Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

BENIGNA HIPERPLASIA PROSTAT (BPH)

A. KONSEP DASAR TEORI

1. Anatomi dan Fisiologi Prostat


Kelenjar prostat terletak di bawah leher kandung kemih. Kelenjar ini
mengelilingi uretra dan dipotong melintang oleh duktus ejakulatorius, yang
merupakan kelanjutan dari vas deveren. Kelenjar ini berbentuk seperti buah
kenari. Normal beratnya ± 20 gram, di dalamnya berjalan uretra posterior ± 2,5
cm. Pada bagian anterior difiksasi oleh ligamentum pubroprostatikum dan sebelah
inferior oleh diafragma urogenital. Pada prostat bagian posterior bermuara duktus
ejakulatoris terhadap berjalan miring dan berakhir pada verumontarum pada
dasar uretra prostatika tepat proksimal dan sfingter uretra eksterna. Secara
embriologi, prostat berasal dari lima evaginasi epitel uretra posterior. Suplai
darah prostat diperdarai oleh arteri vesikalis inferior dan masuk pada sisi postero
lateralis leher vesika, drainase vena.
Prostat bersifat difus dan bermuara ke dalam pleksus santorini. Persarafan
prostat terutama berasal dari simpatis pleksus hipogastrikus dan serabut yang
berasal dari nervus sakralis ketiga dan keempat melalui pleksus sakralis. Drainase
limfe prostat ke nodi limfatisi obturatoria, iliaka eksterna dan presakralis, serta
sangat penting dalam mengevaluasi luas penyebaran penyakit dari prostat.
Fungsi prostat adalah menambah cairan alkalis pada cairan seminalis yang
berguna untuk melindungi spermatozoa terhadap sifat asam yang terdapat pada
uretra dan vagina. Di bawah kelenjar ini terdapat kelenjar bulbo uretralis yang
memiliki panjang 2-5 cm. Fungsi hampir sama dengan kelenjar prostat. Kelenjar
ini menghasilkan sekresi yang penyalurannya dari testis secara kimiawi dan
fisiologis sesuai kebutuhan spermatozoa. Sewaktu perangsangan seksual, prostat
mengeluarkan cairan encer seperti susu yang mengandung berbagai enzim dan
ion ke dalam duktus ejakulatorius. Cairan ini menambah volume cairan vesikula
seminalis dan sperma. Cairan prostat bersifat basa (alkalis). Sewaktu mengendap
di cairan vagina wanita, bersama dengan ejakulat yang lain, cairan ini dibutuhkan
karena motilitas sperma akan berkurang dalam lingkungan dengan pH rendah.
2. Pengertian
Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang sering terjadi
sebagai hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat (Nurarif &
Kusuma, 2015).
Benigna Prostat Hiperplasia adalah pertumbuhan nodul-nodul
fibriadenomatosa majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari
bagian periuretral sebagai proliperasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan
kelenjar normal yang tersisa (Wijaya & Putri, 2013).
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada
pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan
pembatasan aliran urinarius (Marilynn, E.D, 2012).
Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah pembesaran prostat yang
mengenai uretra, menyebabkan gejala urinaria (Nursalam, 2013).
3. Klasifikasi
Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradasi, yaitu:
 Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE (colok dubur)
ditemukan penonjolan prostat dan sisa urine kurang dari 50 ml.
Derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberi pengobatan
konservatif.
 Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih
menonjol, batas atas masih teraba dan sisa urine lebih dari 50 ml tetapi kurang
dari 100 ml.
Derajat dua merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya
dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra.
 Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa
urin lebih dari 100 ml.
Derajat tiga reseksi endoskopi dapat dikerjakan, bila diperkirakan prostate
sudah cukup besar, reseksi tidak cukup 1 jam sebaiknya dengan pembedahan
terbuka, melalui trans vesika retropublik/perianal.
 Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total.
 Derajat empat tindakan harus segera dilakukan membebaskan klien dari
retensi urine total dengan pemasangan kateter.
4. Etiologi

Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti.


Prostat merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan dapat pula
dianggap undangan (counter part). Oleh karena itu yang dianggap etiologi adalah
karena tidak adanya keseimbangan endokrin. Namun menurut Syamsu Hidayat
dan Wim De Jong (2014) etiologi dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah
:
a. Adanya hiperplasia periuretral yang disebabkan karena perubahan
keseimbangan testosteron dan estrogen. Dengan meningkatnya usia pada pria
terjadi peningkatan hormjhon Estrogen dan penurunan testosteron sedangkan
estradiol tetap yang dapat menyebabkan terjadinya hyperplasia stroma.
b. Ketidakseimbangan endokrin.
c. Faktor umur / usia lanjut.
Biasanya terjadi pada usia diatas 50 tahun.
d. Unknown / tidak diketahui secara pasti.
Penyebab BPH tidak diketahui secara pasti (idiopatik), tetapi biasanya
disebabkan oleh keadaan testis dan usia lanjut.

5. Manifestasi Klinis
a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah :
 Obstruksi :
a. Hesistensi (harus menggunakan waktu lama bila mau
miksi)
b. Pancaran waktu miksi lemah
c. Intermitten (miksi terputus)
d. Miksi tidak puas
e. Distensi abdomen
f. Volume urine menurun dan harus mengejan saat berkemih.
 Iritasi : sering miksi( frekuensi), nokturia, urgensi, disuria.
b. Gejala pada saluran kemih bagian atas
 Nyeri pinggang, demam (infeksi), hidronefrosis.
c. Gejala di luar saluran kemih :
Keluhan pada penyakit hernia/hemoroid sering mengikuti penyakit hipertropi
prostat. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi
sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal (Sjamsuhidayat,
2014).
Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua, tetapi tak selalu
disertai gejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu:
a. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih.
b. Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih,
hipertrofi kandung kemih dan cystitis (Hidayat, 2009).
Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat
Hipertrofi:
a. Retensi urin (urine tertahan di kandung kemih, sehingga urin tidak bisa
keluar).
b. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencing.
c. Miksi yang tidak puas.
d. Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia).
e. Pada malam hari miksi harus mengejan.
f. Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria).
g. Massa pada abdomen bagian bawah.
h. Hematuria (adanya darah dalam urin).
i. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk mengeluarkan
urin).
j. Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksi.
k. Kolik renal (kerusakan renal, sehingga renal tidak dapat berfungsi).
l. Berat badan turun.
m. Anemia, kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui.
n. Pasien sama sekali tidak dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan
dengan kateter.
Karena urin selalu terisi dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi
cystitis dan selaputnya merusak ginjal (Arifiyanto, 2008).
Gejala generalisata juga mungkin tampak, termasuk keletihan, anoreksia, mual
dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik (Brunner & Suddarth, 2010).

6. Patofisiologi
Tanpa memperhatikan penyebabnya, BPH dimulai dengan perubahan
nonmalignan dalam jaringan glanduler periuretral. Pertumbuhan nodul
fibroadenomatosa (massa jaringan fibrosa glanduler) berlangsung secara progresif
hingga terjadi kompresi pada kelenjar prostat normal yang masih tersisa (hiperplasia
noduler). Jaringan yang hiperplastik itu kebanyakan merupakan jaringan kelenjar
(glanduler) disertai sejumlah stroma fibrosa dan otot polos. Ketika prostat membesar,
kelenjar ini dapat meluas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine
dengan menimbulkan kompresi atau distori pada uretra pars prostatika. Pada keadaan
ini terjadi peningkatan periodik stimulasi saraf simpatik otot polos pada uretra pars
prostatika dan leher kandung kemih. Distensi kandung kemih yang berlangsung
progresif dapat menimbulkan pembentukan divertikulum di dinding kandung kemih
yang akan menyimpan urine ketika bagian kandung kemih yang lain mengosongkan
isinya. Urine yang tersimpan dapat menyebabkan pembentukan batu atau sistitis
(Kowalak, 2013).
Umumnya gangguan ini terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan
hormonal. Bagian paling dalam prostat membesar dengan terbentuknya adenoma yang
tersebar. Pembesaran adenoma progresif menekan atau mendesak jaringan prostat
yang normal ke kapsula sejati yang menghasilkan kapsula bedah. Kapsula bedah ini
menahan perluasannya dan adenoma cenderung tumbuh ke dalam menuju lumennya,
yang membatasi pengeluaran urin. Akhirnya diperlukan peningkatan penekanan untuk
mengosongkan kandung kemih. Serat-serat muskulus destrusor berespon hipertropi,
yang menghasilkan trabekulasi di dalam kandung kemih. Pada beberapa kasus jika
obstruksi keluar terlalu hebat, terjadi dekompensasi kandung kemih menjadi struktur
yang flasid (lemah), berrdilatasi dan sanggup berkontraksi secara efektif. Karena
terdapat sisi urin, maka terdapat peningkatan infeksi dan batu kandung kemih.
Peningkatan tekanan balik dapat menyebabkan hidronefrosis. Retensi progresif bagi
air, natrium, dan urea dapat menimbulkan edema hebat. Edema ini berespon cepat
dengan drainage kateter (Wijaya, 2013).
7. Pathway
Faktor usia atau proses penuaan

Ketidakseimbangan hormone esterogen dan testosterone pada usila

Sel stoma pertumbuhan berpacu

Sel yang mati kurang

Prolikerasi abnormal sel strem

Produksi stroma dan sel epitel berlebihan

Hiperplasia Prostat

Pre Operasi

Buli-buli Akan dilakukan pembedahan

Peningkatan resistensi pada Perubahan status kesehatan


leher buli-bulidan prostat
Kurang informasi
Otot detrasor menebal dan
meregang Gelisah

Sakulasi atau diventrikel Ansietas

Keadaan berlanjut

Destrusor menjadi lelah


dan mengalami
dekompensasi

Rasa tidak puas Pancaran urine Menghambat


setelah miksi lemah aliran urina

Pengeluaran
urine menurun
Kontrol Penyempitan
pengeluaran Retensi Urine lumen ureter
urine terganggu prostalika

Inkontinensia Nyeri
Urine

Intra Operasi Post Operasi

Tindakan Luka insisi TURP Efek


Suhu Ruangan Tindakan
anastesi Anastesi
pembedahan
19 C – 22 C TURP Penurunan Trauma
Mual
SAB sirkulasi bekas insisi
Kedinginan Iritasi mukosa
kandung Depresi Kelemahan Muntah
Nyeri
kencing, system otot
Hipotermi
terputusnya pernafasan Pusing
jaringan Hambatan
Penekanan Mobilitas
Resiko medulla Fisik
Perdarahan
oblongata

Resiko
Defisit Reflek
Volume Batuk
Cairan
Akumulasi
Sputum

Ketidakefektifan
Bersihan Jalan
Nafas
8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada BPH (Wijaya, 2013) :
 Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter,
hidronefrosis, gagal ginjal.
 Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi
 Hernia/hemoroid
 Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batu
 Hematuria
 Sistitis da pielonefritis
9. Pemeriksaan penunjang
Menurut Wijaya (2013):
a. Pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher)
Pemeriksaan colok dubur adalah memasukkan jari telunjuk yang sudah diberi
pelicin kedalam lubang dubur. Pada pemeriksaan colok dubur dinilai:
 Tonus sfingter ani dan refleks bulbo-kavernosus (BCR)
 Mencari kemungkinan adanya masa didalam lumen rectum
 Menilai keadaan prostate
b. Laboratorium
 Urinalisa untuk melihat adanya infeksi, hematuria
 Ureum, creatinin, elektrolit untuk melihat gambaran fungsi ginjal
c. Pengukuran derajat berat obstruksi
 Menentukan jumlah sisa urin setelah penderita miksi spontan (normal sisa
urin kosong dan batas intervensi sisa urin lebih dari 100 cc)
 Pancaran urin (uroflowmetri)
Syarat : jumlah urin dalam vesika 125 s/d 150 ml. Angka normal rata-rata
10 s/d 12 ml/detik, obstruksi ringan 6-8 ml/detik.
d. Pemeriksaan lain
 BNO/IVP untuk menentukan adanya divertikel, penebalan bladder
 USG dengan Transuretraal ultrasonografi prostat (TRUS P) untuk
menentukan volume prostat
 Trans-abdominal USG : untuk mendeteksi bagian prostat yang menonjol
ke buloi-buli yang dapat dipakai untuk meramalkan derajat berat obstruksi
apabila ada batu dalam vesika.
 Cystoscopy untuk melihat adanya penebalan pada dinding bladder.
10. Penatalaksanaan
1. Observasi
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Pasien
dianjurkan untuk mengurangi minum setelah makan malam yang ditujukan
agar tidak terjadi nokturia, menghindari obat-obat dekongestan
(parasimpatolitik), mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum
alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Pasien dianjurkan untuk menghindari
mengangkat barang yang berat agar perdarahan dapat dicegah. Ajurkan pasien
agar sering mengosongkan kandung kemih (jangan menahan kencing terlalu
lama) untuk menghindari distensi kandung kemih dan hipertrofi kandung
kemih. Secara periodik pasien dianjurkan untuk melakukan control keluhan,
pemeriksaan laboratorium, sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur
(Purnomo, 2011).
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat menurut Purnomo (2011) dapat
diperkirakan dengan mengukur residual urin dan pancaran urin:
Residual urin, yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Sisa urin dapat
diukur dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi atau ditentukan
dengan pemeriksaan USG setelah miksi.
Pancaran urin (flow rate), dapat dihitung dengan cara menghitung
jumlah urin dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan
alat urofometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin.
2. Terapi medikamentosa
Menurut Baradero dkk (2007) tujuan dari obat-obat yang diberikan pada
penderita BPH adalah :
a. Mengurangi pembesaran prostat dan membuat otot-otot berelaksasi
untuk mengurangi tekanan pada uretra
b. Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan
alfa blocker (penghambat alfa adrenergenik)
c. Mengurangi volum prostat dengan menentuan kadar hormone
testosterone/ dehidrotestosteron (DHT).
Adapun obat-obatan yang sering digunakan pada pasien BPH, menurut
Purnomo (2011) diantaranya : penghambat adrenergenik alfa, penghambat
enzin 5 alfa reduktase, fitofarmaka.
a. Penghambat adrenergenik alfa Obat-obat yang sering dipakai adalah
prazosin, doxazosin,terazosin,afluzosin atau yang lebih selektif alfa
1a (Tamsulosin). Dosis dimulai 1mg/hari sedangkan dosis tamsulosin
adalah 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaaan antagonis alfa 1 adrenergenik
karena secara selektif dapat mengurangi obstruksi pada buli-buli
tanpa merusak kontraktilitas detrusor. Obat ini menghambat reseptor-
reseptor yang banyak ditemukan pada otot polos di trigonum, leher
vesika, prostat, dan kapsul prostat sehingga terjadi relakasi didaerah
prostat. Obat-obat golongan ini dapat memperbaiki keluhan miksi dan
laju pancaran urin. Hal ini akan menurunkan tekanan pada uretra pars
prostatika sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-gejala
berkurang. Biasanya pasien mulai merasakan berkurangnya keluhan
dalam 1-2 minggu setelah ia mulai memakai obat. Efek samping yang
mungkin timbul adalah pusing, sumbatan di hidung dan lemah. Ada
obat-obat yang menyebabkan ekasaserbasi retensi urin maka perlu
dihindari seperti antikolinergenik, antidepresan, transquilizer,
dekongestan, obatobat ini mempunyai efek pada otot kandung kemih
dan sfingter uretra.
b. Penghambat enzim 5 alfa reduktase Obat yang dipakai adalah
finasteride (proscar) dengan dosis 1X5 mg/hari. Obat golongan ini
dapat menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang
membesar akan mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat dari
golongan alfa bloker dan manfaatnya hanya jelas pada prostat yang
besar. Efektifitasnya masih diperdebatkan karena obat ini baru
menunjukkan perbaikan sedikit/ 28 % dari keluhan pasien setelah 6-
12 bulan pengobatan bila dilakukan terus menerus, hal ini dapat
memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi. Efek samping dari
obat ini diantaranya adalah libido, impoten dan gangguan ejakulasi.
c. Fitofarmaka/fitoterapi Penggunaan fitoterapi yang ada di Indonesia
antara lain eviprostat. Substansinya misalnya pygeum africanum, saw
palmetto, serenoa repeus dll. Afeknya diharapkan terjadi setelah
pemberian selama 12 bulan dapat memperkecil volum prostat.
3. Terapi bedah
Pembedahan adalah tindakan pilihan, keputusan untuk dilakukan
pembedahan didasarkan pada beratnya obstruksi, adanya ISK, retensio urin
berulang, hematuri, tanda penurunan fungsi ginjal, ada batu saluran kemih dan
perubahan fisiologi pada prostat. Waktu penanganan untuk tiap pasien
bervariasi tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi. Menurut Smeltzer
dan Bare (2002) intervensi bedah yang dapat dilakukan meliputi :
pembedahan terbuka dan pembedahan endourologi.
a. Pembedahan terbuka, beberapa teknik operasi prostatektomi terbuka
yang biasa digunakan adalah :
 Prostatektomi suprapubik
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi
abdomen. Insisi dibuat dikedalam kandung kemih, dan kelenjar
prostat diangat dari atas. Teknik demikian dapat digunakan untuk
kelenjar dengan segala ukuran, dan komplikasi yang mungkin terjadi
ialah pasien akan kehilangan darah yang cukup banyak dibanding
dengan metode lain, kerugian lain yang dapat terjadi adalah insisi
abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur bedah abdomen
mayor.
 Prostatektomi perineal
Adalah suatu tindakan dengan mengangkat kelenjar melalui
suatu insisi dalam perineum. Teknik ini lebih praktis dan sangat
berguan untuk biopsy terbuka. Pada periode pasca operasi luka bedah
mudah terkontaminasi karena insisi dilakukan dekat dnegan rectum.
Komplikasi yang mungkin terjadi dari tindakan ini adalah
inkontinensia, impotensi dan cedera rectal.
 Prostatektomi retropubik
Adalah tindakan lain yang dapat dilakukan, dengan cara insisi
abdomen rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis
dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih. Teknik ini
sangat tepat untuk kelenjar prostat yang terletak tinggi dalam pubis.
Meskipun jumlah darah yang hilang lebih dapat dikontrol dan letak
pembedahan lebih mudah dilihat, akan tetapi infeksi dapat terjadi
diruang retropubik.
b. Pembedahan endourologi, pembedahan endourologi transurethral dapat
dilakukan dengan memakai tenaga elektrik diantaranya:
 Transurethral Prostatic Resection (TURP)
Merupakan tindakan operasi yang paling banyak
dilakukan, reseksi kelenjar prostat dilakukan dengan transuretra
menggunakan cairan irigan (pembilas) agar daerah yang akan
dioperasi tidak tertutup darah. Indikasi TURP ialah gejala-
gejala sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 90
gr.Tindakan ini dilaksanakan apabila pembesaran prostat terjadi
dalam lobus medial yang langsung mengelilingi uretra. Setelah
TURP yang memakai kateter threeway. Irigasi kandung kemih
secara terus menerus dilaksanakan untuk mencegah pembekuan
darah. Manfaat pembedahan TURP antara lain tidak
meninggalkan atau bekas sayatan serta waktu operasi dan
waktu tinggal dirumah sakit lebih singkat.Komplikasi TURP
adalah rasa tidak enak pada kandung kemih, spasme kandung
kemih yang terus menerus, adanya perdarahan, infeksi, fertilitas
(Baradero dkk, 2007).
 Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)
Adalah prosedur lain dalam menangani BPH. Tindakan
ini dilakukan apabila volume prostat tidak terlalu besar atau
prostat fibrotic. Indikasi dari penggunan TUIP adalah keluhan
sedang atau berat, dengan volume prostat normal/kecil (30
gram atau kurang). Teknik yang dilakukan adalah dengan
memasukan instrument kedalam uretra. Satu atau dua buah
insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi
tekanan prostat pada uretra dan mengurangi konstriksi uretral.
Komplikasi dari TUIP adalah pasien bisa mengalami ejakulasi
retrograde (0-37%) (Smeltzer dan Bare, 2002).
c. Terapi invasive minimal Menurut Purnomo (2011)
terapi invasive minimal dilakukan pada pasien dengan resiko
tinggi terhadap tindakan pembedahan. Terapi invasive minimal
diantaranya Transurethral Microvawe Thermotherapy (TUMT),
Transuretral Ballon Dilatation (TUBD), Transuretral Needle
Ablation/Ablasi jarum Transuretra (TUNA), Pemasangan stent uretra
atau prostatcatt.
 Transurethral Microvawe Thermotherapy (TUMT)
Jenis pengobatan ini hanya dapat dilakukan di beberapa
rumah sakit besar. Dilakukan dengan cara pemanasan prostat
menggunakan gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar
prostat melalui transducer yang diletakkan di uretra pars
prostatika, yang diharapkan jaringan prostat menjadi lembek.
Alat yang dipakai antara lain prostat.
 Transuretral Ballon Dilatation (TUBD)
Pada tehnik ini dilakukan dilatasi (pelebaran) saluran
kemih yang berada di prostat dengan menggunakan balon
yang dimasukkan melalui kateter. Teknik ini efektif pada
pasien dengan prostat kecil, kurang dari 40 cm3. Meskipun
dapat menghasilkan perbaikan gejala sumbatan, namun efek
ini hanya sementar, sehingga cara ini sekarang jarang
digunakan.
 Transuretral Needle Ablation (TUNA)
Pada teknik ini memakai energy dari frekuensi radio
yang menimbulkan panas mencapai 100 derajat selsius,
sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat. Pasien yang
menjalani TUNA sering kali mengeluh hematuri, disuria, dan
kadang-kadang terjadi retensi urine (Purnomo, 2011).
 Pemasangan stent uretra atau prostatcatth yang dipasang pada
uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena
pembesaran prostat, selain itu supaya uretra prostatika selalu
terbuka, sehingga urin leluasa melewati lumen uretra
prostatika. Pemasangan alat ini ditujukan bagi pasien yang
tidak mungkin menjalani operasi karena resiko pembedahan
yang cukup tinggi.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang membutuhkan perawatan


tidak terlepas dari pendekatan dengan proses keperawatan. Proses keperawatan yaitu suatu
proses pemecahan yang dinamis dalam usaha untuk memperbaiki dan melihat pasien sampai
ketaraf optimum melalui suatu pendekatan yang sistematis untuk mengenal, membantu
memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan melalui langkah-langkah yaitu perencanaan,
pelaksanaan tindakan, dan evaluasi keperawatan yang berkesinambungan.

1. Pengkajian
a. Data biografi
Meliputi: Identitas pasien yaitu: nama, umur (biasanya meyerang
usia > 50 thn), jenis kelamin (menyerang laku-laki), agama, suku
atau bangsa, status perkawinan, pedidikan, pekerjaan, alamat, tanggal
masuk rumah sakit, tanggal pengkajian.
b. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama / alasan masuk rumah sakit: biasanya klien
mengeluh nyeri pada saat miksi, pasien juga mengeluh sering
BAK berulang-ulang (anyang-anyangan), terbangun untuk
miksi pada malam hari, perasaan ingin miksi yang sangat
mendesak, kalau mau miksi haru menunggu lama, harus
mengedan, kencing terputus-putus.
2. Riwayat kesehatan sekarang
 Pasien mengeluh sakit pada saat miksi dan harus menunggu
lama, dan harus mengedan
 Pasien mengeluh sering BAK berulang-ulang
 Pasien mengeluh sering terbangun untuk miksi pada malam
hari
 Pasien mengatakan BAK tidak terasa
 Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual
3. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah pasien pernah menderita BPH sebelumnya dan apakah
pasien pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Mungkin diantara keluarga pasien sebelumnya ada yang
menderita penyakit yang sama dengan penyakit pasien
sekarang.
c. Pemeriksaan Fisik
Pada waktu melakukan inspeksi keadaan umum pasien mengalami
tanda-tanda penurunan mental seperti neuropati perifer. Pada waktu
palpasi adanya nyeri tekan pada kandung kemih.
1. Sirkulasi
Tanda: peninggian tekanan darah (efek pembesaran ginjal)
2. Eliminasi
Gejala :
 Penurunan kekuatan/dorongan aliran urine tetesan
 Keragu-raguan pada berkemih awal
 Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih
dengan lengkap, dorongan dan frekuensi berkemih
 Nokturia, dysuria, hematuria
 Duduk untuk berkemih
 Infeksi saluran kemih berulang, riwayat batu (statis
urinaria)
 Konstipasi (protrusi prostat kedalam rectum)
Tanda :
 Masa padat dibawah abdomen bawah (distensi kandung
kemih), nyeri tekan kadung kemih
 Hernia inguinalis, hemorroid (mengaibatkan
peningkatan tekanan abdominal yang memerlukan
pengosongan kandung kemih mengatasi tahanan)
3. Makanan/cairan
Gejala :
 Anoreksia, mual, muntah
 Penurunan berat badan
4. Nyeri/kenyamanan
Gejala :
 Nyeri suprapubik, panggul atau punggung, tajam, kuat
(pada prostat akut)
 Nyeri punggung bawah
5. Keamanan
Gejala :
 Demam
6. Seksualitas
Gejala :
 Masalah tentang efek kondisi / penyakit kemampuan
seksual
 Takut inkontinensia / menetes selama hubungan intim
 Penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi
7. Penyuluhan dan pembelajaran
Gejala :
 Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal
 Penggunaan antihipersensitif atau antidefresan,
antibiotik urinaria atau gen antibiotik, obat yang dijual
bebas, batuk flu / alergi obat mengandung
simpatomimetik
8. Aktifitas/istirahat
 Riwayat pekerjaan
 Lamanya istirahat
 Aktifitas sehari-hari
 Pengaruh penyakit terhadap aktifitas
 Pengaruh penyakit terhadap istirahat
9. Hygiene
 Penampilan umum
 Aktifitas sehari-hari
 Kebersihan tubuh
 Frekuensi mandi
10. Integritas ego
 Pengaruh penyakit terhadap stress
 Gaya hidup
 Masalah finansial
11. Neurosensori
 Apakah ada sakit kepala
 Status mental
 Ketajaman penglihatan
12. Pernapasan
 Apakah ada sesak napas
 Riwayat merokok
 Frekuensi pernapasan
 Bentuk dada
 Auskultasi bunyi nafas
13. Interaksi sosial
 Status perkawinan
 Hubungan dalam masyarakat
 Pola interaksi keluarga
 Komunikasi verbal / non verbal

2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


- Pre Operasi

1. Nyeri berhubungan dengan agens cidera biologis

2. Ansietas berhubungan dengan kondisi menjelang operasi

- Intra Operasi

1. Hipotermi berhubungan dengan suhu ruangan

- Post Operasi

1. Nyeri berhubungan dengan luka insisi operasi

3. Rencana Asuhan Keperawatan


NO TGL DIAGNOSA NOC NIC
PRE OPERASI

1 Nyeri Setelah dilakukan tindakan -Management Nyeri


berhubungan keperawatan diharapkan 1.Lakukan pengkajian nyeri
dengan agens nyeri berkurang dengan komprehensif yang meliputi
cidera biologis kriteria hasil : lokasi karakteristik, unset
-Tingkat Nyeri atau durasi, frekuensi,
1.Nyeri yang dilaporkan kualitas, inyensitas atau
dipertahankan pada sedang beratnya, nyeri dan faktor
ditingkatkan keringan pencetus.
2.Ekspresi nyeri wajah 2.Ajarkan penggunaan
dipertahankan pada sedang tekhnik nonfarmakologi
ditingkatkan ke ringan seperti relaksasi atau
-Kontrol Nyeri distraksi
1.Mengenali kapan nyeri 3.Monitor TTV
terjadi dipertahankan pada -Pemberian Analgesik
kadang-kadang 1.Cek adanya riwayat alergi
menunjukkan ditingkatkan obat
ke ringan 2.Berikan obat yang telah
2.Menggunakan analgesic diresepkan
yang direkomendasikan 3.Kolaborasi dengan dokter
dipertahankan pada apakah obat, dosis, rute
kadang-kadang pemberian atau perubahan
menunjukkan ditingkatkan interval dibutuhkan buat
kesering menunjukkan rekomendasi khusus
berdasarkan prinsip
analgesik
2 Ansietas Setelah dilakukan tindakan - Pengurangan Kecemasan
berhubungan keperawatan diharapkan 1.Gunakan pendekatan yang
dengan kondisi cemas berkurang dengan tenang dan meyakinkan
menjelang kriteria hasil : 2.Bantu pasien
operasi -Tingkat kecemasan mengidentifikasi situasi yang
1.Peningkatan frekuensi memicu kecemasan
nadi dipertahankan pada 3.Instruksikan pasien untuk
sedang ditingkatkan ke menggunakan tekhnik
ringan relaksasi
-Koping -Peningkatan Koping
1.Menyatakan perasaan 1.Bantu pasien untuk
akan control diri mengidentifikasi informasi
dipertahankan pada yang dia paling tertarik
kadang-kadang untuk dapatkan
menunjukkan ditingkatkan 2. Dukung sikap pasien
ke sering mrnunjukkan terhadap hamparan yang
2. Menyatakan penerimaan realistis sebagai upaya untuk
terhadap situasi mengatasi perasaan
dipertahankan pada ketidaknyamanan
kadang-kadang
menunjukkan ditingkatkan
ke sering menunjukkan
INTRA OPERASI

1 Hipotermi Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TTV


berhubungan keperawatan diharapkan 2.Monitor suhu sesering
dengan suhu hipotermi teratasi dengan mungkin
ruangan kriteria hasil : 3.Selimutti paien untuk
1.Suhu tubuh memberi kehangatan
dipertahankan pada sedang 4.Kolaborasi dalam
ditingkatkan ke ringan pemberian antipiretik.
2.Nadi,RR dipertahankan
pada sedang ditingkatkan
ke ringan
3.Perubahan warna kulit
dipertahankan pada sedang
ditingkatkan ke ringan
POST OPERASI

1 Nyeri Setelah dilakukan tindakan -Management Nyeri


berhubungan keperawatan diharapkan 1.Lakukan pengkajian nyeri
dengan luka nyeri berkurang dengan komprehensif yang meliputi
insisi operasi kriteria hasil : lokasi karakteristik, unset
-Tingkat Nyeri atau durasi, frekuensi,
1.Nyeri yang dilaporkan kualitas, inyensitas atau
dipertahankan pada sedang beratnya, nyeri dan faktor
ditingkatkan keringan pencetus.
2.Ekspresi nyeri wajah 2.Ajarkan penggunaan
dipertahankan pada sedang tekhnik nonfarmakologi
ditingkatkan ke ringan seperti relaksasi atau
-Kontrol Nyeri distraksi
1.Mengenali kapan nyeri 3.Monitor TTV
terjadi dipertahankan pada -Pemberian Analgesik
kadang-kadang 1.Cek adanya riwayat alergi
menunjukkan ditingkatkan obat
ke ringan 2.Berikan obat yang telah
2.Menggunakan analgesic diresepkan
yang direkomendasikan 3.Kolaborasi dengan dokter
dipertahankan pada apakah obat, dosis, rute
kadang-kadang pemberian atau perubahan
menunjukkan ditingkatkan interval dibutuhkan buat
kesering menunjukkan rekomendasi khusus
berdasarkan prinsip
analgesic
Trans Uretra Resection of the Prostat

1. Pengertian
Suatu opersi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan resektoskop.
TRUP dapat dipakai sebagai standart untuk mengurangi bladder outlet obstruktion (BOO)
scondari to bph. Trup merupakan metode paling sering digunakan dimana jaringan prostat
yang menyumbat dibuang melalui sebuah alat yang dimasukkan melalui uretra.

2. Indikasi TRUP
Secara umum indikasi untuk metode TRUP adalah pasien dengan gejala sumbatan
yang menetap akibat pembesaran prostat atau tidak bisa diobati dengan terapi obat lagi.
Operasi dilakukan pada prostat dengan pembesaran 30-60 gr. Alasan dilakukan TRUP karena
prostat mengalami pembesaran dan harus dilakukan TRUP guna mengeruk prostat tersebut.

3. Dampak TRUP
- Pola presepsi dan tata laksana hidup sehat. Timbulnya perubahan pemeliharaan kesehatan
karena tirah baring selama 24 jam pasca TRUP.
- Pola nutrisi dan metabolisme pasien yang dilakukan anastesi SAB tidak boleh makan dan
minum sebelum flatus
- Pola eliminasi terjadi hematuria
- pola reproduksi seksual
- pola hubungan dan peran

4. Waktu yang tepat dilakukan TRUP


Prosedur ini dilakukan dengan anastesi reguonal atau umum dan membutuhkan
perawatna inap selama 1-2 hari post TRUP. Proses TRUP tidak boleh lebih dari 1 jam.

5. peran perawat dalam proses TRUP


Perawat tidak berwenang dalam proses TRUP karena yang berwenang adalah dokter.
Perawat hanya membantu dokter dalam proses TRUP dan perawat berwenang untuk merawat
pasien pasca TRUP.
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat, Aziz. 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik Analisis Data.
Jakarta : Salemba Medika.

Arifiyanto, Davit, 2018. Asuhan Keperawatan Paien Dengan Masalah BPH. http:/dafid-
pekajangan.blogspot.com/2008/03/askep-klien-bph-htmlretrievedat5januari2011

Brunner and Sudart, (2010). Text Book Of Medical Surgical Nursing 12th Edition. China :
LWW.

Doenges, Marilyn E. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed. 3. Jakarta : EGC.

NANDA, alih Bahasa Made Sumarwati dan Nike Budhi Subekti.2012.NANDA International
Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperwatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta : MediAction.

Nursalam 2013. Konsep Penerapan Metodologi Penelitian umum Keperawatan. Jakarta :


Salemba.

Sjamsuhidajat and Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3rd ed.; 2014:95-98.

Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan Dewasa
Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai