Anda di halaman 1dari 5

DEMAM

Deskripsi penyakit
Pada umumnya deman adalah juga sautu gejala dan bukan merupakakn penyakit
tersendiri. Kini para ahli berpendapat bahwa demam adalah suatu reaksi tangkis yang berguna
dari tubuh terhadap infeksi . Pada suhu di atas 30⁰ C lomfosit da makrofag menjadi lebih aktif.
Bila suhu melampai 40-41⁰ C, barulah tejadi situasi kritis yang bisa menjadi fatal, karena tidak
terkendalikan lagi oleh tubuh (Drs. Tan Hoan Tjay dan Drs. Kirana Rahardja, 2008, hal. 312).
Demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat peningkatan
pusat pengatur suhu dihipotalamus . Sebagian besar demam pada anak merupakan akibat dari
perubahan pada pusat panas (termoregulasi) di hipotalamus. Penyakit – penyakit yang ditandai
dengan adanya demam dapat menyerang system tubuh. Selain itu demam mungkin berperan
dalam meningkatkan perkembangan imunitas spesifik dan nonspesifik dalam membantu
pemulihan atau pertahanan terhadap infeksi (Aryanti Wardiyah. Dkk, 2016, Vol 10).
Penatalakasanaan
Penanganan terhadap demam dapat dilakukan dengan tindakan farmakologis, tindakan
non farmakologis maupun kombinasi keduanya . Tindakan farmakologis yaitu memberikan obat
antipiretik. Sedangkan tindakan non farmakologis yaitu tindakan tambahan dalam menurunkan
panas setelah pemberian obat antipiretik. Tindakan non farmakologis terhadap penurunan panas
seperti memberikan minuman yang banyak, ditempatkan dalam ruangan bersuhu normal,
menggunakan pakaian yang tidak tebal, dan memberikan kompres.
Non farmakologi
Kompres hangat adalah tindakan dengan menggunakan kain atau handuk yang telah
dicelupkan pada air hangat, yang ditempelkan pada bagian tubuh tertentu sehingga dapat
memberikan rasa nyaman dan menurunkan suhu tubuh. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Wahyuni (2009) di RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar menunjukkan bahwa pemberian
kompres hangat pada daerah aksila dan dahi mempunyai efek dalam menurunan suhu tubuh pada
klien demam. Penurunan suhu tubuh klien yang dikompres air hangat di daerah aksila rata- rata
0,0933°C sedangkan penurunan suhu tubuh klien yang dikompres air hangat di daerah dahi rata-
rata 0,0378°C.
Tindakan lain yang digunakan untuk menurunkan panas adalah tepid sponge. Tepid
sponge merupakan suatu prosedur untuk meningkatkan kontrol kehilangan panas tubuh melalui
evaporasi dan konduksi, yang biasanya dilakukan pada pasien yang mengalami demam tinggi.
Tujuan dilakukan tindakan tepid sponge yaitu untuk menurunkan suhu tubuh pada pasien yang
mengalami hipertermia (Aryanti Wardiyah. Dkk, 2016, Vol 10).
Terapi farmakologi
1. paracetamol
a. Indikasi
Analgetis dan antipiretis, tetapi tidak antiradang. Dewasa ini pada umunya di
anggap sebagai zat antinyeri yang paling aman, juga untuk swamedikasi
(pengobatan mandiri). Efek analgetisnya di perkuat oleh kodein dan kafein
dengan kira 50%.
b. Dosis
Untuk nyeri demam oral 2 -3 dd 0,5 g, maks. 4 g/hari, pada penggunaan kronis
maks. 2,5g/hari. Anak-anak : 4-6 dd 10 mg/kg, yakni rata-rata usia 12 bulan 60
mg,1-4 tahun 180 mg, 7-12 tahun 240-36- mg, 4-6 x sehari. Rektal 20 mg/kg
setiap kali, dewasa 4 dd 0,5-1 mg, 1-4 tahun 2-3 dd 240 mg, 4-6 tahun dd 240 mg,
dan 7-12 tahun 2-3 dd 0,5 g.
c. Kontrak indikasi
Wanita hamil dapat menggunakan parasetamol dengan aman, juga selama laksati
walaupunmencapai air susu ibu. Interaksi. Pada dosis tinggi dapat memperkuat
efek antikoagulansia tetapi pada dosis biasa tidak interaksi. Masa paruh
Kloramfenikol dapat sangat di perpanjang. Kombinasi dengan obat AIDS
zidovudin meningkatkan resiko akan neutropenia.
d. Efek samping
Tak jarang, antara lain reaksi hipersensitivitas dan kelainan darah. Pada
penggunan kronis dari 3-4 g sehari dapt terjadi kerusakan hati dan pada dosis di
atas 6 g mengakibatkan necrosis hati yang tidak reversibel. Hepatotoksisitas ini
disebabkanoleh metabolit-metabolitnya yang pada dosis normal dapat di tangkai
oleh glutathione (suatu tripeptida dengan-SH). Pada dosis di atas 10 g persediaan
peptida tersebut habis dan metabolit-metabonlit mengikat dari pada protein
dengan fufusan-SH di sel-sel hati dan terjadilah kerusakan irreversible. Dosis dari
20 g sudah berefek fatal overdose dapat mmenumbulkan a.l. mual, untah dan
anoreksia. Penanggulangannya dengan cuci lambung, disamping perlu pemberian
zat penawar (asam-amino N-asetilsistein atau metionin) sedini mungkin,
sebagiknya dalam 8-10 jam setelah intoksikasi.
(Drs. Tan Hoan Tjay dan Drs. Kirana Rahardja, 2008, hal. 312).
e. Interaksi obat
isoniazid + acetaminophe
isoniazid akan meningkatkan tingkat atau efek acetaminophen dengan
mempengaruhi metabolisme enzim CYP2E1 hati. Gunakan Perhatian / Monitor.

imatinib + acetaminophen
imatinib menurunkan kadar asetaminofen dengan mengurangi klirens hati.
Modifikasi Terapi / Monitor Secara Dekat. Secara in vitro, imatinib ditemukan
untuk menghambat acetaminophen O-glucuronidation (nilai Ki 58,5 mikro-M)
pada tingkat terapeutik; hindari terapi acetaminophen kronis dengan imatinib; jika
acetaminophen sesekali diberikan, jangan melebihi 1300 mg / hari

Minor
isoniazid + acetaminophen
isoniazid meningkatkan toksisitas acetaminophen oleh mekanisme yang tidak
diketahui. Minor / Signifikansi Tidak Diketahui.
(Medscape interaksi obat)

2. Aspirin
Aspirin tidak direkomendasikan sebagai antipiretik pilihan pertama pada anak karena
dikaitkan dengan sinrom reye, suatu kondisi yang jarang terjadi namun serius yang
menyerang hati dan otak. Hindari memberi aspirin pada anak yang menderita cacar air,
demam dengue dan kelainan hemoragik lainnya.
(hospital care for children guidelines for the management of common illnesses with
limited resource. Word health organization. 2005)
a. Indikasi
Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah analgetik,
antipiretikdan antiinflamasi yang luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas.
Selain sebagai prototip, obat ini merupakan standar dalam menilai efek obat sejenis
b. Dosis
Dosis salisilat untuk dewasa ialah 325 mg-650 mg,diberikan secara oral tiap 3 atau 4
jam. Untuk anak 15-20 mg/kgBB, diberikan tiap 4-6 jam. Berdasarkan asosiasi
penggunaan aspirin dengan sindrom reye, aspirin dikontraindikasikan sebagai
antipiretik pada anak di bawah 12 tahun. Di inggris aspirin dilarang digunakan pada
anak di bawah 16 tahun.
c. Kontrak indikasi
Usia dibawah 16 tahun dengan infeksi virus (seperti influenza dan varicella), karena
berkaitan dengan sindrom reye, menyusui, tukak peptic aktif, hemophilia,gangguan
perdarahan, hipersensitivitas
(informatorium obat nasional Indonesia.BPOM. 2017. Hal 358)
d. Efek samping
Biasanya ringan dan tidak sering, tetapi kejadiaannya tinggi untuk terjadinya
iritasisaluran cerna dengan perdarahan ringan yang asimptomatis, memanjangnya,
memanjangnya bleeding time,bronkospasme, dan reaksi kulit pada pasien
hipersensitif
e. Interaksi obat
Adsorben: kaolin dapat menurunkan absorpsi kaolin
 Analgesik: hindari penggunaan secara bersamaan asetosal dengan AINS
(meningkatkan efek samping): ibuprofen dapat mengurangí efek antiplatelet
 Antagonis Leukotrien: meningkatkan konsentrasi plasma zafirlukast
 Antagonis reseptor angiotensin II: risiko gangguan fungsi ginjal jika asetosal
(dosís diatas 300 mg per hari) diberikan bersama antagonis reseptor angiotensin
II, juga memberikan efek antagonis terhadap efek hipotensi
 Antasida: urin yang bersifat basa akibat meningkatkan ekskresi asetosal
 Antidepresan: meningkatkan risiko setelah diberikan bersama SSRI atau
venlafaksin
 Antiepilepsi: asetosal meningkatkan efek fenitoin dan valproat
 Antikoagulan: meningkatkan resiko perdarahan jika diberikan bersama kumarin
atau fenindion (karena efek antiplatelet); asetosal meningkatkan efek antikoagulan
heparin
 Diuretik: asetosal memberikan efek antagonis terhadap efek spironolakton;
meningkatkan risiko toksisitas jika asetosal dosis besar diberikan bersama
penghambat karbonik anhidrase.
 Iloprost: meningkatkan risiko perdaraharn
 Klopidogrel: meningkatkan risiko perdarahan
 Kortikosteroid: meningkatkan risiko perdarahan saluran cerna dan tukak,
kortikosteroid dan menurunkan kadar plasma salisilat
 Metoklopramid: meningkatkan kecepatan absorpsi asetosal (meningkatkan efek)
 Mifepriston: hindari penggunaan bersama mifepriston dengan asetosal
 Penghambat ACE: risiko gangguan fungsi ginjal jika asetosal (dosis diatas 300
mg per hari) diberikan bersama penghambat ACE, juga memberikan efek
antagonis terhadap efek hipotensi.
 Pobenesid: asetosal memberikan efek antagonis terhadap efek probenesid
 Silostazol: disarankan dosis asetosal tidak lebih dari 80 mg perhari jika diberikan
bersama silostazol
 Sitotoksik: asetosal menurunkan ekskresi metotreksat (meningkatkan risiko
toksisitas) tapi untuk penggunaan secara bersamaan pada penyakit rematik
 Sulfinpirazon: memberikan efek antagonis terhadap efek sulfinpirazon
 (informatorium obat nasional Indonesia.BPOM. 2017. Hal 1118sss)

Anda mungkin juga menyukai