Anda di halaman 1dari 5

ISU STIGMA DALAM TATALAKSANA PERAWATAN PADA ODHA

(MK:Asuhan Kebidanan ODHA)

OLEH:

Ayu Vira Sadvika Vidanti P07124215007

Komang Sinta Audina P07124215013

Ketut Ayu Kusuma Dewi P07124215016

Komang Dea Ardiani P07124215019

Ni Luh Gede Diantari P07124215027

Kadek Wahyu Ari Pramesthi P07124215035

Ni Luh Widiari Valentini Dewi P07124215047

Putu Laili Megaiswari P07124215049

Ni Putu Willy Adriana P07124215056

KEMENTERIAN KESEHATAN R.I

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEBIDANAN

2018

Isu Stigma dalam Tatalaksana Perawatan ODHA


Stigma merupakan atribut yang tidak diinginkan atau bersifat merendahkan yang
dimiliki oleh seorang individu, yang menyebabkan individu tersebut didiskualifikasi dari
penerimaan social secara penuh dan menurunkan status individu tersebut di mata masyarakat.
Jumlah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Indonesia mengalami kenaikan setiap tahunnya.
HIV dan AIDS masih dianggap penyakit yang tabu dibicarakan secara terbuka kepada orang
tua, masyarakat dan bahkan pelayanan kesehatan. Hal ini membuat ODHA dan keluarganya
rentan terhadap stigma dan diskriminasi yang berakibat pada hambatan memperoleh
perawatan dan pengobatan. Sebagai ODHA, kurangnya dukungan dari lingkungan (dukungan
material, informasional, emosional, sosial, atau spiritual) akan membuat kualitas hidup
mereka memburuk. Putus asa, depresi, keinginan untuk bunuh diri atau merusak dirinya
sendiri dapat menjadi masalah serius. Ini bukan hanya menimpa ODHA, namun juga dapat
mempengaruhi keluarga ODHA ataupun orang-orang terdekatnya. Mereka tidak mau pergi ke
rumah sakit atau mencari informasi lebih lanjut. Trauma, sikap membisu, suka menghindar,
tidak Percaya Diri, merasa jelek, terhina, dan sebagainya adalah beberapa contoh dari apa
yang ODHA rasakan.

Kurang pahamnya masyarakat tentang HIV/AIDS merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan diskriminasi terhadap ODHA. Masyarakat hanya mengetahui HIV/AIDS itu
merupakan sebatas penyakit menular dan penderitanya berbahaya. Selain keluarga dan
masyarakat, tindak diskriminatif juga dilakukan oleh petugas kesehatan. Pada dokter dan
perawat tidak serius dalam melakukan pelayanan terhadap ODHA karena resiko tertular.
Stigma dari lingkungan sosial dapat menghambat proses pencegahan dan pengobatan. Reaksi
ini dapat menghambat usaha untuk mengintervensi HIV & AIDS.

Faktor – faktor yang mempengaruhi stigma terhadap HIV & AIDS :

1. HIV & AIDS adalah penyakit yang mengancam jiwa


2. Orang – orang takut terinfeksi HIV

3. Penyakit dihubungkan dengan perilaku yang telah terstigma dalam masyarakat.

4. ODHA sering dianggap sebagai yang bertanggung jawab bila ada yang terinfeksi.

5. Nilai-nilai moral atau agama membuat orang yakin bahwa HIV & AIDS sebagai hasil
dari pelanggaran moral (seperti kekacauan atau penyimpangan seksual) yang layak
untuk dikucilkan.
Beberapa bentuk diskriminasi dan Stigmatisasi terhadap ODHA dapat diuraikan sebagai
berikut :

1. Dukungan Bagi ODHA dan keluarga


ODHA mengalami proses berduka dalam kehidupannya sebuah proses yang
seharusnya mendorong pada penerimaan terhadap kondisi mereka. Namun,
masyarakat dan lembaga terkadang memberikan opini negatif serta memperlakukan
ODHA dan keluarganya sebagai warga masyarakat kelas dua. Hal ini menyebabkan
melemahnya kualitas hidup ODHA.
2. Tempat Layanan Kesehatan
Sering terjadi, lembaga yang diharapkan memberikan perawatan dan
dukungan, pada kenyataannya merupakan tempat pertama orang mengalami stigma
dan diskriminasi. Misalnya, memberikan mutu perawatan medis yang kurang baik,
menolak memberikan pengobatan seringkali sebagai akibat rasa takut tertular yang
salah kaprah. Contoh dari stigma dan diskriminasi yang dihadapi ini adalah: alasan
dan penjelasan kenapa seseorang tidak diterima di rumah sakit (tanpa didaftar berarti
secara langsung telah ditolak), isolasi, pemberian label nama atau metode lain yang
mengidentifikasikan seseorang sebagai HIV positif, pelanggaran kerahasiaan,
perlakuan yang negatif dari staf, penggunaan kata-kata dan bahasa tubuh yang negatif
oleh pekerja kesehatan, juga akses yang terbatas untuk fasilitas-fasilitas rumah sakit.
3. Akses untuk Perawatan
ODHA seringkali tidak menerima akses yang sama seperti masyarakat umum
dan kebanyakan dari mereka juga tidak mempunyai akses untuk pengobatan ARV
mengingat tingginya harga obat-obatan dan kurangnya infrastruktur medis di banyak
negara berkembang untuk memberikan perawatan medis yang berkualitas. Bahkan
ketika pengobatan ARV tersedia, beberapa kelompok mungkin tidak bisa
mengaksesnya, misalnya karena persyaratan tentang kemampuan mereka untuk
mengkonsumsi sebuah zat obat, yang mungkin terjadi pada kelompok pengguna
narkoba suntikan.

Sebagai respon, beberapa negara menetapkan Undang-Undang untuk melindungi hak


dan kebebasan ODHA dan untuk melindungi mereka dari diskriminasi. Sesungguhnya hak
ODHA sama seperti manusia lain, tetapi karena ketakutan dan kekurangpahaman masyarakat,
hak ODHA sering dilanggar. Satu upaya dalam menanggulangi adanya diskriminasi terhadap
ODHA adalah meningkatkan pemahaman tentang HIV & AIDS di masyarakat, khususnya di
kalangan petugas kesehatan, dan terutama pelatihan tentang perawatan. Ini pada pokok
menekankan pentingnya kewaspadaan universal, agar tidak ada kebingungan. Tambahannya,
lebih banyak konselor harus dilatih agar pelaksanaan tes dan konseling HIV dapat berjalan
sesuai prosedur. Pemahaman tentang HIV & AIDS pada gilirannya akan disusul dengan
perubahan sikap dan cara pandang masyarakat terhadap HIV & AIDS dan ODHA, sehingga
akhirnya dapat mengurangi tindakan diskriminasi terhadap ODHA. Semakin banyak
masyarakat yang sadar dan peduli akan HIV dan AIDS maka AIDS akan bisa dihentikan
melalui penghapusan stigma dan menghentikan diskriminasi dengan memulainya dari diri
kita sendiri. Beberapa tindakan keluarga dan masyarakat yang diharapkan dalam membantu
dan mendukung ODHA misalnya :

1. Family concept, artinya lingkungan rumah atau suasana rumah diciptakan agar
pengidap HIV seperti merasa benar-benar berada di rumah, misalnya mendapat kasih
sayang, dan rasa bertanggung jawab atas dirinya sendiri.
2. Role Model, adalah menggunakan orang yang pernah mengalami kejadian yang
serupa dengan pengidap HIV untuk menceritakan apa yang harus dikerjakan di masa
datang.

3. Positive Peer Pressure, adalah saling bertukar pikiran dalam satu kelompok agar
saling menilai dan memotivasi diri, contohnya tidak kembali kepada ketergantungan
terhadap narkotika.

4. Theurapeutic Session, yaitu konsultasi, penyuluhan dan terapi .

5. Moral and Religius Session, yaitu mensyukuri anugerah Tuhan yang masih
menyayangi dengan memberikan ujian yang berat, agar lebih bisa mendekatkan diri
dengan-Nya.

Dengan memberikan perhatian terhadap ODHA, jangan pernah mengucilkan ODHA dan ikut
menyertakan mereka dalam kegiatan-kegiatan masyarakat, dengan begitu akan menambah
semangat mereka untuk hidup dengan lebih baik. Contoh-contoh kegiatan yang dapat
dilakukan yaitu penyuluhan-penyuluhan kesehatan (dalam kesempatan tersebut, ODHA
diharapkan dapat menceritakan kisah mereka di masa lalu dan mengingatkan bahaya AIDS
supaya masyarakat tidak mengikuti jejak yang telah mereka tempuh).
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011, Modul Pelatihan Deteksi Dini, Pencegahan dan Penanganan HIV & AIDS
Pada Perempuan Untuk Bidan , Jawa Barat: Compac Female.

Dinkes Kebumen. 2012. Hapus Stigma dan Diskriminasi, Pahami HIV dan AIDS.
http://dinkeskebumen.wordpress.com/2012/01/10/hapus-stigma-dan-diskriminasi-pahami-
hiv-aids/. Diakses pada tanggal 5 Februari 2018.

http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/BPK/article/view/6042 Diakses pada tanggal 5


Februari 2018.

Anda mungkin juga menyukai