Anda di halaman 1dari 18

Proposal Penelitian

Profil Peresepan Antihipertensi pada Pasien Gangguan Ginjal Kronis


di Instalasi Rawat Jalan RSPAD Gatot Soebroto
Periode Januari – April 2019

Oleh: Rona
Fitriana
P2.31.39.0.15.079

JURUSAN FARMASI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II
2018
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Medication error adalah kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian
obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah1.
Medication error atau kesalahan pengobatan dapat terjadi dalam tiap proses
pengobatan, baik dalam proses peresepan (prescribing), pembacaan resep
(transcribing), penyiapan hingga penyerahan obat (dispensing), maupun dalam
proses penggunaan obat (administering). Kesalahan dalam peresepan (prescribing)
dan pemberian obat (dispensing) merupakan dua hal yang sering terjadi dalam
kesalahan pengobatan (DepkesRI, 2014)2.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 72 tahun 2016 tentang standar
pelayanan kefarmasian di rumah sakit, resep adalah permintaan tertulis dari dokter
atau dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam bentuk paper maupun elektronik untuk
menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku3.
Dalam resep harus memuat: a) nama, alamat dan nomor izin praktik dokter, dokter
gigi dan dokter hewan; b) tanggal penulisan resep (inscriptio); c) tanda R/ pada
bagian kiri setiap penulisan resep, nama setiap obat atau komposisi obat (invocatio);
d) aturan pemakaian obat yang tertulis (signatura); e) tanda tangan atau paraf dokter
penulis resep, sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku (subcriptio); f) jenis
hewan dan nama serta alamat pemiliknya untuk resep dokter hewan; g) tanda seru
dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang jumlahnya melebihi dosis
maksimal4. Resep merupakan wujud komunikasi antara dokter dengan tenaga
kefarmasian dalam menyediakan obat yang benar. Resep yang tidak sesuai dapat
memungkinkan medication error.
Menurut katalog yang diterbitkan WHO tentang Medication Error: Tecnical
series on Safer Primary Case pada tahun 2016, banyak penelitian telah menunjukkan
tingkat kesalahan pengobatan di rumah sakit, namun data untuk pertolongan pertama
(primary care) terhadap kesalahan pengobatan masih minim. Hal ini terutama
berlaku untuk negara berpenghasilan rendah dan menengah, meskipun ada
peningkatan penggunaan obat-obatan. Hal ini tercermin dalam tingkat prevalensi
kesalahan yang bervariasi berbagai belahan dunia. Seperti, sebuah studi di Inggris
menemukan 12% dari semua pasien yang mendapatkan pertolongan pertama terpapar
oleh prescribing atau monitoring error selama satu tahun, meningkat menjadi 38%
pada usia 75 tahun ke atas dan 30% pada pasien yang menerima lima atau lebih obat
selama setahun. Secara keseluruhan, 5% resep yang diresepkan salah. Sebuah studi
dari Arab Saudi melaporkan bahwa hanya di bawah seperlima pertolongan pertama
untuk resep yang berisi kesalahan, tapi hanya minoritas kecil yang dianggap serius.
Studi lain di Meksiko mengamati bahwa 58% resep mengandung kesalahan, dengan
regimen dosis untuk kebanyakan kasus (27,6%). Hal tersebut menunjukkan bahwa
medication error adalah masalah global5.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Shehata ZH, dkk. pada tahun 2014
tentang analisis deskripsi medication error [ME] yang dilaporkan ke sistem pelaporan
online nasional Mesir selama enam bulan. Mayoritas (66%) berasal dari unit rawat
inap, sedangkan 23% berasal dari unit perawatan intensif, dan 11% berasal dari
departemen rawat jalan. Prescribing error adalah tipe ME yang paling tinggi (54%),
diikuti oleh monitoring error (25%) dan administration error (16%). Kesalahan yang
paling banyak adalah salah dosis (20%) lalu diikuti oleh interaksi obat, obat yang
salah, dan frekuensi yang salah. Penyebab ME yang paling banyak dilaporkan adalah
karena kurangnya pengetahuan atau pengalaman, faktor lingkungan, kurangnya
sumber informasi obat, dan resep yang tidak lengkap6.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rasmi dan Zahra tahun 2017
tentang Kejadian Medication Error pada Fase Prescribing di Poliklinik Pasien Rawat
Jalan RSD Mayjend HM Ryacudu Kotabumi didapatkan hasil penelitian bahwa
angka kejadian medication error menunjukan 63,6%. Di mana dokter spesialis
melakukan medication error sebesar 72,5% dan dokter umum sebesar 43,4%.
Kesalahan fase prescribing pada bagian inscriptio sebesar 58,5%, bagian prescriptio
sebesar 63,6%, signatura sebesar 25,4%, dan pro sebesar 81,9%. Sedangkan angka
kejadian pada bagian invocatio dan subscriptio sebesar 0%2.
Dari hasil studi yang dilakukan oleh Megawati pada tahun 2015 menunjukkan
persentase kejadian ketidaklengkapan resep di apotek Sthira Dhipa yaitu umur pasien

Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II – 2


62%, jenis kelamin pasien 100%, berat badan pasien 100%, SIP dokter 100%, alamat
pasien 99,43%, paraf dokter 19%, serta tanggal resep 1%, nama pasien, nama dokter,
alamat dokter, serta nomor telepon dokter yang dituliskan oleh dokter telah mencapai
100 %7.
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto merupakan
rumah sakit rujukan tertinggi bagi Rumah Sakit TNI di seluruh penjuru Nusantara8.
Dengan sebutan sebagai rumah sakit rujukan tertinggi, Instalasi Farmasi RSPAD
Gatot Soebroto menerima resep dengan jumlah banyak setiap harinya. Jika resep
tersebut ditulis secara tidak lengkap dan jelas maka dapat timbul medication error
yang akan berdampak negatif bagi rumah sakit maupun pasien. Dampak negatif
tersebut seperti pemborosan dari segi ekonomi dan menurunnya mutu pelayanan
pengobatan (meningkatnya efek samping dan kegagalan pengobatan)9. Dokter
hendaklah menulis resep dengan lengkap dan jelas sehingga dapat meminimalkan
terjadinya medication error. Sampai saat ini belum ada penelitian untuk mengetahui
persentase kelengkapan resep di rumah sakit tersebut, oleh karena itu, peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul “Evaluasi Kelengkapan Resep Pada Pasien
BPJS Rawat Jalan Di Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto Berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan No. 72 Tahun 2016”.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian


Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat disimpulkan rumusan
masalah penelitian adalah resep yang tidak lengkap dapat mengakibatkan medication
error dan berpotensi bahaya bagi pasien. Untuk mencegah dan menurunkan kejadian
medication error hal pertama yang perlu diketahui adalah berapa persentase resep
yang ditulis secara lengkap oleh dokter praktik RSPAD Gatot Subroto.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dilakukan penelitian untuk mengetahui kelengkapan resep di
instalasi farmasi RSPAD Gatot Subroto berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
No. 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.

Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II – 3


1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dilakukan penelitian ini adalah
1) Mengetahui persentase kelengkapan resep berdasarkan persyaratan
administrasi meliputi nama, umur, jenis kelamin, berat badan pasien; nama
dan paraf dokter; tanggal resep; dan ruangan/unit asal resep.
2) Mengetahui persentase kelengkapan resep berdasarkan persyaratan
farmasetik meliputi nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan; dosis dan
jumlah obat; aturan dan cara penggunaan.
3) Mengetahui persentase kelengkapan resep meliputi tanggal penulisan
resep (inscriptio); tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep, nama
setiap obat atau komposisi obat (invocatio); aturan pemakaian obat yang
tertulis (signatura); tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, sesuai
dengan perundang-undangan yang berlaku (subcriptio);
4) Mengetahui tingkat kepatuhan dokter dalam menulis kelengkapan resep
sesuai persyaratan administrasi dan farmasetik pada PerMenKes No. 72
tahun 2016.

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Peneliti
Dalam prosesnya penelitian ini dapat digunakan sebagai proses pembelajaran
untuk mengolah data serta hasilnya diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan
bagi peneliti.
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan bahan acuan
untuk petunjuk penelitian mengenai evaluasi kesesuaian kelengkapan resep
berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 72 tahun 2016 di Politeknik
Kesehatan Jakarta II
1.4.3 Bagi Rumah Sakit
Hasil dari penelitian ini adalah mendapatkan umpan balik sehingga dapat
digunakan untuk meningkatkan program di Rumah Sakit RSPAD Gatot Subroto.

Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II – 4


5

BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA

2.1 Pelayanan Kefarmasian


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 72 tahun 2016, pelayanan
farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan Apoteker kepada
pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko
terjadinya efek samping karena obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient
safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin. Pelayanan farmasi
klinik yang dilakukan meliputi: (1) pengkajian dan pelayanan resep, (2)
penelusuran riwayat penggunaan obat, (3) rekonsiliasi obat, (4) Pelayanan
Informasi Obat (PIO), (5) konseling, (6) visite, (7) Pemantauan Terapi Obat (PTO),
(8) Monitoring Efek Samping Obat (MESO), (9) Evaluasi Penggunaan Obat (EPO),
(10) dispensing sediaan steril, (11) Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)3.

2.2 Pengkajian Resep


Pengkajian resep dilakukan untuk menganalisis adanya masalah terkait
obat, bila ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan kepada dokter
penulis resep. Apoteker harus melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan
administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat
inap maupun rawat jalan3.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 72 tahun 2016, persyaratan
administrasi meliputi:
a. nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien
b. nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter;
c. tanggal resep; dan
d. ruangan/unit asal resep.
Persyaratan farmasetik meliputi:
a. nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan;
b. dosis dan jumlah obat;
c. stabilitas; dan
d. aturan dan cara penggunaan.
Persyaratan klinis meliputi:
a. ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat;
b. duplikasi pengobatan;
c. alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);
d. kontraindikasi; dan
e. interaksi obat3

2.3 Resep
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 72 tahun 2016, resep adalah
permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam bentuk
paper maupun electronik untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien
sesuai peraturan yang berlaku3. Sesuatu resep dapat ditulis pada lembaran kertas
apa saja (asalkan semua elemen dicantumkan) dan biasanya mempunyai bentuk
khusus10.
Dalam lingkungan rumah sakit, obat-obat diresepkan pada halaman khusus
dari formulir pasien rumah sakit yang disebut lembaran order dokter (physician’s
order sheet, POS) atau formulir pesanan (chart order). Isi resep ditetapkan dalam
aturan staf medis dan diatur oleh Komite Farmasi dan Terapeutik rumah sakit.
Nama pasien diketik atau ditulis pada formulir, pesanan obat berisi nama dan
kekuatan obat, dosis, cara dan frekuensi pemberian, tanggal, informasi yang
berhubungan dengan obat tersebut, dan tanda tangan penulis resep10. Apakah
maksud dari tiap elemen dalam resep harus dimengerti, baik di dalam lingkungan
rumah sakit atau praktik pribadi10.

2.4 Elemen Resep


Empat elemen pertama resep pasien berobat jalan berupa identitas penulis
resep: nama, klasifikasi izin (tingkat profesional), alamat, dan nomor telepon

Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II – 6


tempat praktik. Sebelum resep diberikan, apoteker harus menetapkan bonafiditas
penulis resep dan harus dapat melakukan kontak dengan penulis resep melalui
telepon bila suatu pertanyaan muncul. Elemen ke-5 adalah tanggal pada waktu
resep ditulis. Letaknya harus dekat ke pinggir atas resep atau pada permulaan
(pinggir kiri). Karena order mempunyai makna hukum dan biasanya berkaitan
dengan tanggal wawancara pasien – dokter, maka apoteker harus menolak melayani
resep bila waktu penulisan resep sudah berlangsung lama tanpa persetujuan penulis
resep melalui telepon.
Elemen ke-6 dan ke-7 adalah identitas pasien dengan nama dan alamat.
Nama dan alamat lengkap pasien harus ditulis sejelas mungkin.
Badan resep terdiri dari elemen-elemen ke-8 sampai ke-11 yang
mencantumkan obat spesifik, jumlah yang diberikan, dosis, dan cara penggunaan
yang lengkap. Jika penulisan nama obat elemen ke-8 dapat digunakan juga
nama/merek dagang (nama dari pabrik) atau nama generik (bukan nama dagang).
Kekuatan obat (elemen ke-9) harus ditulis dalam satuan metrik. Walaupun
demikian, penulis resep harus memahami kedua sistem yang sekarang digunakan
yaitu menurut apoteker dan metrik.
Kekuatan suatu larutan biasanya dinyatakan dalam jumlah yang dilarutkan
dalam pelarut yang cukup untuk membuat jadi 100 ml; misalnya larutan kalium
klorida 20% merupakan larutan 20 gram per desiliter. Konsentrasi dan volume
harus ditulis dengan jelas.
Jumlah obat yang diresepkan harus mencerminkan lama terapi yang
diantisipasi, harga, keperluan untuk meneruskan kontak dengan klinik atau dokter,
potensi untuk penyalahgunaan, dan potensi untuk toksisitas atau takar lajak. Juga
harus dipertimbangkan ukuran standar di mana produk tersedia dan apakah resep
ini adalah resep awal atau resep ulangan atau pemberian kembali. Jika terapi selama
10 hari diperlukan untuk mengobati infeksi streptokokus secara efektif, maka
jumlah yang sesuai untuk rangkaian pengobatan penuh harus diresepkan. Akhirnya,
jika peresepan pertama obat-obat yang digunakan untuk pengobatan penyakit
kronis, maka jumlah yang diberikan pada permulaan harus kecil, yang dapat diulang
dengan jumlah yang lebih besar. Tujuan untuk mengawali pengobatan dengan
jumlah obat yang sedikit adalah untuk mengurangi beban biaya bila pasien

Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II – 7


intoleran terhadap obat yang diresepkan. Bila telah ditentukan bahwa intoleran
tidak menjadi masalah, maka pembelian dalam jumlah besar dengan frekuensi
sedikit biasanya harga obat lebih murah.
Cara pemakaian (elemen ke-11) untuk obat tertentu dan pasien tertentu.
Cara pakai yang lebih sederhana akan lebih baik, dan lebih sedikit jumlah dosis
(dan obat) per hari lebih baik. Ketidakpatuhan pasien menggunakan obat
(kegagalan dalam mengikuti regimen dosis) merupakan penyebab utama kegagalan
dalam pengobatan. Untuk membantu pasien mengingat minum obatnya, penulis
resep sering memberikan instruksi bahwa obat diminum pada atau sekitar waktu
makan atau waktu tidur. Walaupun demikian, penting untuk menanyakan tentang
kebiasaan makan pasien dan pola hidup pasien yang lain, karena banyak pasien
yang tidak makan tiga kali sehari secara teratur, khususnya bila mereka sedang sakit
atau diet.
Instruksi bagaimana dan kapan obat diminum, lama terapi, dan tujuan
minum obat harus diterangkan pada setiap pasien oleh dokter dan apoteker (tidak
boleh diasumsikan bahwa orang lain akan melakukannya), selanjutnya nama obat,
tujuan untuk apa diberikan dan lama terapi harus ditulis pada setiap label sehingga
obat dapat diidentifikasikan dengan mudah pada kasus takar lajak. Instruksi untuk
“menggunakan sesuai petunjuk” dapat menghemat waktu penulisan pesanan tetapi
sering menyebabkan ketidakpatuhan, kebingungan pasien dan salah obat. Petunjuk
penggunaan obat harus jelas dan singkat untuk mencegah toksisitas dan untuk
memperoleh manfaat yang paling besar dari terapi.
Meskipun petunjuk untuk penggunaan tidak lagi ditulis dalam bahasa Latin,
masih banyak singkatan-singkatan apotek dalam bahasa latin yang dipakai.
Pengetahuan tentang singkatan ini merupakan hal yang sangat diperlukan untuk
pendistribusian (dispensing) obat oleh apoteker dan berguna untuk penulis resep.
Elemen ke-12 sampai ke-14 pada resep termasuk informasi pemberian
kembali, surat pelepasan hak dari tuntutan untuk kemasan yang tidak berbahaya
bagi anak, dan instruksi tanda tambahan (misanya nama obat pada label “dapat
menyebabkan ngantuk” “jangan minum alkohol”). Sekarang banyak apoteker yang
menempatkan nama obat pada etiket kecuali ada petunjuk lain dari penulis resep,
dan beberapa obat yang mempunyai nama yang telah distempel atau dicetak pada

Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II – 8


tablet atau kapsul. Apoteker juga menempatkan tanggal kadaluwarsa pada label
Elemen ke-15 sampai ke-17 adalah tanda tangan penulis resep dan data identifikasi
lain.

2.5 Kesalahan Obat


Kesalahan obat (medication error) adalah pemberian suatu dosis yang
menyimpang dari resep/order dokter yang tertulis dalam kartu pengobatan pasien
atau menyimpang dari kebijakan, prosedur, dan standar rumah sakit. Kecuali
kesalahan karena lalai memberikan dosis obat kepada pasien yang dimaksud
dengan kesalahan obat, adalah jika dosis obat telah benar-benar sampai pada
pasien11

2.6 Jenis Kesalahan Obat


Kesalahan obat mencakup kesalahan penulisan resep, kesalahan dispensing,
kesalahan pemberian obat, dan kesalahan kepatuhan pasien.
Definisi kesalahan yang mungkin adalah suatu kekeliruan dalam penulisan,
dispensing atau pemberian obat yang direncanakan, dideteksi dan diperbaiki
melalui intervensi (oleh pelaku pelayan kesehatan yang lain atau pasien), sebelum
pemberian sebenarnya. Kesalahan yang mungkin harus dikaji dan ditabulasi
sebagai kejadian terpisah dari kesalahan yang terjadi (kesalahan yang benar-benar
mencapai pasien) untuk mengidentifikasi kesempatan guna memperbaiki masalah
dalam sistem penggunaan obat sungguh pun sebelum kesalahan itu terjadi.
Pendeteksian kesalahan yang mungkin harus merupakan suatu komponen dari
proses penyempurnaan rutin mutu rumah sakit. Pembuktian kejadian ketika seorang
individu telah mencegah terjadinya suatu kesalahan obat, akan membantu
mengidentifikasi kelemahan sistem dan memperkuat pentingnya multi pengecekan
dalam sistem penggunaan obat.
Berikut ini merupakan jenis dari kesalahan obat dan masalah yang berkaitan
dengan obat dan resep yaitu:
1. Kesalahan resep
Seleksi obat (didasarkan pada indikasi, kontraindikasi, alergi yang
diketahui, terapi obat yang ada, dan faktor lain), dosis, bentuk sediaan,

Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II – 9


mutu, rute, konsentrasi, kecepatan pemberian, atau instruksi untuk
menggunakan suatu obat yang diorder atau diotorisasi oleh dokter (atau
penulis lain yang sah) yang tidak benar, resep atau order yang tidak terbaca
yang menyebabkan kesalahan yang sampai pada pasien. Seleksi obat yang
tidak benar, misalnya seorang pasien dengan infeksi bakteri yang resisten
terhadap obat yang ditulis untuk pasien tersebut.
2. Kesalahan karena waktu pemberian yang keliru
Pemberian obat di luar suatu jarak waktu yang ditentukan sebelumnya dari
waktu pemberian obat terjadwal (jarak waktu ini ditetapkan oleh masing-
masing rumah sakit)
3. Kesalahan karena dosis tidak benar
Pemberian kepada pasien suatu dosis yang lebih besar atau lebih kecil sari
jumlah yang diorder oleh dokter penulis resep atau pemberian dosis
duplikat kepada pasien, yaitu satu atau lebih unit dosis sebagai tambahan
pada dosis obat yang diorder. Dalam hal salep, larutan topikal, semprotan,
suatu kesalahan terjadi hanya jika order obat menyatakan dosis secara
kuantitatif, misalnya 2,5 cm salep atau dua semprot dalam satu detik.
4. Kesalahan karena bentuk sediaan
Pemberian kepada pasien suatu sediaan obat dalam bentuk berbeda dari
yang diorder oleh dokter penulis, keliru. Misalnya, penggunaan salep mata.
Penggerusan tablet lepas lambat, termasuk kesalahan. Dengan maksud
tertentu, perubahan (misal, menggerus tablet biasa) atau subtitusi (misal
subtitusi obat cairan untuk tablet) dari suatu bentuk sediaan vial untuk
mempermudah pemberian, pada umumnya bukan suatu kesalahan.
5. Kesalahan karena interaksi obat
Pasien mengalami masalah medis, sebagai akibat dari interaksi obat-obat,
obat-makanan, atau obat-prosedur laboratorium. Paling umum adalah
inkompatibilitas intravena, seperti nutrisi parenteral lengkap atau campuran
sediaan intravena.
6. Kesalahan obat lain
Setiap kesalahan yang tidak dicakup salah satu kategori di atas.11

Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II – 10


2.7 Kerangka Konsep
Kerangka konsep dari penelitian ini dapat digambarkan seperti di bawah ini.

Lembar Resep Pasien BPJS Rawat Jalan di Instalasi Farmasi RSPAD

Pengkajian Resep berdasarkan PerMenKes No. 72 tahun 2016

Persyaratan administrasi Persyaratan farmasetik


INPUT

- nama, umur, jenis kelamin, berat - nama obat, bentuk dan kekuatan
badan sediaan;
- nama dan paraf dokter; - dosis dan jumlah obat; dan
- tanggal resep; dan - aturan dan cara penggunaan.
- ruangan/unit asal resep.

OUTPUT
- Persentase kelengkapan resep yang ditulis dokter

2.8 Definisi Operasional Variabel


NO. VARIABEL DEFINISI OPERASIONAL CARA UKUR UKURAN SKALA
1 Kelengkapan - Lengkap berdasarkan Menilai/ melihat/ Lengkap bila Nominal
PerMenKes No. 72 tahun 2018 mengobservasi kelengkapan resep
secara administrasi dan kelengkapan resep terpenuhi
farmasetik pasien BPJS Rawat Tidak lengkap bila
- Lengkap berdasarkan resep Jalan RSPAD kelengkapan resep tidak
yang lengkap (invocatio, Gatot Soebroto terpenuhi
subcriptio, inscriptio,
signatura, ordinatio)
2 Nama Nama lengkap pasien yang Menilai/ melihat Lengkap jika ada nama Nominal
mendapatkan resep, dapat nama pasien pasien lengkap
ditulis tangan maupun diketik Tidak lengkap jika tidak
ada nama pasien atau
nama pasien tidak
lengkap
3 Umur Umur pasien yang Menilai/ melihat/ Lengkap jika ada umur Nominal
mendapatkan resep, dapat mengobservasi pasien
ditulis tangan maupun diketik, umur pasien Tidak lengkap jika tidak
umur dapat diketahui dengan ada umur pasien
menghitung selisih tahun lahir
dengan tahun saat pengambilan
data.
4 Jenis kelamin Jenis kelamin yang Menilai/ melihat Lengkap jika ada jenis Nominal
mendapatkan resep, perempuan jenis kelamin kelamin pasien
atau laki-laki dapat ditulis atau pasien Tidak lengkap jika tidak
diketik pada resep. ada jenis kelamin
pasien

Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II – 11


. 5 Berat badan Berat pasien yang mendapatkan Menilai/ melihat Lengkap jika ada berat Nominal
pasien resep dapat ditulis maupun berat badan pasien badan pasien
diketik, harus ada terutama Tidak lengkap jika tidak
untuk pasien pediatri dan ada jenis kelamin
pasien yang mendapat terapi pasien
obat yang memerlukan
perhitungan dosis dengan berat
badan
. 6 Nama dokter Nama dokter penulis resep, Menilai/ melihat Lengkap jika ada nama Nominal
boleh diketik maupun ditulis nama dokter dokter
tangan, atau distempel cap Tidak lengkap jika tidak
dokter secara lengkap dan jelas. ada nama dokter
7 Paraf dokter Paraf yang diberikan dokter Menilai/ melihat Ada/ tidak ada Nominal
untuk masing-masing resep paraf dokter
yang diberikan kepada pasien.
8 Tanggal resep Tanggal kapan resep ditulis Menilai/melihat Ada/ tidak ada Nominal
oleh dokter. tanggal resep
9 Nama obat Nama obat adalah nama obat Menilai/ melihat/ Lengkap/ tidak lengkap Nominal
bisa generik maupun merek nama obat
dagang yang ditulis dengan
jelas dan dapat terbaca.
10 Bentuk obat Jenis sediaan obat yang ditulis Menilai/ melihat Ada/ tidak ada Nominal
pada resep, seperti tablet, bentuk obat
kapsul, syrup, injeksi ampul
maupun vial dan lain
sebagainya, boleh disingkat
asal terbaca dan dimengerti
dengan jelas.
11 Kekuatan Kekuatan sediaan untuk obat Menilai/ melihat Lengkap/ tidak lengkap Nominal
sediaan yang memiliki komposisi bentuk obat
tunggal dan memiliki banyak
variasi kekuatan sediaan.
12 Jumlah obat Jumlah obat yang diberikan Menilai/ melihat Ada/ tidak ada Nominal
pada resep. jumlah obat
13 Aturan dan Aturan pakai yang ditulis Menilai/ melihat Lengkap jika ditulis Nominal
cara setelah tanda s. aturan dan cara secara lengkap dan jelas
penggunaan penggunaan Tidak lengkap jika
ditulis tidak lengkap

Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II – 12


13

BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN

3.1 Desain Rancangan


Desain rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif, yaitu studi
yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menjelaskan peristiwa atau kejadian
yang sedang berlangsung pada saat penelitian tanpa menghiraukan sebelum dan
sesudahnya (Sudjana, 200:52). Data yang diperoleh kemudian diolah, ditafsirkan
dan disimpulkan12.

3.1.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.1.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Subroto.
3.1.3 Waktu Penelitian
Waktu penelitian diharapkan dapat selesai dalam waktu enam bulan,
dimulai dari menyusun proposal penelitian sampai menyelesaikan laporan
penelitian, yakni mulai dari akhir bulan November sampai bulan Mei 2018.
Rincian rencana kegiatan yang akan dilakukan adalah:
Kegiatan Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei
minggu ke- iii iv i ii iii iv i ii iii iv i ii iii iv i ii iii iv i ii iii iv i ii iii iv
Penyusunan proposal
Seminar proposal
Perizinan penelitian dan etik
Pengumpulan data
Pengolahan dan analisis data
Penyusunan KTI

3.2 Populasi dan Sampel


3.2.1 Populasi
Populasi adalah semua lembar resep yang masuk di Instalasi Farmasi
RSPAD Gatot Subroto pada periode Oktober sampai dengan Desember 2017.
3.2.2 Sampel
Sampel adalah semua lembar resep pasien BPJS rawat jalan yang masuk di
Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Subroto, pada periode Oktober sampai dengan
Desember 2017.
3.2.3 Jumlah Sampel
Diperkirakan jumlah resep pasien BPJS rawat jalan yang masuk di Instalasi
Farmasi RSPAD sekitar 800 lembar resep setiap hari, maka dalam tiga bulan
diperkirakan 72000 lembar resep. Dengan pertimbangan bahwa populasi sebanyak
tersebut, maka penentuan jumlah sampel untuk penelitian deskriptif menggunakan
rumus Slovin (1960):
𝑁 72000
𝑛= = = 397.7901
��. ��2 + 1 72000 (0,05)2 + 1
Dari hasil perhitungan tersebut diperoleh minimal sampel adalah 397.79
agar lebih akurat maka sampel menjadi 400 sampel lembar resep pasien BPJS rawat
jalan.
3.2.4 Cara Pengambilan Sampel
Cara pengambilan sampel dengan simple random sampling yakni cara
pengambilan sampel yang dilakukan secara acak sehingga setiap kasus atau elemen
dalam populasi memiliki kesempatan yang sama besar untuk dipilih sebagai sampel
penelitian. Resep pasien BPJS rawat jalan yang berjumlah 72000 lembar dipilih
secara acak sampai memenuhi sampai 400 lembar resep.

3.3 Prosedur Pengumpulan Data


3.3.1 Perizinan Penelitian
Untuk dapat melakukan penelitian ini adalah meminta izin kepada pihak
RSPAD untuk dapat melakukan pengambilan data.
3.3.2 Pelaksanaan Pengumpulan Data
Pelaksanaan pengumpulan data diharapkan dapat dilakukan pada bulan
April 2018. Prosedur yang dilakukan untuk pengumpulan data adalah
mengumpulkan resep pasien BPJS rawat jalan yang masuk pada bulan Oktober
sampai dengan Desember 2017, kemudian dipilih secara acak sejumlah sampel
minimal untuk dianalisis kelengkapan resepnya berdasarkan formulir lembar kerja
pada lampiran 1.

Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II – 14


3.4 Pengolahan dan Analisis Data
Dalam melakukan pengolahan dan analisis data, data yang telah diperoleh,
kemudian diolah dan dianalisis secara deskriptif untuk diketahui berapa persentase
kelengkapan resep yang masuk di Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto yang
dapat disajikan dalam bentuk tabel maupun diagram untuk memudahkan
pembacaan.

Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II – 15


16

LAMPIRAN

Contoh Formulir Lembar Kerja


Persyaratan administrasi R/ Persyaratan farmasetik
Identitas Pasien Identitas Dokter Identitas Sediaan Obat Aturan pakai

(invocatio)
Nama Paraf Tanggal Ruangan/unit Bentuk Dosis Jumlah dan cara
No. Rekam Jenis Berat Nama obat Kekuatan
dokter Nama Pasien Umur Pasien Nama dokter Dokter Resep asal Resep sediaan obat Obat penggunaannya
Medik Kelamin Badan (praescriptio) sediaan
(subscriptio) (inscriptio) (ordinatio) (signatura)
tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak
lengkap Lengkap ada ada lengkap ada ada ada jelas jelas jelas jelas jelas jelas
lengkap lengkap ada ada lengkap ada ada ada jelas jelas jelas jelas jelas jelas

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
17

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027 tahun 2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Apotek. 2004.
2. Wafiyatunisa Z. Kejadian Medication Error pada Fase Prescribing di Poliklinik Pasein
Rawat Jalan RSD Mayhendhm Ryacudu Kotabumi. Bandar Lampung; 2017.
3. Anonim. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016
Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. 2016.
4. Anief M. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gajah Mada University Press; 2013.
5. Anonim. Medication Errors: Technical Series on Safer Primary Case. World Health
Organization. Geneva: World Health Organization; 2016.
6. Shehata ZHA, Sabri NA, Elmelegy AA. Descriptive analysis of medication errors
reported to the Egyptian national online reporting system during six months. JAMIA.
2016;23(2):366–74.
7. Megawati F, Santoso P. Pengkajian Resep Secara Administratif Berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan RI No 35 Tahun 2014 Pada Resep Dokter Spesialis Kandungan di
Apotek Sthira Dhipa. Medicamento. 2017;3(1):12–6.
8. Anonim. Selayang Pandang [Internet]. Tersedia pada:
http://www.rspadgs.net/v2/index.php/page/2
9. Arto YM. Medication Error [Internet]. Tersedia pada: mustikaartajaya.blogspot.co.id
10. Katzung BG, Lofholm PW. Peresepan Rasional & Penulisan Resep. In: Agoes A,
editor. Farmakologi Dasar dan Klinik. VI. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
1998. hal. 1010–8.
11. Siregar CJP, Kumolosasi E. Farmasi Klinik: Teori dan Penerapan. Cetakan I. Suhendra
MF, editor. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005.
12. Riduwan. Belajar mudah penelitian untuk guru, karyawan dan peneliti pemula.
Cetakan ke. Akdon, editor. Bandung: Alfabeta; 2008.

Anda mungkin juga menyukai