mendiskriminasi mereka; sebaliknya kita harus memperlakukan mereka
secara khusus, membawa mereka dalam pusat-pusat perhatian kehidupan kita. Jadi,
perhatian kepada mereka ini bukan hanya persoalan adil atau tidak adil, melainkan
perintah ilahi yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Rupanya, bukan lagi orang
tunagrahita/cacat yang perlu disembuhkan oleh Yesus, melainkan gereja dan masyakarat
karena ketidakmampuan kita menyatakan Injil yang holistik, karena masih banyaknya
penghalang kita untuk peduli terhadap penyandang cacat atau tunagrahita, dan
kecenderungan kita mengabaikan saudara-saudara kita yang secara fisik dan menta;
“cacat”, yang sering membuat mereka dikesampingkan dan dimarginalisasikan dari
komunitas dimana mereka berada. Allah tidak menginginkan diskriminasi terjadi di
KOMPETENSI SEORANG GURU PAK
MENGHADAPI TUNAGRAHITA

1. Memiliki Hati Yesus


2. Punya beban bagi anak-anak berkebutuhan Khusus.
3. Memiliki disiplin ilmu yang berkaitan dengan disabilitas tersebut.
4. Memiliki beban/panggilan sebagai seorang guru.
5. Rasa ingin tahu lebih banyak untuk solusi, dengan belajar banyak
literatur terkait.
6. Memiliki panggilan melayani.

Anda mungkin juga menyukai