Anda di halaman 1dari 19

KOLIK ABDOMEN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Evaluasi pasien dengan nyeri abdomen merupakan salah satu aspek yang
menarik di bidang gawat darurat. Nyeri abdomen merupakan keluhan yang cukup sering
ditemukan sebanyak 10% pada pasien-pasien di ruang gawat darurat. Penegakan
diagnosis kemungkinan bervariasi dari kondisi yang cukup mengancam jiwa (contoh :
ruptur aneurisma arteri abdomen) hingga yang hilang sendiri (dinding abdomen yang
menegang) dan dari yang umum (gastroenteritis) hingga yang jarang (gigitan laba-laba
hitam). Walaupun etiologi dari nyeri pada awalnya belum dapat ditentukan kurang lebih
sebesar 30-40% pasien, namun mengenali kasus-kasus yang memerlukan operasi atau
yang mengancam jiwa adalah hal yang lebih penting dari penegakan diagnosis itu sendiri.

1.2. Tujuan
Untuk mengetahui tentang kolik abdomen

Kelompok 24 1
KOLIK ABDOMEN

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Nyeri abdomen
Nyeri abdomen dihasilkan dari 3 jalur yaitu nyeri abdomen visera, nyeri abdomen
parietal (somatik), dan nyeri alih
2.1.1 Nyeri abdomen visceral
Biasanya disebabkan karena distensi organ berongga atau penegangan
kapsul dari organ padat. Penyebab yang jarang berupa iskemi atau inflamasi
ketika jaringan mengalami kongesti sehingga mensensitisasi ujung saraf nyeri
visera dan menurunkan ambang batas nyerinya. Nyeri ini sering merupakan
manifestasi awal dari beberapa penyakit atau berupa rasa tidak nyaman yang
samar-samar hingga kolik. Jika organ yang terlibat dipengaruhi oleh gerakan
peristaltik, maka nyeri sering dideskripsikan sebagai intermiten, kram atau kolik.
Pada nyeri ini, karena serabut saraf nyeri bilateral, tidak bermielin dan
memasuki korda spinalis pada tingkat yang beragam, maka nyeri abdomen visera
ini biasanya terasa tumpul, sulit dilokalisasi dan dirasakan dibagian tengah tubuh.
Nyeri visera berasal dari regio abdomen yang merujuk pada asal organ secara
embrionik. Struktur  foregut seperto lambung, duodenum, liver, traktus biliaris
dan pankreas menghasilkan nyeri abdomen atas, sering dirasakan sebagai nyeri
regio epigastrium. Struktur midgut seperti jejunum, ileum, apendiks, dan kolon
asenden menyebabkan nyeri periumbilikus. Sedangkan struktur hindgut seperti
kolon transversal, kolon desendens dan sistem genitourinary menyebabkan nyeri
abdomen bagian bawah.

2.1.2 Nyeri abdomen parietal (somatik)


Nyeri abdomen parietal atau somatik dihasilkan dari iskemia, inflamasi
atau penegangan dari peritoneum parietal. Serabut saraf aferen
yang bermielinisasi mentransmisikan stimulus nyeri ke akar ganglion dorsal pada
sisi dan dermatomal yang sama dari asal nyeri. Karena alasan inilah nyeri parietal
berlawanan dengan nyeri visera, sering dapat dilokalisasi terhadap daerah asal
stimulus nyeri. Nyeri ini dipersepsikan berupa tajam, seperti tertusuk pisau dan

Kelompok 24 2
KOLIK ABDOMEN

bertahan; batuk dan pergerakan dapat memicu nyeri tersebut. Kondisi ini
mengakibatkan dalam pemeriksaan fisik dapat dicari tanda berupa rasa
lembut, guarding, nyeri pantul dan kaku pada abdomen yang dipalpasi. Tampilan
klinis dari appendicitis dapat berupa nyeri visera dan somatik. Nyeri pada
apendisitis awal sering berupa nyeri periumbilikus (visera) tapi terlokalisasi di
regio kuadran kanan bawah ketika inflamasi menyebar ke peritoneum (parietal).

2.1.3 Nyeri alih


Nyeri alih adalah nyeri yang dirasakan pada jarak dari organ yang
sakit. Nyeri ini dihasilkan dari jalur-jalur neuron aferen sentral yang terbagi yang
berasal dari lokasi yang berbeda. Contohnya adalah pasien dengan pneumonia
mungkin merasakan nyeri abdomen karena distribusi neuron T9 terbagi oleh paru-
paru dan abdomen. Contoh lainnya yaitu nyeri epigastrium yang berhubungan
dengan Infark miokard, nyeri di bahu yang berhubungan dengan iritasi diafragma
(contoh, rupture limpa), nyeri infrascapular yang berhubungan dengan penyakit
biliar dan nyeri testicular yang berhubungan dengan obstruksi uretra.

2.2. Kolik abdomen


2.2.1 Definisi
Kolik abomen adalah nyeri viseral akibat spasme otot polos organ
berongga dan biasanya disebabkan oleh hambatan pasase dalam organ tersebut.
2.2.2 Etiologi
1. Mekanis
 Adhesi/perlengketan pasca bedah (90% dari obstruksi mekanik)
 Karsinoma
 Volvulus
 Intususepsi
 Obstipasi
 Polip
 Striktur
2. Fungsional (non mekanik)

Kelompok 24 3
KOLIK ABDOMEN

 Ileus paralitik
 Lesi medula spinalis
 Enteritis regional
 Ketidakseimbangan elektrolit
 Uremia
Beberapa yang menjadi penyebab kolik abdomen adalah kolik bilier, kolik
renal dan kolik karena sumbatan usus halus.
 Kolik Bilier
Kolik bilier merupakan gejala tidak nyaman yang dirasakan pasien dan
sering tidak disertai tanda-tanda klinis lain. Nyeri ini merupakan gejala klinis
dari penyakit batu empedu (kolelitiasis/koledokolitiasis). Oleh karena nyeri ini
merupakan gejala, maka beberapa penyakit lain juga dapat memberikan gejala
yang sama.

Gambar 1.1 menunjukkan sumbatanempedu


Nyeri kolik bilier tidak dirasakan secara akurat sebagai kolik. Istilah ini
mengimplikasikan nyeri paroksismal yang naik turun, dan umumnya konstan
dan meningkat progresif secara perlahan. Nyeri ini dirasakan sesaat setelah
makan. 
Nyeri visera berasal dari tabrakan batu empedu dalam duktus sistikus dan
atau ampula vater. Hasil dari tabrakan tadi menyebabkan distensi kandung
empedu dan atau traktus biliaris dan distensi ini mengaktivasi neuron sensori

Kelompok 24 4
KOLIK ABDOMEN

aferen. Nyeri yang ditimbulkan tidak dapat terlokalisasi dengan baik dan


umumnya terasa di bagian tengah hingga dermatom T8/9 (epigastrium tengah,
kuadaran kanan atas). Nyeri yang terlokalisasi umumnya menunjukkan
komplikasi kolelitiasis atau koledokolitiasis yaitu misalnya kolesistitis,
kolangitis, pancreatitis. Beberapa lokasi yang mungkin terjadi penyumbatan
batu dapat dilihat pada gambar

 Anamnesis
Kolik bilier biasanya datang tiba-tiba dan mencapai intensitas
maksimum dalam waktu 60 menit di dua pertiga dari pasien. Rasa sakit
biasanya berlanjut tanpa fluktuasi dan menghilang secara bertahap selama 2-
6 jam. Nyeri berlangsung lebih lama dari 6 jam harus dicurigai sebagai
kolesistitis akut.
 Pemeriksaan fisik 
Pemeriksaan awal seringkali mengungkapkan individu yang
berkeringat, pucat, dan rasa tidak nyaman. Muntah bisa menyertai rasa sakit.
Pemeriksaan dapat mengungkapkan beberapa fitur fisik yang terkait dengan
pembentukan batu empedu (misalnya, kelebihan berat badan, setengah baya,
perempuan). Pasien dengan kolik empedu tanpa komplikasi tidak

Kelompok 24 5
KOLIK ABDOMEN

mengalami demam, menggigil, hipotensi, atau tanda-tanda lain dari suatu


proses sistemik yang signifikan. Sinus takikardi adalah umum selama sakit.
Nyeri pantul, tahanan, suara usus tidak ada, atau teraba massa mendukung
diagnosis alternatif lain. Gambar menunjukkan lokasi nyeri bilier pada regio
abdomen.

 Penatalaksanaan
Pengobatan yang diberikan tergantung dari gejala yang dirasakan
oleh pasien. Jika nyeri sangat hebat dapat diberikan pereda nyeri golongan
narkotik yaitu Meperidine (pethidine) dengan dosis 1-1,5 mg/kg IM setiap 3
jam. Jika muntah dapat diberikan metoklopramid. Tidak ada satu pun
intervensi operasi yang dapat menjamin karena kolik bilier yang tidak
komplikasi dapat mereda dengan pengobatan konservatif.

 Kolik Renal
Rasa sakit jenis kolik ini yang dikenal sebagai kolik ginjal biasanya
dimulai pada pertengahan belakang atas lateral dari sudut costovertebral dan
kadang-kadang subkosta. Kemudian menyebar ke inferior dan anterior menuju
pangkal paha. Rasa sakit yang dihasilkan oleh kolik ginjal terutama disebabkan
oleh pelebaran, peregangan, dan kejang yang disebabkan oleh obstruksi saluran
kemih akut. Ketika obstruksi berat namun kronis berkembang, seperti di
beberapa jenis kanker, biasanya tidak menimbulkan rasa sakit.
Kolik adalah sebuah ironi karena sakit kolik ginjal cenderung
tetapkonstan, sedangkan kolik usus atau empedu biasanya agak berselang
dansering hilang datang. Pola rasa sakit tergantung ambang rasa sakit individu

Kelompok 24 6
KOLIK ABDOMEN

dan persepsi dan pada kecepatan dan derajat perubahan dalam tekanan
hidrostatis di dalam ureter proksimal dan pelvis ginjal. Gerak peristaltik saluran
kemih, migrasi batu, dan posisi miring atau memutar batu dapat menyebabkan
eksaserbasi atau perpanjangan dari nyeri kolik ginjal. Tingkat keparahan rasa
sakit tergantung pada derajat dan lokasi obstruksi, bukan pada ukuran batu.
Seorang pasien sering dapat mengarah pada letak maksimum tersakit, yang
kemungkinan menjadi lokasi obstruksi saluram kemih.
 Fase serangan akut kolik ginjal
Serangan rasa sakit yang sebenarnya cenderung terjadi secara bertahap
dapat diprediksi, dengan rasa sakit mencapai puncaknya pada
kebanyakan pasien dalam waktu 2 jam. Rasa sakit secara kasar mengikuti
dermatomT-10 sampai S-4. Seluruh proses biasanya berlangsung 3-18 jam.
Kolik ginjal dapat digambarkan dalam 3 fase klinis.
a. Fase akut
Serangan yang khas mulai di pagi hari atau di malam hari,
membangunkan pasien dari tidur. Ketika mulai siang hari, pasien yang
sering menggambarkan serangan itu sebagai perlahan dan diam-diam.
Tingkat rasa sakit bisa meningkat sampai intensitas maksimum hanya
dalam 30 menit setelah onset awal atau lebih lambat. Pasien merasakan
nyeri maksimum mencapai 1-2 jam setelah dimulainya serangan kolik
ginjal. 
b. Fase konstan
Setelah nyeri mencapai intensitas maksimum, cenderung tetap konstan
sampai diobati atau berkurang secara spontan. Fase ini biasanya
berlangsung 1-4 jam, tapi bisa bertahan lebih lama dari 12 jam dalam
beberapa kasus. Sebagian besar pasien tiba di UGD selama fase serangan.
c. Fase mereda
Selama tahap akhir, nyeri berkurang cukup cepat, dan pasienakhirnya
merasa lega. Fase ini dapat terjadi secara spontan padasetiap saat setelah
onset awal kolik. Pasien bisa jatuh tertidur, terutama jika mereka telah
diberikan obat analgesik yang kuat.

Kelompok 24 7
KOLIK ABDOMEN

Serabut saraf nyeri ginjal terutama berupa saraf simpatik


preganglionik yang mencapai tingkat saraf tulang belakang T-11 untuk L-2
melalui akar saraf dorsal. Aortorenal, celiac, dan ganglia mesenterika
inferior juga terlibat. Di ureter bawah, sinyal rasa sakit juga disalurkan
melalui saraf genitofemoral dan ilioinguinal. Nervuserigentes, yang
menginervasi ureter intramural dan kandung kemih, bertanggung jawab
untuk beberapa gejala kandung kemih.
Gambar Menunjukkan gambar persarafan pada nyeri kolik renal

Kelompok 24 8
KOLIK ABDOMEN

Gambar: menunjukkan distribusi persarafan pada nyeri ginjal serta uretra


 Ureter 1/3 proksimal dan pelvis ginjal: batu saluran kemih Nyeri dari atas
cenderung untuk memancarkan ke daerah panggul dan lumbar. Disebelah
kanan, hal ini bisa membingungkan dengan kolesistitis ataucholelithiasis, di
sebelah kiri, diagnosa diferensial meliputi pancreatitis akut, penyakit ulkus
lambung dan gastritis.
 Ureter 1/3 medial: Midureteral menyebabkan rasa sakit yangmemancarkan
anterior dan kaudal. Nyeri ini midureteral khususnya dapat dengan mudah
meniru usus buntu di kanan atau diverticulitis akut disebelah kiri.
 Distal ureter: batu ureter distal menyebabkan rasa sakit yang cenderung
memancarkan ke paha atau testis pada laki-laki atau labia majora pada
wanita karena rasa sakit yang dirujuk dari saraf ilioinguinal atau

Kelompok 24 9
KOLIK ABDOMEN

genitofemoral. Jika batu yang bersarang di ureter intramural, gejala dapat


muncul mirip dengan sistitis atau uretritis. Initermasuk gejala nyeri
suprapubik, frekuensi kencing, urgensi, disuria, stranguria, nyeri di ujung
penis, dan kadang-kadang usus berbagai gejala,seperti diare dan tenesmus.
Gejala ini bisa membingungkan dengan penyakit radang panggul, kista
ovarium pecah, atau torsi dan nyeri haid pada wanita.
 Mual dan muntah sering dikaitkan dengan kolik ginjal akut dan terjadi
disetidaknya 50% dari pasien. Mual disebabkan oleh jalur persarafan umum
dari pelvis ginjal, perut, dan usus melalui sumbu celiac dan saraf
aferenvagal. Hal ini sering diperparah oleh efek analgesik narkotika, yang
sering menimbulkan mual dan muntah melalui efek langsung pada
mortalitas GI dan melalui efek tidak langsung pada zona memicu
kemoreseptor dimedula oblongata. Nonsteroidal obat anti-inflamasi
(NSAID) sering dapat menyebabkan iritasi lambung dan GI. Blok saraf
telah berhasil digunakan baik dalam diagnosis dan pengobatan kolik ginjal,
walaupun mereka lebih membantu dalam kasus kronisdaripada kasus akut.
Blok saraf interkostal dapat digunakan untuk membedakan nyeri dari
chondritis, neuromas, dan radiculitis dari sakitginjal yang sebenarnya. Hal
ini dicapai dengan menyuntikkan agenanestesi, seperti lidokain, sekitar
proksimal saraf 11 atau 12 interkostaliske lokasi rasa sakit pada saat pasien
mengalami sakit. Jika injeksimenyebabkan hilangnya rasa sakit, maka
etiologi saraf perifer muskuluskeletal dapat ditegakkan.
 Pemeriksaan mikroskopis urin adalah bagian penting dari evaluasi
pasienyang diduga kolik ginjal. Pemeriksaan makroskopik atau
mikroskopishematuria ada di sekitar 85% kasus. Kurangnya hematuria
mikroskopistidak menghilangkan kolik ginjal sebagai diagnosis potensial.
Perhatian perlu diberikan pada ada atau tidak adanya leukosit, kristal, dan
bakteri dan pH urin. Secara umum, jika jumlah leukosit dalam urin lebih
besar dari 10 sel per lapangan daya tinggi atau lebih besar dari jumlah sel
darah merah, tersangka infeksi saluran kemih (ISK) dapat ditegakkan.
Menentukan pH urin juga membantu karena, (1) dengan pH lebih rendah

Kelompok 24 10
KOLIK ABDOMEN

dari 6,0, batu asam urat harus dipertimbangkan, dan (2) dengan pH lebih
dari 8,0, infeksi dengan organism splitting urea
seperti Proteus,  Pseudomonas, atau Klebsiella mungkin ada. Kristal urin
dari kalsiumoksalat, asam urat, atau sistin kadang-kadang dapat ditemukan
pada urinalisis. Jika ada, kristal ini adalah petunjuk sangat baik untuk jenis
dan sifat yang mendasari setiap batu .
 Penatalaksanaan
 Tatalaksana awal di ruang gawat darurat dimulai dengan memperoleh
akses vena untuk mempermudah pemberian cairan, analgesik
dan pengobatan antiemetik. Banyak dari pasien yang mengalami
dehidrasi karena mual dan muntah
 Melakukan hidrasi dan memberikan diuretik sebagai terapi pembantu
masih merupakan controversial. Ada yang berpendapat dapat
membantu pengeluaran batu, namun juga ada yang berpikir akan
menambah tekanan hidrostatik sehingga menambah nyeri. Namun, ekstra
cairan harus diberikan jika pasien dengan bukti klinis atau laboratorium
mengalami dehidrasi, diabetes atau gagal ginjal.
 Protokol yang dibuat berdasarkan kemungkinan kegagalan lewatnya
batusecara spontan baik oleh karena striktur uretra, spasme otot, edema
lokal, inflamasi dan infeksi. Regimen yang diberikan berupa:
 Ketorolak 10 mg oralsetiap 6 jam untuk 5 hari.
 Nifedipine 30 mg per hari PO untuk 7 hari.
 Prednisone 20 mg PO 2 kali sehari untuk 5 hari.
 Trimethoprim/sulfamethoxazole sekali sehari untuk 7 hari.
 Acetaminophen 2 tablet 4 kali sehari untuk 7 hari.
 Prochlorperazine supositoria sebagai pengontrol mual.

 Batu yang terjebak di kaliks dapat memblok aliran traktus dari kaliks
yangmenyebabkan obstruksi dan nyeri. Pengobatan dengan ESWL
dapat beralasan untuk situasi yang batu kaliks dicurigai menyebabkan
gejala dan nyeri.

Kelompok 24 11
KOLIK ABDOMEN

 Kolik Karena Sumbatan Usus Halus


Sebuah obstruksi usus kecil (SBO) disebabkan oleh berbagai
proses patologis. Penyebab utama SBO di negara maju adalah perlekatan
pascaoperasi (60%) diikuti oleh keganasan, penyakit Crohn's, dan hernia,
walaupun beberapa studi telah melaporkan penyakit Crohn sebagai
faktor etiologi lebih besar dari neoplasia. Satu studi dari Kanada melaporkan
frekuensi yang lebih tinggi dari SBO setelah operasi kolorektal, diikuti oleh
pembedahan ginekologi, perbaikan hernia, dan usus buntu.
SBO dapat sebagian atau lengkap, sederhana (yaitu, nonstrangulasi) atau
strangulasi. Obstruksi strangulasi adalah darurat bedah. Jika tidak didiagnosis
dan diobati tepat, menyebabkan iskemia usus dan morbiditas lebih lanjut dan
kematian.
Obstruksi dari usus kecil menyebabkan dilatasi proksimal dari usus
akibat akumulasi sekresi GI dan udara yang tertelan. Dilatasi usus ini
merangsang aktivitas sel sekresi menghasilkan akumulasi cairan lebih. Hal ini
menyebabkan gerak peristaltik meningkat baik di atas dan di bawah obstruksi
dengan tinja encer yang sering dan flatus awal dalam perjalanannya.
Muntah terjadi jika tingkat obstruksi adalah proksimal. Peningkatkan
distensi usus kecil menyebabkan tekanan intraluminal meningkat. Hal inidapat
menyebabkan kompresi limfatik mukosa usus yang mengarah kelymphedema
dinding. Dengan lebih tinggi tekanan hidrostatik intraluminal, meningkatkan
tekanan hidrostatik dalam kapiler sehingga ketiga besar cairan, elektrolit, dan
protein keluar ke dalam lumen usus.Hilangnya cairan dan dehidrasi yang
terjadi bisa berat dan berkontribusi untuk peningkatan morbiditas dan
kematian. Oklusi arteri menyebabkan iskemia usus dan nekrosis. Jika tidak
diobati, hal ini berkembang menjadi perforasi, peritonitis, dan kematian.

Kelompok 24 12
KOLIK ABDOMEN

Gambar : Menunjukkan lokasi nyeri obstruksi usus halus pada region abdomen

 Manifestasi klinis
Obstruksi memiliki karakteristik berupa pasial atau komplit dengan
sederhana atau strangulasi. Manifestasinya dapat berupa:
 Nyeri perut (karakteristik pada kebanyakan pasien)
 Nyeri, sering digambarkan sebagai kram dan intermiten, yang
lebihmenonjol pada obstruksi sederhana.
 Seringkali, tampilan klinis dapat memberikan petunjuk kepada perkiraan
lokasi dan sifat obstruksi. Nyeri berlangsung selama beberapa hari, yang
menjadi progresif dan dengan distensi perut, mungkin khas untuk
obstruksi yang lebih distal.
 Perubahan karakter nyeri dapat menunjukkan perkembangan komplikassi
yang lebih serius (misalnya, nyeri konstan usus strangulasi atau iskemik).
 Mual
 Muntah, yang lebih berhubungan dengan obstruksi proksimal
 Diare (temuan awal)
 Sembelit (sebuah temuan akhir) yang dibuktikan dengan tidak adanya
gerakan usus atau buang angin.
 Demam dan takikardia, terjadi belakangan dan mungkin terkait dengan
strangulasi.
 Riwayat operasi abdomen atau pelvis dahulu
 Riwayat keganasan (terutama ovarium dan usus)

Kelompok 24 13
KOLIK ABDOMEN

 Pemeriksaan Fisik 
Beberapa hal yang ditemukan dari pemeriksaan fisik meliputi:
 Distensi abdomen
 Suara usus Hiperaktif terjadi di awal sebagai upaya GI untuk
mengatasiobstruksi.
 Suara usus yang menurun terjadi belakangan.
 Mengeksklusikan hernia inkarserata dari selangkangan, segitiga
femoralis, dan foramen obturatorius.
 Temuan pada pemeriksaan rectal touge:
 Darah yang tampak ataupun samar, yang menunjukkan strangulasi
lanjutan atau keganasan
 Massa, yang menunjukkan hernia obturatorius
 Periksa gejala umum diyakini akan lebih diagnostik untuk iskemia
usus,yaitu:
 Demam (suhu> 100 °F)
 Takikardia (> 100 detak / menit)
 Tanda-tanda peritoneal
 Penyebab
Beberapa hal yang menjadi penyebab antara lain:
 Penyebab paling umum dari SBO adalah adhesi pascaoperasi.
 Perlekatan pascaoperasi bisa menjadi penyebab obstruksi akut dalam
waktu 4 minggu operasi atau obstruksi kronis dekade kemudian.
 Kejadian SBO sejajar dengan peningkatan jumlah laparotomi dilakukan
dinegara-negara berkembang.
 Penyebab diidentifikasi kedua yang paling umum dari SBO adalah hernia
inkarserata.
 Etiologi lain dari SBO termasuk tumor ganas (20%), hernia
(10%), penyakit radang usus (5%), volvulus (3%), dan beragam (2%).
 Penyebab SBO pada pasien anak-anak termasuk atresia kongenital,
stenosis pilorus, dan intususepsi.

Kelompok 24 14
KOLIK ABDOMEN

Gambar yang menunjukkan beberapa penyebab obstruksiusus halus.


 Penatalaksanaan
Tatalaksana awal di ruang gawat darurat meliputi resusitasi cairan
secara agresif, dekompresi usus halus, pemberian analgetik dan antiemetic
dengan indikasi klinis, antibiotik dan konsultasi operasi yang dini.
Dekompresi dilakukan dengan cara memasang selang NGT untuk dilakukan
suction terhadap isi GI dan untuk mencegah aspirasi. Tidak lupa juga untuk
selalu memonitor jalan napas, pernapasan dan sirkulasi.

2.2.3 Manifestasi klinis


1. Mekanika sederhana – usus halus atas
Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi,
muntah empedu awal, peningkatan bising usus (bunyi gemerincing bernada
tinggi terdengar pada interval singkat), nyeri tekan difus minimal.
2. Mekanika sederhana – usus halus bawah
Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat,muntah – sedikit
atau tidak ada – kemudian mempunyai ampas, bising usus dan bunyi “hush”
meningkat, nyeri tekan difus minimal.
3. Mekanika sederhana – kolon
Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir,
kemudian terjadi muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan difus
minimal.
4. Obstruksi mekanik parsial

Kelompok 24 15
KOLIK ABDOMEN

Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn.


Gejalanya kram nyeri abdomen, distensi ringan dan diare.
5. Strangulasi
Gejala berkembang dengan cepat; nyeri parah, terus menerus dan
terlokalisir; distensi sedang; muntah persisten; biasanya bising usus menurun
dn nyeri tekan terlokalisir hebat. Feses atau vomitus menjadi berwarna gelap
atau berdarah atau mengandung darah samar.
2.2.4 Pemeriksaan
 Tensi, nadi, pernafasan, suhu
 Pemeriksaan abdomen : lokasi nyeri, adakah nyeri tekan / nyeri lepas ? Adakah
pembesaran hati, apakah teraba massa?
 Pemeriksaan rektal : lokasi nyeri pada jam berapa, adakah faeces, adakah
darah?
 Laboratorium : Leukosit dan Hb

2.2.5 Pemeriksaan penunjang


 Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus
 Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau lipatan
sigmoid yang tertutup.
 Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah;
peningkatan hitung SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan
peningkatan kadar serum amilase karena iritasi pankreas oleh lipatan usus.
 Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolik.

2.2.6 Penatalaksanaan
 Koreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
 Terapi Na+, K+, komponen darah
 Ringer laktat untuk mengoreksi kekurangan cairan interstisial
 Dekstrosa dan air untuk memperbaiki kekurangan cairan intraseluler

Kelompok 24 16
KOLIK ABDOMEN

 Dekompresi selang nasoenteral yang panjang dari proksimal usus ke area


penyumbatan; selang dapat dimasukkan dengan lebih efektif dengan pasien
berbaring miring ke kanan.
 Implementasikan pengobatan unutk syok dan peritonitis.
 Hiperalimentasi untuk mengoreksi defisiensi protein karena obstruksi kronik,
ileus paralitik atau infeksi.
 Reseksi usus dengan anastomosis dari ujung ke ujung.
 Ostomi barrel-ganda jika anastomosis dari ujung ke ujung terlalu beresiko.
 Kolostomi lingkaran untuk mengalihkan aliran feses dan mendekompresi usus
dengan reseksi usus yang dilakukan sebagai prosedur kedua.

2.2.7 Tindakan
 Infus RL ; jika anuria -> infus RL:D5 = 1:1
 Bila dehidrasi berat -> infus diguyur, dipasang kateter dauwer
 Beri analgetik ringan (xylomidon),Spasmolitik: Baralgin, Sulfas Aliopin (inj) ;
jika kesakitan sekali -> beri petidin 1 amp im, jangan beri Antibiotik kalau
penyebab tidak jelas
 Bila gelisah penderita gelisah, beri Diazepam 10 mg iv, bisa diulang tiap 30
menit
 Bila panas, beri: antipiretik (Parasetamol)
 Bila keadaan umum jelek, beri supportif Vitamin / Alinamin F (inj), Cortison
inj 3 cc atau Deksametason 2 amp
 Bila dengan upaya di atas keadaan tidak membaik, rujuk ke RSUD

Kelompok 24 17
KOLIK ABDOMEN

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kolik abomen adalah nyeri viseral akibat spasme otot polos organ berongga dan
biasanya disebabkan oleh hambatan pasase dalam organ tersebut. Etiologi kolik abdomen
adalah mekanis dan fungsional (non mekanik). Beberapa yang menjadi penyebab kolik
abdomen adalah kolik bilier, kolik renal dan kolik karena sumbatan usus halus. Manifestasi
klinis berbeda-beda antara mekanika sederhana – usus halus atas, mekanika sederhana –
usus halus bawah, mekanika sederhana – kolon, obstruksi mekanik parsial dan strangulasi.

Kelompok 24 18
KOLIK ABDOMEN

DAFTAR PUSTAKA

Gilroy, RK. 2009.  Biliary Colic, in E-Medicine. http://emedicine.com. Diakses tanggal 7


Desember 2012.
Kumar, Abbas, Fausto. 2008.  Robbins and Cotran Pathologic Basis of  Disease. 7th edition.
Saunders.
Leslie, SW. 2010. Nephrolithiasis, Acute Renal Colic, in E-Medicine.http://emedicine.com.
Diakses tanggal 7 Desember 2012.
Mahadevan, SV. 2005. An Introduction to Clinical Emergency Medicine. Cambridge University
Press. 
Nobie, BA. 2009. Small Bowel Obstruction, in E-Medicine.http://emedicine.com. Diakses
tanggal 7 Desember 2012.
Platt, M. 2008. Abdominal Pain in Current Diagnosis & Treatment  Emergency Medicine. 6th
edition. Mc Graw Hill
Sjamsuhidajat, R, de Jong, Wim. 2012. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC

Kelompok 24 19

Anda mungkin juga menyukai