Disusun Oleh :
Kelas 5B
SERANG - BANTEN
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “konsep dasar anak dengan hambatan
intelektual”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Inklusi.
Selain itu, makalah ini pula bertujuan untuk menambah wawasan serta kreatifitas bagi
pembaca dan juga bagi penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dedi Mulia
selaku Dosen Pengampu mata kuliah ini. Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada
seluruh pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari
bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun sebagai bahan perbaikan dan
penyempurnaan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
a. Apa konsep dasar anak dengan hambatan Intelektual?
1
b. Apa hambatan anak dengan hambatan Intelektual?
c. Apa saja kebutuhan belajar anak dengan hambatan Intelektual?
d. Bagaimana bentuk layanan pendidikan untuk anak dengan hambatan
Intelektual?
2
BAB II
PEMBAHASAN
Istilah- istilah telah disebutkan di atas, sesungguhnya memiliki arti yang sama yang
menjelaskan kondisi anak yang kecerdasannya jauh di bawah rata–rata dan ditandai
oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial. (Somantri,
2007 : 103). American Association on Mental Reterdation (AAMR), menjelaskan
keterbelakangan mental berarti menunjukan keterbatasan dalam fungsi intelektual yang
ada dibawah rata-rata, dan keterbatasan pada dua atau lebih keterampilan adaptif seperti
berkomunikasi, merawat diri sendiri, keterampilan sosial, kesehatan dan keamanan,
fungsi akademis, waktu luang, dll. Kondisi itu nampak sebelum usia 18 tahun
(Suharmini, 2007: 67). American Phychological Association (APA) yang
dipublikasikan melalui Manual of Diagnosis and Professional Practice in Mental
Retardation th. 1996, mengemukakan tentang batasan tunagrahita. Batasan dari APA
ini dapat dimaknai, bahwa anak tunagrahita adalah anak yang secara signifikan
memiliki keterbatasan fungsi intelektual, keterbatasan fungsi adaptif. Keadaan ini
3
terjadi sebelum usia 22 tahun. Batasan dari APA dan AAMR ini letak perbedaannya
pada usia munculnya tunagrahita, yaitu sebelum usia 18 tahun (batasan dari AAMR)
dan sebelum 22 tahun (APA). Batasan ini apabila disatukan, maka dapat dikatakan,
bahwa keterbatasan fungsi intelektual dan fungsi adaptif nampak sebelum usia 18-22
tahun (Suharmini, 2007: 67-68).
Menurut Reiss (dalam suharmini, 2007: 69) anak tunagrahita adalah anak yang
mempunyai gangguan dalam intelektual, sehingga menyebabkan kesulitan untuk
melakukan adaptasi dengan lingkungannya. Selain itu Kustawan (2016) menambahkan
bahwa Anak dengan hambatan intelektual merupakan anak yang memiliki inteligensi
yang signifkan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam
adaptasi perilaku yang muncul dalam masa perkembangan. Menurut Amin (1995: 12)
yang dimaksud dengan kecerdasan dibawah rata-rata ialah apabila perkembangan umur
kecerdasan (Mental Age, disingkat MA) seseorang terbelakang atau di bawah
pertumbuhan usianya (Chronological Age, disingkat CA). Mengenai pengertian CA
dan MA, Ralph Leslie Johns (1950: 271-272) menerangkan: Chronological Age: the
number of years, weeks, days, and hours the individual has been in the world, mental
age : his intellectual capacity in terms of his ability to do what average children of any
given chronological age can do. Lebih lanjut John (1950: 300) menambahkan bahwa:
Chronological Age: the duration of the person’s life from birth to the date under
consideration; Mental Age: development intellegence stated in terms of equaling the
average child’s performance at any given chronological age. Dari dua kutipan di atas
disimpulkan bahwa CA adalah umur kelahiran yaitu usia yang dihitung sejak anak
lahir. Sedangkan MA adalah perkembangan kecerdasan dalam hal rata-rata penampilan
anak pada usia tertentu.
4
Karakteristik anak tunagrahita sedang adalah mereka digolongkan untuk mampu dilatih, di
mana mereka dapat dilatih untuk beberapa keterampilan tertentu. Meski sering berespon lama
terhadap pendidikan dan pelatihan, jika diberikan kesempatan pendidikan yang sesuai mereka
dapat dididik untuk melakukan pekerjaan yang membutuhkan kemampuan-kemampuan tertentu
(Hanson & Aller, 1992, hal. 165). Mereka dapat dilatih untuk mengurus dirinya serta dilatih
beberapa kemampuan membaca dan menulis sederhana. Apabila dipekerjakan, mereka
membutuhkan lingkungan kerja yang terlindungi dan juga dengan pengawasan (Lyen, 2002,
hal, 50). Mereka memiliki keterbatasan dalam mengingat, menggeneralisasi, kemampuan
bahasa, pemahaman konsep, persepsi dan kreativitas, sehingga perlu diberikan tugas yang
simpel, singkat, relevan, berurutan dan dibuat untuk keberhasilan mereka (Hanson & Aller,
1992, hal. 165). Mereka menampakkan kelainan fisik yang merupakan gejala bawaan, namun
kelainan fisik tersebut tidak seberat yang dialami pada anak-anak dengan kategori severe dan
profound. Seringkali mereka memilik masalah dalam koordinasi fisik dan situasi sosial (Lyen,
2002, hal, 50). Mereka juga menampakkan adanya gangguan pada fungsi bicaranya.
B. Karakteristik Khusus
Berikut ini akan dikemukakan karakteristik anak tunagrahita menurut tingkat
ketunagrahitaannya.
1. Karakteristik Tunagrahita Ringan
Anak tunagrahita ringan masih mampu belajar membaca, menulis, dan berhitung
sederhana. Namun pada usia 16 tahun atau lebih mereka hanya mampu mempelajari
materi yang tingkat kesulitannya setara dengan kelas 3 dan 5 SD. Mencapai kematangan
belajar membaca pada umur 9 tahun dan 12 tahun, namun hal ini tergantung dengan
berat dan ringannya kelainan. Kecepatan perkembangan kecerdasan dengan kecepatan
antara setengah dan tiga per empat anak pada umumnya dan akan berhenti pada usia
muda. Terbatas dalam perbendaharaan kata, tetapi pada situasi tertentu penguasaan
5
bahasanya memadai. Mereka dapat bergaul dan mempelajari pekerjaan yang hanya
memerlukan semi skilled.
2. Karakteristik Tunagrahita Sedang
Pada aspek akademik anak tunagrahita sedang hampir tidak bisa mempelajari pelajaran-
pelajaran. Selain itu perkembangan bahasanya lebih terbatas dari anak tunagrahita
ringan. Mereka berkomunikasi dengan beberapa kata. Mereka dapat membaca dan
menulis, seperti namanya sendiri, alamatnya, nama orang tuanya, dan lain-lain. Mereka
mengenal angka-angka tanpa pengertian. Namun demikian, mereka masih memiliki
potensi untuk mengurus diri sendiri. Mereka dapat dilatih untuk mengerjakan sesuatu
secara rutin, dapat dilatih berkawan, mengikuti kegiatan dan menghargai hak milik
orang lain. Sampai batas tertentu mereka selalu membutuhkan pengawasan,
pemeliharaan, dan bantuan orang lain. Tetapi mereka dapat membedakan bahaya dan
bukan bahaya. Setelah dewasa kecerdasan mereka tidak lebih dari anak normal usia 6
tahun. Mereka dapat mengerjakan sesuatu dengan pengawasan.
Secara umum kebutuhan pembelajaran anak anak mengalami hambatan intelektual ialah
terletak pada hambatan dan masalah atau karakteristik belajarnya. Anak-anak yang
mengalami hambatan intelektual akan mengalami masalah dalam beberapa hal, yaitu:
6
• Strategi Pembelajaran untuk Anak Gangguan Intelektual
2) Strategi Kooperatif
Strategi ini merupakan strategi
Yang paling efektif diterapkan pada
Kelompok murid yang memiliki
Kemampuan heterogen, misalnya dalam
Pendidikan yang mengintegrasikan anak
Tunagrahita belajar bersama dengan anak
Normal. Strategi kooperatif memiliki
Keunggulan, seperti meningkatkan
Sosialisasi antara anak tunagrahita dengan
Anak normal, menumbuhkan penghargaan
Dan sikap positif anak normal terhadap
8
Prestasi belajar anak tunagrahita sehingga
Memungkinkan harga diri anak tunagrahita
Meningkat, dan memberi kesempatan pada
Anak tunagrahita untuk mengembangkan
Potensinya seoptimal mungkin.
Dalam pelaksanaannya guru harus
Memiliki kemampuan merumuskan tujuan
Pembelajaran, guru dituntut mempunyai
Keterampilan untuk mengatur tempat
Duduk, pengelompokan anak dan besarnya
Anggota kelompok. Jonshon (1984)
Mengemukakan bahwa guru harus mampu
Merancang bahan pelajaran dan peran tiap
Anak yang dapat menunjang terciptanya
Ketergantungan positif antara anak
Tunagrahita ringan dengan anak normal.
3) Strategi Modifikasi Tingkah Laku
Strategi ini digunakan apabila
Menghadapi anak tunagrahita sedang ke
Bawah atau anak tunagrahita dengan
Gangguan lain. Tujuan strategi ini adalah
Mengubah, menghilangkan atau mengurangi tingkah laku yang tidak baik
Ke tingkah laku yang baik.
Dalam pelaksanaannya guru harus
Terampil memilih tingkah laku yang harus
Dihilangkan. Sementara itu perlu pula
Teknik khusus dalam melaksanakan
Modifikasi tingkah laku tersebut, seperti
Reinforcement dapat berupa pujian, hadiah
Atau elusan. Pujian diberikan apabila siswa
Menunjukkan perilaku yang dikehendaki
Oleh guru. Dan pemberian reinforcement
Itu makin hari makin dikurangi agar tidak
Terjadi ketergantungan.
9
• Media Pembelajaran untuk Anak dengan Gangguan Intelektual
Adapun karakteristik dalam membuat media pembelajaran untuk anak tunagrahita antara
lain :
1. Bahan tidak berbahaya bagi anak, mudah
Diperoleh, dapat digunakan oleh anak
2. Warna tidak mencolok dan tidak abstrak
3. Ukurannya harus dapat digunakan
Atau diatur penggunaannya oleh anak itu
Sendiri (ukuran meja dan kursi).
10
Pias huruf
Pias kalimat
Pias alphabet
Fibre box
Papan keseimbangan
Abacus
Papan bilangan
D. Jenis Layanan Pendidikan Anak Tunagrahita
Pendidikan anak tunagrahita bukanlah program pendidikan yang seluruhnya terpisah dan
berbeda dari pendidikan umum. Anak tunagrahita sangat memerlukan pendidikan serta
layanan khusus yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya.
Ada beberapa pendidikan dan layanan untuk anak tunagrahita menurut Endang Rochyadi
dan Zainal Alimin (2005) yaitu :
11
didasarkan pada usia kronologisnya dan
usia mentalnya diperhatikan pada saat
kegiatan belajar berlangsung. Model
seperti ini tidak menyulitkan guru karena
setiap anak mempunyai program sendiri.
Penyusunan program menggunakan model
Individualized Educational Program (IEP)
atau program pendidikan yang diindividualisasikan; maksudnya program
disusun berdasarkan kebutuhan tiap
individu.
12
belajar bagi anak luar biasa. Kurikulum
yang digunakan di SDLB adalah kurikulum
yang digunakan di SLB untuk tingkat
dasar yang disesuikan dengan kekhususannya. Kegiatan belajar
dilakukan secara individual, kelompok, dan
klasikal sesuai dengan ketunaan masing-
masing. Pendekatan yang dipakai juga
lebih ke pendekatan individualisasi.
3) Kelas Jauh
Kelas jauh adalah lembaga yang
disediakan untuk memberi pelayanan
pendidikan bagi anak berkebutuhan
khusus dalam hal ini anak tunagrahita
yang tinggal jauh dari SLB atau SDLB.
Anak tunagrahita tersebar di seluruh
pelosok tanah air, sedangkan sekolah-
sekolah yang khusus mendidik mereka
masih sangat terbatas di kota/kabupaten.
Pengelenggaraan kelas jauh merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam rangka
menuntaskan wajib belajar serta pemerataan kesempatan belajar.
Administrasi kelas jauh banyak
dikerjakan di sekolah khusus (induknya),
sedangkan administrasi kegiatan belajar
mengajar dikerjakan oleh guru pada kelas
jauh tersebut. Tenaga guru yang bertugas
di kelas tersebut berasal dari guru SLB-
SLB di dekatnya. Mereka berfungsi
sebagai guru kunjung.
4) Guru Kunjung
Berdasarkan kalsifikasinya terdapat
anak anak tunagrahita yang mengalami
kelainan berat sehingga tidak
13
memungkinkan untuk berkunjung ke sekolah khusus. Oleh karena itu, guru berkunjung ke
tempat anak tersebut dan memberi pelajaran sesuai dengan
kebutuhan anak.
14
tertentu lebih lama dari rekan-rekannya
yang normal. Mereka memerlukan
perhatian khusus dari guru kelas (guru
umum), misalnya penempatan tempat
duduknya, pengelompokan dengan teman-
temannya, dan kebiasaan bertanggung
jawab.
6. Kelas Khusus
Kelas ini juga berada di sekolah
biasa yang berupa ruangan khusus untuk
anak tunagrahita. Biasanya anak
tunagrahita sedang lebih efektif
ditempatkan di kelas ini. Mereka
berintegrasi dengan anak yang normal
pada waktu upacara, mengikuti pelajaran
C. Pendidikan Inklusif
Sejalan dengan perkembangan
layanan pendidikan untuk anak
berkebutuhan khusus, terdapat
kecenderungan baru yaitu model
Pendidikan Inklusif. Model ini
menekankan pada keterpaduan penuh,
menghilangkan labelisasi anak dengan
prinsip “Education for All”. Layanan
pendidikan inklusif diselenggarakan pada
sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar
16
bersama-sama dengan anak reguler, pada
kelas dan guru/pembimbing yang sama.
Pada kelas inklusi, siswa dibimbing oleh 2
(dua) orang guru, satu guru reguler dan
satu lagu guru khusus. Guna guru khusus
untuk memberikan bantuan kepada siswa
tunagrahita jika anak tersenut mempunyai
kesulitan di dalam kelas. Semua anak
diberlakukan dan mempunyai hak serta
kewajiban yang sama. Tapi saat ini
pelayanan pendidikan inklusif masih
dalam tahap rintisan.
17
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa anak dengan hambatan intelektual merupakan anak-anak yang
memiliki keterbatasan dalam fungsi intelektual dan perilaku adaptif. Fungsi intelektual
berkaitan dengan kemampuan anak dalam belajar, berpikir dan menyelesaikan permasalahan.
Sedangkan masalah perilaku adaptif pada anak dengan hambatam intelektual berkaitan dengan
kemampuankemampuan dalam menyesuaikan keadaan yang terjadi di masyarakat dan
lingkungan sekitar seperti keterampilan sosial dan keterampilan praktis.
Anak dengan hambatan intelektual dapat dilihat dari tunagrahita ringan/mild (iq 55-70),
tunagrahita sedang/moderate (iq 40-55), tunagrahita berat/severe (iq 25-40), tunagrahita sangat
berat/profound (iq dibawah 25)
Daftar Pustaka
Astati. (2010). Bina Diri Untuk Anak Tunagrahita. Bandung : CV. Catur Karya Mandiri.
Sanjaya, Wina, 2007, Buku Materi Pokok: Kajian Kurikulum dan Pembelajaran, Bandung:
Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia
19