Anda di halaman 1dari 13

Contoh Pertama

Untuk menentukan akibat perubahan-perubahan dalam kwantitas, harga jual


maupun per satuan, maka berikut ini diberikan suatu illustrasi prosedur analisa perubahan
laba kotor.

Laporan Perhitungan Rugi-Laba dari PT INDIRASARI akhir tahun 1979 yang


diperbandingkan dengan 1978 menunjukkan informasi sebagai berikut:

1978 1979 Kenaikan


Penjualan netto Rp 200.000,- Rp 253.000,- Rp 53.000,-
Harga Pokok Penjualan Rp 150.000,- Rp 181.125,- Rp 31.125,-
Laba Kotor Rp 50.000,- Rp 71.875,- Rp 21.875,-
Kwantitas yang dijual 1.000 1.150 150
Harga jual per satuan Rp 200,- Rp 220,- Rp 20,-
Harga pokok per satuan Rp 150,- Rp 157,- Rp 7,50

Menurut data di atas tahun 1979 dibandingkan dengan tahun 1978 menunjukkan
adanya kenaikan dalam penjualan sebesar Rp 53.000,- dan kenaikan Harga Pokok
Penjualan Rp 31.125,- sehingga laba kotor 1979 dibandingkan 1978 mengalami kenaikan
sebesar Rp 21.875,-. Apakah yang menyebabkan kenaikan ini? Untuk mengetahui sebab-
sebab perubahan tersebut perlu dilakukan langkah-langkah analisa sebagai berikut:

Langkah I:

Menghitung perubahan laba kotor yang disebabkan oleh faktor penjualan (faktor
kwantitas penjualan maupun faktor harga jual).

a. Penjualan 1979 Rp 253.000,-

Unit penjualan 1979 x harga jual 1978 Rp 230.000,-

Kenaikan laba kotor karena perubahan harga jual Rp 23.000,- (Laba)

Perubahan laba kotor yang disebabkan adanya perubahan harga jual dapat
ditentukan dengan menggunakan rumusnya, yaitu:

(Hj2 – Hj1) K2

(Rp 220 – Rp 200) 1.150 = Rp 23.000,-

b. Kwantitas penjualan 1979 x harga jual 1978 Rp 230.000,-

Penjualan 1978 (sebagai standard) Rp 200.000,-

Kenaikan laba kotor karena perubahan kwantitas penjualan Rp 30.000,- (Laba)

1
atau :

= (K2 – K1) Hj1

= (1.150 – 1.000) Rp 200,-

= Rp 30.000,-

Langkah II:

Menghitung perubahan laba kotor yang disebabkan oleh adanya perubahan harga
pokok penjualan per satuan produk maupun kwantitasnya.

a. Harga pokok penjualan 1979 Rp 181.125,-

Kwantitas penjualan 1979 x harga pokok 1978 Rp 172.500,-

Kenaikan laba kotor karena perubahan harga pokok Rp 8.625,- (Rugi)

atau :

= (HPP2 – HPP1) K1

= (Rp 157,50 – Rp 150,-) 1.150

= Rp 8.625,-

b. Kwantitas penjualan 1979 x harga pokok 1978 Rp 172.500,-

Harga pokok penjualan 1978 (sebagai standard) Rp 150.000,-

Kenaikan laba kotor karena perubahan kwantitas harga

pokok penjualan Rp 22.500,- (Rugi)

atau :

= (K2 – K1) HPP1

= (1.150 – 1.000) Rp 150,-

= Rp 22.500,-

2
PT INDIRASARI
Laporan Perubahan Laba Kotor
Akhir tahun 1979 dengan 1978

Kenaikan penjualan yang disebabkan :


Kenaikan harga jual Rp 23.000,-
Kenaikan kwantitas penjualan Rp 30.000,-
Rp 53.000,-
Kenaikan harga pokok penjualan disebabkan :
Kenaikan harga pokok per satuan produk Rp 8.625,-
Kenaikan kwantitas harga pokok penjualan Rp 22.500,-
Rp 31.125,-
Kenaikan laba kotor Rp 21.875,-

Kenaikan sektor penjualan yang disebabkan oleh kenaikan harga jual seandainya
tidak terjadi kenaikan volume atau kwantitas penjualan hanyalah sebesar Rp 20.000,-
(walaupun jumlah ini bukan merupakan jumlah total akibat dari perubahan harga jual),
sedangkan yang Rp 3.000,- merupakan hasil kombinasi antara kenaikan harga jual dan
kenaikan kwantitas yang dijual (sebagai karena faktor kwantitas dan sebagian karena
faktor harga jual).

Kenaikan sektor penjualan sebesar Rp 53.000,- dan kenaikan harga pokok


penjualan Rp 31.125,- dapat pula dianalisa faktor-faktor penyebab perubahan tersebut
dengan cara sebagai berikut :

a. Faktor kwantitas penjualan :

Kenaikan penjualan karena naiknya volume, jika tidak ada kenaikan harga jual.

Harga per unit 1978 Rp 200,-

Kenaikan kwantitas 150

3
Kenaikan laba kotor karena kwatitas penjualan

(Rp 200,- x 150) Rp 30.000,-

b. Faktor harga jual :

Kenaikan penjualan karena kenaikan harga jual, jika tidak ada kenaikan kwantitas
penjualan :

Kenaikan harga jual Rp 20,-

Volume (kwantitas) penjualan 1978 1.000

Kenaikan laba kotor karena harga jual (Rp 20,- x 1.000) Rp 20.000,-

c. Kenaikan kwantitas penjualan dan harga jual :

Kenaikan harga jual per satuan dikalikan kwantitas penjualan

(Rp 20,- x 150) Rp 3.000,-

Total kenaikan laba bruto karena penjualan Rp 53.000,-

Analisa perubahan penjualan ini akan lebih jelas bila digambarkan dalam grafik
sebagai berikut :

220 - 1979 Akibat faktor

b. akibat faktor harga Rp 20.000,- c. kwantitas dan

200 - 1978 harga Rp 3.000,-

a. Akibat faktor

kwantitas Rp 30.000,-

Kwantitas

Grafik. Analisa akibat dari faktor kwantitas, harga dan faktor kwantitas dan harga terhadap penjualan.

Kenaikan harga pokok penjualan Rp 31.125,- dapat ditentukan faktor-faktor


penyebabnya sebagai berikut :

a. Faktor Kwantitas :

Kenaikan harga pokok penjualan karena kenaikan volume, jika tidak ada kenaikan harga
pokok:

4
Harga pokok 1978 Rp 150,-

Kenaikan kwantitas atau volume 150

Kenaikan karena faktor kwantitas (Rp 150,- x 150) Rp 22.500,-

b. Faktor Harga Pokok (Biaya) :

Kenaikan harga pokok penjualan karena kenaikan harga pokok per unit, jika tidak ada
kenaikan dalam volume:

Kenaikan harga pokok per satuan Rp 7,50

Volume (kwantitas) 1978 1.000

Kenaikan karena faktor harga pokok (Rp 7,50 x 1000) Rp 7.500,-

c. Faktor kwantitas dan Harga Pokok :

Kenaikan harga pokok per unit dikalikan kenaikan volume

(Rp 7,50 x 150) Rp 1.150,-

Total kenaikan harga pokok penjualan Rp 31.125,-

Untuk kepentingan management atau pihak-pihak yang ingin mengetahui sifat atau
pengaruh berbagai faktor terhadap perubahan laba kotor, maka laporan kepada
management atau pihak-pihak terseut adalah sebagai berikut:

PT INDIRASARI
Laporan Perubahan dalam Penjualan, Harga Pokok Penjualan dan Laba Kotor
Akhir rahun 1979 dengan 1978
Penjualan Harga Pokok Gross Profit
Penjualan
Jumlah tahun 1979 Rp 253.000 Rp 181.125 Rp 71.875

Jumlah tahun 1978 Rp 200.000 Rp 150.000 Rp 50.000

Kenaikan Rp 53.000 Rp 31.000 Rp 21.875

Kenaikan – Penurunan* disebabkan oleh:

Faktor kwantitas Rp 30.000,- Rp 22.500,- Rp 7.500,-

Faktor harga jual Rp 20.000,- - Rp 20.000,-

Faktor harga pokok - Rp 7.500,- Rp 7.500,-*

5
Faktor kwantitas & harga jual Rp 3.000,- - Rp 3.000,-

Faktor kwantitas & harga pokok Rp - Rp 1.125,- Rp 1.125,-*

Jumlah Rp 53.000,- Rp 31.125,- Rp 21.875,-

Analisa perubahan dalam penjualan, harga pokok penjualan maupun dalam laba
bruto ini dapat pula dilakukan terhadap beberapa barang, misalnya PT INDIRASARI di
samping menjual barang A (seperti data di atas) juga menjual barang B yang datanya
sebagai berikut :

1978 1979 Kenaikan/


Penurunan*
Penjualan (netto) Rp 200.000 Rp 183.600 Rp 16.400*
Harga Pokok Penjualan Rp 150.000 Rp 140.400 Rp 9.600*

Laba kotor Rp 50.000 Rp 43.200 Rp 6.800*


Kwantitas yang dijual 1.000 900 100*
Harga jual per satuan Rp 200 Rp 204 Rp 4
Harga pokok per satuan Rp 150 Rp 156 Rp 6

Dengan menggunakan prosedur analisa yang sama seperti untuk barang A maka
barang B ini dapat juga disusun Laporan Perubahan Penjualan, Harga Pokok Penjualan dan
Laba Kotor.

Dari kedua laporan tersebut dapat disusun suatu laporan yang dikombinasikan atau
laporan gabungan sebagai berikut :

PT INDIRASA

Laporan Perubahan Penjualan, Harga Pokok Penjualan


dan tiap barang dan totalnya,
tahun 1979 dengan tahun 1978
Barang Total

6
A B
Kenaikan – Penurunan*
Dalam penjualan :
Faktor Kwantitas Rp 30.000,- Rp 20.000,- Rp 10.000,-
Faktor Harga Rp 20.000,- Rp 4.000,- Rp 24.000,-
Faktor Kwantitas – Harga Rp 3.000,- Rp 400,-* Rp 2.600,-
Jumlah Rp 53.000,- Rp 16.400,-* Rp 36.600,-
Dalam Harga Pokok Penjualan :
Faktor Kwantitas Rp 22.500,- Rp 15.000,-* Rp 7.500,-
Faktor Biaya Rp 7.500,- Rp 6.000,-* Rp 13.500,-
Faktor Kwantitas Biaya Rp 1.125,- Rp 600,-* Rp 525,-
Jumlah Rp 31.125,- Rp 9.600,-* Rp 21.525,-
Dalam laba kotor Rp 21.875,- Rp 6.800,-* Rp 15.075,-

Contoh Kedua

Dalam contoh pertama, analisa terhadap perubahan laba kotor dilakukan dengan
cara memperbandingkan antara dua periode laporan yaitu antara laporan rugi-laba periode
yang dianalisa perubahannya dengan laporan rugi-laba periode sebelumnya atau periode-
periode sebelumnya yang dianggap normal. Hasil analisa perubahan laba kotor dengan
memperbandingkan antara dua laporan rugi-laba dari periode yang berbeda ini kurang
bermanfaat atau kurang informatif bagi management, karena periode yang digunakan
sebagai dasar pembanding belum tentu menunjukkan atau mencerminkan tingkat operasi
perusahaan yang normal atau paling efisien, di samping itu tingkat perekonomian dari
periode ke perode akan mengalami perubahan.

Suatu perusahaan pada umumnya sebelum memulai kegiatan operasinya telah


menyusun budget ini telah dilakukan analisa dan pertimbangan-pertimbangan terhadap
semua faktor-faktor yang akan mempengaruhi operasi perusahaan di masa mendatang dan
diadakan koordinasi atau sinkronisasi antara bagian-bagian yang ada dalam perusahaan
tersebut. Oleh karena itu sebaiknya analisa terhadap perubahan laba kotor dilakukan
dengan cara mengadakan perbandingan antara budget rugi-laba dengan realisasinya pada
periode tersebut, lebih-lebih kalau perusahaan menggunakan sistim standard terhadap
biaya-biaya perusahaan.

Di samping itu dalam contoh pertama menganggap bahwa perusahaan hanya


menjual/memproduksi satu jenis barang atau dua jenis barang yang dianalisa sendiri-
sendiri (atau masing-masing barang dianggap berdiri sendiri). Apabila perusahaan menjual

7
lebih dari satu jenis barang maka dapat pula dihitung atau dianalisa secara bersama-sama,
dalam hal analisa secara bersama (gabungan) ini ada kemungkinan meskipun kwantitas
penjualan yang sesungguhnya maupun harga jual sama dengan yang dibudgetkan namun
masih terjadi perubahan laba kotor. Hal ini disebabkan adanya perubahan komposisi
barang yand dijual, dan dapat diberikan contoh sebagai berikut :

PT INDIRA

Budget Rugi – Laba

Tahun 1979

Laporan 1

PT INDIRA
Laporan Rugi – Laba
Tahun 1979
Laporan 2

PT INDIRA
Unit Realisasi x Harga Budget
Tahun 1979
Laporan 3

8
Menurut budget yang disusun pada awal periode menunjukkan bahwa produk A per
satuan merupakan barang yang paling menguntungkan, tetapi dalam realisasinya atau
kenyataan produk B lah yang paling menguntungkan. Menurut baudget perusahaan telah
merencanakan untuk memperoleh laba kotor sebesar Rp 2.625.000,- dengan taksiran
produksi dan penjualan sebesar 10.500 unit dan laba kotor rata-rata per unitnya sebesar Rp
250,-. Tetapi kenyataanya perusahaan hanya mampun merealisir laba kotor rata-rata per
unit sebesar Rp 192,79 dan laba kotor mengalami penurunan sebesar Rp 620.000,-
dibandingkan dengan yang direncanakan (Rp 2.625.000,- Rp 2.005.000,-).

Sebab-sebab adanya penurunan laba bruto ini dapat dianlisa dengan langkah-
langkah sebagai berikut :
Langkah 1 :
Perhitungan perubahan laba kotor karena perubahan volume dam harga jual :
Hasil Penjualan 1979 Rp 14.180.000,-
Unit penjualan 1979 x harga budget Rp 13.740.000,-
Perubahan karena kenaikan harga jual (menguntungkan) Rp 440.000,-
Unit penjualan 1979 x harga budget Rp 13.740.000,-
Penjualan menurut budget 1979 Rp 14.200.000,-
Perubahan karena berubahnya volume
(tidak menguntungkan) Rp 460.000,-

Langkah II
Penghitungan perubahan laba kotor karena perubahan volume dan harga pokok :
Harga pokok penjualan 1979 Rp 12.175.000,-
Unit penjualan 1979 x harga pokok per budget Rp 11.250.000,-
Perubahaan karena kenaikan harga pokok

9
(tidak menguntungkan) Rp 925.000,-
Unit penjualan x harga pokok per budget Rp 11.250.000,-
Harga pokok penjualan per budget Rp 11.575.000,-
Perubahan karena berubahnya volume harga pokok
penjualan (tidak menguntungkan) Rp 325.000,-

Bila digunakan rumus-rumus seperti yang telah dibicarakan di muka maka


perhitungan-perhitungan tersebut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Perubahan hasil penjualan karena perubahan harga jual adalah :


A = 5.000 (Rp 1.600 – Rp 1.500) = Rp 500.000,- (laba)
B = 4.200 (Rp 1.200 – Rp 1.200) = 0
C = 1.200 (Rp 950 – Rp 1.000) = Rp 60.000,- (rugi)
Rp 440.000,- (laba)
b. Perubahan hasil penjualan karena perubahan kwantitas (volume) yang dijual adalah :
A = Rp 1.500 (5.000 – 6.000) = Rp 1.500.000,- (rugi)
B = Rp 1.200 (4.200 – 3.500) = Rp 840.000,- (laba)
C = Rp 1.000 (1.200 – 1.000) = Rp 200.000,- (laba)
Rp 460.000,- (rugi)
c. Perubahan harga pokok penjualan yang disebabkan adanya perubahan harga pkok per
unit adalah :
A = 5.000 (Rp 1.400 – Rp 1.200) = Rp 1.000.000,- (rugi)
B = 4.200 (Rp 975 – Rp 1.000) = Rp 105.000,- (laba)
C = 1.200 (Rp 900 – Rp 875) = Rp 30.000,- (rugi)
Rp 925.000,- (rugi)
d. Perubahan harga pokok penjualan yang disebabkan adanya perubahan kwantitas yang
dijual adalah :
A = Rp 1.200 (5.000 – 6.000) = Rp 1.200.000,- (laba)
B = Rp 1.000 (4.200 – 3.500) = Rp 700.000,- (rugi)
C = Rp 875 (1.200 – 1.000) = Rp 175.000,- (rugi)
Rp 325.000,- (laba)

10
Dari perhitungan-perhitungan di atas diketahui bahwa perubahan kwantitas dapat
bersasal dari kwantitas penjualan dan kwantitas harga pokok penjualan, perubahan
kwantitas secara netto adalah :

Perubahan kwantitas penjualan Rp 460.000,- (laba)


Perubahan kwantitas harga pokok penjualan Rp 324.000,- (rugi)
Perubahan kwantitas netto Rp 135.000,- (rugi)
Perubahan kwantitas secara netto ini pada dasarnya terdiri dari dua komponen yaitu
perubahan komposisi penjualan dan perubahan kwantitas itu sendiri secara total, yang
dapat dianalisa sebagai berikut :

a. Perubahan komposisi penjualan, yaitu perubahan laba kotor yang disebabkan adanya
perbedaan antara komposisi barang yang sesungguhnya dijual dengan yang dibudgetkan
(tahun sebelumnya). Jumlah perubahan komposisi penjualan PT INDIRAA dapat
ditentukan sebagai berikut :

Kwantitas penjualan yang sesungguhnya x


harga jual menurut budget Rp 13.740.000,-
Kwantitas penjualan yang sesungguhnya x
harga pokok menurut budget Rp 11.250.000,-
Rp 2.490.000,-
Kwantitas penjualan yang sesungguhnya x
laba kotor rata-rata per budget Rp 2.600.000,-
Perubahan laba kotor karena komposisi penjualan (rugi) Rp 110.000,-

Besarnya perubahan laba kotor karena perubahan komposisi penjualan ini dapat
ditentukan dengan rumus :

(K2 x LB1) – (Tk2 x LBR1)


K2 = Kwantitas penjualan yang sesungguhnya.
LB1 = Laba kotor per unit yang dibudgetkan atau tahun sebelumnuya.
Tk2 = Total kwantitas yang direalisir atau sesungguhnya dijual.
LBR1 = Laba kotor rata-rata yang dibudgetkan atau tahun sebelumnya.
Sehingga selisih komposisi penjualan dari data seperti pada contoh di atas adalah
sebagai berikut:

A = 5.000 x Rp 300,- = Rp 1.500.000,-

11
B = 4.200 x Rp 200,- = Rp 840.000,-
C = 1.200 x Rp 125,- = Rp 150.000,-
Laba kotor pada komposisi
sesungguhnya = Rp 2.490.000,-
10.400 x Rp 250,- = Rp 2.600.000,-
Rp 110.000,-
b. Perubahan total kwantitas penjualan (final sales volume variance), yaitu perubahan laba
kotor yang disebabkan adanya perubahan total kwantitas penjualan. Besarnya perubahan
laba kotor karena hal ini dapat ditentukan dengan rumus :

(TK2 – TK1) LBR1


TK2 = total kwantitas penjualan yang direalisir atau yang sesungguhnya dijual.
TK1 = total kwantitas penjualan yang dibudgetkan atau tahun sebelumnya.
LBR1 = laba kotor rata-rata yang dibudgetkan atau tahun sebelumnya.
Dengan demikian besarnya perubahan laba kotor yang disebabkan oleh perubahan
kwantitas atau volume penjualan secara netto pada contoh di atas adalah :

(10.500 – 10.400) Rp 250,- = Rp 25.000,- (rugi)

Dalam laoran nomor 3 menunjukkan bahwa rata-rata laba kotor per satuan sebesar
Rp 239,42 jika harga jual dan harga pokok sesuai dengan budget. Tetapi karena adanya
perubahan dalam sektor harga jual, volume penjualan, komposisi penjualan dan harga
pokok penjualan mengakibatkan laba kotor yang diperoleh hanya sebesar Rp 192,79 per
satuan dan mengakibatkan laba kotor secara total turun sebesar Rp 620.000,- dibandingkan
dengan budget yang dibuat pada awal tahun 1979, hal ini dapat dibuat rekapitulasi sebagai
berikut :

PT INDIRA

Laporan Perubahan Laba Kotor Realisasi dan Budget 1979

Menguntungkan Merugikan

Kenaikan harga jual Rp 440.000,- Rp -

Kenaikan harga pokok - Rp 925.000,-

12
Penurunan kwantitas yang dijual - Rp 25.000,-

Perubahan komposisi penjualan - Rp 110.000,-

Rp 440.000,- Rp 1.060.000,-

Penurunan laba kotor 1979 dibandungkan

dengan budget Rp 620.000,- -

Rp 1.060.000,- Rp 1.060.000,-

Setelah diketahui sebab-sebab berubahnya laba kotor secara terperinci,


management dapat mengambil tindakan seperlunya, misalnya dengan adanya penurunan
unit/kwantitas yang terjual, maka bagian penjualan dapat diminta pertanggungjawabannya.
Begitu pula bila harga pokok per satuan mengalami kenaikan, maka bagian produksi dapat
diminta keterangannya, mungkin perubahan ini karena naiknya harga bahan, naiknya upah
buruh atau mungkin karena adanya pemborosan-pemborosan atau kecurangan-kecurangan.

13

Anda mungkin juga menyukai