Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

PENGKAJIAN POSTNATAL, PERAWATAN PAYUDARA, VULVA


HYGIENE
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Maternitas
Dosen pengampu : Siti Mulidah, S Pd, S Kep Ns, M Kes

Disusun Oleh : Kelompok 9


1. Wahyu Andika (P133742017024)
2. Widi Tri Purwanti (P133742017026)
3. Firgi Agesia Maurin (P133742017027)

KELAS 2A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO
2018

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dengan judul “Pengkajian postnatal, perawatan
payudara dan vulva hygiene”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Maternitas. Dalam makalah ini mengulas tentang pengkajian
pada pasien postnatal, konsep perawatan payudara dan konsep perawatan
vulva hygiene.
Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini.
Kami juga berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang konstruktif
sangat kami harapkan dari para pembaca guna untuk meningkatkan dan
memperbaiki pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu
mendatang.

Purwokerto, 20 Agustus 2018

penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................i
KATA PENGANTAR ...............................................................................................ii
DAFTAR ISI ..............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................3
C. Tujuan .....................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Postnatal ....................................................................................4
B. Pengkajian Postnatal ...............................................................................4
C. Konsep Keperawatan Payudara ...............................................................16
D. Vulva Hygiene.........................................................................................21
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...............................................................................................25
B. Saran .........................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................27

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa nifas atau post partum adalah masa setelah persalinan selesai
sampai 6 minggu atau 42 hari. Setelah masa nifas, organ reproduksi secara
perlahan akan mengalami perubahan seperti sebelum hamil. Selama masa
nifas perlu mendapat perhatian lebih dikarenakan angka kematian ibu 60%
terjadi pada masa nifas. Dalam angka kematian ibu (AKI) adalah penyebab
banyaknya wanita meninggal dari suatu penyebab kurangnya perhatian pada
wanita post partum (Hasnawati. et.all., 2010).
Sedangkan Perawatan payudara (Breast Care) adalah suatu cara merawat
payudara yang dilakukan pada saat kehamilan atau masa nifas untuk produksi
ASI, selain itu untuk kebersihan payudara dan bentuk puting susu yang
masuk ke dalam atau datar. Puting susu demikian sebenarnya bukanlah
halangan bagi ibu untuk menyusui dengan baik dengan mengetahui sejak
awal, ibu mempunyai waktu untuk mengusahakan agar puting susu lebih
mudah sewaktu menyusui. Disamping itu juga sangat penting memperhatikan
kebersihan personal hygiene (Rustam, 2009).
Menurut sebuah penelitian yang dilakukan pada 600 ibu pasca
melahirkan di Allahbad, India untuk mengetahui komplikasi yang terkait
dengan payudara pada periode pasca natal dan untuk mempromosikan
pemberian ASI dini dan untuk mengajarkan kelebihan dari pemberian
makanan, ditemukan bahwa 43,33% dari ibu postnatal mengalami
pembengkakan payudara, 15,83% memiliki puting retak, 10% memiliki
retraksi puting, 8,3% memiliki puting pecah & sakit, 7,5% mengalami
kegagalan laktasi dan 3,33% mengalami abses / mastitis payudara.
Beberapa penelitian semacam itu telah melaporkan tingginya
prevalensi masalah payudara pasca-melahirkan dan penyebab utamanya
kurangnya pengetahuan ibu dan ketidaktahuan mereka tentang hal yang
sama. Bahkan ibu postnatal telah tidak tahu tentang berbagai metode

1
mengelola masalah payudara pascanatal. Para peneliti merasakan terutama
perlu menilai pengetahuan ibu postnatal mengenai masalah payudara
postnatal dan manajemen mereka di memesan untuk secara efektif mengelola
yang sama.
Berdasarkan teori kebersihan diri ibu membantu mengurangi sumber
infeksi dan akan membuat rasa nyaman pada ibu. Merawat dan menjaga
perineum ibu tetapselalu bersih dan kering serta membersihkan alat kelamin
dari depan ke belakang itu akan membuat proses penyembuhan luka akan
cepat sembuh. Melakukan perawatan atau personal hygienebertujuan untuk
mecegah resiko terjadinya infeksi (Hapsari, 2010).
Secara global 80% kematian ibu tergolong pada kematian ibu langsung.
Pola penyebab langsung dimana-mana sama, yaitu : perdarahan (25%,
biasanya perdarahan pascapersalinan), sepsis (15%), hipertensi dalam
kehamilan (12%), partus macet (8%), komplikasi aborsi tidak aman (13%),
dan sebab-sebab lain (8%). World Health Organization (2008) melaporkan
pada tahun 2005 terdapat 536.000 wanita meninggal akibat akibat komplikasi
kehamilan dan persalinan, dan 400 ibu meninggal per 100.000 kelahiran
hidup (Maternal Mortality Ratio). Angka kematian ibu (AKI) di negara maju
diperkirakan 9 per 100.000 kelahiran hidup dan 450 per 100.000 kelahiran
hidup di negara berkembang. Hal ini mengindikasikan bahwa 99% dari
kematian ibu oleh karena kehamilan dan persalinan berasal dari negara
berkembang (Saifuddin AB.et.all, 2012)
Di Negara berkembang seperti indonesia, masa nifas merupakan masa
yang kritis bagi ibu yang sehabis melahirkan. Diperkirakan bahwa 60%
kematian ibu terjadi setelah persalinan dan 50% diantaranya terjadi dalam
selang waktu 24 jam pertama (Prawirohardjo & Sarwono, 2006). Tingginya
kematian ibu nifas merupakan masalah yang komlpeks yang sulit diatasi.
AKI merupakan sebagai pengukuran untuk menilai keadaan pelayanan
obstretri disuatu negara. Bila AKI masih tinggi berarti pelayanan obstetri
masih buruk, sehingga memerlukan perbaikan. Dari laporan WHO di
Indonesia merupakan salah satu angka kematian ibu tergolong tinggi yaitu

2
420 per 100.000 kelahiran hidup, bila dibandingkan dengan negara-negara
ASEAN lainnya (Lestari. S.P., 2013).
B. Rumusan masalah
1. Apa yang pelu dikaji pada pasien postnatal?
2. Bagaimana konsep perawatan payudara pada pasien postnatal?
3. Bagaimana konsep vulva hygiene pada pasien postnatal?
C. Tujuan
1. Mengetahui apa saja hal yang perlu dikaji pada pasien postnatal
2. Mengetahui konsep perawatan payudara pada pasien postnatal
3. Mengetahui konsep vulva hygiene pada pasien postnatal

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi postnatal
Postnatal/Masa nifas atau post partum disebut juga Puerperium yang
berasal dari bahasa latin yaitu dari kata “Puer” yang berati bayi dan “Parous”
yang berati melahirkan. Masa nifas (Puerperium) dimulai setelah plasenta
lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil (Anggraini, 2010).
Post partum adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta
keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan
pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang
mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya yang berkaitan
saat melahirkan (Suherni, 2009).
B. Pengkajian Postnatal
1. Pengkajian fisiologis
Pengkajian fisiologis postnatal difokuskan pada poses involusi organ
reproduksi, perubahan biofisik sistem tubuh lainnya, dan mulainya atau
hambatan proses laktasi. Pengamatan dibuat dan dicatat sesuai dengan
jadwal yang ditentukan. Perawat mengkaji kenyamanan dan
kesejahteraan ibu termasuk istirahat dan tidur, nafsu makan, pergerakan,
tingkat energi, dan status eliminasi.
Pengkajian fisiologis awal setelah melahirkan meliputi keadaan
uterus, jumlah perdarahan, kandung kemih dan berkemih, tanda-tanda
vital, dan perineum. Fundus palpasi untuk meyakinkan fndus tetap keras
dan berkontraksi dengan baik. Perawat mengamati jumlah perdarahan
dengan memeriksa pembalut perineum dan lubang vagina. Nadi dan
tekanan darah diukur untuk mengkaji apakah ada tanda-tanda kelainan
fungsi kardiovaskular. Perineum diinspeksi apakah ada tanda-tanda
hematoma, perdarahan dari laserasi, dan edema. Pengamatan ini

4
dilakukan setiap 15 menit selama jam pertama setelah persalinan. Suhu
tubuh diukur diakhir jam pertama setelah persalinan.
Hemoragi merupakan bahaya yang paling besar bagi ibu pada
masa segera setelah melahirkan. Perdarahan masif dari uterus atau
perineum merupakan tanda nyata hemoragi. Frekuensi nadi 90 sampai
100 kali/menit, diikuti dengan rendahnya atau turunnya tekanan darah
(sistolik <100-110 mmHg) dapat merupakan tanda hemoragi, syok atau
emboli,perdarahan ke dalam fundus atau adanya bekuan yang
menyebabkan atonia (relaksasi) otot uterus disertai fundus lembek dan
melebar seringkali teraba diatas umbilikus.
Distensi kandung kemih mungkin terjadi, khususnya jika selama
proses persalinan diberikan cairan intravena. Distensi kandung kemih
dapat menggeser uterus keatas dan ke arah garis tengah dan sangat
mengganggu kontraksi uterus, yang mengakibatkan atonia dan
meningkatkan perdarahan.
a. Tanda-tanda vital (Irma Nurbaeti, dkk., 2013)
Tanda vital ibu harus dimonitor secara teratur pada periode early
postnatal, utamanya untuk mengkaji adaptasi kardiovaskuler, fungsi
genitourinaria dan untuk mendeteksi infeksi. Umumnya tanda-tanda
vital harus diambil setiap 4 jam untuk 24 jam pertama postpartumdan
setiap 8-12 jam untuk berikutnya. Fluktuasi dalam tanda vital
mungkin mengindikasikan terjadinya perkembangan komplikasi.
Perubahan yang harus dicatat dan dilaporkan segera adalah :
1) Suhu : dua kali observasi peningkatan suhu diatas 38 ˚ C setelah
24 jam pertama persalinan kemungkinan infeksi.
2) Pernapasan
a) Bradipnea : rata-rata frekuensi napas dibawah 14-16
kali/menit bisa diobservasi terjadi pada depresi pernapasan
sehubungan dengan pemberian analgesic narkotik atau
epidural.

5
b) Takipnea : rata-rata pernapasan diatas 24kali/menit
diperkirakan kehilangan darah berlebih atau syok
hipovolemia, infeksi dan demam, nyeri atau perburukan
pernapasan sehubungan dengan emboli paru atau edema paru.
3) Nadi
a) Bradikardi : nadi antara 50-70 kali/menit dipertimbangkan
normal pada periode postnatal.
b) Tekikardia : nadi rata-rata diatas 90-100 kali/menit pada
istirahat bisa mengindikasikan kehilangan darah berlebih atau
syok hipovolemia, demam dan infeksi atau nyeri.
4) Tekanan darah
a) Hipotensi : penurunan tekanan darah 15-20 mmHg dibawah
level normal mengindikasikan kehilangan darah berlebih dan
syok hipovolemia. Penurunan tekanan darah bisa terjadi
dengan anestesi regional (epidural), tetapi harus dibalik
sehingga pengembalian fungsi sensorik dan motorik dalam
postnatal 1-2 jam pertama. Hipotensi ortosatik mungkin
berhubungan dengan kehilangan darah berlebih saat
persalinan, atau pemberian analgesic atau anestesi, dan
diidentifikasi dengan terjadinya penurunan tekanan darah 15-
20 mmHg ketika ibu merubah posisi telentang ke posisi
duduk.
b) Hipertensi : meningkatkan 30mmHg tekanan sistol atau 15
mmHg tekanan diastole diatas level prahamil atau diatas
140/90 mmHg diperkirakan peeklamsia. Peningkatan tekanan
darah mungkin dengan menggunakan methergin, uterustonika
yang diberikan untuk kontraksi uterus.
b. Pengkajian payudara
Mengkaji payudara untuk mengetahui tanda-tanda pembengkakan,
termasuk payudara teraba penuh sekitar postnatal hari ke 3 dan 4

6
yaitu panas, kemerahan, nyeri, dan pembengkakan daerah payudara,
yang bisa mengindikasikan mastitis.
Kondisi apakah puting susu flat, inverted atau exverted.
Normalnya puting susu tegak, ekverted dan menonjol, latch on –
teknik klien yang sedang menyusui juga dikaji. Pada saat menyusui
klien harus memakai pakaian yang nyaman dan bra yang menyokong.
Instruksikan ibu postnatal untuk mengeluarkan kolostrum atau susu
secara lembut ke puting susu dan memungkinkan puting untuk tetap
lembab setelah menyusui pada masing-masing kondisi puting susu.
Klien dapat mencegah puting susu kering dengan menghindari
memakai sabun saat membersihkan puting.
Menurut Joanna Briggs Institute (2009), “diantara pilihan-pilihan
menerapkan kompres air hangat, kompres dengan ASI atau kompres
teabags, hasil penelitian ditemukan bahwa intervensi dengan
melakukan kompres air hangat merupakan intervensi yang paling
efektif dalam mengontrol nyeri puting dan trauma. (Irma Nurbaeti,
dkk., 2013)
c. Pengkajian fundus (tonus, posisi dan tinggi fundus uteri)
Perawat mengkaji tonus uterus, posisi dan tinggu fundus uteri
dengan melakukan palpasi. Pasien diminta untuk mengosongkan
kandung kemih sebelum pengkajian untuk akurasi data dan posisi
kepala datar dengan posisi supine. Pada sekitar satu jam pasca
persalinan, fundus teraba keras setinggi umbilikus.
Fundus uteri terus turun ke panggul sekitar 1 cm atau satu ruas jari
perhari dan harus tidak bisa dipalpasi oleh pemeriksa pada 10 hari
pasca melahirkan. Selain itu, perlu dikaji afterpains (uterine
cramping) dan melakukan intervensi menurunkan nyeri sesuai
kebutuhan. Klien atau anggota keluarga dapat diajarkan untuk menilai
kekerasan uterus dan cara untuk melakukkan massage uterus agar
uterus keras atau mencegah perdarahan yang berlebihan. Mendorng
klien untuk mengosongkan kandung kemih yang penuh dapat

7
menggeser uterus dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan.
(Irma Nurbaeti, dkk., 2013)
d. Fungsi gastrointestinal
Penilaian fungsi gastrointestinal sangat penting pada semua klien
postpartum, terutama bagi klien setelah seksio sesaria. Pengkajian
fungsi gastrointestinal meliputi :
1) Inspeksi abdomen : adanya distensi
2) Auskultasi bising usus
3) Palpasi abdomen : adanya distensi, nyeri tekan, rigiditas dan
diastasis rektus abdominis.
4) Perkusi untuk menentukan ada dan lokasi gas
5) Kaji adanya flatus
6) Kaji warna dan kosistensi tinja
7) Ditanyakan adanya mual dan muntah
Pengkajian dilakukan dua kali sehari sampai fungsi
gastrointestinal normal. Fungsi gastrointestinal bisa mengalami
perlambatan terutama pada ibu yang mengalami pembedahan
(seksio sesaria) dan dilakukan anestesi. Pemberian laksatif atau
pencahan yang diperlukan untuk mengobati sembelit dan
meringankan ketidaknyamanan perineum saat buang air besar.
Dorong klien untuk ambulasi segera setelah melahirkan. Ajarkan
kebutuhan klien untuk memakan buah-buahan, sayuran, dan
makanan tinggi serat lainnya setiap hari. Klien postnatal harus
mengonsumsi setidaknya 2000mL/I cairan perhari. (Irma
Nurbaeti, dkk., 2013)
e. Pemeriksaan Diastasis Rektus Abdominis
Diastasis rektus abdominis adalah regangan pada otot rektus
badominis akibat pembesaran uterus. Jika dipalpasi, regangan ini
menyerupai celah memanjang dari Prosessus Xiphoideus ke
umbilikus ehingga dapat diukur panjang dan lebarnya. Diastasis ini
tidak dapat menyatu kembali seperti sebelum hamil tetapi dapat

8
mendekat dengan memotivasi ibu untuk melakukan senam nifas. Cara
memeriksa diastasis rektus abdominis adalah dengan meminta ibu
untuk tidur telentang tanpa bantal dan mengangakat kepala, tidak
diganjal. Kemudian palpasi abdomen dari bawah ke prosessus
xipoideus ke umbilikus kemudian ukur panjang dan lebar diastasis.
(Irma Nurbaeti, dkk., 2013)
f. Fungsi kandung kemih
Perawat harus mengkaji keluaran urine pada ibu postnatal untuk
mengidentifikasi potensian kesulitan berkemih. Berkemih yang
pertama harus diukur.
Pengkajian buang air kecil dan fungsi kandung kemih meliputi :
1) Kembalinya buang air kecil, yang harus terjdi dalam waktu 6-8
jam setelah melahirkan.
2) Jumlah urine selama kurang lebih 8 jam stelah melahirkan. Klien
harus mengeluarkan minimal 150 mL setiap kali berkemih,
kurang daro 150 mL setiap kali berkemih dapat mengindikasikan
adanya retensi urine karena penurunan tonus kandung kemih
pasca bersalin (tanpa adanya preeklamsia atau masalah kesehatan
yang signifikan).
3) Tanda dan gejala infeksi saluran kemih (ISK).
4) Kandung kemih harus nonpalpable diatas simfisis pubis.
Suport klien untuk minum cairan yang cukup setiap hari dan
melapor bila terdapat tanda dan gejala infeksi saluran kemih, yaitu
sering berkemih, adanya tekanan saat berkemih, nyeri saat buang
air kecil, dan adanya hematuria.
(Irma Nurbaeti, dkk., 2013)
g. Mengkaji lokia
Mengkaji lokia selama periode postnatal meliputi :
1) Saturasi satu pada penuh lokia dalam waktu kurang dari satu jam,
aliran lokia yang terus menerus, atau adanya bekuan darag besar

9
adalah indikasi komplikasi yang serius (misalnya, adanya sisa
plasenta, perdarahan) dan haus diselidiki secepatnya.
2) Bila terjadi peningkatan jumlah yang signifikan adanya luka gores
di jalan lahir, harus segera diatasi.
3) Lokia berbau busuk biasanya menunjukkan infeksi dan perlu
ditangani sesegera mungkin.
4) Lokia harus ada perubahan dari lokia rubra ke lokia alba. Setiap
perkembangan dari perubahan dapat dianggan abnormal dan harus
dilaporkan.
Lokia berwarna merah gelap (lokia rubra) pada 1-3 hari
pertama setelah persalinan dan biasanya berjumlah sedang.
Sekitar hari keempat postnatal, lokia menjadi serosa dan merah
muda (lokia serosa) dengan lairan darah yang sedikit. Setelah 1
minggu sampai 10 hari, lokia menjadi berwarna putih kekuning-
kuningan (lokia alba) dengan jumlah yang sedikit. Lokia alba
masih diproduksi sampai sekitar 3 minggu postnatal dan
menandakan kemjuan penyembuhan. Muncuknya kembali
perdarahan segar setelah lokia menjadi serosa atau alba
menandakan adanya infeksi atau hemoragi yang lambat. Bau lokia
sama dengan bau darah menstruasi normal dan seharusnya tidak
berbau busuk atau tidak enak. Lokia rubra yang banyak, lama dan
berbau busuk, khususnya jika disertai demam, menandakan
adanya kemungkinan infeksi atau bagian plasenta yang masih
tertinggal. Jika lokia serosa atau alba terus berlanjut melebihi
rentang waktu normal dan disertai dengan rabas kecoklatan dan
berbau tidak sedap, demam, serta nyeri abdomen, wanita tersebut
mungkin menderita endometriosis. (Irma Nurbaeti, dkk., 2013)
h. Kondisi perineum dan anus
Pengkajian perineum dan anus harus dilakukan setiap 4 jam
untuk 24 jam pertama pasca melahirkan dan setiap 8-12 jam sampai
pasien pulang. Perawat harus menginspeksi perineum dengan posisi

10
ibu miring dan menekuk kaki ke arah dada. Perawat didorong untuk
menilai daerah anus untuk mengkaji adanya hemoroid dan jika ada
harus menginstruksikan klien untuk mendiskusikan perawatan
hemoroid. (Irma Nurbaeti, dkk., 2013)
i. Episiotomi/perineum
REEDA adalah singkatan yang sering digunakan untuk menilai
kondisi episiotomi atau laserasi perineum. REEDA yaitu
Rednes/kemerahan, Edema/edema, Ecchymosis/ekimosis,
Discharge/keluaran, Approximate/pelekatan. Kemerahan dianggap
normal pada episiotomi dan luka, namun jika ada rasa sakit yang
signifikan, diperlukan pengkajian lebih lanjut. Selanjutnya, edema
berlebihan dapat memperlambat penyembuhan luka. Penggunaan
kompres es selama periode pasca melahirkan umumnya disarankan.
Discharge harus tidak ada pada episiotomi atau laserasi, dan
tetapi luka jahitan harus rapat. Nyeri perineum harus dinilai dan
diobati. (Irma Nurbaeti, dkk., 2013)
j. Lower ekstremity (ekstremitas bawah)
Ekstremitas bawahharus dikaji sensasi, kekuatan, edema, nyeri,
dan tanda-tanda tromboembolis pada periode immediate postnatal.
Untuk mengkaji Deep Vein Thrombosis (DVT), ekstremitas bawah
diperiksa adanya panas, merah, menyakitkan, dan atau
pembengkakan.
Menilai sirkulasi kaki dengan memeriksa pusat daerah pedalis,
mencatat suhu dan warna. Selain itu, ekstremitas bawah harus dikaji
adanya edema. Edema pedalis biasanya ada selama beberapa hari
setelah melahirkan sebagai perpindahan cairan dalam tubuh. Namun,
edema yang menetap harus dilaporkan untuk pengkajian lebih lanjut.
Untuk meningkatkan sirkulasi dan mencegah berkembangnya
thrombus, dorong klien untuk ambulasi segera setelah melahirkan.
Juga ajarkan untuk menghindari menyilangkan kaki dalam jangka

11
waktu yang lama dan mengangkat kaki sambil duduk. (Irma Nurbaeti,
dkk., 2013)
k. Mengkaji status nutrisi
Pengkajian awal status nutrisi pada peroide postnatal didasarkan
pada data ibu saat sebelum hamil dan berat badan saat hamil, bukti
simpanan zat besi yang memadai (mis. Konjungtiva) dan riwayat diet
yang adekuat atau penampilan. Perawat juga perlu mengkaji beberapa
faktor komplikasi yang memperburuk status nutrisi, seperti
kehilangan darah yang berlebih saat persalinan. Jika ibu akan
memberikan ASI perlu dilakukan konsultasi diet. (Irma Nurbaeti,
dkk., 2013)
l. Integritas neurologi
Perawat mengevaluasi tingkat kesadaran dan fungsi sensori
motorik selama periode postnatal. Jika ibu menerima analgesic atau
anestesi selama proses persalinan, pengembalian fungsi sensasi dan
motorik adalah bagian integral dari evaluasi. Keluhan pusing atau
kepala terasa melayang pada saat duduk tegak di tempat tidur atau
berdiri mungkin mendahului episode sinkop (pingsan) sekunder
karena hipotensi ortostatik. Ibu harus dikembalikan pada posisi
telentang dan cek tekanan darah otostatik harus dilakukan sebelum
ambulasi. Jika preeklamsia telah didiagnosa pada periode antenatal
atau diperkirakan akan terjadi pada periode postnatal, refleks tendon
dalam dikaji untuk munculnya irritabilitas SSP. (Irma Nurbaeti, dkk.,
2013)
m. Nyeri
Selama periode postnatal, sangat penting bagi perawat terus
menilai rasa nyeri klien, dengan mempertimbangkan tingkat nyeri
pada semua area tubuh, termasuk kepala, dada, payudara, punggung,
kaki, perut, uterus, perineum, dan ekstremitas. Posisi selama
persalinan dapat menyebabkan ketidaknyamanan otot, dan sakit
kepala dapat menujukkan hipertensi gestasional. Klien juga harus

12
dinilai untuk nyeri emosional dan tindakan yang sesuai. Analgesic
ringan atau narkotika dapat diresepkan oleh dokter. Perawat juga
dapat mengajarkan metode nonpharmacologic penghilang rasa nyeri
kepada lien dan keluarganya. Beberapa metode termasuk penerapan
kompres panas atau dingin, pijat, relaksasi progresif, dan meditasi.
(Irma Nurbaeti, dkk., 2013)
n. Masalah seksio sesaria
Klien yang melahirkan dengan seksio sesaria memerlukan
beberapa pengkajian tambahan selama periode postnatal termasuk
status insisi (sayatan luka operasi), nyeri, pernapasan, paru-paru, dan
bising usus.
Insisi seksio sesaria bisa insisi vertikal atau horizontal yang perlu
dikaji selama periode postnatal. Metode REEDA (kemerahan, edema,
ecchymosis, discharge, dan perlekatan) dapat digunakan untuk
menilai insisi. Insisi harus rapat dan tidak ada tanda-tanda dan gejal
infeksi, termasuk kemerahan, edema dan drainase. Harus tidak ada
drainase harus sedikit jumlahnya dan tidak berbau busuk.
Pentingnya mengajarkan klien untuk memeriksa insisi setiap hari
dengan cermin atau anggota keluarga memonitor insisi pasien setiap
hari. Instruksikan klien untuk segera melaporkan setiap temuan yang
abnormal, seperti hematoma, drainase abnormal, bau atau rasa sakit
yang sangat. Perawat juga harus membantu tingkat nyeri pada klien
yang mengalami seksio sesaria. Untuk mengatasi rasa nyeri, klien
umumnya mendapatkan obat-obat penghilang raa nyeri baik melalui
supositoria atau infus.
Pengkajian pada pasien seksio sesaria juga harus mencangkup
auskultasi suara paru-paru karena depresi pernapasan dan periode
imobilitas yang lama dapat menyebabkan komplikasi lebih lanjut.
Klien dapat diajarkan untuk berubah posisi, batuk, dan napas dalam
dan menggunakan spirometer untuk membantu membersihkan paru-
paru. (Irma Nurbaeti, dkk., 2013)

13
2. Pengkajian psikososial (Irma Nurbaeti, dkk., 2013)
a. Kekerasan Intimasi Parter/ Intimate Partner Violence
Tambahan pengkajian khusus dianggap perlu selama periode
postnatal, sangat penting untuk menilai tanda-tanda dan gejala
Kekerasa Intimasi Partner, secara umum dikenal sebagai kekerasan
dalam rumah tangga. Oleh karena itu perawat harus memiliki
pemahaman yang jelas terhadap instrument dan teknik yang
diperlukan untuk menilai populasi ini selama periode postnatal.
Dalam mengkaji klien IPV, perawat harus menyediakan ruang pribadi
untuk melakukan pengkajian dan menjamin kerahasiaan klien. Karena
IPV terjadi antara suami dan istri, pacar dan pacar, dan anggota
keluarga lainnya, perawat harusdengan hati-hati saat mengajukan
pertanyaan. Selain itu, penting bahwa perawat mengajukan
pertanyaan dengan cara yang tidak menghakimi karena korban IPV
sering takut dan merasa malu.
b. Emosi
Emosi merupakan elemen penting dari penilaian postnatal. Klien
postnatal biasanya menunjukka gejala dari “baby blues” atau
“postnatal blues” ditunjukkan oleh gejala menangis, lekas marah atau
kadang-kadang insomnia. Postnatal blues disebabkan oleh banyak
faktor, termasuk fluktuasi hormonal, kelelahan fisik, dan penyesuaian
peran ibu. Ini adalah bagian normal dari pengalaman postnatal.
Namun, jika gejala ini berlangsung lebih lama dari beberapa minggu
atau jika klien postnatal menjadi nonfunctional atau mengungkapkan
keinginan untuk menyakiti dirinya sendiri atau bayinya, klien harus
diajari untuk segera melaporkan hal ini kepada perawat, bidan atau
dokter. Intervensi yang tepat harus diterapkan untuk melindungi klien
dan bayinya, perilaku ini merupakan indikasi depresi postnatal.. klien
postnatal dan keluarga mereka harus diajarkan untuk memahami
bahwa baby blues adalah bagian normal dari pengalaman postnatal.
Mendorong klien untuk beristirahat secara teratur dan anggota

14
keluarga untuk merawat ibu dan bayi sesuai kebutuhan. Instruksikan
klien untuk mendapatkan banyak udara segar dan olahraga ringan.
Memperkenalkan klien dengan kelompok para ibu baru yang dapat
memberikan dukungan orang lain saat menglami postnatal blues.
Terakhir, ajarkan klien postnatal dan keluarga mereka tentang tanda-
tanda gejala depresi postnatal.
c. Pengkajian tingkat energi dan kualitas istirahat
Pengkajian tingkat energi dan identifikasi faktor-faktor yang
berkontribusi kelelahan kronik yang harus dikaji sebelum pasien
pulang. Perawat juga harus mengkaji jumlah istirahat dan tidur, dan
menanyakan apa yang dapat ibu untuk membantunya meningkatkan
istirahat selama ibu di rumah sakit. Semakin tinggi kehilangan tidur
pada saat periode intranatal semakin tinggi juga tingkat permusuhan
dan shore depresi pada ibu postnatal 24 jam pertama.
3. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
b. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
c. Kurang pengetahuan atau kebutuhan belajar mengenai perawatan diri
dan bayi berhubungan dengan kurang pemahaman
4. Intervensi pada ibu postnatal
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
1) Kaji secara komphrehensif tentang nyeri, meliputi: lokasi,
karakteristik dan onset, durasi
2) Monitor TTV,
3) Ajarkan tentang nafas dalam untuk mengurangi nyeri
4) Ajarkan tekhnik distraksi relaksasi untuk mengalihkan rasa nyeri
5) Berikan dukungan terhadap ibu bahwa nyerinya akan segera
berkurang jika ibu mampu mengontrol tingkat nyeri
6) Kolaborasikan tentang pemberian obat analgetik
7) Anjurkan lingkungan yang tenang untuk mengurangi nyeri
b. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan

15
1) Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
2) Pertahankan teknik isolasi
3) Monitor kerentanan terhadap infeksi
c. Kurang pengetahuan atau kebutuhan belajar mengenai perawatan diri
dan bayi berhubungan dengan kurang pemahaman
1) Berikan informasi tentang perwatan dini (perawatan perineal)
perubahan fisiologi, lochea, perubahan peran, istirahat, keluarga
berencana
2) Berikan informasi tentang perawatan bayi yaitu perawatan tali
pusat, ari, memandikan dan imunisasi
3) Sarankan agar mendemonstrasikan apa yang sudah diperlajari
C. Konsep perawatan payudara
1. Definisi
Perawatan payudara (Breast Care) adalah suatu cara merawat
payudara yang dilakukan pada saat kehamilan atau masa nifas untuk
produksi ASI, selain itu untuk kebersihan payudara dan bentuk puting
susu yang masuk ke dalam atau datar. Puting susu demikian sebenarnya
bukanlah halangan bagi ibu untuk menyusui dengan baik dengan
mengetahui sejak awal, ibu mempunyai waktu untuk mengusahakan agar
puting susu lebih mudah sewaktu menyusui. Disamping itujuga sangat
penting memperhatikan kebersihan personal hygiene (Rustam, 2009).
Payudara adalah pelengkap organ reproduksi wanita dan pada masa
laktasi akan mengeluarkan air susu. Payudara mungkin akan sedikit
berubah warna sebelum kehamilan, areola(area yang mengelilingi puting
susu) biasanya berwarna kemerahan, tetapi akan menjadi coklat dan
mungkin akan mengalami pembesaran selama masa kehamilan dan masa
menyusui (Manuaba, 2011).
2. Tujuan Perawatan Payudara (Notoatmojo, 2008)
Perawatan Payudara pasca persalinan merupakan kelanjutan
perawatan payudara semasa hamil, mempunyai tujuan antara lain:
a. Untuk menjaga kebersihan payudara sehingga terhindar dari infeksi.

16
b. Untuk mengenyalkan puting susu, supaya tidak mudah lecet.
c. Untuk menonjolkan puting susu
d. Menjaga bentuh buah dada tetap bagus
e. Untuk mencegah terjadinya penyumbatan
f. Untuk memperbanyak ASI
g. Untuk mengetahui adanya kelainan
3. Waktu pelaksanaan perawatan payudara
Pelaksanaan perawatan payudara pasca persalinan dimulai sedini mungkin
yaitu 1-2 hari sesudah bayi di lahirkan. Hal itu dilakukan 2 kali sehari
yaitu pada waktu pagi dan mandi sore. (Saleha Sitti, 2009)
4. Teknik dan cara perawatan payudara
a. Teknik pengurutan payudara (Siti Fauziah, 2012)
1) Massase
Pijat sel-sel pembuat ASI dan saluran ASItekan 2-4 jari ke dinding
dada, buat gerakan melingkar pada satu titik di area payudara
Setelah beberapa detik pindah ke area lain dari payudara, dapat
mengikuti gerakan spiral. mengelilingi payudarake arah puting
susu atau gerakan lurus dari pangkal payudara ke arah puting susu.
2) Stroke
a) Mengurut dari pangkal payudara sampai ke puting susu dengan
jari-jari atau telapak tangan.
b) Lanjutkan mengurut dari dinding dada kearah payudara
diseluruh bagian payudara.
c) Ini akan membuat ibu lebih rileks dan merangsang pengaliran
ASI (hormon oksitosin).
3) Shake
Dengan posisi condong ke depan, goyangkan payudara
dengan lembut, biarkan gaya tarik bumi meningkatkan stimulasi
pengaliran.
b. Cara Pengurutan Payudara

17
Cara Pengurutan payudara di Paparkan Oleh Prawirohardjo, 2010
dapat di lakukan dengan cara sebagai berikut :
1) Pengurutan Pertama
a) Licinkan telapak tangan dengan sedikit minyak/baby oil.
b) Kedua tangan diletakkan diantara kedua payudara ke arah atas,
samping, bawah, dan melintang sehingga tangan menyangga
payudara, lakukan 30 kali selama 5 menit.
2) Pengurutan kedua
a) Licinkan telapak tangan dengan minyak/baby oil.
b) Telapak tangan kiri menopang payudara kiri dan jari-jari tangan
kanan saling dirapatkan Sisi kelingking tangan kanan
memegang payudara kiri dari pangkal payudara kearah puting,
demikian pula payudara kanan lakukan 30 kali selama 5 menit
(Prawirohardjo, 2010).
3) Pengurutan ketiga
a) Licinkan telapak tangan dengan minyak
b) Telapak tangan kirimenopang payudara kiri.Jari-jari tangan
kanan dikepalkan, kemudian tulang kepalantangan kanan
mengurut payudara dari pangkal ke arah puting susulakukan 30
kali selama 5 menit.
4) Perawatan Buah Payudara pada Masa Nifas
a) Menggunakan BH yang menyokong payudara
b) Apabila puting susu lecet oleskan colostrum atau ASI yang
keluar pada sekitar puting susu setiap kali
c) selesai menyusui, menyusui tetap dilakukan dimulai dari puting
susu yang tidak lecet.
d) Apabila lecet sangat berat dapat di istirahatkan selama 24 jam
ASI dikeluarkan dan diminumkan dengan menggunakan
sendok.
e) Untuk menghilangkan rasa nyeri ibu dapat minum parasetamol
1 tablet setiap 4-6 jam.

18
f) Apabila payudara bengkak akibat bendungan ASI, lakukan :
pengompresan payudara menggunakan kain basah dan hangat
selama 5 menit, urut payudara dari arah pangkal menuju puting
susu, keluarkan ASI sebagian dari bagian depan payudara
sehingga puting susu menjadilunak, susukan bayi setiap 2-3
jam, apabila tidak dapat menghisap ASI sisanya dikeluarkan
dengan tanganletakkan kain dingin pada payudara setelah
menyusui.
5) Akibat Jika Tidak Dilakukan Perawatan Payudara
Berbagai dampak negatif dapat timbul jika tidak
dilakukanperawatan payudara sedini mungkin. Dampak tersebut
meliputi :
a) Puting susu kedalam
b) ASI lama keluar
c) Produksi ASIterbatas
d) Pembengkakan pada payudara
e) Payudara meradang
f) Payudara kotor
g) Ibu belum siap menyusui
h) Kulit payudara terutama puting akan mudah lecet
(Prawirohardjo, 2011)
5. Penatalaksanaan Perawatan Payudara
Penatalaksanaan Perawatan Payudara Menurut Rustam (2009), antara
lain:
a. Cara Mengatasi Bila Puting Tenggelam
Lakukan gerakan menggunakan kedua ibu jari dengan menekan
kedua sisi puting dan setelah puting tampak menonjol keluar lakukan
tarikan pada putingmenggunakan ibu jari dan telunjuk lalulanjutkan
dengangerakan memutar puting ke satu arah. Ulangi sampai beberapa
kali dan dilakukan secara rutin.
b. Jika Asi Belum Keluar

19
Walaupun asibelum keluar ibu harus tetap menyusui. Mulailah segera
menyusui sejak bayi barulahir, yakni dengan inisiasi menyusui dini,
Dengan teratur menyusui bayi maka hisapan bayipada saat menyusu
ke ibu akan merangsang produksi hormon oksitosin dan prolaktin
yang akan membantu kelancaran ASI. Jadi biarkan bayi terus
menghisap maka akan keluar ASI. Jangan berpikir sebaliknya yakni
menunggu ASI keluar baru menyusui.
c. Penanganan puting susu lecet
Bagi ibu yang mengalami lecet pada puting susu, ibu bisa
mengistirahatkan 24 jam pada payudara yang lecetdan memerah ASI
secara manual dan ditampung pada botol steril lalu di suapkan
menggunakan sendok kecil . Olesi dengan krim untuk payudara yang
lecet. Bila ada madu, cukup di olesi madu pada puting yanglecet.
d. Penanganan Pada Payudara Yang Terasa Keras Sekali Dan Nyeri, Asi
Menetes Pelan Dan Badan Terasa Demam.
Pada hari ke empat masa nifas kadang payudara terasa penuh dan
keras, juga sedikit nyeri. Justru ini pertanda baik. Berarti kelenjar air
susu ibu mulai berproduksi.Tak jarang diikuti pembesaran kelenjar di
ketiak, jangan cemas ini bukan penyakit dan masih dalam batas
wajar.Dengan adanya reaksi alamiah tubuh seorang ibu dalam masa
menyusui untuk meningkatkan produksi ASI,maka tubuh
memerlukan cairan lebihbanyak. Inilah pentingnya minum air putih 8
sampai dengan 10 gelas sehari.
6. Cara Melakukan Perawatan Payudara
Adapun cara perawatan payudara Menurut Siti (2012),antara lain:
a. Tempelkan kapas yang sudah di beri minyak atau baby oil selama 5
menit, kemudian putting susu di bersihkan.
b. Letakan kedua tangan di antara payudara
c. Mengurut payudara dimulai dari arah atas, kesamping lalu kearah
bawah.

20
d. Dalam pengurutan posisi tangan kiri kearah sisi kiri, telapak tangan
kearah sisi kanan.
e. Melakukan pengurutan kebawahdan kesamping.
f. Pengurutan melintang telapak tangan mengurut kedepan kemudian
kedua tangan dilepaskan dari payudara, ulangi gerakan 20 –30 kali.
g. Tangan kiri menopang payudara kiri 3 jari tangan kanan membuat
gerakan memutar sambil menekan mulai dari pangkal payudara
sampaipada puting susu, lakukan tahap yang sama pada payudara
kanan.
h. Membersihkan payudara dengan air hangat lalu keringkan payudara
dengan handuk bersih, kemudian gunakan bra yang bersih dan
menyokong.
D. Vulva hygiene
1. Definisi
Vulva hygiene merupakan suatu tindakan untuk memelihara kebersihan
organ kewanitaan bagian luar (vulva) yang dilakukan untuk
mempertahankan kesehatan dan mencegah infeksi (Ayu, 2010).
2. Tujuan
a. Mencegah dan mengontrol penyebaran infeksi.
b. Mencegah kerusakan jaringan kulit.
c. Meningkatkan kenyamanan
d. Mempertahankan kebersihan
3. Waktu perawatan
Menurut Feerer (2001), waktu perawatan perineum adalah
a. Saat mandi
Pada saat mandi, ibu postnatal pasti melepas pembalut, setelah terbuka
maka ada kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri pada cairan yang
tertampung pada pembalut, demikian pula pada perineum ibu, untuk
itu diperlukan pembersihan perineum.
b. Setelah buang air kecil

21
Pada saat buang air kecil kemungkinan besar terjadi kontaminasi air
seni pada rektum akibatnya akan memicu pertumbuhan bakteri pada
perineum untuk itu perlu dilakukan pembersihan perineum.
c. Setelah buang air besar
Pada saat buang air besar, diperlukan pembersihan sisa-sisa kotoran
disekitar anus, untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri dari
anus ke perineum yang letaknya bersebelahan maka diperlukan proses
pembersihan anus dan perineum secara keseluruhan.
4. Cara perawatan vulva hygiene
Perawatan vulva pada postnatal sangat berpengaruh dalam kesembuhan
luka. Adapun cara perawatan itu sendiri meliputi :
a. Anjurkan kebersihan ke seluruh tubuh
Perawatan terhadap ibu postnatal dilaksanakan berdasarkan upaya
untuk mempertahankan kebersihan serta kenyamanan, mencegah
infeksi dan membantu mengurangi sumber infeksi. Karena dengan
kebersihan tubuh yang terjaga maka ibu akan merasakan segar pada
tubuhnya, maka kemungkinan infeksi akan terhindar
b. Mengajarkan pada ibu membersihkan daerah sekitar vulva
Luka pada perineum akibat episiotomi, ruptur atau laserasi
merupakan daerah yang tidak mudah untuk dijaga agar tetap bersih dan
kering. Membersihkan daerah kelamin dengan menggunakan sabun dan
air, pastikan bahwa ia mengerti untuk membersihkan daerah di sekitar
vulva terlebih dahulu, dari depan ke belakang baru kemudian
membersihkan daerah sekitar anus.
Walaupun prosedurnya bervariasi dari satu rumah sakit ke rumah
sakit lainnya tetapi prinsip-prinsip dasarnya adalah universal yaitu :
menncegah kontaminasi dari rektum, menangani dengan lembut pada
jaringan yang terkena trauma dan membersihkan semua keluaran yang
menjadi sumber bakteri dan bau. Dengan cara membersihkan yang
benar maka kesembuhan akan cepat dan terhindar dari infeksi.
c. Mengganti pembalut/kain pembalut

22
Menyarankan ibu untuk mengganti pembalut/kain pembalut yang
telah penuh dengan gerakan ke bawah mengarag ke rektum lalu
letakan pembalut tersebut e dalam kantung plastik, semprotkan air ke
seluruh perineum, kemudian keringkan perineum dari depan ke
belakang dan pasang pembalut dari depan ke belakang.
d. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
Menyarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air
sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelamin. Cara yang paling
efektif untuk mencegah infeksi dengan ibu belajar kebersihan diri yang
baik, terutama teknik mencuci tangan dimana sumber infeksi terbesar
bagi ibu postnatal adalah tangan, hidung dan mulut.
e. Anjurkan ibu untuk tidak menyentuh daerah vulva
Luka pada vulva sangatlah rawan terkena infeksi, sebab itu ibu
dianjurkan tidak menyenth daerah vulva yang terbuka. Mengingat
tangan merupakan salah satu sumber terbesar dari kuman yang
menyebabkan infeksi.
5. Resiko tidak dilakukan perawatan vulva hygine
Perlukaan jalan lahir dan lokea merupakan media yang ideal bagi
pertumbuhan mikroorganisme penyebab infeksi. Bila pada masa nifas
tidak dilakukan perawatan vulva hygiene yang benar maka resiko terjadi
infeksi nifas sangat tinggi.
Infeksi oleh kumn patogen terutama Streptococcus Haemolyticus
golongan A sangat berbahaya dan merupakan 50% penyebab kematian
karena infeksi nifas (Sarwono, 2008 : 693). Infeksi nifas ringan terjadi
karena pada genetalia eksterna dengan gambaran klinis : demam dengan
suhu 38 ˚C selama 2 hari, rasa nyeri dan panas pada tempat infeksi dan
rasa perih bila kencing. Infeksi nifas terberat adalah terjadinya sepsis
dengan gambaran klinis : suhu mendadak naik tinggi (39-40 ˚C) disertai
menggigil, nadi cepat (140-160 x/menit), keadaan umum cepat memburuk,
pasien dapat meninggal dalam 6-7 hari post partum (Sarwono, 2008 : 695).

23
Sepsis puerperalis penyebab terpenting ke-2 kematian ibu, mencapai
15% dari kematian ibu di negara-negara berkembang karena kurangnya
hygiene selama persalinan dan postnatal.

24
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pengkajian pada wanita postnatal meliputi :
a. Pengkajian fisiologis
Pengkajian fisiologis postnatal difokuskan pada poses involusi
organ reproduksi, perubahan biofisik sistem tubuh lainnya, dan
mulainya atau hambatan proses laktasi. Pengamatan dibuat dan
dicatat sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Perawat mengkaji
kenyamanan dan kesejahteraan ibu termasuk istirahat dan tidur, nafsu
makan, pergerakan, tingkat energi, dan status eliminasi. Pengkajian
fisiologis awal setelah melahirkan meliputi keadaan uterus, jumlah
perdarahan, kandung kemih dan berkemih, tanda-tanda vital, dan
perineum.
b. Pengkajian psikososial yang meliputi Kekerasan Intimasi
Parter/Intimate Partner Violence, Emosi, dan Pengkajian tingkat
energi dan kualitas istirahat.
2. Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu
postpartum sekresi air susu yang sangat baik setelah diberikan perawatan
payudara ( Safitri, Wijayanti, & Werdani, 2016 ). Ini didukung oleh
penelitian itu ada hubungan yang signifikan antara perawatan payudara
pada ibu postpartum dengan kelancaran sekresi air susu ibu ( Rosita,
2017 ). Selain itu, gerakan dalam perawatan payudara adalah sangat
efektif untuk meningkatkan volume payudara susu, tetapi berguna untuk
memulai refleks sekresi air susu ibu, dan mencegah bendungan di dalam
payudara. Ini membuktikan bahwa perawatan payudara bisa meningkat
produksi susu ( Latifah, Wahid, & Agianto, 2015 ).
3. Vulva hygiene merupakan suatu tindakan untuk memelihara kebersihan
organ kewanitaan bagian luar (vulva) yang dilakukan untuk
mempertahankan kesehatan dan mencegah infeksi (Ayu, 2010).

25
B. Saran
Dengan adanya makalah ini, diharapkan pembaca dapat mengetahui lebih
dalam mengenai masalah pengkajian postnatal, cara melakukan perawatan
payudara dan cara menjaga kebersihan luka perineum agar tidak terkena
infeksi.

26
DAFTAR PUSTAKA

Ernawati. 2015. Mobilisasi Dini dan Vulva Hygiene Pada Ibu Post Partum di
RSIA Sitti Khadijah 1 Makassar. Forum Penelitian. 1 (1). 49-57. Diakses
pada tanggal 23 Agustus 2018.
Fauziah, Siti & Sutejo. 2012. Keperawatan Maternitas Kehamilan. Malang :
Kencana. Diakses pada tanggal 23 Agustus 2018.
Hesti KY, et al. 2017. Effect Of Combination Of Breast Care and Oxytocin
Massage On Breast Milk Secretion In Postpartum Mother, Volume 3, Issue
6. 2017 December;3 (6) : 784-790. Diakses pada tanggal 05 September
2018.
Nurbaeti, Irma dkk. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Ibu Postpartum dan Bayi
Baru Lahir. Jakarta : Mitra Wacana Media. Diakses pada tanggal 22
Agustus 2018.
Suherni. 2009. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta. Fitramaya. Diaskes pada
tanggal 05 September 2018.
Tiwari, Anjali Pushkar, VaishakhiPareshbhai, Patel & Rajendrakumar,Patel
Bhakti. 2016. Knowledge Regarding Selected Postnatal Breast Problems
and Their Management Among Postnatal Mothers. International Journal of
Advanced Research, Volume 4, Issue 5, 685-688. Dikses [ada tanggal 05
September 2018.
Tulas, Verby D. P., Kundre R., Bataha Y. 2017. Hubungan Perawatan Luka
Perineum dengan Personal Hygiene Ibu Post Partum di Rumah Sakit
Pancaran Kasih GMIM Manado. e-Journal Keperawatan (e-Kp) Volume 5
Nomor 1. 1-9. Diakses pada tanggal 23 Agustus 2018.

27

Anda mungkin juga menyukai