Bab Ii Banyak Update
Bab Ii Banyak Update
TINJAUAN PUSTAKA
Rumah Sederhana adalah rumah yang tidak bersusun dengan luas lantai bangunan
tidak lebih dari 70 𝑚2 yang dibangun di atas tanah dengan luas lahan 54-200 𝑚2 (Zaneti,
1. Tipe 36
36 ini dapat dibangun di atas tanah seluas 60 m2 atau 72 m2. Jadi biasanya
rumah tipe ini disebut dengan rumah tipe 36/60 atau 36/72.
2. Tipe 45
Rumah tipe 45 adalah tipe rumah yang mempunyai luas bangunan 45 m2,
ini biasanya dibangun di atas tanah seluas 96 m2. Maka, rumah tipe ini sering
c. Tipe 60
cukup luas dengan 3 kamar tidur, 2 kamar mandi, 1 ruang tamu, ruang
1. Pondasi
Secara umum sistem pondasi yang memikul beban kurang dari dua ton (beban kecil), yang
biasa digunakan untuk rumah sederhana dapat dikelompokan kedalam tiga sistem pondasi,
yaitu: pondasi langsung; pondasi setempat; dan pondasi tidak langsung. Sistem pondasi yang
digunakan pada Rumah Inti Tumbuh dan pengembangannya dalam hal ini Rumah Sederhana
Sehat ini adalah sistem pondasi setempat dari bahan pasangan batu kali atau pasangan beton
tanpa tulangan dan sistem pondasi tidak langsung dari bahan kayu ulin atau galam.
2. Dinding
Bahan dinding yang digunakan untuk rumah inti tumbuh dan pertumbuhannya adalah
conblock, apan, setengah conblock dan setengah papan atau bahan lain seperti bambu
tergantung pada potensi bahan yang dominan pada daerah dimana rumah ini akan dibangun.
Ukuran conblock yang digunakan harus memenuhi SNI PKKI NI-05. Untuk dinding papan
harus dipasang pada kerangka yang kokoh, untuk kerangka dinding digunakan kayu
berukuran 5/7 dengan jarak maksimum 100 cm. Kayu yang digunakan baik untuk papan dan
balok adalah kayu kelas kuat dan awet II. Apabila untuk kerangka digunakan kayu balok
berukuran 5/10 atau yang banyak beredar dipasaran dengan ukuran sepadan. Jarak tiang
rangkakurang lebih 150 cm. Papan yang digunakan dengan ketebalan minimal 2 cm setelah
diserut dan sambungan dibuat alur lidah atau sambungan lainnya yang menjamin kerapatan.
Ring-balok dan kolom dari kayu balok berukuran 5/10 atau yang banyak beredar dipasaran
dengan ukuran sepadan. Hubungan antara kolom dengan ringbalok dilengkapi dengan sekur-
sekur dari kayu 5/10 atau yang banyak beredar dipasaran dengan ukuran sepadan. Panjang
Bangunan Rangka dinding untuk rumah tembok dibuat dari struktur beton bertulang. Untuk
rumah setengah tembok menggunakan setengah rangka dari beton bertulang dan setengah
dari rangka kayu. Untuk rumah kayu tidak panggung rangka dinding menggunakan kayu.
Untuk sloof disarankan menggunakan beton bertulang. Sedangkan rumah kayu panggung
seluruhnya menggunakan kayu, baik untuk rangka bangunan maupun untuk dinding dan
pondasinya.
4. Kuda-kuda
Rumah sederhana sehat ini menggunakan atap pelana dengan kuda-kuda kerangka kayu
dengan kelas kuat dan awet II berukuran 5/10 atau yang banyak beredar dipasaran dengan
ukuran sepadan. Disamping sistem sambungan kuda-kuda tradisional yang selama ini sudah
digunakan dan dikemb angkan oleh masyarakat setempat. Dalam rangka mempercepat
papan paku, yaitu pada setiap titik simpul menggunakan klam dari papan 2/10 dari kayu
dengan kelas yang sama dengan rangka kuda-kudanya. Khusus untuk rumah tembok dengan
sudut atap harus mengikuti ketentuan sudut berdasarkan jenis penutup atap yang digunakan,
sesuai dengan spesifikasi yang dikeluarkan oleh pabrik atau minimal 200 untuk pertimbangan
Beberapa kelebihan dan kekurangan struktur rumah tinggal sederhana (RTS) dalam
merespon beban luar disajikan seperti berikut ini. Kelebihan RTS diantaranya: Commented [SY1]: Setiap ada sub bab baru, WAJIB dimulai
dengan kata-kata pengantar, pendek saja sudah cukup agar
pembaca diarahkan kepada topik yang mau dibahas berikutnya/
1. Lebih ringan sehingga akan mengalami beban statik ekivalen yang lebih kecil Commented [Y2R1]:
4. Proses detail komponen struktur lebih sederhana karena hanya terdiri dari
1. Pada umumnya tidak dirancang untuk menahan beban lateral yang melampaui
2. Tidak memberikan respon yang optimal terhadap beban gempa dinamis akibat
signifikan
4. Dinding bata merah sering tidak diperkuat sehingga mudah retak dan runtuh
ketika dibebani.
2.3 Struktur Monolitik
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “mono” artinya satu, sedangkan monolit
artinya “satu kesatuan yang membentuk kekuatan tunggal yang kokoh dan kuat”. Dalam
ilmu teknik, monolit artinya menggabungkan berapa struktur menjadi satu kesatuan yang
Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu pecah, atau
agregat-agregat lain yang dicampur menjadi satu dengan satu pasta yang terbuat dari
semen dan air membentuk suatu massa mirip batuan. Terkadang, satu atau lebih bahan
2004:1). Beton didapat dari pencampuran bahan-bahan agregat halus dan kasar yaitu
pasir, batu, batu pecah, atau bahan semacam lainnya dengan menambahkan secukupnya
bahan perekat semen, dan air sebagai bahan pembantu guna keperluan reaksi kimia
Beton bertulang adalah gabungan logis dari dua jenis bahan : beton polos yang
memiliki kekuatan tekan yang tinggi akan tetapi kekuatan tarik yang rendah dan batang-
batang baja yang ditanamkan di dalam beton dapat memberikan kekuatan tarik yang
Dinding cor beton adalah dinding dengan campuran antara agregat kasar, agregat
halus, semen dan air serta kadang-kadang ditambahkan zat-zat additive (admixture)
sebagai bahan tambahan. Beton normal merupakan bahan yang cukup berat, dengan berat
jenis 2,4 atau 2400 kg/𝑚3 . Untuk mengurangi beban mati suatu struktur beton maka
bangunan
tahan terhadap temperatur tinggi jadi aman jika terjadi kebakaran gedung atau
terjadi
3. Biaya pemeliharaan rendah karena setelah mengeras menjadi batu, asalkan besi
tulangan berada pada posisi yang baik didalam beton maka kemungkinan
Kekurangan :
1. Beton termasuk material yang mempunyai berat jenis 2499 kg/ cm2
dinding geser untuk menahan kombinasi gaya geser, momen, dan gaya aksial yang timbul
akibat beban gempa. Dengan adanya dinding geser yang kaku pada bangunan, sebagian
besar beban gempa akan terserap oleh dinding geser tersebut. Dalam SNI 03-1726-2012
juga mengenalkan 3 sistem struktur lain, yaitu sistem struktur gedung kolom kantilever
(sistem struktur yang memanfaatkan kolom kantilever untuk memikul beban lateral), sistem
interaksi dinding geser dengan rangka, dan subsistem tunggal (subsistem struktur bidang
Dinding geser adalah struktur vertikal yang digunakan pada bangunan tingkat tinggi.
Fungsi utama dari dinding geser adalah menahan beban lateral seperti gaya gempa dan
angin.
1 2 3
Gambar 2.1 Bearing walls (1), Frame wall (2), Core walls (3)
Berdasarkan letak dan fungsinya, dinding geser dapat diklasifikasikan dalam 3 jenis yaitu :
1. Bearing walls adalah dinding geser yang juga mendukung sebagian besar beban
gravitasi . Tembok-tembok ini juga menggunakan dinding partisi antar apartemen yang
berdekatan.
2. Frame walls adalah dinding geser yang menahan beban lateral, dimana beban gravitasi
berasal dari frame beton bertulang. Tembok-tembok ini dibangun diantara baris kolom.
3. Core walls adalah dinding geser yang terletak di dalam wilayah inti pusat dalam
gedung yang biasanya diisi tangga atau poros lift. Dinding yang terletak dikawasan inti
pusat memiliki fungsi ganda dan dianggap menjadi pilihan paling ekonomis.
a. Flexural wall (dinding langsing), yaitu dinding geser yang memiliki rasio hw/lw ≥ 2,
b. Squat wall (dinding pendek), yaitu dinding geser yang memiliki rasio hw/lw ≤ 2, dimana
gempa ditahan oleh sepasang dinding geser yang dihubungkan dengan balok-balok
penghubung sebagai gaya tarik dan tekan yang bekerja pada masing-masing dasar dinding
tersebut.
Dalam merencanakan dinding geser, perlu diperhatikan bahwa dinding geser yang
berfungsi untuk menahan gaya lateral yang besar akibat beban gempa tidak boleh runtuh
akibat gaya lateral, karena apabila dinding geser runtuh karena gaya lateral maka
keseluruhan struktur bangunan akan runtuh karena tidak ada elemen struktur yang mampu
menahan gaya lateral. Oleh karena itu, dinding geser harus didesain untuk mampu menahan
gaya lateral yang mungkin terjadi akibat beban gempa, dimana berdasarkan SNI 03-2847-
2013 pasal 14.5.3.1, tebal minimum dinding geser (td) tidak boleh kurang dari 100 mm.
membentuk ruang. Ditinjau dari segi struktur dan konstruksi, dinding ada yang berupa
dinding partisi/ pengisi (tidak menahan beban) dan ada yang berupa dinding struktural
(bearing wall). Dinding pengisi/ partisi yang sifatnya non struktural harus diperkuat dengan
rangka (untuk kayu) dan kolom praktis-sloof-ringbalk (untuk bata). Dinding dapat dibuat
dari bermacam-macam material sesuai kebutuhannya, antara lain : dinding batu buatan bata
dan batako, dinding batu alam/ batu kali, dinding kayu: kayu log/ batang, papan dan sirap,
dinding beton (struktural – dinding geser, pengisi – clayding wall/ beton pra cetak). Dari
macam-macam material yang paling kuat adalah dinding beton karna sangat kuat dalam
menahan gempa, (Rudini. 2012. Konstruksi dinding bangunan). Tebal dinding untuk rumah
tinggal sederhana 15 cm sedangkan tebal dinding rumah tinggal monolitik ±10 cm.
Rumah tinggal monolitik dapat bertahan hingga 300 tahun, sedangkan rumah tinggal
sederhana bertahan hanya 20 sampai 30 tahun, kelebihan rumah monolitik juga terhindar dari
kebisingan serta dapat mengisolasi suara. Kelebihan lain yang tak terbantahkan dari
bangunan jenis ini adalah kesederhanaan dan kecepatan konstruksi. Karena konstruksi
struktur seperti itu tidak menggunakan elemen masif, maka tidak perlu menarik alat berat.
Namun sayang rumah monolitik tidak mempunyai partisi internal secara umum.
Perencanaan pembebanan pada gedung menggunakan beberapa acuan standar sebagai berikut
Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2013);
1) Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung (SNI 03-
1726-2002);
2) Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non
Beban Mati (dead load/DL) : Semua beban yang berasal dari berat bangunan,
termasuk segala unsur tambahan tetap yang merupakan satu kesatuan dengannya. Beban mati
(DL) adalah berat dari semua bagian gedung yang bersifat tetap. Beban mati terdiri dari dua
jenis, yaitu berat struktur itu sendiri dan superimpossed deadload (SiDL). Beban
superimpossed adalah beban mati tambahan yang diletakkan pada struktur, dimana dapat
Perhitungan besarnya beban mati suatu elemen dilakukan dengan meninjau berat satuan
Beban Hidup (live load/LL): semua beban tidak tetap, kecuali beban angin, beban
gempa dan pengaruh-pengaruh khusus yang diakibatkan oleh selisih suhu, pemasangan
(erection), penurunan pondasi, susut, dan pengaruh-pengaruh khusus lainnya. Beban hidup
adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung dan ke
dalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat
berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari gedung dan dapat diganti selam masa hidup gedung tersebut, sehingga mengakibatkan
perubahan pembebanan pada lantai atap. Beban hidup dapat menimbulkan lendutan pada
struktur, sehingga harus dipertimbangkan menurut peraturan yang berlaku agar struktur tetap
aman. Menurut Schueller (1998), beban yang disebabkan oleh isi benda-benda di dalam atau
Gempa bumi adalah fenomena getaran yang dikaitkan dengan kejutan pada kerak
bumi. Beban kejut ini dapat disebabkan oleh banyak hal, tetapi salah satu faktor utamanya
adalah benturan atau pergesekan kerak bumi yang mempengaruhi permukaan bumi dan
bangunan diatasnya bergetar. Pada saat bangunan bergetar timbul gaya-gaya pada struktur
bangunan karena adanya kecenderungan dari massa bangunan untuk mempertahankan dirinya
dari gerakan. Gaya yang timbul disebut gaya inersia, besar gaya tersebut bergantung pada
banyak faktor yaitu massa bangunan, pendistribusian massa bangunan, kekakuan struktur,
jenis tanah, mekanisme redaman dari struktur, perilaku dan besar alami getaran itu sendiri,
wilayah kegempaan dan periode getar alami. Analisa pembebanan gempa terdiri dari analisis
statis dan dinamis. Analisis beban statik ekuivalen adalah suatu cara analisis struktur di mana
pengaruh gempa pada struktur dianggap sebagai beban statik horisontal yang diperoleh
dengan hanya memperhitungkan respon ragam getar yang pertama. Biasanya distribusi gaya
geser tingkat ragam getar yang pertama ini disederhanakan sebagai segitiga terbalik.
Peraturan gempa Indonesia yang baru, SNI 1726-2002, membagi Indonesia dalam 6 wilayah
gempa, dimana wilayah gempa 6 merupakan daerah dengan resiko gempa sangat tinggi
seperti pada Gambar 2.2. Dalam perkembangannya pada SNI 1726-2012 tidak lagi
demikian, perilaku gempa di setiap titik (koordinat) wilayah Indonesia telah memiliki
tersebut.
Perhitungan beban gempa didasarkan nilai faktor respon spektrum (C) pada grafik
respon spektrum gempa rencana yang diperoleh dari website interaktif. Dalam grafik respon
spektrum gempa rencana, jenis tanah dasar menentukan besarnya faktor respon spektrum (C).
Terdapat 4 jenis tanah dasar yang dapat dipilih yaitu tanah lunak, tanah sedang dan tanah
keras dan batuan. Besarnya beban gempa statik ekivalen yang merupakan beban lateral pada
Geser dasar seismik, V, adalam arah yang ditetapkan harus ditentukan sesuai
dengan persamaan berikut :
V = CS.W (2.2)
Keterangan :
CS = koefisien respon seismik;
W = berat seismik efektif (kN/m 2) ;
V= gaya geser dasar (kN).
Koefisien Respon Seismik, CS, harus ditentukan sesuai dengan persamaan berikut:
CS = (2.3)
Keterangan :
SDS = parameter percepatan spektrum respon dasar dalam rentang perioda pendek;
R = faktor modifikasi respons;
Ie = faktor keutamaan gempa.
Nilai CS yang dihitung sesuai persamaan (2.3) tidak perlu melebihi nilai dari
persamaan berikut ini :
.
CS = (2.4)
Sebagai tambahan, untuk struktur yang berlokasi dimana S1 sama dengan atau lebih besar dari
0,69, maka CS harus tidak kurang dari :
,
CS = (2.5)
Keterangan :
SD1 = parameter percepatan spektrum respon desain pada perioda sebesar 1,0
detik; T = perioda fundamental struktur (detik);
S1 = parameter percepatan spektrum respon maksimum yang dipetakan;
Gaya gempa lateral (Fx) yang timbul di semua tingkat harus ditentukan dari:
Fx = Cvx. V (2.6)
Struktur bangunan dirancang mampu menahan beban mati, beban hidup, dan beban
gempa sesuai peraturan SNI 03-1726-2012 pasal 4.1.1 dimana gempa rencana ditetapkan
mempunyai periode ulang 500 tahun, sehingga probabilitas terjadinya terbatas pada 10%
selama umur gedung 50 tahun. Kombinasi pembebanan mengacu pada SNI 03-2847-2013
pasal 8.2 sebagai berikut :
1. Kuat perlu U untuk menahan beban mati D paling tidak harus sama
dengan :
U = 1,4 D (2.7)
Kuat perlu U untuk menahan beban mati D dan beban hidup L dan juga
beban atap Atau beban hujan R paling tidak harus sama dengan :
U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R) (2.8)
2. Bila ketahanan struktur terhadap beban E harus diperhitungkan maka nilai
kuat perlu U harus diambil sebagai :
U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E atau U = 0,9 D ± 1,0 E (2.9)
D = beban mati
Keterangan :
A = beban atap
U = kuat perlu W = beban angin
L = beban hidup
R = beban hujan
E = beban gempa
Peraturan gempa Indonesia yang baru, SNI
1726-2002, membagi Indonesia dalam 6 wilayah gempa, dimana wilayah gempa 6 merupakan daerah
dengan resiko gempa sangat tinggi. Perhitungan
beban gempa pada masing-masing wilayah gempa didasarkan nilai faktor respon spektrum (C) pada
grafik respon spektrum gempa rencana. Dalam grafik respon spektrum gempa rencana tersebut
selain faktor wilayah gempa, jenis tanah dasar juga mementukan besarnya faktor respon spektrum (C).
Terdapat 3 jenis tanah dasar yang dapat dipilih yaitu tanah lunak, tanah sedang dan tanah keras.
Besarnya beban gempa yang merupakan beban lateral pada bangunan dapat diperoleh dengan
rumus
Stabilitas Struktur
Beban beban lateral yang bekerja pada suatu struktur gedung, misalnya beban
gempa, akan
menimbulkan lendutan arah horizontal. Untuk menghindari lendutan yang berlebihan pada
struktur gedung yang mengalami beban lateral maka efek
torsional harus diminimalkan, dengan cara memperkecil eksentrisitas antara pusat masa dan
pusat rotasi (Paulay dan Priestly, 1992).
Peraturan gempa Indonesia, SNI 1726-2002, membatasi besarnya lendutan arah ke
samping
(simpangan) struktur gedung dalam 2 istilah, yaitu
kinerja batas layan dan kinerja batas ultimit. Kinerja batas layan struktur gedung
ditentukan oleh
simpangan antar-tingkat akibat pengaruh Gempa
Rencana, yaitu untuk membatasi terjadinya pelelehan baja dan peretakan beton yang
berlebihan, di samping untuk mencegah kerusakan non-struktur dan ketidaknyamanan
penghuni. Kinerja batas ultimit struktur gedung ditentukan oleh simpangan dan simpangan
antar-tingkat maksimum struktur gedung akibat pengaruh Gempa Rencana dalam kondisi
struktur gedung di ambang keruntuhan.
Untuk memenuhi persyaratan kinerja batas layan struktur gedung, dalam segala hal
simpangan antar-tingkat yang dihitung dari simpangan struktur