Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KONSEP DASAR ANAK DENGAN HAMBATAN


INTELEKTUAL

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Inklusi

Dosen Pengampu : Dedi Mulia S.Pi.,S.Pd.,M.Pd.

Disusun Oleh :

Zuleha Wardianingsih 2227210067

Siti Roh Haeni 2227210071

Kelas 5B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

SERANG - BANTEN

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “konsep dasar anak dengan hambatan
intelektual”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Inklusi.
Selain itu, makalah ini pula bertujuan untuk menambah wawasan serta kreatifitas bagi
pembaca dan juga bagi penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dedi Mulia
selaku Dosen Pengampu mata kuliah ini. Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada
seluruh pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari
bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun sebagai bahan perbaikan dan
penyempurnaan makalah ini.

Serang, 10 September 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap anak berkebutuhan khusus adalah individu yang memiliki unik. Mereka
dapat memiliki berbagai jenis kebutuhan, seperti autisme, disabilitas intelektual,
gangguan perkembangan, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, atau
masalah kesehatan mental. Oleh karena itu, realitas mereka sangat bervariasi.
Potensi yang dimiliki mereka sebagai penyandang anak berkebutuhan khusus
merupakan potensi yang unik. Dukungan, pendidikan, dan inklusi yang tepat dapat
membantu mereka mencapai potensi mereka dalam kehidupan. Masyarakat yang
lebih inklusif dan penuh pengertian juga memainkan peran penting dalam
meningkatkan realitas anak-anak berkebutuhan khusus. Namun, beberapa anak
dengan kebutuhan khusus mungkin mengalami kesulitan mendapatkan akses ke
pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Tidak semua sekolah atau
lingkungan pendidikan memiliki sumber daya atau dukungan yang diperlukan
untuk mendukung mereka.

Anak-anak berkebutuhan khusus seringkali menghadapi stigmatisasi dan


diskriminasi dari masyarakat, teman sebaya, atau bahkan guru dan staf sekolah. Ini
dapat merusak harga diri dan perkembangan sosial mereka. Maka dari itu,
dimakalah ini penulis akan membahas pembahasan mengenai anak berkebutuhan
khusus, khususnya anak dengan hambatan intelektual yang akan dijabarkan
mengenai pengertian, hambatan- hambatan, jenis-jenis kebutuhan belajarnya, dan
bentuk layanan pendidikan untuk anak dengan hambatan intelektual.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa konsep dasar anak dengan hambatan Intelektual?


b. Apa hambatan anak dengan hambatan Intelektual?
c. Apa saja kebutuhan belajar anak dengan hambatan Intelektual?
d. Bagaimana bentuk layanan pendidikan untuk anak dengan hambatan
Intelektual?

1.3 Tujuan
a. Apa konsep dasar anak dengan hambatan Intelektual?

1
b. Apa hambatan anak dengan hambatan Intelektual?
c. Apa saja kebutuhan belajar anak dengan hambatan Intelektual?
d. Bagaimana bentuk layanan pendidikan untuk anak dengan hambatan
Intelektual?

2
BAB II

PEMBAHASAN

Konsep dasar anak dengan hambatan Intelektual


a. Pengertian anak dengan hambatan Intelektual
Di Indonesia menggunakan istilah tunagrahita untuk menyebut anak dengan hambatan
intelektual. Tunagrahita berasal dari kata, tuna berarti merugi dan grahita berarti
pikiran. Tunagrahita merupakan kata lain dari retardasi mental (mental retardation)
yang berarti terbelakang secara mental. Istilah-istilah yang digunakan untuk mereka
yang mengalami retardasi mental antara lain feeble mindedness (lemah pikiran), mental
subnormality, cacat mental, defisit mental, bodoh, idiot, dungu, imbecile, dan
sebagainya. Anak tunagrahita adalah anak yang mempunyai keterbatasan dalam fungsi
intelegensi dan perilaku adaptif. Keterbatasan fungsi intelektual dan fungsi adaptif
nampak sebelum usia 18-22 tahun Fungsi intelektual berkaitan dengan kemampuan
anak dalam belajar, berpikir dan menyelesaikan permasalahan. Sedangkan masalah
perilaku adaptif pada anak dengan hambatam intelektual berkaitan dengan
kemampuankemampuan dalam menyesuaikan keadaan yang terjadi di masyarakat dan
lingkungan sekitar seperti keterampilan sosial dan keterampilan praktis. Anak dengan
hambatan intelektual memiliki kecerdasan di bawah rata-rata, yang dimaksud
kecerdasan rata-rata ialah apabila perkembangan umur kecerdasan (Mental Age,
disingkat MA) seseorang terbelakang atau di bawah pertumbuhan usianya
(Chronological Age, disingkat CA).
Menurut Astati (2010 : 12) istilah yang digunakan beberapa negara dalam menyebut anak
dengan hambatan intelektual yang beragam sebagai berikut:
1. Amerika Serikat menggunakan istilah Mental retardation, yang artinya keterbelakangan
mental.
2. Di Inggris menggunakan istilah Feebleminded (lemah pikiran) dan Mental
subnormality,
3. Akibat penyakit yang menyerang organ tubuh sehingga menyebabkan kapasitas
kecerdasan yang menurun istilah ini disebut Mental deficiency.
4. Mentally handicapped, yang di kenal dalam bahasa Indonesia sebagai cacat mental.
5. New Zealand menggunakan istilah Intellectually handicapped.
6. PBB menggunakan istilah Intellectual disabled,

Istilah- istilah telah disebutkan di atas, sesungguhnya memiliki arti yang sama yang
menjelaskan kondisi anak yang kecerdasannya jauh di bawah rata–rata dan ditandai
oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial. (Somantri,
2007 : 103). American Association on Mental Reterdation (AAMR), menjelaskan
keterbelakangan mental berarti menunjukan keterbatasan dalam fungsi intelektual yang
ada dibawah rata-rata, dan keterbatasan pada dua atau lebih keterampilan adaptif seperti
berkomunikasi, merawat diri sendiri, keterampilan sosial, kesehatan dan keamanan,
fungsi akademis, waktu luang, dll. Kondisi itu nampak sebelum usia 18 tahun
(Suharmini, 2007: 67). American Phychological Association (APA) yang
dipublikasikan melalui Manual of Diagnosis and Professional Practice in Mental
Retardation th. 1996, mengemukakan tentang batasan tunagrahita. Batasan dari APA
ini dapat dimaknai, bahwa anak tunagrahita adalah anak yang secara signifikan
memiliki keterbatasan fungsi intelektual, keterbatasan fungsi adaptif. Keadaan ini
3
terjadi sebelum usia 22 tahun. Batasan dari APA dan AAMR ini letak perbedaannya
pada usia munculnya tunagrahita, yaitu sebelum usia 18 tahun (batasan dari AAMR)
dan sebelum 22 tahun (APA). Batasan ini apabila disatukan, maka dapat dikatakan,
bahwa keterbatasan fungsi intelektual dan fungsi adaptif nampak sebelum usia 18-22
tahun (Suharmini, 2007: 67-68).

Menurut Reiss (dalam suharmini, 2007: 69) anak tunagrahita adalah anak yang
mempunyai gangguan dalam intelektual, sehingga menyebabkan kesulitan untuk
melakukan adaptasi dengan lingkungannya. Selain itu Kustawan (2016) menambahkan
bahwa Anak dengan hambatan intelektual merupakan anak yang memiliki inteligensi
yang signifkan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam
adaptasi perilaku yang muncul dalam masa perkembangan. Menurut Amin (1995: 12)
yang dimaksud dengan kecerdasan dibawah rata-rata ialah apabila perkembangan umur
kecerdasan (Mental Age, disingkat MA) seseorang terbelakang atau di bawah
pertumbuhan usianya (Chronological Age, disingkat CA). Mengenai pengertian CA
dan MA, Ralph Leslie Johns (1950: 271-272) menerangkan: Chronological Age: the
number of years, weeks, days, and hours the individual has been in the world, mental
age : his intellectual capacity in terms of his ability to do what average children of any
given chronological age can do. Lebih lanjut John (1950: 300) menambahkan bahwa:
Chronological Age: the duration of the person’s life from birth to the date under
consideration; Mental Age: development intellegence stated in terms of equaling the
average child’s performance at any given chronological age. Dari dua kutipan di atas
disimpulkan bahwa CA adalah umur kelahiran yaitu usia yang dihitung sejak anak
lahir. Sedangkan MA adalah perkembangan kecerdasan dalam hal rata-rata penampilan
anak pada usia tertentu.

hambatan anak dengan gangguan Intelektual

1. Tunagrahita Ringan/Mild (IQ 55-70)


Mereka termasuk yang mampu didik, bila dilihat dari segi pendidikan. Mereka pun tidak
memperlihatkan kelainan fisik yang mencolok, walaupun perkembangan fisiknya sedikit agak
lambat dari pada anak rata-rata. Tinggi dan berat badan mereka sama dengan anak-anak lain,
tetapi mereka kurang dalam hal kekuatan, kecepatan dan koordinasi, serta sering memiliki
masalah kesehatan (Henson, 1996 dalam Hanson & Aller, 1992, hal. 165). Mereka masih bisa
belajar di sekolah umum, meskipun sedikit lebih rendah dari pada anak-anak pada umumnya.
Biasanya rentang perhatiannya pendek sehingga sulit berkonsentrasi dalam jangka waktu lama.
Mereka terkadang mengalami frustasi ketika diminta berfungsi secara sosial atau akademis
sesuai usia mereka, sehingga tingkah laku mereka bisa menjadi tidak baik, misalnya acting out
di kelas atau menolak untuk melakukan tugas kelas (Hanson & Aller, 1992, hal.165). Mereka
kadang-kadang memperlihatkan rasa malu atau pendiam. Namun, hal ini dapat berubah bila
mereka banyak diikutkan untuk berintegrasi dengan anak lainnya.

2. Tunagrahita Sedang/Moderate (IQ 40-55)

4
Karakteristik anak tunagrahita sedang adalah mereka digolongkan untuk mampu dilatih, di
mana mereka dapat dilatih untuk beberapa keterampilan tertentu. Meski sering berespon lama
terhadap pendidikan dan pelatihan, jika diberikan kesempatan pendidikan yang sesuai mereka
dapat dididik untuk melakukan pekerjaan yang membutuhkan kemampuan-kemampuan tertentu
(Hanson & Aller, 1992, hal. 165). Mereka dapat dilatih untuk mengurus dirinya serta dilatih
beberapa kemampuan membaca dan menulis sederhana. Apabila dipekerjakan, mereka
membutuhkan lingkungan kerja yang terlindungi dan juga dengan pengawasan (Lyen, 2002,
hal, 50). Mereka memiliki keterbatasan dalam mengingat, menggeneralisasi, kemampuan
bahasa, pemahaman konsep, persepsi dan kreativitas, sehingga perlu diberikan tugas yang
simpel, singkat, relevan, berurutan dan dibuat untuk keberhasilan mereka (Hanson & Aller,
1992, hal. 165). Mereka menampakkan kelainan fisik yang merupakan gejala bawaan, namun
kelainan fisik tersebut tidak seberat yang dialami pada anak-anak dengan kategori severe dan
profound. Seringkali mereka memilik masalah dalam koordinasi fisik dan situasi sosial (Lyen,
2002, hal, 50). Mereka juga menampakkan adanya gangguan pada fungsi bicaranya.

3. Tunagrahita Berat/Severe (IQ 25-40)


Mereka yang tergolong severe akan memperlihatkan banyak kesulitan dan masalah, meskipun
di sekolah khusus (Lyen, 2002, hal, 50). Oleh karena itu mereka memerlukan perlindungan dan
pengawasan. Mereka memerlukan pemeliharaan dan pelayanansecara terus-menerus. Dengan
kata lain anak tunagrahita berat tidak mampu mengurus dirinya, walaupun tugas yang sederhana
mereka perlu bantuan orang. Oleh karena itu, mereka jarang sekali dipekerjakan dan sedikit
sekali berinteraksi sosial (Lyen, 2002, hal,50). Mereka juga mengalami gangguan bicara.
Mereka hanya bisa berkomunikasi secara vokal setelah pelatihan intensif (Lyen, 2002, hal, 50).
Tanda-tanda kelainan fisik lainnya ialah lidah seringkali menjulur keluar, bersamaan dengan
keluarnya air liur. Kepala sedikit lebih besar dari biasanya. Kondisi fisik mereka lemah. Mereka
hanya bisa dilatih keterampilan khusus selama kondisi fisiknya memungkinkan.

4. Tunagrahita Sangat Berat/Profound (IQ dibawah 25)


Karakteristik profound mempunyai masalah yang sangat serius, baik menyangkut kondisi fisik,
fungsi intelektual maupun program pendidikan yang tepat bagi mereka. Umumnya anak
tunagrahita sangat berat (profound) mengalami kerusakan otak dan kelainan fisik, seperti
hydrocephalus, mongolism dan sebagainya. Mereka mungkin masih mampu berjalan dan
makan sendiri. Namun, kemampuan berbicara dan berbahasa mereka sangat rendah. Meskipun
mereka mungkin mengatakan beberapa frase sederhana, interaksi sosial mereka sangatlah
terbatas (Lyen, 2002, hal, 50). Kelainan fisik lainnya dapat dilihat pada kepala yang lebih besar
dan sering bergoyang-goyang. Penyesuaian dirinya juga sangat kurang, bahkan ada anak yang
selalu memerlukan bantuan oramg lain karena mereka tidak mampu berdiri sendiri. Sehingga
mereka membutuhkan layanan medis yang insentif.

B. Karakteristik Khusus
Berikut ini akan dikemukakan karakteristik anak tunagrahita menurut tingkat
ketunagrahitaannya.
1. Karakteristik Tunagrahita Ringan
Anak tunagrahita ringan masih mampu belajar membaca, menulis, dan berhitung
sederhana. Namun pada usia 16 tahun atau lebih mereka hanya mampu mempelajari
materi yang tingkat kesulitannya setara dengan kelas 3 dan 5 SD. Mencapai kematangan
belajar membaca pada umur 9 tahun dan 12 tahun, namun hal ini tergantung dengan
berat dan ringannya kelainan. Kecepatan perkembangan kecerdasan dengan kecepatan
antara setengah dan tiga per empat anak pada umumnya dan akan berhenti pada usia
muda. Terbatas dalam perbendaharaan kata, tetapi pada situasi tertentu penguasaan
5
bahasanya memadai. Mereka dapat bergaul dan mempelajari pekerjaan yang hanya
memerlukan semi skilled.
2. Karakteristik Tunagrahita Sedang
Pada aspek akademik anak tunagrahita sedang hampir tidak bisa mempelajari pelajaran-
pelajaran. Selain itu perkembangan bahasanya lebih terbatas dari anak tunagrahita
ringan. Mereka berkomunikasi dengan beberapa kata. Mereka dapat membaca dan
menulis, seperti namanya sendiri, alamatnya, nama orang tuanya, dan lain-lain. Mereka
mengenal angka-angka tanpa pengertian. Namun demikian, mereka masih memiliki
potensi untuk mengurus diri sendiri. Mereka dapat dilatih untuk mengerjakan sesuatu
secara rutin, dapat dilatih berkawan, mengikuti kegiatan dan menghargai hak milik
orang lain. Sampai batas tertentu mereka selalu membutuhkan pengawasan,
pemeliharaan, dan bantuan orang lain. Tetapi mereka dapat membedakan bahaya dan
bukan bahaya. Setelah dewasa kecerdasan mereka tidak lebih dari anak normal usia 6
tahun. Mereka dapat mengerjakan sesuatu dengan pengawasan.

3. Karakteristik Anak Tunagrahita Berat dan Sangat Berat


Anak tunagrahita berat dan sangat berat sepanjang hidupnya akan selalu tergantung pada
pertolongan dan bantuan orang lain. Mereka tidak dapat memelihara diri sendiri
(makan, berpakaian, ke WC, dan sebagainya harus dibantu). Mereka tidak dapat
membedakan bahaya dan bukan bahaya. Ia juga tidak dapat bicara kalaupun bicara
hanya mampu mengucapkan katakata atau tanda sederhana saja. Kecerdasannya
walaupun mencapai usia dewasa berkisar, seperti anak normal usia paling tinggi 4
tahun. Untuk menjaga kestabilan fisik dan kesehatannya mereka perlu diberikan
kegiatan yang bermanfaat, seperti mengampelas, memindahkan benda, mengisi karung
dengan beras sampai penuh.

C. Kebutuhan Belajar Anak dengan Gangguan Intelektual


Anak-anak tunagrahita ringan maupun sangat berat memerlukan layanan pendidikan
khusus dalam proses pembelajarannya di sekolah. Mereka membutuhkan bimbingan
dan program yang sesuai dengan kebutuhan belajarnya agar mereka memiliki masa
depan yang cerah, sama seperti anak pada umumnya.
Pendidikan bagi peserta didik anak mengalami hambatan intelektual seharusnya ditujukan
untuk mengembangkan potensi yang dimiliki anak secara optimal, agar mereka dapat
hidup mandiri dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana mereka berada.

Secara umum kebutuhan pembelajaran anak anak mengalami hambatan intelektual ialah
terletak pada hambatan dan masalah atau karakteristik belajarnya. Anak-anak yang
mengalami hambatan intelektual akan mengalami masalah dalam beberapa hal, yaitu:

Tingkat kemahirannya dalam memecahkan masalah


Melakukan generalisasi dan mentransfer sesuatu yang baru
Minat dan perhatian terhadap penyelesaian tugas

6
• Strategi Pembelajaran untuk Anak Gangguan Intelektual

Menurut Rochyadi (2005) meliputi:


1) Strategi Pengajaran yang Diindividualisasikan

Pengajaran yang diindividualisasikan merupakan pengajaran diberikan kepada tiap murid


meskipun mereka belajar bersama dengan bidang studi yang sama, tetapi kedalaman
dan keluasan materi pelajaran disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan tiap
anak.

Dalam pelaksanaannya guru perlu


Melakukan hal-hal berikut ini.
a) Pengelompokan murid yang
Memungkinkan murid dapat berinteraksi, bekerja sama, dan bekerja selaku anggota
kelompok dan tidak menjadi anggota tetap dalam kelompok tertentu. Kedudukan murid
dalam kelompok sesuai dengan minat, dan
Kemampuan belajar yang hampir sama.

b) Pengaturan lingkungan belajar yang


Memungkinkan murid melakukan
Kegiatan yang beraneka ragam, dapat
Berpindah tempat sesuai dengan
Kebutuhan murid tersebut, serta adanya
Keseimbangan antara bagian yang sunyi
Dan gaduh dalam pekerjaan di kelas.
Adanya petunjuk tentang penggunaan
Tiap bagian, adanya pengaturan agar
Memudahkan bantuan dari orang yang
Dibutuhkan. Posisi tempat duduk (kursi
& meja) dapat berubah-ubah, ukuran
Barang dan tata letaknya hendaknya
Dapat dijangkau oleh murid sehingga
Memungkinkan murid dapat mengatur
Sendiri kebutuhan belajarnya.
c) Mengadakan Pusat Belajar (Learning
Centre)
7
Pusat belajar ini dibentuk pada sudut-
Sudut ruangan kelas, misalnya sudut
Bahasa, sudut IPA, berhitung.
Pembagian seperti ini, memungkinkan
Anak belajar sesuai dengan pilihannya
Sendiri. Di pusat belajar itu tersedia
Pelajaran yang akan dilakukan,
Tersedianya tujuan Pembelajaran
Khusus sehingga mengarahkan kegiatan
Belajar yang lebih banyak bernuansa
Aplikasi, seperti mengisi, mengatur,
Menyusun, mengumpulkan,
Memisahkan, mengklasifikasi,
Menggunting, membuat bagan,
Menyetel, mendengarkan, mengobservasi. Selain itu, pada tiap
Pusat belajar tersedia bahan yang dapat
Dipilih dan digunakan oleh anak itu
Sendiri. Melalui strategi ini anak akan
Maju sesuai dengan irama belajarnya
Sendiri dengan tidak terlepas dari
Interaksi sosial.

2) Strategi Kooperatif
Strategi ini merupakan strategi
Yang paling efektif diterapkan pada
Kelompok murid yang memiliki
Kemampuan heterogen, misalnya dalam
Pendidikan yang mengintegrasikan anak
Tunagrahita belajar bersama dengan anak
Normal. Strategi kooperatif memiliki
Keunggulan, seperti meningkatkan
Sosialisasi antara anak tunagrahita dengan
Anak normal, menumbuhkan penghargaan
Dan sikap positif anak normal terhadap

8
Prestasi belajar anak tunagrahita sehingga
Memungkinkan harga diri anak tunagrahita
Meningkat, dan memberi kesempatan pada
Anak tunagrahita untuk mengembangkan
Potensinya seoptimal mungkin.
Dalam pelaksanaannya guru harus
Memiliki kemampuan merumuskan tujuan
Pembelajaran, guru dituntut mempunyai
Keterampilan untuk mengatur tempat
Duduk, pengelompokan anak dan besarnya
Anggota kelompok. Jonshon (1984)
Mengemukakan bahwa guru harus mampu
Merancang bahan pelajaran dan peran tiap
Anak yang dapat menunjang terciptanya
Ketergantungan positif antara anak
Tunagrahita ringan dengan anak normal.
3) Strategi Modifikasi Tingkah Laku
Strategi ini digunakan apabila
Menghadapi anak tunagrahita sedang ke
Bawah atau anak tunagrahita dengan
Gangguan lain. Tujuan strategi ini adalah
Mengubah, menghilangkan atau mengurangi tingkah laku yang tidak baik
Ke tingkah laku yang baik.
Dalam pelaksanaannya guru harus
Terampil memilih tingkah laku yang harus
Dihilangkan. Sementara itu perlu pula
Teknik khusus dalam melaksanakan
Modifikasi tingkah laku tersebut, seperti
Reinforcement dapat berupa pujian, hadiah
Atau elusan. Pujian diberikan apabila siswa
Menunjukkan perilaku yang dikehendaki
Oleh guru. Dan pemberian reinforcement
Itu makin hari makin dikurangi agar tidak
Terjadi ketergantungan.

9
• Media Pembelajaran untuk Anak dengan Gangguan Intelektual

Media pembelajaran penting


Diperhatikan dalam mengajar anak
Tunagrahita. Hal ini
Disebabkan anak tunagrahita kurang
Mampu berfikir abstrak, mereka
Membtutuhkan hal-hal kongkrit. Agar
Terjadinya tanggapan tentang obyek yang
Dipelajari, maka dibutuhkan media
Pembelajaran yang memadai.

Adapun karakteristik dalam membuat media pembelajaran untuk anak tunagrahita antara
lain :
1. Bahan tidak berbahaya bagi anak, mudah
Diperoleh, dapat digunakan oleh anak
2. Warna tidak mencolok dan tidak abstrak
3. Ukurannya harus dapat digunakan
Atau diatur penggunaannya oleh anak itu
Sendiri (ukuran meja dan kursi).

Adapun media pembelajaran untuk


Anak tunagrahita yaitu :
Geometri tiga dimensi
Gradasi balok
Silinder
Menara gelang
Puzzle bola
Puzzle kontruksi
Puzzle binatang
Multi indra
Konsentrasi mekanik
Kotak bilangan

10
Pias huruf
Pias kalimat
Pias alphabet
Fibre box
Papan keseimbangan
Abacus
Papan bilangan
D. Jenis Layanan Pendidikan Anak Tunagrahita

Pendidikan anak tunagrahita bukanlah program pendidikan yang seluruhnya terpisah dan
berbeda dari pendidikan umum. Anak tunagrahita sangat memerlukan pendidikan serta
layanan khusus yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya.

Ada beberapa pendidikan dan layanan untuk anak tunagrahita menurut Endang Rochyadi
dan Zainal Alimin (2005) yaitu :

A. Tempat Khusus atau Sistem Segregasi


Sistem layanan pendidikan segregasi
adalah sistem pendidikan yang terpisah dari
sistem pendidikan anak normal. Tempat
pendidikan yang termasuk sistem
segregasi, adalah sebagai berikut :

1. Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa)


Sekolah khusus untuk anak
tunagrahita disebut Sekolah Luar Biasa C (SLB-C) dan Sekolah Pendidikan Luar
Biasa C (SPLB-C). Murid yang ditampung
di tempat ini khusus satu jenis kelainan
atau ada juga khusus melihat berat dan
ringannya kelainan, seperti sekolah untuk
tunagrahita ringan. Dalam satu kelas maksimal 10 anak dengan pembimbing/pengajar guru
khusus dan teman sekelas yang dianggap sama keampuannya (tunagrahita).

Penerimaan murid dilakukan setiap


saat sepanjang fasilitas masih memungkinkan. Pengelompokan murid

11
didasarkan pada usia kronologisnya dan
usia mentalnya diperhatikan pada saat
kegiatan belajar berlangsung. Model
seperti ini tidak menyulitkan guru karena
setiap anak mempunyai program sendiri.
Penyusunan program menggunakan model
Individualized Educational Program (IEP)
atau program pendidikan yang diindividualisasikan; maksudnya program
disusun berdasarkan kebutuhan tiap
individu.

Jenjang pendidikan yang ada di


sekolah khusus ialah Taman Kanak-kanak
Luar Biasa (TKLB, lamanya 3 tahun),
Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB,
lamanya 6 tahun), Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama (SLTPLB, lamanya 3
tahun), Sekolah Menengah Luar Biasa
(SMLB, lamanya 3 tahun).
Sekolah khusus ada yang menyediakan asrama sehingga murid tunagrahita langsung
tinggal di asrama sekolah tersebut. Terdapat kesinambungan
program pembelajaran antara yang ada
di sekolah dengan di asrama, sehingga
asrama merupakan tempat pembinaan
setelah anak di sekolah. Selain itu, kelas
khusus berasrama merupakan pilihan
sekolah yang sesuai bagi murid yang berasal dari luar daerah, karena mereka
terbatas fasilitas antar jemput.

2) Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)


SDLB di sini berdiri sendiri dan
hanya menampung anak tunagrahita usia
sekolah dasar. Model ini dibentuk agar
mempercepat pemerataan kesempatan

12
belajar bagi anak luar biasa. Kurikulum
yang digunakan di SDLB adalah kurikulum
yang digunakan di SLB untuk tingkat
dasar yang disesuikan dengan kekhususannya. Kegiatan belajar
dilakukan secara individual, kelompok, dan
klasikal sesuai dengan ketunaan masing-
masing. Pendekatan yang dipakai juga
lebih ke pendekatan individualisasi.

3) Kelas Jauh
Kelas jauh adalah lembaga yang
disediakan untuk memberi pelayanan
pendidikan bagi anak berkebutuhan
khusus dalam hal ini anak tunagrahita
yang tinggal jauh dari SLB atau SDLB.
Anak tunagrahita tersebar di seluruh
pelosok tanah air, sedangkan sekolah-
sekolah yang khusus mendidik mereka
masih sangat terbatas di kota/kabupaten.
Pengelenggaraan kelas jauh merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam rangka
menuntaskan wajib belajar serta pemerataan kesempatan belajar.
Administrasi kelas jauh banyak
dikerjakan di sekolah khusus (induknya),
sedangkan administrasi kegiatan belajar
mengajar dikerjakan oleh guru pada kelas
jauh tersebut. Tenaga guru yang bertugas
di kelas tersebut berasal dari guru SLB-
SLB di dekatnya. Mereka berfungsi
sebagai guru kunjung.

4) Guru Kunjung
Berdasarkan kalsifikasinya terdapat
anak anak tunagrahita yang mengalami
kelainan berat sehingga tidak

13
memungkinkan untuk berkunjung ke sekolah khusus. Oleh karena itu, guru berkunjung ke
tempat anak tersebut dan memberi pelajaran sesuai dengan
kebutuhan anak.

5) Lembaga Perawatan (Institusi Khusus)


Lembaga perawatan ini disediakan
khusus untuk anak tunagrahita yang
tergolong berat dan sangat berat. Di sana
mereka mendapat layanan pendidikan dan
perawatan sebab tidak jarang anak
tunagrahita berat dan sangat berat
menderita penyakit di samping
ketunagrahitaan.

B. Sekolah Umum dengan Sistem


Integrasi (Terpadu)
Sistem integrasi memberikan
kesempatan kepada anak tunagrahita
belajar, bermain atau bekerja bersama
dengan anak normal. Pelaksanaan sistem
terpadu bervariasi sesuai dengan taraf
ketunagrahitaan. Berikut ini beberapa
tempat pendidikan yang termasuk sistem
integrasi :

1. Kelas Biasa Tanpa Kekhususan Baik


Bahan Pelajaran Maupun Guru

Anak tunagrahita yang dimasukkan


dalam kelas ini adalah yang paling ringan
ketunagrahitaannya. Mereka tidak
memerlukan bahan khusus ataupun guru
khusus. Anak ini mungkin hanya
memerlukan waktu belajar untuk bahan

14
tertentu lebih lama dari rekan-rekannya
yang normal. Mereka memerlukan
perhatian khusus dari guru kelas (guru
umum), misalnya penempatan tempat
duduknya, pengelompokan dengan teman-
temannya, dan kebiasaan bertanggung
jawab.

2. Kelas Biasa Dengan Guru Konsultan


Anak tunagrahita belajar bersama-
sama dengan anak normal di bawah
pimpinan guru kelasnya.
Sekali-sekali guru konsultan datang untuk membantu guru kelas dalam memahami masalah
anak tunagrahita dan cara menanganinya, memberi petunjuk mengenai bahan pelajaran
dan metode yang sesuai dengan keadaan anak tunagrahita.

3. Kelas Biasa Dengan Guru Kunjung


Anak tunagrahita belajar bersama-sama
dengan anak normal di kelas biasa dan
diajar oleh guru kelasnya. Guru kunjung
mengajar anak tunagrahita apabila guru
kelas mengalami kesulitan dan juga
memberi petunjuk atau saran kepada guru
kelas. Guru kunjung memiliki jadwal
tertentu.

4. Kelas Biasa Dengan Ruang Sumber

Ruang sumber adalah ruangan


khusus yang menyediakan berbagai
fasilitas untuk mengatasi kesulitan belajar
anak tunagrahita. Anak tunagrahita dididik
di kelas biasa dengan bantuan guru
pendidikan luar biasa di ruang sumber.
Biasanya anak tunagrahita datang ke ruang
15
sumber.

5. Kelas Khusus Sebagian Waktu

Kelas ini berada di sekolah biasa


dan menampung anak tunagrahita ringan
tingkat bawah atau tunagrahita sedang
tingkat atas. Dalam beberapa hal, anak
tunagrahita mengikuti pelajaran di kelas
biasa bersama dengan anak normal.
Apabila menyulitkan, mereka belajar di
kelas khusus dengan bimbingan guru
pendidikan luar biasa.

6. Kelas Khusus
Kelas ini juga berada di sekolah
biasa yang berupa ruangan khusus untuk
anak tunagrahita. Biasanya anak
tunagrahita sedang lebih efektif
ditempatkan di kelas ini. Mereka
berintegrasi dengan anak yang normal
pada waktu upacara, mengikuti pelajaran

C. Pendidikan Inklusif
Sejalan dengan perkembangan
layanan pendidikan untuk anak
berkebutuhan khusus, terdapat
kecenderungan baru yaitu model
Pendidikan Inklusif. Model ini
menekankan pada keterpaduan penuh,
menghilangkan labelisasi anak dengan
prinsip “Education for All”. Layanan
pendidikan inklusif diselenggarakan pada
sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar

16
bersama-sama dengan anak reguler, pada
kelas dan guru/pembimbing yang sama.
Pada kelas inklusi, siswa dibimbing oleh 2
(dua) orang guru, satu guru reguler dan
satu lagu guru khusus. Guna guru khusus
untuk memberikan bantuan kepada siswa
tunagrahita jika anak tersenut mempunyai
kesulitan di dalam kelas. Semua anak
diberlakukan dan mempunyai hak serta
kewajiban yang sama. Tapi saat ini
pelayanan pendidikan inklusif masih
dalam tahap rintisan.

17
18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa anak dengan hambatan intelektual merupakan anak-anak yang
memiliki keterbatasan dalam fungsi intelektual dan perilaku adaptif. Fungsi intelektual
berkaitan dengan kemampuan anak dalam belajar, berpikir dan menyelesaikan permasalahan.
Sedangkan masalah perilaku adaptif pada anak dengan hambatam intelektual berkaitan dengan
kemampuankemampuan dalam menyesuaikan keadaan yang terjadi di masyarakat dan
lingkungan sekitar seperti keterampilan sosial dan keterampilan praktis.

Anak dengan hambatan intelektual dapat dilihat dari tunagrahita ringan/mild (iq 55-70),
tunagrahita sedang/moderate (iq 40-55), tunagrahita berat/severe (iq 25-40), tunagrahita sangat
berat/profound (iq dibawah 25)

Daftar Pustaka

Astati. (2010). Bina Diri Untuk Anak Tunagrahita. Bandung : CV. Catur Karya Mandiri.

Kemendikbud. (2014).Program Pengembangan Diri bagi Peseta Didik Tunagrahita. Jakarta:


Direktorat Pendidikan Luar Biasa.

Sanjaya, Wina, 2007, Buku Materi Pokok: Kajian Kurikulum dan Pembelajaran, Bandung:
Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia

19

Anda mungkin juga menyukai