BRONKHOPNEUMONIA
KONSULEN
dr. Pramudito, Sp.A
Disusun Oleh :
Andi Prasetya
2
3. Gizi kurang
4. Umur kurang dari 2 bulan
5. Berat badan lahir rendah
6. Tidak mendapat ASI yang memadai
7. Polusi udara
8. Laki-laki
9. Imunisasi yang tidak memadai
10. Defisiensi Vitamin A
11. Pemberian makanan tambahan terlalu dini
12. Kepadatan tempat tinggal.1,5,11,12
B. DEFINISI
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah
yang mengenai parenkim paru dimana asinus terisi dengan cairan radang,
dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam interstitium.
Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit), bahan
kimia, radiasi, aspirasi, obat-obatan dan lain-lain. Pneumonia yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedang
keradangan paru yang disebabkan oleh penyebab non infeksi (bahan
kimia, radiasi, obat-obatan dan lain- lain) lazimnya disebut pneumonitis.2
Bronkopneumonia merupakan radang dari saluran pernapasan yang
terjadi pada bronkus sampai dengan alveolus paru. Saluran pernapasan
tersebut tersumbat oleh eksudat yang mukopurulen, yang membentuk
bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang berdekatan. Penyakit ini
3
bersifat sekunder yang biasanya menyertai penyakit ISPA (Infeksi
Salurann Pernapasan Atas), demam infeksi spesifik dan penyakit yang
melemahkan daya tahan tubuh. Sebagai infeksi primer biasanya hanya
dijumpai pada anak-anak dan orang tua. 4
Secara anatomis pneumonia dibagi 3, yaitu :
a. pneumonia lobaris
b. pneumonia intertitialis (bronkiolitis)
c. pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
4
kejang
kesadaran menurun
malnutrisi.9,10
C. ETIOLOGI
Virus merupakan penyebab tersering pneumonia pada bayi usia 1
bulan sampai 2 tahun, . Pola kuman penyebab pneumonia biasanya
berubah sesuai dengan distribusi umur pasien. Namun secara umum
bakteri yang berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus
pneumoniae, Haemophillus influenzae, Staphylococcus aureus,
Streptococcus group B serta kuman atipik Chlamydia pneumoniae dan
Mycoplasma pneumoniae. 9
5
merah dan sel darah putih keluar dari darah masuk ke dalam alveoli.
Dengan demikian alveoli yang terinfeksi secara progresif menjadi terisi
dengan cairan dan sel-sel, dan infeksi disebarkan oleh perpindahan bakteri
dari alveolus ke alveolus. Kadang-kadang seluruh lobus bahkan seluruh
paru menjadi padat (consolidated) yang berarti bahwa paru terisi cairan
dan sisa-sisa sel.5
6
1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan
permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini
ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di
tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-
mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan
cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru.
7
Gambar 1. tampak alveolus terisi sel darah merah dan sel sel inflamasi
(netrofil)
4. Stadium IV (7 – 11 hari)
8
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon
imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan
diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya
semula.15
9
Fagositosis kuman oleh makrofag alveolar
Netralisasi kuman oleh substansi imun lokal
Drainase melalui sistem limfatik.13
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala dan tanda klinis bervariasi tergantung kuman penyebab, usia
pasien, status imunologis pasien, dan beratnya penyakit. Manifestsi klinis
bisa sangat berbeda, bahkan pada neonatus mungkin tanpa gejala. Gejala
dan tanda pneumonia meliputi gejala infeksi pada umumnya demam,
menggigil, sefalgia, rewel, dan gelisah. Beberapa pasien mungkin
mengalami gangguan gastrointestinal seperti muntah, kembung, diare, atau
sakit perut. 9
Walaupun tanda pulmonal paling berguna, namun mungkin tanda-
tanda itu tidak muncul sejak awitan penyakit. Tanda-tanda itu meliputi
nafas cuping hidung (neonetus), takipneu, dipsneu, dan apneu. Otot bantu
nafas interkosta dan abdominal mungkin digunakan. Batuk umumnya
dijumpai pada anak besar, tapi pada neonatus bisa tanpa batuk. Tanda
pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam saat bernafas bersama dengan peningkatan frekuensi nafas), perkusi
redup, fremitus melemah, suara nafas melemah dan ronkhi. 13
Frekwensi nafas merupakan indeks paling sensitif untuk
mengetahui beratnya penyakit. Hal ini digunakan untuk mendukung
diagnosis dan memantau tatalaksana. Pengukuran frekwensi nafas
dilakukan dalam keadaan anak tenang atau tidur. Perkusi thorak tidak
bernilai diagnostik karena umumnya kelainan patologisnya menyebar.
Suara redup pada perkusi biasanya karena adanya efusi pleura.
10
Suara nafas yang melemah seringkali ditemukan pada auskultasi.
Ronkhi basah halus khas untuk pasien yang lebih besar, mungkin tidak
terdengar pada bayi. Pada bayi dan anak kecil karena kecilnya volume
thorak biasanya suara nafas saling berbaur dan sulit diidentifikasi.13
F. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan
infeksi saluran nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam
tinggi terus-menerus, sesak, kebiruan sekitar mulut, menggigil (pada
anak), kejang (pada bayi), dan nyeri dada. Biasanya anak lebih suka
berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi muda sering menunjukkan gejala
non spesifik seperti hipotermi, penurunan kesadaran, kejang atau
kembung. Anak besar kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri abdomen
disertai muntah.3,8
2. Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok
umur tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding
dada, grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih besar jarang
ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat adalah takipneu, retraksi,
sianosis, batuk, panas, dan iritabel.8
Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk
(non produktif / produktif), takipneu dan dispneu yang ditandai dengan
retraksi dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat
dijumpai panas, batuk (non produktif / produktif), nyeri dada, nyeri kepala,
dehidrasi dan letargi.8
Pedoman klinis membedakan penyebab pneumonia, sebagai berikut :
11
Sakit serumah Tidak Ya, bersamaan Ya, berselang
Batuk Produktif nonproduktif kering
Gejala penyerta Toksik Mialgia, ruam, Nyeri kepala, otot,
organ bermukosa tenggorok
Fisik
Keadaan umum Klinis > temuan Klinis ≤ temuan Klinis < temuan
Demam Umumnya ≥ 39ºC Umumnya < 39ºC Umumnya < 39ºC
Auskultasi Ronkhi ±, suara Ronkhi bilateral, Ronkhi unilateral,
Napas melemah Difus, mengi mengi. 14
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah pada pneumonia umumnya didapatkan
Lekositosis hingga > 15.000/mm3 seringkali dijumpai dengan dominasi
netrofil pada hitung jenis. Lekosit > 30.000/mm 3 dengan dominasi netrofil
mengarah ke pneumonia streptokokus. Trombositosis > 500.000 khas
untuk pneumonia bakterial. Trombositopenia lebih mengarah kepada
infeksi virus. Biakan darah merupakan cara yang spesifik namun hanya
positif pada 10-15% kasus terutama pada anak- anak kecil.9,13
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologis
Foto toraks (AP/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama
untuk menegakkan diagnosis. Foto AP dan lateral dibutuhkan untuk
menentukan lokasi anatomik dalam paru. Infiltrat tersebar paling sering
dijumpai, terutama pada pasien bayi. Pada bronkopneumonia bercak-
bercak infiltrat didapatkan pada satu atau beberapa lobus. Jika difus
(merata) biasanya disebabkan oleh Staphylokokus pneumonia.3
12
Gambar 3 : Foto toraks PA pada pneumonia lobaris: tampak bercak-bercak
infiltrat pada paru kanan
b. C-Reactive Protein
Adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit.
Sebagai respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP distimulai
oleh sitokin, terutama interleukin 6 (IL-6), IL-1 dan tumor necrosis factor
(TNF). Secara klinis CRP digunakan sebagai diagnostik untuk
membedakan antara faktor infeksi dan non infeksi, infeksi virus dan
bakteri, atau infeksi superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih
rendah pada infeksi virus dan bakteri. CRP kadang-kadang digunakan
untuk evaluasi respon terapi antibiotik. 10
13
c. Uji serologis
Uji serologis digunakan untuk mendeteksi antigen dan antibodi
pada infeksi bakteri atipik. Peningkatan IgM dan IgG dapat
mengkonfirmasi diagnosis.10
d. Pemeriksaan mikrobiologi
Diagnosis terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu dengan
pemeriksaan mikrobiologi spesimen usap tenggorok, sekresi nasopharing,
sputum, aspirasi trakhea, fungsi pleura. Sayangnya pemeriksaan ini
banyak sekali kendalanya, baik dari segi teknis maupun biaya. Bahkan
dalam penelitianpun kuman penyebab spesifik hanya dapat diidentifikasi
pada kurang dari 50% kasus.13
G. KRITERIA DIAGNOSIS
dinding dada
b. panas badan
predominan)
H. PENATALAKSANAAN
Tatalaksana pasien pneumonia meliputi terapi suportif dan terapi
etiologik.
14
Terapi suportif yang diberikan pada penderita pneumonia adalah :
1. Pemberian oksigen 2-4 L/menit melalui kateter hidung atau nasofaring.
Jika penyakitnya berat dan sarana tersedia, alat bantu napas mungkin
diperlukan terutama dalam 24-48 jam
2. Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Cairan yang diberikan
mengandung gula dan elektrolit yang cukup.
3. Koreksi kelainan elektrolit atau metabolik yang terjadi.
4. Mengatasi penyakit penyerta.
5. Pemberian terapi inhalasi dengan nebulizer bukan merupakan tata
laksana rutin yang harus diberikan. 9
15
Ceftriaxon
>5 tahun 1. Penisillin A 1. Penisillin G - S. pneumonia
2. Amoksisilin 2. Sefuroksim - Mycoplasma 9
Eritromisin Seftriakson
Vankomisin
I. KOMPLIKASI
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran
bakteri dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan
perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan hematologi. Meningitis,
artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari
penyebaran infeksi hematologi.
J. DIAGNOSA BANDING
a. Bronkiolitis
b. Aspirasi pneumonia
c. Tb paru primer
K. PROGNOSIS
Pada era sebelum ada antibiotik, angka mortalitas pada bayi dan
anak kecil berkisar dari 20% sampai 50% dan pada anak yang lebih tua
dari 3% sampai 5%.13 Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan
adekuat, mortalitas dapat diturunkan sampai kurang dari 1%, anak dalam
keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan
mortalitas yang lebih tinggi.5
16
L. PENCEGAHAN
Pencegahan terhadap pneumonia dapat dicegah dengan pemberian
imunisasi/vaksinasi. saat ini sudah tersedia banyak vaksin untuk mencegah
pneumonia. Setiap vaksin mencegah infeksi bakteri/virus tertentu sesuai
jenis vaksinnya.
17
DAFTAR PUSTAKA
2. Alsagaff, Hood dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu
Penyakit Paru dan Saluran Napas FK Unair : Surabaya.
7. Guyton & Hall. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta.
10. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Badan
Penerbit IDAI : Jakarta
18
11. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1537.A / MENKES/ SK/XII/ 2002
Tanggal : 5 Desember 2002. Pemberantasan Penyakit ISPA
13. PP IDAI UKK Pulmologi Bagian IKA FK USU/RS HAM MEDAN. 2003.
Tatalaksana Mutakhir Penyakit Respiratorik pada Anak. Medan.
15. Soegijanto, Soegeng dr.SpA(K). 2002. Ilmu Penyakit Anak Diagnosis dan
Penatalaksanaan. Penerbit Salemba Medika : Jakarta
19