PEMBAHASAN
Klasifikasi Trauma
Tujuan pengklasifikasian trauma ginjal adalah untuk memberikan
pegangan dalam terapi dan prognosis.
Menurut derajat berat ringannya kerusakan pada ginjal, trauma ginjal
dibedakan menjadi (1) cedera minor, (2) cedera mayor, (3) cedera pada pedikel
atau pembuluh darah ginjal. Sebagian besar (85%) trauma ginjal merupakan
cedera minor (derajat I dan II), 15% termasuk cedera mayor (derajat III dan IV),
dan 1% termasuk cedera pedikel ginjal.
Klasifikasi trauma ginjal menurut Sargeant dan Marquadt yang
dimodifikasi oleh Federle :
1
Gambar pengklasifikasian trauma ginjal
Keterangan :
Derajat Jenis kerusakan
a. Kontusio ginjal.
b. Minor laserasi korteks dan medulla tanpa gangguan pada sistem
pelviocalices.
Grade I
c. Hematom minor dari subcapsular atau perinefron (kadang
kadang).
75 80 % dari keseluruhan trauma ginjal
a. Laserasi parenkim yang berhubungan dengan tubulus kolektivus
sehingga terjadi extravasasi urine.
b. Sering terjadi hematom perinefron.
Grade II
c. Luka yang terjadi biasanya dalam dan meluas sampai ke
medulla.
10 15 % dari keseluruhan trauma ginjal.
a. Laserasi ginjal sampai pada medulla ginjal, mungkin terdapat
trombosis arteri segmentalis.
Grade III
b. Trauma pada vaskularisasi pedikel ginjal
5 % dari keseluruhan trauma ginjal
a. Laserasi sampai mengenai kalikes ginjal.
Grade IV
b. Laserasi dari pelvis renal
a. Avulsi pedikel ginjal, mungkin terjadi trombosis arteri renalis.
Grade V
b. Ginjal terbelah (shattered).
2.2.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal
2
2.2.1 Anatomi
Ginjal terletak pada bagian dorsal dari rongga abdominal pada tiap
sisi dari aorta dan vena kava, tepat pada posisi ventral terhadap beberapa
vertebra lumbal yang pertama. Ginjal dikatakan retroperitoneal, artinya
terletak di luar rongga peritoneal (Frandson, 1992). Ginjal kanan terletak
sedikit lebih rendah daripada ginjal kiri karena besarnya lobus hepatis
kanan. Secara mikroskopis, sebuah ginjal dengan potongan memanjang
memberi dua gambaran dua daerah yang cukup jelas. Daerah perifer/tepi
yang beraspek gelap diebut korteks, dan selebihnya yang agak cerah
disebut medulla, berbentuk piramid terbalik. Secara mikroskopis, korteks
yang gelap tampak diselang dengan interval tertentu oleh jaringan medulla
yang berwarna agak cerah, disebut garis medulla (medullary rays).
Substansi korteks di sekitar garis medulla disebut labirin korteks. Medulla
tampak lebih cerah dan tampak adanya jalur-jalur yang disebabkan oleh
buluh-buluh kemih yang lurus dan pembuluh darahnya (Hartono, 1992).
Nabib (1987) menjelaskan secara histologi ginjal terdiri atas tiga unsur
utama, yaitu (1). Glomerulus, yakni suatu gulungan pembuluh darah
kapiler yang masuk melalui aferen, (2). Tubuli sebagai parenkim yang
bersama glomerulus membentuk nefron, suatu unit fungsional terkecil dari
ginjal, dan (3).Interstisium berikut pembuluh-pembuluh darah, limfe dan
syaraf.
Pada umumnya ginjal terdiri dari 3 bagian utama yaitu korteks,
medula, dan pelvis. Ketiga bagian itu sangat penting bagi ginjal. Jika salah
satu bagian ginjal dibelah, maka kita akan dapat melihat lebih dalam lagi
bagian-bagian ginjal. Berikut adalah gambar ginjal beserta bagian-
bagiannya:
3
Berikut adalah penjelasan bagian-bagian di dalam ginjal:
1. Korteks di dalamnya terdapat jutaan nefron yang terdiri dari badan
malphigi. Badan malphigi tersusun atas glomerulus yang diselubungi kapsula
Bowman dan tubulus(saluran) yang terdiri dari tubulus kontortus proksimal,
tubulus kontortus distal, dan tubulus kolektivus.
2. Medula terdiri atas beberapa badan berbentuk kerucut (piramida).
Di sini terdapat lengkung henle yang menghubungkan tubulus kontortus
proksimal dan tubulus kontortus distal.
3. Pyramid ginjal sebagai tempat penyaringan dan pembentukan
urine serta merupakan bagian dari medulla yang dibagi menjadi segitiga.
4. Sinus renal merupakan rongga atau ruangan didalam ginjal yang
berisi pembuluh darah, pembuluh limfatik.
5. Jaringan adipose merupakan jaringan yang terbungkus fasia
ginjal. Jaringan ini membantali ginjal dan mempertahankan ginjal tetap
pada posisinya.
6. Calyces adalah suatu penampung berbentuk cangkir dimana urin
terkumpul sebelum mencapai kandung kemih melalui ureter.
7. Pelvis adalah tempat bermuaranya tubulus yaitu tempat
penampungan urin sementara yang akan dialirkan menuju kandung kemih melalui
ureter dan dikeluarkan dari tubuh melalui uretra.
8. Hilus merupakan tingkat cekungan tepi ginjal
9. Lobus ginjal merupakan bagian dari ginjal yang pada ginjal
terdapat beberapa lobus. Setiap lobus terdiri dari satu pyramid ginjal, kolumna
yang saling berdekatan, dan jaringan korteks yang melapisinya.
10. Kolum ginjal merupakan pembentukan dari kapiler-kapiler yang
menembus medulla yang terdapat pada korteks ginjal. Kolum ini terdiri dari
tubulus ginjal yang mengalirkan urine ke kaliks minor.
11. Kapsul ginjal merupakan jaringan ikat tipis yang menyelubungi
ginjal
12. Papilla ginjal merupakan ujung dari tiap pyramid ginjal yang
permukaannya memiliki penampilan seperti saringan karena banyaknya lubang-
lubang kecil tempat dimana tetesan urine lewat.
4
13. Ureter adalah suatu saluran muskuler berbentuk silinder yang
menghantarkan urin dari ginjal menuju kandung kemih.
5
paru. Hal ini mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi
pembuluh darah perifer dan merangsang kelenjar adrenal untuk
memperoduksi aldosteron.Kombinasi kedua inilah yang
mengakibatkan terjadinya hipertensi.
2.3 Etiologi
Cedera ginjal dapat terjadi secara (1) langsung akibat benturan yang
mengenai daerah pinggang atau (2) tidak langsung yaitu merupakan cedera
deselerasi akibat pergerakan ginjal secara tiba-tiba di dalam rongga
retroperitonium. Goncangan ginjal di dalam rongga retroperitonium menyebabkan
regangan pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika intima arteri
renalis. Robekan ini akan memacu terbentuknya bekuan-bekuan darah yang
selanjutnya dapat menimbulkan trombosis arteri renalis beserta cabang-
cabangnya. Cedera ginjal dipermudah jika sebelumnya sudah ada kelainan pada
ginjal, antara lain hidronefrosis, kista ginjal, atau tumor ginjal.
Tiga Penyebab Utama Trauma Ginjal yaitu :
1. Trauma Tumpul
Trauma tumpul sering menyebabkan luka
pada ginjal, misalnya karena kecelakaan kendaraan
bermotor, terjatuh atau trauma pada saat berolahraga.
Luka tusuk pada ginjal dapat karena tembakan atau
tikaman.
Trauma tumpul dibedakan menjadi : Trauma ginjal tumpul
a. Trauma langsung biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas,
olah raga, kerja atau perkelahian. Trauma ginjal biasanya menyertai
trauma berat yang juga mengenai organ organ lain.
b. Trauma tidak langsung misalnya jatuh dari ketinggian yang
menyebabkan pergerakan ginjal secara tiba tiba di dalam rongga
peritoneum. Kejadian ini dapat menyebabkan avulsi pedikel ginjal atau
robekan tunika intima arteri renalis yang menimbulkan trombosis.
6
2. Trauma Iatrogenik
Trauma iatrogenik pada ginjal dapat disebabkan oleh tindakan operasi atau
radiologi intervensi, dimana di dalamnya termasuk retrograde pyelography,
percutaneous nephrostomy, dan percutaneous lithotripsy. Dengan semakin
meningkatnya popularitas dari teknik teknik di atas, insidens trauma iatrogenik
semakin meningkat , tetapi kemudian menurun setelah diperkenalkan ESWL.
Biopsi ginjal juga dapat menyebabkan trauma ginjal .
3. Trauma Tajam
Trauma tajam seperti tembakan dan tikaman
pada abdomen bagian atas atau pinggang merupakan
10 20 % penyebab trauma pada ginjal di Indonesia.
Luka karena senjata api dan pisau merupakan
luka tembus terbanyak yang mengenai ginjal sehingga
bila terdapat luka pada pinggang harus dipikirkan
trauma ginjal sampai terbukti sebaliknya. Pada luka
tembus ginjal, 80% berhubungan dengan trauma
viscera abdomen.
Ada beberapa faktor yang turut menyebebkan terjadinya trauma ginjal.
Ginjal yang relatif mobile dapat bergerak mengenai costae atau corpus vertebrae,
baik karena trauma langsung ataupun tidak langsung akibat deselerasi. Kedua,
trauma yang demikian dapat menyebabkan peningkatan tekanan subcortical dan
intracaliceal yang cepat sehingga mengakibatkan terjadinya ruptur. Yang ketiga
adalah keadaan patologis dari ginjal itu sendiri.
Sebagai tambahan, jika base line dari tekanan intrapelvis meningkat maka
kenaikan sedikit saja dari tekanan tersebut sudah dapat menyebabkan terjadinya
trauma ginjal. Hal ini menjelaskan mengapa pada pasien yang yang memiliki
kelainan pada ginjalnya mudah terjadi trauma ginjal.
7
4. Distensi abdomen
5. Syok akibat trauma multisistem
6. Nyeri pada bagian punggung
7. Hematoma di daerah pinggang yang semakin hari semakin besar
8. Massa di rongga panggul
9. Ekimosis
10. Laserasi atau luka pada abdomen lateral dan rongga panggul
2.5 Patofisiologis
8
oklusi parsial maupun komplet pembuluh darah. Sejumlah darah besar dapat
terperangkap didalam rongga retroperitoneal sebelum dilakukan stabilisasi.
Keadaan ekstrem ini sering terjadi pada pasien yang datang di ruang gawat darurat
dengan kondisi stabil sementara terdapat perdarahan retroperitoneal. Korteks
ginjal ditutupi kapsul tipis yang cukup kuat.
Vena renalis kiri terletak ventral aorta sehingga luka penetrans didaerah ini
bisa menyebabkan trauma pada kedua struktur. Karena letaknya yang berdekatan
antara pankreas dan pole atas ginjal kiri serta duodenum dengan tepi medial ginjal
kanan bisa menyebabkan trauma kombinasi pada pankreas, duodenum dan ginjal..
Anatomi ginjal yang mengalami kelainan seperti hidronefrosis atau tumor maligna
lebih mudah mengalami ruptur hanya oleh adanya trauma ringan.
9
2.6 WOC TRAUMA GINJAL
TRAUMA GINJAL
10
intervensi bedah DX : resiko perdarahan cedera arteri dan vena renalis
11
2.7 Komplikasi
a. Komplikasi Awal
Komplikasi awal terjadi I bulan pertama setelah cedera
1. Urinoma
Terjadi < 1% kasus trauma ginjal. Jika kecil dan noninfeksius maka tidak
membutuhkan intervensi bedah. Bila besar perlu dilakukan pemasangan tube
ureter atau nefrostomi perkutan /endoskopik.
2. Delayed bleeding
Terjadi dalam waktu 2 minggu cedera. Bila besar dan simtomatik
dilakukan embolisasi.
3. Urinary fistula
Terjadi karena adanya urin yang tidak didrain atau infark segmen besar parenkim
gunjal.
4. Abses
Terdapat ileus, panas tinggi dan sepsis. Mudsah didrainase perkutan.
5. Hipertensi
Pada periode awal pasca operasi biasanya karena rennin mediated, transient dan
tidak membutuhkan tindakan .
b. Komplikasi Lanjut
Hidronefrosis, arteriovenous fistula, pielonefritis. Kalkulus, delayed hipertensi
Scarring pada daerah pelvis renis dan ureter pasca trauma bisa menyebabkan
obstruksi urine yang menyebabkan terbentuknya batu dan infeksi kronik. Fistula
arteriovenosa sering terjadi setelah luka tusuk yang ditandai dengan delayed bleeding.
Angiografi akan memperlihatkan ukuran dan posisi fistula.Pada sebagian besar kasus
mudah dilakukan penutupan fistula dengan embolisasi. Hipertensi delayed pasca
cedera ginjal karena iskemi ginjal merangsang aksis renin-angiotensin.
Ginjal sangat terlindungi oleh organ-organ disekitarnya sehingga diperlukan
kekuatan yang cukup yang bisa menimbulkan cedera ginjal. Namun pada kondisi
patologis seperti hidronefrosis atau malignansi ginjal maka ginjal mudah ruptur oleh
hanya trauma ringan. Mobilitas ginjal sendiri membawa konsekuensi terjadinya
cedera parenkim ataupun vaskuler.Sebagian besar trauma ginjal adalah trauma tumpul
dan sebagian besar trauma tumpul menimbulkan cedera minor pada ginjal yang hanya
membutuhkan bed rest.
12
Diagnosis trauma ginjal ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang. Pada pemeriksaan fisik digali mekanisme trauma serta
kemungkinan gaya yang menimpa ginjal maupun organ lain disekitarnya.
Pemeriksaan fisik diperlukan untuk menilai ABC nya trauma, local ginjal maupun
organ lain yang terlibat. Pada pasien ini mungkin ditemukan hematuria gross ataupun
mikroskopis atau mungkin tanpa hematuria.Bila kondisi tidak stabil walau dengan
resusitasi maka tidak ada pilihan kecuali eksplorasi segera .Pada pemeriksaan
penunjang plain photo bisa ditemukan patah tulang iga bawah, prosesus transversus
vertebra lumbal yang menunjukkan kecurigaan kita terhadap trauma ginjal.Pada
pemeriksaan IVU akurasinya 90% namun pada pasien hipotensi tidak bisa diharapkan
hasilnya. IVU juga tidak bisa menilai daerah retroperitoneal serta sangat sulit
melakukan grading. Pada kondisi tak stabil, maka hanya dilakukan one shot IVU yang
bisa menilai ginjal kontralateral. Pemeriksaan dengan CT scan merupakan gold
standard karena dengan alat ini bisa melakukan grading dengan baik. Bagian-bagian
infark ginjal terlihat, serta seluruh organ abdomen serta retroperitoneum juga
jelas. Pemeriksaan angiografi sangat baik dilakukan pada kecurigaan cedera
vaskuler. Dilakukan arteriografi apabila CT scan tidak tersedia. Kerugiannya
pemeriksaan ini invasif.
a. Laboratorium
Biasanya didapatkan adanya hematuri baik gross maupun
mikroskopis. Beratnya hematuri tidak berbanding lurus dengan beratnya kerusakan
ginjal. Pada trauma minor bisa ditemukan hematuri yang berat, sementara pada
13
trauma mayor bisa hanya hematuri mikroskopis. Sedangkan pada avulsi total vasa
renalis bahkan tidak ditemukan hematuri.Awalnya hematokrit normal namun
kemudian terjadi ppenurunan pada pemeriksaan serial. Temuan ini menandakan
adanya perdarahan retroperitoneal persisten yang menyebabkan terjadinya hematom
retroperitoneal yang besar. Perdarahan yang persisten jelas memerlukan tindakan
operasi. (McAninch,2000)
b. Imaging
1. Plain Photo
Adanya obliterasi psoas shadow menunjukkan hematom retroperitoneaal atau
ekstravasasi urin. Udara usus pindah dari posisinya. Pada tulang tampak fraktur
prosesus transversalis vertebra atau fraktur iga.(Donovan , 1994)
2. Intravenous Urography(IVU)
Pada trauma ginjal, semua semua trauma tembus atau trauma tumpul dengan
hemodinamik tidak stabil yang membutuhkan eksplorasi segera harus dilakukan
single shot high dose intravenous urography(IVU) sebelum eksplorasi ginjal.
Single shot IVU ini bersisi 2 ml/kgBB kontras standar 60% ionic atau non ionic
yang disuntikkan intra vena, diikuti satu pengambilan gambar abdomen 10 menit
kemudian. Untuk hasil yang baik sistol dipertahankan diatas 90 mmHg. Untuk
menghemat waktu kontras dapat disuntikkan pada saat resusitasi
awal. Keterbatasan pemeriksaan IVU adalah tak bisa mengetahui luasnya
trauma. Dengan IVU bisa dilihat fungsi kedua ginjal, adanya serya luasnya
ekstravasasi urin dan pada trauma tembus bisa mengetahui arah perjalanan peluru
pada ginjal. IVU sangat akurat dalam mengetahui ada tidaknya trauma
ginjal. Namun untuk staging trauma parenkim, IVU tidak spesifik dan tidak
sensitive. Pada pasien dengan hemodinamik stabil, apabila gambaran IVU
abnormal dibutuhkan pemeriksaa lanjutan dengan Computed Tomography(CT)
scan. Bagi pasien hemodinamik tak stabil, dengan adanya IVU abnormal
memerlukan tindakan eksplorasi.
3. CT Scan
Staging trauma ginjal paling akurat dilakukan dengan sarana CT scan. Teknik
noninvasiv ini secara jelas memperlihatkan laserasi parenkim dan ekstravasasi
urin, mengetahui infark parenkim segmental, mengetahui ukuran dan
lokasi hematom retroperitoneal, identifikasi jaringan nonviable serta cedera
terhadap organ sekitar seperti lien, hepar, pancreas dan kolon.(Geehan , 2003;
14
Brandes , 2003) CT scan telah menggantikan pemakaian IVU dan
arteriogram.Pada kondisi akut, IVU menggantikan arteriografi karena secara
akurat dapat memperlihatkan cedera arteri baik arteri utama atau segmental. Saat
ini telah diperkenalkan suatu helical CT scanner yang mampu melakukan
imaging dalam waktu 10 menit pada trauma abdomen. .(Brandes , 2003)
4. Arteriografi
Bila pada pemeriksaan sebelumnya tidak semuanya dikerjakan, maka
arteriografi bisa memperlihatkan cedera parenkim dan arteri utama. Trombosis
arteri dan avulsi pedikel ginjal terbaik didiagnosis dengan arteriografi terutama
pada ginjal yang nonvisualized dengan IVU. Penyebab utama ginjal nonvisualized
pada IVU adalah avulsi total pedikel, trombosis arteri, kontusio parenkim berat
yang menyebabkan spasme vaskuler. Penyebab lain adalah memang tidak adanya
ginjal baik karena kongenital atau operasi sebelumnya.(MC Aninch , 2000)
5. Ultra Sonography(USG)
Pemeriksa menggunakan USG yang terlatih dan berpengalaman dapat
mengidentifikasi adanya laserasi ginjal maupun hematom. Keterbatasan USG
adalah ketidakmampuan untuk membedakan darah segar dengan ekstravasasi
urin, serta ketidakmampuan mengidentifikasi cedera pedikel dan infark
segmental. Hanya dengan Doppler berwarna maka cedera vaskuler dapat
didiagnosis. Adanya fraktur iga , balutan, ileus intestinal, luka terbuka serta
obesitas membatasi visualisasi ginjal.(Brandes SB, 2003)
2.9 Penatalaksanaan
1. Konservatif
Tindakan konservatif ditujukan pada trauma minor. Pada keadaan ini
dilakukan observasi tanda-tanda vital (tensi, nadi, suhu tubuh), kemungkinan adanya
penambahan masa di pinggang, adanya pembesaran lingkar perut, penurunan kadar
hemoglombin dan perubahan warna urin pada pemeriksaan urin. Trauma ginjal minor
85% dengan hematuri akan berhenti dan sembuh secara spontan. Bed rest dilakukan
sampai hematuri berhenti.
2. Eksplorasi
a. Indikasi Absolut
15
Indikasi absolut adalah adanya perdarahan ginjal persisten yang ditandai oleh
adanya hematom retroperitoneal yang meluas dan berdenyut. Tanda lain adalah
adanya avulsi vasa renalis utama pada pemeriksaan CT scan atau arteriografi.
b. Indikasi Relatif
1) Jaringan Nonviable
Parenkim ginjal yang nekrosis lebih dari 25% adalah indikasi relatif
untuk dilakukan eksplorasi.
2) Ekstravasasi Urin
Ekstravasasi urin menandakan adanya cedera ginjal mayor. Bila
ekstravasasi menetap maka membutuhkan intervensi bedah.
3) Incomplete Staging
Penatalaksanaan nonoperatif dimungkinkan apabila telah dilakukan
pemeriksaan imaging untuk menilai derajat trauma ginjal. Adanya incomplete
staging memerlukan pemeriksaan imaging dahulu atau eksplorasi
/rekonstruksi ginjal. Pada pasien dengan kondisi tidak stabil yang
memerlukan tindakan laparotomi segera, pemeriksaan imaging yang bisa
dilakukan hanyalah one shot IVU di meja operasi. Bila hasil IVU abnormal
atau tidak jelas atau adanya perdarahan persisten pada ginjal harus dilakukan
eksplorasi ginjal.
4) Trombosis Arteri
arteri renalis bilateral komplit atau adanya ginjal soliter dibutuhkan
eksplorasi segera dan revaskularisasi.
5) Trauma Tembus
Pada trauma tembus indikasi absolut dilakukan eksplorasi adalah
perdarahan arteri persisten. Hampir semua trauma tembus renal dilakukan
tindakan bedah. Perkecualian adalah trauma ginjal tanpa adanya penetrasi
peluru intraperitoneum Luka tusuk sebelah posterior linea aksilaris posterior
relatif tidak melibatkan cedera organ lain.(Brandes, 2003)
3. Tindakan Invasif
Tindakan invasif/ pembedahan untuk pasien penderita trauma ginjal dapat
dilakukan penatalaksanaan ini apabila telah terjadi perdangan proliferasi jaringan
pada ginjal pada ginjal yang di sebabkan oleh tarauma.Prinsip dari tindakan invasif ini
adalah agar tidak terjadinya kerusakn ginjal lebih lanjut yang berakhir pada gagal
ginjal.
16
Sumber :
Corwin, Elizabeth J. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta
Kalim, Handono, 1996., Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
http://id.scribd.com/doc/81798526/Askep-Trauma-Ginjal
Corwin, Elizabeth J. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39768/4/Chapter%20II.pdf
http://urologimalang.com/download/Trauma%20Ginjal%282%29.pdf
17