Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkulosis (TB) Paru sampai saat ini masih merupakan masalah
kesehatan, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Menurut
World Health Organization (WHO) tahun 2017, Indonesia merupakan negara
dengan kasus TB Paru terbesar kedua di dunia. WHO memperkirakan di
Indonesia setiap tahunnya terjadi 660.000 kasus baru TB Paru atau berarti
bahwa 0,65% populasi Indonesia menderita TB Paru, atau setara 1.600.000
kasus TB Paru, dimana tiap tahun terjadi 1.000.000 kasus baru.1
TB Paru merupakan penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit
kardiovaskuler dan saluran pernafasan, serta merupakan penyakit nomor satu
terbesar dalam kelompok penyakit infeksi. Kasus TB Paru terutama terjadi pada
usia produktif kerja, yaitu kelompok umur 15 sampai 49 tahun yang berdampak
pada sumber daya manusia, sehingga bisa mengganggu perekonomian keluarga,
masyarakat, dan Negara. WHO menargetkan angka capaian penemuan kasus
baru TB Paru Case Detection Rate (CDR) sebesar 70%, sementara CDR TB
Paru di Indonesia pada tahun 2017 sebesar 100%, sedangkan target Dari dinas
Kesehatan Kota Pontianak yaitu sebesar 85%.1
Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 menunjukkan
prevalensi TB paru di Kalimantan Barat pada tahun 2013 sebesar 0,2%.
Sedangkan, untuk di Kota Pontianak angka penemuan penderita CDR TB paru
tahun 2012 sebanyak 89,20% sedangkan tahun 2013 sebanyak 55,19%
berdasarkan angka tersebut dapat diketahui terjadi penurunan persentase CDR
TB paru pada tahun 2013 dibandingkan Tahun 2012.3 Puskesmas Siantan Hilir
merupakan salah satu Puskesmas di Kota Pontianak dengan jumlah penduduk
yang cukup besar yaitu sebesar 50.694. jiwa,namun capaian CDR masih jauh
dari target yang diharapkan yaitu baru sebesar 35,48 %.2
Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Kalimantan Barat,
pada 2015, penderita penyakit menular ini mencapai 5.263 kasus dan kasus baru

1
TB Paru BTA (+) yang ditemukan pada tahun 2015 sebanyak 3.801 kasus
(puskesmas dan rumah sakit). Kabupaten Sambas menduduki peringkat pertama
dalam jumlah penemuan kasus TB Paru baru yaitu sebanyak 580 kasus
(15,26%), menyusul Kota Pontianak yaitu sebanyak 471 kasus (12,39%),
Kabupaten Ketapang yaitu sebanyak 392 kasus (10,31%), disusul Kabupaten
Kubu Raya yaitu sebanyak 368 kasus (9,68%) dan terendah Kabupaten Kayong
Utara yaitu sebanyak 70 kasus (1,84%) serta Kabupaten Mempawah yaitu
sebanyak 122 kasus (3,21%).3
Penanganan kasus dalam Penanggulangan TB Paru dilakukan melalui
kegiatan tatalaksana kasus untuk memutus mata rantai penularan dan/atau
pengobatan pasien. Oleh karena itu sejalan dengan program DOTS di layanan
primer maka pendekatan diagnostik holistik pada pasien TB Paru juga dapat
menjadi salah satu penunjang dalam mendukung upaya pencapaian sasaran
strategi kementerian kesehatan tahun 2015-2019, target persentase penemuan
pasien baru TB Paru BTA + adalah 100%. Program penemuan kasus TB Paru
baru BTA + menjadi penting sebagai upaya inisiatif dalam memutus mata rantai
penularan dan/atau pengobatan pasien. Target nasional untuk program
persentase penemuan pasien baru TB Paru BTA + adalah 100 %.4
Berdasarkan Data Profil Puskesmas Siantan Hilir Pontianak tahun 2015,
target dari program persentase penemuan pasien baru TB Paru BTA + adalah 75
% dan yang tercapai adalah 83,87%. Pada tahun 2016 target dari program
persentase penemuan pasien baru TB Paru BTA + adalah 80%, sedangkan yang
tercapai adalah 35,48%. Tahun 2017 target dari program persentase penemuan
pasien baru TB Paru BTA + adalah 85%, sedangkan yang tercapai adalah
15,82% Dari Data Profil tersebut, terjadi penurunan yang signifikan pada
program persentase penemuan pasien baru TB Paru BTA + dalam dua tahun
berturut-turut. Hal ini akan mempengaruhi upaya penanggulangan TB Paru
yang dilakukan melalui kegiatan pencegahan penularan dan tatalaksana kasus
untuk memutus mata rantai kasus TB Paru. 5

2
Salah satu kendala yang menjadi penghambat rendahnya penemuan
kasus adalah sumber daya manusia. Pencapaian target tidak hanya dilakukan
dengan meningkatkan kegiatan di puskesmas saja, akan tetapi diperlukan
strategi inovatif lainnya terutama pada sumber daya manusia. Faktor-faktor
yang berperan dalam upaya pencapaian cakupan CDR dalam program TB
Paru adalah faktor dari dalam diri individu dan faktor di luar diri individu.
Faktor dalam diri individu meliputi motivasi, persepsi, pendidikan,
kemampuan petugas yang mencakup pengetahuan dan keterampilan.
Sedangkan faktor di luar individu meliputi komitmen kepala puskesmas,
beban kerja petugas, insentif bagi petugas, sumber daya atau sarana
penunjang dan kondisi geografis.
Kemampuan yang meliputi pengetahuan dan keterampilan dari petugas
yang terkait langsung dalam pelaksanaan program TB Paru di puskesmas
adalah hal yang menentukan keberhasilan program. Beberapa faktor di atas
dapat ditarik kesimpulan bahwa keberhasilan peran petugas TB Paru
didukung oleh tingkat pengetahuan, sikap, dan motivasi. Berdasarkan
penelitian Mahendra dan Hendrati (2014) tentang faktor yang berhubungan
dengan angka penemuan kasus TB Paru oleh praktisi kesehatan swasta di
Provinsi Bali menyimpulkan bahwa faktor sikap, pengetahuan, motivasi
petugas kesehatan praktisi swasta seperti dokter praktek dan petugas
pengawas minum obat menunjukkan adanya korelasi positif terhadap angka
penemuan kasus TB Paru. Artinya semakin baik pengetahuan, sikap, dan
motivasi praktisi kesehatan swasta, maka semakin besar angka penemuan
kasus TB Paru BTA (+).6
Kegiatan penemuan kasus TB Paru di Puskesmas Siantan Hilir yang
dilakukan selain dengan pasif case finding, pada tahun 2017 juga dengan
melibatkan kader kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan program TB Paru
seperti penyebarluasan informasi tentang TB Paru di masyarakat, aktif mencari
dan memotivasi suspek TB Paru ke sarana pelayanan kesehatan. Pembekalan
yang telah dilakukan pada petugas dan pemegang program TB Paru di

3
Puskesmas Siantan Hilir adalah kegiatan penyuluhan, namun dalam
pelaksanaannya masih belum semua kader berperan aktif dalam kegiatan
penemuan kasus TB Paru. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik
untuk mengambil judul penelitian “Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan
Motivasi Petugas Kesehatan Terhadap Penemuan Kasus Baru Tuberkulosis
(TB) Paru di Puskesmas Siantan Hilir Pontianak Tahun 2017”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka diperoleh rumusan masalah
penelitian sebagai berikut :
1.2.1 Apakah terdapat hubungan pengetahuan Petugas Kesehatan dengan
penemuan kasus baru TB paru di Puskesmas Siantan Hilir.
1.2.2 Apakah terdapat hubungan sikap Petugas Kesehatan dengan penemuan
kasus baru TB Paru di Puskesmas Siantan Hilir.
1.2.3 Apakah terdapat hubungan motivasi Petugas Kesehatan dengan penemuan
kasus baru TB Paru di Puskesmas Siantan Hilir.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan umum
Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan, sikap dan motivasi
Petugas Kesehatan Terhadap Penemuan Kasus Baru TB Paru di
Puskesmas Siantan Hilir.
1.3.2 Tujuan khusus
a. Menganalisis hubungan antara pengetahuan Petugas Kesehatan
terhadap penemuan kasus baru TB paru di Puskesmas Siantan Hilir.
b. Menganalisis hubungan sikap Petugas Kesehatan terhadap penemuan
kasus baru TB Paru di Puskesmas Siantan Hilir.
c. Menganalisis hubungan motivasi Petugas Kesehatan terhadap
penemuan kasus baru TB Paru di Puskesmas Siantan Hilir.

4
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Diharapkan dapat menjadi masukan bagi peneliti dalam
memperoleh informasi tentang hubungan antara pengetahuan, sikap, dan
motivasi Petugas Kesehatan terhadap penemuan kasus baru TB Paru di
Puskesmas.
1.4.2 Bagi Instansi
a. Hasil penelitian diharapkan mampu menambah khasanah bagi ilmu
pengetahuan pada umumnya, dan khususnya kedokteran komunitas
dalam pengembangan ilmu pengetahuan terutama mengenai peran
Petugas Kesehatan dalam penemuan kasus baru TB Paru di
Puskesmas.
b. Diharapkan dapat menjadi masukan bagi Dinas Kesehatan dan
Puskesmas untuk meningkatkan peran Petugas Kesehatan dalam
penemuan kasus baru TB Paru.
1.4.3 Bagi Masyarakat
Hasil penelitian diharapkan mampu menambah wawasan
masyarakat tentang pengetahuan terutama mengenai pentingnya
mengetahi penyebaran dan gejala TB Paru.

Anda mungkin juga menyukai