Bab 2 Terapi Farmakologik Paliatif
Bab 2 Terapi Farmakologik Paliatif
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang meningkatkan kualitas hidup
pasien dan keluarga mereka menghadapi masalah yang terkait dengan penyakit
yang mengancam jiwa (Eti, 2011). Obat-obat paliatif adalah salah satu komponen
dari 'keseluruhan-orang' pendekatan untuk mendukung orang-orang dengan
penyakit membatasi kehidupan dan terminal. Obat mungkin diperlukan untuk
mengobati dan atau mencegah gejala yang berhubungan dengan diagnosis paliatif.
Ini termasuk masalah seperti sakit, mual dan muntah, depresi, sesak napas, antara
lain masalah.
Beberapa penyakit tertentu yang memodifikasi perawatan yang bertujuan
untuk mengendalikan dan memperlambat perkembangan penyakit (bukan
menyembuhkan itu), juga sering disebut 'Perawatan Paliatif'. Ini mungkin
termasuk kemoterapi, perawatan hormon dan radioterapi. Perawatan paliatif ini
bertujuan untuk membantu pasien yang sudah mendekati ajalnya, agar pasien aktif
dan dapat bertahan hidup selama mungkin (Alkaf, 2016). Pendekatan paliatif
untuk pengobatan, memberikan obat-obatan harus sesederhana dan tidak traumatis
mungkin, dengan potensi mereka untuk diberikan di rumah.
Obat untuk mengatasi efek samping opiat dalam Arita tahun 2011 adalah
sebagai berikut:
a. Antiemetik : digunakan untuk mengatasi efek samping opiat. Prochloperasin
10–25 mg p.o atau (per rektal) 4 kali sehari. Trietilperasin 10 mg p.o atau p.r
3 kali sehari. Metoklopramid 10 mg p.o 4 kali sehari. Haloperidol 0.5–2 mg
p.o 3kali sehari.
b. Laksansia
Peran perawat sebelum memberikan obat untuk mengatasi konstipasi
adalah adalah:
1. Menganjurkan mengkonsumsi makanan tinggi serat dan tigkatkan jumlah
cairan
2. Menganjurkan pasien bergerak bila kondisinya memungkinkan
3. Berikan respon yang cepat bila pasien ingin buang air besar
4. Hentikan atau kurangi obat yang menyebabkan konstipasi,
5. Koreksi hiperkalsemia,
6. Atasi obstruksi bila mungkin
7. Gunakan penyangga kaki untuk meningkatkan kekuatan otot abdomen.
Untuk konstipasi yang merupakan efek samping yang lazim pada
penggunaan opiat. Preparat yang digunakan adalah : Milk of magnesia 20–
60ml tiap 4 jam. Senna, Metamuci, Bisakodil 10–15 mg p.r atau laktulosi 30–
60. Jika pemberian laksatif gagal, lakukan Rectal Touch: Jika feses encer berikan
2 tablet bisacodyl atau microlax; jika feses keras berikan 2 gliserin supositoria;
jika rectum kosong lakukan foto abdomen.
8. Stimulansia : efek samping mengantuk tidak selalu terjadi, dan sering hanya
sementara (terjadi toleransi). Bila perlu untuk mengatasi problem ini dapat
diberikan Amfetamin.
2.5.3 Perencanaan
Fase perencanaan ditandai dengan penetapan lingkup tujuan, atau hasil
yang diharapkan. Lingkup tujuan yang efektif memenuhi hal berikut ini:
a. Berpusat pada klien dan dengan jelas menyatakan perubahan yang
diharapkan.
b. Dapat diterima (pasien dan perawat)
c. Realistik dan dapat diukur
d. Dikerjakan bersama
e. Batas waktu jelas
f. Evaluasi jelas
Sebagai salah satu contoh adalah klien mampu mandiri dalam
memberikan dosis insulin yang diresepkan pada akhir sesi ketiga dari pendidikan
kesehatan yang dilakukan perawat. Perawat mengatur aktivitas perawatan untuk
memastikan bahwa teknik pemberian obat aman. Perawat juga dapat
merencanakan untuk menggunakan waktu selama memberikan obat. Pada situasi
klien belajar menggunakan obat secara mandiri, perawat dapat merencanakan
untuk menggunakan semua sumber pengajaran yang tersedia. Apabila klien
dirawat di rumah sakit,sangat penting bagi perawat untuk tidak menunda
pemberian instruksi sampai hari kepulangan klien. Seorang klien mencoba
menggunakan obat secara mandiri maupun perawat yang bertanggung jawab
memberikan obat, sasaran berikut harus dicapai :
1. Tidak ada komplikasi yang timbul akibat rute pemberian obat yang
digunakan.
2. Efek terapeutik obat yang diprogramkan dicapai dengan aman sementara
kenyamana.
3. Klien tetap dipertahankan.
4. Klien dan keluarga memahami terapi obat.
5. Pemberian obat secara mandiri dilakukan dengan aman.
2.5.4 Implementasi
Implementasi meliputi tindakan keperawatan yang perlu untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Penyuluhan dan pengajaran pada fase ini
merupakan tanggungjawab perawat. Dalam beberapa ruang lingkup praktek,
pemberian obat dan pengkajian efek obat juga merupakan tanggung jawab
keperawatan yang penting. Selain itu, harus mampu mencegah resiko kesalahan
dalam pemberian obat. Kesalahan pengobatan adalah suatu kejadian yang dapat
membuat klien menerima obat yang salah atau tidak mendapat terapi obat yang
tepat. Kesalahan pengobatan dapat dilakukan oleh setiap individu yang terlibat
dalam pembuatan resep, transkripsi, persiapan, penyaluran, dan pemberian obat.
Perawat sebaiknya tidak menyembunyikan kesalahan pengobatan. Pada
catatan status klien, harus ditulis obat apa yang telah diberikan kepada klien,
pemberitahuan kepada dokter, efek samping yang klien alami sebagai respons
terhadap kesalahan pengobatan dan upaya yang dilakukan untuk menetralkan
obat. Perawat bertanggung jawab melengkapi laporan yang menjelaskan sifat
insiden tersebut. Laporan insiden bukan pengakuan tentang suatu kesalahan atau
menjadi dasar untuk memberi hukuman dan bukan merupakan bagian catatan
medis klien yang sah. Laporan ini merupakan analisis objektif tentang apa yang
terjadi dan merupakan penatalaksanaan risiko yang dilakukan institusi untuk
memantau kejadian semacam ini. Laporan kejadian membantu komite
interdisiplin mengidentifikasi kesalahan dan menyelesaikan masalah sistem di
rumah sakit yang mengakibatkan terjadinya kesalahan.