Anda di halaman 1dari 14

Kolik Abdomen

Nyeri Kolik Abdomen

Nyeri kolik abdomen merupakan nyeri yang dapat terlokalisasi dan dirasakan
seperti perasaan tajam. Mekanisme terjadinya nyeri ini adalah karena sumbatan
baik parsial ataupun total dari organ tubuh berongga atau organ yang terlibat
tersebut dipengaruhi peristaltik. Beberapa yang menjadi penyebab kolik abdomen
adalah kolik bilier, kolik renal dan kolik karena sumbatan usus halus (Gilroy,
2009).

1. Kolik bilier
Kolik bilier merupakan gejala tidak nyaman yang dirasakan pasien dan sering
tidak disertai tanda-tanda klinis lain. Nyeri ini merupakan gejala klinis dari
penyakit batu empedu (kolelitiasis/koledokolitiasis). Oleh karena nyeri ini
merupakan gejala, maka beberapa penyakit lain juga dapat memberikan gejala
yang sama. Gambar 1.1 menunjukkan sumbatan empedu (Gilroy, 2009).

Gambar 1.1
Sumbatan batu empedu yang menyebabkan nyeri kolik bilier (Gilroy, 2009).

1
Nyeri kolik bilier tidak dirasakan secara akurat sebagai kolik. Istilah ini
mengimplikasikan nyeri paroksismal yang naik turun, dan umumnya konstan dan
meningkat progresif secara perlahan. Nyeri ini dirasakan sesaat setelah makan
(Gilroy, 2009).

Nyeri visera berasal dari tabrakan batu empedu dalam duktus sistikus dan atau
ampula vater. Hasil dari tabrakan tadi menyebabkan distensi kandung empedu dan
atau traktus biliaris dan distensi ini mengaktivasi neuron sensori aferen. Nyeri
yang ditimbulkan tidak dapat terlokalisasi dengan baik dan umumnya terasa di
bagian tengah hingga dermatom T8/9 (epigastrium tengah, kuadaran kanan atas).
Nyeri yang terlokalisasi umumnya menunjukkan komplikasi kolelitiasis atau
koledokolitiasis yaitu misalnya kolesistitis, kolangitis, pancreatitis. Beberapa
lokasi yang mungkin terjadi penyumbatan batu dapat dilihat pada gambar 1.2
(Gilroy, 2009).

Gambar 1.2
Lokasi yang
mungkin
terjadi

penyumbatan (Gilroy, 2009).

Anamnesis

2
Kolik bilier biasanya datang tiba-tiba dan mencapai intensitas maksimum dalam
waktu 60 menit di dua pertiga dari pasien. Rasa sakit biasanya berlanjut tanpa
fluktuasi dan menghilang secara bertahap selama 2-6 jam. Nyeri berlangsung
lebih lama dari 6 jam harus dicurigai sebagai kolesistitis akut (Gilroy, 2009).

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan awal seringkali mengungkapkan individu yang berkeringat, pucat,


dan rasa tidak nyaman. Muntah bisa menyertai rasa sakit. Pemeriksaan dapat
mengungkapkan beberapa fitur fisik yang terkait dengan pembentukan batu
empedu (misalnya, kelebihan berat badan, setengah baya, perempuan). Pasien
dengan kolik empedu tanpa komplikasi tidak mengalami demam, menggigil,
hipotensi, atau tanda-tanda lain dari suatu proses sistemik yang signifikan. Sinus
takikardi adalah umum selama sakit. Nyeri pantul, tahanan, suara usus tidak ada,
atau teraba massa mendukung diagnosis alternatif lain (Gilroy, 2009). Gambar 1.3
menunjukkan lokasi nyeri bilier pada regio abdomen (Platt, 2008).

Gambar 1.3 Lokasi nyeri kolik bilier (Platt, 2008).

Penatalaksanaan

Pengobatan yang diberikan tergantung dari gejala yang dirasakan oleh pasien. Jika
nyeri sangat hebat dapat diberikan pereda nyeri golongan narkotik yaitu
Meperidine (pethidine) dengan dosis 1-1,5 mg/kg IM setiap 3 jam. Jika muntah

3
dapat diberikan metoklopramid. Tidak ada satupun intervensi operasi yang dapat
menjamin karena kolik bilier yang tidak komplikasi dapat mereda dengan
pengobatan konservatif (Gilroy, 2009).

2. Kolik renal

Rasa sakit jenis kolik ini yang dikenal sebagai kolik ginjal biasanya dimulai pada
pertengahan belakang atas lateral dari sudut costovertebral dan kadang-kadang
subkosta. Kemudian menyebar ke inferior dan anterior menuju pangkal paha.
Rasa sakit yang dihasilkan oleh kolik ginjal terutama disebabkan oleh pelebaran,
peregangan, dan kejang yang disebabkan oleh obstruksi saluran kemih akut.
Ketika obstruksi berat namun kronis berkembang, seperti di beberapa jenis
kanker, biasanya tidak menimbulkan rasa sakit (Leslie, 2010).

Kolik adalah sebuah ironi karena sakit kolik ginjal cenderung tetap konstan,
sedangkan kolik usus atau empedu biasanya agak berselang dan sering hilang
datang. Pola rasa sakit tergantung ambang rasa sakit individu dan persepsi dan
pada kecepatan dan derajat perubahan dalam tekanan hidrostatis di dalam ureter
proksimal dan pelvis ginjal. Gerak peristaltik saluran kemih, migrasi batu, dan
posisi miring atau memutar batu dapat menyebabkan eksaserbasi atau
perpanjangan dari nyeri kolik ginjal. Tingkat keparahan rasa sakit tergantung pada
derajat dan lokasi obstruksi, bukan pada ukuran batu. Seorang pasien sering dapat
mengarah pada letak maksimum tersakit, yang kemungkinan menjadi lokasi
obstruksi saluran kemih (Leslie, 2010).

Fase serangan akut kolik ginjal

Serangan rasa sakit yang sebenarnya cenderung terjadi secara bertahap dapat
diprediksi, dengan rasa sakit mencapai puncaknya pada kebanyakan pasien dalam
waktu 2 jam. Rasa sakit secara kasar mengikuti dermatom T-10 sampai S-4.

4
Seluruh proses biasanya berlangsung 3-18 jam. Kolik ginjal dapat digambarkan
dalam3 fase klinis (Leslie, 2010).

a) Fase akut

Serangan yang khas mulai di pagi hari atau di malam hari, membangunkan pasien
dari tidur. Ketika mulai siang hari, pasien yang sering menggambarkan serangan
itu sebagai perlahan dan diam-diam. Tingkat rasa sakit bisa meningkat sampai
intensitas maksimum hanya dalam 30 menit setelah onset awal atau lebih lambat.
Pasien merasakan nyeri maksimum mencapai 1-2 jam setelah dimulainya
serangan kolik ginjal.

b) Fase konstan

Setelah nyeri mencapai intensitas maksimum, cenderung tetap konstan sampai


diobati atau berkurang secara spontan. Fase ini biasanya berlangsung 1-4 jam, tapi
bisa bertahan lebih lama dari 12 jam dalam beberapa kasus. Sebagian besar pasien
tiba di UGD selama fase serangan.

c) Fase mereda

Selama tahap akhir, nyeri berkurang cukup cepat, dan pasien akhirnya merasa
lega. Fase ini dapat terjadi secara spontan pada setiap saat setelah onset awal
kolik. Pasien bisa jatuh tertidur, terutama jika mereka telah diberikan obat
analgesik yang kuat.

Serabut saraf nyeri ginjal terutama berupa saraf simpatik preganglionik yang
mencapai tingkat saraf tulang belakang T-11 untuk L-2 melalui akar saraf dorsal.
Aortorenal, celiac, dan ganglia mesenterika inferior juga terlibat. Di ureter bawah,
sinyal rasa sakit juga disalurkan melalui saraf genitofemoral dan ilioinguinal. The
nervi erigentes, which innervates the intramural ureter and bladder, is responsible
for some of the bladder symptoms that often accompany an intramural ureteral
calculus. Nervus erigentes, yang menginervasi ureter intramural dan kandung

5
kemih, bertanggung jawab untuk beberapa gejala kandung kemih. Gambar 1.4 dan
1.5 menunjukkan distribusi persarafan pada nyeri ginjal serta uretra (Leslie,
2010). Sedangkan gambar 1.6 menunjukkan lokasi nyeri kolik renal pada regio
abdomen (Platt, 2008)

Gambar 1.4. Menunjukkan


gambar persarafan pada nyeri
kolik renal (Leslie, 2010).
Gambar 1.5 Menunjukkan distribusi nyeri renal dan uretral (Leslie, 2010).

Gambar 1.6
Menjukkan lokasi
nyeri renal/ureter pada
regio abdomen (Platt, 2008).

Ureter 1/3 proksimal dan pelvis ginjal: batu saluran kemih Nyeri dari atas
cenderung untuk memancarkan ke daerah panggul dan lumbar. Di sebelah
kanan, hal ini bisa membingungkan dengan kolesistitis atau cholelithiasis,
di sebelah kiri, diagnosa diferensial meliputi pankreatitis akut, penyakit
ulkus lambung, dan gastritis (Leslie, 2010).

6
Ureter 1/3 medial: Midureteral menyebabkan rasa sakit yang
memancarkan anterior dan kaudal. Nyeri ini midureteral khususnya dapat
dengan mudah meniru usus buntu di kanan atau diverticulitis akut di
sebelah kiri (Leslie, 2010).
Distal ureter: batu ureter distal menyebabkan rasa sakit yang cenderung
memancarkan ke pangkal paha atau testis pada laki-laki atau labia majora
pada wanita karena rasa sakit yang dirujuk dari saraf ilioinguinal atau
genitofemoral. Jika batu yang bersarang di ureter intramural, gejala dapat
muncul mirip dengan sistitis atau uretritis. Ini termasuk gejala nyeri
suprapubik, frekuensi kencing, urgensi, disuria, stranguria, nyeri di ujung
penis, dan kadang-kadang usus berbagai gejala, seperti diare dan
tenesmus. Gejala ini bisa membingungkan dengan penyakit radang
panggul, kista ovarium pecah, atau torsi dan nyeri haid pada wanita
(Leslie, 2010).

Mual dan muntah sering dikaitkan dengan kolik ginjal akut dan terjadi di
setidaknya 50% dari pasien. Mual disebabkan oleh jalur persarafan umum dari
pelvis ginjal, perut, dan usus melalui sumbu celiac dan saraf aferen vagal. Hal ini
sering diperparah oleh efek analgesik narkotika, yang sering menimbulkan mual
dan muntah melalui efek langsung pada motilitas GI dan melalui efek tidak
langsung pada zona memicu kemoreseptor di medula oblongata. Nonsteroidal
obat anti-inflamasi (NSAID) sering dapat menyebabkan iritasi lambung dan GI
(Leslie, 2010).

Blok saraf telah berhasil digunakan baik dalam diagnosis dan pengobatan kolik
ginjal, walaupun mereka lebih membantu dalam kasus kronis daripada kasus akut.
Blok saraf interkostal dapat digunakan untuk membedakan nyeri dari chondritis,
neuromas, dan radiculitis dari sakit ginjal yang sebenarnya. Hal ini dicapai dengan
menyuntikkan agen anestesi, seperti lidokain, sekitar proksimal saraf 11 atau 12
interkostalis ke lokasi rasa sakit pada saat pasien mengalami sakit. Jika injeksi
menyebabkan hilangnya rasa sakit, maka etiologi saraf perifer muskuloskeletal
dapat ditegakkan (Leslie, 2010).

7
Pemeriksaan mikroskopis urin adalah bagian penting dari evaluasi pasien yang
diduga kolik ginjal. Pemeriksaan makroskopik atau mikroskopis hematuria ada di
sekitar 85% kasus. Kurangnya hematuria mikroskopis tidak menghilangkan kolik
ginjal sebagai diagnosis potensial. Perhatian perlu diberikan pada ada atau tidak
adanya leukosit, kristal, dan bakteri dan pH urin. Secara umum, jika jumlah
leukosit dalam urin lebih besar dari 10 sel per lapangan daya tinggi atau lebih
besar dari jumlah sel darah merah, tersangka infeksi saluran kemih (ISK) dapat
ditegakkan. Menentukan pH urin juga membantu karena, (1) dengan pH lebih
rendah dari 6,0, batu asam urat harus dipertimbangkan, dan (2) dengan pH lebih
dari 8,0, infeksi dengan organism splitting urea seperti Proteus, Pseudomonas,
atau Klebsiella mungkin ada. Kristal urin dari kalsium oksalat, asam urat, atau
sistin kadang-kadang dapat ditemukan pada urinalisis. Jika da, kristal ini adalah
petunjuk sangat baik untuk jenis dan sifat yang mendasari setiap batu (Leslie,
2010).

Penatalaksanaan

Tatalaksana awal di ruang gawat darurat dimulai dengan memperoleh akses vena
untuk mempermudah pemberian cairan, analgesik dan pengobatan antiemetik.
Banyak dari pasien yang mengalami dehidrasi karena mual dan muntah (Leslie,
2010).

Melakukan hidrasi dan memberikan diuretik sebagai terapi pembantu masih


merupakan controversial. Ada yang berpendapat dapat membantu pengeluaran
batu, namun juga ada yang berpikir akan menambah tekanan hidrostatik sehingga
menambah nyeri. Namun, ekstra cairan harus diberikan jika pasien dengan bukti
klinis atau laboratorium mengalami dehidrasi, diabetes atau gagal ginjal (Leslie,
2010).

Protokol yang dibuat berdasarkan kemungkinan kegagalan lewatnya batu secara


spontan baik oleh karena striktur uretra, spasme otot, edema lokal, inflamasi dan
infeksi. Regimen yang diberikan berupa(Leslie, 2010):

8
Ketorolak 10 mg oralsetiap 6 jam untuk 5 hari.

Nifedipine 30 mg per hari PO untuk 7 hari.

Prednisone 20 mg PO 2 kali sehari untuk 5 hari.

Trimethoprim/sulfamethoxazole sekali sehari untuk 7 hari.

Acetaminophen 2 tablet 4 kali sehari untuk 7 hari.

Prochlorperazine supositoria sebagai pengontrol mual.

Batu yang terjebak di kaliks dapat memblok aliran traktus dari kaliks yang
menyebabkan obstruksi dan nyeri. Pengobatan dengan ESWL dapat beralasan
untuk situasi yang batu kaliks dicurigai menyebabkan gejala dan nyeri (Leslie,
2010).

3. Kolik karena sumbatan usus halus

Sebuah obstruksi usus kecil (SBO) disebabkan oleh berbagai proses patologis.
Penyebab utama SBO di negara maju adalah perlekatan pasca operasi (60%)
diikuti oleh keganasan, penyakit Crohn's, dan hernia, walaupun beberapa studi
telah melaporkan penyakit Crohn sebagai faktor etiologi lebih besar dari
neoplasia. Satu studi dari Kanada melaporkan frekuensi yang lebih tinggi dari
SBO setelah operasi kolorektal, diikuti oleh pembedahan ginekologi, perbaikan
hernia, dan usus buntu (Nobie, 2009).

SBO dapat sebagian atau lengkap, sederhana (yaitu, nonstrangulasi) atau


strangulasi. Obstruksi strangulasi adalah darurat bedah. Jika tidak didiagnosis dan
diobati tepat, menyebabkan iskemia usus dan morbiditas lebih lanjut dan kematian
(Nobie, 2009).

9
Obstruksi dari usus kecil menyebabkan dilatasi proksimal dari usus akibat
akumulasi sekresi GI dan udara yang tertelan. Dilatasi usus ini merangsang
aktivitas sel sekresi menghasilkan akumulasi cairan lebih. Hal ini menyebabkan
gerak peristaltik meningkat baik di atas dan di bawah obstruksi dengan tinja encer
yang sering dan flatus awal dalam perjalanannya (Nobie, 2009).

Muntah terjadi jika tingkat obstruksi adalah proksimal. Peningkatkan distensi usus
kecil menyebabkan tekanan intraluminal meningkat. Hal ini dapat menyebabkan
kompresi limfatik mukosa usus yang mengarah ke lymphedema dinding. Dengan
lebih tinggi tekanan hidrostatik intraluminal, meningkatkan tekanan hidrostatik
dalam kapiler sehingga ketiga besar cairan, elektrolit, dan protein keluar ke dalam
lumen usus. Hilangnya cairan dan dehidrasi yang terjadi bisa berat dan
berkontribusi untuk peningkatan morbiditas dan kematian. Oklusi arteri
menyebabkan iskemia usus dan nekrosis. Jika tidak diobati, hal ini berkembang
menjadi perforasi, peritonitis, dan kematian (Nobie, 2009). Gambar 1.6
Menunjukkan lokasi nyeri ostruksi usus halus pada regio abdomen.

Gambar 1.6 Lokasi nyeri ostruksi usus halus pada abdomen (Platt,
2008)

Manifestasi klinis

10
Obstruksi memiliki karakteristik berupa pasial atau komplit dengan sederhana
atau strangulasi. Manifestasinya dapat berupa (Nobie, 2009):

Nyeri perut (karakteristik pada kebanyakan pasien)


Nyeri, sering digambarkan sebagai kram dan intermiten, yang lebih
menonjol pada obstruksi sederhana.
Seringkali, tampilan klinis dapat memberikan petunjuk kepada perkiraan
lokasi dan sifat obstruksi. Nyeri berlangsung selama beberapa hari, yang
menjadi progresif dan dengan distensi perut, mungkin khas untuk
obstruksi yang lebih distal.
Perubahan karakter nyeri dapat menunjukkan perkembangan komplikasi
yang lebih serius (misalnya, nyeri konstan usus strangulasi atau iskemik).
Mual
Muntah, yang lebih berhubungan dengan obstruksi proksimal
Diare (temuan awal)
Sembelit (sebuah temuan akhir) yang dibuktikan dengan tidak adanya
gerakan usus atau buang angin.
Demam dan takikardia, terjadi belakangan dan mungkin terkait dengan
strangulasi.
Riwayat operasi abdomen atau pelvis dahulu
Riwayat keganasan (terutama ovarium dan usus)

Pemeriksaan Fisik

Beberapa hal yang ditemukan dari pemeriksaan fisik meliputi


(Nobie, 2009):

11
Distensi abdomen
Suara usus Hiperaktif terjadi di awal sebagai upaya GI untuk mengatasi
obstruksi.
Suara usus yang menurun terjadi belakangan.
Mengeksklusikan hernia inkarserata dari selangkangan, segitiga femoralis,
dan foramen obturatorius.

Penyebab

Beberapa hal yang menjadi penyebab antara lain (Nobie, 2009):

Penyebab paling umum dari SBO adalah adhesi pascaoperasi.


Perlekatan pascaoperasi bisa menjadi penyebab obstruksi akut dalam
waktu 4 minggu operasi atau obstruksi kronis dekade kemudian.
Kejadian SBO sejajar dengan peningkatan jumlah laparotomi dilakukan di
negara-negara berkembang.
Penyebab diidentifikasi kedua yang paling umum dari SBO adalah hernia
inkarserata.
Etiologi lain dari SBO termasuk tumor ganas (20%), hernia (10%),
penyakit radang usus (5%), volvulus (3%), dan beragam (2%).
Penyebab SBO pada pasien anak-anak termasuk atresia kongenital,
stenosis pilorus, dan intususepsi.

12
Gambar 1.7. Gambar yang menunjukkan beberapa penyebab obstruksi usus halus
(Kumar, 2008).

Penatalaksanaan

Tatalaksana awal di ruang gawat darurat meliputi resusitasi cairan secara agresif,
dekompresi usus halus, pemberian analgetik dan antiemetic dengan indikasi
klinis, antibiotik dan konsultasi operasi yang dini. Dekompresi dilakukan dengan
cara memasang selang NGT untuk dilakukan suction terhadap isis GI dan untuk
mencegah aspirasi. Tidak lupa juga untuk selalu memonitor jalan napas,
pernapasan dan sirkulasi (Nobie, 2009).

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Gilroy, RK. 2009. Biliary Colic, in E-Medicine. http://emedicine.com.


Diakses tanggal 30 Mei 2016.
2. Kumar, Abbas, Fausto. 2008. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease.
7th edition. Saunders.
3. Leslie, SW. 2010. Nephrolithiasis, Acute Renal Colic, in E-Medicine.
http://emedicine.com. Diakses tanggal 12 November 2010.
4. Mahadevan, SV. 2007. An Introduction to Clinical Emergency Medicine.
Cambridge University Press.
5. Nobie, BA. 2009. Small Bowel Obstruction, in E-Medicine. http://emedicine.com.
Diakses tanggal 12 November 2010.
6. Platt, M. 2008. Abdominal Pain in Current Diagnosis & Treatment Emergency
Medicine. 6th edition. Mc Graw Hill.

14

Anda mungkin juga menyukai