Anda di halaman 1dari 13

Mengenal IPCN, KPK-nya Pengendalian

Infeksi di Rumah Sakit


17 November 2015 14:47 Diperbarui: 19 November 2015 07:27 200 11 16

Jangan kaget atau heran jika anda memasuki atau keluar dari area rumah sakit ada petugas yang
mengingatkan anda.

“Selamat datang di rumah sakit ……. Jangan lupa cuci tangan dulu……..”

“Terima kasih atas kunjungannya, jangan lupa cuci tangan dulu sebelum bapak ibu
meninggalkan rumah sakit……”

“Mohon maaf ibuk anak kecil dilarang dilarang masuk….”


“Monggo ini maskernya dipakai….. sebelum membesuk ke dalam……”

Mereka adalah petugas IPCN dan PPI yang ada di rumah sakit. Mereka menjadi garda terdepan
dalam pengendalian infeksi di rumah sakit. Mereka sudah dilatih dan disumpah untuk terus
mengupayakan dan menekan angka infeksi nosocomial di rumah sakit. Bagi rumah sakit yang
sudah terakreditasi hukumnya wajib mempunyai IPCN atau team PPI.

Orang berkunjung ke rumah sakit dengan tujuan mendapat kesembuhan bukan menambah
penderitaan karena tertularnya infeksi. Baik bagi penderita, pengunjung ataupun petugas.

Ini sebenarnya masalah budaya, budaya yang harus dipupuk dan terus dijaga, budaya sehat untuk
menghindari penularan dan tertularnya penyakit. Semua sepakat rumah sakit adalah tempatnya
orang merawat orang sakit, orang sakit itu bermacam-macam jenisnya. Dalam hal ini dihindari
menularkan penyakit dari pasien satu ke lainnya, dari pasien ke petugas, dari pasien ke
pengunjung, atau bahkan dari pengunjung ke pasien atau petugas.
Salah satu yang sederhana adalah budaya cuci tangan dengan cairan aseptic yang terbukti ampuh,
dimana selalu cuci tangan sebelum memegang atau setelah memegang pasien bagi petugas, baik
pengunjung yang mebesuk harus cuci tangan sebelum membesuk dan meninggalkan rumah sakit.
Ini baru mencegah penularan yang melalui sentuhan tangan. Untuk penularan yang melalui
pernafasan disediakan masker, dan diajarkan cara batuk yang benar agar tidak menularkan pada
yang lain. Karena di setiap tempat tidur pasien sudah disediakan cairan antiseptik tersebut,
seperti gambar atas.
Ada lagi anjuran untuk selalu memakai alas kaki ketika masuk tempat perawatan, masyarakat
salah kaprah selalu melepas alas kaki ketika masuk tempat perawatan. Hal inipun juga tidak
salah karena dulu kalau tidak melepas akan dimaki oleh petugas, sementara si petugas tetap
memakai alas kaki (seperti gambar atas). Sebagai solusi untuk tempat yang bersih (area steril)
disediakan alas kaki khusu dalam sehingga orang luar tetap menggunakan alas kaki dengan
menukar alas kaki dengan alas kaki yang disediakan. Budaya tersebut harus dirubah semua setara
dari sudut pandang kesehatan.

Sementara untuk pengendalian infeksi ke dalam (lingkungan dalam rumah sakit), petugas IPCN
atau PPI akan lebih keras lagi. Tak segan-segan ia menegur dengan keras atas tindakan pegawai
yang bisa membahayakan, baik membahayakan pasien maupun dirinya, ataupun orang lain. Tak
segan-segan dia langsung nunjuk sana-sini. Karena dia sudah diberi wewenang oleh pimpinan
untuk itu, dan dia bertanggung jawab langsung ke pimpinan.
“IPCN itu bukan hanya seperti satpol-pp atau provost dalam militer, IPCN malah seperti KPK
yang memiliki jangkuan dan wewenang lebih luas, IPCN itu KPK-nya pengendalian infeksi di
ruah sakit,” kata bu Costy ketika menjawab pertanyaan tentang kewenangan IPCN yang saya
setarakan satpol-pp.
“IPCN merupakan motor dari pencegahan dan pengendalian infeksi terkait patient safety pada
pelayanan sebuah rumah sakit.” Imbuhnya lagi.

Lebih lanjut bu Costy Panjaitan menjelaskan IPCN (Infection Prevention Control Nurse) adalah
tenaga praktisi atau profesional, yang bekerja khusus dibidang infeksi atau berhubungan dengan
infeksi yang terjadi akibat pemberian pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun
dipelayanan kesehatan lainnya.

Bu Costy Panjaitan adalah salah satu team HIPPI yang beberapa pekan yang lalu datang di
tempat kerja kami, beliau dan 5 orang lainnya (team HIPPI) dari Jakarta tersebut sengaja
didatangkan oleh pimpinan tempat kerja kami, mereka adalah para tutor yang akan memberi
pelatihan tentang PPI (Pencegahan dan pengendalian Infeksi) di rumah sakit dr. Harjono
Ponorogo tempat kami bekerja.
Healthcare Associated Infection (HAIs) merupakan global issu saat ini. Dampak HAIs dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas yang merugikan pasien maupun rumah sakit atau
fasilitas kesehatan lainnya bahkan dapat menjadi tuntutan bagi rumah sakit.

Dalam pengarahan pimpinan kami mengatakan, “Undang-undang no. 36 tahun 2009 dan
undang-undang no.44 menyatakan bahwa setiap pasien yang masuk rumah sakit dan fasilitas
kesehatan lainnya harus dapat diberikan pelayanan yang aman. Salah satunya upaya agar
pasien aman dengan menerapkan patient safety.”

Tujuan kelima patient safety adalah menurunkan resiko HAIs. Pengunjung datang untuk
memecahkan masalahnya, bukan mendapatkan masalah baru. Pasien pulang dalam keadaan
sembuh bukan mendapatkan bonus infeksi yang jelas sangat merugikan baik secara biaya,
kemampuan, dan waktu, ungkap pimpinan kami.

“Kami mengharap bisa mempunyai petugas IPCN yang purna waktu, sesuai dengan SK menkes
2007 bahwa setiap rumah sakit harus memiliki IPCN dengan perbandingan IPCN dengan
tempat tidur adalah 1:100-150 tempat tidur, kami butuh 3-4 KPK dalam mencegah dan
mengendalikan infeksi di rumah sakit yang saya pimpin.”.kata pimpinan kami dalam sambutan,
lebih lanjut mengharap kepada karyawan yang mendapat kesempatan pelatihan untuk
bersungguh-sunguh agar bisa menyerap semua ilmu, dan bisa mengajarkan pada rekan-rekan
lainnya, dan setelah

Selain mendapatkan ilmu teori para peserta mendapatkan praktek klinik dan sosialisasi ke
tempat-tempat yang rawan infeksi, mereka diajarkan tentang apa saja yang berhubungan dengan
penyebab infeksius, media, dampak, serta pengelolaannya.
Tim PPI terdiri dari IPCN dan IPCO, terdiri dari 1 (satu) dokter PPI setiap 5 (lima) IPCN.
Peran dan fungsi IPCN menurut mereka adalah sebagai ;

Praktisi klinik yang tugasnya mengunjungi area klinik : Mengkaji status pasien, mengobservasi
adanya tanda dan gejala infeksi, memberikan saran kepada staf sehubungan dengan adanya tanda
dan gejala infeksi, menganjurkan melakukan teknik yang benar dalam rangka mencegah infeksi.
Mengidentifikasi strategik PPI, memonitor dan mengidentifikasi prosedur tindakan, penempatan
pasien infeksi atau resiko infeksi,discharged planning, berpatisipasi dalam memantau
penggunaan antimikroba.

Surveilor yang tugasnya membuat perencanaan surveilans, membuat format surveilans,


mengumpulkan data surveilens, menghitung insiden rate infeksi, menganalisis,
mengintrepretasi,dan menginformasikan insiden rate infeksi. Menggunakan teknik statistik yang
tepat untuk menggambarkan data rate infeksi, menggunakan tabel, graph,chart dalam pelaporan
tulisan.
Investigator yang tugasnya mengidentifikasi dan menginvestigasi KLB, menginvestigasi dan
menindak lanjuti staf,pasien, pengunjung yang terpapar atau tertusuk jarum tajam atau benda
tajam lainnya bekas pakai

Manajer yang tugasnya merencanakan, membuat, memonitor dan mengevaluasi,


mengembangkan serta merevisi program, kebijakan, SOP PPI bersama Komite PPI, mengajukan
peralatan, personil dan sumber-suber untuk program PPI, menganjurkan teknik yang benar
mengambil, mengirim dan menyimpan spesimen. Mengajukan kepada staf administratif tentang
implikasi dalam arsitektur dan renovasi atau pembangunan gedung, menyiapkan laporan
kegiatan bulanan, triwulan, tahunan program PPI. Mengkaji kebutuhan pasien, keluarga ,
pengunjung dalam usaha PPI, membangun kreatifitas dan inovasi di praktek. PPI,
mempertimbangkan Cost Effectiveness dalam membuat rekomendasi PPI.

Edukator yang tugasnya mengkaji kebutuhan pendidikan staf, pasien, pengunjung dalam upaya
PPI, memberikan pendidikan dan pelatihan kepada staf, pasien, pengunjung tentang PPI,
mengembangkan tujuan, objektif dan rencana pembelajaran untuk kebutuhan pendidikan dalam
program PPI. Mengembangkan kemampuan dan evaluasi pelaksanaan dalam upaya PPI,
mengembangkan prisip belajar dewasa dalam pengembangan strategik pendidikan, berpatisipasi
dalam program orientasi kepada staf.
Konsultan yang tugasnya memberikan konsultasi kepada individu, staf, pasien, pengunjung
tentang PPI, memberikan konsultasi tentang kompensasi staf berhubungan dengan terpaparnya
infeksi. Memberikan konsultasi kepada individu, staf, pasien, pengunjung tentang PPI,
memberikan konsultasi tentang kompensasi staf berhubungan dengan terpaparnya infeksi.

Auditor yang kewajibannya melakukan audit tentang program PPI seperti: kepatuhan kebersihan
tangan, kepatuhan membuang limbah, fasiltas kebersihan tangan, Bundles HAIs, pelaksanaan
PPI lainnya.
Advokator yang tugasnya memberi saran tentang pembatasan kerja bagi karyawan yang terpapar
infeksi, menganjurkan kepada semua petugas agar melapor jika ada tertusuk jarum atau benda
tajam, menindak lanjuti staf, pasien, pengunjung yang terpapar infeksi

Koordinator yang tugasnya melaksanakan koordinasi PPI dengan lintas sektoral, kolaborasi
dengan dokter karyawan dalam program immunisasi staf, mengkoordinasikan dengan bagian
manajemen risiko dalam investigasi pasien yang klaim dengan infeksi. Koordinator sebagai
penghubung antara staf, dokter, petugas lain yang berhubungan dengan PPI, mengkoordinasikan
penampilan fasilitas atau memperbaiki kualitas kegiatan sehubungan dengan upaya PPI,

Komunikator tugasnya mengkomunikasikan metode, teknologi baru dalam PPI,


mengkomunikasikan sumber informasi dan akreditasi yang dibutuhkan, mengkomunikasikan
penemuan baru dan anjuran Komite kepada orang yang memerlukan. Komunikator
mengomunikasikan kebijakan dan prosedur tindakan PPI, mempromosikan program PPI dengan
institusi lain, mengkomunikasikan teknik yang efektif dalam usaha PPI kepada staf

Motivator yang tugasnya memotivasi staf , pasien, pengunjung serta masyarakat Rumah Sakit
untuk melaksanakan PPI yang baik dan benar.

Evaluator (melakukan evaluasi input, proses,out put,), melakukan pengukuran pencapaian


program PPI, evaluasi lingkungan, produk, peralatan, gedung, evaluasi data entry komputer
untuk program PPI, evaluasi efektifitas hasil pembelajaran PPI. Evaluator ( melakukan evaluasi
input, proses,out put,), melaksanakan evaluasi dan perbaikan dalam usaha PPI, evaluasi
penggunaan teknik baru dalam usaha PPI, evaluasi secara periodik keefektifan dari surveilans
dan modifikasi bila perlu

Peneliti yang kewajibanya melaksanakan penelitian terhadap terjadinya infeksi, melakukan


penelitian tentang upaya PPI, berpatisipasi dalam proyek penelitian PPI ataupun terjadinya
infeksi,

Member yang tugasnya, berpatisipasi di berbagai profesi yang berhubungan dengan PPI,
mengikuti pertemuan ilmiah profesi, berpatisipasi di berbagai organisasi untuk meningkatkan
pengetahuan, meningkatkan dan mempertahankan pengetahuan PPI yang mutakhir melalui
networking, literatur, pertemuan profesi, melengkapi pengisian & mengumpulkan formulir
surveilans setiap pasien di unit masing-masing, serta menyerahkannya kepada IPCN.
Untuk menjadi IPCN diperlukan orang yang ; Helpful (Suka Menolong), Approachable (Mudah
Ditemui), Responsible(Bertanggungjawab) and Reliable (Tahan
Uji), Mature (Dewasa), Innovative (Mencari Hal Baru), Neutral (Tidak Memihak), Always “
Go”(Selalu maju), Berani menyatakan Kebenaran, Tegas (tanpa ragu) menyatakan apa adanya
jika “Ya” katakan “Ya”, jika “Tidak” katakan “Tidak”, Santun yang selalu mengatakan Sorry,
Please, Thank you.
IPCN ataupun PPI bertujuan tidak lain untuk menjamin keselamatan pasien, petugas, serta semua
yang berada di ruang lingkup rumah sakit, dan tentunya ini merupakan budaya keselamatan,
budaya mutu, dan budaya kerja yang harus dipunyai dan terus dilaksanakan oleh semua yang
berkecimpung dalam pelayanan dalam rumah sakit.

Sumber bacaan ;
Materi pelatihan PPI RSUD dr Harjono Ponorogo dari Tim HIPPI Jakarta.
Semua gambar koleksi sendiri

*) Salam sehat
*) Salam PPI
*) Salam Njepret

Anda mungkin juga menyukai