Anda di halaman 1dari 5

C.

IKhlas, Tawakal, Sabar, Syukur, dan Ridho dalam pengembangan Ulmu Pengetahuan
1. Ikhlas
dalam menuntut ilmu seoerti dikalangan penuntut ilmu, terutama di fakultas dan lembaga
pendidikan, tersebar ungkapan: Ibnu sina bersama pemiliknya , dan sesungguhnya tidak ada lagi
seseorang yang belajar di lembaga pendididkan kecuali untuk mendapatkan Syahadah (ijazah) dan
dunia. Bagaimanakah menjawab tuduhan ini? Apakah hukumnya bila terkumpul niat dunia dan
ijazah disertai niat untuk
menuntut ilmu untuk diri dan masyarakatnya? Jawaban dalam ungkapan ini tidak benar
dan tidak sepantasnya diungkapkan kata-kata ini dan semisalnya. Dan barangsiapa yang
berkata”Manusia telah binasa maka dia adalah yang paling ninasa dari mereka.”(H.R.Muslim no
2623)
Akan tetapi semestinya memberikan semangat dan dorongan untuk menuntut ilmu,
mencurahkan tenaga dan pikiran, teguh dan sabar akan hal itu, berprasangka baik terhadap
penuntut ilmu, kecuali orang yang sudah diketahui menyalahi hal itu. Tatkala Mu’azd Ra sakaratul
maut, ia berpesan kepada orang yang ada di sekitarnya agar menuntut ilmu, dan berkata:
”sesungguhnya ilmu dan iman berada di tempatnya, barangsiapa menginginkan keduanya niscaya
ia mendapatkannya.” Maksudnya: Tempatnya ada di kitabullah dan sunah rasul –Nya.
Sesungguhnya orang alim diambil (wafat) dengan ilmunya, maka ilmu diambil dengan wafatnya
para ulama. Akan tetapi , Alhamdulillah tetap berada diatas kebenaran. Karena inilah, Nabi SAW
bersabda:
“Sesungguhnya Allah SWT tidak mengambil ilmu secara langsung dari hamba, akan tetapi Ia
mengambil ilmu dengan mengambil para ulama. Sehingga bila tidak ada lagi ulama, manusia
mengangkat oara pemimpin yang bodoh, maka mereka ditanya lalu berfatwa tanpa dasar lmu,
maka mereka sesat lagi menyesatkan.”(H.R.Al-Bukhari100)
Inilah yang dikhawatirkan, khawatir munculnya orang-orang jahil memberi fatwa, maka
mereka sesat menyesatkan. Inilah ungjapan yang dikatakan : ilmu telah hilang. Tidak ada lagi
selain hal seperti ini dan seperti itu. Dikhawatirkan menurunkan semangat sebagian orang,
sekalipun hal itu tidak melunturka semangat orang yang teguh dan cerdas, bahkan mendorongnya
untuk terus menuntut ilmu sehingga bisa menutup celah yang terbuka. Orang yang paham lagi
ikhlas, cerdas lagi mengerti terhadap ucapan seperti ini tidak melunturkan semangatnya. Bahkan
ia terus maju dan bersungguh-sungguh, tetap ulet, belajar dan bersegera karena kebutuhan terhadap
ilmu untuk menutupi celah yang disangka orang-orang yang mengatakan: ‘sesungguhnya tidak ada
lagi seseorang …’ dan sebagian besar ulama telah pergi. Maka sesungguhnya tetap ada golongan
yang menang, yang berada di atas kebenaran, seperti yang disabdakan Nabi Muhammad SAW:
“Senantiasa segolongan umatku tetap Nampak diatas kebenaran, tidak mengganggu (mereka)
orang yang menghina mereka sampai perkara Allah SWT.” (H.R.Muslim 1290)
Maka kita harus bersungguh-sungguh dala menuntut ilmu, memberikan semangat atasnya,
melaksanakan kewajiban di daerah kita, karena mengamalkan dalil-dalil syar’I yang mendorong
hal itu, igin mengajar dan memberi mamfaat kepada kaum muslimin, sebagaimana kita harus
mendorong untuk tetap ikhlas dan benar dalam menyampaikan ilmu, berdakwah kepada kebaikan,
sungghuh ia telah melakukan kebaikan dalam hal itu. Jika ia ingin mendapatkan harta agar menjadi
kuat dengannya, maka tidak mengapa ia belajr dan mendapatkan ijazh yang membantunya dalam
menyebarkan ilmu dan supaya ilmu bisa diterima darinya dan agar mengambil harta yang
membantunya dalam berdakwah. Maka sesungguhnya kalua bukan karena Allah SWT. Kemudian
harta, niscaya banyak sekali orang yang tidak bisa belajar dan berdakwah. Harta membantu
seorang muslim dalam menuntut ilmu, menunaikan kebutuhannya dan menyebarkjan ilmu kepada
orang banyak. Tatkala Umar RA memegang satu tugas, Rasulullah SAW memberikan harta
kepadanya, ia berkata: Ambillah, simpanlah atau sedekahkanlah dengannya, apapun yang dating
kepadamu dari harta ini, sedang engkau tidak menghendaki dan tidak memintanya maka ambillah,
dan sesuatu yang tidak seperti itu maka janganlah engkau menuruti keinginan nafsumu.” (H.R.
Al-Bukhari 1473 dan Muslim 1045)
Nabi memberi harta kepada muallaf yang imannya masih lemah dan memberi semangat
kepada mereka sehingga mereka masuk kedalam agama Allah SWT secara berbondong-bondong,
jika haram tentu beliau tidak memberikan kepada mereka, bahkan beliau memberi kepada mereka
seperti pada saat futuh Makkah (penaklukan kota Makkah) dan sesudahnya. Di hari futuh Makkah,
beliau memberi sebagian orang sebanyak serratus ekor unta dan Nabi Muhammad memberikan
seperti orang yang tidak takut miskin, karena mendorong masuk islam dan berdakwah kepadanya.
Allah SWT memberikan kepada muallaf satu bagian zakat, memberikan jatah kepada
mereka dari baitul maal selain mereka dari para pengajar dan qadhi serta kaum muslimin yang
lain.
2. Tawakkal
Tawakkal dalam usaha pengembangan ilmu pengetahuan, keduanya adalah satu kesatuan,
dimana usaha adalah bagian dari tawakkal. Dikatakan bahwa tawakkal dan usaha adalah wajah
dari dua sisi ke imanan, karena tawakkal adalah menyerahkan hasil usaha kepada Allah SWT,
sedangkan usaha adalah syarat dari tawakkal. Ulama mengatakan , “ tawakkal tanpa usaha adalah
cacat dalam akal, sedangkan usaha tanpa tawakkal kepada Allah merupakan sebuah kesyirikan”.
Tawakkal adalah menyerahkan hasil usaha seorang hamba kepada Allah SWT setelah
mengoptimalkan segala potensinya, dan ridha dengan keputusan Allah SWT, serta berhusnudzan
kepada Allah bahwa Allah pasti lebh tahu apa yang bermaslahat untuk hamba-Nya. Hal ini seperti
yang termaktub dalam doa istikharah yang di ajarkan kepada Rasulullah yang artinya: “Ya Allah,
sesungguhnya aku meminta kepada engkau untuk dipilihkan dengan ilmu-MU, dan mohon
kemampuan-Mu, aku mohon dari karunia-Mu yang agung. Sesungguhnya engkau berjuasa dan
aku tidak berkuasa, Engkau maha mengetahui yang gaib. Ya Allah, jika engkau mengetahui
perkara ini (sebutkan jenis masalahnya) baik buatku dalam dinku, duniaku,akhir perkaraku atau
kondisi sekarang dari perkaraku atau nantinya, maka takdirkanlah hal itu untukku, dan
mudahkanlah untukku, kemudian berkahilah aku didalamnya.Dan jika engkau mengetahui bahwa
perkara ini buruk bagiku dan agamaku, kehidupanku, akhir perkaraku atau perkaraku yang cepat
atau yang nantinya , maka palingkan oerkara itu dariku, dan palingkan aku darinya, dan
takdirkan;lah kebaikan untukku dari arah mana saja, kemudian ridhailah aku.”
Sebagaimana orang yang beristikharah tidak memastikan yang terjadi apa yang diinginkan,
tapi menyerahkan keputusannya kepada apa yang baik di sisi Allah SWT. Demikian juga
seseorang yang bertawakkal minta tolong kepada Allah dan menyerahkan segala urusannya kepada
Allah serta pasrah totalitas kepada Allah dengan keyakinan bahwa Allah tidak akan menelantarkan
hamba-Nya yang bertawakkal kepada-Nya.
Yang harus diyakini dalam memahami masalah ini, bahwa manusia adalah hamba Allah
dalam segala kondisi, beribadah kepada Allah dalam segala hal, termasuk dalam masalah tawakkal
dan usaha. Allah Rabb dari segala sesuatu, termasuk dalam menentukan berhasil dan tidaknya
segala usaha, Dialah yang berhak menentukan segala sesuatu dan tidak ada pilihan bagi manusia
kecuali yang Allah berikan pilihan bagi mereka. Allah SWT berfirman: “Dan Tuhanmu
menciptakan apa yang dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka
persekutukan (dengan Dia)”. (Q.S. Al-Qashas:68)
Manusia harus senang hati dengan keputusan Allah tentang tercapainya atau tidak
tercapainya yang telah diusahakannya. jika tercapai, ia tetap berfdoa agar Allah memberika taufik,
keberkahan serta sebab kesuksesan akhirat. Sedangkan jika tidak tercapai ia berhusnudzan kepada
Allah, dan pasrah menerima keputusan Allah. Jadi kesuksesan sebenarnya tercapai bagi orang
yang bertawakkal baik terealisasikan apa yang diinginkan dari dunia atau tidak, sebab apapun
hasilnya ia mendapat ridha dan rahmat Allah dan itu lebih baik dari apa yang didapatkan dari
dunia.
3. Sabar
Sabar berasal dari bahasa Arab shobaru yashbiru yang berarti menahan. Sedangkan sabar
menurut istilah adalah menahan diri dari berbagai kesusahan dan menyikapinya menggunakan akal
dan syariat, menjaga lisan dari menggunjing serta menahan semua anggota tubuh dari perbuatan
yang dilarang oleh Allah SWT. Menurut islam sabar itu ada beberapa macam, yang diantaranya:
a. Sabar dalam melaksanakan perintah Allah SWT
Sabar dalam hal ini adalah dimaksudkan untuk menahan diri kita agar selalu istiqomah
menjalankan apa yang telah diperintahkan oleh Allah SWT. Sebagai seorang muslim yang
beriman, sudah semestinya untuk sabar dan ikhlas dalam menjalankan segala perintah-Nya.
b. Sabar dalam menjauhi segala larangan Allah SWT
Jenis sabar yang kedua ini memang dirasa sangat sulit. Seorang muslim yang rajin
beribadah dengan sabar pun belum tentu bisa menjauhi segala larangan Allah SWT, karena
memang Allah menciptakan hawa nafsu dan Syaithan untuk selalu menggoda manusia agar
melakukan segala apa yang dilarang oleh Allah SWT
c. Sabar dengan apa yang telah dituliskan oleh Allah untuk kita
Sabar yang ini bisa jadi yang lebih sulit dari yang sebelumnya. Seseorang bisa saja mampu
untuk bersabar dalam taat menjalankan perintah Allah dan menjauhi sregala larangan-Nya, namun
belum tentu ia akan tabah menghadapi takdir Allah yang jauh dari harapannya.
Sabar dapat mengundang manfaat yang besar bagi orang yang memilikinya. ketika tertimpa
musibah atau kesusahan yang amat berat. Salah satunya disebutkan dalam Q.S. Ali Imran 146:
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang sabar.” Batapa indahnya kita sebagai seorang
muslim yang menjaga sabar karena dengan begitu mampu mendapatkan cinta dari Allah SWT.
4. Syukur
Kata syukur atu dalam Bahasa Arab berasal dari kata Syukuran, Syakara, Wa syukuran,
Wa syakara yang berarti berterimaksih kepada Allah (dalam kontek islam) atas segala nikmat yang
telah kita terima. Sedangkan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (EdisiIII), syukur artinya rasa
terima kasih kepada Allah atau penyataan lega, senang dan sebagainya.
Refleksi dari syukur merupakan bagian dari kegiatan yang menunjukkan sikap tawakkal
dan mengandung arti ”sebuah hal yang menunjukan penyebaran dari sebuah kebaikan”. Para ulama
mendefiniskan syukur sebagai kalimat aplikatif, yaitu menggunakan dengan baik segala sesuatu
yang Allah anugrahkan dengan tujuan penciptaan anugerah tersebut. Dan oleh karena itu, syukur
terbagi kedalam tiga bagian, diantaranya adalah syukur I’tiqadi (bersyukur dalam bentuk
keyakinan), syukur kauli (bersyukur dalam bentuk ucapan), dan syukur ‘amali bersyukur dalam
bentuk perbuatan dan perilaku). Sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti
kami akan menambah (nikmat) kepadamu dan jika kau mengingkari (nikmat-ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.(Q.S. Ibrahim:7)
Dalam ayat diatas menjelaskan betapa dasyatnya tindakan bersyukur, karena sebagaimana
disebutkan bahwa dengan bersyukur, Allah akan menambah nikmat kepada kita. Namun
sebaliknya, jika kita mengingkari nya, disana Allah memperingati bahwa azab-Nya begitu pedih.
Maka dari itu penting bagi kita semua untuk selalu bersyukur atas segala sesuatu yang Allah
anugerahkan kepada kita.
5. Ridha
Kata ridha berasal dari bahasa Arab, Radiya yang artinya senang hati (rela). Ridha menurut
syariah adalah menerima dengan senang hati atas apa yang diberikan Allah SWT, baik yang berupa
hukum maupun ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh-Nya, dan baik ketika menerima nikmat
maupun ketika ditimpa musibah. Sering kali sebagi manusia yang belum menanamkan ridha di
dalam hatinya, ia akan merasa sangat gelisah ketika mendapatkan ujian seperti kehilangan barang,
pangkat, jabatan, kehilangan anggota keluarga karena meninggal.
Namun ridha terhadap takdir bukan berarti menyerah dan pasrah tanpa berusaha dan
mencari jalan keluar dari musibah yang menimpanya, hal tersebut hanya akan menambah kerugian
kita karena tidak ingin bangkit dari keterpurukan. Hal tersebut (musibah) hanyalah ujian dari Allah
SWT dalam menguji keimanan dan ikhtiar hamba-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT:
“ Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang
yang sabar(15). (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan “inna
lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uu”. (Q.S, Al-Baqarah:155-156)
Ayat diatas mengajarkan untuk kembali mengingat segala apa yang kita miliki, bahwa
semuanya adalah titipan dan pemilik sejatinya adalah Allah SWT dan akan kembali kepada-Nya.
Ayat di atas merupakan kalimat istirja’(pernyataan kembali kepada Allah) dan disunnahkan bagi
kita untuk mengucapkannya ketika ditimpa musibah baik yang besar maupun musibah yang ringan
atau kecil.

Anda mungkin juga menyukai