Anda di halaman 1dari 4

NAMA : MUTIA ZATA YUMNI

NIM : 857496152

MODUL 5
PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
Karakteristik & Kebutuhan Pendidikan bagi Anak Berkelainan

Bagi orang-orang yang baru memasuki dunia pendidikan atau tidak mengenal kegiatan
pembelajaran di sekolah, istilah “anak-anak dengan kebutuhan khusus” mungkin hanya berarti
anak-anak yang “lambat” atau “terbelakangan” yang tidak akan pernah berhasi di sekolah seperti
anak-anak lainnya.
Anak-anak berkebutuhan khusus memerlukan bantuan khusus yang intensif pada sekolah atau
sekolah khusus dari guru-guru yang terlatih. Pendidikan khusus telah menyediakan filsafat untuk
mendukung dan melandasi pelayanan pendidikan di mana terjadi proses belajar dan
pembelajaran, pada dasarnya pendidikan khusus mempunyai karakter yang bersifat nasional dan
lokal, dan hakikat serta praktek yang bervariasi dari satu Negara ke Negara lainnya, bahkan
antara satu daerah ke daerah lainnya.

KB 1 Karakteristik dan Kebutuhan Pendidikan Anak yang Berkelainan Fisik


A. Hakikat Anak Berkelainan Fisik
Kelainan fisik disebabkan oleh sakit yang diderita, terluka, ketidakseimbangan metabolisme dan
masalah-masalah kesehatan lainnya. Keterbatasan-keterbatasan dalam kelainan fisik harus
dipahami sehingga strategi pembelajaran yang memadai dapat dikembangkan.

B. Pemrosesan Informasi
Karakteristik umum kesulitan yang dialami oleh anak-anak yang berkelainan fisik dapat
dijelaskan atas hal-hal berikut:
1. Kesulitan memproses, terjadi bila gangguan syaraf menghambat diterimanya informasi atau
untuk mengungkap sesuatu secara memadai
2. Kesulitan dalam motivasi terjadi bila kebutuhan akan usaha pribadi berinteraksi dengan image
diri dan percaya diri, yang berakibat pada berbagai motivasi
3. Kesulitan berpartisipasi terjadi bila gangguan fisik menghambat kemampuan anak untuk
bergabung dalam kegiatan kelas.

Beberapa kelainan fisik:


1. Cerebral Palsy, ketidaknormalan gerakan dan postur karena gangguan atau ketidakmatangan
otak (Denhoff,1966). Cerebral palsy (gangguan saraf menyebar) sebagai akibat dari kerusakan
gangguan otak dapat ditelusuri, mungkin karena adanya kerusakan fisik (trauma) atau oleh
penyebab lain yang tidak langsung misal kekurangan oksigen, contoh lain, epilepsi adalah bagian
dari cerebral palsy.
2. Spina Bifida, gangguan saraf
Gangguan saraf terpusat yang terjadi pada waktu kelahiran yang menyebabkan kelumpuhan.
Gangguan lain yang terjadi pada spina bifida dan sering memerlukan bantuan operasi
(pembedahan) adalah hydrocephalus.

3. Epilepsi, gangguan saraf yang tidak nampak yang mempengaruhi pendidikan anak.
Convulsion adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan perilaku yang ditunjukkan oleh
seseorang bila gangguan pada bagian otak tertentu, yang menyebabkan kehilangan kendali dari
kegiatan tubuh.

KB 2 Karakteristik & Kebutuhan Pendidikan Anak yang Berkelainan Psikis


A. Hakikat Anak Berkelainan Psikis
Keterbelakangan mental adalah istilah yang di gunakan untuk menjelaskan orang orang yang
mempunyai kesulitan-kesulitan dalam mengatasi masalah, memahami pemikiran-pemikiran dan
konsep-konsep dalam mempelajari keterampilan- keterampiln akademik seperti membaca,
menulis dan berhitung.

B. IQ dan Ketidakmampuan Intelektual


IQ normal menurut skala Binet dari Amerika Serikat adalah antara 61-100. Klasifikasi
berdasarkan IQ pada ketidakmampuan intelektual
Tingkat Menurut skor Menurut skor
ketidakmampuan Binet Wechsler
Ringan 68-52 69-55
Sedang 51-36 54-40
Parah 35- 39-

Tes IQ dapat memberikan estimasi yang berguna tentang potensi intelektual anak dan juga untuk
membandingkan anak yang satu dengan yang lainnya pada usia yang sama. Pada Realitanya, IQ
hanya mengungkap sedikit tentang bagaimana seseorang menghadapi permasalahan keseharian.

Menurut Bower, siswa yang emosinya terganggu mempunyai karakteristik:


1. Ketidakmampuan belajar, yang tidak dapat diterangkan dengan faktor kesehatan intelektual
dan sensori
2. Ketidakmampuan membangun dan mempertahankan hubungan interpersonal dengan teman
dan gurunya
3. Bentuk perilaku dan perasaan yang tidak memadai tapi berada di bawah normal
4. Menunjukkan ketidakbahagiaan dan berada dalam suasana depresi
C. Peserta Didik Autis
Autis berasal dari bahasa Yunani dari kata Autos, yang berarti diri. Autis merupakan gangguan
fungsi otak yang mempengaruhi fungsi menerima, mengolah dan menerjemahkan informasi
dalam perilaku (Elliot, et.all., 200: 167; Donna wiliams, 2004: 13-20; Diah puspita, 2004:32-3).

Pada faktor penyebab autis, selain faktor genetik dan lingkungan yang tercemar populasi,
pandangan yang lebih mendapat dukungan ilmuwan mengungkapkan bahwa dari kelainan sistem
kerja otak, terutama pada lapisan korteks serbral, serebelum dan sistem limbik merupakan
penyebab autistik pada anak.

1. Karakteristik anak autis


Menurut pengklarifikasian Lauren B. Alloy, dkk, dalam Abnormal Psychology, empat
karakteristik anak autis; isolasi diri, keterbelakangan mental, kemampuan bahasa rendah, dan
perilaku menyimpang.
Ciri (khas) perilaku anak autis:
a. Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara
b. Anak tidak dapat mengikuti jalan pikiran orang lain dan tidak mempunyai empati
c. Pemahaman anak sangat kurang
d. Kadangkala anak mempunyai daya ingat yang sangat kuat
e. Anak mengalami kesukaran dalam mengekspresikan perasaannya
f. Memperbaiki perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-goyang, mengepakkan tangan

2. Relasi Pendidik dan Peserta Didik dlam Seting Pembelajaran Autis


Dalam setting pembelajaran Autis, interaksi yang dominan melibatkan guru dan individu anak
didiknya, sebab pembelajaran untuk anak autis lebih bersifat individual (satu lawan satu). Dalam
mengajar anak autis, kita dapat berperan bergantian. Kita dapat menjadi murid dalam dunia ana,
mengamati, mempelajari, membantu dan mendukung perkembangan anak dalam lingkungan
penuh cinta dan tidak menggurui. Anak menjadi guru, yang mengarahkan proses menjelajahi
dunia mereka sendiri sehingga mereka akan termotivasi dan motivasi adalah kunci keberhasilan
program ini.

3. Stategi pembelajaran anak autis


Strategi pembelajaran sebagaimana dikemukakan Wina Sanjaya adalah perencanaan yang berisi
serangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.. pilihan strategi
yang digunakan beranjak dari strategi individual sampai pada penggunaan strategi kelompok,
bagi anak yang telah menunjukkan adanya peningkatan kemampuan.
Dalam uji coba dan penerapannya, strategi yang kerap digunakan untuk anak autis mengacu pada
teori A-B-C (autecendent-behavior-consequence) yang diperkenalkan psikologi Loovas atau
dikenal Applied Behavior Analysis (ABA). Strategi ini dimulai dengan instruksi atau antecedent
atau pra-kejadian, yakni pemberian instruksi kepada anak baik berupa perintah meniru,
pertanyaan atau visual. Setelah 3-4 detik, anak diharapkan akan memberikan behavior (perilaku)
atau respon sesuai dengan instruksi. Untuk membuat respon anak bertahan makan diperlukan
consequence atau akibat; baik berupa reinforcemenet (penglihatan), prompt (bantuan) kepada
anak untuk memberikan jawaban yang benar.

Anda mungkin juga menyukai