Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

MODUL 5.
KARAKTERISTIK & KEBUTUHAN PENDIDIKAN
BAGI ANAK BERKELAINAN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

Perkembangan Peserta Didik

(MKDK 4002)

Disusun Oleh

Hanny Aprilia Wirahman 857087026

Kartika Dewi 857087033

Program Studi : 119/PGSD-S1-BI


Pokjar : Kabupaten Bekasi
Masa Registrasi : 2020.1

UNIVERSITAS TERBUKA

UPBJJ JAKARTA

2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Masalah 

BAB II PEMBAHASAN
A. Karakteristik dan kebutuhan Pendidikan anak yang berkelainan fisik
B. Karakteristik dan Kebutuhan Pendidikan Anak yang Berkelainan
Psikis
C. Karakter dan kebutuhan Pendidikan Anak berkesulitan belajar

BAB III PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
            Proses belajar mengajar atau proses pengajaran merupakan suatu
kegiatan melaksanakan kurikulum agar suatu lembaga pendidikan dapat
mempengaruhi para siswa sehingga tujuan pendidikan yang telah ditentukan
dan diterapkan dapat tercapai. Proses pembelajaran yang dilaksanakan di
sekolah-sekolah memiliki tujuan yang sama dengan tujuan Pendidikan
Nasional, oleh karena itu peningkatan prestasi belajar siswa terus diupayakan
oleh pihak sekolah maupun pemerintah.
Pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Menurut Surya (2004:7) bahwa ”dalam pembelajaran lebih
menekankan kepada sutu proses pengajaran (bagi guru) dan belajar (bagi
siswa) sehingga interaksi keduanya lebih luas pada pengajaran dan proses
belajar mengajar”.
Pendidikan adalah suatu proses kehidupan yang menyeluruh
mencakup pengalaman-pengalaman yang direncanakan dan tidak
direncanakan yang memungkinkan anak dan orang dewasa untuk berkembang
dan belajar melalui interaksi dengan masyarakat dan budaya di mana mereka
berada yang dijalani sejak masa bayi sampai tua (Ashkan, 1994).
Pendidikan mencakup pula penyesuaian diri terhadap masyarakat dan
budaya. Dalam peristiwa-peristiwa kehidupan, adaptasi berarti bahwa setiap
orang adalah unik dalam belajar melalui jenjang sekolah yang dimulai sejak
pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi.
Bagi orang-orang yang baru memasuki dunia pendidikan atau tidak
mengenal kegiatan pembelajaran di sekolah, istilah anak-anak dengan
kebutuhan khusus mungkin hanya berarti anak-anak yang lambat atau
terbelakang yang tidak akan pernah berhasil di sekolah seperti anak-anak
lainnya. Untuk sebagian orang hal itu berarti bahwa untuk anak-anak ini
harapan memperoleh kehidupan normal tidak akan dapat direalisasikan.
Terdapat banyak anak-anak berkebutuhan khusus yang memerlukan
bantuan khusus yang intensif pada sekolah atau sekolah khusus dari guru-
guru yang telah dilatih secara tersendiri untuk membantu mereka. Namun
banyak juga di antara mereka yang bersekolah di sekolah terdekat baginya,
mengikuti pelajaran di kelas-kelas biasa. Mereka memperoleh kebaikan dan
keuntungan di tempat ini di mana dilaksanakan pelayanan pendidikan yang
dirancang untuk anak-anak agar belajar lebih efektif.
Pendidikan khusus telah menyediakan filsafat untuk mendukung dan
melandasi pelayanan pendidikan di mana terjadi proses belajar dan
pembelajaran. Hal itu akan sangat penting dan bermanfaat untuk merangkum
beberapa hal penting tentang pendidikan khusus. Pertama, pendidikan khusus
adalah suatu konsep relatif yang didefinisikan sebagai suatu program yang
membutuhkan sumber-sumber untuk menyajikan pendidikan yang memadai
bagi semua siswa yang berkebutuhan khusus. Kedua, pendidikan khusus
adalah suatu istilah yang umum yang merujuk kepada sekelompok program
atau pelayanan yang didesain untuk memenuhi kebutuhan siswa yang khusus
atau berkelainan. Ketiga, pendidikan khusus telah menjadi pengkajian dan
landasan bagi strategi dan teknik pembelajaran. Keempat pendidikan khusus
mempunyai karakter ekonomi dan politik yang unik.
Setiap anak memiliki perbedaan baik perbedaan fisik maupun
perbedaan cara berpikir dan kemampuan intelektualnya. Perbedaan-perbedaan
ini sering dikenal oleh orang tua yang memperbandingkan perkembangan
prestasi anak-anaknya dengan prestasi anak-anak lain misalnya sebagian anak
belajar berbicara pada usia yang lebih mudah daripada anak-anak lainnya
sebagian telah dapat memahami dan menggunakan ide ide dan konsep yang
kompleks sebelum yang lain.
Melalui observasi dan eksperimen pada abad yang lalu telah
ditemukan bahwa perkembangan fisik, mental, dan keterampilan sangat
berkaitan dengan usia. Untuk bidang terkait dengan fisik dan motorik kita
dapat merujuk kepada grafik atau skala perkembangan anak, sedangkan untuk
mengetahui perkembangan domain intelektual rujukan paling utama adalah
intelegensi quotient (IQ) dan menggunakan tes kecerdasan. Dari hal yang
diperoleh dapat diketahui apakah seorang anak pada usia tertentu berkembang
sesuai dengan standar yang dikenal ataukah ia berada di atas atau di bawah
standar tersebut. Anak-anak yang berada di luar tentang tersebut adalah
mereka yang memerlukan pendidikan khusus atau bahkan pendidikan khusus
bagi mereka merupakan kebutuhan esensial.

B. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah diharapkan para pembaca
dapat mengetahui karakteristik dan kebutuhan pendidik bagi anak yang :
1. Berkelainan fisik
2. Berkesulitan Psikis
3. Berkesulitan belajar
BAB II
PEMBAHASAN

KEGIATAN BELAJAR 1
Karakteristik dan kebutuhan Pendidikan anak yang berkelainan fisik

A. HAKIKAT ANAK BERKELAINAN FISIK


Pengetahuan tentang sebab-sebab, gejala-gejala dan karakteristik yang
menyertainya bagi kelainan fisik adalah esensial bagi guru-guru yang
berkecimpung dalam pendidikan khusus dan bekerja sama dengan anak-anak
yang berkelainan. Kebutuhan-kebutuhannya akan memudahkan guru untuk
mengenal kebutuhan belajar dan bimbingan dalam mengembangkan rencana
pendidikan individual anak berkelainan.

B. PEMROSESAN INFORMASI
Bagian otak yang mengatur hubungan pada indera penglihatan,
pendengaran, perabaan, pengenal rasa dan penciuman adalah corpus
collosum.
Karakteristik umum kesulitan yang dialami anak berkelainan fisik:
1.      Kesulitan memproses, terjadi bila gangguan syaraf menghambat
diterimanya informasi atau untuk mengungkap sesuatu secara memadai
2.      Kesulitan dalam motivasi terjadi bila kebutuhan akan usaha pribadi
berinteraksi dengan image diri dan percaya diri, yang berakibat pada
berbagai motivasi
3.      Kesulitan berpartisipasi terjadi bila gangguan fisik menghambat
kemampuan anak untuk bergabung dalam kegiatan kelas.
Beberapa kelainan fisik secara singkat diuraikan di bawah ini :
1.      Cerebral Palsy, ketidaknormalan gerakan dan postur karena gangguan
atau ketidakmatangan otak (Denhoff). Cerebral palsy sebagai akibat dari
kerusakan gangguan otak dapat ditelusuri, mungkinkarena adanya
kerusakan fisik (trauma) atau oleh penyebab lain yang tidak langsung
misal kekurangan oksigen, contol lain, epilepsi adalah bagian dari cerebral
palsy.
2.      Spina Bifida, gangguan saraf
Gangguan saraf pada spina bifida terpusat, sedangkan pada cerebral palsy
gangguannya menyebar.
Gangguan lain yang terjadi pada spina bifida dan sering memerlukan
bantuan operasi (pembedahan) adalah hydrocephalus.
3.      Epilepsi,gangguan saraf yang mempengaruhi pendidikan anak.
Convulsion adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan perilaku
yang ditunjukkan oleh seseorang bila gangguan pada bagian otak tertentu.

KEGIATAN BELAJAR 2
Karakteristik dan Kebutuhan Pendidikan Anak yang Berkelainan Psikis

A. Hakikat Anak Berkelainan Psikis


Keterbelakangan mental adalah istilah yang digunakan untuk
menjelaskan orang-orang yang mempunyai kesulitan-kesulitan dalam
mengatasi masalah, memahami pemikiran-pemikiran dan konsep-konsep dan
dalam mempelajari keterampilan-keterampilan akademik seperti membaca,
menulis dan berhitung.

B. IQ dan Ketidakmampuan Intelektual


Binet memandang intelegensi sebagai bagian dasar manusia yang
mencakup judgement, intiative, adaptation terhadap suatu keadaan.
IQ normal menurut skala Binet dari Amerika Serikat adalah antara 61-
100.
Tabel 5.1
Klasifikasi berdasarkan IQ pada ketidakmampuan intelektual

Tingkat ketidakmampuan Menurut skor Binet Menurut skor Wechsler


Ringan 68-52 69-55
Sedang 51-36 54-40
Parah 35- 39-
Menurut Bower, siswa yang emosinya terganggu mempunyai
karakteristik:
1.      Ketidakmampuan belajar, yang tidak dapat diterangkan dengan faktor
kesehatan intelektual dan sensori
2.      Ketidakmampuan membangun dan mempertahankan hubungan
interpersonal dengan teman dan gurunya
3.      Bentuk perilaku dan perasaan yang tidak memadai tapi berada di bawah
normal
4.      Menunjukkan ketidakbahagiaan dan berada dalam suasana depresi.

Bower  mendefinisikan penyimpangan perilaku yang mencakup


tingkat,durasi,variasi perilaku,dan hubungan terhadap kondisi-kondisi
ketidakmampuan lainya.
Wood mengajukan bahwa suatu definisi yang baik mengandung
permasalahan:
1. Pengganggu.Apa atau siapa yang dianggap sebagai fokus permasalahan?
2. Perilakubermasalah. Bagaimanakah perilaku bermasalah
dipermasalahkan?
3. Setting. Dimana perilaku itu terjadi?
4.      Terganggu.Siapa yang menganggap perilaku itu terganggu?

C. Peserta Didik Autis


Autis berasal dari bahasa Yunani dari kata autos,yang berarti
diri.istilah pertama yang digunakan oleh Eugene Bleur.Selain faktor genetik
dan lingkungan yang tercemar populasi, pandangan yang lebih mendapat
dukungan ilmuwan mengungkapkan bahwa kelainan sistem kerja otak,
terutama pada lapisan korteks serbral, serebelum dan sistem limbik merupakan
penyebab autistik pada anak.
1. Karakteristik anak autis
Menurut pengklarifikasian Lauren B. Alloy, dkk, dalam Abnormal
Psychology, empat karakteristik anak autis; isolasi diri, keterbelakangan
mental, kemampuan bahasa rendah, dan perilaku menyimpang.
Ciri (khas) perilaku anak autis:
a.       Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara
b.      Anak tidak dapat mengikuti jalan pikiran orang lain dan tidak
mempunyai empati
c.       Pemahaman anak sangat kurang
d.      Kadangkala anak mempunyai daya ingat yang sangat kuat
e.       Anak mengalami kesukaran dalam mengekspresikan perasaannya
f.       Memperbaiki perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-goyang,
mengepakkan tangan.
2. Relasi Pendidik dan peserta didik dalam Setting pembelajaran autis.
Empati dan peran aktif keluarga memainkan peran yang sangat
menentukan keberhasilan  pembelajaran terhadap anak autis.
3. Stategi pembelajaran anak autis
Strategi pembelajaran sebagaimana dikemukakan Wina
Sanjaya adalah perencanaan yang berisi serangkaian kegiatan yang
didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.. pilihan strategi yang
digunakan beranjak dari strategi individual sampai pada penggunaan
strategi kelompok, bagi anak yang telah menunjukkan adanya peningkatan
kemampuan.
Dalam uji coba dan penerapannya, strategi yang kerap digunakan
untuk anak autis mengacu pada teori A-B-C (autecendent-behavior-
consequence) yang diperkenalkan psikologi Loovas atau dikenal applied
Behavior analysis (ABA). Strategi ini dimulai dengan instruksi atau
antecedent atau pra-kejadian, yakni pemberian instruksi kepada anak baik
berupa perintah meniru, pertanyaan atau visual. Setelah 3-4 detik, anak
diharapkan akan memberikan behavior (perilaku) atau respon sesuai
dengan instruksi. Untuk membuat respon anak bertahan makan diperlukan
consequence atau akibat; baik berupa reinforcemenet (penglihatan),
prompt (bantuan) kepada anak untuk memberikan jawaban yang benar.

KEGIATAN BELAJAR 3
Karakter dan kebutuhan Pendidikan Anak berkesulitan belajar

A. FILSAFAT PENDIDIKAN BAGI KELAS KHUSUS


Konsep ketidakmampuan belajar muncul sebagai bagian dari
tantangan bahwa semua anak secara otomatis belajar pada saat mereka
“mencapai kesiapan dan kematangan”.

B. MODIFIKASI TUGAS-TUGAS DISESUAIKAN DENGAN


KEMAMPUAN DAN GAYA BELAJAR SISWA
Beberapa modifikasi tugas untuk memfasilitasi perkembangan
siswa diuraikan berikut ini:
1. Modifikasi tugas disesuaikan pada kesiapan siswa
Tugas-tugas dapat dianalisis melalui dimensi proses.Spenry
menunjukan dimensi-dimensi untuk   dipertimbangkan dalam
menganalisis tugas-tugas dari yang paling sulit kepada yang paling
sulit.
a.       Dari situasi sosial kepada yang non sosial.
b.      Dari materi dan respon yang abstrak kepada yang konkret
c.       Dari materi yang verbal kepada yang non verbal
2. Modifikasi proses -proses tugas disesuaikan dengan gaya-gaya belajar
siswa.
Meichenbaum menyarankan tiga  langkah dalam modifikasi tugas :
a. Manipulasi tugas
b. Mengubah lingkungan
c. Berikan dukungan atau spirit

C. PENDIDIKAN INKLUSIF 
Perkembangan pendidikan saat ini, memandang bahwa pendidikan
harus mampu mengakomodasi semua peserta didik. Cara yang dapat
ditempuh adalah dengan pendidikan inklusif.
1. Konsep pendidikan inklusif
Pendidikan inklusif merupakan suatu pandangan yang menuntut
adanya perubahan layanan pendidikan yang tidak diskriminatif
,menghargai perbedaan, dan pemenuhan kebutuhan setiap individu
berdasarkan kemampuanya.
Phil Foreman (2001), pendidikan inklusif adalah sebuah proses
yang sistematis mengantarkan anak-anak berkebutuhan khusus dan
kelompok anak tertentu pada usia yang sama kedalam lingkungan yang
alami dimana umumnya anak-anak bermain dan belajar.
Bern (1997) dalam Budi H (2003), merupakan filosofi
pendidikan yaitu bagian dari keseluruhan.
Stainback (1990) dalam Sunardi (2002), merupakan sekolah
yang menampung semua siswa di kelaas yang sama dengan layanan
pendidikan yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan siswa.
Kebhinekaan vertikal mencakup perbedaan kecerdasan,kekuatan
fisik,ketajaman sensoris, kepekaan sosial, dan kematangan emosional.
Kebhinekaan horisontal mencakup perbedaan ras, suku, adat,
agama dan berbagai variabel lain .
2. Prinsip pendidikan inklusif dalam pembelajaran.
Johnsen dan Miriam Skojen (2001)  menjabarkan 3 prinsip
pendidikan inklusif:
a. Bahwa setiap anak termasuk dalam komunitas setempat dan dalam
suatu kelas atau kelompok
b. Bahwa Hari sekolah diatur penuh dengan tugas -tugas pembelajaran
kooperatif dengan perbedaan     pendidikan dan fleksibilitas dalam
memilih dengan sepuas hati, dan
c. guru bekerja bersama dan mendapat pengetahuan pendidikan
umum,khusus dan tekhnik belajar individu serta keperluan pelatihan
dan bagaimana mengapresiasikan keanekaragaman dan perbedaan
individu dalam pengorganisasian kelas

Mulyono dalam Sri Wahyu Ambarwati mengidentifikasi


prinsip pendidikan inklusif kedalam 9 elemen:
a. Sikap guru yang positif terhadap kebhinekaan
b. Interaksi promotif ,yaitu upaya untuk saling menolong dan saling
memberi motivasi dalam belajar.
c. Pencapaian kompetensi akademik dan sosial
d. Pembelajaran adaptif
e. Konsultasi kolaboratif
f. Hidup dan belajar dalam masyarakat
g. Hubungan kemitraan antara sekolah dan keluarga
h. Belajar dan berfikir independen
i. Belajar sepanjang hayat.

3. Prosedur pembelajaran yang inklusif


Program pembelajaran inklusif disusun dengan maksud untuk
memenuhi kebutuhan peserta didik yang beragam. UNESCO (2004)
yang dimodifikasi kembali oleh Tim Direktorat PLB dan IDP Norway,
memiliki lima aspek yaitu :
a. Pembentukan tim pembelajaran inklusif
b. Mengidentifikasi kebutuhan
c. Mengembangkan tujuan pembelajaran
d. Merancang pengembangan pembelajaran
e. Menentukan evaluasi kemajuan
BAB III
PENUTUP

1. Filosofi pendidikan bagi anak berkesulitan belajar adalah pada saat mereka
mencapai kesiapan dan kematangan yang disetting dalam kelas oleh guru
berbagai modifikasi tugas yang disesuaikan dengan gaya-gaya belajar yang
memudahkan baginya menyerap materi yang disajikan dengan cara yang
khusus pula.
2. Jadikan inklusif sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan
agar setiap anak usia sekolah tanpa kecuali memperoleh haknya untuk
terpenuhi kebutuhan pendidikannya. Pendidikan yang memberikan layanan
kepada semua peserta didik tanpa memandang kondisi fisik mental intelektual
sosial emosi ekonomi jenis kelamin suku budaya tempat tinggal bahasa dan
sebagainya. Semua peserta didik belajar bersama-sama baik di sekolah atau
kelas formal maupun nonformal yang berada di dekat tempat tinggalnya yang
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing peserta didik.
Dalam kaitan nya dengan wajib pencapaian pendidikan untuk semua mata
pendidikan inklusif dapat diposisikan sebagai strategi untuk mendorong
terlaksananya pendidikan untuk semua waktu wajib belajar. Pada tahap awal
diarahkan untuk meningkatkan pencapaian pendidikan secara kuantitas dan
pada tahap berikutnya sampai pada peningkatan kualitas pendidikan.
3. Kegiatan belajar mengajar merupakan inti dari pelaksanaan kurikulum. Baik
buruknya mutu pendidikan atau mutu lulusan dipengaruhi oleh musuh
kegiatan belajar mengajar. Film mutu lulusan yang bagus dapat diprediksi
bahwa mu tuh kegiatan belajar mengajar nya juga bagus. Atau sebaliknya
bilang untuk kegiatan belajar mengajar nya bagus makam urusannya juga
akan bagus. Lingkungan yang inklusif merupakan lingkungan yang ramah
terhadap pembelajaran mengakomodasi keanekaragaman peserta didik. Pada
tahap awal dapat diarahkan kepada sekolah yang ramah yaitu sekolah yang
terbuka kepada semua peserta didik menghargai perbedaan dan memenuhi
kebutuhan yang beragam dari setiap peserta didiknya. Pembelajaran inklusif
berarti menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat menerima dan
menghargai perbedaan. Pembelajaran di kelas inklusif akan bergeser dari
pendekatan pembelajaran kompetitif yang kaku mengacu materi tertentu atau
pendekatan pembelajaran kooperatif yang melibatkan kerjasama antar peserta
didik dan bahan pelajaran dikembangkan secara tematik dan kontekstual.
4. Kegiatan pembelajaran dirancang sesuai kemampuan dan kebutuhan peserta
didik serta mengacu kepada kurikulum yang telah dikembangkan. Kegiatan
pembelajaran dilaksanakan dengan maksud untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan
efisien guru perlu memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran. Pembelajaran
dalam setting inklusif selain menerapkan prinsip prinsip umum pembelajaran
juga harus mengimplementasikan prinsip-prinsip khusus sesuai dengan
kebutuhan dan hambatan peserta didik berkebutuhan khusus. Untuk
memenuhi kebutuhan peserta didik yang beragam pembelajaran dalam setting
inklusif diperlukan asesmen yang akan dipertimbangkan dalam menyusun
pembelajaran yang di individualisasi kan. Pembelajaran yang multilevel
menjadi ciri dan pelaksanaan yang dikembangkan dalam setting kelas yang
sama.
DAFTAR PUSTAKA

Sumantri, Mulyani. (2017). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:


Universitas TerbukaKegiatan Belajar Mengajar Di Sekolah Inklusif

Anda mungkin juga menyukai