Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada tahun 2010 jumlah remaja usia 10-24 tahun terdapat sekitar 64
juta atau 28,6% dari jumlah penduduk Indonesia. Permasalahan remaja yang
ada saat ini sangat komplek dan menghawatirkan. Hal ini ditunjukkan dengan
masih rendahnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi. Remaja
perempuan dan laki-laki yang mengetahui resiko kehamilan jika melakukan
hubungan seksual sekali masing-masing baru mencapai 49,5% dan 45,5%.
Remaja perempuan dan laki-laki usia 14-19 tahun yang mengaku mempunyai
teman pernah melakukan hubungan seksual pra nikah masing-masing
mencapai 34,7% dan 30,9%. Jumlah orang hidup dengan HIV dan AIDS
sampai dengan bulan september 2008 mencapai 15.136 kasus, 54,3% dari
angka tersebut adalah remaja (BKKBN 2012).
Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan
fisik, emosi dan psikis. Masa remaja yakni antara 10-19 tahun adalah suatu
periode masa pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa
pubertas. Masa remaja adalah periode peralihan dari masa anak ke masa
dewasa (Widyastuti : 2011).
Rasa ingin tahu terhadap masalah seksual pada remaja sangat penting
dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis.
Pada masa remaja informasi tentang masalah seksual sudah seharusnya mulai
diberikan supaya remaja tidak mendapatkan informasi yang salah dari sumber-
sumber yang tidak jelas misalnya, seperti mitos seputar seks, VCD porno,
situs porno di internet, dan lainnya akan membuat pemahaman dan persepsi
anak tentang seks menjadi salah. Pendidikan seks sebenarnya berarti
pendidikan seksualitas yaitu suatu pendidikan seksual dalam arti luas yang
meliputi berbagai aspek yang berkaitan dengan seks, diantaranya aspek
biologis, orientasi, nilai sosiokultur moral serta, perilaku (Notoadmodjo,
2010).

1
2

Penyakit Menular Seksual (PMS) dan Sexually Tansmitted Infection


(STI) adalah penyakit infeksi yang ditularkan melalui aktifitas seksual dengan
pasangan yang menderita infeksi. Dari sudut pandang klinis dan kesehatan
masyarakat, Penyakit Menular Seksual (PMS) merupakan salah satu jejak
yang bisa ditelusuri serta dapat menggambarkan corak perjalanan seksualitas
seorang anak menuju usia remaja. Secara umum perkembangan yang sehat
adalah bila mana anak tumbuh menjadi seorang remaja yang sehat fisik
maupun psikologis serta terhindar dari cacat sosial seperti kecanduan narkoba,
perilaku seks bebas, tindakan kriminal, dan lain-lain. Secara seksual
perkembangan yang dianggap berhasil seperti membangun hubungan antara
mereka yang akrab dan kasih sayang tanpa sampai terjadi kehamilan yang
tidak dikehendaki, atau terjangkit penyakit menular seksual (Duarsa, 2010).
Ada beberapa faktor penyebab yang saling terkait satu sama lain dari
timbulnya perubahan-perubahan sikap remaja terhadap seks bebas pada saat
ini antara lain usia pubertas rata-rata remaja yang lebih dini, kecendrungan
penundaan usia nikah, peningkatan dorongan seks pada usia remaja, kurang
memadainya pengetahuan remaja tentang proses kesehatan reproduksi, jumlah
remaja yang sexually active, miskinnya pelayanan dan bimbingan tentang
Kesehatan Repoduksi remaja, dan pengaruh negatif budaya. Perubahan sikap
dan prilaku seksual remaja ini pada gilirannya mengakibatkan peningkatan
masalah seksual seperti meningkatnya prilaku seks bebas, penyakit kelamin,
tingkat mortalitas ibu dan bayinya, aborsi, pernikahan usia muda dan masalah
kehamilan tidak dikehendaki, prilaku seks bebas berdampak besar pada remaja
putri. Berbagai tulisan, ceramah maupun seminar yang mengupas berbagai
segi kehidupan remaja, termasuk kenakalan remaja, prilaku seksual remaja
dan hubungan remaja dengan orangtuanya, menunjukkan seriusnya masalah
ini dirasakan oleh masyarakat (Sarwono, 2011).
Dampak yang timbul akibat Penyakit Menular Seksual (PMS) ini,
khususnya pada remaja tidak dapat diabaikan begitu saja. Akibat-akibat yang
sering terjadi adalah penyulit atau penjalaran penyakit pada organ tubuh
lainnya seperti terjadi pada penyakit gonore dan sifilis. Infeksi PMS terutama
gonore dan infeksi klamidia pada alat-alat repoduksi perempuan dapat
3

mengakibatkan kemandulan, penyakit radang panggul dan kehamilan diluar


kandungan. PMS dapat mempermudah penularan HIV/AIDS dari seseorang
ke orang lain (Soerjningsih 2004).
Tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi (kespro) dikalangan
remaja masih rendah. Rentannya kaum remaja akan melakukan hal negatif
membuat BKKBN memfokuskan diri memberikan pemahaman kepada
remaja tentang kesehatan reproduksi semenjak dini (BKKBN, 2012)
Pengetahuan seseorang tentang suatu objek juga mengandung dua
aspek yaitu positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akan menentukan
sikap seseorang terhadap objek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari
objek yang diketahui akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap objek
tersebut. Pengetahuan remaja tentang penyakit menular seksual diharapkan
dapat membentuk sikap remaja untuk responsif terhadap seks bebas yang
muncul dan akan berprilaku mendatangi fasilitas kesehatan sehingga tidak
terjadi keterlambatan penanganan. Pengetahuan tentang kesehatan dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu pendidikan, paparan media, ekonomi, pengalaman,
pekerjaan. Semakin bertambahnya pengetahuan masyarakat maka akan
semakin tinggi keinginan untuk mengetahui kesehatan dalam dirinya dan juga
akan menambah suatu tingkah laku atau kebiasaan yang sehat dalam diri
masyarakat (Notoadmodjo, 2010).
Menurut data statistik Kementrian Kesehatan Republik Indonensia
kejadian PMS di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1.1 Jumlah Penderita PMS di Indonesia
Tahun Jumlah Penderita PMS
2013 19.340
2014 7875
2015 6081
Sumber : Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2016
4

Menurut profil kesehatan Provinsi Kalimantan Barat tahun 2015


jumlah kasus PMS dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1.2 Jumlah Penderita PMS di Provinsi Kalimantan Barat
Jumlah Penderita PMS
Kabupaten / Kota
Remaja Seluruhnya
Kota Pontianak 54 162
Sintang 49 158
Kota Singkawang 45 107
Kubu Raya 39 78
Sambas 20 52
Sanggau 17 44
Landak 15 77
Ketapang 12 49
Sumber : Profil Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar (2015)

Data yang didapat dari Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar penderita


PMS di Kota Pontianak menunjukkan angka yang lebih tinggi dari jumlah
PMS di Kabupaten/Kota Kalimantan Barat lainnya.
Data yang didapat dari Dinas Kesehatan Kota Pontianak penderita
PMS pada remaja tahun 2013, yaitu 85 orang, sedangkan pada tahun 2014
berjumlah 98 orang, dan pada tahun 2015 berjumlah 54 orang.
Tabel 1.3 jumlah Penderita PMS di Puskesmas Gang Sehat
Penderita Remaja
No Nama Penyakit
2015 2016
1 Gonorrhea 10 orang 12 orang
2 Syphilis 1 orang -
3 Candidiasis 1 orang -
4 Herves genital - 2 orang
5 Bakteri vaginosis 2 orang 1 orang
6 Kandilomaakuminata 4 orang 8 orang
Jumlah 18 orang 23 orang
Sumber : Data Puskesmas Gang Sehat 2015 dan 2016
Hasil survei pendahuluan yang dilakukan di SMK LKIA Pontianak
dari 10 siswi yang dilakukan wawancara langsung, terdapat 2 orang siswi
yang mengetahui tentang jenis Penyakit Menular Seksual (PMS) dari
media elektronik, sedangkan 8 orang siswi belum mengetahui tentang
Penyakit menular Seksual (PMS), kemudian di SMK LKIA Pontianak
tersebut belum pernah dilakukan penyuluhan tentang Penyakit Menular
5

Seksual (PMS). Atas dasar pentingnya pengetahuan tentang kesehatan


reproduksi secara dini khususnya pada remaja putri untuk mencegah
terjadinya Penyakit Menular Seksual pada remaja, maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian tentang “Perbedaan pengetahuan remaja putri
tentang Penyakit Menular Seksual (PMS) sebelum dan sesudah diberikan
penyuluhan di SMK LKIA Pontianak tahun 2018”.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Apakah ada perbedaan pengetahuan remaja putri tentang
penyakit menular seksual (PMS) sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan
di SMK LKIA Pontianak”.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan
pengetahuan remaja putri tentang penyakit menular seksual (PMS)
sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan di SMK LKIA Pontianak.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui pengetahuan remaja putri tentang Penyakit Menular
Seksual (PMS) sebelum diberikan penyuluhan di SMK LKIA
Pontianak
b. Untuk mengetahui pengetahuan remaja putri tentang Penyakit Menular
Seksual (PMS) sesudah diberikan penyuluhan di SMK LKIA
Pontianak
c. Untuk menganalisis perbedaan pengetahuan remaja putri tentang
penyakit menular seksual (PMS) sebelum dan sesudah diberikan
penyuluhan di SMK LKIA Pontianak.
6

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:
1. Bagi SMK LKIA Kota Pontianak
Dengan adanya penelitian ini peneliti berharap agar dapat dijadikan
informasi bagi sekolah mengenai pengetahuan remaja putri tentang
pendidikan seksual dan Penyakit Menular Seksual (PMS).
2. Bagi Jurusan Kebidanan Potekkes Kemenkes Pontianak
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan untuk menambah
kepustakaan dan referensi untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan
dengan pendidikan seksual dan Penyakit Menular seksual (PMS)
3. Bagi Peneliti
Untuk dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama
menjalani perkuliahan Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Pontianak
serta dapat menambah wawasan tentang Penyakit Menular Seksual (PMS).

E. Keaslian Penelitian
Adapun penelitian serupa tentang pengetahuan tentang penyakit menular
seksual, meliputi :
Tabel 1.4 Keaslian Penelitian
No Peneliti Judul metode Hasil
1 Siti Hubungan Survey Responden jenis kelamin
(2012) pengetahuan analitik perempuan dan mempunyai
remaja tentang dengan pengetahuan yang tinggi yaitu
penyakit pendekatan 140 orang (48,3%)
menular cross Responden jenis kelamin laki-
seksual dengan sectional laki dan mempunyai
jenis kelamin pengetahuan yang tinggi yaitu
dan sumber 74 orang (25,5%)
informasi di Hasil uji statistik diperoleh P=
SMAN 3 0.00 (P>0,05)
Banda Aceh Media massa diperoleh 137
responden (76,7%)
Teman 37 orang (12,8%)
Hasil uji statistik diperoleh
P=0.00 (P<0,05)
7

2 Aria Hubungan Deskriptif Didapat dari 96 responden


(2010) tingkat korelasional yang mempunyai:
pengeathuan - Pengetahuan Baik 43 orang
dan sikap (44,8%)
masyarakaat - Usia 20-26 tahun 72 orang
terhadap (75%)
Penyakit - Perempuan 59 orang
Menular (61,5%)
Seksual di - SMA 48 orang (50%)
Puskesmas - Mahasiswa 57 orang
Padang Bulan (59,4%)
Medan - Sikap positif 88 orang
(91,7%)
3 Themy Pengaruh Eksperimen Didapat dari 29 responden
(2007) edukasi semu pekerja seks komersial di
tentang dengan one jalanan Yogyakarta
penyakit group mempunyai:
menular pretest- Persentase berdasarkan nilai
seksual (PMS) posttest pengetahuan terhadap
terhadap pendidikan, umur, dan lama
pengetahuan kerja paling tinggi:
dan sikap SLTP: 91%, 21-40 tahun:
pekerja seks 10,5%, >4 tahun :11,4%
komersial Persentase nilai sikap terhadap
(PSK) pendidikan, umur, dan lama
dijalanan kerja paling tinggi: SLTP:
Yogyakarta 23,3%, 21-40 tahun: 11,7%,
>4 tahun: 12,5%
4 Fenti Hubungan Survey dan Didapat dari 89 responden
(2006) pengetahuan pendekatan responden yang mempunyai :
dan sikap cross - Pengetahuan Baik71,9%
seksual dengan sectional - Pengetahuan Cukup 62,0%
upaya - Pengetahuan Kurang 73%
pencegahan Hasil uji bivariat analitik
terhadap menunjukkan adanya
penyakit (nilai p = 0,549 dan 0,569).
menular
seksual

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu terletak


pada tempat, waktu, populasi dan sampel. Peneliti meneliti perbedaan
pengetahuan remaja putri tentang Penyakit Menular Seksual (PMS) sebelum
dan sesudah diberikan penyuluhan pada remaja putri di SMK LKIA Pontianak
tahun 2018.
8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan
1. Pengertian
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung,
telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan
sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi intensitas
perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan
seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga) dan indera
penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2010).
2. Cara memperoleh pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2010) dari berbagai macam cara yang telah
digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah,
dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni :
a. Cara tradisional atau non ilmiah
Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan, sebelum ditemukannya metode ilmiah. Cara-
cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain meliputi:
1) Cara coba salah (trial and error) cara coba salah ini dilakukan
dengan menggunakan kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba
kemungkinan ke empat dan seterusnya sampai masalah tersebut
dapat terpecahkan.
2) Cara kekuasaan atau otoritas pengetahuan diperoleh berdasarkan
pada otoritas atau kekuasaan baik tradisi, otoritas pemerintah,
otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.
3) Berdasarkan pengalaman pribadi hal ini dilakukan dengan cara
mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.

8
9

b. Cara Modern
Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih populer
disebut metodologi penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh
Francis Bacon (1561-1626), kemudian dikembangkan oleh Deovold
Van Daven. Akhirnya lahir suatu cara untuk melakukan penelitian
yang dewasa ini kita kenal dengan penelitian ilmiah.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan ialah :
a. Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun
orang lain. Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas
pengetahuan seseorang.
b. Tingkat pendidikan
Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan
seseorang. Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi
akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan
seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah.
c. Keyakinan
Biasanya keyakinan diperoleh secara turun-temurun dan tanpa
adanya pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruhi
pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif maupun
negatif.
d. Fasilitas
Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat
mempengaruhi pengetahuan seseorang, misalnya radio, televisi,
majalah, koran, dan buku.
e. Penghasilan
Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan
seseorang. Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia
akan mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas
sumber informasi.
10

f. Sosial Budaya
Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat
mempengaruhi pengetahuan, persepsi dan sikap seseorang terhadap
sesuatu.

B. Remaja
1. Pengertian
Remaja atau “adolescence” (Inggris) berasal dari bahasa Latin
“adolescere” yang berarti tumbuh kearah kematangan. Kematangan yang
dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik saja, tetapi juga
kematangan sosial dan psikologi (Intan, 2012).
Menurut World Health Organization (WHO) (dalam Sarwono,
2003) mendefinisikan remaja lebih bersifat konseptual, berdasarkan 3
(tiga) kriteria, yaitu : biologis, psikologis, dan sosial ekonomi, dengan
batasan usia antara 10-20 tahun, yang secara lengkap definisi tersebut
berbunyi sebagai berikut :
a. Remaja adalah situasi masa ketika individu berkembang dari saat
pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekunder sampai saat
ia mencapai kematangan seksual.
b. Remaja adalah suatu masa ketika individu mengalami perkembangan
psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.
c. Remaja adalah suatu masa ketika terjadi peralihan dari ketergantungan
sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.
2. Ciri – ciri masa remaja
Masa remaja (10-19) adalah masa yang khusus dan penting, karena
merupakan periode pematangan organ reproduksi manusia. Masa remaja
disebut juga masa pubertas, merupakan masa transisi yang unik ditandai
dengan berbagai perubahan fisik, emosi dan psikis (Saroha, 2009).
Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan
dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri remaja menurut Hurlock
(2004), antara lain:
a. Masa remaja sebagai periode yang penting yaitu perubahan-perubahan
yang dialami masa remaja akan memberikan dampak langsung pada
11

individu yang bersangkutan dan akan mempengaruhi perkembangan


selanjutnya.
b. Masa remaja sebagai periode pelatihan. Disini berarti perkembangan
masa kanak-kanak lagi dan belum dapat dianggap sebagai orang
dewasa. Status remaja tidak jelas, keadaan ini memberi waktu padanya
untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola
perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya.
c. Masa remaja sebagai periode perubahan, yaitu perubahan pada emosi,
perubahan tubuh, minat, dan peran (menjadi dewasa yang mandiri),
perubahan pada nilai-nilai yang dianut, serta keinginan akan kebebasan.
d. Masa remaja adalah masa yang tidak realistis. Remaja cenderung
memandang kehidupan dari kaca mata berwarna merah jambu, melihat
dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan
sebagaimana adanya terlebih dalam cita-cita.
3. Tahap perkembangan Masa remaja
Menurut Soerjningsih (2004) Perkembangan fisik termasuk organ
seksual serta peningkatan kadar hormon reproduksi atau hormon seks baik
pada anak laki-laki maupun pada anak perempuan akan menyebabkan
perubahan prilaku seksual remaja secara keseluruhan. Perkembangan
seksual tersebut sesuai dengan beberapa fase mulai dari pra remaja, remaja
awal, remaja menengah sampai pada remaja akhir.
a. Pra remaja
Masa pra remaja adalah suatu tahap untuk memasuki tahap remaja
yang sesungguhnya. Pada masa pra remaja ada beberapa indikator
yang telah dapat ditentukan untuk menentukan identitas gender laki-
laki atau perempuan. Ciri-ciri perkembangan seksual pada masa ini
antara lain ialah perkembangan fisik yang masih tidak banyak beda
dengan sebelumnya. Andai kata ada perubahan fisik maka perubahan
tersebut masih amat sedikit dan tidak menyolok. Pada masa pra remaja
ini mereka sudah mulai senang mencari tahu informasi tentang seks
dan mitos seks baik dari teman sekolah, keluarga atau dari sumber
12

lainnya. Penampilan fisik dan mental secara seksual tidak banyak


memberikan kesan berarti.
b. Remaja awal
Merupakan tahap awal / permulaan, remaja sudah mulai tampak
ada perubahan fisik yaitu fisik sudah mulai matang dan berkembang.
Pada masa ini remaja sudah mulai mencoba melakukan onani karena
telah seringkali terangsang secara seksual akibat pematangan yang
dialami. Rangsangan ini diakibatkan oleh faktor internal yaitu
meningkatnya kadar testosteron pada laki-laki dan estrogen pada
remaja perempuan. Hampir sebagian besar dari laki-laki pada periode
ini tidak bisa menahan untuk tidak melakukan onani sebab pada masa
ini mereka seringkali mengalami fantasi. Selain itu tidak jarang dari
mereka yang memilih untuk melakukan aktifitas non fisik untuk
melakukan fantasi atau menyalurkan perasaan cinta dengan teman
lawan jenisnya yaitu dengan bentuk hubungan telepon, atau
mempergunakan sarana komputer.
c. Remaja menengah
Pada masa remaja menengah, para remaja sudah mengalami
pematangan fisik secara penuh yaitu anak laki-laki sudah mengalami
mimpi basah sedangkan anak perempuan sudah mengalami haid. Pada
masa ini gairah seksual remaja sudah mencapai puncak sehingga
mereka mempunyai kecendrungan mempergunakan kesempatan untuk
melakukan sentuhan fisik. Namun demikian perilaku seksual mereka
masih secara alamiah. Mereka tidak jarang melakukan pertemuan
untuk bercumbu bahkan kadang-kadang mereka mencari kesempatan
untuk melakukan hubungan seksual.
d. Remaja akhir
Pada masa remaja akhir, remaja sudah mengalami perkembangan
fisik secara penuh sudah seperti orang dewasa. Mereka telah
mempunyai perilaku seksual yang sudah jelas dan mereka sudah mulai
mengembangkannya dalam bentuk pacaran.
13

C. Penyakit Menular Seksual


1. Pengertian
Penyakit menular seksual (PMS) merupakan salah satu infeksi
saluran reproduksi (ISR) yang ditularkan melalui hubungan kelamin.
Infeksi saluran reproduksi merupakan infeksi yang disebabkan oleh masuk
dan berkembangbiaknya kuman penyebab infeksi ke dalam saluran
reproduksi. Kuman penyebab infeksi tersebut dapat berupa jamur, virus
dan parasit. Walau PMS dapat disebabkan oleh kuman yang berbeda,
namun sering memberi keluhan dan gejala yang sama. Sebagai contoh, pus
(cairan nanah) yang keluar dari saluran kencing laki-laki (uretra) atau dari
liang senggama wanita (vagina), dan borok pada kelamin, merupakan
keluhan sekaligus gejala PMS yang umum dijumpai (Intan dan Iwan,
2012).
Penyakit Menular Seksual (PMS) merupakan salah satu infeksi
saluran reproduksi (ISR) yang cara penularan utamanya adalah melalui
hubungna kelamin tetapi dapat juga ditularkan melalui transfusi darah atau
kontak langsung dengan cairan darah atau produk darah, dan dari ibu ke
anak selama kehamilan, pada persalinan atau sesudah bayi lahir. PMS dapat
disebabkan oleh bakteri, jamur, virus dan parasit (Saroha,2009 ; 340).
2. Jenis – Jenis Penyakit Menular Seksual (PMS)
Beberapa penyakit seksual yang sering terjadi menurut Intan (2012)
adalah :
a. Gonore (GO atau kencing nanah)
Penyebabnya adalah bakteri Nisseria gonorrhea dengan masa
inkubasi antara 2-10 hari setelah masuk kedalam tubuh. Umumnya
pada wanita tidak menimbulkan tanda dan gejala. Tanda dan gejala ini
biasa ditemukan pada sebagian wanita ketika melakukan pemeriksaan
antenatal dan pemeriksaan IUD, seperti keputihan kental berwarna
kekuningan, nyeri pada pinggul, sakit sewaktu menstruasi, dan
urethritis yang menimbulkan keluhan nyeri saat kencing.
Orang yang terkena infeksi gonorrhea dapat mengalami
komplikasi seperti radang panggul, kemandulan, infeksi pada mata
14

bayi yang baru dilahirkan dan dapat mengakibatkan kebutaan, serta


lahir muda (prematur), cacat bayi, atau bayi lahir mati.
b. Sifilis (raja singa)
Penyebabnya kuman Treponema pallidum dengan masa tanpa
gejala antara 2-6 minggu bahkan terkadang sampai tiga bulan sesudah
kuman masuk dalam tubuh melalui hubungan seksual.
Gejala yang ditinjukkan adalah luka pada kemaluan tanpa rasa
nyeri, biasanya tunggal dan kadang-kadang bisa sembuh sendiri;
bintil/bercak merah ditubuh, tanpa gejala klinis yang jelas; kelainan
saraf, jantung, pembuluh darah dan kulit.
Komplikasi
1) Dapat menimbulkan kerusakan berat pada otak dan jantung jika
tidak diobati
2) Selama masa kehamilan dapat ditularkan pada bayi dalam
kandungan dan dapat menyebabkan keguguran atau lahir cacat
3) Memudahkan penularan HIV.
c. Herpes Genitalis
Herpes Genitalis disebabkan oleh virus Herpes simplex tipe 1
dan 2 dengan masa inkubasi 4-7 hari setelah virus berada dalam tubuh,
dimulai dengan rasa terbakar atau kesemutan pada tempat masuknya
virus. Bagian tubuh yang paling banyak terinfeksi adalah kepala penis
dan preputium (bagian yang disunat) serta bagian luar alat kelamin,
vagina dan serviks.
Gejala :
1) Bintil-bintil berkelompok seperti anggur berair dan nyeri pada
kemaluan.
2) Kemudian pecah dan meninggalkan luka yang kering berkerak, lalu
hilang dengan sendirinya.
3) Dapat muncul lagi seperti gejala awal, biasanya hilang dan timbul,
kambuh apalagi ada faktor pencetus, misalnya karena stres,
menstruasi, makan / minum beralkohol, hubungan seks berlebihan,
dan bisa menetap seumur hidup.
15

4) Membesarnya kelenjar getah bening di selangkangan


5) Sulit buang air kecil
Komplikasi
1) Rasa nyeri berasal dari saraf
2) Tertular pada bayi dan menyebabkan lahir muda, cacat bayi, dan
lahir mati,
3) Radang tenggorokan (faringitis)
4) Infeksi selaput otak (meningitis)
5) Tertular HIV
6) Kanker leher rahim
d. Trikomonas vaginalis
Infeksi ini disebabkan oleh sejenis protozoa Trikomonas
vaginalis, dengan masa inkubasi 3-28 hari setelah kuman masuk
kedalam tubuh melalui hubungan seksual.
Gejala:
1) Keputihan encer, berwarna kekuningan, berbusa, dan berbau busuk
2) Vulva agak membengkak, kemerahan, gatal, dan mengganggu
Komplikasi:
1) Lecet disekitar kemaluan
2) Kelahiran prematur
3) Tertular HIV
e. Klamidia
Infeksi saluran reproduksi yang disebabkan oleh Clamidia
trachomatis
Gejala :
1) Pada umumnya tidak menimbulkan gejala
2) Keluar cairan vagina “keputihan encer” berwarna putih kekuningan
3) Nyeri di rongga panggul
4) Perdarahan setelah hubungan seksual
Komplikasi:
1) Penyakit radang panggul
2) Kemandulan
16

3) Kehamilan diluar kandungan


4) Infeksi mata berat
5) Radang paru-paru pada bayi baru lahir
6) Tertular HIV.
f. Ulkus mole (chancroid / sankroid)
Ulkus mole disebabkan infeksi bakteri Haemophillusducreyi
yang menular karena hubungan seksual.
Gejala:
1) Luka-luka dan nyeri, tanpa radang jelas
2) Benjolan mudah pecah dilipatan paha disertai sakit.
Komplikasi :
1) Luka dan infeksi hingga mematikan jaringan disekitarnya
2) Tertular HIV
g. Kondiloma akuminata
Kondiloma akuminata disebabkan oleh virus Human papilloma
tipe 6 dan 11 dengan masa inkubasi 2-3 bulan setelah kuman masuk ke
dalam tubuh. Gejala yang bisa terlihat adalah adanya satu atau
beberapa kutil (lesi) di daerah kemaluan dan lesi ini dapat membesar.
h. Kandidiasis (jamur)
Infeksi Kandidiasis disebabkan oleh jamur candida albicans
yang pada umumnya terdapat di susu dan vagina. Gejala yang
ditimbulkan biasa berupa keputihan menyerupai keju disertai lecet
serta rasa gatal dan iritasi di daerah bibir kemaluan dan berbau khas,
akibatnya dapat memudahkan penularan HIV/ AIDS.
i. HIV / AIDS
1) Pengertian HIV
HIV singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yaitu
sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia.
Virus HIV akan masuk dalam sel darah putih dan merusaknya,
sehingga sel darah putih yang berfungsi sebagai pertahanan
terhadap infeksi akan menurun jumlahnya. Akibatnya sistem
17

kekebalan tubuh menjadi lemah dan penderita mudah terkena


berbagai penyakit.
2) Pengertian AIDS
AIDS singkatan dari ArquiredImmuno Deficiency Syndrom,
yaitu kumpulan gejala penyakit (sindrom) yang didapat akibat
turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV.
Ketika individu sudah tidak lagi memiliki sistem kekebalan
tubuh, maka semua penyakit dapat masuk ke dalam tubuh dengan
mudah (infeksi opurtunistik). Oleh karena sistem kekebalan
tubuhnya menjadi sangat lemah, maka penyakit yang tadinya tidak
berbahaya akan menjadi sangat berbahaya.
3) Hal-hal yang perlu diketahui tentang HIV / AIDS
a) Sekali virus HIV masuk ke dalam tubuh, virus tersebut akan
menetap dalam tubuh untuk selamanya.
b) Virus HIV hidup dalam darah, air mani, cairan dalam jalan
lahir, air liur, air mata, dan cairan tubuh lainnya.
c) Sebagian besar infeksi HIV ditularkan melalui hubungan
seksual, di samping juga melalui jarum suntik dan transfusi
darah serta penularan dari ibu kepada janinnya.
d) HIV tidak hanya menular pada kaum homoseksual.
e) Wanita lima kali lebih mudah tertular HIV / AIDS daripada
laki-laki, karena bentuk alat kelamin wanita lebih luas
permukaannya sehingga mudah terpapar oleh cairan mani yang
tinggal lebih lama dalam tubuh.
f) Perlukaan pada saluran kelamin memudahkan masuknya virus
HIV.
g) Hubungan seks melalui anus lebih berisiko dalam penularan
daripada cara hubungan seks lainnya, karena jaringan anus
lebih lembut.
h) Kekerasan seksual atau hubungan seksual dengan gadis remaja
lebih memudahkan terjadinya penularan.
i) HIV tidak menular melalui:
18

(1) Kontak tangan dan sentuhan


(2) Pemakaian kamar mandi yang sama
(3) Ciuman
(4) Berenang bersama
(5) Keringat
(6) Batuk atau bersin
(7) Makan dan minum bersama
(8) Gigitan nyamuk
4) Pencegahan penularan HIV/AIDS
a) Melakukan hubungan hanya dengan satu pasangan yang setia
atau menghindari hubungan-hubungan seksual dengan
pasangan yang berganti-ganti.
b) Mempunyai prilaku seksual yang bertanggung jawab dan setia
pada pasangan.
c) Setiap darah transfusi dicek terhadap HIV dan donor darah
kepada sanak saudara lebih sehat dan aman dibandingkan
donor darah profesional.
d) Menghindari injeksi, periksa dalam, prosedur pembedahan
yang tidak steril dari petugas kesehatan yang tidak bertanggung
jawab.
3. Cara Penularan Penyakit Menular Seksual (PMS)
Beberapa cara penularan PMS menurut Ditjen PPM & PLP (1997)
yaitu melalui :
a. Hubungan seks lewat liang senggama tanpa kondom
b. Hubungan seks lewat dubur tanpa kondom
c. Seks oral tanpa menggunakan kondom
4. Cara Mencegah Penyakit Menular Seksual (PMS)
Menurut WHO (2007), pencegahan penyakit menular seksual terdiri
dari dua bagian, yakni pencegahan primer dan pencegahan sekunder.
Pencegahan primer terdiri dari penerapan prilaku seksual yang aman dan
penggunaan kondom. Sedangkan pencegahan sekunder dilakukan dengan
menyediakan pengobatan dan perawatan pada pasien yang sudah terinfeksi
19

oleh infeksi menular seksual. Pencegahan sekunder bisa dicapai melalui


promosi prilaku pencarian pengobatan untuk infeksi menular seksual,
pengobatan yang cepat dan tepat pada pasien serta pemberian dukungan
dan konseling tentang infeksi menular seksual dan HIV.
Menurut Depkes RI (2006), langkah terbaik untuk mencegah
penyakit menular seksual adalah menghindari kontak langsung dengan
cara berikut:
a. Menunda kegiatan seks bagi remaja (abstinensia).
b. Menghindari bergonta-ganti pasangan seksual.
c. Memakai kondom dengan benar dan konsisten.
Selain pencegahan diatas, pencegahan penyakit menular seksual juga
dapat dilakukan dengan mencegah masuknya transfusi darah yang belum
diperiksa kebersihannya dari mikroorganisme penyebab penyakit menular
seksual, berhati-hati dalam menangani segala sesuatu yang berhubungan
dengan darah segar, mencegah pamakaian alat-alat yang tembus kulit
(jarum, suntik, alat tindik) yang tidak steril, dan menjaga kebersihan alat
reproduksi sehingga meminimalisir panularan.
5. Bahaya Penyakit Menular Seksual (PMS)
Berdasarkan UNAIDS dan WHO (1998) ada beberapa bahaya yang
dapat ditimbulkan jika seseorang terdeteksi mengidap PMS, yaitu :
a. Kebanyakan PMS dapat menyebabkan kita sakit.
b. Beberapa PMS dapat menyebabkan kemandulan.
c. Beberapa PMS dapat menyebabkan keguguran.
d. PMS dapat menyebabkan kanker leher rahim.
e. Beberapa PMS dapat merusak penglihatan, otak dan hati.
f. PMS dapat menular kepada bayi.
g. PMS dapat menyebabkan kita rentan terhadap HIV/AIDS.
h. Beberapa PMS ada yang tidak bisa disembuhkan.
i. Beberapa PMS seperti halnya HIV / AIDS dapat menyebabkan
kematian.
20

6. Risiko Terkena Penyakit Menular Seksual (PMS)


Perempuan lebih rentan berisiko tertular PMS dibandingkan dengan
laki-laki. Menurut Ditjen PPM & PLP (1997) hal ini disebabkan karena:
a. Saat berhubungan seks, dinding vagina dan leher rahim langsung
terpapar oleh cairan sperma. Jika sperma terinfeksi oleh PMS, maka
perempuan tersebut bisa terinfeksi.
b. Jika perempuan terinfeksi PMS, dia tidak selalu menunjukkan gejala.
Tidak munculnya gejala dapat menyebabkan infeksi meluas dan
menimbulkan komplikasi.
c. Banyak orang khususnya perempuan dan remaja enggan untuk mencari
pengobatan karena mereka tidak ingin keluarga atau masyarakat tahu
mereka menderita PMS.
7. Pengobatan Penyakit Menular Seksual (PMS)
Berdasarkan Ditjen PPM & PLP (1997) yang harus dilakukan
seseorang jika terkena atau curiga terkena PMS setelah dilakukan
pemeriksaan laboratorium adalah:
a. Setiap PMS obatnya berbeda. Jadi periksakan diri ke dokter untuk
mengetahui jenis penyakit dan pengobatannya karena tidak
sembarangan obat bisa dipakai untuk mengobati semuanya.
b. Selalu minum obat yang diberikan dokter sesuai dengan aturan yang
diberikan. Habiskan obat yang diberikan walaupun sakitnya sudah
berkurang. Karena hal tersebut dapat berbahaya, sering bibit penyakit
belum mati sehingga dapat menyebabkan bibit penyakit tersebut
menjadi kebal terhadap obat yang diberikan.
c. Selama pengobatan jangan melakukan hubungan seks dulu supaya
luka-luka PMS dapat sembuh. Kalaupun berhubungan seks sebaiknya
gunakan kondom.
d. Periksakan diri ke dokter jika obat sudah habis untuk memastikan PMS
yang di derita benar-benar sudah sembuh. Dan bawalah pasangan
seksual anda agar tidak tertular ulang.
21

D. Kerangka Teori
Kerangka teori adalah diperlukan dalam setiap penelitian untuk
memberikan landasan teoritis bagi peneliti dalam menyelesaikan masalah
dalam proses penelitian.

PROSES
INPUT
(pengetahuan (pendidikan
individu tentang kesehatan)
kesehatan)
Metode :
Internal : OUTPUT
- Penyuluhan
- Pendidikan - Seminar (pengetahuan
- pengalaman - Diskusi kesehatan)
kelompok
Eksternal : - Bermain peran
- informasi Media :
- status
ekonomi - Leaflet
- hubungan - Lembar balik
sosial - Poster
- Budaya - Booklet
- Audio video
BAB III

Gambar 2.1
Modifikasi Kerangka Teori menurut Donabedian (1980)
Dalam Notoatmodjo (2010)
22

BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL

A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan dasar pemikiran pada penelitian yang
dirumuskan dari fakta-fakta, observasi dan tinjauan pustaka. Uraian dalam
kerangka konsep menjelaskan hubungan dan keterkaitan antar variabel
penelitian (Setiawan, 2010).
Pretest Perlakuan Postest

Pengetahuan Pengetahuan
Hipotesis Penyuluhan
Sebelum Sesudah

Gambar 3.1
Kerangka Konsep Penelitian

B. Hipotesis
Saryono (2011) mengatakan hipotesis penelitian sebagai terjemahan
dari tujuan penelitian ke dalam dugaan yang jelas. Hipotesis merupakan
prediksi hasil penelitian yaitu hubungan yang diharapkan antar variabel.
Berdasarkan kerangka teori dan konsep di atas, maka dapat ditetapkan
hipotesis penelitian yaitu ada perbedaan pengetahuan sebelum dan sesudah
diberikan penyuluhan.

C. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi yang digunakan untuk
memudahkan pemahaman dan pengukuran setiap variabel yang ada dalam
penelitian. Adapun definisi operasional dari penelitian ini adalah :

22
23

Tabel 3.1 Definisi Operasional


Definisi Skala
No Variabel Alat Ukur Hasil Ukur
Operasional Ukur
1 Pengetahuan Tingkat Kuesioner Skor terendah : Interval
remaja putri pengetahuan 0
tentang remaja putri Skor tertinggi :
penyakit mengenai PMS: 100
menular  Pengertian PMS
seksual  Jenis-jenis PMS
sebelum dan  Cara penularan
sesudah PMS
diberikan  Cara mencegah
penyuluhan PMS
 Bahaya PMS
 Risiko terkena
PMS
 Pengobatan
PMS
24

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian Pre-Eksperimental Designs dengan
rancangan “One Group Pretest-Postest Design” atau studi intervensi berupa
penyuluhan yang sebelumnya dilakukan pre-test. kemudian dilakukan post-
test setelah dilakukan penyuluhan (Sugiyono, 2009).
Dalam rancangan ini tidak ada kelompok kontrol (pembanding). Tetapi
pada desain penelitian ini dilakukan pretest sehingga peneliti dapat menguji
perubahan-perubahan yang terjadi setelah adanya penyuluhan.
Model rancangan penelitian adalah sebagai berikut :

O1 X O2

Gambar 4.1 Rancangan Penelitian


Keterangan :
O1 : Pretest kelompok perlakuan
O2 : Postest kelompok perlakuan
X : treatment (penyuluhan tentang Penyakit Menular Seksual (PMS))
Pre Test : Test yang diberikan pada responden sebelum responden mendapat
penyuluhan dari peneliti, test ini bertujuan untuk melihat seberapa
jauh pemahaman siswi tentang Penyakit Menular seksual (PMS)
sebelum dilakukan penyuluhan
Perlakuan : pemberian penyuluhan
Post Test : Test yang diberikan pada responden sesudah responden mendapat
penyuluhan dari peneliti, test ini bertujuan untuk melihat
peningkatan pengetahuan responden tentang Penyakit Menular
Seksual (PMS) sesudah pemberian penyuluhan oleh peneliti.

24
25

B. Populasi dan Sampel


1. Populasi Penelitian
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek /
subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga objek dan
benda-benda alam lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada
pada objek / subjek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik /
sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu (Sugiyono, 2014).
Penelitian ini mengambil subyek penelitian remaja putri SMK
LKIA Pontianak. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi di
SMK LKIA Pontianak terdiri dari 8 kelas yang berjumlah 136 orang.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2014).
Menurut Arikunto (2006) apabila subjeknya kurang dari 100, lebih
baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi
tetapi jika jumlahnya lebih dari 100 dapat diambil antara 10-15% atau
20%-25% dari populasi yang ada. Dalam penelitian ini, peneliti
mengambil 25% dari semua populasi yang memenuhi kriteria. Besarnya
sampel dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :

n = 25% x N

Tabel 4.1 Jumlah sampel dalam penelitian


Kelas Pengambilan Sampel Jumlah Responden
X Akutansi 1 25% x 19 5
X Akutansi 2 25% x 14 3
X Akutansi 3 25% x 19 5
X Penjualan 25% x 18 5
XI Akutansi 1 25% x 17 4
XI Akutansi 2 25% x 17 4
XI Akutansi 3 25% x 19 5
XI Penjualan 25% x 13 3
Jadi jumlah keseluruhan sampel dalam penelitian ini adalah = 34
responden
26

3. Teknik sampling
Pengambilan sampel penelitian ini menggunakan teknik probability
sampling, jenis simple random sampling yaitu dengan cara dikocok dari
absen setiap kelas dan diambil 25% perkelas (Sugiyono, 2014).

C. Waktu dan Tempat Penelitian


1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan yaitu pada tanggal 29 Mei 2017.
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMK LKIA Pontianak Kecamatan
Pontianak Kota.

D. Jenis Data Penelitian


Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh secara
langsung dari responden dengan menggunakan kuesioner pengetahuan pre
test dan post test. Sebelum diberikan penyuluhan, responden diberikan
kuesioner terlebih dahulu untuk mengetahui pengetahuan awal tentang
penyakit menular seksual yang diisi selama 30 menit. Setelah itu responden
diberikan penyuluhan selama 1 jam mengenai penyakit menular seksual.
Selanjutnya peneliti memberikan lembar post test yang diisi selama 30 menit
untuk mengetahui pengetahuan akhir remaja tentang penyakit menular
seksual.

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data


1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu wawancara tidak langsung menggunakan kuesioner yang telah
dirancang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Kuesioner diberikan pada
saat sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan.
2. Instrumen Pengumpulan data
Instrument atau alat ukur yang digunakan adalah berupa kuesioner
yang berisi sejumlah pertanyaan tertutup sebanyak 25 soal tentang PMS.
27

Alternatif jawaban dengan menggunakan pilihan benar atau salah,


jawaban benar diberi nilai 1 (satu) dan jawaban salah diberi nilai 0 (nol).

F. Teknik Pengolahan dan Penyajian Data


1. Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari penelitian kemudian diolah melalui
beberapa tahap, yaitu :
a. Editing
Memeriksa kembali data baik data identitas siswi maupun
kelengkapan siswi mengisi kuesioner yang telah peneliti berikan.
b. Coding
Memberikan kode terhadap setiap data yang diambil.
Responden yang menjawab benar pada masing masing soal jawaban
tersebut akan diberikan kode 1 (satu) sedangkan untuk jawaban salah
diberi kode 0 (nol)
c. Tabulating
Mengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian dan
dimasukkan dalam satu master tabel untuk selanjutnya dilakukan
analisis data.
d. Entry
Mengisi kolom-kolom atau kotak-kotak lembar kode atau kartu
sesuai dengan jawaban masing-masing pertanyaan.
2. Penyajian Data
Data di sajikan dalam bentuk tabel dan untuk memudahkan
pembacaannya juga akan disajikan dalam bentuk narasi.

G. Analisis
Analisis data dilakukan dengan pendekatan kuantitatif, yaitu ingin
mengetahui perbedaan pengetahuan remaja putri sebelum dan sesudah
diberikan penyuluhan pendidikan kesehatan berupa penyuluhan kesehatan
dan teknik analisis data yang digunakan penelitian adalah analisis univariat
dan analisis bivariat yaitu :
28

1. Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik vaiabel penelitian (Notoadmodjo, 2010).
Fungsi analisis deskriptif untuk meringkas, mengklarifikasi, dan
menyajikan data sebagai langkah awal dari analisis lebih lanjut. Data
disajikan dalam bentuk persentase, secara matematik hal tersebut ditulis
dengan rumus sebagai berikut:
𝑥
f = 𝑛 𝑥 100%

Keterangan :
f = Frekuensi
X = Jumlah nilai yang diperoleh
n = Sampel
Pada penelitian kali ini analisis univariat digunakan untuk
menggambarkan pengetahuan remaja putri sebelum dan sesudah diberikan
penyuluhan tentang Penyakit Menular Seksual.
2. Analisis Bivariat
Uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji t-test. Untuk
mengetahui perbedaan tingkat pengetahuan siswi sebelum dan sesudah
diberikan penyuluhan tentang penyakit menular seksual dilakukan uji
hipotesis 2 sampel yang berkorelasi. Teknik statistik t-test merupakan
teknik statistik parametik yang digunakan menguji komparasi data
interval atau rasio (Sugiyono, 2007).

𝑥̅1 − 𝑥̅2
𝑡=
𝑠 2 𝑠2 2 𝑠1 𝑠2
√ 𝑛1 + − 2𝑟 ( )( )
1 𝑛2 √𝑛1 √𝑛2
29

Keterangan :

𝑥̅1 = Rata-rata sampel 1


𝑥̅2 = Rata-rata sampel 2
𝑠1 = Simpangan bakusampel 1
𝑠2 = Simpangan baku sampel 2
𝑠1 2 = Varians sampel 1
𝑠2 2 = Varians sampel 2
𝑟 = Korelasi antara dua sampel

Jika t hitung lebih kecil dari t tabel maka Ho ditolak dan Ha


diterima, artinya ada perbedaan pada 2 sampel tersebut. Adanya
perbedaan dapat juga dilihat dari nilai signifikan, karena menggunakan
tingkat kepercayaan 95%, maka nilai signifikan 0,05. Bila nilai signifikan
< 0,05 maka hal ini menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna.
Sebaliknya jika nilai signifikan > 0,05 maka hal ini menunjukkan tidak
ada perbedaan yang bermakna. Pengujian pada penelitian ini selanjutnya
dibantu dengan program komputer.
Jika asumsi tidak tepenuhi (data tidak berdistribusi nomal), maka
akan digunakan Wilcoxon Test.

𝑛 ( 𝑛−1 )
𝑇 − 𝜇𝑇 𝑇− 4
𝑍= =
𝛿𝑇 𝑛 ( 𝑛+1 )( 2𝑛 + 1 )

24

T = Jumlah jenjang yang kecil


𝜇 T = Nilai yang dihipotesiskan
𝛿 T = Standar deviasi

Dari hasil analisis data, diketahui yang befungsi untuk menguji


signifikan hubungan antara kedua variabel. Untuk taraf signifikan sebesar
5%, maka variabel indenpenden dikatakan efektif terhadap variabel
dependen bila p < 0,05 (Ha Diteima, Ho ditolak) sebaliknya apabila nanti
p > 0,05 maka Ha ditolak, Ho diterima
30

H. Jalannya Penelitian
Jalannya penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu :
1. Tahap Persiapan
a. Melakukan survei pendahuluan terhadap remaja putri di SMK LKIA
Pontianak
b. Menyusun instrumen penelitian berupa kuesioner
c. Pengajuan izin penelitian
2. Tahap Pelaksanaan
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 29 Mei 2017. Beberapa hal yang
dilakukan dalam tahap penelitian ini, yaitu :
a. Melakukan perkenalan
b. Melakukan pre test pada responden dengan pengisian kuesioner
c. Melakukan penyuluhan terhadap responden menggunakan media
power point selama 1 jam
d. Melakukan post test pada responden dengan pengisian kuesioner
e. Melakukan pengumpulan data, pengelompokkan data, dan analisis
univariat dan analisis bivariat.
3. Penyusunan Laporan
Selanjutnya dilakukan penyajian hasil analisa data, melakukan
pembahasan hasil penelitian, menarik kesimpulan serta memberikan saran
atau rekomendasi berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh dari hasil
penelitian.

I. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti mengalami keterbatasan pengetahuan
terutama metode penelitian, ini merupakan penelitian yang pertama bagi
peneliti, waktu yang tersedia saat penelitian sangat singkat.
Peneliti menyadari bahwa fasilitas ruangan kelas yang terlalu
sempit sehingga suasana menjadi kurang nyaman. Ruangan kelas
penelitian ini menggunakan ruangan kelas yang jendelanya terbuka
sehingga suara yang ada diluar terdengar jelas didalam membuat suasana
menjadi ribut. Dan pada saat mengerjakan soal siswi masih bertanya
kepada teman sebangkunya.

Anda mungkin juga menyukai