Anda di halaman 1dari 21

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Latar Belakang

Pitiriasis versikolor adalah infeksi ringan kronis pada kulit yang

disebabkan oleh jamur Malassezia furfur, dan ditandai ciri khas tersendiri,

bersisik, daerah mengalami perubahan warna atau depigmentasi, terutama

pada bagian atas.1 Tempat predikleksi dapat terjadi di mana saja dipermukaan

kulit, lipat paha, ketiak, leher, punggung, dada, lengan, wajah dan tempat-

tempat tak tertutp pakaian. 2

Malassezia furfur merupakan lipophilic yeast, dimana dalam keadaan

biasa merupakan flora normal yang terdapat pada permukaan kulit.3,8

Malassezia furfur yang berbentuk ragi atau spora dapat berubah menjadi

patogen dalam bentuk filamen atau hifa oleh faktor endogen maupun

eksogen. Faktor endogen diantaranya adalah kulit berminyak, hiperhidrosis,

genetika, imunodefisiensi, sindroma chusing, dan mal nutrisi. Sedangkan

faktor eksogen diantaranya adalah kelembaban dan suhu tinggi, hygine,

pakaian tertutup rapat, dan penggunaan emolien yang berminyak.3,8

Insidens terjadinya penyakit ini meningkat pada daerah tropis dimana suhu

udara dan kelembapan udara cukup tinggi.Di beberapa negara tropis termasuk

Indonesia, dilaporkan bahwa 40% dari keseluruhan populasi terkena penyakit

ini4.

1.2 Definisi

Pitiriasis versikolor adalah infeksi jamur superfisialis yang ditandai dengan

adanya makula dikulit, skuama halus disertai rasa gatal.2

1
2

Pitiriasis versikolor adalah infeksi ringan kronis pada kulit yang

disebabkan oleh jamur Malassezia furfur, dan ditandai ciri khas tersendiri,

bersisik, daerah mengalami perubahan warna atau depigmentasi, terutama

pada bagian atas.1

Pitiriasis versikolor yang disebabkan Malassezia furfur Robin (Baillon

1889) adalah penyakit jamur superfisialis yang kronik, biasanya tidak

memberikan gejala subjektif, berupa becak berskuama halus yang berwarna

putih sampai coklat hitam, terutama meliputi badan dan kadang-kadang dapat

menyerang ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher, muka dan kulit

kepala yang berambut.6

1.3 Sinonim

Tinea versikolor, romofitosis, dermatomikosis, liver spot, tinea flava,

pitiriasis versiolor flava, dan panau.6

1.4 Epidemiologi

Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia.2 Insidens terjadinya penyakit ini

meningkat pada daerah tropis dimana suhu udara dan kelembapan udara

cukup tinggi. Di beberapa negara tropis termasuk Indonesia, dilaporkan

bahwa 40% dari keseluruhan populasi terkena penyakit ini4. Angka kejadian

pada laki-laki lebih banyak daripada perempuan, dan mungkin terkait

pekerjaan dan aktivitas yang lebih tinggi7.

Pitiriasis versikolor lebih sering menginfeksi dewasa muda usia 15-24

tahun, saat aktivitas kelenjar lemak lebih tinggi7. Penyakit ini menyerang
3

semua ras, keadaan basah atau berkeringat banyak, menyebabkan stratum

korneum melunak sehingga mudah dimasuki Malassezia furfur.2

1.5 Etiologi

Pitiriasis versikolor disebabkan ragi lipofilik yang merupakan flora

normal kulit yang dikenal dalam genus Malassezia. Saat ini dikenal 13

spesies Malassezia: M.furfur, M.pachydermatis, M.sympoidalis, M.globosa,

M.restricta, M.slooffiae, M.obtusa, M.dermatis, M.japonica, M.nana,

M.yamatoensis, M.caprae, dan M.equine.1. M.furfur diidentifikasi sebagai

jamur penyebab tinea versikolor.2

Gambar 1.1 Malassezia furfur

(Hay RJ, Ashbee HR. Pityriasis Versicolor.In Rook’s Textbook of

Dermatology, 8th Edition. Washington: Wiley-Blackwell Scientific

Publications. 2010. Hal 36.10.13)

1.6 Patogenesis

Malassezia furfur merupakan lipophilic yeast, dimana dalam keadaan

biasa merupakan flora normal yang terdapat pada permukaan kulit.

Malassezia furfur yang berbentuk ragi atau spora dapat berubah menjadi
4

patogen dalam bentuk filamen atau hifa oleh faktor endogen maupun

eksogen. Faktor endogen diantaranya adalah kulit berminyak, hiperhidrosis,

genetika, imunodefisiensi, sindroma chusing, dan mal nutrisi. Sedangkan

faktor eksogen diantaranya adalah kelembaban dan suhu tinggi, hygine,

pakaian tertutup rapat, dan penggunaan emolien yang berminyak. 3

Pada pasien yang menghasilkan respon seluler, hyperkeratosis,

parakeratosis dan sedikit akantosis, dengan peradangan ringan pada dermis

atas, adalah karakteristik perubahan histologis pada pitiriasis versikolor.

Imunofenotipe dari infiltrate pada pitiriasis versikolor didominasi oleh sel T,

akumulasi makrofag dan sedikit sel B. Tanda dari akumulasi sel Langerhans

di epidermis, berkurangnya ekspresi penanda aktivasi seluler dan adanya

penekanan sel T juga ditunjukkan dalam kejadian PV. Organisme penyebab

infeksi ini biasanya berada di lapisan atas dari stratum korneum, dan pada

mikroskop electron dapat terlihat bahwa infeksi ini tidak hanya menyerang

stratum korneum saja tetapi juga sel-sel keratin. Jumlah korneosit telah

menunjukkan peningkatan jumlah sel kulit pada kulit yang terkena. Ada

beberapa mekanisme tentang perubahan pigmentasi, hipopigmentasi pada lesi

kemungkinan terjadi karena produksi asam dikarboksilat oleh spesies

Malassezia (misalnya asam azaleic) yang bersifat inhibitor kompetitif

terhadap enzim tirosinase dan mempunyai efek sitotoksik langsung terhadap

hiperaktif melanosit. Namun beberapa asam tersebut tidak berpengaruh pada

melanosit normal yang diperiksa dengan kultur jaringan.1

Penjelasan untuk hiperpigmentasi yang terlihat pada subjek berkulit

putih tetap tidak jelas, meskipun mikroskop electron menunjukkan adanya


5

melanosom besar yang abnormal dalam lesi hiperpigmentasi, dan melanosom

yang lebih kecil dari normal pada pitiriasis versikolor yang bertipe

hipopigmentasi. Telah dicatat bahwa jumlah epidermal pigmentasi berkurang

pada lesi hipopigmentasi dan lapisan keratin lebih tebal pada lesi

hiperpigmentasi.1

Malassezia memproduksi berbagai metabolit yang dapat menyebabkan

perubahan warna pada lesi. Hipopigmentasi terjadi akibat: (1) pitiriasitrin dan

pitirialakton yang mampu menyerap sinar UV.8; (2) asam azaleat, asam

dekarboksilat yang menurunkan produksi melanosit dengan menghambat

enzim tirosinase; (3) malassezin yang menginduksi apoptosis melanosit; (4)

malassezindole A, aktivitasnya menghambat kerja tirosinase dan mengganggu

sintesis tirosinase; (5) keto-malassezin sebagai inhibitor tirosinase dengan

menghambat reaksi DOPA (3,4-di hidroksifenilalanin) melanosit; (6)

metabolit lain seperti indirubin, ICZ, pitiriarubin, dan triptanthrin.7 Kerusakan

jangka panjang dari melanosit akibat produk-produk tersebut, hal ini

menjelaskan mengapa lesi hipopigmentasi bertahan selam berbulan-bulan dan

bertahun-tahun.8 Pada Lesi hiperpigmentasi berhubungan dengan variasi

respon inflamasi, tampak peningkatan ukuran melanosom (makromelanosom)

dan penebalan pada stratum korneum.7

1.7 Manifestasi Klinis

1. Gatal bila berkeringat

2. Lokasi lesi pada umumnya terdapat pada badan ( dada, punggung), leher,

lengan atas, selangkangan. Bila ditemukan pada daerah lain termasuk

muka.
6

3. Terdapat 3 bentuk lesi pada pitiriasis versikolor, yaitu:


-
Macular : soliter dan biasanya saling bertemu (koalesen) dan tertutup

skuama

- Papuler: bulat, kecil perifolikuler, sekitar folikel rambut dan tertutup

skuama

- Campuran lesi macular dan papular.

4. Warna lesi bervariasi: putih, kemerahan, coklat dan kehitaman. Bentuk

kronis akan didapatkan bermacam-macam warna.

5. Selesai terapi biasanya depigmentasi residual tanpa skuama diatasnya yang

akan menetap dalam beberapa bulan sebelum normal.

6. Pada kasus lama tanpa pengobatan lesi dapat bergabung membentuk

gambaran seperti pulau yang luas berbentuk polisiklik.5

Gambar 1.2 Tinea versikolor hiperpigmentasi

(Sumber: Fitzpatrick’s, 2008 )


7

Gambar 1.3 Tinea versikolor hipopigmentasi

(Sumber: Fitzpatrick’s, 2008 )

1.8 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan atas dasar gambaran klinis, pemeriksaan fluoresensi,

lesi kulit dengan lampu wood, dan sediaan langsung kerokan kulit dengan

KOH 20%.6

a. Anamnesis

Penderita datang dengan keluhan makula berwarna putih, merah, coklat,

konfluen (bertumpuk-tumpuk), gatal bila berkeringat.5

b. Pemeriksaan Fisik

Didapatkan makula hipopigmentasi, kecoklatan, keabuan atau kehitam-

hitaman dalam berbagai ukuran dengan skuama halus diatasnya. Lokasi

dapat terjadi dibadan dan kadang-kadang dapat menyerang ketiak, lipat

paha, lengan, tungkai atas, leher, muka.2

c. Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan mikologis kerokan kulit


8

Pengambilan bahan dapat dengan kerokan biasa atau dengan

menggunakan selotip yang ditempel pada lesi. Setelah diambil,

bahan diletakkan di atas objek glass lalu diteteskan dengan larutan

KOH 20% atau campuran 9 bagian KOH dengan KOH 20% dengan

2 bagian tinta Parker blue-black superchrome X akan lebih

memperjelas pembacaan karena memberi tampilan warna biru yang

cerah pada elemen-elemen jamur.3

- Hasil positif: hifa pendek, lurus, bengkok (seperti huruf I,v, j) dan

gerombolan spora budding yeast yang berbentuk bulat mirip seperti

spaghetti meatballs.

- Hasil negatif: bila tidak ada lagi hifa, maka berarti bukan pitiriasis

versikolor maupun ada spora.3

Gambar 1.4 Spaghetti and meatballs

(Sumber: Fitzpatrick’s, 2008 )


9

 Pemeriksaan lampu wood

Untuk membantu menegakkan diagnosis dan untuk menentukan

luasnya lesi dapat dilakukan pemeriksaan dengan penyinaran lampu

wood’s pada seluruh tubuh penderita dalam kamar gelap. Hasilnya

positif bila terlihat fluoresensi berwarna kuning emas pada lesi

tersebut.2

1.9 Diagnosis Banding

Diagnosis banding dengan lesi hiperpigmentasi ialah pitiriasis rosea,

dermatitis seboroik, dan tinea korporis. Sedangkan diagnosis banding

pitiriasis versikolor dengan lesi hipopigmentasi ialah pitiriasis alba, vitiligo,

morbus Hansen tiper tuberkuloid dan hipopigmentasi post inflamasi.3

A. Lesi Hiperpigmentasi

1. Pitiriasis Rosea

Etiologi umumnya belum diketahui. Ada yang mengemukakakn hipotesis

bahwa penyebabnya virus sehingga penyakit ini merupakan self limiting

disease.Sebagian penderita mengeluh gatal ringan. Penyakit dimulai

dengan lesi pertama (herald patch), umumnya di badan soliter, berbentuk

oval dan anular, diameter kira-kira 3cm. Ruam terdiri atas eeritema dan

skuama halus di pinggir.Lesi berikutnya memberikan gambaran yang

khas menyerupai pohon cemara terbalik.

2. Dermatitis seboroik

Merupakan peradangan kulit pada daerah yang mengandung kelenjar

sebasea. Penyebabnya diduga akibat aktivitas kelenjar sebasea yang

meningkat. Biasanya terjadi pada orang dewasa dan lebih sering pada
10

pria. Pada pemeriksaan kulit didapatkan makula eritematosa yang

ditutupi oleh papula-papula miliar berbatas tak tegas, dan skuama halus

putih berminyak. Kadang-kadang ditemukan erosi dengan krusta yang

sudah mengering berwarna kekuningan.2

3. Tinea Korporis

Penyakit yang disebabkan oleh jamur dermatofita, menyerang bagian

kulit tak berambut pada wajah, badan, lengan, dan tungkai. Dengan

gambaran klinis keluhan gatal, terutama jika berkeringat. Pada

pemeriksaan kulit didapatkan lesi berbentuk makula/plak yang

merah/hiperpigmentasi dengan tepi aktif dan penyembuhan sentral. Pada

tepi lesi dijumpai papula papula eritematosaatau vesikeli.2

B. Lesi Hipopigmentasi

1. Pitiriasis alba

Merupakan bentuk dermatitis yang tidak spesifik dan belum diketahui

penyebabnya. Ditandai dengan bercak kemerahan dan skuama halus yang

akan menghilang serta meninggalkan area yang depigmentasi. Pada anak-

anak lokasi kelaianan pada muka (50-60%), paling sering disekitar mulut,

dagu, pipi serta dahi. Lesi dapat dijumpai pada ekstremitas dan badan.

Dapat simetris pada bokong, paha atas, punggung, dan ekstensor lengan

tanpa keluhan.6 Lesi dapat berupa makula berbentuk bulat, oval, kadang

ireguler, awalnya berwarna merah muda, ditutupi skuama halus,

kemudian menjadi lesi hipopigmentasi dalam beberapa minggu. Pada

pemeriksaan lampu wood lesi tidak berpendar berwarna kuning


11

keemasan seperti ptiriasis versikolor dan pada pemeriksaan KOH tidak

ditemukan hifa dan spora.7

2. Vitiligo

Merupakan kelainan kulit akibat gangguan depigmentasi dengan

gambaran berupa bercak-bercak putih yang berbatas tegas. Penyebabnya

belum diketahui, berhubungan dengan proses imunologik atau gangguan

neurologis atau autotoksik. Keluhan utama dimulai sebagai bintik-bintik

putuh yang semakin lama makin lebar hingga mencapai ukuran lentikular

sampai plakat. Biasanya tidak gatal atau nyeri. Lokasi terdapat pada kulit

jari tangan, fleksura pergelangan tangan, siku, daerah tulang kering, lutut,

pergelangan kaki, genitalia, kelopak mata, regio perioral. Pada

pemeriksaan kulit didapatkan gambaran makula hipopigmentasi yang

berbatas jelas; jika dilihat dari tepi batasnya berbentuk konkaf. Disekitar

lesi sering dijumpai hiperpigmentasi.2

3. Morbus Hansen tipe tuberkuloid

Merupakan penyakit kusta tipe paubasiler. Lesi kulit didapatkan makula

datar, papul yang meninggi, nodul yang hipopigmentasi atau eritema

dengan distribusi yang tidak simetris dengan permukaan yang kering

bersisik, berbatas jelas dan didapatkan anestesia.6

1.10 Penatalaksanaan

1. Obat topical (dapat digunakan bila lesi tidak terlalu luas). Obat topical

tersebut antara lain5:

a. Krim mikonazole 2%, dioleskan sehari 2 kali sehari selama 3-4 minggu

untuk lesi di muka dan badan yang tidak luas


12

b. Solusio natrium triosulfas 25% dapat pula digunakan dengan dioleskan

sehari 2 kali sehabis mandi selama 2 minggu (kurang dianjurkan karena

menyebabkan iritasi, berbau tidak enak dan tidak boleh untuk daerah

wajah dan leher).5

c. Krim tretinoin 0,05%-0,1% untuk lesi hiperpigmentasi dioleskan sehari

2 kali selama 2 minggu

d. Shampoo ketoconazole 1-2% dioleskan pada lesi selama 10-15 menit

sebelum mandi seminggu dua kali selama 2-4 minggu

e. Larutan propylene glycol 50% dalam air dioleskan seluruh tubuh sehari

dua kali selama 2 minggu. Merupakan sediaan yang murah, efektif,

kosmetik bagus, memberikan hasil bagus dan sangat kecil efek iritasi

kulitnya

f. Selenium sulfide lotion 2,5% dapat diterapkan setiap hari selama 2

minggu, diamkan 10 menit kemudian bilas. Hal ini juga efektif dalam

aplikasi tunggal semalam. Penggunaan satu kali atau dua kali per bulan

akan mencegah kekambuhan.5

2. Obat sistemik digunakan bila lesi luas, resisten terhadap obat topical,

sering kambuh. Obat sistemik antara lain5:

a. Ketokonazole

Dosis anak-anak: 3,3-6,6 mg/kgBB/hari

Dosis dewasa : 200 mg/hari

Diberikan sekali sehari sesudah makan pagi, lama pemberian 10 hari.3

b. Itrakonazole

Dosis 200 mg (2 kampsul)/hari, lama pemberian 7 hari.5


13

3. Mencegah kekambuhan

Ketokonazol 2 tablet sekali minum sebulan sekali selama 1 tahun.5

1.11 Prognosis

Prognosis penderita baik jika pengobatan dilakukan secara adekuat, tekun

dan konsisten serta menghindari faktor predisposisi.4 Pengobatan harus

diteruskan selama 2 minggu setelah fluoresensi negative, dengan

pemeriksaan lampu wood dan sediaan langsung negative.6 Kekambuhan

tinggi (40-70%). Perlu pengobatan pemeliharaan untuk mencegah kambuh

yaitu ketokonazole 400mg satu kali perbulan atau ketokonazole 200 mg

selama 3 hari berturut turut tiap bulan selama faktor predisposisi masih ada,

rata rata selama 1 tahun. Hipopigmentasi bertahan lama, penjelasan ke

penderita sangat penting. Topikal kortikosteroid sedang atau ringan dan

preparat coal tar Liquor Carbonas Detergen (LCD) 5% tiap malam hari

dapat membantu repigmentasi kulit. 3


14

BAB 2

TINJAUAN KASUS

I. Identitas Penderita

 Nama : Nn. AZ

 Umur : 20 tahun

 Jenis Kelamin : Perempuan

 Pekerjaan : Mahasiswi

 Agama : Islam

 Status : Belum Menikah

 Alamat : Kedung Pengkol I/6 C

 No. Register : 484095

 Pemeriksaan : 30 Januari 2017 pukul 11.30 WIB

II. Anamnesis

 Keluhan Utama: gatal dan timbul bercak-bercak berwarna putih di daerah

wajah dan punggung

 Riwayat Penyakit Sekarang:

 Pasien datang ke poli kulit kelamin RSU Haji Surabaya dengan keluhan

gatal dan timbul bercak-bercak berwarna putih didaerah wajah dan

punggung. Bercak-bercak putih mucul sejak ± 2 bulan yang lalu, awalnya

bercak muncul diwajah kemudian menyebar dan muncul di punggung dan dada

bagian depan. Semakin hari bercak semakin banyak dan meluas. Bercak

tersebut terasa gatal, terutama ketika berkeringat. Bercak tidak panas,

tidak nyeri, tidak didapatkan rasa tebal pada daerah bercak.


15

 Riwayat Penyakit Terdahulu:

Gatal dan timbul bercak berwarna putih dipunggung ±2 tahun yang lalu,

hilang setelah mendapat terapi dari puskesmas. Riwayat alergi disangkal.

 Riwayat Penyakit Keluarga:

- Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit seperti ini

- Ibu alergi debu, antibiotik dan analgesik

- Ayah alergi obat cotrimoxazole

 Riwayat Terapi:

Salep fungasol, keluhan gatal berkurang namun bercak berwarna putih

tetap dan bertambah banyak.

 Riwayat Sosial:

- Sering menggunakan baju lengan panjang dan berjilbab.

- Sering berkeringat dan jarang mengganti pakaian dan kaos dalam

ketika berkeringat.

- Penderita menggunakan jilbab sering berulang dan dicuci setelah 2

atau 3 kali pakai.

- Penderita mandi sehari dua kali menggunakan sabun antiseptik.

- Tiap keluarga menggunakan handuk pribadi, tetapi handuk yang

sudah digunakan tidak dijemur dibawah sinar matahari.

III. Pemerikasaan Fisis

1. Status Generalis

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Kompos mentis

Kepala : Lihat Status dermatologis


16

Leher : Lihat status dermatologis

Thorax : Lihat status dermatologis

Abdomen : Dalam batas normal

Ekstremitas : Dalam batas normal

2. Status Dermatologis

Lokasi : Regio Fascialis

Efloresensi : Terdapat makula hipopigmentasi dengan batas jelas,

bentuk tidak teratur, dengan ukuran diameter bervariasai

0,5-3cm.

Lokasi : Regio Colli anterolateral

Efloresensi : Terdapat makula hipopigmentasi dengan batas jelas,

bentuk tidak teratur, dengan ukuran diameter bervariasai

0,2-1cm.

Lokasi : Regio Thorax

Efloresensi : Terdapat makula hipopigmentasi dengan batas jelas,

bentuk tidak teratur, jumlah banyak dengan ukuran

diameter bervariasai 0,1-7cm.

Lokasi : Regio Punggung

Efloresensi : Terdapat makula hipopigmentasi dengan batas jelas,

bentuk tidak teratur, jumlah banyak dengan ukuran

diameter bervariasai 0,1-5cm.

IV. Pemeriksaan Penunjang

a. Lampu Wood
17

Gambar 2.1 Hasil Lampu wood

Hasil pemeriksaan lampu wood berwarna kuning keemasan pada lesi

b. Pemeriksaan sediaan langsung kerokan kulit dengan KOH 10%.

Gambar 2.2 Hasil mikroskopik

Hasil pemeriksaan sediaan langsung kerokan kulit dengan KOH 10%.

V. Resume

Wanita, 20 tahun, datang ke poli kulit dan kelamin RSU haji Surabaya

dengan keluhan timbul bercak-bercak berwarna putih didaerah wajah dan

punggung sejak ± 2 bulan yang lalu, semakin hari bercak bertambah banyak

dan meluas. Bercak terasa gatal, terutama jika berkeringat. Bercak tidak

panas, tidak nyeri, tidak didapatkan rasa tebal pada daerah bercak.
18

Penderita sering menggunakan baju lengan panjang dan berjilbab. Penderita

sering berkeringat dan jarang mengganti pakaian dan kaos dalam ketika

berkeringat. Penderita menggunakan jilbab sering berulang dan dicuci

setelah 2 atau 3 kali pakai. Penderita mandi sehari dua kali menggunakan

sabun antiseptik. Tiap keluarga menggunakan handuk pribadi, tetapi handuk

yang sudah digunakan tidak dijemur dibawah sinar matahari. Sebelumnya

sudah diberi salep fungasol keluhan gatal berkurang, namun bercak

berwarna putih tetap dan bertambah banyak, keluhan lain (-). Dari

pemeriksaan fisik didapatkan makula hipopigmentasi berbatas jelas, jumlah

banyak, bentuk tidak teratur pada regio facialis, colli, thorax, dan punggung.

Pemeriksaan lampu wood positif (fluoresensi berwarna keemasan pada lesi).

VI. Diagnosis

Pitiriasis Versikolor

VII. Diagnosis Banding

VIII. Planning

a. Planning diagnosis : -

b. Planning terapi:

1. Medikamentosa

 Topikal:

Ketokonazol Shampo 1-2%, dioleskan pada lesi selama 10 menit

sebelum mandi, 2x seminggu selama 2 minggu

 Sistemik:

Ketokonazol tablet 200mg, 1x1 sesudah makan selama 10 hari


19

c. Planning monitoring: Keluhan pasien, efloresensi (lesi membaik atau

menetap) dilihat setelah 10 hari saat pasien kontrol.

d. Planning edukasi

 Edukasi kepada penderita bahwa proses penyembuhan

membutuhkan waktu yang cukup lama, maka penderita

diharapkan rutin menggunakan obat sesui anjuran.

 Segera mengganti pakaian yang digunakan setelah beraktifitas

dan apabila sudah berkeringat, rutin mengganti dan mencuci

jilbab yang sudah digunakan.

 Menjemur handuk setelah digunakan dan rutin mencuci handuk

maksimal 1 minggu sekali.

 Penderita dianjurkan kembali kontrol 10 hari lagi, untuk melihat

perkembangan hasil pengobatannya.

IX. Prognosis

Baik bila terapi dilakukan secara adekuat, rajin dan konsisten serta

menghindari faktor predisposisi.


20

BAB 3
FOTO KASUS

Gambar 3.1 Foto Pasien Regio Thorax

Gambar 3.2 Foto Pasien Regio Punggung


21

Gambar 3.3 Pemeriksaan Lampu Wood

Gambar 3.4 Pemeriksaan Sediaan Langsung Kerokan KOH 10%.

Anda mungkin juga menyukai