PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi TB Paru?
2. Mengapa seseorang bisa sampai terkena penyakit TB Paru?
3. Bagaimana tanda dan gejala penyakit TB Paru?
4. Bagaimana hubungan antara TB Paru dengan kehamilan dan janin?
C. Tujuan
1. Untuk menjelaskan Definisi TB Paru
2. Untuk menjelaskan penyebab penyakit TB Paru, tanda dan gejala serta
patofisiologinya dalam tubuh.
3. Untuk menjelasan hubungan antara TB Paru dengan kehamilan dan janin.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. (Price dan Wilson, 2005).
B. Etiologi
TB paru disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang merupakan
batang aerobic tahan asam yang tumbuh lambat dan sensitif terhadap panas
dan sinar UV. Bakteri yang jarang sebagai penyebab, tetapi pernah terjadi
adalah M. Bovis dan M. Avium.
C. Manifestasi Klinik
1. Demam
Biasanya sub febris menyerupai demam influenza tapi kadang-kadang
panas badan dapat mencapai 40-41oC. Serangan demam pertama
dapat sembuh kembali, begitu seterusnya hilang timbul, sehingga
pederita malas tidak pernah berobat dari serangan demam influenza.
Keadaan ini sangat dipengaruhi daya tahan tubuh penderita dan berat
ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.
2. Batuk
Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada
bronnchus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk
radang. Sifat batuk mulai dari yang kering, kemudian setelah timbul
peradangan menjadi produktif. Keadaan ini yang lanjut adalah berupa
batuk darah (haemaptoe) karena terdapat permbuluh-pembuluh darah
yang pecah.
3. Sesak Nafas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak
nafas, sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,
dimana infasinya sudah setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri Dada
Gejala ini jarang ditemukan, nyeri dada timbul bila infiltrasi radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
5. Malaise
Penyakit tuberkulosis radang yang menahun, gejala malaise sering
ditemukan, anoreksia makin kurus (BB menurun), sakit kepala,
meriang, nyeri otot, keringat malam.
D. Patofisiologi
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas
perantara sel-sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit T (sel T)
adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas ini biasanya lokal, melibatkan
makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh lomosit dan limokinnya.
Respon ini disebut sebagai reaksi hipersentifitas.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan
seperi lesi nekrosis ini disebut caseosa. Daerah yang mengalami nekrosis
caseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan
fibroblas menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih
fibrosa, membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu
kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana
bahan cair lepas ke dalam bronkhus dan menimbulkan kavitas. Kavitas yang
kecil dapat menutup tanpa peradangan dengan meninggalkan jaringan
parut. Bila peradangan mereda lumen bronkhus dapat menyempit dan
tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan bronkhus.
Bahan perkijuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui
saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijuan, dan
lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini akan
mengakibatkan peradangan aktif pada bronkhus.
F. Penatalaksaan
Pengobatan tuberkulosis terutama pemberian obat antimikroba dalam
jangka waktu lama. Obat-obat ini juga dapat digunakan untuk mencegah
timbulnya penyakit klinis pada seorang yang sudah terjangkit infeksi.
Rejimen 9 bulan terdiri dari pemberian INH dan RIF setiap hari selama 1 atau
2 bulan, diikuti pemberian INH dan RIF tiap hari atau dua kali seminggu
selama 9 bulan. Seperti rejimen 6 bulan, streptomisin dan EMB harus
diberikan diawal pengobatan bila diduga ada resistensi terhadap INH.
Ada orang dewasa, dosis terapi lazim setiap hari biasanya 300 mg INH dan
600 mg RIF. Setelah fase permulaan dengan komoterapi yang berlangsung
2 minggu sampai 2 bulan, dokter dapat memberikan pengobatan dua kali
seminggu. Dosis Inh dua kali seminggu adalah 15 mg/kg berat badan,
sedangkan dosis RIF tetap 600 mg.
G. Pemeriksaan Penunjang
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa dan
sering digunakan dalam “Screening TBC”. Efektifitas dalam menemukan
infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%. Pembacaan hasil
tuberkulin dilakukan setelah 48 – 72 jam; dengan hasil positif bila terdapat
indurasi diameter lebih dari 10 mm, meragukan bila 5-9 mm. Uji tuberkulin
bisa diulang setelah 1-2 minggu. Pada anak yang telah mendapat BCG,
diameter indurasi 15 mm ke atas baru dinyatakan positif, sedangkan pada
anak kontrak erat dengan penderita TBC aktif, diameter indurasi ≥ 5 mm
harus dinilai positif. Alergi disebabkan oleh keadaan infeksi berat, pemberian
immunosupreson, penyakit keganasan (leukemia), dapat pula oleh gizi
buruk, morbili, varicella dan penyakit infeksi lain.
Kehamilan dan tuberculosis merupakan dua stressor yang berbeda pada ibu
hamil. Stressor tersebut secara simultan mempengaruhi keadaan fisik mental
ibu hamil. Lebih dari 50 persen kasus TB paru adalah perempuan dan data
RSCM pada tahun 1989 sampai 1990 diketahui 4.300 wanita hamil,150
diantaranya adalah pengidap TB paru
Efek TB pada kehamilan tergantung pada beberapa factor antara lain tipe,
letak dan keparahan penyakit, usia kehamilan saat menerima pengobatan
antituberkulosis, status nutrisi ibu hamil, ada tidaknya penyakit penyerta,
status imunitas, dan kemudahan mendapatkan fasilitas diagnosa dan
pengobatan TB. Status nutrisi yang jelek, hipoproteinemia, anemia dan
keadaan medis maternal merupakan dapat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas maternal.
Harold Oster MD,2007 dalam mengatakan bahwa TB paru (baik laten maupun
aktif) tidak akan memengaruhi fertilitas seorang wanita di kemudian hari.
Namun, jika kuman menginfeksi endometrium dapat menyebabkan gangguan
kesuburan. Tapi tidak berarti kesempatan untuk memiliki anak menjadi
tertutup sama sekali, kemungkinan untuk hamil masih tetap ada. Idealnya,
sebelum memutuskan untuk hamil, wanita pengidap TB mengobati TB-nya
terlebih dulu sampai tuntas. Namun, jika sudah telanjur hamil maka tetap
lanjutkan kehamilan dan tidak perlu melakukan aborsi.
Menurut Oster, 2007 jika kuman TB hanya menyerang paru, maka akan ada
sedikit risiko terhadap janin. Untuk meminimalisasi risiko,biasanya diberikan
obat-obatan TB yang aman bagi kehamilan seperti Rifampisin, INH dan
Etambutol. Kasusnya akan berbeda jika TB juga menginvasi organ lain di luar
paru dan jaringan limfa, dimana wanita tersebut memerlukan perawatan di
rumah sakit sebelum melahirkan. Sebab kemungkinan bayinya akan
mengalami masalah setelah lahir. Penelitian yang dilakukan oleh Narayan
Jana, KalaVasistha, Subhas C Saha, Kushagradhi Ghosh, 1999 dalam
tentang efek TB ekstrapulmoner tuberkuosis, didapatkan hasil bahwa
tuberkulosis pada limpha tidak berefek terhadap kahamilan, persalinan dan
hasil konsepsi. Namun juka dibandingkan dengan kelompok wanita sehat
yang tidak mengalami tuberculosis selama hamil mempunyai resiko
hospitalisasi lebih tinggi (21% : 2%), bayi dengan APGAR skore rendah
segera setelah lahir (19% : 3%), berat badan lahir rendah (<2500 gram).
Selain itu, risiko juga meningkat pada janin, seperti abortus, terhambatnya
pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan terjadinya penularan TB dari ibu
ke janin melalui aspirasi cairan amnion (disebut TB congenital). Gejala TB
congenital biasanya sudah bisa diamati pada minggu ke 2-3 kehidupan
bayi,seperti prematur, gangguan napas, demam, berat badan rendah, hati
dan limpa membesar. Penularan kongenital sampai saat ini masih belum
jelas,apakah bayi tertular saat masih di perut atau setelah lahir.
Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat melakukan dormant (tertidur lama
selama beberapa tahun). Penyakit TB biasanya menular pada anggota
keluarga penderita maupun orang di lingkungan sekitarnya melalui batuk atau
dahak yang dikeluarkan si penderita. Hal yang penting adalah bagaimana
menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat.
Seseorang yang terpapar kuman TB belum tentu akan menjadi sakit jika
memiliki daya tahan tubuh kuat karena sistem imunitas tubuh akan mampu
melawan kuman yang masuk. Diagnosis TB bisa dilakukan dengan beberapa
cara, seperti pemeriksaan BTA dan rontgen (foto torak). Diagnosis dengan
BTA mudah dilakukan,murah dan cukup reliable.