Anda di halaman 1dari 150

BAB.

I
BATASAN DAN RUANG LINGKUP
EKOLOGI TUMBUHAN

1. Pendahuhuluan
Ekologi tumbuhan sebagai salah satu cabang ilmu ekologi adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari secara spesifik interaksi tumbuhan dengan
lingkungan hidupnya, yang berhubungan dengan berbagai proses dan fenomena
alam. Misalnya, bagaimana tumbuhan untuk hidupnya memerlukan sinar
matahari, air, oksigen, tanah atau lahan sebagai tempat tumbuh atau
habitatnya. Bagaimana peranan energi dan nutrisi untuk proses metabolisme
tubuh, tumbuhan dalam ekosistem sebagai komponen produsen menjadi sumber
pakan dan sumber energi untuk makhluk hidup lainnya yang diperoleh melalui
rangkaian rantai dan jarring – jarring makanan, dan proses dekomposisi oleh
mikrobiota. Dalam ekologi tumbuhan juga dijelaskan bagaimana perkembangan
kehidupan tumbuhan melalui masa reproduksi, perkecambahan, pertumbuhan
dan masa dewasa, tua dan mati. Kelompok atau komunitas tumbuhan tertentu
hilang atau musnah, kemudian akan muncul, tumbuh dan berkembang kembali
melalui serangkaian proses suksesi. Proses kehidupan akan berlangsung terus
menerus secara berkesinambungan mengikuti hukum alam.
Elton pada tahun 1927, menyatakan bahwa ekologi tumbuhan yang mulai
berkembang sejak akhir abad ke 19 pada dasarnya adalah ilmu pengetahuan
tentang sejarah alam.

Konsep Dasar Ekologi Tumbuhan


Pada dasarnya makhluk hidup tidak dapat hidup sendiri, terasing dari
makhluk hidup lainnya. Misalnya tumbuhan sebagai makhluk hidup yang tumbuh
di dalam lingkungan, habitat atau suatu ekosistem tertentu, keberadaannya
merupakan bagian dari lingkungan hidupnya sendiri. Tumbuhan tersebut
berinteraksi satu sama lain dengan habitat dan lingkungannya maupun dengan
makhluk hidup lainnya. Keseluruhan tumbuh – tumbuhan dan makhluk hidup lain

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 1


yang jenisnya bermacam – macam, mempunyai bentuk penampilan dan
keberadaannya yang berbeda – beda akan saling berinteraksi secara timbal balik
dengan habitat dan lingkungannya, seperti tanah, air, iklim, cahaya matahari,
kelembaban atau suhu udara, pH tanah, unsur hara dan mineral, dan sebagainya.
Interaksi tersebut kemudian akan membentuk bermacam – macam system
ekologi atau ekosistem yang berbeda – beda sehingga menciptakan
keanekaragaman ekosistem.
Clements pada tahun 1916 ( dalam Brewer ,1994 ) menyatakan bahwa
terdapat tiga jenis interaksi dalam ekosistem antara habitat dan lingkungan
dengan makhluk hidup, yaitu tumbuhan, hewan dan mikrobiota yang menjadi
dasar struktur dan fungsi ekosistem ( gambar 1 ).

HEWAN KOAKSI MIKROBIOTA


K I
O S
A KOMUNITAS K
K A
S O
I K
R R
A
A
E TUMBUHAN E
K
A A
K R S
K K
S A E i
S S
i K A
I I
S K
i S
I
HABITAT DAN LINGKUNGAN

Gambar : Interaksi dalam ekosistem

Habitat atau lingkungan akan mempengaruhi dan menentukan keberadaan


serta kondisi komunitas biota ( masyarakat tumbuhan dan makhluk hidup lainnya
) dalam hal bagaimana tumbuh – tumbuhan, hewan dan mikrobiota berperanan
dan berfungsi.
Pengaruh lingkungan fisik terhadap makhluk hidup dinamakan aksi, yaitu
semua factor ekologi yang mempengaruhinya, seperti suhu udara, pH tanah,

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 2


atau periodisitas. Sedangkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup
dengan lingkungan fisiknya dinamakan reaksi, misalnya penutupan oleh sinar
matahari atau struktur dan tekstur tanah. Hubungan timbal balik atau interaksi
makhluk hidup dalam suatu komunitas akan mempengaruhi habitatnya dengan
makhluk hidup lain, misalnya antara tumbuhan dengan parasit pada daunnya
dalam bentuk sifat – sifat herbivore, kompetisi, atau parasitisme, hubungan
interaksi tersebut dinamakan koaksi.
Dari hal tersebut di atas, terlihat bahwa interaksi organisme dalam bentuk
aksi, reaksi, dan koaksi pada umumnya lebih ditekankan pada interaksi antara
tumbuhan dan lingkungan hidupnya secara lengkap, yaitu dalam hal bagaimana
tumbuh – tumbuhan, hewan dan mikrobiota berhubungan satu sama lain,
berperanan dan berfungsi untuk kehidupannya.

Defenisi Ekologi Tumbuhan

Perkembangan ekologi tumbuhan sebagi ilmu pengetahuan alam secara


kualitatif dan kuantitatif relatif masih baru. Sebagai bagian dari ilmu biologi,
ekologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari interaksi antara
makhluk hidup dengan lingkungannya. Kata “ Ekologi “ berasal dari bahasa
Yunani, yaitu “Oikos“yang berarti “rumah” atau “tempat tinggal” dan “Logos“
yang berarti “telaah” atau “ilmu pengetahuan”. Istilah tersebut pertama kali
dikemukakan oleh H. Reiter pada tahun 1865. Tetapi pada umumnya para
ilmuan menyatakan bahwa Ernest Haeckel pada tahun 1866 adalah yang
pertama kali memperkenalkan istilah ekologi dari bahasa Jerman “ Oekologie “.
Ia mendefenisikan ekologi sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari interaksi
makhluk hidup di “rumah” atau di alam sekitarnya.
Menurut Cox ( 1996 ) ekologi dapat didefenisikan sebagai ilmu
pengetahuan yang mempelajari system ekologi. Suatu system adalah satu
perangkat berbagai unsur atau komponen yang terikat bersama oleh hubungan
atau interaksi antar komponen secara teratur. Suatu system ekologi dibentuk
oleh satu atau lebih makhluk hidup dan lingkungannya yang saling berinteraksi
satu sama lain.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 3


Dalam lingkungan hidup di bumi ( biosfera ), tumbuhan adalah masyarakat
makhluk hidup yang mempunyai kemampuan menangkap, mengikat, dan
mengubah energi sinar matahari menjadi energi bentuk lain yang dapat
dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan makhluk hidup lainnya. Salah satu cirri
yaitu tumbuhan memiliki butir-butir pigmen hijau daun atau klorofil sehingga
dapat melakukan fotosintesis.
Secara taksonomi sesuai dengan sistematika makhluk hidup, disiplin ilmu
ekologi dapat dikelompokan menjadi bidang kajian ekologi tumbuhan, ekologi
hewan, atau ekologi mikroba ( jasad renik ) ( Resosoedarmo dkk, 1984 ).
Kajian dalam ekologi dapat dikelompokan dalam 2 bidang kajian yang
berhubungan dengan tumbuhan, hewan atau mikroba, yaitu :
1. Sinekologi, sering disebut dengan ekologi komunitas, yaitu kajian ekologi
yang mempelajari komunitas makhluk hidup sebagai suatu kesatuan yang
saling berinteraksi antara berbagai jenis makhluk hidup dengan lingkungan di
sekitarnya.
2. Autoekologi, adalah kajian ekologi yang hanya mempelajari satu jenis
makhluk hidup atau populasi saja, yang berinteraksi sesama jenis dan
lingkungannya. terutama dalam hubungannya dengan sejarah kehidupannya
atau “ Fenologinya “ dan dinamakan ekologi populasi.

Sinekologi mempelajari organisme yang merupakan satu kesatuan,


sedangkan autokeologi merupakan kajian tentang individu organisme atau
individu spesies, menyangkut riwayat hidup dan kelakuannya, dalam arti
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Ekologi tumbuhan merupakan suatu penelaahan tentang berbagai aspek
ekologi dari tumbuhan pada tingkat komunitas tumbuhan ( vegetasi / flora )
secara keseluruhan atau hanya menelaah populasi tumbuhan ( species ) secara
khusus saja, baik pada lingkungan darat ( terestris ) maupun lingkungan perairan
( akuatik ).
Awal kajian tentang peranan factor lingkungan terhadap masyarakat
tumbuhan dikemukanan pertama kali oleh Alexander Von Humblod pada tahun
1805, yang menyatakan bahwa masyarakat tumbuh – tumbuhan dan distribusinya

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 4


berhubungan dengan kondisi habitat, dan lingkungan fisiknya. Penelitian
tersebut di dasari oleh pengetahuan tentang penyebaran dan geografi tumbuh –
tumbuhan yang berhubungan erat dengan tempat tumbuh dan kehidupannya.
Flora adalah tumbuh – tumbuhan yang terdapat di suatu wilayah,
sedangkan Vegetasi adalah masyarakat tumbuhan dalam arti luas yang disusun
oleh berbagai jenis tumbuh – tumbuhan yang terdapat dalam suatu ekosistem.
Konsosiasi adalah variasi vegetasi yang dikuasai oleh satu jenis tumbuhan saja,
sedangkan asosiasi adalah satuan di dalam masyarakat tumbuhan yang diberi
nama sesuai dengan jenis tumbuh – tumbuhan dominan.
Mueller – Dombois dan Ellenberg ( 1974 ) secara umum mendefenisikan
ekologi tumbuhan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari bagaimana
suatu masyarakat tumbuhan, flora atau vegetasi di suatu wilayah yang
berinteraksi secara timbal balik dengan tumbuhan lain atau dengan makhluk
hidup lain dan dengan lingkungan hidupnya.

Tumbuhan
( makhluk hidup kloroplas )

Individu ( species ) Kelompok


indvidu

Sekelompok individu sejenis Sekelompok individu


berbagai jenis
( Populasi ) ( Komunitas )

Konsosiasi Asosiasi

Cirri – cirri flora ( data floristic ) Ciri – cirri vegetasi ( Parameter


Ekologi )

- Komposisi jenis
- Frekuensi
- Kerapatan
Keanekaan jenis - Dominasi
- Sebaran dan stratifikasi
- Indeks kesamaan,
keanekaragaman jenis,
dll.

Gambar : Pengertian antara tumbuhan, Flora dan Vegetasi


Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 5
Pengetahuan yang menjadi dasar kajian ekologi tumbuhan adalah bahwa
tumbuhan dan makhluk hidup lainnya memiliki kemampuan untuk bereaksi atau
melakukan respon terhadap berbagai pengaruh factor fisik ( abiotik ), seperti
perubahan suhu udara, intensitas cahaya, kelembaban udara atau curah hujan,
dan factor biotic seperti naungan oleh tumbuhan lain yang terdapat di
sekitarnya. Reaksi atau respon tumbuhan terhadap factor – factor tersebut akan
tercermin dalam berbagai cara, misalnya dalam bentuk reaksinya terhadap
pengaruh lingkungan, yaitu pada sifat – sifat adaptasi dan toleransi, pola
sebaran, kelimpahan dan keanekaragaman jenis, anatomi dan morfologi bentuk
akar, batang atau daun, pola tumbuh, aktivitas fisiologi dan reproduksinya.
Dalam ekologi tumbuhan, satuan dasar ekologi yang menjadi dasar
penelaahan tentang interaksi tumbuhan dengan berbagai factor dalam
lingkungannya adalah kajian tentang system ekologi atau ekosistem. Berdasarkan
struktur ekosistem, terdapat tiga hal yang menjadi kunci penelaahan ekologi,
yaitu individu ( jenis atau spesies ), populasi, dan komunitas tumbuhan.
Tumbuhan sebagai satu kesatuan makhluk hidup secara individual
merupakan suatu tingkatan taksonomis yang disebut jenis atau species. Species
tumbuhan dapat didefenisikan sebagai organisme yang dapat melakukan
perkawinan atau persilangan dengan tumbuhan sesamanya yang dapat
menghasilkan turunan yang fertile. Secara genetis individu tumbuhan satu
persatu merupakan suatu wujud makhluk hidup yang seragam bersama – sama
dengan lingkungannya, individu – individu tumbuhan tersebut membentuk satuan
ekologi.
Penelaahan mengenai ekologi individu pada dasarnya berhubungan erat
dengan hal – hal bagaiman tumbuhan berinteraksi dengan makhluk lain,
lingkungan makro dan lingkungan mikro di sekitarnya, yang secara individual
akan menyesuaikan diri terhadap pengaruh berbagai factor lingkungannya.
Penelahaan tentang ekologi individu akan menghasilkan informasi yang berguna
untuk menyusun atau mengungkapkan gambaran yang lengkap tentang kumpulan
dari suatu jenis atau species tumbuhan yang sama yang dinamakan populasi
tumbuhan.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 6


Populasi tumbuhan terbentuk dari suatu kelompok individu dari jenis atau
species tumbuhan yang sama yang dapat berkembangbiak antar jenis. Karena
jenis – jenisnya, kebersamaannya sebagai satu kumpulan jenis tumbuhan
terpelihara oleh perkembangbiakan antar jenis melalui pertukaran antar gen
maka jenis tersebut akan merupakan suatu kelompok individu yang mempunyai
gen yang sama pula. Perbedaan kecil yang mungkin terdapat oleh adanya
pengaruh lingkungan atau habitat setempat antar populasi tumbuhan merupakan
dasar seleksi alam yang berlangsung secara evolusi. Kumpulan populasi dari
berbagai jenis atau species tumbuhan yang menempati suatu wilayah tertentu
akan membentuk suatu komunitas tumbuhan.
Suatu komunitas tumbuhan tidaklah selalu harus terdapat pada suatu
wilayah atau habiatat yang luas dengan berbagai jenis tumbuhan penyusunnya
dan makhluk hidup lain yang hidup bersamanya, seperti di hutan, rawa – rawa
atau padang lamun. Dalam kenyataannya, komunitas tumbuhan dapat
mempunyai ukuran seberapa pun, misalnya komunitas tumbuhan air yang
terdapat di akuarium.
Dalam suatu ekosistem individu, populasi, dan komunitas tumbuhan
cenderung tidak pernah sepenuhnya dalam keadaan mantap, tetapi terdapat
dalam keseimbangan yang mudah goyah. Melalui berbagai kaidah ekologi yang
berlangsung secara terus menerus maka berbagai proses, seperti proses
interaksi, toleransi, adaptasi, fisiologi, asosiasi, dan suksesi, akan terbentuk
keseimbangan dinamis atau homeostatis untuk skala waktu tertentu.
Dalam ekologi tumbuhan konsep dasar ekologi yang penting dipelajari,
antara lain adalah :
1. Mempelajari konsep ekosistem, komunitas dan populasi.
2. Mempelajari pengaruh factor lingkungan terhadap tumbuhan dan peranan
factor lingkungan sebagai factor pembatas.
3. Mempelajari struktur dan komposisi vegetasi suatu ekosistem atau habitat.
4. Mempelajari alir energi dan daur biogeokimia melalui metabolisme, siklus
hara mineral, dan siklus air.
5. Mempelajari hubungan tempat tumbuh dengan :
a. Komposisi dan struktur vegetasi.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 7


b. Penyebaran jenis – jenis tumbuhan.
c. Fenologi tumbuhan ( musim berbunga atau berbuah )
d. Interaksi dengan makhluk hidup lainnya.
6. Mempelajari hubungan antara kesuburan tanah, iklim, dan factor lain dengan
produktivitas tumbuhan.
7. Mempelajari prose klimaks dan suksesi tumbuhan.
8. Mempelajari adaptasi tumbuhan.
9. Mempelajari sebaran tumbuhan ( fitogeografi ).

3. Ekologi Tumbuhan dan Hubungannya dengan Ilmu Pengetahuan Lain.

Ekologi tumbuhan yang merupakan salah satu cabang disiplin ekologi,


penelaahannya mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Dalam tingkatan
organisasi biologi, kajian ekologi membahas tentang berbagai aspek interaksi
makhluk hidup dengan lingkungannya dari berbagai tingkatan, seperti tingkatan
satu jenis makhluk hidup ( species ), populasi, komunitas atau ekosistem dalam
lingkungan biosfer, yang dalam ekologi disebut ekosfer. Untuk mempelajari dan
memahami berbagai aspek interaksi antara tumbuhan dengan makhluk hidup lain
dari berbagai tingkatan seperti tersebut di atas maka diperlukan disiplin atau
bidang pengetahuan yang dapat mendukung dan menjelaskannya. Menurut
Setiadi dkk ( 1989 ) bahwa ilmu pengetahuan penting yang diperlukan tersebut
antara lain :
1. Ilmu Pengetahuan Alam
a. Ilmu Fisika berperan karena di dalam ekologi tumbuhan, factor – factor
fisik, seperti struktur dan kepadatan tanah, sinar matahari, perubahan
suhu, daya serap air, curah hujan, kelembaban udara, dan sebagainya.
b. Ilmu Kimia berperan penting karena dalam ekologi tumbuhan berbagai
proses kimia yang berlangsung, baik di dalam maupun di luar tubuh
tumbuhan membutuhkan kajian secara kimia untuk dapat merumuskan
berbagai proses kimia yang berlangsung.
c. Matematika dan Statistika peranannya dibutuhkan dalam ekologi karena
digunakannya berbagai hitungan atau pembobotan suatu jenis, populasi

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 8


atau komunitas suatu organisme dalam suatu ekosistem secara kualitatif
dan kuantitatif, serta perhitungan dan analisisnya secara matematik dan
statistic. Dengan memanfaatkan matematik, dapat diperkirakan apa yang
terjadi bila suatu parameter lingkungan ( kadar dan jenis pupuk ) dapat
diubah – ubah dan bagaimana pengaruhnya terhadap produktivitas
tumbuhan.
2. Ilmu – Ilmu Biologi selain Ekologi
Penyebaran, adaptasi, aspek – aspek peran dan fungsi tumbuhan, serta
struktur komunitas vegetasi banyak dipelajari dalam ekologi tumbuhan.
Pemahamannya mempunyai hubungan yang erat dengan disiplin ilmu – ilmu
biologi lainnya, seperti : taksonomi, morfologi, fisiologi, fitogenetik dan
sebagainya.
a. Taksonomi sangat diperlukan untuk mengetahui nama dan mengenal jenis
– jenis tumbuhan yang akan diteliti. Pengenalan jenis tumbuhan
dititikberatkan pada sifat atau cirri – cirri generative ( reproduktif )
berdasarkan sifat, struktur anatomi, dan morfologi bunga dan buah. Selain
itu diperlukan cara pengenalan jenis tumbuhan berdasarkan sifat – sifat
vegetative dan bentuk hidup ( life form ) tumbuhan, seperti struktur
daun, kuncup atau batang ( kulit, getah dan kayu ), bentuk penampilan
tumbuhan apakah berbentuk pohon, perdu atau liana.
b. Struktur Tumbuhan, bidang ini sangat penting karena berbagai aspek
lingkungan fisik berpengaruh terhadap sifat adaptasi dan toleransi
tumbuhan, sifat ini akan tampak pada penampilan bentuk – bentuk
anatomi dan morfologinya. Berbagai formasi vegetasi di bumi sering
disusun berdasarkan sifat – sifat penampilan struktur tubuh tumbuhan (
fisiognomi ) atau sifat – sifat ekologinya. Misalnya pada formasi hutan
xeromorphic, yaitu hutan yang vegetasinya terdapat di daerah kering,
sebagian besar tumbuh – tumbuhan didominasi oleh tumbuhan xerophytes.
c. Fisiologi Tumbuhan dan Biokimia, ilmu – ilmu ini sangat berguna untuk
mempelajari berbagai proses metabolisme dan proses kehidupan tumbuh –
tumbuhan. Selain itu diperlukan pula pengetahuan kimia atau biokimia
yang dapat menjelaskan bagaimana terjadi proses kimia yang

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 9


berhubungan dengan berbagai aktivitas fisiologi tersebut. misalnya
bagaimana proses fotosintesa berlangsung atau penurunan laju kecepatan
proses transpirasi dipengaruhi oleh kenaikan suhu lingkungan dan
bagaimana enzim tertentu mengatur hal tersebut. selain itu informasi
ekologi yang berhubungan dengan fenologi tumbuhan seperti proses
pembungaan memerlukan pendekatan autoekologi, cenderung
memanfaatkan pengetahuan tentang fisiologi bunga, misalnya tentang
fotoperiodisitas yaitu pengaruh lamanya penyinaran terhadap
pembungaan.
d. Fitogenetika. Fitogenetika atau genetika tumbuh – tumbuhan diperlukan
untuk mengkaji bagaimana suatu jenis tumbuh – tumbuhan yang
penyebarannya sangat luas sering memperlihatkan perbedaan menurut
letak geografi dan kondisi lingkungannya. Perbedaan bukan saja terdapat
dalam bentuk pertumbuhannya, tetapi sering berkaitan dengan
kemampuan adaptasi dan preferensi ekologinya ( persyaratan ekologi )
terhadap keadaan tempat tumbuhnya yang mempunyai sifat menurun (
herediter ) dari sifat – sifat genetika setempat oleh adanya mutasi atau
peristiwa poliploidi. Adakalanya jika suatu daerah merupakan daerah
penyebaran jenis tumbuhan yang berasal dari dua wilayah yang saling
berdekatan atau berhimpitan ( disebut sebagai daerah ekoton ) maka di
wilayah itu sering terjadi hibridisasi antara dua jenis tumbuhan yang
berasal dari daerah tersebut. sehingga pada daerah ekoton akan terdapat
jenis tumbuhan baru yang mempunyai cirri – cirri dari jenis tumbuhan
kedua induknya, dari kedua wilayah tersebut.
e. Biogeografi. Dalam ilmu biologi terdapat kajian yang secara khusus
membahas penyebaran makhluk hidup yang disebut biogeografi.
Biogeografi yang secara khusus mengkaji tumbuh – tumbuhan dinamakan
fitogeografi, yaitu kajian yang secara khusus mempelajari dan membahas
penyebaran tumbuhan di berbagai wilayah di seluruh dunia. Fitogeografi
pada dasarnya merupakan induk kajian perkembangan pengetahuan
ekologi yang mempelajari pengaruh lingkungan, seperti topografi wilayah
mempengaruhi penyebaran tumbuhan.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 10


3. Ilmu Tanah, Geologi dan Geomorfologi.
a. Ilmu Tanah, secara murni dinamakan pedologi, tetapi pengetahuan yang
secara khusus mempelajari tanah sebagai tempat tumbuh – tumbuhan
disebut edafologi. Perbedaan jenis – jenis tanah, sifat – sifat fisik, dan
keadaan/ kemiringan lahan atau tanah seringkali mempengaruhi
persebaran tumbuhan, yang dapat berpengaruh pula terhadap
terbentuknya tipe vegetasi dan jenis – jenisnya.
b. Geologi dan Geomorfologi, dalam ekologi tumbuhan diperlukan karena
struktur geologi dan geomorfologi lapisan bumi sebagai habitat tempat
tumbuh – tumbuhan tumbuh sangat mempengaruhi sifat tanah, hiudp
tumbuh – tumbuhan, dan penyebarannya. Pada iklim yang sama, tetapi
dengan struktur batuan yang berbeda akan terbentuk jenis tanah yang
berlainan. Keadaan topografi tanah sangat mempengaruhi komposisi dan
kesuburan komunitas vegetasi yang ada karena perbedaan kesuburan
tanah dan keadaan air tanah. selain itu, perbedaan ketinggian ( altitude )
juga akan berpengaruh terhadap penyebaran jenis tumbuh – tumbuhan
karena mempunyai iklim setempat yang berbeda.
4. Klimatologi
Klimatologi adalah ilmu pengetahuan yang membahas hal ikhwal tentang
iklim. Dalam ekologi, factor iklim perlu diketahui dan sangat diperhatikan
untuk mempelajari berbagai aspek penyebaran dan berbagai proses
kehidupan tumbuh – tumbuhan, misalnya kapan tumbuhan tertentu mulai
berbunga. Iklim adalah factor lingkungan yang terpenting yang akan
mempengaruhi semua aktivitas tumbuhan dalam lingkungan biosfer. Factor –
factor lingkungan yang berpengaruh terhadap iklim di bumi, antara lain
cahaya matahari, suhu udara, curah hujan, kelembababan udara, dan angin.
Factor – factor lingkungan tersebut sangat besar pengaruhnya terhadap
proses metabolisme, reproduksi, pertumbuhan dan perkembangan, serta
suksesi tumbuh – tumbuhan. Selain itu terdapat iklim setempat atau iklim
mikro yang cenderung sangat dipengaruhi oleh vegetasi yang ada dan factor –
factor lingkungan, seperti topografi, fisiografi wilayah, dan kecepatan angin
setempat. Ketinggian wilayah juga mempunyai peran penting terhadap

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 11


perubahan iklim mikro, pengaruhnya antara lain terhadap sifat – sifat
fenologi tumbuhan yang berhubungan erat dengan proses reproduksi, seperti
proses pembungaan, masa berbuah, produksi biji, dan berbagai proses
fisiologi lainnya.

3.Pemanfaatan dan Penerapannya

A. Pemanfaatan
Dalam ekologi tumbuhan pemanfaatan ekologi secara langsung atau tidak
langsung berhubungan erat dengan masalah kependudukan, pertanian,
kehutanan, kesehatan, penyebaran penyakit, pencemaran lingkungan, dan
masalah – masalah lain yang sangat penting untuk kehidupan dan kesejahteraan
manusia dan lingkungannya.
Melalui kajian strategi pelestarian dunia terungkap bahwa betapa
pentingnya pemanfaatan kaidah – kaidah ekologi bagi upaya pelestarian sumber
daya alam yang terpulihkan untuk pembangunan yang berkelanjutan.
Walaupun secara teoritis pemanfaatan kajian ekologi dan ekologi
tumbuhan dalam perkembangannya bersumber dari kajian ekologi yang sifatnya
relatif sederhana, pemanfaatan dan peranannya ternyata memberikan hasil yang
cukup memadai. Misalnya untuk pengelolaan dan upaya konservasi hutan lindung
yang bertujuan untuk melestarikan seluruh komunitas biota yang dilindungi maka
akan diperlukan pemahaman kaidah – kaidah ekologi tumbuhan, seperti kondisi
dan system ekologi dari hutan lindung tersebut, yang berhubungan dengan
struktur ekosistem, komposisi jenis, kelimpahan dan keanekaragaman jenis
vegetasi, sifat kompetisi dan predasi antar makhluk hidup, fungsi ekologi hutan,
daur nutrisi, dan produktivitas primer hutan.
Mempelajari dunia tumbuh – tumbuhan di dalam lingkungannya telah
menghasilkan pengetahuan dasar yang sangat luas tentang berbagai hal,
misalnya pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam, keseimbangan system
ekologi, dan konservasinya. Dalam hal ini ekologi tumbuhan secara khusus
mempunyai peranan yang penting dalam membantu mengatur lingkungannya
agar keseimbangan system ekologi tidak terganggu, misalnya bagaimana kegiatan

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 12


manusia berpengaruh terhadap sumber daya alam, mengontrol erosi tanah,
melakukan rehabilitasi, restorasi, konservasi ekosistem, seperti padang rumput
atau hutan dan vegetasinya serta kehidupan satwa liar dan habitatnya.

B. Penerapannya
Menurut Orians ( 1975 ), penerapan berbagai kajian ekologi
atau ekologi tumbuhan dan ilmu pengetahuan lainnya ternyata meliputi seluruh
aspek kehidupan manusia dan lingkungan hidupnya. Terutama penerapan dalam
bidang pengelolaan sumber daya alam ( misalnya produksi pertanian, kehutanan
atau pertambangan ) baik untuk yang dapat diperbaharui atau tidak; konservasi,
preservasi, rehabilitasi dan restorasi jenis – jenis tumbuhan dan biota lain
dengan habitatnya; untuk sumber daya alam yang dilindungi, analisis mengenai
dampak lingkungan untuk kegiatan pembangunan, pencemaran lingkungan;
pengawasan terhadap hama dan penyakit; serta pencegahan kontaminasi bahan
beracun berbahaya dan pengaruhnya terhadap tumbuhan dan lingkungan.
Kegiatan manusia yang berkaitan dengan hal tersebut pada umumnya akan
mempengaruhi keanekaragaman makhluk hidup yang terdapat dalam suatu
ekosistem.
Untuk memahami dan mengatasi masalah yang timbul akibat berbagai
kegiatan manusia tersebut, ekologi tumbuhan dan ilmu pengetahuan lainnya
dapat menerapkan kaidah – kaidah ekologi, seperti : struktur ekosistem dan
komponen – komponennya, interaksi antara makhluk hidup dengan
lingkungannya, factor lingkungan sebagai pembatas, fungsi ekosistem yang
mencakup alir energi, daur biogeokimia dan proses suksesi, dinamika masyarakat
tumbuh – tumbuhan dan populasinya, serta sifaty – sifat toleransi, adaptasi
tumbuhan dan keberadaan serta sebaran makhluk hidup ( biota ) di permukaan
bentang alam bumi. Dengan menerapkan kaidah – kaidah ekologi paling tidak
berbagai masalah yang timbul dapat diketahui sebab akibatnya dan dicari
pemecahannya.
Kaidah – kaidah ekologi dalam ekologi tumbuhan pada saat ini
pemanfaatan dan penerapannya cenderung bersifat antroposentris, artinya
sebagian besar untuk kepentingan manusia, terutama untuk pemanfaatan

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 13


sumber daya alam, pengelolaan lingkungan, dan pelestarian alam. Hal tersebut
terutama ditujukan pada upaya untuk mengurangi laju kecepatan pengurasan
sumber daya alam dan pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh semakin
meningkatnya kegiatan dan jumlah penduduk, serta berbagai proses
pembangunan.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 14


BAB. II
PRINSIP – PRINSIP EKOLOGI
TUMBUHAN

1. Pendahuluan
Sebagaimana diketahui makhluk hidup di bumi baik tumbuhan, hewan,
manusia, maupun mikrobiota ( jasad renik ), hidup dan tinggal di dalam suatu
wilayah kehidupan atau dalam suatu system ekologi atau ekosistem. Berbagai
ekosistem di bumi pada wilayah tersebut terdapat di lingkungan darat
( teresterial ) atau lingkungan perairan ( akuatik ). Wilayah kehidupan tersebut
dinamakan biosfer atau ekosfer.

Biosfer atau ekosfer adalah suatu wilayah kehidupan di bentang alam


planet bumi yang tebalnya sekitar 19,00 km ( + 9,00 km s/d 10,00 km dari
permukaan laut ). Kehidupan dalam biosfer atau ekosfer tersebut dilaksanakan
berbagai jenis makhluk hidup ( tumbuhan, hewan, atau mikrobiota ) yang hidup
bersama dalam suatu ekosistem dan lingkungan hidupnya. Proses kehidupan yang
berlangsung dalam suatu ekosistem pada dasarnya mengikuti prinsip – prinsip
ekologi dalam serangkaian proses yang rumit dan kompleks.

2. Konsep Ekosistem
A. Arti Ekosistem
Istilah ekosistem pertama kali diusulkan oleh seorang ahli ekologi
berkebangsaan Inggris bernama A. G. Tansley pada tahun 1935, meskipun tentu
saja konsep itu sama sekali bukan merupakan konsep yang baru. Terbukti bahwa
sebelum akhir tahun 1800-an, pernyataan – pernyataan resmi tentang istilah dan
konsep yang berkaitan dengan ekosistem mulai terbit cukup menarik dalam
literatur – literatur ekologi di Amerika, Eropa dan Rusia ( Odum, 1993 ).
Beberapa penulis lain telah menggunakan istilah yang berbeda, tetapi
maksudnya sama dengan ekosistem. Misalnya tahun 1877 ahli ekologi

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 15


berkebangsaan Jerman bernama Karl Mobius telah menulis tentang komunitas
organisme dalam batu karang, dan menggunakan istilah yang mempunyai makna
sama dengan ekosistem yaitu biocoenosis ( Biokoenosis ). Pada tahun 1887 ahli
ekologi berkebangsaan Amerika bernama S.A. Forbes telah menulis karangan
kuno tentang danau, dan menggunakan istilah yang mempunyai makna sama
dengan ekosistem, yaitu microcosm ( mikrokosm ). Pada periode tahun 1846-
1903 seorang ahli ekologi bangsa Rusia bernama V.V. Dokuchaev dan seorang ahli
ekologi hutan bangsa Rusia bernama G.F. Morozov telah menaruh perhatian
besar terhadap ekosistem dan menggunakan istilah yang mempunyai makna sama
dengan ekosistem, yaitu biokoenosis, sedangkan dikalangan ahli ekologi bangsa
Rusia sering menggunakan istilah geobiokoenosis yang memiliki makna sama
dengan ekosistem.
Demikian juga masih ada ahli – ahli ekologi lainnya yang telah
menggunakan istilah yang mempunyai makna sama dengan ekosistem antara lain
: Friederichs pada tahun 1930 menggunakan istilah holocoen/holokoen,
Thienemann pada tahun 1939 menggunakan istilah biosystem/biosistem,
Vernadsky pada tahun 1944 menggunakan istilah bioenertbody ( Odum, 1993 ).
Beberapa defenisi tentang ekosistem dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Ekosistem, yaitu suatu unit ekologi yang di dalamnya terdapat struktur dan
fungsi ( A.G. Tansley, 1935 dalam Setiadi, 1983 ). Struktur yang di
maksudkan yaitu berhubungan dengan keanekaragaman species ( species
diversity ). Pada ekosistem yang strukturnya kompleks, maka akan memiliki
keanekaragaman species yang tinggi. Adapun kata fungsi berhubungan dengan
siklus materi dan arus energi melalui komponen - komponen ekosistem.
2. Ekosistem, yaitu tatanan kesatuan secara kompleks di dalamnya terdapat
habitat, tumbuhan, dan binatang yang dipertimbangkan sebagai unit
kesatuan secara utuh, sehingga semuanya akan menjadi bagian mata rantai
siklus materi dan aliran energi ( Woodbury, 1954 dalam Setiadi, 1983 ).
3. Ekosistem, yaitu unit fungsional dasar dalam ekologi yang di dalamnya
tercakup organisme dan lingkungannya ( lingkungan biotic dan abiotik ) dan di
antara keduanya saling mempengaruhi ( Odum, 1993 ). Dikatakan sebagai
suatu unit fungsional dasar karena merupakan satuan terkecil yang memiliki

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 16


komponen secara lengkap, memiliki relung ekologi, sehingga di dalam unit ini
siklus materi dan arus energi terjadi sesuai dengan kondisi ekosistemnya.
4. Ekosistem, yaitu tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap
unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi ( UU Lingkungan Hidup
Tahun 1997 ). Unsur – unsur lingkungan hidup baik unsur biotic dan abiotik
tersusun sebagai satu kesatuan dalam ekosistem yang masing – masing tidak
bisa berdiri sendiri, tidak bisa hidup sendiri, melainkan saling berhubungan,
saling mempengaruhi, saling berinteraksi, sehingga tidak dapat dipisahkan.
5. Ekosistem, yaitu suatu system ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal
balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya ( Soemarwoto, 1983 ).
Tingkatan organisasi ini dikatakan sebagai suatu system karena memiliki
komponen – komponen dengan fungsi berbeda yang terkoordinasi secara baik
sehingga masing – masing komponen terjadi hubungan timbal balik. Hubungan
timbal balik terwujudkan dalam rantai makanan dan jarring makanan yang
pada setiap proses terjadi aliran energi dan siklus materi.

B. Komponen Ekosistem
Semua ekosistem, baik ekosistem teresterial ( daratan ) maupun akuatik
( perairan ) terdiri atas komponen – komponen yang dapat dikelompokan
berdasarkan segi trofik atau nutrisi dan segi struktur dasar ekosistem.
Berdasarkan segi struktur dasar ekosistem, maka komponen ekosistem
terdiri atas dua jenis, yaitu :
1. Komponen biotic ( komponen makhluk hidup ), misalnya binatang, tumbuhan,
mikroba.
2. Komponen abiotik ( komponen benda mati ), misalnya air, udara, tanah dan
energi.
Berdasarkan segi trofik atau nutrisi, maka komponen biotic dalam
ekosistem terdiri atas dua jenis, yaitu :

1. Komponen autotrofik. Autos artinya sendiri dan trophikos artinya


menyediakan makanan. Komponen autotrofik yaitu organisme yang mampu
menyediakan atau mensintesis makanannya sendiri berupa bahan organic
berasal dari bahan – bahan anorganik dengan bantuan klorofil dan energi
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 17
utama berupa radiasi matahari. Oleh karena itu, organisme yang mengandung
klorofil termasuk ke dalam golongan autotrof dan pada umumnya adalah
golongan tetumbuhan.
2. Komponen heterotrofik. Hetero artinya berbeda atau lain dan trophikos
artinya menyediakan makanan. Komponen heterotrofik yaitu organisme yang
hidupnya selalu memanfaatkan bahan organic sebagai bahan makanannya,
sedangkan bahan organic yang dimanfaatkan itu disediakan oleh organisme
lain. Jadi, komponen heterotrofik memperoleh bahan makanan dari
komponen autotrofik.
Odum ( 1993 ) dan Resosoedarmo, dkk ( 1986 ) mengemukakan bahwa
semua ekosistem apabila ditinjau dari segi struktur dasarnya terdiri atas empat
komponen :

1. Komponen abiotik ( non hayati ), yaitu komponen fisik dan kimia yang terdiri
atas tanah, air, udara, sinar matahari dan lain sebagainya yang berupa
medium atau substrat untuk berlangsungnya kehidupan.
2. Komponen produsen, yaitu organisme autotrofik yang pada umumnya berupa
tumbuhan hijau. Produsen menggunakan energi radiasi matahari dalam
proses fotosintesis, sehingga mampu mengasimilasi CO 2 dan H2O, dan
menghasilkan energi kimia yang tersimpan dalam karbohidrat.
3. Komponen konsumen, yaitu organisme heterotrofik misalnya binatang dan
manusia yang makan organisme lain. Jadi, yang disebut sebagai konsumen
adalah semua organisme dalam ekosistem yang menggunakan hasil sintesis (
bahan organic ) dari produsen atau dari organisme lainnya. Berdasarkan
kategori tersebut, maka yang termasuk konsumen adalah semua jenis
binatang dan manusia yang terdapat dalam suatu ekosistem. Konsumen dapat
digolongkan ke dalam :
a. Konsumen pertama adalah golongan herbivora, yaitu binatang yang makan
tumbuhan hijau.
b. Konsumen kedua adalah golongan karnivora kecil dan omnivore. Karnivora
kecil yaitu binatang yang berukuran tubuh lebih kecil dari karnivora besar
dan memakan binatang lain yang masih hidup.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 18


c. Konsumen ketiga adalah golongan karnivora besar ( karnivora tingkat
tinggi ). Karnivora besar yaitu binatang yang memakan atau memangsa
karnivora kecil, herbivora, maupun omnivore. Misalnya singa, harimau,
serigala dan burung rajawali.
d. Mikrokonsumen adalah tumbuhan atau binatang yang hidupnya sebagai
parasit, scavenger dan saproba. Parasit merupakan tumbuhan atau
binatang yang hidupnya bergantung kepada sumber makanan dari
inangnya, sedangkan scavenger dan saproba hidup dengan memakan
bangkai binatang dan tumbuhan yang telah mati.
4. Komponen pengurai, yaitu mikroorganisme yang hidupnya bergantung kepada
bahan organic dari organisme mati ( binatang, manusia dan tumbuhan yang
telah mati ). Mikroorganisme tersebut pada umumnya terdiri atas bakteri dan
jamur.
Berdasarkan tahap dalam proses penguraian bahan organic dari organisme
mati, maka organisme pengurai terbagi atas decomposer dan transformer (
Setiadi, 1993 ). Dekomposer, yaitu mikroorganisme yang menyerang bangkai
hewan dan sisa tumbuhan mati, kemudian memecah bahan organic kompleks ke
dalam ikatan yang lebih sederhana, dan proses dekomposisi itu disebut
humifikasi yang menghasilkan humus. Transformer, yaitu mikroorganisme yang
meneruskan proses dekomposisi dengan mengubah ikatan organic sederhana ke
dalam bentuk bahan anorganik yang siap dimanfaatkan lagi oleh produsen (
tumbuhan ), dan proses dekomposisi ini disebut mineralisasi yang menghasilkan
zat hara. Untuk memahami hubungan antar komponen dalam ekosistem, dapat
dilihat pada skema berikut yang menjelaskan terjadinya proses pemindahan
mineral dan energi sebagai model sederhana tentang siklus materi dan arus
energi.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 19


Gambar : Model sederhana tentang siklus materi dan arus energi dalam
ekosistem

Keterangan :
= siklus materi / mineral
= aliran energi
Matahari

Produsen Konsumen I Konsumen II


Konsumen III
(Tumbuhan) (Herbivora) (Karnivora kecil)
(Karnivora besar)

Sampah organic
( Berasal dari tumbuhan dan hewan mati )

Pembusukan
( oleh mikroba tanah menjadi humus )

Bahan mineral tersedia Mineralisasi oleh mikroba tanah


Dan siap diserap oleh menjadi bahan mineral
Tumbuhan

C. Keseimbangan Dalam Ekosistem


Menurut Irwan ( 1992 ), ekosistem itu mempunyai keteraturan sebagai
perwujudan dari kemampuan ekosistem untuk memelihara diri sendiri, mengatur
diri sendiri, dan dengan sendirinya mengadakan keseimbangan kembali.
Keseimbangan yang terdapat dalam suatu ekosistem disebut homeostatis, yaitu
kemampuan ekosistem untuk menahan berbagai perubahan dalam system secara
keseluruhan.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 20


Homeostatis berasal dari kata homeo yang artinya sama, dan statis yang
artinya berdiri ( Odum, 1993 ). Oleh karena itu, homeostatis itu sesungguhnya
adalah kestabilan yang dinamis, karena perubahan – perubahan yang terjadi
pada ekosistem akan tetap mengarah kepada tercapainya keseimbangan baru.
Keseimbangan ekosistem itu diatur oleh berbagai factor yang sangat kompleks.
Factor – factor yang terlibat dalam mekanisme keseimbangan ekosistem antara
lain mencakup mekanisme yang mengatur penyimpanan bahan – bahan,
pelepasan hara, pertumbuhan organisme dan populasi, proses produksi, serta
dekomposisi bahan – bahan organic.
Berdasarkan uraian tersebut, maka kondisi ekosistem dalam keseimbangan
( homeostatis ) mempunyai arti bahwa ekosistem itu telah mantap atau telah
mencapai klimaks, sehingga ekosistem mempunyai daya tahan yang besar untuk
menghadapi berbagai gangguan yang menimpanya. Daya tahan ekosistem dalam
menghadapi gangguan sangat bergantung kepada usia dari ekosistem tersebut.
Eksosistem muda tentu mempunyai daya tahan yang lebih rendah dibandingkan
dengan ekosistem dewasa.
Daya tahan ekosistem yang besar menunjukan bahwa ekosistem mampu
menghadapi gangguan, sehingga perubahan – perubahan yang terjadi akibat
gangguan itu masih ditolerir bahkan ekosistem mampu pulih kembali dan menuju
kepada kondisi keseimbangan. Berkaitan dengan daya tahan ekosistem seperti
tersebut di atas, di dalam ekologi terdapat istilah yang dikenal dengan daya
lenting. Menurut Soemarwoto ( 1983 ), daya lenting ( resilience ) menunjukan
kemampuan ekosistem untuk pulih setelah terkena gangguan. Makin cepat
kondisi ekosistem itu pulih berarti makin pendek masa pulih, makin banyak
gangguan yang dapat ditanggulangi, berarti makin besar atau makin tinggi daya
lentingnya.
Irwan ( 1992 ) mengemukakan bahwa setiap ekosistem akan memberikan
tanggapan ( respon ) terhadap suatu gangguan. Tanggapan ekosistem terhadap
gangguan dilakukan sesuai dengan daya lentingnya. Menurut Irwan ( 1992 ), daya
lenting merupakan sifat suatu ekosistem yang memberikan kemungkinan
ekosistem tersebut pulih kembali ke keseimbangan semula setelah mengalami
gangguan. Oleh karena itu, suatu ekosistem yang mendapat gangguan ada

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 21


kemungkinan kembali kepada kondisi keseimbangan seperti semula atau juga
berkembang menuju kepada keseimbangan baru yang berbeda dengan kondisi
awal, hal ini bergantung kepada besar kecilnya gangguan yang dialami dan
bergantung kepada besar kecilnya daya lenting yang dimiliki ekosistem.
Gangguan yang jauh melebihi daya lenting suatu ekosistem, akan
menciptakan dinamika yang mengarah kepada terbentuknya kondisi ekosistem
yang menyimpang atau berbeda dengan ekosistem sebelumnya. Resosoedarmo,
dkk ( 1986 ) mengemukakan bahwa kendatipun suatu ekosistem itu mempunyai
daya lenting ( daya tahan ) yang besar, tetapi pada umumnya batas mekanisme
keseimbangan dinamis ( homeostatis ) masih dapat diterobos oleh kegiatan
manusia.

D. Habitat dan Relung


Semua makhluk hidup mempunyai tempat hidup yang disebut habitat.
Kalau kita ingin mencari atau ingin berjumpa dengan suatu organisme tertentu,
maka harus tahu terlebih dahulu tempat hidupnya, sehingga ke habitat itulah
kita pergi untuk mencari atau berjumpa dengan organisme tersebut. oleh sebab
itu, habitat organisme bisa juga disebut alamat organisme itu ( Resosoedarmo
dkk, 1986; Irwan, 1992 ).

Istilah habitat dapat juga dipakai untuk menunjukan tempat tumbuh


sekelompok organisme dari berbagai species yang membentuk suatu komunitas.
Sebagai contoh untuk menyebut tempat hidup suatu padang rumput dapat
menggunakan habitat padang rumput, untuk hutan mangrove dapat
menggunakan istilah habitat hutan mangrove, untuk hutan rawa dapat
menggunakan habitat hutan rawa, dan lain sebagainya. Dalam hal seperti ini,
maka habitat sekelompok organisme mencakup organisme lain yang merupakan
komponen lingkungan ( komponen lingkungan biotic ) dan komponen lingkungan
abiotik.

Menurut Soemarwoto ( 1983 ), habitat suatu organisme itu pada


umumnya mengandung factor ekologi yang sesuai dengan persyaratan hidup
organisme yang menghuninya. Persyaratan hidup setiap organisme merupakan

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 22


kisaran factor – factor ekologi yang ada dalam habitat dan diperlukan oleh setiap
organisme untuk mempertahankan hidupnya. Kisaran factor – factor ekologi bagi
setiap organisme memiliki jarak berbeda, yang pada batas bawah disebut titik
minimum, batas atas disebut titik maksimum, di antara titik minimum dan
maksimum disebut titik optimum. Ketiga titik tersebut dinamakan titik cardinal.

Oleh karena itu, setiap organisme mempunyai habitat yang sesuai dengan
kebutuhannya. Apabila ada gangguan yang menimpa pada habitat akan
menyebabkan terjadi perubahan pada komponen habitat, sehingga ada
kemungkinan habitat menjadi tidak cocok bagi organisme yang menghuninya.
Jadi, apabila kondisi habitat berubah hingga diluar titik minimum dan maksimum
( di luar kisaran factor ekologi ) yang diperlukan setiap organisme di dalamnya,
maka organisme itu dapat mati atau pindah ( migrasi ) ke tempat lain. Jika
perubahan yang terjadi dalam habitat berjalan lambat, misalnya berjalan selama
beberapa generasi, maka organisme yang menghuninya pada umumnya bisa
menyesuaikan diri dengan kondisi yang baru meskipun di luar batas – batas
semula. Melalui proses adaptasi ( penyesuaian diri ) tersebut, lama – lama
terbentuklah ras – ras baru yang mempunyai sifat berbeda dengan sebelumnya.

Di dalam habitat, setiap makhluk hidup mempunyai cara tertentu untuk


hidup. Misalnya, burung yang hidup di sawah ada yang makan serangga, ada yang
makan buah padi, ada yang makan katak, ada juga yang makan ikan. Cara hidup
organisme seperti itu disebut relung atau niche.

Relung ( niche ) menunjukan peranan fungsional dan posisi suatu


organisme dalam ekosistem ( Heddy dkk, 1986 ). Menurut Resosoedarmo, dkk (
1986 ), relung yaitu posisi atau status organisme dalam suatu komunitas atau
ekosistem tertentu. Relung suatu organisme ditentukan oleh tempat hidupnya (
habitat ) dan oleh berbagai fungsi yang dikerjakannya, sehingga dikatakan
sebagai profesi organisme dalam habitatnya. Profesi organisme menunjukan
fungsi organisme dalam habitatnya. Berbagai organisme dapat hidup bersama
dalam satu habitat. Akan tetapi, jika dua atau lebih organisme mempunyai
relung yang sama dalam satu habitat, maka akan terjadi persaingan. Makin besar

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 23


kesamaan relung dari organisme – organisme yang hidup bersama dalam satu
habitat, maka makin intensif persaingannya.

E. Energi Dalam Ekosistem


Energi didefenisikan sebagai kemampuan untuk melakukan usaha/kerja
( Odum, 1993 ). Misalnya, manusia memerlukan energi untuk berjalan, untuk
berpikir, dan untuk aktifivitas lainnya. Bentuk – bentuk energi yang nyata
berguna bagi organisme hidup dapat berupa energi mekanik, energi kimia,,
energi radiasi, dan energi panas.

Energi yang dimiliki oleh setiap organisme hidup adalah energi kimia yang
diperoleh dari makanannya dalam bentuk protein, karbohidrat, lemak dan
sebagainya. Energi tersebut diciptakan pertama kali pada tingkatan produsen ,
yaitu tumbuhan hijau dengan mengubah energi matahari ke dalam bentuk energi
potensial. Energi potensial adalah energi yang tersimpan dan dapat digunakan
untuk melakukan kerja, contohnya protein, karbohidrat, dan lemak. Adapun
energi kinetic merupakan energi yang terlepaskan atau energi yang dibebaskan
oleh organisme berupa energi gerak.

1. Hukum Termodinamika
Perlu diketahui bahwa energi di alam bebas atau di dalam ekosistem ini
tunduk pada hukum termodinamika, yaitu :

a. Hukum Termodinamika I
Hukum termodinamika I berbunyi “ energi dapat diubah dari satu
bentuk energi ke bentuk energi lain, tetapi tidak pernah dapat diciptakan
atau dimusnahkan “. Misalnya, energi cahaya sebagai contoh bentuk energi
dapat diubah menjadi energi kinetic, dapat diubah menjadi energi panas, dapat
diubah menjadi energi potensial dalam suatu makanan bergantung pada
keadaan, tetapi tak satu pun dari energi tersebut dimusnahkan. Memang hukum
tersebut bertanggungjawab untuk menerangkan bahwa energi itu dapat diubah –
ubah bentuknya, dan semua energi yang memasuki organisme, populasi, atau
ekosistem dapat dianggap sebagai energi yang tersimpan atau terlepaskan. Jadi,

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 24


organisme dapat dianggap sebagai salah satu komponen pengubah energi dalam
system ekologi.

b. Hukum Termodinamika II
Hukum termodinamika II berbunyi “ setiap terjadi perubahan bentuk
energi, pasti terjadi degradasi energi dari bentuk energi yang terpusat
menjadi bentuk energi yang terpencar, dan di dalam proses transformasi
energi selalu melepaskan panas dalam bentuk energi yang tidak dapat
digunakan “. Misalnya, benda yang panas akan menyebarkan panasnya ke
lingkungan yang suhunya lebih rendah. Contoh berikutnya adalah dalam proses
fotosintesis tidak semua energi radiasi matahari yang diterima oleh tumbuhan
hijau diubah menjadi energi kimia ( energi potensial ) dalam bentuk pangan (
Karbohidrat, protein dan lemak ), tetapi sebagian dari energi itu dilepaskan ke
lingkungan sebagai energi panas. Oleh karena itu, tidak ada system pengubahan
energi yang berjalan secara efisien.
Hukum ini berguna untuk menerangkan bahwa meskipun energi itu tidak
pernah hilang dari system alam, tetapi energi tersebut sebagian akan terus
berubah menjadi bentuk energi yang kurang bermanfaat. Misalnya, suatu energi
yang diambil binatang dari tumbuhan atau binatang lain biasanya dalam bentuk
makanan padat dan bermanfaat untuk keperluan hidupnya. Akan tetapi,
sebagian dari energi itu akan keluar dari tubuh binatang berupa energi panas
karena melakukan kegiatan. Energi panas inilah merupakan energi yang terbuang
tanpa guna.

2. Rantai Makanan
Rantai makanan, yaitu transfer atau pemindahan energi dari sumbernya
melalui serangkaian organisme yang dimakan dan yang memakan ( Odum, 1993 ).
Mengingat energi makanan itu ada dalam bentuk energi kimia atau energi
potensial, dan di dalamnya mengandung energi dan materi, maka rantai
makanan dapat didefenisikan sebagai transfer atau pemindahan energi dan
materi melalui serangkaian organsime.
Di dalam suatu ekosistem hanya tumbuhan hijau yang mampu menangkap
energi radiasi matahari dan mengubahnya ke dalam bentuk energi kimia dalam

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 25


tubuh tumbuhan. Energi tersebut sebagian digunakan untuk dirinya sendiri dan
sebagian lagi merupakan sumber daya yang dimanfaatkan oleh herbivore.
Herbivore dimangsa oleh karnivora, dan karnivora dimangsa oleh karnivora
lainnya, demikian seterusnya sehingga terjadilah proses pemindahan energi dan
materi dari satu organisme ke organisme lain dan ke lingkungannya.
Dari hasil tersebut dapat terlihat bahwa suatu kehidupan dapat
menyokong kehidupan lainnya. Dengan kata lain, dari satu organisme ke
organisme yang lain terbentuk suatu rantai yang disebut dengan rantai makanan.
Semakin pendek rantai makanan, maka semakin dekat jarak antara organisme
pada permulaan rantai dan organisme pada ujung rantai, sehingga semakin besar
energi yang tersimpan dalam tubuh organisme di ujung rantai makanan.
Pada prinsipnya, rantai makanan dapat dibedakan ke dalam tiga kelompok
sebagai berikut :
1. Rantai pemangsa, yaitu pemindahan energi dan materi dari produsen (
tumbuhan ) ke binatang kecil, kemudian ke binatang yang besar, dan berakhir
pada binatang paling besar.
2. Rantai parasit, yaitu pemindahan energi dan materi dari organisme besar ke
organisme kecil.
3. Rantai saprofit, yaitu pemindahan energi dan materi dari organisme mati (
bahan organic ) ke mikroorganisme atau jasad renik.

3. Jaring Makanan
Jaring makanan, yaitu gabungan dari berbagai rantai makanan ( Odum,
1993 ). Semua rantai makanan dalam suatu ekosistem tidak berdiri sendiri,
melainkan saling berkaitan antar rantai makanan. Bahkan di dalam ekosistem,
ketiga kelompok rantai makanan saling berkaitan. Dengan kata lain, jika tiap –
tiap rantai makanan yang ada di dalam ekosistem disambung – sambungkan dan
membentuk gabungan rantai makanan yang lebih kompleks, maka terbentuk
jaring makanan.

Jaring makanan dalam suatu ekosistem dapat menggambarkan kestabilan


ekosistem tersebut. makin banyak rantai makanan dan makin besar kemungkinan
terbentuknya gabungan dalam jarring makanan, akan menunjukan kestabilan

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 26


ekosistem makin tinggi. Oleh karena itu, untuk menjaga kestabilan ekosistem, di
dalam setiap kegiatan pengelolaan sumber daya alam tidak diperkenankan
memutuskan rantai makanan yang ada, apalagi menghilangkan satu atau lebih
rantai makanan yang ada dalam ekosistem.

4. Tingkat Trofik
Dalam ekosistem alam dikenal adanyan tingkat trofik suatu kelompok
organisme. Menurut Heddy dkk. ( 1986 ), tingkat trofik menunjukan urutan
organisme dalam rantai makanan pada suatu ekosistem. Oleh karena itu,
berbagai organisme yang memperoleh sumber makanan melalui langkah yang
sama dianggap termasuk ke dalam tingkat trofik yang sama.
Berdasarkan atas pemahaman tingkat trofik, maka organisme dalam
ekosistem dikelompokan sebagai berikut :
a. Tingkat trofik I, yaitu semua organisme yang berstatus sebagai produsen.
b. Tingkat trofik II, yaitu semua organisme yang berstatus sebagai herbivora (
konsumen primer ).
c. Tingkat trofik III, yaitu semua organisme yang berstatus sebagai karnivora
kecil ( konsumen sekunder ).
d. Tingkat trofik IV, yaitu semua organisme yang berstatus sebagai karnivora
besar ( karnivora tingkat tinggi ).
e. Tingkat trofik V, yaitu semua organisme yang berstatus sebagai perombak
( decomposer dan transformer ) atau semua mikroorganisme.

5. Struktur Trofik dan Piramida Ekologi


Menurut Odum ( 1993 ), fenomena interaksi yang terjadi dalam rantai
makanan dan hubungan antara ukuran organisme dan metabolismenya
menghasilkan berbagai komunitas dengan struktur trofik tertentu. Oleh karena
itu, setiap tipe ekosistem, misalnya danau, hutan, terumbu karang, dan padang
rumput akan memiliki struktur trofik dengan sifat tertentu.

Struktur trofik dapat diukur dan dideskripsikan dengan istilah biomassa (


standing crop ) per satuan luas, atau dengan pernyataan jumlah energi yang
terikat per satuan luas waktu pada setiap tingkat trofik secara berurutan. Jika

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 27


diperhatikan bahwa setiap tahap dalam rantai makanan akan ada sejumlah
energi yang hilang karena tidak asimilasi atau lepas sebagai panas, sehingga
organisme yang berada pada ujung tingkat trofik akan memperoleh energi lebih
kecil. Dengan kata lain, jika makin panjang rantai makanan, energi yang tersedia
bagi kelompok organisme yang terakhir semakin kecil ( sedikit ). Apabila
energi yang tersedia dalam suatu rantai makanan itu disusun secara berurutan
berdasarkan urutan tingkat trofik, maka membentuk sebuah kerucut yang
dikenal dengan piramida ekologi.
Dengan demikian, sesungguhnya piramida ekologi itu merupakan susunan tingkat
trofik ( tingkat nutrisi atau tingkat energi ) secara berurutan menurut rantai
makanan atau jarring makanan dalam ekosistem.

Odum ( 1993 ) dan Resosoedarmo dkk. ( 1986 ) menyatakan bahwa


piramida ekologi itu dapat menggambarkan ( secara grafik ) struktur trofik dan
fungsi trofik. Struktur dan fungsi trofik dapat terlihat pada masing – masing tipe
piramida.

Piramida ekologi dapat digolongkan ke dalam tiga tipe piramida, yaitu :


1. Piramida jumlah, yaitu piramida yang menggambarkan terjadinya penurunan
jumlah individu organisme pada tiap tahap tingkatan trofik. Jadi, dalam
piramida jumlah itu yang dilukiskan adalah jumlah individu organisme yang
berada pada tiap tingkat trofik. Pada umumnya herbivora lebih besar atau
lebih kuat daripada produsen, karnivora sekunder lebih besar atau lebih kuat
daripada herbivora, dan seterusnya. Oleh karena itu, jika ukuran atau
kekuatan organisme makin bertambah pada tiap tingkat trofik, maka jumlah
organisme pada tiap tingkat trofik secara berurutan makin kurang kecuali
untuk tingkat pengurai. Bentuk piramida jumlah ini dapat dilihat sebagai
berikut :

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 28


Karnivora besar

Karnivora kecil

Herbivora

Produsen

Gambar : Piramida jumlah individu organisme dalam suatu ekosistem


2. Piramida biomassa, yaitu piramida yang menggambarkan terjadinya
penurunan atau peningkatan biomassa organisme pada tiap tahap tingkatan
trofik. Piramida biomassa pada ekosistem daratan dan perairan terjadi
perbedaaan bentuk. Pada ekosistem daratan memiliki jumlah organisme
produsen yang lebih banyak dibandingkan jumlah organisme konsumen pada
tiap tingkat trofik, dan siklus hidup organisme produsen pada umumnya lebih
panjang, maka biomassa semua produsen pada setiap waktu lebih besar,
sedangkan biomassa konsumen makin kecil menuju ke puncak piramida.
Adapun pada ekosistem perairan memiliki piramida biomassa terbalik karena
biomassa konsumen selalu lebih besar daripada biomassa produsen.
Bentuk piramida biomassa ini dapat dilihat sebagai berikut :

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 29


Karnivora besar

Karnivora kecil
Karnivora besar
Herbivora
Karnivora kecil
Produsen
Herbivora

Produsen

Ekosistem daratan
Ekosistem perairan

Gambar : Piramida biomassa organisme dalam suatu ekosistem

3. Piramida energi, yaitu piramida yang menggambarkan terjadinya penurunan


energi pada tiap tahap tingkatan trofik. Pada setiap urutan tingkat trofik
terjadi kehilangan energi. Kehilangan energi yang terjadi pada setiap urutan
tingkat trofik itu dapat dipahami melalui Hukum termodinamika II bahwa
setiap ada perubahan energi akan menimbulkan hilangnya energi yang
dipakai. Akibat kehilangan energi inilah maka total jumlah energi pada tiap
tingkat trofik lebih rendah dari tingkat trofik sebelumnya dan umumnya jauh
lebih rendah. Energi pada herbivora dalam suatu komunitas atau ekosistem
lebih rendah daripada produsen dalam komunitas atau ekosistem yang sama,
dan seterusnya, sehingga bentuk piramida energi adalah piramida tegak.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 30


Karnivora besar

Karnivora kecil

Herbivora

Produsen

Gambar : Piramida energi dalam suatu ekosistem

F. Siklus Biogeokimia
Semua unsur kimia di alam akan beredar melalui jalan tertentu dari
lingkungan ke organisme atau makhluk hidup dan kembali lagi ke lingkungan.
Semua bahan kimia dapat beredar berulang – ulang melewati ekosistem secara
tak terbatas. Jika suatu organisme itu mati, maka bahan organic yang terdapat
pada tubuh organisme tersebut akan dirombak menjadi komponen abiotik dan
dikembalikan lagi ke dalam lingkungan. Peredaran bahan abiotik dari lingkungan
melalui komponen biotic dan kembali lagi ke lingkungan dikenal sebagai siklus
biogeokimia.

Unsur – unsur kimia yang ada di alam kemungkinan terdapat dalam bentuk
padat berupa garam – garam mineral, dalam bentuk cair, dan gas yang dapat
disintesis oleh tetumbuhan menjadi berbagai senyawa organic seperti
karbohidrat, protein, nucleoprotein, asam dioksiribonukleat ( DNA ), asam
ribonukleat ( RNA ), dan senyawa lainnya yang menyusun tubuh organisme. Unsur
abiotik tersebut memasuki sel melalui media air yang berperan sebagai pembawa
semua gas dan garam mineral yang larut. Banyaknya air lebih kurang 20 % - 99 %
dari bobot segar tetumbuhan yang masuk ke dalam tubuh tetumbuhan, melalui
system perakaran membawa unsur – unsur hara yang berguna untuk
pertumbuhan. Di dalam tubuh tetumbuhan, setiap bentuk hasil metabolisme

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 31


juga diangkut melalui media air. Dengan demikian, air mempunyai peranan
penting dalam proses kehidupan di dalam ekosistem.

Siklus biogeokimia dikelompokan ke dalam tipe siklus gas ( gas karbon,


nitrogen, belerang ), siklus padatan/sedimen ( fosfor ) dan siklus air
(hidrologi ).

a. Siklus Karbon
Karbon merupakan salah satu unsur yang mengalami daur dalam
ekosistem. Dimulai dari karbon yang ada di atmosfer berpindah melalui
tumbuhan hijau, konsumen, dan organisme pengurai, kemudian kembali ke
atmosfer. Di atmosfer karbon terikat dalam bentuk senyawa karbondioksida (
CO2 ).
Karbondioksida merupakan bagian udara esensial yang dapat
mempengaruhi radiasi panas dari bumi, dan dapat membentuk persediaan
karbon anorganik. Proses fotosintesis yang terjadi pada tumbuhan hijau
merupakan proses pengubahan karbondioksida sebagai karbon anorganik menjadi
karbohidrat sebagai senyawa hidrokarbon yang dalam hal pengubahan karbon
disebut juga senyawa karbon organic dalam tubuh tumbuhan disertai dengan
penyimpanan energi yang bersumber dari radiasi matahari, sehingga dalam tubuh
tumbuhan tersimpan energi yang disebut energi biokimia tersimpan bersama
dengan senyawa organic kompleks.

Dalam aktivitas fisiologi tumbuhan, sebagian karbon organic akan terurai


dan CO2 dibebaskan lagi ke udara melalui respirasi, sebagian karbon organic
lainnya diubah menjadi senyawa organic kompleks dalam tubuh tumbuhan
selama pertumbuhannya. Senyawa organic tersebut akan ditransfer ke dalam
tubuh konsumen melalui proses interaksi dalam rantai maupun jarring makanan,
sehingga sebagian dari senyawa karbon organic akan tetap berada dalam tubuh
konsumen ( manusia, binatang/hewan ) sampai mati.

Setelah produsen dan konsumen mati, maka senyawa organic akan segera
terurai lagi melalui proses penguraian/dekomposisi oleh organisme pengurai dan
karbon akan dilepas sebagai CO2 ke alam dan masuk ke udara atau ke dalam air.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 32


Akan tetapi ada sebagian bahan organic yang kadang – kadang tidak bisa terurai
dalam proses dekomposisi sehingga memerlukan waktu yang sangat lama dan
kemudian akan berubah menjadi batu kapur, arang dan minyak yang dalam hal
ini disebut bahan bakar fosil.

Gambar : Siklus Karbon di alam

Pada setiap ekosistem jumlah karbon yang tersimpan berbeda – beda, hal
ini disebabkan perbedaan keanekaragaman dan kompleksitas komponen yang
menyusun ekosistem. Kompleksitas ekosistem akan berpengaruh kepada cepat
atau lambatnya siklus karbon yang melalui setiap komponennya. Pada ekosistem
hutan hujan tropis keanekaragaman biota ( termasuk species tumbuhan ) sangat
tinggi, sehingga pengembalian karbon organic ke dalam tanah berjalan dengan
cepat, dan karbon yang tersimpan dalam biomassa tumbuhan lebih besar
dibandingkan dengan ekosistem lainnya ( ekosistem hutan iklim sedang, padang
rumput iklim sedang, dan ekosistem gurun ).

Pada ekosistem dengan komunitas tumbuhannya sempurna dan


keanekaragaman spesies tumbuhannya tinggi, maka produksi karbondioksida baik
oleh organisme pengurai, proses respirasi, maupun penggunaan bahan bakar fosil
akan diimbangi oleh proses pengikatan/fiksasi karbondioksida oleh tetumbuhan.
Hal demikian menyebabkan ekosistem hutan hujan tropis memiliki kemampuan

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 33


yang lebih besar dalam mereduksi pencemaran udara khususnya yang disebabkan
gas karbon di udara. Telah diketahui bahwa meningkatnya kandungan
karbondioksida di udara akan menyebabkan kenaikan suhu bumi yang terjadi
karena efek rumah kaca, panas yang dilepaskan dari bumi diserap oleh
karbondioksida di udara dan dipancarkan kembali ke permukaan bumi, sehingga
proses tersebut akan memanaskan bumi.

Oleh karena itu, keberadaan ekosistem hutan memiliki peranan penting


dalam mengurangi gas karbondioksida yang ada di udara melalui pemanfaatan
gas karbondioksida dalam proses fotosintesis oleh komunitas tumbuhan hutan.

b. Siklus Nitrogen
Nitrogen merupakan unsur yang penting dalam kehidupan. Unsur dari
asam amino yang membentuk protein dan nukleosida, serta sebagai bahan
penting yang membentuk asam inti di dalam sel.
Sumber utama nitrogen ( N2 ) adalah udara, sedangkan organisme hidup
memperoleh nitrogen dalam bentuk garam nitrat kemudian diasimilasikan pada
sitoplasma dalam bentuk protein sebagai cadangan pangan ( Odum, 1993 ).
Menurut Turk ( 1985 ) dan Kilham ( 1996 ) bahwa di alam ini terdapat tiga
gudang nitrogen yaitu udara, senyawa anorganik ( misalnya nitrat, nitrit, dan
amonial ), dan senyawa organic ( protein, urine, dan asam urine ). Cadangan
nitrogen anorganik adalah gas N2 di udara yang merupakan komponen terbanyak
di udara ( 78 % ).
Organisme yang bisa memanfaatkan secara langsung nitrogen udara sangat
sedikit. Tetumbuhan dapat mengisap nitrogen dalam bentuk nitrat ( NO 3 ).
Pengubahan nitrogen dari nitrogen bebas di udara menjadi nitrat dapat
berlangsung baik secara biologi maupun secara kimia, dan prose situ disebut
pengikatan ( fiksasi ) nitrogen.
Pengikatan nitrogen secara biologi dapat dilakukan oleh bakteri
nonsimbiotik, bakteri simbiotik, dan ganggang hijau biru. Nitrat ( NO 3 ) yang
terdapat di dalam tanah dan air pada umumnya terjadi karena pengikatan
nitrogen secara biologi. Bakteri nonsimbiotik ( bakteri bebas ) yang berperan
dalam pengikatan nitrogen secara biologi adalah Azotobacter chroococcum, A.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 34


beijerinckii, A. vinelandii, A. agilis, A. indicum, Bacillus sacharobutyricus, B.
asterosporus, Clostridium pasteurianum, Klebsiella spp., Beijerinckia spp.,
Derxia spp., Diplococcus pneumonia, Aerobacter aerogenes, dan Rhodospirillum
spp., sedangkan ganggang hijau biru yang berperan dalam pengikatan nitrogen
secara biologi adalah Nostoc dan Anabaena. Menurut Kilham (1996 ) pengikatan
nitrogen oleh organisme tersebut dapat memberikan masukan nitrogen ke dalam
tanah lebih kurang sebesar 5 – 30 kg/ha/tahun.
Bakteri simbiotik yang berperan dalam pengikatan nitrogen secara biologi
adalah genus Rhizobium misalnya : Rhizobium trifolii, R. meliloti, R.
leguminosarum, R. phaseoli, R. japonikum, dan R. speciosa. Bakteri pengikat
nitrogen tersebut hidup bersimbiosis dengan akar tumbuhan polong – polongan
membentuk bintik akar. Bakteri Rhizobium, selain bersimbiosis dengan akar
polong – polongan, juga bersimbiosis dengan akar Pinus spp., Ginkyo biloba,
Araucaria spp., Alnus spp., Casuarinas pp., Myrica spp., Ceanothus spp.,
Coriaria spp., Eleagnus spp., Hippophae spp., Phycotria spp., dan Sheperdia
spp. Menurut Kilham (1996 ) pengikatan nitrogen oleh organisme tersebut dapat
memberikan masukan nitrogen ke dalam tanah lebih kurang sebesar 400
kg/ha/thn terutama yang bersimbiosis dengan tetumbuhan polong – polongan
tropis.
Nitrat ( NO3 ) yang telah diabsorpsi oleh akar tanaman, maka selanjutnya
nitrogen akan disintesis menjadi protein tanaman kemudian herbivore yang
makan tetumbuhan akan mengubah protein tersebut menjadi protein hewani.
Tumbuhan dan hewan yang telah mati akan terdekomposisi, sehingga protein
nabati dan protein hewani diuraikan menjadi ammonia dan asam amino.
Demikian pula kotoran – kotoran binatang akan diuraikan menjadi ammonia dan
asam amino.
Penguraian protein pada bahan organic yang terdekomposisi menjadi asam
amino dan ammonia disebut amonifikasi. Organisme yang bertanggung jawab
dalam amonifikasi pada umumnya adalah golongan cendawan pelapuk dan
bakteri, yaitu Bacillus subtilis dan Bacillus mesenterilus.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 35


Gambar : Siklus Nitrogen di alam

Pengubahan ammonia menjadi nitrit dan nitrat disebut nitrifikasi.


Nitrifikasi melibatkan bakteri Nitrosomonas, Nitrospira, Nitrosogloea,
Nitrococcus, Nitrocystis, dan Nitrobacter. Proses selanjutnya adalah
denitrifikasi, yaitu pengubahan nitrat menjadi gas nitrogen yang melibatkan
peran beberapa bakteri antara lain Bacillus cereus, B.licheniformis,
Pseudomonas denitrificans, Thiobacillus denitrificans, Micrococcus, dan
Achromobacter.
Adapun pengikatan nitrogen secara kimiawi dikenal sebagai proses
pengikatan elektrokimia yang memerlukan energi dari halilintar. Pada proses ini
halilintar melalui udara memberikan energi yang cukup untuk menyatukan
nitrogen dan oksigen sehingga terbentuk nitrogen dioksida ( NO2 ), kemudian gas
nitrogen dioksida bereaksi dengan air membentuk asam nitrat. Sebagian ion
nitrat ( NO3- ) diserap oleh akar tanaman, sebagian asam nitrat akan mengalami
denitrifikasi, dan sebagian asam nitrat yang lainnya menumpuk pada endapan.

c. Siklus Belerang
Di atmosfer, belerang terdapat dalam bentuk gas SO2 yang dibentuk
selama ada aktivitas vulkanis dan pembakaran bahan bakar fosil. Selain itu,
belerang juga terdapat dalam bentuk gas H2S yang dibentuk sebagai akibat
proses pembusukan bahan organic atau proses pembusukan yang terjadi dalam
tanah atau air. Unsur belerang dapat tersedia bagi tumbuhan dalam bentuk

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 36


anion sulfat ( SO42- ) di tanah. di dalam tanah, belerang di dapat dalam bentuk
sulfat, sulfide dan belerang anorganik. Sumber belerang yang memasuki
atmosfer berasal dari aktivitas vulkanis ( misalnya gunung meletus ), penggunaan
bahan bakar fosil untuk kepentingan industry, transportasi, atau rumah tangga (
misalnya penggunaan batu bara dan minyak bumi ) serta dari proses pembusukan
bahan organic oleh organisme mikro.

Gambar : Siklus Belerang di alam

Aktivitas vulkanis dan penggunaan bahan bakar fosil akan melepaskan


belerang ke atmosfer dalam bentuk gas SO2. Gas SO2 di udara akan mengalami
oksidasi membentuk gas sulfat ( SO4 ). Adapun dalam proses pembusukan bahan
organic yang dilakukan oleh organisme mikro akan melepaskan belerang, baik ke
atmosfer maupun ke dalam tanah dalam bentuk H2S.
Organisme pengurai yang berperan merombak protein dalam bahan
organic dan melepaskan H2S adalah Aspergillus spp., Neurospora spp.,
Escherichia spp., dan Proteus spp., sedangkan organisme pengurai yang berperan
merombak karbohidrat dalam bahan organic adalah Vibrio desulphuricans,
Aerobacter, dan Desulphovibrio. Gas H2S tersebut akan mengalami oksidasi di
atmosfer membentuk gas sulfat SO4. Gas sulfat akan kembali memasuki system
tanah bersama dengan presipitasi. Oleh karena itu, jika kandungan gas sulfat di

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 37


udara sangat banyak, maka presipitasi yang dihasilkan akan sangat asam dan
disebut sebagai hujan asam.

d. Siklus Fosfor
Fosfor merupakan bagian penting dari protoplasma. Unsur tersebut
biasanya diserap tanaman dalam bentuk H2PO4-, HPO42-, dan PO43-. Unsur fosfor
merupakan salah satu unsur utama dalam pupuk komersial, sehingga industry
pupuk fosfat sangat berperan dalam menjalankan siklus fosfor karena bahan
baku pupuk fosfat adalah batu – batuan fosfat yang tersedia di alam.
Secara alami, keberadaan fosfor di alam berasal dari pelapukan batuan
mineral atau batuan fosfat, sebagian lagi berasal dari pelapukan bahan organic.
Namun demikian pada kondisi alami, fosfor yang tersedia bagi organisme
khususnya yang dapat dimanfaatkan oleh tetumbuhan jauh lebih rendah daripada
nitrogen. Rasio fosfor terhadap nitrogen dalam air adalah 1 : 23, sehingga fosfor
sering menjadi factor pembatas bagi pertumbuhan tetumbuhan dan organisme
lainnya.
Gambar : Siklus Fosfor di alam

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 38


Selain batu – batuan fosfat, terdapat juga deposit – deposit fosfat dalam
jumlah banyak yang bersumber dari kotoran maupun tulang – tulang hewan,
misalnya ikan laut dan burung - burung merupakan hewan yang ikut bertanggung
jawab terhadap terbentuknya deposit fosfat. Meskipun sumber fosfor di alam
cukup banyak, akan tetapi tetumbuhan masih dapat mengalami kekurangan
fosfor karena sebagian besar fosfor terikat secara kimia oleh unsur lainnya dan
sukar larut di dalam air, sehingga diperkirakan hanya 1 % fosfor yang dapat
dimanfaatkan oleh tetumbuhan.
Fosfor terdapat dalam seluruh sel tumbuhan yang fungsinya antara lain
membentuk asam nukleat untuk menyimpan dan memindahkan energi,
Adenosine Tri Fosfat dan Adenosin Di Fosfat untuk merangsang pembelahan sel,
membantu proses asimilasi dan respirasi.

e. Siklus Air
Gudang air terbesar di alam adalah samudra, akan tetapi masih banyak
gudang – gudang air lainnya di permukaan bumi yang berupa badan – badan
perairan seperti danau, rawa, waduk dan sungai. Dari gudang – gudang air
tersebut air akan menguap ke udara ( Evaporasi ) kemudian membentuk awan,
dan akhirnya turun lagi ke bumi dalam bentuk presipitasi ( hujan ), sehingga air
akan mencapai ke seluruh permukaan bumi melalui presipitasi dan terus akan
bergerak lagi masuk ke bumi, mengalir ke sungai, ke danau, ke laut, menguap,
dan seterusnya sesuai dengan siklusnya.
Di dalam siklus air ( siklus hidrologi ), air akan berpindah melalui berbagai
tahap proses yang sangat kompleks, apalagi pada permukaan bumi yang
bervegetasi seperti hutan maka proses hidrologi menjadi lebih kompleks. Dalam
siklus air, pohon merupakan media pemindahan ( transfer ) air hujan ke tanah
melalui proses penahanan sementara air hujan oleh tajuk pohon, aliran batang,
dan air lolos, serta sebagai pemindahan air dari dalam tanah ke vegetasi dan ke
atmosfer melalui evapotranspirasi.
Butir – butir air hujan yang jatuh ditahan oleh tajuk pohon, sehingga tidak
langsung menimpa tanah. penahanan air hujan oleh tajuk pohon akan
mengurangi resiko tetesan langsung ke tanah, sehingga aliran permukaan ( air

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 39


yang mengalir di permukaan tanah ) dapat dikendalikan. Air hujan yang ditahan
oleh tajuk pohon, sebagian dialirkan perlahan – lahan melalui batang yang
disebut sebagai aliran batang ( stem flow ), sebagian jatuh langsung dari tajuk
atau melalui penetesan dari daun dan cabang – cabang pohon yang disebut
sebagai air lolos ( through fall ), dan sebagaian lagi tertahan sementara oleh
tajuk kemudian diuapkan kembali ke udara yang disebut sebagai air intersepsi.
Pada daerah yang bervegetasi pohon, air lolos dan aliran batang merupakan
bagian dari presipitasi yang sampai ke permukaan tanah dan masuk ke dalam
tanah melalui proses infiltrasi.

Gambar : Siklus Air di alam

Infiltrasi air hujan pada daerah bervegetasi akan lebih besar bila
dibandingkan dengan daerah yang tidak bervegetasi, sebab vegetasi tersebut
menghasilkan serasah yang dapat meningkatkan porositas tanah. meningkatnya
infiltrasi dan perkolasi tanah ( peristiwa bergeraknya air ke bawah dalam
profil tanah ) berdampak positif terhadap meningkatnya muka air tanah. jika
muka air meningkat, maka akan mengurangi kekeringan dan mencegah
terjadinya kekeringan pada musim kemarau, sedangkan berkurangnya aliran
permukaan menyebabkan berkurangnya erosi, berkurangnya sedimentasi,
mencegah tanah lonsor dan bahaya banjir dapat terkendali.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 40


G. Ketergantungan Dalam Ekosistem
Ketergantungan hidup tetumbuhan terjadi secara kompleks mirip dengan
ketergantungan hidup yang terjadi dalam masyarakat manusia dengan segala
bentuk kelas social mereka. Oleh karena itu, species – species tumbuhan yang
mengalami ketergantungan hidup dalam masyarakat tetumbuhan akan
membentuk golongan – golongan ekologi, sehingga anggota dari golongan ekologi
yang sama akan memiliki bentuk kehidupan dan pola hubungan dengan
lingkungan yang serupa. Golongan ekologi tetumbuhan yang mengalami
ketergantungan hidup disebut synusiae.
Synusiae adalah suatu golongan tetumbuhan yang mempunyai bentuk
kehidupan serupa, menduduki relung yang sama, dan memainkan peran yang
serupa. Synusiae juga didefenisikan sebagai kumpulan individu – individu species
yang secara ekologi memiliki tuntutan kebutuhan hidup serupa pada suatu
habitat, meskipun secara taksonomi individu species tersebut berbeda.

Di dalam kehidupan ekosistem terdapat saling ketergantungan antara satu


species tumbuhan dengan species tumbuhan lainnya, misalnya dalam hal
naungan, air, hara, mineral, dan relung, sehingga keterkaitan atau
ketergantungan antara satu tumbuhan dengan tumbuhan lainnya dapat saling
menguntungkan, juga dapat saling merugikan atau mematikan. Adapun contoh
bentuk hubungan ketergantungan tetumbuhan antara lain :

1. Epifit
Epifit merupakan semua tumbuhan yang menempel dan tumbuh pada
tumbuhan lain untuk mendapat sinar matahari dan air. Epifit tidak bergantung
pada bahan makanan yang berasal dari tumbuhan yang ditempeli, karena dia
mendapatkan unsur hara dari mineral – mineral yang terbawa oleh udara, air
hujan, atau aliran batang dan cabang tumbuhan lain. Epifit mampu melakukan
proses fotosintesis untuk pertumbuhan dirinya, sehingga dia bukan parasit.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 41


2. Tumbuhan Parasit
Tumbuhan parasit adalah tumbuhan yang hidup menempel pada tumbuhan
lain dan mengambil makanan dari tumbuhan inang.
Tumbuhan parasit dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
a. Tumbuhan semi parasit ( semiparasites atau partial parasites ), yaitu
tumbuhan parasit yang hidup dengan suplai sebagian makanan dari inangnya
dan sebagian dari fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan parasit itu
sendiri.
b. Tumbuhan parasit sempurna ( total parasites ), yaitu tumbuhan parasit yang
hidup sepenuhnya bergantung pada suplai makanan dari tumbuhan inang,
bahkan dapat merusak tumbuhan inang dengan cara memakan jaringan dan
melepaskan racun.

3. Mikoriza
Mikoriza merupakan bentuk hubungan simbiosis mutualisme antara
cendawan ( mykos ) dengan perakaran ( rhyzos ) tumbuhan.
Berdasarkan cara menginfeksi pada akar tumbuhan inang, Mikoriza
dikelompokkan ke dalam tiga golongan yaitu : ektomikoriza, endomikoriza dan
ektendomikoriza.

4. Nodul Akar
Nodul akar atau bintil akar adalah bentuk simbiosis mutualisme antara
bakteri Rhizobium spp. Dengan akar tumbuhan. Rhizobium adalah bakteri yang
memiliki kemampuan menambat nitrogen dari udara dalam proses yang disebut
fiksasi biologis.

5. Tumbuhan Pencekik
Tumbuhan Pencekik ( strangler ) adalah species tumbuhan yang pada
awalnya hidup sebagai epifit pada suatu pohon, setelah akar – akarnya mencapai
tanah dan dapat hidup sendiri lalu mencekik, bahkan dapat membunuh pohon
tempat bertumpu. Tumbuhan jenis ini pada masa pertumbuhannya dan masih
berstatus sebagai epifit mengeluarkan akar – akar gantung yang tampak sangat
menarik, bagaikan hiasan pada pohon inangnya. Akan tetapi lama kelamaan,
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 42
akar gantung itu semakin menjulur ke bawah, dan bila telah menancap di tanah,
maka akar – akar itu mulai menunaikan tugasnya mengisap zat hara dan bahan
organic dari dalam tanah. kemudian akar – akar tadi akan berkembang menjadi
batang dan bersatu mencekik pohon induk.

6. Liana
Liana merupakan species tumbuhan merambat. Tumbuhan ini memiliki
batang yang tidak beraturan dan lemah, sehingga tidak mampu mendukung
tajuknya. Liana berkayu di hutan – hutan merupakan bagian vegetasi yang
membentuk lapisan tajuk hutan dan mampu mendesak tajuk – tajuk pohon
tempat bertumpu. Tajuk tumbuhan liana juga mengisi lubang – lubang tajuk
hutan di antara beberapa pohon dalam tegakan hutan agar mendapatkan sinar
matahari sebanyak – banyaknya, sehingga liana akan memperapat dan
mempertebal lapisan tajuk pada stratum atas.

7. Hewan Hutan atau Satwa Liar


Hewan hutan atau satwa liar merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dengan masyarakat tumbuhan. Hewan tersebut selain sebagai
konsumen untuk sumber makanannya, juga menggunakan tumbuhan untuk
tempat beraktivitas khususnya hewan arboreal ( misalnya monyet, tupai,
siamang, dll ) yang sebagian besar aktivitas hidupnya di atas pohon. Hewan –
hewan tersebut keberadaannya sangat dibutuhkan juga untuk membantu proses
penyerbukan bunga dalam dan penyebaran biji atau buah sehingga proses
regenerasi alami dari tetumbuhan dapat berjalan dan tersebar merata di dalam
habitatnya.

H. Interaksi Tumbuhan Dalam Ekosistem


Dalam suatu ekosistem berbagai jenis tumbuhan dan organisme lain hidup
bersama – sama dan saling berinteraksi. Dalam suatu komunitas, misalnya hutan,
bermacam – macam komunitas tumbuhan, seperti pohon, perdu, semak, herba,
lumut dan sebagainya, tumbuh dan berkembang, berinteraksi satu dengan
lainnya dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 43


Pepohonan di hutan yang tajuk atau kanopinya menaungi tumbuhan lain
akan berinteraksi dengan tumbuhan perdu, lumut, epifit atau herba yang
tumbuh di bawah tajuk atau sekitarnya, Karena dapat mengurangi intensitas
cahaya yang diterima tumbuhan tersebut. Mikrobiota seperti jamur, bakteri,
alga atau virus yang terdapat di tanah atau hidup disekitar pohon akan
berinteraksi dan mempengaruhi pepohonan dengan berbagai cara. Penguraian
atau dekomposisi dari tumbuhan yang mati akan memberi dan menambahkan
bermacam – macam senyawa organic dan anorganik ke dalam tanah dan
sekitarnya. Demikian pula dengan hewan yang terdapat disekitarnya akan
berasosiasi dengan pohon atau tumbuhan lainnya, dan akan mempengaruhinya.
Dengan kata lain, pada dasarnya tetumbuhan selain berinteraksi dengan habitat
dan lingkungannya, juga akan berinteraksi dengan seluruh makhluk hidup yang
terdapat disekitarnya.
Sukla dan Chandel ( 1996 ) menyebutkan bahwa interaksi tumbuhan yang
terjadi adalah interaksi :
a. Antara tumbuh – tumbuhan dengan tumbuhan lain yang terdapat dalam satu
komunitasnya ( intraspesifik asosiasi )
b. Antara tumbuh – tumbuhan dengan hewan ( interspesifik asosiasi )
c. Antara tumbuh – tumbuhan dengan organisme mikrobiota ( interspesifik
asosiasi )
Pengaruh interaksi tersebut dapat bersifat netral, positif atau negatif.
Interaksi netral ( dinyatakan dengan hubungan 0, 0 ) tidak mempunyai pengaruh
terhadap tumbuhan atau makhluk hidup yang berinteraksi, interaksi positif ( +, +
) adalah interaksi yang menguntungkan kedua makhluk hidup yang merupakan
hubungan asosiasi yang bersifat mutualistis, sedangkan interaksi ( -, - )
cenderung menimbulkan pengaruh yang merugikan kedua belah pihak karena
bersifat kompetitif ( persaingan ).
Macam – macam interaksi tumbuhan dengan makhluk hidup lainnya adalah :
a. Netralisme, yaitu interaksi yang sebenarnya hanya bersifat hubungan atau
asosiasi saja bukan interaksi yang sebenarnya.
b. Protokoperasi, yaitu interaksi 2 jenis individu yang akan mendapatkan
keuntungan, tetapi asosiasi kedua individu tersebut bukan merupakan

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 44


keharusan. Contoh : lumut dengan keong, lumut memperoleh hara dari keong
dan keong yang ditumbuhi lumut mendapat perlindungan.
c. Mutualisme, yaitu hubungan yang memberikan keuntungan kepada masing –
masing yang berinteraksi dan merupakan keharusan. Contoh : Mikoriza yaitu
hubungan antara jamur dengan akar tumbuhan., jamur menghasilkan nutrient
yang tersedia dan dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan, sedangkan jamur
mendapatkan makanan dari tumbuhan inang.
d. Komensalisme, yaitu interaksi antara 2 individu yang memberikan keuntungan
pada salah satu individu jenis populasi, sementara individu yang lain tidak
memperoleh keuntungan apa – apa ( netral ). Contoh : anggrek atau paku –
pakuan yang menempel pada tumbuhan inang.
e. Amensalisme, merupakan interaksi persaingan dalam bentuk yang lemah,
hubungan individu yang satu dirugikan ( untuk sesaat ) sementara individu
yang lain tidak dirugikan ( netral ). Contoh : alelopati yang dihasilkan
tumbuhan Eucaliptus globulus yang mengganggu metabolisme tumbuhan lain.
f. Parasitisme, merupakan interaksi di mana satu jenis organisme mengambil
atau memperoleh makanan dari organisme lainnya ( tumbuhan inang ).
Misalnya benalu ( Loranthus sp. ) yang hidup di cabang pohon.
g. Predasi, merupakan interaksi yang menangkap atau mengejar dan membunuh
mangsanya, umumnya terdapat pada hewan, misalnya pada tumbuhan
kantung semar ( Nephentes sp. ) yang memangsa serangga.
h. Kompetisi atau persaingan, merupakan interaksi 2 individu atau lebih
mencari atau berusaha mendapatkan sumber makanan ( habitat, sinar
matahari dan nutrient ) yang sama.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 45


BAB. III
KOMUNITAS TUMBUHAN

1. Pendahuluan
Suatu masyarakat tumbuhan adalah sekelompok tumbuhan yang dapat
menggambarkan berbagai komunitas atau populasi yang terdiri dari berbagai
jenis tumbuhan yang terdapat atau hidup di suatu wilayah atau di suatu habitat.
Suatu tipe vegetasi pada umumnya dapat memberikan ciri – ciri, keadaan atau
kondisi suatu wilayah menurut macam dan distribusi jenis – jenisnya dalam skala
ruang dan waktu, misalnya komunitas vegetasi rawa, padang rumput atau ladang
pada musim hujan.

Dalam hal ini komunitas tumbuhan dapat berarti sebagai sekumpulan


beberapa populasi tumbuhan yang tumbuh bersama di suatu habitat atau suatu
daerah yang mempunyai ciri jenis tumbuhan tertentu yang telah beradaptasi
pada lingkungan tersebut.

A. Karakteristik Komunitas Tumbuhan


Penampilan komunitas tumbuhan biasanya tergantung dari komposisi
structural jenis tumbuh – tumbuhannya, misalnya apa jenisnya, bagaimana
bentuk kehadiran tumbuh – tumbuhannya apakah merambat, berbentuk semak,
epifit atau liana, dan bagaimana cara tumbuh serta reproduksinya, dan
sebagainya.

Mempelajari komunitas tumbuhan dari sudut bentuk – bentuk


kehidupannya dapat membantu kita untuk memahami dan mengerti tentang
fungsi tumbuh – tumbuhannya dalam suatu komunitas. Dalam mempelajari
struktur komunitas tumbuhan perlu dikaji jenis – jenisnya, bagaimana
kelimpahannya, bagaimana penyebaranannya atau bagaimana jenis tumbuhan
bersama – sama membentuk komunitasnya secara keseluruhan.

Pada umumnya komunitas tumbuhan merupakan gabungan dari berbagai


jenis tumbuhan dengan pola penyebaran yang saling tumpang tindih dan

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 46


berinteraksi satu sama lainnya. Tetapi bagaimanapun macam komunitas
tumbuhan yang terdapat dalam suatu habitat, komunitas tumbuhan yang ada
akan mempunyai karakteristik tertentu yang spesifik. Menurut Sastroutomo (
1990 ) komunitas tumbuhan yang terdapat disuatu habitat pada umumnya
mempunyai macam – macam karakteristik tertentu, seperti berikut :

1. Komposisi jenis, misalnya perbedaan jenis, jenis – jenis yang sedikit dan
langka, atau memiliki kepentingan relatif tertentu.
2. Fisiognomi, yaitu mempunyai bentuk atau arsitektur tumbuhan tertentu,
bentuk hidup, penutupan tajuk, indeks luas daun dan fenologi.
3. Pola sebaran jenis, misalnya sebaran spasial yang luas atau relung yang
tumpang tindih.
4. Keanekaragaman jenis, misalnya kelimpahan, kekayaan, keanekaan dan
keragaman jenis.
5. Daur hara, misalnya kebutuhan akan nutrient, kemampuan menyimpan dan
kecepatan pengembalian unsur hara ke dalam tanah.
6. Perubahan dan perkembangan dalam skala ruang dan waktu, misalnya proses
suksesi, respon terhadap perubahan iklim dan lingkungan mikro.
7. Produktivitas setiap jenis, misalnya biomassa, produktivitas primer, alokasi
dan efisiensi produktivitas.

B. Struktur Komunitas
Shukla dan Chandel ( 1996 ) menyatakan bahwa dengan mengacu pada
konsep ekosistem, yang dimkasud dengan struktur komunitas tumbuhan adalah
suatu deskripsi tentang masyarakat tumbuhan yang dapat memberikan gambaran
mengenai kondisi lingkungan dan distribusi nutrient di habitatnya.
Menurut Kent dan Coker ( 1992 ) srtruktur komunitas tumbuhan
merupakan suatu deskripsi masyarakat tumbuhan berdasarkan bentuk luar (
morfologi ), stratifikasi vertical dan sebaran secara horizontal bentuk hidup ( life
form ), dan ukuran / besar tumbuhan yang ada pada suatu saat. Pada dasarnya
deskripsi tentang struktur komunitas tumbuhan berhubungan erat dengan
komposisi jenis tumbuhan dan kelimpahannya, serta susunan vertical jenis –
jenisnya.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 47
1. Komposisi Vegetasi
Komposisi vegetasi atau komposisi flora adalah daftar jenis tumbuh –
tumbuhan yang ada dalam suatu komunitas di suatu daerah. Data flora atau
vegetasi tersebut dinamakan data floristic.
2. Kelimpahan
Kelimpahan adalah parameter yang mencerminkan distribusi relatif
species dalam komunitas. Parameter yang digunakan untuk menentukan
kelimpahan masyarakat tumbuhan adalah :
1. Frekuensi ( derajat penyebaran suatu jenis tumbuhan di dalam komunitas ).
2. Kerapatan ( jumlah individu per satuan luas ).
3. Penutupan tajuk/ cover (penutupan tajuk terhadap permukaan tanah /
kerimbunan)
4. Dominansi jenis ( jenis tumbuh – tumbuhan yang terdapat dalam suatu
komunitas yang menguasai/merajai dan dapat menunjukan ciri masyarakat
tumbuhan di komunitas tersebut dengan jenisnya )
5. Asosiasi interspesifik ( berbagai jenis tumbuh – tumbuhan tumbuh bersama
saling berdekatan dan saling berasosiasi/hubungan satu sama lainnya )
6. Stratifikasi ( lapisan vertical komunitas tumbuhan )
7. Bentuk hidup ( perilaku hidup / musiman )
8. Fungsi komunitas ( berbagai aspek atau proses yang berlangsung dalam
komunitas yang berkaitan dengan interaksi tumbuh – tumbuhan dengan
habitat, lingkungan dan biota lainnya )

3. Rantai Pangan dan Metabolisme


Rantai pangan dan metabolisme merupakan suatu pengalihan energi dari
sumber daya dalam tumbuh – tumbuhan melalui serangkaian hubungan antar
makhluk hidup yang memakan dan yang dimakan dalam suatu jaring – jaring
kehidupan.

4. Struktur Jenjang Trofik dan Piramida Makanan


Struktur jenjang trofik dan piramida makanan menentukan besar dan
banyaknya metabolisme yang berlangsung dalam tubuh. Semakin kecil ukuran
tubuh tumbuhan semakin besar metabolisme per gram biomassanya.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 48


5. Produktivitas Serasah dan Laju Pembusukan/Dekomposisi
Produktivitas adalah laju kecepatan penyimpanan energi oleh makhluk
hidup yang berperan sebagai produsen, melalui proses fotosintesis dan
kemosintesis dalam bentuk materi organis yang dapat digunakan sebagai bahan
pangan atau sumber energi.

C. Dinamika Komunitas
Suatu komunitas tumbuhan adalah sekelompok populasi berbagai jenis
tumbuhan di suatu daerah tertentu. Dalam hal ini komunitas dapat mencakup
semua populasi dari bermacam – macam jenis tumbuhan di daerah tersebut, atau
dapat pula diartikan lebih sempit, misalnya sebagai komunitas rerumputan, atau
komunitas paku – pakuan di daerah itu. Secara subjektif dipahami bahwa
komunitas hutan berbeda dengan komunitas padang rumput dalam hal kelompok
jenis yang menyusunnya atau struktur vegetasinya, tetapi pada kenyataannya
komunitas dapat pula merupakan kumpulan dari suatu populasi pohon atau
rerumputan, yang cenderung terdapat berulang – ulang dalam habitat dan
lingkungan yang serupa.
Semua organisme beserta lingkungannya bersifat dinamis, artinya bahwa
di antara mereka selalu terjadi interaksi sehingga menghasilkan perubahan.
Setiap organisme, di mana saja berada akan berusaha menyesuaikan diri dengan
kondisi lingkungan melalui perubahan pada tubuh atau fungsinya, sedangkan
lingkungan juga mengalami perubahan melalui proses fisik atau biogeokimia
untuk mempertahankan kualitas penunjang kehidupan dan keseimbangan system
dalam komunitas.
Gopal dan Bhardwaj ( 1979 ) mengemukakan bahwa perubahan yang
terjadi dalam komunitas dapat diamati secara mudah dan seringkali perubahan
itu berupa penggantian suatu komunitas oleh komunitas yang lain. Perubahan
komunitas berarti menyangkut perubahan structur komunitas. Oleh karena itu
sesungguhnya struktur komunitas tidak selalu tetap, tetapi selalu berubah setiap
waktu dan tempat. Perubahan tersebut ada yang dapat diamati dalam waktu

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 49


yang sangat pendek, ada juga perubahan yang lain dapat diamati dalam
beberapa tahun kemudian.

Perubahan fenologi beragam species sebagai sebuah komunitas, akan


membawa perubahan terhadap struktur komunitas itu sendiri. Perubahan yang
terjadi dapat berupa siklis dan non siklis.

Siklis yaitu perubahan komunitas yang terjadi pada periode tertentu,


tetapi mudah kembali ke keadaan yang hampir sama dengan keadaan
sebelumnya. Sedangkan non siklis yaitu perubahan komunitas yang terjadi secara
drastis dan kondisi komunitas cenderung berubah secara permanen.

Perubahan fenologi pada populasi tumbuhan, misalnya perkecambahan,


menggugurkan daun, pembungaan, penyebaran, dan lain sebagainya merupakan
perubahan siklis. Perubahan siklis tersebut ada yang terjadi dalam periode 24
jam, contoh gerak tidur, perubahan pasang surut air laut. Ada juga perubahan
yang bersifat musiman sebagai akibat dari berubahnya factor – factor lingkungan,
misalnya perubahan vegetasi yang terjadi di beberapa daerah selama musim
kemarau, musim hujan, atau musim dingin. Perubahan musiman yang terjadi
pada tetumbuhan perennial ( tahunan ) dapat dengan mudah dilihat pada
beragam bentuk perbungaan selama musim kemarau tiba setelah periode gugur
daun. Perubahan musiman tersebut dapat pula dilihat pada hewan dalam
komunitas, contoh kelimpahan katak selama musim hujan dan fenomena lain
yang serupa.

Perubahan nonsiklis kadang – kadang hanya dapat dilihat pada beberapa


tahun kemudian, bahkan lebih dari satu abad, dan hanya dapat dipelajari dengan
cara tidak langsung. Perubahan semacam itu pada umumnya merupakan
perubahan yang ada kaitannya dengan nilai sejarah. Misalnya evolusi, migrasi
dan punahnya beberapa species flora atau fauna tertentu. Namun dalam
kaitannya dengan dinamika komunitas diarahkan kepada terjadinya perubahan
secara umum pada komunitas yang dikenal dengan istilah suksesi.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 50


1. Konsep Suksesi
Beberapa pengertian tentang istilah suksesi dikemukakan sebagai berikut :
a. Suksesi, yaitu perubahan langsung secara keseluruhan pada selang waktu
lama, bersifat kumulatif, di dalam komunitas tertentu dan terjadi pada
tempat yang sama ( Gopal dan Bhardwaj, 1979 )
b. Suksesi, yaitu proses perubahan dalam komunitas yang berlangsung menuju
ke satu arah, berlangsung lambat, secara teratur, pasti dan dapat diramalkan
( Irwan, 1992 ).
c. Suksesi, yaitu perubahan dalam komunitas yang berlamgsung secara teratur
dan menuju ke satu arah ( Resosoedarmo dkk, 1992 )
d. Suksesi, yaitu proses perubahan yang terjadi dalam komunitas atau ekosistem
yang menyebabkan timbulnya penggantian dari satu komunitas atau
ekosistem oleh komunitas atau ekosistem yang lain ( Kendeigh, 1980 ).
Beberapa istilah yang berkaitan dengan suksesi, yaitu :

1. Sere adalah serangkaian perubahan dalam komunitas atau ekosistem yang


dapat diidentifikasi selama suksesi.
2. Seral adalah masing – masing tingkat perubahan komunitas atau ekosistem
selama suksesi.
3. Suksesi primer adalah suksesi yang terjadi di atas lahan atau wilayah yang
mula – mula gundul atau terbuka.
4. Prisere adalah serangkaian perubahan dalam komunitas atau ekosistem yang
dapat diidentifikasi selama terjadi suksesi primer. Prisere sering dipakai
untuk menyebut suksesi primer.
5. Suksesi sekunder adalah suksesi yang terjadi pada lahan atau wilayah yang
pada awalnya bervegetasi lengkap sempurna, kemudian mengalami kerusakan
oleh bencana seperti letusan vulkanik, banjir, tanah longsor, gempa bumi,
atau kebakaran, tetapi bencana itu tidak sampai merusak tempat tumbuh
secara keseluruhan, sehingga di tempat tersebut masih ada substrat lama dan
organisme hidup.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 51


6. Subsere adalah serangkaian perubahan dalam komunitas atau ekosistem yang
dapat diidentifikasi selama terjadi suksesi sekunder. Subsere itu sering
dipakai untuk menyebut suksesi sekunder.
7. Hydrarch adalah suksesi yang terjadi dalam wilayah perairan
8. Hydrosere adalah serangkaian perubahan dalam komunitas atau ekosistem
yang dapat diidentifikasi di wilayah perairan. Hydrosere sering dipakai juga
untuk menyatakan suksesi di wilayah perairan.
9. Xerarch adalah suksesi yang terjadi pada wilayah yang bersubstrat kering.
10. Xerosere adalah serangkaian perubahan dalam komunitas atau ekosistem
yang dapat diidentifikasi di wilayah yang bersubstrat kering.
11. Lithosere adalah serangkaian perubahan dalam komunitas yang dapat
diidentifikasi selama suksesi dilahan berbatu.
12. Psamosere adalah serangkaian perubahan dalam komunitas yang dapat
diidentifikasi selama suksesi dilahan berpasir.
13. Halosere adalah serangkaian perubahan dalam komunitas yang dapat
diidentifikasi pada substrat yang mengandung garam
14. Klimaks adalah kondisi komunitas atau ekosistem akhir pada proses suksesi
yang telah mencapai homeostatis.
Suksesi secara keseluruhan berkembang sebagai akibat dari interaksi
organisme – organisme dengan lingkungannya. Perubahan selama suksesi terjadi
akibat pengaruh factor – factor eksternal seperti input unsur hara. Suksesi
terjadi sebagai proses perkembangan komunitas yang sesuai dengan hukum
alam.

2. Perubahan – Perubahan Selama Proses Suksesi


Selama proses suksesi akan terjadi perubahan – perubahan yang mengarah
kepada perkembangan atau kemajuan kondisi habitat yang mendukung
terbentuknya komunitas baru. Beberapa perubahan yang terjadi selama suksesi
antara lain sebagai berikut :
1. Adanya perkembangan sifat substrat atau tanah, misalnya pertambahan
kandungan bahan organic sejalan dengan perkembangan komunitas yang

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 52


semakin kompleks dengan komposisi species tumbuhan yang lebih beraneka
ragam dibandingkan dengan sebelumnya.
2. Adanya pertambahan densitas individu organisme, tinggi tumbuhan, dan
struktur komunitas yang semakin kompleks, sehingga dalam komunitas akan
terbentuk stratifikasi.
3. Adanya peningkatan produktifitas komunitas sejalan dengan perkembangan
komunitas dan perkembangan substrat.
4. Adanya peningkatan jumlah species organisme sampai tahap tertentu dalam
proses suksesi komunitas.
5. Adanya peningkatan pemanfaatan sumber daya lingkungan sejalan dengan
peningkatan jumlah species organisme dalam daerah yang sedang mengalami
proses suksesi.
6. Adanya perubahan iklim setempat sesuai dengan perubahan komposisi species
tumbuhan, bentuk hidup tumbuhan, dan struktur komunitasnya.
7. Komunitas berkembang menjadi lebih kompleks, dan terus berkembang
sampai mencapai suatu bentuk komunitas akhir yang disebut klimaks.
Perlu dipahami bahwa species tumbuhan dan hewan yang ada dalam suatu
tenpat atau habitat akan berubah secara berkesinambungan selama proses
suksesi.
Adapun kecepatan proses suksesi pada setiap habitat dipengaruhi oleh
berbagai factor antara lain :
1. Luas komunitas awal yang rusak oleh adanya gangguan. Makin luas komunitas
awal yang rusak maka proses suksesi akan berjalan lebih lambat.
2. Species tumbuhan yang terdapat di sekitar tempat terjadinya suksesi. Makin
banyak species tumbuhan yang ada akan mendorong kecepatan proses
suksesi, karena keberadaan species tumbuhan itu akan menjadi sumber bakal
tumbuhan.
3. Sifat – sifat setiap species tumbuhan yang ada di sekitar tempat terjadinya
suksesi. Sifat – sifat species tumbuhan yang dimkasud antara lain kecepatan
tumbuh, periode musim berbunga dan berbuah, produktivitas buah, dan
mudah tidaknya benih berkecambah.
4. Kehadiran bakal kehidupan ( biji, spora, buah, dan lainnya ).

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 53


5. Jenis substrat baru yang terbentuk. Substrat baru yang kaya bahan organic
akan menjadi media tumbuh yang baik untuk species tumbuhan, sehingga
akan mempercepat pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan.
6. Kondisi iklim, terutama arah dan kecepatan angin yang membawa bakal
kehidupan, serta curah hujan akan mempengaruhi perkecambahan biji dan
spora dan mempengaruhi perkembangan semai selanjutnya.

3. Proses – Proses Yang Terlibat Dalam Suksesi


Suksesi sebagai suatu proses perubahan komunitas atau ekosistem yang
terjadi melalui beberapa tahap. Clements, 1916 ( dalam Gopal dan Bhardwaj,
1979 ) telah mengemukakan sebab dan proses yang terlibat dalam suksesi antara
lain :

a. Nudasi
Suksesi dimulai dengan terjadinya gangguan terhadap komunitas
tumbuhan seperti daerah gundul. Secara umum hampir tidak ada suatu
organisme yang tidak dapat hidup di atas bumi. Akan tetapi, jika terjadi bencana
alam dan bencana lainnya dapat merusak kehidupan di beberapa tempat di muka
bumi. Pada prinsipnya, semua aktivitas baik yang dilakukan manusia maupun
yang terjadi secara alam dapat mengakibatkan timbulnya daerah gundul, daerah
terbuka atau tidak bervegetasi. Proses pembentukan atau terjadinya daerah
gundul atau daerah terbuka, baik disebabkan oleh aktivitas manusia maupun
aktivitas alam disebut nudasi.

b. Invasi
Invasi adalah datangnya bakal kehidupan berbagai species organisme dari
satu daerah ke daerah baru dan menetap di daerah baru.

Invasi akan sempurna apabila telah melalui tiga tahap sebagai berikut :
1. Tahap pertama ( Migrasi ). Biji – bijian, buah – buahan, spora, atau bakal
kehidupan yang lainnya dapat pindah ke suatu daerah baru dengan perantara
air, angin dan hewan. Proses tempat bakal kehidupan berpindah dan

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 54


meninggalkan induknya menuju ke suatu daerah baru dan menetap di
dalamnya dikenal sebagai invasi.
2. Tahap kedua ( Penyesuaian ). Penyesuaian merupakan proses tempat bakal
kehidupan berusaha membuat daerah yang baru ditempatinya sebagai
rumahnya.
3. Tahap ketiga ( Agregasi ). Agregasi merupakan penggabungan dari setiap
bakal kehidupan atau organisme yang datang ke daerah baru. Adanya
agregasi menyebabkan beberapa organisme bergabung dalam populasi yang
besar pada suatu daerah tertentu. Jadi, keberhasilan invasi bergantung
kepada kemampuan suatu organisme untuk bereproduksi di kondisi
lingkungan yang baru, kemudian setiap organisme yang sejenis akan
bergabung membentuk populasi yang masing – masing populasi tersebut
berupaya untuk menjadi satu kesatuan dalam suatu komunitas dan ekosistem

c. Kompetisi dan Reaksi


Individu – individu suatu species organisme cenderung meningkat
jumlahnya karena proses pertumbuhan dan perkembangbiakan. Mereka semua
akan bergabung dalam satu wilayah sebagai habitat, sehingga antar organisme
dalam satu wilayah tersebut akan mengalami peristiwa – peristiwa alamiah,
seperti persaingan, pemangsaan, parasitisme, komensalisme, amensalisme, dan
simbiosis di antara mereka. Dengan demikian, setiap organisme yang hidup dan
tumbuh di wilayah suksesi akan selalu berusaha menyesuaikan diri dan
memodifikasi lingkungan daerah tersebut agar mereka dapat bertahan hidup.
Modifikasi lingkungan oleh organisme berjalan sedemikian rupa sehingga
lingkungan tersebut menjadi sangat cocok dengannya, dan sebaliknya lingkungan
akan menjadi semakin kurang baik bagi species organisme lain yang akan hadir
berikutnya.
Jika ternyata modifikasi lingkungan membuat lebih baik bagi banyak
species lain yang baru masuk ke dalam wilayah tersebut, maka species – species
tersebut akan bersaing dengan species penghuni sebelumnya. Setelah
keseimbangan baru pada komunitas tercapai, species organisme yang ada paling
awal menjadi subdominant atau bahkan menjadi tersingkir dan lenyap, sehingga

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 55


species yang mampu bersaing akan bertahan sampai akhirnya menjadi species
dominan.

d. Stabilitas dan Klimaks


Tingkatan terakhir dari proses suksesi dicapai ketika komunitas tersebut
stabil. Kestabilan komunitas ditunjukan oleh keserasian hubungan di antara
organisme dalam komunitas, serta struktur komunitas yang tidak berubah.
Kestabilan yang dimaksud adalah kestabilan dalam keseimbangan dinamis dengan
lingkungannya.
Mengenai pembentukan klimaks, ada dua pendapat yang berlainan, yaitu :
a. Paham Monoklimkas
Paham ini beranggapan bahwa pada suatu daerah iklim hanya ada satu
macam klimaks. Di sini, iklim merupakan factor terpenting dalam pengaturan
tipe komunitas klimaks, meskipun factor – factor selain iklim juga punya peranan
dalam menentukan struktur komunitas akhir.

b. Paham Poliklimaks
Paham ini beranggapan bahwa tidak hanya factor iklim yang
menumbuhkan klimaks, tetapi factor tanah dan fisiografi juga dapat
menumbuhkan klimaks.

4. Tipe – Tipe Suksesi


Suksesi dapat dibedakan berdasarkan kepada kondisi komunitas awal pada
daerah yang mengalami suksesi. Ada juga suksesi dibedakan berdasar kepada
jenis habitat dan substrat, maka suksesi dibedakan atas suksesi daerah batuan,
suksesi daerah perairan, suksesi daerah pasir, suksesi tanah liat, dan lain – lain.
Berdasarkan atas kondisi komunitas awal yang ada pada daerah yang
mengalami suksesi, maka dibedakan atas :

a. Suksesi Primer
Menurut Gopal dan Bhardwaj ( 1979 ), suksesi primer adalah suksesi yang
terjadi pada lahan yang mula – mula tak bervegetasi. Sedangkan menurut
Soerianegara dan Indrawan ( 1982 ) bahwa suksesi primer adalah terjadinya

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 56


vegetasi pada habitat yang pada awalnya tak bervegetasi hingga terbentuk
masyarakat tumbuhan yang stabil atau klimaks.

b. Suksesi Sekunder
Suksesi sekunder adalah suksesi yang terjadi pada lahan atau wilayah yang
pada awalnya telah bervegetasi sempurna, kemudian mengalami kerusakan oleh
bencana alam maupun oleh aktivitas manusia, tetapi bencana itu tidak sampai
merusak secara total tempat tumbuh sehingga masih ada substrat lama dan
kehidupan.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 57


BAB. IV
POPULASI TUMBUHAN

1. Pendahuluan
Kata populasi berasal dari bahasa latin, yaitu populus yang berarti rakyat
atau penduduk. Dalam ilmu ekologi, yang dimaksud dengan populasi adalah
sekelompok individu yang sejenis atau sama speciesnya ( Irwan, 1992 ). Menurut
Resosoedarmo dkk. ( 1986 ), populasi merupakan kelompok organisme sejenis
yang hidup dan berbiak pada suatu daerah tertentu, misalnya populasi gajah di
Taman Nasional Way Kambas pada tahun 2002, populasi badak di Ujungkulon
tahun 2000. Di dalam menyebut suatu populasi harus dilakukan dengan cara
menyebut batas waktu dan tempatnya.
Sedangkan suatu populasi tumbuhan adalah suatu kelompok individu dari jenis
tumbuh – tumbuhan yang sama dan menempati suatu habitat tertentu. Misalnya
populasi pohon jati di perkebunan pada tahun 1991, dll. Jadi populasi adalah
kelompok organisme dari jenis yang sama menduduki ruang tertentu yang
memiliki berbagai sifat dan merupakan milik yang khas dari kelompok itu tetapi
tidak menjadi milik individu dalam kelompok itu.

Suatu organisme tidak dapat hidup sendirian, akan tetapi harus hidup
bersama – sama dengan organisme lain, baik dengan organisme yang sejenis
maupun dengan organisme yang tidak sejenis dalam suatu tempat tumbuh atau
habitat. Berbagai organisme besar ataupun kecil yang hidup di suatu tempat
tumbuh akan bergabung ke dalam suatu persekutuan yang disebut komunitas
biotic.

Menurut Resosoedarmo dkk. ( 1986 ), semua komponen komunitas biotik


terikat oleh adanya ketergantungan antara anggota – anggotanya sebagai suatu
unit. Komunitas biotik ini terdiri atas kelompok – kelompok kecil yang anggota –
anggotanya bergabung secara erat satu sama lain, sehingga masing – masing
kelompok kecil ini menjadi lebih bersatu. Masing – masing kelompok kecil dalam
komunitas biotik dinamakan populasi.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 58


Karakteristik Populasi Tumbuhan

Di alam, populasi tumbuhan tidaklah statis tapi dinamis. Semua


perubahan yang terjadi di sejumlah anggota populasi dan factor – factor yang
mempengaruhi perubahan tersebut akan berpengaruh pula terhadap komunitas
vegetasi yang terbentuk dari populasi tumbuh – tumbuhan tersebut.
Perubahannya dapat mencakup laju pengurangan dan penambahan individu dan
proses yang mengatur jumlahnya di alam.

Pada umumnya yang menjadi cirri – cirri suatu populasi adalah hal – hal
yang berhubungan dengan timbulnya tumbuhan baru dari biji / laju
perkembangbiakan ( kelahiran untuk hewan ), laju perkecambahan, laju
kematian, jenis kelamin atau system reproduksi, struktur umur, sebaran individu
dan sebagainya.

Menurut Shukla dan Chandel ( 1996 ) yang menjadi kajian populasi dalam
ekologi tumbuhan adalah berbagai aspek tentang cirri – cirri populasi, seperti
struktur populasi yaitu analisis sebaran populasi dan macam – macam tipe
interaksi. Suatu populasi tumbuhan pada umumnya mempunyai cirri – cirri
sebagai berikut :
1. Kerapatan populasi
2. Natalitas ( laju perkecambahan )
3. Mortalitas ( laju kematian )
4. Pertumbuhan populasi, imigrasi dan emigrasi
5. Persebaran umur
6. Fluktuasi populasi

Suatu populasi tumbuhan mempunyai sifat biologis atau tanda – tanda


kelompok yang khas karena strukturnya yang jelas. Penggolongan individu atau
jenis dalam populasi tersebut dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu : menurut
hubungan evolusi ( hubungan kekeluargaan melalui nenek moyang atau
penggolongan secara taksonomi ) dan menurut hubungan saling mempengaruhi
antara organisme di dalam komunitas.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 59


Kerapatan populasi tumbuhan biasanya dipengaruhi oleh laju
perkecambahan, laju kematian, imigrasi dan emigrasi. Kerapatan populasi
tumbuhan akan meningkat bila laju perkecambahan dan imigrasi meningkat,
sebaliknya akan menurun karena meningkatnya laju kematian dan emigrasi.
Kerapatan tumbuhan sering kali berkaitan dengan ukuran/besar/batang pohon,
atau tajuk daunnya.

Pola sebaran spasial individu – individu sejenis yang terdapat dalam satu
area berbeda – beda, menyebar secara teratur, mengelompok atau acak.
Tumbuh – tumbuhan yang pola sebarannya teratur secara alami jarang terjadi di
alam, kecuali dalam ekosistem yang dikelola, demikian pula pola sebaran secara
acak. Sebaliknya sebagian besar tumbuhan mempunyai pola sebaran yang
mengelompok.

Masing – masing karakteristik populasi tersebut diuraikan sebagai berikut :

1. Densitas Populasi
Densitas populasi adalah besarnya populasi dalam suatu unit ruang, yang
pada umumnya dinyatakan sebagai jumlah individu – individu dalam setiap unit
luas atau volume ( Gopal dan Bhardwaj, 1979 ). Densitas populasi itu disebut
juga kerapatan atau kepadatan populasi ( Irwan, 1992 ). Istilah kerapatan lazim
digunakan untuk densitas tumbuhan dan binatang, sedangkan istilah kepadatan
lazim digunakan untuk densitas manusia.
Pengaruh suatu populasi terhadap komunitas atau ekosistem sangat
bergantung kepada species organisme dan jumlah atau densitas populasinya.
Dengan kata lain bahwa densitas populasi merupakan salah satu hal yang
menentukan pengaruh populasi terhadap komunitas atau ekosistem. Selain itu,
densitas populasi sering dipakai untuk mengetahui perubahan yang terjadi dalam
populasi pada saat tertentu. Perubahan yang dimaksud adalah berkurang atau
bertambahnya jumlah individu dalam setiap unit luas atau volume.

2. Natalitas Populasi
Natalitas yaitu reproduksi individu baru dari suatu populasi ( Gopal dan
Bhardwaj, 1979 ). Menurut Odum ( 1993 ), natalitas atau angka kelahiran, yaitu

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 60


kemampuan populasi untuk bertambah. Pada kenyataannya, istilah natalitas
memiliki arti yang luas meliputi produksi individu – individu baru organisme yang
terjadi baik karena dilahirkan, ditetaskan, ditumbuhkan, ataupun karena
pembelahan sel.
Natalitas bervariasi untuk organisme yang berbeda dalam populasi.
Species serangga mampu meletakan telurnya dalam jumlah banyak ( ribuan telur
) pada suatu waktu, sedangkan beberapa species ikan dan mamalia hanya
memberikan sedikit keturunan pada suatu waktu. ada di antara tetumbuhan
tertentu yang dapat menghasilkan ribuan spora atau beberapa ratus biji. Jumlah
maksimum individu baru yang dapat dihasilkan dari tiap induk pada kondisi
lingkungan yang ideal disebut natalitas potensial atau natalitas fisiologis.
Natalitas merupakan suatu kecepatan tumbuh populasi yang diperoleh
dari jumlah individu – individu baru yang dihasilkan per unit waktu. natalitas
dapat diukur dan dapat dinyatakan dengan berbagai cara sebagai berikut :

1. Angka kelahiran
Nn
B= keterangan :
t B = kelahiran
Nn = jumlah individu baru yang dilahirkan
t = waktu

2. Angka kelahiran spesifik


ΔNn
b= keterangan :
N Δt b = kelahiran spesifik
ΔNn = jumlah individu baru dalam populasi
N = populasi ( jumlah individu baru dalam populasi )
Δt = waktu

Factor – factor yang mempengaruhi natalitas populasi antara lain :


1. Perbandingan jenis kelamin dan kebiasaan kawin. Perbandingan jenis kelamin
adalah perbandingan antara jumlah jantan dan betina dalam suatu populasi.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 61


2. Umur perkembangbiakan maksimum, yaitu umur tertua yang dicapai suatu
organisme yang nasih memiliki kemampuan berkembangbiak.
3. Umur perkembangbiakan minimum, yaitu umur termuda suatu organisme
yang mulai memiliki kemampuan berkembangbiak.
4. Jumlah sarang per tahun ( untuk binatang ) dan jumlah pasangan usia subur
per tahun ( untuk manusia ).
5. Jumlah anak per sarang atau jumlah telur per sarang ( untuk binatang ) dan
jumlah anak tiap pasangan usia subur untuk manusia.
6. Densitas populasi itu sendiri. Densitas populasi makin besar, maka natalitas
makin besar. Natalitas makin besar, maka densitas populasi akan meningkat.

3. Mortalitas Populasi
Mortalitas ( angka kematian ), yaitu jumlah individu yang mati dalam
populasi untuk suatu periode waktu tertentu ( Odum, 1993; Gopal dan Bhardwaj,
1979 ). Mortalitas dapat dinyatakan sebagai individu yang mati dalam kurun
waktu tertentu. Kematian merupakan keharusan bagi setiap individu dan
bergantung pada lingkungan yang merugikan, persaingan, pemangsaan, dan
penyakit. Namun perlu diingat bahwa mortalitas itu karakteristik untuk populasi
bukan karakteristik individu karena individu hanya mati satu kali, sedangkan
populasi memiliki kematian dalam periode waktu tertentu.

Laju kematian dapat dinyatakan dengan formulasi sebagai berikut :

D
d= keterangan :
t d = kematian
D = jumlah total kematian dalam populasi
t = waktu

Mortalitas dan natalitas keduanya menentukan pertumbuhan populasi.


Populasi tumbuh jika natalitas melebihi mortalitas.

Factor – factor yang mempengaruhi mortalitas dapat dikelompokan ke


dalam empat golongan sebagai berikut :

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 62


1. Factor – factor yang mematikan, yaitu factor – factor yang secara langsung
dapat mematikan atau mengurangi populasi, misalnya predasi, pemburuan,
penyakit, kelaparan dan kecelakaan.
2. Factor – factor kesejahteraan, yaitu factor – factor yang berhubungan dengan
kualitas lingkungan hidup, misalnya kualitas makanan, minuman, kualitas
udara, pelindung dan kualitas ruang atau tempat hidup.
3. Factor – factor berpengaruh, yaitu factor – factor yang mempengaruhi
keadaan kualitas dan kuantitas makanan, minuman ( air ), udara, pelindung,
dan ruang atau tempat hidup. Contoh : kegiatan manusia berupa usaha
pengeringan daerah, pembakaran hutan, penebangan hutan, penggalian
tambang, penggembalaan liar.
4. Kematian karena umur yang telah tua.

4. Laju Kenaikan Populasi


Perbedaan antara natalitas dengan mortalitas akan menentukan laju
kenaikan populasi yang dirumuskan sebagai berikut :
ΔN
r.N =
Δt

N=b-d
Keterangan :
N = populasi
r = laju kenaikan populasi = laju kenaikan alami
t = waktu
d = laju kematian
b = laju kelahiran

Jika mortalitas bernilai nol, maka populasi akan meningkat secara


logaritmik pada jumlah yang sangat banyak. Akan tetapi, kenyataan di alam
terdapat banyak faktor lingkungan ( sebagai tahanan lingkungan ) yang dapat
memelihara densitas atau pertumbuhan populasi pada batas tertentu sesuai
dengan sumber daya alam yang tersedia.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 63


5. Penyebaran Umur
Penyebaran umur merupakan salah satu karakteristik populasi yang
mempengaruhi mortalitas dan natalitas, karena perbandingan dari berbagai
golongan umur individu – individu di dalam populasi akan menentukan status
reproduksi yang sedang berlangsung pada populasi dan menyatakan kondisi yang
dapat diharapkan pada masa mendatang.

Menurut Bodenheimer ( 1958 ), populasi dapat dibagi ke dalam tiga kelas


umur yaitu :

1. Prareproduktif, yaitu populasi yang sebagian besar anggotanya adalah


individu – individu berumur muda. Populasi demikian merupakan populasi
yang sedang berkembang cepat.
2. Reproduktif, yaitu populasi yang sebagian besar anggotanya individu –
individu berumur sama dengan umur rata – rata populasi. Dengan kata lain,
populasi tersebut memiliki pembagian umur yang lebih merata, sehingga
populasi seperti itu dikatakan dalam kondisi mantap.
3. Pascareproduktif, yaitu populasi yang sebagian besar anggotanya adalah
individu – individu berumur tua. Populasi demikian merupakan populasi yang
sedang menurun.

Menurut Crotlen ( 1925 ) dalam Odum ( 1993 ) bahwa populasi memiliki


kecenderungan berkembang ke arah struktur yang mantap, yaitu kondisi
perbandingan jumlah individu – individu organisme penyusunnya dengan kelas
umur berbeda yang cenderung tetap. ini berarti bahwa jika populasi terganggu
oleh adanya perubahan sementara dalam lingkungannya atau ada penambahan
dari dan/atau pengurangan ke populasi lain, maka penyebaran umur populasi
akan berubah sementara dan kemudian kembali ke keadaan sebelumnya. Akan
tetapi, jika perubahan lingkungan yang terjadi bersifat permanen maka akan
mengakibatkan terbentuknya populasi dengan struktur dan penyebaran umur
yang baru atau berbeda dengan populasi sebelumnya.

6. Distribusi /Penyebaran Intern

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 64


Individu – individu yang ada di dalam populasi mengalami penyebaran di
dalam habitatnya mengikuti salah satu di antara tiga pola penyebaran yang
disebut pola distribusi intern. Cirri – cirri dan sebab terjadinya pola distribusi
intern tersebut diuraikan masing – masing sebagai berikut :
a. Distribusi acak
Distribusi acak terjadi jika apabila kondisi lingkungan seragam, tidak ada
kompetisi yang kuat antar individu anggota populasi, dan masing – masing
individu tidak memiliki kecenderungan untuk memisahkan diri.

b. Distribusi seragam
Distribusi seragam terjadi apabila kondisi lingkungan cukup seragam di
seluruh area dan ada kompetisi yang kuat antar individu anggota populasi.
Kompetisi yang kuat antar individu anggota populasi akan mendorong terjadinya
pembagian ruang yang sama ( Odum, 1993 ). Heddy dkk. ( 1986 ) memberikan
contoh bahwa pada hutan yang lebat, maka pohon – pohon yang tinggi hampir
mempunyai distribusi yang seragam. Pohon – pohon yang dominan di hutan,
jaraknya teratur karena kompetisi yang sangat kuat untuk mendapatkan cahaya
dan unsur hara.

c. Distribusi bergerombol
Distribusi bergerombol pada suatu populasi merupakan distribusi yang
umum terjadi di alam, baik bagi tumbuhan maupun bagi hewan. Distribusi
bergerombol terjadi karena berbagai sebab antara lain sebagai berikut :
1. Kondisi lingkungan jarang yang seragam, meskipun pada area yang sempit.
Perbedaan kondisi tanah dan iklim pada suatu area akan menghasilkan
perbedaan dalam habitat yang penting bagi setiap organisme yang ada di
dalamnya, karena suatu organisme aka nada pada suatu area yang factor –
factor ekologinya tersedia dan sesuai bagi kehidupannya.
2. Pola reproduksi dari suatu individu – individu anggota populasi. Bagi
tumbuhan yang bereproduksi secara vegetative, juga bagi hewan yang masih
muda menetap bersama dengan induknya merupakan suatu kekuatan yang
mendorong terjadinya penggerombolan.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 65


3. Perilaku hewan yang cenderung membentuk kesatuan atau membentuk koloni
merupakan kekuatan yang mendorong terjadinya distribusi bergerombol.
Demikian juga daya tarik seksual bagi binatang merupakan kekuatan yang
mendorong terjadinya distribusi bergerombol.
Distribusi bergerombol dapat meningkatkan kompetisi di dalam meraih
unsur hara, makanan, ruang dan cahaya. akan tetapi, pengaruh yang merugikan
dari kompetisi itu ternyata seringkali dikompensasi dengan sesuatu yang
menguntungkan.

Di dalam pola distribusi bergerombol ternyata tiap – tiap kelompok ada


kemungkinan tersebar secara acak, seragam, ataupun secara berkumpul. Oleh
karena itu, distribusi secara keseluruhan dapat terjadi secara : acak, seragam,
bergerombol secara acak, bergerombol seragam, dan bergerombol berkumpul.
Menurut Odum ( 1993 ) mengemukakan bahwa agregasi atau penggerombolan
individu – individu organisme anggota populasi terjadi akibat beberapa hal,
antara lain :
a. Menanggapi adanya perubahan cuaca harian atau musiman.
b. Menanggapi perbedaan kondisi habitat setempat.
c. Sebagai akibat dari proses reproduksi.
d. Sebagai akibat daya tarik sosial

7. Dispersi Anggota Populasi


Dispersi atau perluasan anggota populasi adalah gerakan individu anggota
populasi atau anak – anaknya atau bakal kehidupan lainnya ( buah, biji, spora,
larva, dan sebagainya ) ke dalam atau ke luar daerah populasi.

Dispersi individu anggota populasi dapat terjadi melalui tiga bentuk,


yaitu :
1. Emigrasi, yaitu gerakan individu – individu anggota populasi atau anak –
anaknya atau bakal kehidupan lainnya ke luar batas daerah populasi,
sehingga menyebabkan densitas populasi berkurang . emigrasi ini merupakan
gerakan satu arah ke luar batas daerah populasi.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 66


2. Imigrasi, yaitu gerakan individu – individu anggota populasi atau anak –
anaknya atau bakal kehidupan lainnya ke dalam batas – batas daerah
populasi, sehingga menyebabkan densitas populasi bertambah. Imigrasi
merupakan gerakan satu arah ke dalam batas daerah populasi.
3. Migrasi, yaitu gerakan individu – individu anggota populasi atau anak –
anaknya atau bakal kehidupan lainnya ke dalam dan ke luar batas daerah
populasi, sehingga menyebabkan densitas populasi berubah – ubah setiap
saat. Migrasi tersebut merupakan gerakan dua arah ke dalam dan ke luar
batas daerah populasi, atau merupakan gerakan datang dan pergi secara
periodic.

8. Isolasi dan Teritorialitas


Isolasi yaitu pengucilan individu anggota populasi oleh yang lainnya dalam
suatu populasi. Isolasi terjadi karena adanya persaingan antara individu –
individu yang berbeda jenis terhadap sumber daya alam yang persediaannya
sedikit.
Adanya isolasi tersebut akan menyebabkan individu atau kelompok jenis
masing – masing akan membatasi kegiatan mereka pada suatu daerah tertentu
dan berusaha ingin mempertahankan daerah tersebut. Upaya individu atau
kelompok species di dalam mempertahankan daerahnya dinamakan
teritorialitas.
Adapun wilayah atau daerah yang dipertahankan oleh individu – individu
itu disebut daerah teritori yang merupakan seluruh atau sebagian dari daerah
tempat organisme hidup secara normal. Wilayah atau daerah teritori terbagi atas
satuan – satuan wilayah yang lebih kecil yang diklasifikasikan sesuai dengan
kepentingan kegiatan organisme di daerah itu, misalnya di dalam wilayah teritori
terdapat wilayah kawin, wilayah bersarang, wilayah makan, dan lain – lain.

Pada umumnya setiap individu organisme di suatu habitat tertentu masing


– masing saling memelihara jarak di antara mereka. Jarak antar individu
organisme sangat membantu dalam memelihara hubungan social di antara
mereka.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 67


BAB. V
LINGKUNGAN

1. Pendahuluan
Semua makhluk hidup baik besar maupun kecil, tumbuhan, hewan,
mikrobiota atau manusia untuk kehidupannya sangat tergantung pada habitat
dan lingkungannya sebagai tempat tinggal dan melaksanakan kehidupannya dan
berinteraksi dengan lingkungannya.

Lingkungan adalah segala sesuatu dari keadaan atau sumber daya yang
dapat mempengaruhi kegiatan dan kehidupan makhluk hidup ( Misra, 1980 ),
atau Lingkungan adalah suatu system yang kompleks yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup.

Pada umumnya lingkungan sebagai factor ekologi, akan mempengaruhi


makhluk hidup serta sejumlah factor lain. Factor – factor lingkungan dapat
dikelompokan menjadi 2 kategori yaitu lingkungan abiotik dan lingkungan biotic.

A. Lingkungan Sebagai Faktor Ekologi


Lingkungan berbeda dengan habitat, lingkungan adalah suatu system yang
kompleks yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan makhluk
hidup. Lingkungan juga bersifat dinamis dalam arti berubah – ubah setiap saat
sehingga perubahan yang terjadi dari factor lingkungan terhadap makhluk hidup
( terutama tumbuh – tumbuhan ) akan mempunyai pengaruh yang berbeda – beda
menurut waktu, tempat dan kondisi dari makhluk hidup tersebut. karena
interaksi dan peranannya yang begitu penting untuk kehidupan organisme baik
sendiri – sendiri atau kombinasi dari berbagai factor yang dapat berpengaruh dan
menentukan proses kehidupan dan kehadiran tumbuh – tumbuhan atau organisme
lainnya maka factor lingkungan disebut sebagai factor ekologi.

B. Macam – Macam Faktor Lingkungan


Dalam hubungannya dengan factor – factor fisik, kimia dan biologis, maka
komponen – komponen lingkungan adalah :
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 68
Tabel : Komponen – Komponen Lingkungan

Factor – factor fisik dan kimia Factor – factor biologis


 Energi  Tumbuhan hijau
- Radiasi  Tumbuhan tak hijau
- Suhu  Decomposer
 Tanah, hara dan mineral  Parasit
 Air dan nutrient terlarut  Simbion
 Gas atmosfer dan angin  Hewan
 Api  Manusia
 Gravitasi dn topografi
 Lapisan bumi

Makin beraneka ragam kondisi suatu lingkungan dan factor – factor


lingkungannya maka makin beraneka ragam pula sifat – sifat jenis,
keanekaragaman dan persebaran makhluk hidup.

Berdasarkan analisis factor – factor lingkungan dalam kajian ekologis,


macam – macam faktor lingkungan menurut Kusmana dan Ismono ( 1995 ),
Soerianegara dan Indrawan ( 1998 ) adalah sebagai berikut :

Tabel : Beberapa factor lingkungan yang penting

Factor Lingkungan Aspek lingkungan yang penting


1. Faktor Iklim 1. Factor – factor abiotik
a. Cahaya Intensitas, kualitas, lama dan periodisitas
b. Suhu Derajat, lama dan periodisitas
c. Curah hujan Banyaknya, intensitas, frekuensi, distribusi dan
d. Kelembaban musim
Kelembaban relatif, tekanan dan deficit tekanan
e. Angin uap dan evaporasi
Kecepatan, kekuatan, arah, frekuensi macam –
f. Gas – gas udara macam angin
Oksigen, karbondioksida, gas lain

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 69


Factor Lingkungan Aspek lingkungan yang penting
2. Faktor geografis
a. Letak Derajat bujur dan lintang, benua atau pulau, jarak
dari pantai
b. Topografi Lereng derajat dan arah, altitude ( dpl ), bentuk
c. Geologi dan medan
vulkanisme Sejarah geologi, batuan dan bahan induk dan
3. Faktor Edafis pengaruh panas, mekanis dan kimiawi
a. Jenis tanah dan
factor fisik Profil, struktur dan tekstur, aerasi, porositas
b. Sifat – sifat kepadatan, kadar air, permeabilitas, drainase dan
kimia infiltrasi, suhu
pH, mineral tanah, kandungan hara, kandungan
c. Sifat – sifat senyawa organic dan sifat – sifat pertukaran ion
biotic Tanah, jamur dan bakteri pengaruhnya terhadap
struktur fisik dan kimia tanah, bahan organic, humus
d. Erosi dan serasah, fauna
Luapan air dan banjir
4. Faktor lain
a. Tumbuhan lain
b. Hewan Persaingan, parasitisme, simbiosis dan pengaruh toksis
Penyerbukan, penyebaran buah dan biji, pengaruh
c. Mikrobiota kotoran, memakan dan merusak bagian tumbuhan,
penularan penyakit
d. Manusia Memakan, merusak dan menguraikan bagian
tumbuhan, sebagai parasit dan penularan penyakit
Penebangan dan pembakaran, aktivitas menanam,
pemupukan dan pengolahan tanah, pencemaran air
dan udara

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 70


1. Lingkungan Sebagai Faktor Pembatas
Dalam ekologi tumbuhan lingkungan sebagai factor ekologi dapat
dianalisis menurut berbagai macam factor lingkungan, terutama dalam
hubungannya dengan kepentingan tumbuhan akan factor – factor lingkungannya
yang akan berpengaruh secara timbal balik. Satu atau beberapa factor
lingkungan dikatakan penting ( dapat berpengaruh atau dibutuhkan ) jika berada
pada taraf minimal, maksimal atau optimal menurut batas toleransi atau
adaptasinya sehingga factor tersebut dapat berpengaruh.

Setiap bentuk atau bagian tubuh makhluk hidup yang memungkinkan


dapat menyesuaikan diri dan toleran terhadap pengaruh perubahan kondisi atau
keadaan dari factor – factor lingkungan tertentu dinamakan adaptasi.

2. Hubungan Masyarakat Tumbuhan Dengan Lingkungan


Suatu masyarakat tumbuhan adalah sekelompok tumbuh – tumbuhan yang
tersusun dari berbagai jenis vegetasi yang menempati suatu tempat tumbuh atau
habitat tertentu di mana terdapat hubungan timbal balik antara tumbuhan satu
dengan yang lain, dan dengan habitat dan lingkungannya. Hubungan yang terjadi
pada umumnya terbentuk antara masyarakat tumbuhan dengan lingkungan
abiotik dan biotic. Hubungan tersebut cenderung akan mempengaruhi berbagai
proses kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, serta
penyebaran dari masyarakat tumbuh – tumbuhan, melalui proses toleransi dan
adaptasi tumbuhan terhadap lingkungannya.
Hubungan masyarakat tumbuh – tumbuhan dengan habitat pada umumnya
berkaitan dengan substrat tanah ( edafik ), fisiografi, topografi lahan, dan iklim.
Keberadaan atau keterdapatan dan keberhasilan untuk hidup dari berbagai jenis
tumbuhan di suatu habitat pada umumnya berhubungan dengan kemampuannya
untuk toleran dan beradaptasi terhadap factor – factor lingkungan tersebut.

a. Substrat Tanah ( Edafik )


Substrat tanah adalah suatu factor lingkungan yang bergantung pada
tanah secara alami, tekstur dan bentuk fisiknya, kandungan air dan udara, serta
makhluk hidup yang hidup dan terdapat di dalamnya. Substrat tanah merupakan

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 71


media tempat tumbuh yang mempunyai hubungan erat dengan berbagai jenis
tumbuh – tumbuhan yang tumbuh di atasnya sehingga dikenal adanya tanah
padang rumput, sebagai substrat tanah yang didominasi oleh vegetasi
rerumputan dengan curah hujan yang tinggi.
Hubungan yang sangat erat antara tanah sebagai substrat tumbuh
masyarakat tumbuhan adalah kandungan air tanah dan garam – garam anorganik
yang terlarut yang berasal dari bahan mineral yang ada dan dari penguraian
bahan organic. Unsur – unsur tertentu penyusun garam – garam tersebut
merupakan unsur esensial untuk kehidupan tumbuhan.
Berbagai unsur bagi beberapa jenis tumbuhan mempunyai hubungan yang
erat dengan sifat adaptasi yang berbeda – beda menurut kondisi lingkungannya (
factor lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan tumbuhan akan kandungan
unsur – unsur kimia yang terlarut dalam air tanah ) dan menjadi factor penentu
bagi kehadiran jenis tumbuhan tertentu dan sebarannya.
Sebaliknya, tumbuh – tumbuhan sebagai factor biotic dapat
mempengaruhi lingkungan fisik makhluk hidup lain serta habitat dan lingkungan
di sekitarnya. Misalnya, pepohonan di hutan dapat mempengaruhi dan
memodifikasi lingkungan fisik dengan membentuk iklim mikro di sekitarnya
melalui naungan tajuk, pengurangan intensitas cahaya matahari dan suhu udara,
meningkatkan kelembaban, penyerapan air dan garam – garam mineral serta
memberikan materi organic ke dalam tanah.

b. Fisiografi dan Topografi


Fisiografi dan topografi atau konfigurasi dari permukaan bumi adalah
salah satu aspek lingkungan fisik yang penting walaupun tidak secara langsung
dapat mempengaruhi keberadaan dan berbagai proses biologi tumbuh –
tumbuhan. Fisiografi dan topografi menentukan lokasi ketinggian atau rendahnya
suatu habitat dari permukaan laut, kemiringan suatu habitat. Ketinggian suatu
tempat berpengaruh terhadap masyarakat tumbuhan yang ada terutama
berkaitan dengan peningkatan intensitas cahaya, suhu udara, dan penurunan
konsentrasi gas – gas atmosfer.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 72


Sebagai faktoe ekologi fisiografi dan topografi berpengaruh terhadap
vegetasi setempat melalui proses interaksinya dengan factor iklim dan edafik.
Contoh hubungan dan pengaruh masyarakat tumbuh – tumbuhan dengan fisiografi
dan topografi lahan adalah adanya jenis – jenis tumbuhan yang hidup di daerah
kering di dataran rendah daerah tropika, dengan habitat beriklim kering yang
curah hujan dan persediaan air terbatas. Tumbuhan yang dapat tumbuh di
daerah semacam itu biasanya tubuhnya berukuran kecil, telah beradaptasi untuk
dapat bertahan hidup di daerah kering dan mempunyai biji yang masa
perkecambahannya relatif pendek.

c. Iklim
Hubungan masyarakat tumbuhan dengan iklim sangat erat karena iklim
sebagai salah satu factor ekologi merupakan factor lingkungan alami yang sangat
berperanan dalam mengontrol dan menentukan kehidupan makhluk hidup. Iklim
terbentuk dari kombinasi berbagai factor lingkungan yang berhubungan erat
dengan udara atmosfer, seperti cahaya matahari, suhu udara, curah hujan (
presipitasi ), dan kelembaban udara. Factor – factor tersebut secara keseluruhan
membentuk factor lingkungan iklim yang tidak terpisahkan, jika salah satu factor
lingkungan tersebut berubah, yang lain akan berubah pula.
Iklim dapat dikategorikan menjadi iklim mikro dan iklim makro. Iklim
mikro merupakan iklim yang mempunyai factor lingkungan yang bersifat
setempat dengan luas atau ruang terbatas pada habitat mikro, misalnya iklim
yang terdapat pada tempat di habitat naungan tajuk ( kanopi ) pada hutan yang
lebat. Iklim makro merupakan iklim yang mempunyai factor – factor lingkungan
di suatu daerah yang luas ( habitat makro ) dan bersifat umum, misalnya daerah
beriklim tropis.
Faktor – factor lingkungan makro sering digunakan untuk menetapkan tipe
iklim, zona iklim, dan zona vegetasi. Iklim sebagai factor ekologi mempunyai
peranan penting dan dapat mempengaruhi hampir segala aspek kehidupan
makhluk hidup.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 73


1. Cahaya
Cahaya merupakan factor abiotik yang sangat penting peranannya untuk
kehidupan sebagai sumber energi. Cahaya matahari adalah sumber cahaya alami
yang utama selain cahaya bulan, bintang dan cahaya buatan. Bagi masyarakat
tumbuhan, cahaya matahari merupakan factor lingkungan yang mempunyai
pengaruh ekologi yang paling nyata karena cahaya mempunyai pengaruh
terhadap berbagai kegiatan fisiologi, misalnya : fotosintesis, transpirasi dan
respirasi, penutupan dan pembukaan stomata, pertumbuhan dan perkembangan,
pembungaan, gerakan atau taksis, dan perkecambahan biji. Dalam proses
tersebut cahaya menjadi energi dasar untuk menggiatkan seluruh proses
kehidupan dan berbagai proses system enzim yang terlibat dalam rangkaian
proses metabolisme dan fotosintesis.
Hubungan masyarakat tumbuhan dengan cahaya sangat erat berkaitan
dengan :
a. Jumlah cahaya
Jumlah cahaya yang diterima bumi ditentukan oleh letak lintang ( latitude )
dan musim. Latitude berhubungan langsung dengan sudut datang sinar matahari
dengan permukaan bumi. Sedangkan sudut sinar matahari tergantung pula
dengan musim dan kemiringan ( slope ). Lamanya periode cahaya matahari atau
panjang hari ditentukan oleh musim.
b. Kualitas cahaya
Kualitas cahaya adalah mutu cahaya yang diterima, yang dinyatakan dengan
panjang gelombang. Cahaya itu terdiri dari berbagai panjang gelombang dan
warna.
Sehubungan dengan tanaman, tidak semua panjang gelombang dapat
bermanfaat bagi tanaman. Panjang gelombang yang berfungsi untuk aktivitas
fotosintesa tanaman adalah berkisar antara 400 mμ atau sinar tampak. Selang
panjang gelombang yang menghasilkan cahaya yang dapat dilihat disebut dengan
PAR ( Photosynthetically Active radiation ), yaitu sebuah penelitian besarnya
absorpsi tanaman ( klorofil ) ternyata setiap panjang gelombang memperlihatkan
daya absorpsinya yang berbeda – beda. Perbedaan itu disebabkan oleh

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 74


perbedaan kloropfil yang terdapat pada tanaman, yakni klorofil a ( C 55 H72 O5 N4
Mg ) dan klorofil b ( C55 H70 O6 N4 Mg ).

Adaptasi tumbuhan terhadap factor cahaya berbeda – beda. Terdapat dua


kelompok masyarakat tumbuhan yang sangat ditentukan oleh banyaknya
intensitas cahaya, yaitu tumbuhan yang menyukai cahaya terbuka yang disebut
tumbuhan Heliophita dan tumbuhan naungan atau tumbuhan lindung yang
disebut tumbuhan Sciophyta.
Selain itu terdapat pula tumbuh – tumbuhan yang beradaptasi terhadap
lamanya penyinaran ( fotoperiodisitas ) yang akan berpengaruh terhadap proses
pembungaan. Diketahui terdapat tiga kelompok tumbuhan berdasarkan respon
tumbuhan terhadap lamanya penyinaran/hari ( panjang hari ) yaitu :
a. Tumbuhan berhari panjang adalah tumbuhan yang respon berbunga atau
proses pembungaannya memerlukan fotoperiodisitas lebih dari 12 jam sehari.
b. Tumbuhan berhari pendek adalah tumbuhan yang untuk proses
pembungaannya membutuhkan penyinaran bila panjang hari kurang dari
panjang hari maksimum ( nilai kritis yaitu selama 12 – 14 jam ).
c. Tumbuhan netral yaitu tumbuhan berbunga yang tidak dipengaruhi panjang
hari. Tumbuhan ini umumnya terdapat di daerah tropika dan dapat berbunga
sepanjang tahun.

2. Suhu
Suhu sebagai salah satu factor lingkungan selain kelembaban yang
merupakan factor penting, yang variabelnya ditentukan oleh factor waktu,
musim, garis lintang, ketinggian, kemiringan atau lereng habitat, arah cahaya
matahari, tekstur tanah, penutupan vegetasi dan aktivitas manusia.
Hubungannya dengan masyarakat tumbuhan karena pengaruhnya secara
langsung maupun tidak langsung terhadap berbagai proses kehidupan, misalnya
terhadap plasma sel, permeabilitas sel, reaksi biokimia dan fungsi sel,
perkecambahan, dan pertumbuhan biji atau laju penyerapan air.
Terdapat dua macam pengaruh suhu secara langsung terhadap masyarakat
tumbuh – tumbuhan , yaitu pengaruhnya terhadap berbagai proses fisiologi dan
pertumbuhan tanaman, dan pengaruhnya terhadap kemampuan hidup tumbuhan
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 75
untuk tumbuh di suatu habitat sehingga dapat menentukan sebaran vegetasi di
bumi.
Ada perbedaan dan variasi jenis tumbuhan di berbagai daerah dalam
memperlihatkan respon, toleransi dan adaptasi tumbuhan yang berbeda – beda
terhadap suhu lingkungan dan fluktuasinya.
Berdasarkan kebutuhan tumbuh – tumbuhan akan tinggi atau rendahnya variabel
suhu yang dapat mempengaruhi keberadaan dan kehidupannya, maka dapat
dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu :

1. Tumbuhan megathermal, yaitu tumbuhan yang menyukai habitat beriklim


panas sepanjang tahun di daerah tropika, misalnya tumbuhan gurun pasir.
2. Tumbuhan mesothermal, yaitu tumbuhan yang menyukai habitat yang
suhunya tidak terlalu panas atau terlalu dingin. Tumbuhan ini terdapat di
daerah tropika dan subtropika.
3. Tumbuhan mikrothermal, yaitu tumbuhan yang menyukai suhu yang dingin
atau suhu rendah. Tumbuhan biasanya tidak mempunyai toleransi terhadap
suhu yang tinggi.
4. Tumbuhan hekistothermal, yaitu tumbuhan yang menyukai habitat bersuhu
dingin. Tumbuhan semacam ini tidak tahan terhadap lingkungan bersuhu
tinggi, tetapi dapat hidup di daerah yang mempunyai musim dingin yang
panjang.

3. Presipitasi dan Kelembaban Udara


Presipitasi dan kelembaban udara sangat berkaitan erat dengan air dan
curah hujan sebagai factor lingkungan abiotik. Air merupakan bagian dari sel
makhluk hidup dan berperan sebagai system pelarut dalam sel dan merupakan
media untuk pengangkutan nutrien yang yang dibutuhkan tumbuh – tumbuhan.
Air merupakan senyawa yang unik, dapat berada dalam tiga wujud. Wujud
tersebut sangat dipengaruhi oleh factor – factor lingkungan cahaya, suhu dan
kelembaban udara.
Tumbuh – tumbuhan yang sedang tumbuh cepat, memerlukan air yang
lebih banyak dari pada yang terdapat di dalam tubuhnya sendiri. Kecepatan

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 76


kehilangan air bagi tumbuhan sebagian besar ditentukan oleh suhu udara,
kelembaban relatif dan gerakan udara.
Air yang berasal dari curah hujan ( presipitasi ) adalah hasil dari proses
pendinginan udara dari uap air dengan kelembaban tertentu. Presipitasi atau
curah hujan yang jatuh di suatu daerah tertentu selama setahun, merupakan
factor lingkungan yang sangat penting untuk masyarakat tumbuhan. Karena
curah hujan sangat menentukan ketersediaan air untuk pertumbuhan dan
berbagai proses vital.
Kelembaban udara atmosfer secara langsung dipengaruhi oleh bentuk dan
struktur vegetasi yang dapat berpengaruh terhadap proses penguapan. Daya
penguapan udara merupakan factor penting untuk kehidupan tumbuhan karena
secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi laju kecepatan proses
evaporasi dan transpirasi. Daya penguapan udara ditentukan oleh kelembaban
relatif udara, yaitu perbandingan antara uap air yang terdapat di udara atmosfer
dengan kejenuhan yang diperlukan pada suhu tertentu.
Hubungan tumbuh – tumbuhan dengan presipitasi dan kelembaban udara
berdasarkan ketersediaan air dan kebutuhan akan air ditentukan oleh curah
hujan dan kelembaban udara dan sifat adaptasi tumbuhan, secara ekologis
sangat menentukan keberadaan atau kehadiran di habitatnya.
Terdapat 3 kelompok tumbuh – tumbuhan berdasarkan kesesuaian habitat dan
ketersediaan air, yaitu :
1. Tumbuhan hidrophyta, yaitu tumbuhan yang beradaptasi pada lingkungan
perairan ( akuatik ), misalnya padi.
2. Tumbuhan xerophyta, yaitu tumbuhan yang telah beradaptasi untuk tumbuh
di lahan kering dengan ketersediaan yang rendah dan terbatas, misalnya
pinus merkusii.
3. Tumbuhan mesophyta, yaitu tumbuhan yang hidup di habitat yang
ketersediaan airnya tidak berlebeihan atau kekurangan.

4. Udara
Udara yang terdapat dalam atmosfer adalah campuran berbagai macam
gas yang ada di lapisan atmosfer bumi. Udara atmosfer sangat penting untuk

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 77


kehidupan karena berperan sebagai selimut tebal gas – gas yang diperlukan
makhluk hidup ( terutama oksigen ), mencegah fluktuasi atau perubahan suhu
yang besar di bumi dan melaksanakan pertukaran udara / gas – ga secara terus
menerus antara makhluk hidup dan lingkungannya.
Secara langsung udara atmosfer mempengaruhi masyarakat tumbuhan
dalam penyediaan CO2 untuk proses fotosintesis dan O2 untuk respirasi.
Karbondioksida ( CO2 ) merupakan gas di atmosfer yang penting untuk tumbuh –
tumbuhan. Di udara terdapat sekitar 0,03 % atau 1/700 kali daripada banyaknya
O2, walaupun demikian gas – gas tersebut terbagi secara merata dalam atmosfer
bumi. Karbondioksida diserap oleh tumbuhan hijau dari udara atau dalam air,
diikat atau difiksasi dalam proses fotosintesis kemudian dilepas kembali ke udara
atau ke dalam air melalui proses respirasi oleh berbagai hewan dan
mikroorganisme mikrobiota dalam proses dekomposisi.
Pemanfaatan CO2 oleh tumbuh – tumbuhan dipengaruhi oleh intensitas
cahaya. pada intensitas cahaya yang tinggi laju kecepatan fotosintesis sangat
dipengaruhi oleh konsentrasi CO2 yang ada, sedangkan respirasi oleh organisme
mikrobiota di dalam tanah, termasuk akar tumbuhan dapat menaikan dan
menurunkan kadar CO2 dalam tanah. konsentrasi CO2 yang tinggi dapat
mengganngu pertumbuhan karena dapat mengurangi penyerapan air dan unsur –
unsur hara.
Oksigen di udara atmosfer konsentrasinya sangat berfluktuasi, sedangkan
karbondioksida cenderung relatif konstan. Kadar O 2 dalam tanah jika
dibandingkan dengan kadar O2 di udara bebas tergantung dari berbagai factor,
seperti kecepatan respirasi mikrobiota dan akar tumbuhan di dalam tanah,
ukuran dan jumlah pori tanah, serta drainase tanah. Pengaruh aerasi yang buruk
mengakibatkan kadar O2 dalam tanah kurang, hal ini akan mempengaruhi system
perakaran tumbuhan pada morfologi atau anatominya, misalnya dinding sel akar
relatif menjadi tipis, bulu – bulu akar pada sel epidermis akar menjadi berkurang
dan system perakarannya menjadi dangkal. Berbagai proses fisiologi akan
terganggu dan menyebabkan respirasi aerobic akan naik, pH cairan turun,
penyerapan air dan nutrient oleh akar akan turun pula. Pada bagian tumbuhan di

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 78


atas tanah, konsentrasi CO2 yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
pertumbuhan tajuk ( kanopi ) berkurang.
Gerakan massa udara di atmosfer dari daerah yang mempunyai tekanan
udara tinggi ke daerah yang mempunyai tekanan udara rendah disebut angin.
Adanya angin secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi penyebaran
suhu udara, energi panas dan cahaya, merangsang transpirasi, membantu
penyerbukan dan penyebaran biji.
Gerakan udara sebagai angin secara ekologi dapat merugikan dan
menguntungkan masyarakat tumbuhan. Proses transpirasi dan fotosintesis akan
naik jika angin tidak terlalu kencang, sebaliknya jika terlalu kencang proses
fotosintesis akan berkurang sampai berhenti walaupun proses transpirasi melalui
kutikula tetap berlangsung. Dalam hal demikian tumbuhan dapat menjadi layu
tetap kemudian mati. Kecepatan angin sebesar 60 km/jam dapat menghambat
atau menghentikan proses asimilasi dan jika kecepatan angin diperbesar lagi,
tumbuhan tersebut akan layu dan mati.

3. Hubungan Masyarakat Tumbuhan Dengan Makhluk Hidup Lainnya


Pada dasarnya di alam tidak ada satu jenis tumbuhan pun yang bebas dari
pengaruh tumbuhan dan makhluk hidup lainnya sebagai komponen biotic
ekosistem. Sejumlah factor lingkungan, seperti cahaya matahari atau unsur –
unsur hara dan nutrient yang tersedia dan diperlukan oleh tumbuhan sering
ditentukan oleh kehadiran tumbuhan lain yang ada di sekitarnya.
Dalam suatu habitat makhluk hidup, hidup bersama membentuk suatu
komunitas masyarakat tumbuhan, juga merupakan bagian dari factor lingkungan
bersama – sama hewan atau mikrobiota. Hubungan tersebut dapat berlangsung
antara tumbuhan dengan tumbuhan atau antara tumbuhan dengan hewan dan
manusia, atau antara tumbuhan dengan mikrobiota. Bentuk hubungan tersebut
dapat merupakan hubungan kompetisi, herbivore ( hewan pemakan rumput ),
alelopati dan hubungan ketergantungan parasitisme, mikoriza atau epifit, dan
lain – lain.
Hubungan tumbuhan dengan tumbuhan lainnya dalam suatu masyarakat
tumbuhan dapat merupakan hubungan kompetisi atau persaingan untuk
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 79
mendapatkan cahaya matahari, air, nutrient dan unsur hara/mineral, dan ruang.
Hubungan persaingan ini biasanya dapat membentuk susunan masyarakat
tumbuhan tertentu yang seragam atau dapat membentuk bermacam – macam
bentuk hidup, dengan bentuk hidup, banyak dan jumlah individu yang bermacam
– macam pula yang telah beradaptasi dengan habitatnya. Persaingan antar
tumbuhan akan kebutuhan cahaya matahari tampak pada struktur komunitas
tumbuhannya pada stratifikasi pohon.
Manusia mempunyai hubungan yang sangat erat dengan masyarakat
tumbuhan. Berbagai sumber makanan dan energi yang dihasilkan oleh tumbuh –
tumbuhan. Hubungan tumbuhan dengan manusia biasanya terjadi karena
manusia melakukan berbagai kegiatan sehingga membentuk hubungan tersebut.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 80


BAB. VI
ANALISIS KOMUNITAS TUMBUHAN

1. Pendahuluan
Analisis komunitas tumbuhan merupakan suatu cara mempelajari susunan
atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi. Dalam ekologi
tumbuhan, satuan vegetasi yang dipelajari atau diselidiki berupa komunitas
tumbuhan yang merupakan asosiasi konkrit dari semua species tumbuhan yang
menempati suatu habitat. Oleh karena itu, tujuan yang ingin dicapai dalam
analisis komunitas adalah untuk mengetahui komposisi species dan struktur
komunitas pada suatu wilayah yang dipelajari.

Struktur komunitas tumbuhan memiliki sifat kualitatif dan kuantitatif.


Dengan demikian, dalam deskripsi komunitas tumbuhan dapat dilakukan secara
kualitatif dengan parameter kualitatif atau secara kuantitatif dengan parameter
kuantitatif. Namun, persoalan yang sangat penting dalam analisis komunitas
adalah bagaimana cara mendapatkan data terutama data kuantitatif dari semua
species tumbuhan yang menyusun komunitas, parameter kuantitatif dan
kualitatif apa saja yang diperlukan, penyajian data, dan interpretasi data, agar
dapat mengemukakan komposisi floristic serta sifat – sifat komunitas tumbuhan
secara utuh dan menyeluruh.

A. Parameter Kualitatif Dalam Analisis Komunitas Tumbuhan


Untuk kepentingan analisis komunitas tumbuhan diperlukan parameter
kualitatif, hal ini sesuai dengan sifat komunitas tumbuhan itu sendiri bahwa dia
memiliki sifat kualitatif dan sifat kuantitatif. Beberapa parameter kualitatif
komunitas tumbuhan antara lain :
1. Fisiognomi
Fisiognomi adalah penampakan luar dari suatu komunitas tumbuhan yang
dapat dideskripsikan berdasarkan kepada penampakan species tumbuhan
dominan, penampakan tinggi tumbuhan, dan warna dari tumbuh – tumbuhan
yang tampak oleh mata.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 81


2. Fenologi
Fenologi adalah perwujudan species pada setiap fase dalam siklus
hidupnya. Bentuk dari tetumbuhan berubah – ubah sesuai dengan umurnya,
sehingga species yang sama dengan tingkat umur yang berbeda akan membentuk
struktur komunitas yang berbeda. Demikian juga untuk species yang berbeda
pasti memiliki fenologi yang berbeda, sehingga keanekaragaman species dalam
komunitas tumbuhan tersebut. Perbedaan keanekaragaman species dlam
komunitas tumbuhan menimbulkan perbedaan struktur antara komunitas yang
satu dengan yang lainnya.

3. Periodisitas
Periodisitas adalah kejadian musiman dari berbagai proses dalam
kehidupan tumbuhan. Kejadian musiman pada tumbuhan dapat ditunjukan oleh
perwujudan bentuk daun dan ukurannya, masa pembungaan, masa bertunas, dan
peluruhan buah dan biji.

4. Stratifikasi
Stratifikasi adalah distribusi tetumbuhan dalam ruangan vertical. Semua
species tetumbuhan dalam komunitas tidak sama ukurannya, serta secara
vertical tidak menempati ruang yang sama. Stratifikasi tetumbuhan di atas tanah
berhubungan dengan sifat species tumbuhan untuk memanfaatkan radiasi
matahari yang diterima, dan memanfaatkan ruangan menurut keperluan yang
berbeda – beda.

5. Kelimpahan
Kelimpahan adalah parameter kualitatif yang mencerminkan distribusi
relatif species organisme dalam komunitas. Kelimpahan pada umumnya
berhubungan dengan densitas berdasarkan penaksiran kualitatif. Menurut
penaksiran kualitatif, kelimpahan dapat dikelompokan menjadi lima :
a. Sangat jarang
b. Kadang – kadang atau jarang
c. Sering atau tidak banyak
d. Banyak atau berlimpah – limpah

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 82


e. Sangat banyak atau sangat berlimpah

6. Penyebaran
Penyebaran adalah parameter kualitatif yang menggambarkan keberadaan
species organisme pada ruang secara horizontal. Penyebaran tersebut dapat
dikelompokan menjadi tiga antara lain random, seragam dan berkelompok.

7. Daya hidup
Daya hidup atau vitalitas adalah tingkat keberhasilan tumbuhan untuk
hidup dan tumbuh normal, serta kemampuan untuk bereproduksi. Daya hidup
akan menentukan setiap species organisme untuk memelihara kedudukannya
dalam komunitas. Daya hidup juga sangat membantu meningkatkan kemampuan
setiap species tumbuhan dalam beradaptasi terhadap kondisi tempat
tumbuhnya. Beberapa penulis telah memperkenalkan lima kategori dari daya
hidup tetumbuhan, antara lain :
a. V1 : tetumbuhan yang berkecambah, tetapi segera mati.
b. V2 : tetumbuhan yang tetap hidup setelah berkecambah, tetapi tidak
dapat bereproduksi.
c. V3 : tetumbuhan sedang bereproduksi, tetapi hanya secara vegetative saja.
d. V4 : tetumbuhan sedang bereproduksi secara seksual, tetapi sangat kurang
e. V5 : tetumbuhan sedang bereproduksi sangat baik secara seksual.

8. Bentuk pertumbuhan
Bentuk pertumbuhan adalah penggolongan tetumbuhan menurut bentuk
pertumbuhannya, habitat, atau menurut karakteristik lainnya. Bentuk
pertumbuhan yang umum dan mudah disebut misalnya pohon, semak, perdu,
herba, dan liana. Bentuk pertumbuhan dikelompokan menjadi lima antara lain
sebagai berikut :
a. Phanerophytes, golongan tetumbuhan berkayu dan pohon yang tingginya
lebih dari 30 cm.
b. Chamaephytes, tetumbuhan berkayu dan semak kecil yang tingginya kurang
dari 30 cm.
c. Hemicryptophytes, tetumbuhan golongan rerumputan dan herba.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 83
d. Cryptophytes, tetumbuhan yang sebagian besar organ pertumbuhannya
berada di bawah permukaan tanah atau air. Tipe tumbuhan tersebut meliputi
hydrophytes ( memiliki tunas yang berada di bawah permukaan air ),
helophytes ( tumbuhan rawa dan payau dengan rhizome berada di bawah
tanah ), geophytes ( tumbuhan daratan dengan rhizome, akar dan umbi
berada di bawah tanah ).
e. Therophytes, tetumbuhan yang tidak mempunyai organ pertumbuhan khusus,
golongan tumbuhan tersebut pada umumnya herba setahun.

B. Parameter Kuantitatif Dalam Analisis Komunitas Tumbuhan

Untuk kepentingan dskripsi suatu komunitas tumbuhan diperlukan minimal


tiga macam parameter kuantitatif antara lain : densitas, frekuensi dan
dominansi.

1. Densitas
Densitas adalah jumlah individu per unit luas atau per unit volume.
Dengan kata lain, densitas merupakan jumlah individu organisme per satuan
ruang. Untuk kepentingan analisis komunitas tumbuhan, istilah yang mempunyai
arti sama dengan densitas dan sering digunakan adalah kerapatan diberi notasi
K.

Jumlah individu
K=
Luas seluruh petak contoh

Dengan demikian, densitas species ke – i dapat dihitung sebagai K – i, dan


densitas relatif setiap species ke-i terhadap kerapatan total dapat dihitung
sebagai KR – i.

Jumlah individu untuk species ke – i


K–i=
Luas seluruh petak contoh

Kecepatan species ke – i
KR – i = x 100 %
Kerapatan seluruh species

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 84


2. Frekuensi
Di dalam ekologi, frekuensi dipergunakan untuk menyatakan proporsi
antara jumlah sampel yang berisi suatu species tertentu terhadap jumlah totyal
sampel. Frekuensi species tumbuhan adalah jumlah petak contoh tempat
ditemukannya suatu species dari sejumlah petak contoh yang dibuat. Frekuensi
merupakan besarnya intensitas ditemukannya suatu species organisme dalam
pengamatan keberadaan organisme pada komunitas atau ekosistem.
Untuk kepentingan analisis komunitas tumbuhan, frekuensi species ( F ),
frekuensi species ke – i ( F – i ) dan frekuensi relatif species ke – i ( FR – i ) dapat
dihitung dengan rumus :

Jumlah petak contoh ditemukannya suatu species


F=
Jumlah seluruh petak contoh

Jumlah petak contoh ditemukannya suatu species ke – i


F–i=
Jumlah seluruh petak contoh

Frekuensi suatu species ke – i


FR – i = x 100 %
Frekuensi seluruh species

Apabila pengamatan dilakukan pada petak - petak contoh, makin banyak


petak contoh yang di dalamnya ditemukan suatu species, berarti makin besar
frekuensi species tersebut. sebaliknya, jika makin sedikit petak contoh yang di
dalamnya ditemukan suatu species, makin kecil frekuensi species tersebut.
dengan demikian, sesungguhnya frekuensi tersebut dapat menggambarkan
tingkat penyebaran species dalam habitat yang dipelajari, meskipun belum
dapat menggambarkan tentang pola penyebarannya. Species organisme yang
penyebarannya luas akan memiliki nilai frekuensi perjumpaan yang besar.

3. Luas Penutupan
Luas penutupan ( coverage ) adalah proporsi antara luas tempat yang
ditutupi oleh species tumbuhan dengan luas total habitat. Luas penutupan dapat

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 85


dinyatakan dengan menggunakan luas penutupan tajuk ataupun luas bidang
dasar ( luas basal area ).
Untuk kepentingan analisis komunitas tumbuhan, luas penutupan species (
C ), luas penutupan species ke – i ( C – i ) dan luas penutupan relatif species ke –
i ( CR – i ) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
a. Jika berdasarkan luas penutupan tajuk, maka :

Luas penutupan tajuk


C =
Luas seluruh petak contoh

Total luas penutupan tajuk species ke – i


C–i=
Luas seluruh petak contoh

b. Jika berdasarkan luas basal area atau luas bidang dasar, maka :

Luas basal area


C=
Luas seluruh petak contoh

Total luas basal area species ke – i


C–i=
Luas seluruh petak contoh

Penutupan species ke – i
CR – i = x 100 %
Penutupan seluruh species

4. Indeks Nilai Penting


Indeks nilai penting ( importance value index ) adalah parameter
kuantitatif yang dapat dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi ( tingkat
penguasaan ) species – species dalam suatu komunitas tumbuhan. Species –
species yang dominan ( yang berkuasa ) dalam suatu komunitas tumbuhan akan
memiliki indeks nilai penting yang tinggi, sehingga species yang paling dominan
tentu saja memiliki indeks nilai penting yang paling besar.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 86


Mengingat parameter – parameter terdahulu seperti kerapatan, frekuensi,
dan luas penutupan tidak dapat digunakan satu demi satu untuk menunjukan
kedudukan relatif species dalam suatu komunitas, maka Curtis dan Mc. Intosh (
1950 dalam Gopal dan Bhardwaj, 1979 ) telah mengusulkan sebuah indeks yang
disebut indeks nilai penting ( INP ) sebagai jumlah dari kerapatan relatif,
frekuensi relatif, dan luas penutupan relatif. Dengan demikian, indeks nilai
penting ( INP ) dan indeks nilai penting untuk species ke – i ( INP – i ) dapat
dituliskan dengan rumus sebagai berikut :

INP = KR + FR + CR

INP – i = KR – i + FR – i + CR – i

5. Summed Dominance Ratio


Summed Dominance Ratio atau perbandingan nilai penting ( SDR ) adalah
parameter yang identik dengan indeks nilai penting. Oleh karena itu, SDR juga
dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi species – species dalam suatu
komunitas tumbuhan. Species – species yang dominan dalam suatu komunitas
tumbuhan akan memiliki SDR yang tinggi, sehingga species yang paling dominan
tentu saja memiliki SDR yang paling besar. Summed Dominance Ratio menjadi
parameter yang lebih sederhana karena besaran tersebut diperoleh dengan cara
membagi indeks nilai penting dengan jumlah parameter yang menyusunnya.
INP
SDR =
3

6. Indeks Dominansi
Indeks dominansi ( index of dominance ) adalah parameter yang
menyatakan tingkat terpusatnya dominansi ( penguasaan ) species dalam suatu
komunitas. Penguasaan atau dominansi species dalam komunitas bisa terpusat
pada satu species, beberapa species, atau pada banyak species yang dapat
diperkirakan dari tinggi rendahnya indeks dominansi ( ID ).

ID = Σ ( n.i / N )2

Keterangan :

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 87


ID = indeks dominansi

n.i = nilai penting tiap species ke – i

N = total nilai penting

Apabila nilai ID tinggi, maka dominansi ( penguasaan ) terpusat ( terdapat


) pada satu species. Tetapi apabila nilai ID rendah, maka dominansi tertpusat (
terdapat ) pada beberapa species.

7. Indeks Keanekaragaman
Keanekaragaman species merupakan cirri tingkatan komunitas
berdasarkan organisasi biologinya. Keanekaragaman species dapat digunakan
untuk menyatakan struktur komunitas. Keanekaragaman species juga dapat
digunakan untuk mengukur stabilitas komunitas, yaitu kemampuan suatu
komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil meskipun ada gangguan terhadap
komponen – komponennya. Keanekaragaman yang tinggi menunjukan bahwa
suatu komunitas memiliki kompleksitas tinggi karena interaksi species yang
terjadi dalam komunitas itu sangat tinggi.

Suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman species yang tinggi


jika komunitas itu disusun oleh banyak species. Sebaliknya suatu komunitas
dikatakan memiliki keanekaragaman species yang rendah jika komunitas itu
disusun oleh sedikit species dan jika hanya ada sedikit saja species yang
dominan.

Untuk memprakirakan keanekaragaman species ada beberapa indeks


keanekaragaman yang dapat dipilih untuk dipakai dalam analisis komunitas,
antara lain :

a. Indeks Shannon atau Shannon index of general diversity ( H )


H = - Σ {( n.i / N ) log ( n.i / N ) }

Keterangan :

H = indeks Shannon = indeks keanekaragaman Shannon


n.i = nilai penting dari setiap species

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 88


N = total nilai penting

b. Indeks Margalef ( d )
(s–1)
d=
log N

Keterangan :

d = indeks Margalef
s = jumlah species

N = jumlah individu

c. Indeks Simpson atau Simpson of diversity ( D )


s
D = I – Σ ( P – i )2
i=1

Keterangan :
D = indeks Simpson
P-i = propoesi species ke – i dlam komunitas
s = jumlah species

8. Indeks Kesamaan
Indeks kesamaan atau index of similarity ( IS ) kadang – kadanmg
diperlukan untuk mengetahui tingkat kesamaan antara beberapa tegakan, antara
beberapa unit sampling, atau antara beberapa komunitas yang dipelajari dan
dibandingkan komposisi dan struktur komunitasnya. Oleh karena itu, besar
kecilnya indeks kesamaan tersebut, menggambarkan tingkat kesamaan komposisi
species dan struktur dari dua komunitas, atau tegakan, atau unit sampling yang
dibandingkan.
Untuk mengetahui besarnya indeks kesamaan dapat dipergunakan rumus
sebagai berikut :

2C
IS =
A+B

Keterangan :

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 89


IS = indeks kesamaan
C = jumlah species yang sama dan terdapat pada kedua komunitas

A = jumlah species di dalam komunitas A


B = jumlah species di dalam komunitas B

Indeks kesamaan juga dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

2W
IS =
a+b

Keterangan :

IS = indeks kesamaan
W = jumlah nilai penting yang lebih kecil atau sama dari dua species
berpasangan, yang ditemukan pada dua komunitas

a = total nilai penting dari komunitas A, atau tegakan A, atau unit sampling A
b = total nilai penting dari komunitas B, atau tegakan B, atau unit sampling B

9. Homogenitas Suatu Komunitas


Homogen tidaknya suatu komunitas tumbuhan dapat ditentukan dengan
menggunakan “ Hukum Frekuensi “ ( Laws of frequency ). Frekuensi dapat
menunjukan homogenitas dan penyebaran dari individu – individu species dalam
komunitas. Untuk mengetahui homogenitas suatu komunitas, nilai frekuensi tiap
species dikelompokan ke dalam lima kelas sebagai berikut :

a. Kelas A, yaitu species – species yang mempunyai frekuensi 1 – 20 %


b. Kelas B, yaitu species – species yang mempunyai frekuensi 21 – 40 %
c. Kelas C, yaitu species – species yang mempunyai frekuensi 41 – 60 %
d. Kelas D, yaitu species – species yang mempunyai frekuensi 61 – 80 %
e. Kelas E, yaitu species – species yang mempunyai frekuensi 81 – 100 %
Berdasarkan hukum frekuensi Raunkiaer dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
a. Jika A > B > C > = < D < E, maka species – species yang menyusun komunitas
tumbuhan bertdistribusi normal.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 90


b. Jika E > D, sedangkan A, B, dan C rendah, maka kondisi komunitas tumbuhan
homogeny.
c. Jika E < D, sedangkan A, B, dan C rendah, maka kondisi komunitas tumbuhan
terganggu.
d. Jika B, C, dan D tinggi, maka kondisi komunitas tumbuhan heterogen.

C. Metode Pengambilan Contoh Untuk Analisis Komunitas Tumbuhan

Pengambilan contoh untuk analisis komunitas tumbuhan dapat dilakukan


dengan menggunakan metode petak ( plot ), metode jalur, ataupun metode
kuadran.

1. Metode Petak
Metode petak merupakan prosedur yang paling umum digunakan untuk
pengambilan contoh berbagai tipe organisme termasuk komunitas tumbuhan.
Petak yang digunakan dapat berbentuk segi empat, persegi, atau lingkaran.
Disamping itu, untuk kepentingan analisis komunitas tumbuhan dapat digunakan
petak tunggal atau petak ganda.
a. Petak tunggal
Di dalam metode petak tunggal, hanya dibuat satu petak contoh dengan
ukuran tertentu yang mewakili suatu tegakan hutan atau suatu komunitas
tumbuhan. Ukuran minimum petak contoh dapat ditentukan menggunakan kurva
species area. Luas minimum petak contoh itu ditetapkan dengan dasar bahwa
penambahan luas petak tidak menyebabkan kenaikan jumlah species lebih dari 5
%. Pada metode ini tidak perlu dihitung frekuensi dan frekuensi relatif karena
hanya ada satu petak contoh dalam analisis vegetasinya, sehingga INP diperoleh
dari penjumlahan kerapatan relatif dan penutupan relatif.

b. Petak ganda
Pengambilan contoh vegetasi pada metode petak ganda dilakukan dengan
menggunakan banyak petak contoh yang letaknya tersebar merata pada areal
yang dipelajari, dan peletakan petak contoh sebaiknya secara sistematik. Ukuran

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 91


tiap petak contoh disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan bentuk
tumbuhannya. Ukuran petak contoh untuk pohon dewasa adalah 20 m x 20 m,
fase tiang adalah 10 m x 10 m, fase pancang adalah 5 m x 5 m, dan untuk fase
semai serta tumbuhan bawah menggunakana petak contoh berukuran 1 m x 1 m
atau 2 m x 2 m.

Secara acak secara sistematis

Gambar : Desain petak – petak contoh di lapangan dengan metode petak ganda

Pada metode petak ganda semua parameter kuantitatif dapat dihitung


menggunakan rumus – rumus seperti yang telah diuraikan di atas.

2. Metode Jalur
Metode jalur merupakan metode yang paling efektif untuk mempelajari
perubahan keadaan vegetasi menurut kondisi tanah, topografi, dan elevasi. Jalur
– jalur contoh dibuat memotong garis kontur ( garis tinggi/garis topografi ) dan
sejajar satu dengan lainnya.

Bentuk dan ukuran petak – petak pengamatan serta peletakannya pada


setiap garis rintis dapat dilihat pada gambar berikut :

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 92


Gambar : Desain petak – petak contoh di lapangan dengan metode jalur

B
C
A Arah rintis

Keterangan :

Jalur A = lebar 20 m dengan petak – petak berukuran 20 m x 20 m untuk


pengamatan pohon.
Jalur B = lebar 10 m dengan petak – petak berukuran 10 m x 10 m untuk
pengamatan poles dan sampling.

Jalur C = lebar 2 m dengan petak – petak berukuran 2 m x 2 m atau 2 m x 5 m


untuk pengamatan seedling dan tumbuhan bawah.
Pada metode jalur seperti ini, semua parameter kuantitatif dapat dihitung
menggunakan rumus seperti yang telah diuraikan di atas.

3. Metode Garis Petak


Metode ini dianggap sebagai modifikasi dari metode petak ganda atau
metode jalur, yaitu dengan cara melompati satu atau lebih petak – petak dalam
jalur, sehingga sepanjang garis rintis terdapat petak – petak pada jarak tertentu
yang sama. Semua parameter kuantitatif dapat dihitung dengan menggunakan
rumus seperti yang telah diuraikan di atas.
Bentuk dan ukuran petak – petak pengamatan serta peletakannya pada
setiap garis rintis dapat dilihat pada gambar berikut :

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 93


Gambar : Desain petak – petak contoh di lapangan dengan metode garis
berpetak

D Arah
rintis

C
B

Keterangan :

Petak A = petak berukuran 20 m x 20 m untuk pengamatan pohon


Petak B = petak berukuran 10 m x 10 m untuk pengamatan poles
Petak C = petak berukuran 5 m x 5 m untuk pengamatan sapling

Petak D = petak berukuran 2 m x 2 m untuk pengamatan seedling dan tumbuhan


bawah

4. Metode Kombinasi
Metode kombinasi yang dimaksudkan adalah kombinasi antara metode
jalur dan garis berpetak. Di dalam metode tersebut, risalah pohon dilakukan
dengan metode jalur, yaitu pada jalur – jalur yang lebarnya 20 m, sedangkan
untuk fase pemudaan ( poles, sapling, dan seedling ), serta tumbuhan bawah
digunakan metode garis berpetak.

Untuk lebih jelasnya, bentuk dan ukuran petak – petak pengamatan, serta
peletakannya dapat dilihat pada gambar berikut :

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 94


Gambar : Desain petak – petak contoh di lapangan dengan metode kombinasi

D Arah
rintis

Keterangan :
Petak A = petak berukuran 20 m x 20 m untuk pengamatan pohon

Petak B = petak berukuran 10 m x 10 m untuk pengamatan poles


Petak C = petak berukuran 5 m x 5 m untuk pengamatan sapling
Petak D = petak berukuran 2 m x 2 m untuk pengamatan seedling dan tumbuhan
bawah

5. Metode Kuadran
Metode kuadran umumnya dipergunakan untuk pengambilan contoh
vegetasi tumbuhan jika hanya vegetasi fase pohon yang menjadi objek
kajiannya. Metode itu mudah dikerjakan, dan lebih cepat jika akan dipergunakan
untuk mengetahui komposisi jenis, tingkat dominansi, dan menaksir volume
pohon. Syarat penerapan metode kuadran adalah distribusi pohon yang akan
diteliti harus acak. Dengan kata lain, bahwa metode ini kurang tepat
dipergunakan jika populasi pohon berdistribusi mengelompok atau seragam.
Metode kuadran atau metode titik pusat kuadran merupakan metode
sampling tanpa petak contoh yang dapat dilakukan secara efisien karena dalam
pelaksanaannya di lapangan tidak memerlukan waktu lama dan mudah
dikerjakan.
Di dalam metode kuadran, pada setiap titik pengukuran dibuat garis absis
dan ordinat khayalan, sehingga pada setiap titik pengukuran terdapat empat

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 95


buah kuadran. Pilih satu pohon disetiap kuadran yang letaknya paling dekat
dengan titik pengukuran dan ukur jarak dari masing – masing pohon ke titik
pengukuran. Perlu diperhatikan bahwa pengukuran dimensi pohon hanya
dilakukan terhadap keempat pohon yang terpilih pada tiap – tiap kuadran. Desain
titik pengukuran dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar : Desain titik pengukuran dan letak pohonyang diukur dengan metode
kuadran

d1 d5 d8
d4

Arah rintis

d3
d2 d6
d7

Dari hasil pengukuran tersebut kemudian dihitung besaran – besaran sebagai


berikut :

a. Jarak rata – rata individu pohon ke titik pengukuran ( d )


d1 + d2 + d3 + d4 + … + dn
d=
n
keterangan :
d1, d2, d3, … , dn = jarak masing – masing pohon ke titik pengukuran
n = banyaknya pohon
d = jaraka rata – rata individu pohon ke titik pengukuran

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 96


b. Kerapatan seluruh species ( K )
Luas area
K=
( jarak rata – rata pohon )2
c. Kerapatan seluruh species per hektar ( K )
10. 000 m2
K=
( jarak rata – rata pohon )2

d. erapatan relatif suatu species ( KR )


Jumlah individu suatu species
KR = x 100 %
Jumlah individu semua species pohon
e. Kerapatan suatu species ( K – i )
KR x K
K–i =
100
f. Penutupan suatu species ( C )
C = ( K – i ) x ( rata – rata penutupan species )
g. Penutupan relatif suatu jenis ( CR )
Penutupan suatu species
CR = x 100 %
Penutupan seluruh species
h. Frekuensi suatu species ( F )
Jumlah titik ditemukannya suatu species
F=
Jumlah seluruh titik pengukuran
i. Frekuensi relatif ( FR )
Frekuensi suatu species
FR = x 100 %
Frekuensi seluruh species
j. Indeks nilai penting ( INP )
INP = KR + CR + FR
k. Summed dominance ratio ( SDR )
INP
SDR =
3

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 97


BAB. VII
ADAPTASI TUMBUHAN

1. Pendahuluan
Dalam suatu ekosistem, berbagai kelompok makhluk hidup mempunyai
perbedaan dalam bentuk, ukuran, dan kebutuhan hidupnya sebgai bagian
integral dari lingkungan hidupnya secara keseluruhan. Interaksi antara makhluk
hidup dengan habitat dan lingkungan fisiknya pada umumnya akan
memanfaatkan habitat dan lingkungan tersebut sebagai tempat tinggal atau
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti untuk memperoleh air, udara,
makanan, nutrient dan sebagainya. Sebaliknya kegiatan makhluk hidup akan
mempengaruhi berbagai komponen biotic dan komponen abiotik di sekitarnya,
baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif.

Dalam interaksi tersebut tumbuh – tumbuhan dan makhluk hidup lainnya


akan bereaksi dan menanggapi berbagai rangsangan ( stimulus ) pengaruh factor
ekologi tertentu dari lingkungannya. Reaksi interaksi tersebut dapat diketahui
dari berbagai perubahan dan modifikasi secara structural ( anatomi dan
morfologi ), fungsional ( fisiologi ), atau secara genetic sebagai antisipasi
adaptasi terhadap perubahan fisik, kimia atau kondisi habitatnya.

Secara umum adaptasi merupakan suatu reaksi penyesuaian diri dari


makhluk hidup terhadap suatu stimulus terhadap dirinya. Suatu gambaran,
keadaan, atau perilaku dari reaksi makhluk hidup ( sebagian atau seluruh bagian
tubuhnya ) yang dapat menunjukan kehadiran atau kemampuan menyesuaikan
diri terhadap berbagai pengaruh factor lingkungan dinamakan adaptasi.

Reaksi suatu masyarakat tumbuh – tumbuhan ( dalam tingkatan individu,


populasi, maupun komunitas ) untuk dapat menyesuaikan diri terhadap berbagai
factor biotic dan abiotik di lingkungan hidupnya semaksimal mungkin disebut
perilaku adaptasi ( individu, populasi atau komunitas ) tumbuhan tersebut.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 98


A. Konsep Dasar Tentang Adaptasi
Dalam lingkungan biosfer tempat hidup organisme tersebar sesuai dengan
kondisi habitat dan lingkungannya, mulai dari lingkungan perairan, dataran
rendah, pegunungan, gurun pasir sampai lautan atau daerah kutub yang tertutup
es. Kunci dari hubungan antara keanekaragaman habitat dengan jenis tumbuh –
tumbuhan dan biota lainnya adalah adaptasi.
Menurut Yatim ( 1999 ), “ adaptasi adalah sifat makhluk hidup untuk
menyesuaikan diri terhadap lingkungan hidupnya “. Adaptasi dapat pula berarti
sebagai suatu proses penyesuaian diri makhluk hidup dengan lingkungannya atau
dengan cara hidupnya sehingga dapat terus menerus mempertahankan
kehadirannya. Menurut Mc Naughton dan Wolf ( 1998 ) yang dimaksud dengan
adaptasi adalah “ suatu proses evolusi sehingga organisme menjadi lebih
mampu hidup dalam suatu kondisi lingkungan yang ada atau suatu sifat turun
temurun ( herediter ) yang ditentukan secara genetic sehingga eksistensi
organisme tersebut menjadi lebih baik “. Dengan kata lain adaptasi adalah suatu
proses evolusi yang menyebabkan organisme mampu hidup lebih baik di bawah
kondisi lingkungan dan sifat genetic tertentu yang menyebabkan organisme
menjadi lebih mampu untuk bertahan hidup.
Proses lain yang berhubungan dengan proses adaptasi tetapi tidak bersifat
genetis adalah aklimatisasi dan aklimasi. Aklimasi adalah modifikasi sifat – sifat
fenotip organisme yang disebabkan oleh pengaruh factor lingkungan. Sedangkan
Aklimatisasi adalah penyesuaian diri terhadap iklim. Dalam adaptasi sifat fenotip
yang tampak adalah sebagai hasil interaksi dan pengaruh lingkungan terhadap
makhluk hidup yang merupakan modifikasi dan ekspresi gen terhadap pengaruh
lingkungannya.
Adanya interaksi antara organisme dengan factor – factor ekologi, dalam
proses evolusi suatu jenis tumbuh – tumbuhan kadang – kadang dapat berhasil
dan hasilnya tidak tergantung pada berapa lama tumbuhan dapat bertahan hidup
dan mempertahankan keberadaannya ( eksistensinya ), atau berapa banyak
sumber daya yang dapat diperoleh tumbuhan tersebut, tetapi lebih ditekankan
pada berapa banyak gen – gen yang diturunkan individu kepada generasi
berikutnya.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 99
Menurut hal tersebut, proses adaptasi berhubungan erat dengan
bagaimana tumbuhan dapat berinteraksi dengan lingkungannya yang dapat
mempengaruhi potensi repeoduksi secara genotip dan kemudian ditampilkan
dalam wujud fenotipnya.
Tumbuh – tumbuhan dan makhluk hidup lainnya, pada dasarnya cenderung
akan musnah atau mengalami kematian sepanjang sejarah kehidupannya jika
tidak dapat beradaptasi dengan lingkungannya. dalam arti organisme tersebut
harus mampu secara terus menerus bereaksi dan menanggapi berbagai
perubahan factor lingkungan secara fisik atau kimia, dengan beradaptasi
terhadap kondisi habitat dan perubahan iklim, bersaing ( berkompetisi ) dalam
mencari habitat, sumber air, nutrient dan unsur hara dan mencari mangsa.
Suatu proses adaptasi pada tumbuh – tumbuhan umumnya akan dimulai
dengan melakukan respon atau memberikan tanggapan terhadap pengaruh satu
factor atau beberapa factor ekologi di habitat atau tempat hidupnya. Tumbuhan
akan tumbuh dan berkembang dengan baik jika toleran terhadap pengaruh
lingkungan dan dapat menyesuaikan diri dengan factor tersebut. bila kondisi
lingkungan kurang atau tidak sesuai, tumbuhan tersebut akan berusaha bereaksi
terhadap factor lingkungannya sesuai dengan kemampuan dan toleransinya yang
dapat bersifat sempit ( steno ) atau luas ( euri ). Selanjutnya tumbuhan akan
berusaha menyesuaikan diri dengan melakukan berbagai perubahan dan
modifikasi organ tubuhnya ( sebagian atau seluruhnya ) secara structural (
anataomi dan morfologi ) atau secara fungsional ( fisiologi ) dan
perilakunya. Dalam perkembangan dan proses evolusi selanjutnya proses
adaptasi dapat menurun ( secara genetis ) jika tumbuhan tersebut tidak toleran
dan tidak dapat beradaptasi dengan keadaan lingkungan tersebut biasanya
tumbuhan itu akan mati atau punah dan kehilangan eksistensinya.
Menurut Turreson, berbagai jenis tumbuhan, di dalam suatu populasi atau
komunitas tumbuhan yang terdapat di suatu tempat, dapat mempunyai berbagai
perbedaan structural atau fungsional yang mencolok sesuai dengan kemampuan
adaptasinya. Misalnya populasi tumbuh – tumbuhan yang hidup di tepi pantai,
biasanya tumbuh merunduk, sedangkan populasi daratan dari species yang sama
tumbuhnya tegak. Pada populasi tumbuhan pantai yang dipengaruhi oleh angin

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 100


pantai, percikan garam dan pergeseran pasir, biasanya mempunyai penampilan
structural yang berbeda – beda. Perbedaan tersebut adalah sebagai hasil
adaptasi atau aklimasi tumbuhan terhadap kondisi lingkungannya.
Menurut Misra ( 1980 ) terdapat beberapa jenis adaptasi dan penyebabnya
antara lain :
1. Adaptasi yang disebabkan oleh ketersediaan air, kebutuhannya dan batas
toleransinya.
2. Adaptasi dalam hubungannya dengan habitat atau factor tanah.
3. Adaptasi yang disebabkan oleh api.
4. Adaptasi yang dipengaruhi oleh cahaya.
5. Adaptasi yang disebabkan oleh udara dan angin.
6. Adaptasi yang dipengaruhi oleh factor – factor biotic.
Berdasarkan ketersediaan air, kebutuhan akan air dan batas toleransi
terhadap hal tersebut, terdapat tiga macam tumbuhan yang beradaptasi
terhadap keadaan tersebut, yaitu tumbuhan hidrofit, tumbuhan xerofit dan
tumbuhan mesofit.

B. Kelompok Adaptasi Vegetasi


Banyak sifat – sifat tumbuhan yang dapat meniadakan atau mengurangi
pengaruh kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi dan mengganggu dirinya
terhadap individu, populasi atau komunitas tumbuh – tumbuhan melalui berbagai
proses adaptasi.

Melalui perubahan – perubahan structural, fungsional dan sifat menurun,


proses kehidupan dan keberadaan ( eksistensi ), tumbuhan dapat berlangsung
dan dapat dipertahankan kehadiran serta sebaran geografi di habitatnya.
Modifikasi dalam proses adaptasi untuk tumbuhan tinggi terutama untuk
melibatkan bagian – bagian vegetative yang meliputi akar, batang dan daun;
atau bagian reproduktif seperti pada bagian – bagian bunga dan sifat – sifat
pemencaran biji.

Warming pada tahun 1895, adalah ilmuwan yang pertama kali menyadari
bahwa factor ekologi menjadi factor pembatas atau factor yang dapat

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 101


mengontrol dan menentukan berbagai proses adaptasi tumbuhan. Warming juga
mengelompokan tumbuh – tumbuhan ke dalam beberapa kelompok ekologi
berdasarkan pengaruh keadaan habitat atau substrat air, salinitas, atau
keasaman tanah atau lingkungannya.

Masyarakat tumbuhan yang beradaptasi terhadap tanah atau habitat


sebagai tempat tumbuh dapat dikelompokan menjadi 5 kelompok, yaitu :

1. Oksilofita ( Oxylophyta ) = tumbuhan yang tumbuh di lingkungan habitat asam


2. Heliofita ( heliophyta ) = tumbuhan yang tumbuh di lingkungan
habitat mengandung garam
3. Psamofita ( Psammophyta ) = tumbuhan yang hidup di tanah berpasir
4. Khasmofita ( Chasmophyta ) = tumbuhan yang tumbuh di celah – celah batu.
5. Litofita ( Lithophyta ) = tumbuhan yang tumbuh di tanah berbatu – batu.
Berdasarkan kebutuhan akan air dan sifat – sifat tanah sebagia habitatnya,
para ahli membagi kelompok tumbuhan menjadi tumbuhan hidrofit, xerofit,
mesofit, epifit, halofit dan tumbuhan mangrove.

1. Tumbuhan Hidrofit
Tumbuhan hidrofita adalah tumbuhan yang tumbuh di tempat habitat
yang basah atau tumbuh di air, sebagian atau seluruhnya. Jenis tumbuhan yang
hidup di dalam atau dekat air disebut pula tumbuhan akuatik.
Lingkungan akuatik memiliki kecenderungan fluktuasi kondisi perairan
yang relatif stabil, tersedia nutrient yang larut dalam air, kadar oksigen terlarut
dan penetrasi cahaya yang makin berkurang dengan makin dalamnya perairan.
Semua factor – factor tersebut akan mempengaruhi adaptasi dan pertumbuhan
tumbuhan akuatik.

Untuk tumbuhan akuatik berbagai proses fisiologi seperti fotosintesis,


respirasi, absorpsi unsur – unsur hara dan nutrient, pertumbuhan dan proses
metabolisme lainnya sangat dipengaruhi kondisi perairannya.

Berdasarkan hubungannya dengan lingkungan air dan udara, tumbuhan


hidrofit dapat dibagi menjadi 3 kelompok tumbuhan akuatik, yaitu :

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 102


1. Tumbuhan hidrofita yang tumbuh di bawah permukaan air ( submerged
hydrophytes ). Tumbuhan ini berada dan hidup di bawah permukaan air,
tanpa hubungan langsung dengan atmosfer. Contohnya : Hydrilla sp.
2. Tumbuhan hidrofita yang tumbuhnya terapung ( floating hydrophytes ), yaitu
tumbuhan yang terapung di permukaan air atau sedikit di bawah permukaan
air dan tumbuhnya berhubungan langsung dengan air dan lingkungan
atmosfer, dengan akar tumbuhan yang tidak terbenam atau mengakar di
tanah. Tumbuhan ini dapat dikelompokan lagi menjadi : Tumbuhan hidrofita
yang tumbuh terapung bebas. Tumbuhan jenis ini terapung bebas di
permukaan air tetapi tidak berakar di dalam lumpur.
3. Tumbuhan hidrofita yang bersifat amfibi ( amphibious hydrophytes ).
Tumbuhan yang beradaptasi pada lingkungan akuatik dan lingkungan
terestris. Jenis – jenis tumbuhan ini tumbuh diperairan dangkal atau perairan
yang berlumpur. Bagian tumbuhan yang terdapat di permukaan air ( udara )
kadang – kadang memperlihatkan sifat – sifat tumbuhan mesofit atau xerofit,
sedangkan bagian yang terendam air atau tenggelam memperlihatkan ciri –
cirri tumbuhan hidrofit sejati. Contohnya : Oryza sativa. Tumbuhan ampibi
yang batangnya terdapat di permukaan air atau tanah, tetapi akarnya tetap
terbenam di dalam rawa atau tanah yang terendam air sebagai tumbuhan
rawa. Misalnya : Cyperus sp.
Dalam lingkungan akuatik tumbuh – tumbuhan yang hidup, tumbuh dan
berkembang di habitat tersebut sangat dipengaruhi oleh beberapa factor ekologi
seperti suhu air, konsentrasi tekanan osmotic perairan dan toksisitas air.

Adaptasi Tumbuhan Hidrofit


Lingkungan akuatik pada umumnya hampir seragam sehingga vegetasi
hidrofita dalam melakukan adaptasi, modifikasi dan perubahan organ tubuh
terhadap kondisi lingkungannya juga tidak terlalu banyak. Kebanyakan adaptasi
tumbuhan hidrofita merupakan modifikasi secara morfologi, anatomi dan
fisiologi dengan cirri – cir sebagai berikut :

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 103


a. Adaptasi Morfologi

1. Akar
Tumbuhan akuatik memiliki akar yang berkembang kurang baik :
a. Bagian akar yang berhubungan langsung dengan air berperan sebagai
permukaan yang berguna untuk menyerap air, unsur hara dan mineral.
b. Akar pada tumbuhan akuatik yang terapung miskin akan bulu akar.
c. Beberapa vegetasi hidrofita berakar memperoleh makanan dari
perairannya melalui permukaan tubuhnya, tetapi sebagian besar
tergantung pada akarnya yang berada dalam tanah untuk memperoleh
unsur – unsur mineral.
d. Beberapa tumbuhan akuatik kadang – kadang tidak mempunyai akar
karena hidup terapung atau melayang dalam air, seperti pada tumbuhan
Azolla pinnata.
e. Pada tumbuhan Jussiea sp. Berkembang dua macam akar. Akar yang
tumbuh di permukaan air adalah akar normal, tetapi jika tumbuh di dalam
air akarnya akan mempunyai sifat “ negative geotrophic “ dengan bagian
akar yang mengandung jaringan spon.
f. Akar terapung membantu tumbuhan akuatik selalu pada posisi terapung.

2. Batang
Pada umumnya batang tumbuhan akuatik bersifat lunak, berwarna hijau
atau kuning. Pada keadaan tertentu batangnya akan bermodifikasi
menjadi rhizome.

3. Daun
a. Tumbuhan akuatik pada umumnya berbulu, berdaun bulat, berwarna hijau
pucat atau hijau gelap, dengan permukaan daun bagian atasnya yang
berhubungan bebas dengan atmosfer dan bagian bawahnya bersentuhan atau
terendam air.
b. Daunnya sering mempunyai sifat heterofili. Tumbuhan akuatik
mengembangkan dua macam bentuk daun yang berada di atas permukaan air.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 104


c. Sifat heterofili yang berkaitan dengan sifat fisiologi biasanya mempunyai
karakteristik :
1. Akan mengurangi jumlah proses transpirasi.
2. Daun yang lebar yang berada di atas air akan menaungi daun yang
terendam yang telah beradaptasi terhadap intensitas cahaya yang rendah.
3. Tumbuhan akuatik kurang menunjukan respon terhadap kekeringan karena
pengurangan air dapat dikompensasi oleh daun yang terendam air.
4. Tumbuhan akuatik banyak memiliki variasi dalam bentuk hidup dan
habitatnya.
5. Tumbuhan akuatik yang berdaun lebar yang berada di atas permukaan air
mempunyai peranan untuk transpirasi secara aktif dan mengatur tekanan
hidrostatis di dalam tubuhnya.
d. Daun tumbuhan akuatik yang terapung bebas, bentuk dan tekstur
permukaannya lebih halus dan sering dilindungi oleh lapisan lilin yang
berfungsi sebagai pelindung dari pengaruh fisik dan zat kimia, serta untuk
mencegah stomata tersumbat. Daun yang terendam biasanya bentuknya lebih
kecil dan telah beradaptasi terhadap aliran air.
e. Tumbuhan air umumnya berproduksi secara vegetative, penyerbukan dan
dispersal dilakukan oleh media air dengan buah dan biji yang ringan sehingga
mudah terapung.

b. Adaptasi Anatomi
Pada tumbuhan hidrofit anatomi berperan sebagai :
1. Pengurangan terhadap struktur pelindung, seperti tidak terdapatnya lapisan
kutikula karena lapisan epidermis berfungsi untuk penyerapan air, mineral,
gas secara langsung dari lingkungan perairan. Selain itu sel – sel epidermis
mengandung klorofil untuk proses fotosintesis dan lapisan hypodermis
biasanya kurang berkembang.
2. Peningkatan aerasi. Stomata tidak dijumpai pada daun yang terendam air.
Pada tumbuhan terapung stomata berkembang dengan jumlah terbatas di
permukaan daun bagian atas.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 105


3. Pengurangan jaringan mekanik dan jaringan pengangkutan. Pada tumbuhan
akuatik jaringan mekanik kadang – kadang tidak terdapat atau kalau ada
jumlahnya sedikit sekali. Jaringan ini berkembang dalam korteks pada bagian
tubuh yang berhubungan dengan atmosfer.
4. Penyerapan air dan garam – garam biogenic pada bagian tumbuhan yang
terendam dan dilakukan oleh jaringan pembuluh pada dasarnya tidak
diperlukan, sebab bahan – bahan tersebut secara langsung dapat diperoleh.
Karena itu pembuluh kayu ( xylem ) maupun pembuluh tapis ( floem ) tidak
berkembang dengan baik dan cenderung menjadi kumpulan jaringan yang
tumbuh berkembang berkelompok ke arah pusat.

C. Tumbuhan Xerofit
Tumbuhan xerofit merupakan tumbuhan yang hidup dan tumbuh
berkembang di daerah yang habitatnya kering ( Xeric ). Habitat xerofit
merupakan habitat yang ketersediaan airnya terbatas atau kurang.

Dalam kaitannya dengan ketersediaan air, terdapat 3 tipe habitat xeric, yaitu :
1. Habitat xeric yang secara fisik sifatnya kering. Terdapat pada wilayah yang
kapasitas menahan air tanah cenderung rendah dan terdapat di daerah
beriklim kering, seperti gurun pasir, permukaan batuan atau lahan kritis.
2. Habitat xeric yang secara fisiologis sifatnya kering. Terdapat pada daerah
yang airnya banyak atau melimpah, tetapi air tersebut sulit diserap oleh
tumbuh – tumbuhan karena salinitasnya terlalu tinggi, terlalu dingin atau
terlalu asam.
3. Habitat xeric yang secara fisik dan fisiologis keadaannya kering atau
kekurangan air, misalnya kawasan di lereng gunung.
Xerofit adalah tumbuhan yang mempunyai karakteristik yang dapat hidup
di gurun atau semi gurun. Walaupun demikian, tumbuhan jenis ini dapat tumbuh
pada kondisi mesofitik yang ketersediaan airnya sedikit. Tumbuhan xerofit dapat
beradaptasi pada keadaan atau kondisi kering, kelembaban rendah dan suhu
tinggi. Jika tumbuhan ini hidup pada kondisi yang kurang sesuai maka tumbuhan
tersebut akan mengembangkan suatu sifat atau karakteristik fisiologi dan

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 106


struktur khusus dengan memodifikasi organ – organ tubuhnya yang berfungsi
untuk :
1. Mengabsorbsi air sebanyak mungkin dari lingkungannya.
2. Menahan air pada organ tubuhnya untuk periode waktu yang lama
3. Mengurangi transpirasi seminimal mungkin
4. Mengatur dan mengontrol konsumsi air

Berdasarkan ketahanannya terhadap factor kekeringan, tumbuhan xerofit


dapat dikelompokan menjadi beberapa kelompok, yaitu :
1. Tumbuhan xerofit yang menghindar terhadap kekeringan. Cirri – cirinya :
mempunyai siklus hidup yang pendek, selama periode yang kering tumbuhan
akan berada pada fase buah dan biji yang mempunyai perikarp yang keras,
dan dalam kondisi yang memungkinkan biji berkecambah dengan siklus hidup
yang pendek, atau biji masak sebelum musim kering yang ekstrim.
2. Tumbuhan xerofit yang tahan menderita kekeringan. Tumbuhan yang
termasuk golongan ini biasanya mempunyai ukuran tubuh kecil, dengan
kapasitas toleransi dan dapat tumbuh menderita dengan kekeringan yang
tinggi.
3. Tumbuhan xerofit yang tahan terhadap kekeringan. Pada umumnya tumbuhan
yang termasuk dalam kelompok ini akan membentuk dan memodifikasi organ
– organ tubuh yang adaptif terhadap kondisi kekeringan yang ekstrim,
misalnya organ untuk penyimpan air.
Tumbuhan xerofit pada umumnya tumbuh pada habitat yang berbeda-
beda, seperti pada tanah yang berbatu-batu, gurun atau padang pasir dan kerikil
atau tanah marginal atau tanah kritis, dan kelompok tumbuh – tumbuhannya
disebut tumbuhan litofita ( lithophyta ), psammofita ( psammophyta ) atau
eremofita ( eremophyta ).

Tumbuhan xerofit yang mempunyai organ penyimpanan air dapat


dikelompokan menjadi 2 kelompok, yaitu :
a. Tumbuhan xerofit succulent, adalah tumbuhan yang mempunyai organ
tumbuh yang membesar ( membengkak ) dan berdaging yang secara aktif

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 107


dapat menyimpan air dalam organ tersebut yang airnya akan digunakan pada
musim kering yang ekstrim.
b. Non succulent, yang merupakan tumbuhan xerofit sejati.

Adaptasi Tumbuhan Xerofit

Masyarakat tumbuhan yang hidup dan tumbuh dihabitat yang kering pada
umumnya akan mengembangkan atau memodifikasi organ tumbuhan ( sebagian
atau seluruhnya ) sebagai reaksi dan perilaku adaptasi terhadap lingkungannya.
Modifikasi structural pada tumbuhan xerofit mempunyai 2 karakteristik atau
cirri, yaitu karakter xeromorfik ( xeromorphyc characters ) dan karakter
xeroplastik ( xeroplastic characters ).

Karakter xeromorfik merupakan modifikasi structural bersifat genetic dan


bersifat menurun dengan kemampuan tumbuhan tidak terpengaruh oleh kondisi
lingkungannya. tumbuhan tersebut hidup dan tumbuh di habitat gurun pasir,
rawa payau atau beriklim lembab. Contohnya adalah tumbuhan halofit (
mangrove ) atau tumbuhan yang daunnya selalu hijau ( evergreen ) di daerah
sejuk dan lembab.

Karakter xeroplastik merupakan modifikasi structural yang disebabkan


oleh kekeringan dan selalu berasosiasi dengan kondisi kering, kekurangan air
dengan kelengasan yang tinggi. Karakter ini tidak menurun, dan akan hilang jika
factor lingkungan memungkinkannya. Penampilan xerofitik yang penting, antara
lain adalah :

a. Adaptasi Morfologi

1. Akar
Adaptasi akar tumbuhan xerofit pada umumnya mempunyai modifikasi
system perakaran yang berkembang dengan baik, tumbuh memanjang agar dapat
mencapai lapisan tanah yang mengandung air yang banyak.

2. Batang
Beberapa karakteristik adaptasi batang antara lain :

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 108


a. Batang beberapa tumbuhan xerofit bertekstur keras dan mempunyai jenis
kayu yang baik, pada batang di atas tanah maupun di bawah tanah.
b. Lapisan luar/epidermis batang pada umumnya diselaputi lapisan lilin yang
tebal (missal Equisetum sp. )atau bulu – bulu yang tebal ( missal : Calotropis
gigantea ).
c. Pada beberapa jenis tumbuhan xerofit batangnya dapat mengalami modifikasi
berupa duri ( missal : Duranta sp. Ulex sp. ) atau batangnya menjadi pipih,
seperti daun yang duduk dengan daun mendatar atau tegak berwarna hijau
dan berdaging. Modifikasi daun bentuk ini dinamakan filokladium.
d. Pada tumbuhan succulent, batang utama sering menjadi umbi ( bulbus ) dan
berdaging. Selain itu daunnya tumbuh langsung dari ujung akarnya, misalnya
tumbuhan Kleinia articulate.

3. Daun
Beberapa karakteristik adaptasi daun antara lain :
a. Beberapa tumbuhan xerofit daunnya sering gugur dengan cepat untuk
mengurangi transpirasi dan evaporasi, atau kadang – kadang daunnya (
sebagian besar ) tereduksi menjadi seperti sisik ( Asparagus sp. ) atau cemara
( Casuarina equisetafolia ), atau daun seperti jarum ( Pinus mercusii ).
b. Pada tumbuhan xerofit yang daunnya berdaging yang berfungsi sebagai
tempat penyimpan cadangan air, lender atau getah, daunnya akan tereduksi
dan mengalami modifikasi menjadi tempat penyimpanan bahan – bahan
tersebut.
c. Pada umumnya tumbuhan xerofit yang daunnya mereduksi, daunnya
mempunyai kutikula yang tebal yang dilapisi oleh lilin yang mengandung silica
dan bentuknya kecil seperti jarum dan berduri.
d. Di daerah yang berangin kencang seperti di tepi pantai atau di pegunungan,
sering gterdapat tumbuhan xerofit batang dan daunnya berbulu dan
mempunyai stomata yang terbenam ( cryptophore ) yang terdapat di
permukaan bawah daun. Tumbuhannya dinamakan “ trichophyllous plants “.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 109


4. Bunga, Buah dan Biji
Pada dasarnya bunga selalu tumbuh dan berkembang pada kondisi
lingkungan yang paling menguntungkan. Buah dan biji terlindungi oleh kulit yang
cukup keras dan kadang – kadang mempunyai lapisan yang tebal.

b. Adaptasi Anatomi
Pada tumbuhan xerofit, adaptasi anatomi pada dasarnya dimaksudkan
untuk mengefisienkan penggunaan dan pemanfaatan air. Cirri – cirri adaptasi
anatomi tersebut antara lain adalah :
1. Pada beberapa organ tubuhnya terdapat proses deposisi lilin, proses
lignifikasi dan kutinisasi pada permukaan epidermis atau hypodermis.
2. Sel – sel epidermis kecil tapi kompak dengan rambut dan stomata yang
terlindung yang dinamakan stomata kriptofor dan jumlahnya cenderung lebih
sedikit. Sel – sel epidermisnya berlapis lilin, tannin, resin, selulosa dan
sebagainya yang berfungsi sebagai pelindung atau penyerap panas dan
intensitas cahaya matahari.
3. Rambut pada epidermis bentuknya bermacam – macam, sederhana atau
kompleks uniseluler atau multiseluler berguna untuk melindungi stomata dan
mencegah kehilangan air.
4. Struktur stomata kriptofor yang terdapat dalam cekungan terdapat di bawah
atau di atas permukaan daun.
5. Hypodermis tumbuhan xerofit letaknya langsung di bawah epidermisnya.
Terdiri dari beberapa lapis yang kompak dengan sel berdinding tebal.
Hypodermis berasal dari epidermis, korteks batang atau mesofil daun. Sel –
sel tersebut biasanya mengandung tannin atau mucilage ( lendir )
6. Jaringan dasar pada batang sebagian besar tersusun dari sel atau jaringan
sklerenkim. Jika daun tumbuhan xerofit mempunyai daun yang kecil dan
cepat gugur maka proses fotosintesis dilakukan oleh sel atau jaringan
klorenkim bagian paling luar yang langsung dihubungkan oleh stomata dengan
atmosfer. Pertukaran gas secara teratur berlangsung di batang. Pada batang
dan daun tumbuhan succulent jaringan dasarnya mengandung jaringan

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 110


parenkim yang berdinding tipis yang berisi atau untuk menyimpan air, lendir
atau lateks sehingga batangnya membengkak dan berdaging.
7. Pada daun tumbuhan xerofit sel – sel mesofil bentuknya kompak. Sel – selnya
biasanya kecil, berbentuk spheris, kuboid atau melingkar dengan ruang antar
sel yang sempit. Beberapa jaringan mesofil akan dikelilingi oleh lapisan
hypodermis yang tebal dan bersklerenkim, kecuali pada bagian bawah daun.
Lapisan ini gunanya untuk menepis cahaya matahari jika intensitas cahaya
terlalu besar.
8. Jaringan pengangkutan yaitu jaringan xylem dan floem pada tumbuhan
xerofit pada umumnya berkembang dengan baik.

c. Adaptasi Fisiologi
Pada mulanya diperkirakan bahwa adaptasi structural pada tumbuhan
xerofit hanya berguna untuk pengurangan transpirasi. Tetapi pada beberapa
penelitian menunjukan bahwa kecuali tumbuhan succulent, tumbuhan xerofit
sejati menunjukan adanya laju transpirasi yang tinggi.
Hal tersebut terkait dengan beberapa sifat tumbuhan xerofit seperti berikut :
1. Modifikasi structural pada tumbuhan xerofit diatur oleh proses fisiologi.
Misalnya pada tumbuhan succulent sel parenkimnya mengandung
polisakarida, pentosa dan sejumlah senyawa yang bersifat asam yang
berperanan sebagai penahan panas.
2. Pada tumbuhan succulent, stomata terbuka di malam hari dan tertutup pada
siang hari. Pada malam hari proses respirasi yang berlangsung cenderung
menghasilkan senyawa yang bersifat asam dan jika konsentrasi osmotiknya
meningkat dapat menyebabkan aliran atau perpindahan massa air ke sel
penjaga di stomata sehingga membengkak dan stomata akan terbuka.
Sebaliknya pada siang hari senyawa yang bersifat asam tersebut akan terurai
menghasilkan CO2 yang akan digunakan untuk proses fotosintesis . akibat
proses tersebut tekanan /konsentrasi osmotic akan menurun, air keluar dari
sel penjaga dan stomata akan tertutup.
3. Di dalam sel atau jaringan tumbuhan xerofit, komposisi senyawa kimia dari
sitoplasma sel akan secara aktif dikonversi menjadi senyawa tertentu ke

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 111


dalam dinding sel. Misalnya senyawa polisakarida akan dikonversi menjadi
selulosa, zat pectin atau suberin yang akan disisipkan ke dalam dinding sel.
4. Adanya lapisan kutikula yang tebal dan permukaannya licin, serta sel – sel
epidermis yang kompak dan stomata kriptofor yang dilindungi oleh rambut
yang menyebabkan organ tubuh tersebut mampu mengatur transpirasi dan
evaporasi pada daun atau batangnya.
5. Sitoplasma atau cairan sel yang mempunyai tekanan osmotic yang tinggi akan
turut membantu mencegah tumbuhan menjadi layu. Dan tekanan osmotic sel
yang tinggi efektif dalam membantu penyerapan air melalui akar.

D. Tumbuhan Mesofit
Tumbuhan mesofit adalah tumbuhan terestris ( daratan ) yang tumbuh
dalam kondisi tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering atau sering dinamakan
lingkungan “mesik” ( mesic environment ). Tumbuhan yang masuk dalam
kelompok ini tidak dapat tumbuh dalam habitat/tanah yang jenuh air dan tanah
yang kering. Contohnya : vegetasi hutan hujan, padang rumput, ladang/kebun.
Komunitas vegetasi mesofit yang paling sederhana adalah komunitas vegetasi
yang terdiri dari rerumputan, semak atau tumbuhan herba dan vegetasi hutan
hujan tropis.
Berdasarkan komunitas vegetasi utama yang menyusunnya, tumbuhan
mesofit dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :
1. Komunitas Rerumputan dan Herba
Komunitas rerumputan dan herba merupakan komunitas yang vegetasinya
tersusun dari vegetasi rumput dan herba semusim atau tahunan. Pada umumnya,
habitatnya mempunyai curah hujan tahunan sekitar 25 – 75 cm/tahun. Komunitas
vegetasi ini dapat dibedakan atas beberapa komunitas, antara lain :
a. Komunitas rumput dan herba di Padang Arktik dan Alpine
Komunitas tumbuhan ini berada di daerah Arktik ( Kutub Utara ) dan di
daerah puncak pegunungan Alpin ( Alpine ). Tumbuh – tumbuhannya tersusun
dari vegetasi semak yang lembut dan berukuran kecil. Kadang – kadang
vegetasi semak tersebut bercampur dengan lumut ( moss ), tetapi lumut
kerak ( lichennes ) pada umumnya jarang terdapat.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 112
b. Lapangan rumput ( Meadow )
Lapangan rumput ( Meadow ) sering dianggap sebagai penghubung antara
jenis komunitas rumput yang tersusun dari tumbuhan mesofit dan hidrofit,
yang tumbuh dihabitat yang tanahnya mengandung kadar air antara 60 % - 80
%. Vegetasi lapangan rumput pada umumnya terdiri dari herba tahunan yang
tumbuh subur dan rimbun dan saling berdesakan . tumbuhannya pada
umumnya berbatang tinggi dan berakar rimpang ( rhizome ). Cirri – cirri daun
tumbuhan mesofitik, yaitu berdaun tipis, lebar, tumbuh mendatar.
c. Ladang dan padang pengembalaan ( Pasture dan Cultivated )
Vegetasi pada habitat ini biasanya mempunyai tumbuh – tumbuhan yang lebih
pendek dari pada yang di lapangan rumput dan habitatnya lebih terbuka.
Vegetasi ladang dan padang pengembalaan sering mengalamni gangguan yang
dilakukan oleh hewan perumput dan hewan herbivore lainnya. Tumbuhan
yang tumbuh di sini antara lain terdiri dari rerumputan, herba, tanaman
dikotil dan beberapa jenis lumut.
2. Komunitas Tumbuhan Berkayu
Komunitas vegetasi tumbuhan berkayu dapat dikelompokan dalam
beberapa tipe, yaitu komunitas semak herba mesofitik, komunitas hutan gugur
daun dan komunitas hutan yang daunnya selalu hijau ( Evergreen forests ).
a. Semak belukar mesofitik
Komunitas vegetasi semak belukar mesofitik terdapat pada habitat yang
kondisi lingkungannya tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman berupa
pohon yang akan membentuk vegetasi komunitas hutan. Kondisi tersebut
sangat sesuai untuk habitat komunitas vegetasi herba, yang kadang – kadang
membentuk vegetasi campuran antara tumbuhan semak xerofitik dan
mesofitik.
b. Hutan gugur daun ( Deciduous Forest )
Hutan gugur daun terdapat pada daerah yang curah hujannya cukup tinggi
yaitu sekitar 75 – 100 cm/tahun dengan suhu udara sedang ( moderat ).
Hutannya terdiri dari tumbuhan berupa pohon yang menggugurkan daunnya
ketika suhu udara menjadi kering dan panas, seperti di daerah tropika.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 113


Pada daerah tropis yang mempunyai musim kering dan musim yang kelas,
pepohonannya akan bersifat tropofit, yaitu tumbuhan mesofit yang selama
musim hujan tumbuhan tropofit berubah menjadi xerofit. Tumbuhan yang
mempunyai sifat tropofit mempunyai adaptasi terhadap kekeringan atau
musim hujan dengan sifat – sifat berikut : tunasnya mempunyai perlindungan
yang lebih baik pada musim hujan/dingin, kulit pohonnya mempunyai lapisan
pelindung /epidermis yang tebal, dan modifikasi batang yang tumbuh di
dalam tanah akan mempunyai tunas yang terlindung terhadap kedinginan
atau kekeringan.
c. Hutan yang selalu hijau ( Evergreen Forest )
Hutan ini ditemukan di daerah tropis, subtropics, daerah beriklim sedang di
belahan bumi bagian selatan. Pepohonan di hutan evergreen biasanya
daunnya selalu hijau selama satu tahun sampai daun baru muncul. Terdapat 3
macam hutan evergreen, yaitu :
1. Hutan antartika. Hutan ini tumbuh di New Zealand dan daerah lainnya.
Suhu udara tahunannya berkisar antara 5 0C – 70 0C dengan curah hujan
cukup banyak sepanjang tahun.
2. Hutan subtropics. Hutan ini terdapat di daerah yang curha hujannya cukup
tinggi, tetapi tidak mempunyai perbedaan suhu yang besar antara musim
dingin dan musim panas. Hujan pada umumnya jatuh pada musim panas
dan jarang terjadi di musim dingin. Hutan subtropics terdapat antara lain
di daerah bagian Timur Amerika Serikat, Brazilia bagian selatan, Afrika
Selatan, Australia Timur, Cina bagian selatan dan Jepang.
3. Hutan hujan tropika. Hutan ini terdapat di daerah tropis, di sekitar
khatulistiwa dengan curah hujan 1800 mm/tahun, suhu udara rata – rata
lebih dari 24 0C. hutan hujan tropika terdapat di bagian tengah dan
selatan Amerika, Afrika Tengah, Kepulauan Pasifik, Brazilia, Indonesia,
Malaysia dan kawasan tropis lainnya.
Hutan ini merupakan hutan yang kepadatan pepohonannnya sangat tinggi
dan jarang terganggu oleh komponen biotic lain dalam proses suksesinya
sehingga dinamakan “ hutan pemula “. Hutan ini mempunyai cirri – cirri
kelembaban tinggi ( sekitar 95 % ), suhu udara tinggi, hujan hampir setiap

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 114


hari, tidak terdapat musim kering yang berarti, dan tanahnya kaya akan humus,
berwarna gelap dan mempunyai porositas yang tinggi.

E. Tumbuhan Epifit
Nama epifit berasal dari bahasa latin, epi = di atas dan phyton =
tumbuhan, epiphyton = tumbuhan yang tumbuh di atas pohon. Secara harafiah
tumbuhan epifit adalah tumbuhan yang tumbuh di atas tumbuhan lain. Secara
umum, epifit adalah tumbuhan autotrof yang tumbuh pada permukaan tumbuhan
tempat bertumpu secara tetap dan tidak berakar di tanah. epifit disebut juga
tumbuhan aerofit ( aerophyta ) yaitu sebagai tumbuhan yang hidup di udara.
Contohnya : anggrek ( Vanda teres ), pakis duwit ( Drymoglosum pilaselloides ),
lumut kerak, dll.
Epifit menyerap air dari atmosfer dan menyerap unsur – unsur hara dan
mineral dari kulit batang yang membusuk dari pohon tempat bertumpu. Karena
tumbuhan epifit bersifat autotrof, tumbuhan tersebut mensintesis karbohidrat
dari air dan CO2 sendiri dari atmosfer dengan bantuan sinar matahari yang
membedakannya dengan tumbuhan parasit atau liana karena tumbuhan epifit
tidak berakar di tanah.
Habitat dan sebaran epifit bermacam – macam, seperti di permukaan
tumbuhan air yang terendam, permukaan batang dan percabangan pepohonan,
dan permukaan daun, batu – batuan dan sebagainya. Vegetasi epifit terutama
tumbuhan lumut, tumbuh melimpah di daerah yang lembab dan sejuk, tetapi
sangat sedikit tumbuh di daerah kering dan beriklim dingin. Di daerah yang
hangat dan basah, pada batang pohon yang berlumut sering didominasi oleh
tumbuhan epifit dari suku Bromeliaceae dan Orchidaceae yang tumpuh
melimpah. Di daerah hujan tropis, jenis – jenis epifit umumnya terdapat di
batang atau cabang di puncak – puncak pohon xerofit, sedangkan di bagian
bawah batang pohonnya tumbuh – tumbuhan hygrofita ( hygrophytes )
yaitu tumbuhan yang menyukai kelembaban yang tinggi dan naungan.
Tumbuhan epifit ternyata terdapat pada bermacam – macam habitat.
Beberapa jenis tumbuhan epifit tumbuh di permukaan tumbuhan akuatik yang
separuh tenggelam, sedangkan tumbuhan lainnya cenderung merupakan

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 115


tumbuhan yang menempati batang pohon atau cabang, bahkan tumbuh di lamina
daun ( aerial ). Selain itu tumbuhan epifit dapat pula tumbuh di batu bahkan di
tiang dan kawat telepon. Tortura pogorum adalah tumbuhan epifit berupa lumut
yang pada umumnya tumbuh di batang pohon di daerah perkotaan karena
memerlukan lingkungan dengan suhu yang tinggi dan udara yang mengandung
asap untuk pertumbuhannya yang normal.

1. Adaptasi Struktural
Karena tumbuhan epifit kebutuhan airnya tergantung dari hujan, embun
dan uap air di udara maka tumbuhan epifit telah beradaptasi secara structural
untuk dapat menyimpan air dan mengurangi kehilangan atau kekurangan air.
Adaptasi structural yang penting adalah sebagai berikut :

a. Adaptasi morfologi

1. Akar
Pada tumbuhan epifit berpembuluh system perakarannya tumbuh
berkembang dengan baik dan luas, terdapat 3 jenis system perakaran, yaitu :
a. Akar penyerap ( absorbs ), merupakan akar yang berfungsi untuk menyerap
air, mineral dan bahan organis sebagai nutrient dari celah – celah kulit pohon
yang lembab dan telah membusuk yang menjadi tempat tumbuh tumbuhan
epifit.
b. Akar pelekat ( clinging roots ), merupakan akar yang berperan agar tumbuhan
epifit tetap melekat di permukaan batang pohon tempat tumbuh dan
menyerap nutrient dari humus dan debu yang terakumulasi di permukaan
kulit batang tumbuhan inang.
c. Akar udara ( aerial roots ), merupakan akar yang posisisnya menggantung di
udara untuk menyerap air dari atmosfer dan berwarna hijau ( mengandung
klorofil ) sehingga dapat melakukan fotosintesis.
2. Batang
Batang tumbuhan epifit berpembuluh maupun tidak, berkembang dengan
baik atau tidak. Beberapa jenis tumbuhan epifit kadang – kadang pada batangnya

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 116


membentuk batang succulent untuk menyimpan air yang bentuknya seperti umbi
( tuber ) atau gelembung seperti bola palsu ( pseudobulbous ).

3. Daun
Daun tumbuhan epifit pada umumnya mempunyai helai daun yang
terbatas, beberapa jenis anggrek bahkan mempunyai satu helai daun pada
musim pertumbuhan. Kadang – kadang daunnya berdaging dan mempunyai
lapisan epidermis seperti kulit.

4. Buah, Biji dan penyebarannya


Buah dan biji tumbuhan epifit pada umumnya disebarkan oleh angin,
insekta dan burung. Jika biji jatuh pada permukaan batang pohon atau tempat
lainnya dan lingkungan yang sesuai maka bijinya akan berkecambah dan tumbuh
menjadi tumbuhan baru.

b. Adaptasi Anatomi
Tumbuhan epifit akan mempunyai cirri – cirri struktur anatomi organ –
organ tumbuhnya seperti berikut :
1. Lapisan kutikula pada daunnya tebal dan stomata berbentuk cekungan yang
terbenam ( kriptofor ) berada di bawah permukaan epidermisnya dan berguna
untuk mengurangi transpirasi dan kehilangan air, sedangkan pada sel organ
yang berperan untuk menyerap air seperti akar dan daun, epidermisnya tidak
berkutikula.
2. Pada tumbuhan epifit yang berbatang succulent mempunyai jaringan yang
berkembang dengan baik sebagai tempat penyimpanan cadangan air.
3. Pada akar udara ( aerial roots ) beberapa tumbuhan epifit di daerah tropis
seperti pada suku Araceae dan Orchidaceae, akan terbentuk jaringan
parenkim yang disebut jaringan vilamen, yaitu suatu jaringan yang bersifat
higroskopis yang berperan untuk menyerap air dari atmosfer. Vilamen
mempunyai exodermis yang terdiri dari sel – sel yang dindingnya tebal
berlignin dan permeable terhadap air. Vilamen menyerap dan menahan uap
air yang diserap melalui sel pelalu ( pasaage cell ) pada exodermis.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 117


4. Struktur anatomi organ lainnya serupa dengan struktur anatomi tumbuhan
mesofit.

2. Macam – Macam Tumbuhan Epifit


Shimper ( dalam Shukla dan Chandel, 1996 ), membagi tumbuhan epifit
menjadi 4 tipe, yaitu :
a. Protoepifit
Tumbuhan epifit ini mendapatkan nutrient sebagai sumber makanannya dari
permukaan tempat tumbuhnya ( batang pohon, daun atau batu ) dan
atmosfer. Tumbuhan epifit ini tidak membentuk struktur organ adaptasi yang
khusus, kecuali akar udara dan vilamen.
b. Hemiepifit
Tumbuhan epifit pada mulanya tumbuh di permukaan batang pohon atau
tempat lainnya, tetapi kemudian berhubungan dengan tanah melalui akar
udara. Selain itu dapat pula terdiri dari tumbuhan yang batangnya memanjat
dan melekat di tumbuhan yang ditumpanginya yang kemudian putus
hubungan dengan tanah karena batang bagian bawahnya yang terdapat di
tanah secara berangsur – angsur mati, dan sisa ujung batangnya tumbuh
sebagai tumbuhan epifit. Tumbuhan macam ini dinamakan tumbuhan “
Pseudoepifite “.
c. Epifit sarang ( Nest epiphytes )
Tumbuhan epifit ini mempunyai organ tubuh yang berkemampuan untuk
memperoleh air dan humus dalam jumlah yang cukup untuk kehidupannya
melalui system perakaran yang bentuknya seperti sarang. Contohnya anggrek
kalajengking, anggrek merpati, atau anggrek bulan.
d. Epifit kantung air ( tank epiphytes )
Tumbuhan epifit ini mempunyai akar yang bentuknya seperti jangkar dan
terdiri dari jalinan serabut fibrosa yang berkembang dengan baik yang
berfungsi sebagai kantung untuk penyerapan dan tempat penyimpanan air.
Selain itu daunnya juga dapat menyerap air dan melakukan proses
fotosintesis.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 118


F. Tumbuhan Halofita dan Vegetasi Mangrove

1. Tumbuhan Halofita
Berbagai jenis tumbuhan tertentu dapat tumbuh dan hidup di habitat yang
mengandung kadar garam yang tinggi. Tumbuhan yang hidupnya demikian
dinamakan tumbuhan halofita ( halophytes ). Misra ( 1980 ) menyebutkan
tumbuhan halofita sebagai tumbuh – tumbuhan yang tumbuh di habitat tanah
atau air yang kaya akan senyawa garam ( antara lain NaCl ). Beberapa jenis
tumbuhan seperti bit ( Beta vulgaris ) atau alfalfa ( alfalfa Lucerne ) yang bukan
merupakan tumbuhan halofit, tetapi dapat tumbuh di tanah yang bergaram dan
disebut tumbuhan “ halofit fakultatif “.
Dalam linkungan tanah atau perairan yang kadar garamnya tinggi,
sebenarnya tumbuhan halofit kadang-kadang tumbuh dilingkungan yang airnya
cukup (jenuh), tetapi sebenarnya tidak cukup tersedia air yang diperlukan. Hal
ini karena tingginya kadar garam didalam tanah atau perairan tersebut sehingga
air tidak dapat diserap oleh tumbuhan yang tumbuh di habitat tersebut. untuk
itu tumbuhan halofit harus mempunyai toleransi atau beradaptasi pada
lingkungan yang secara fisik basah, tetapi secara fisiologis kering. Toleransi atau
adaptasi yang dilakukan tumbuhan halofit pada umumnya dengan mengakumulasi
garam dan mensekresikannya kembali atau menyimpannya dalam organ khusus di
daun yang disebut “ kelenjar garam” (“salt gland”), dan membatasi
perkecambahan, pertumbuhan atau reproduksi pada musim-musim tertentu.
Jenis-jenis tumbuhan yang tumbuh pada relung ekologi yang habitatnya
berkadar garam cukup tinggi (walaupun jaug dari laut) yang mengandung NaCl,
CaSO4, atau KCl dan akan berkurang pada musim hujan disebut tumbuhan
“pseudo halofit” (“halofit semu”).
Selain itu tumbuh – tumbuhan yang tumbuh dan hidup pada habitat yang
tanah atau perairannya berkadar garam ( NaCl ) antara 0,01 – 0,1 % disebut
tumbuhan “ oligofit “, antara 0,1 – 1,0 % tumbuhan “ mesohalofit “, dan
antara > 1,0 % tumbuhan euhalofit.
Garam – garam terlarut pada umumnya akan berpengaruh terhadap
tumbuhan halofit pada tekanan osmotic dan berbagai reaksi kimia di dalam sel.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 119


Cirri – cirri toleransi dan adaptasi yang penting yang menandai tumbuhan halofit
adalah sebagai berikut :
a. Tumbuhan yang tumbuh di tanah yang mengandung garam pada umumnya
berkecambah, tumbuh dan berkembang di musim hujan ketika kadar garam
mengalami pengenceran dan berada di bawah zona perakaran.
b. Pada kebanyakan tumbuhan perkecambahandan pertumbuhan biji akan
terhambat dan tidak dapat tumbuh pada lingkungan berkadar garam,
sedangkan pada tumbuhan tertentu pertumbuhan kecambah dan biji dapat
berlangsung secara vivipar, misalnya pada tumbuhan bakau yang mempunyai
hipokotil yang telah masak dan berkecambah di atas pohon.
c. Tumbuhan halofit pada umumnya mempunyai system perakaran yang
dangkal, akarnya yang ada di permukaan akan berguna untuk menyerap
nutrient dan membantu aerasi karena akarnya terendam air hujan atau air
laut.
d. Kebanyakan tumbuhan halofit merupakan tumbuhan berdaging tebal,
mengandung air dan bersifat succulent karena pengaruh garam – garam
terlarut dalam tanah, khususnya ion – ion klorida yang menstimulasi cir – cirri
tersebut.

2. Tumbuhan Mangrove
Tumbuhan halofit yang termasuk dalam kelompok tumbuhan berbiji
tertutup ( Angiospermae ) yang kebanyakan tumbuh dan hidup di rawa – rawa
pantai. Dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Tumbuhan halofit yang tumbuh terendam air laut ( hidrohalofit ) yang terdiri
dari tumbuhan mangrove.
b. Tumbuhan payau di tepi pantai ( higrohalofit ), yang terdiri dari tumbuhan
rawa pantai ( salt marsh ) dan tumbuhan yang berada di dataran tinggi di tepi
pantai ( aerohalofit ).

Salah satu vegetasi halofit yang penting yang tumbuh di perairan rawa
payau di tepi pantai yang membentuk suatu komunitas vegetasi yang khas dan
dipengaruhi oleh pasang surut adalah vegetasi mangrove. Vegetasi mangrove
pada umumnya terdiri dari komunitas vegetasi halofit yang terbentuk dari
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 120
berbagai formasi tumbuhan berupa pepohonan dan semak. Tumbuhan mangrove
pada umumnya tumbuh lebat di kawasan pantai yang berlumpur, delta muara
sungai besar, laguna dan teluk yang terlindung ( estuaria ), atau di pulau –
pulau karang yang pantainya berpasir.
Komunitas vegetasi hutan yang terdapat dan tumbuh di habitat payau
disebut “ vloedbosh “ atau hutan pasang surut atau lebih sering dinamakan
hutan mangrove, atau sering disebut juga hutan bakau. Berdasarkan kondisi
ekologi lingkungannya, tumbuh – tumbuhan yang terdapat di hutan bakau atau
hutan mangrove mempunyai kebutuhan ekologi yang disukai atau ekologi
preferensi ( ecological preference ) tertentu.
Menurut Steenis ( 1958 ), Misra ( 1980 ), Shukla dan Chandel ( 1996 )
ekologi preferensi tumbuhan mangrove adalah sebagai berikut :
1. Perairan yang dangkal berlumpur tebal.
2. Habitat berlumpur atau berpasir yang selalu terendam air payau yang kaya
akan materi organic.
3. Terdapat di kawasan tropis atau subtropics yang mempunyai kelembaban dan
curah hujan cukup tinggi.
4. Tumbuhannya mempunyai ketahanan terhadap salinitas, frekuensi genangan
dan kedalaman tertentu, serta tahan terhadap arus dan ombak.
5. Kondisi perkecambahan dan pertumbuhannya sangat berkaitan dengan factor
– factor tersebut di atas.

Cirri – cirri adaptasi yang terpenting dari tumbuhan bakau, antara lain :
a. Daunnya mempunyai sel epidermis, kutikula yang tebal dan jaringan palisade
yang berkembang dengan baik. Daunnya mempunyai kapasitas untuk
menyimpan air.
b. Mempunyai system jaringan akar berupa akar napas atau pneumatofora (
Avicennia spp. ), akar tunjang ( Rhizophora spp. ), dan akar lutut ( Bruguera
spp. ).
c. Mempunyai akar pneumatofora geotrofik negatif yang berfungsi untuk
bernapas.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 121


d. Perkecambahan biji berlangsung di dalam buah dan membentuk hopokotil
yang bentuknya memanjang ( vivipar ) sehingga jika jatuh dapat menancap di
lumpur, misalnya pada Rhizophora spp.

Watson ( dalam Sukardjo, 1984 ), mengelompokan vegetasi mangrove


menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Kelompok utama yang terdiri dari suku Rhizophoraceae dan marga
Sonneratia, Avicennia dan Xylocarpus
b. Kelompok tambahan yang terdiri dari tumbuhan Excoecaria agallocha,
Acrostichum aureum, Acanthus ilicifolius, dan sebagainya.
Di hutan mangrove, selain terdiri dari tumbuhan mangrove berupa pohon,
komunitas vegetasinya sering bercampur dengan tumbuhan bukan mangrove
( kelompok tambahan ) berupa pohon, perdu atau semak yang tumbuh dilantai
hutan atau di hutan bakau yang terbuka. Jenis-jenis tumbuhan tersebut antara
lain: Nypa fructicans, Pandanus spp., Phragmites karka, Glochidion littorale,
Acrostichum aureum (paku laut), Acanthus ilicifolius (jeruju), dan sebagainya.
Komunitas mangrove di Indonesia tercatat 35 jenis tumbuhan berupa pohon, 9
jenis terna, 5 jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit dan 2 jenis tumbuhan
parasit.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 122


BAB. VIII
TUMBUHAN INDIKATOR

1. Pendahuluan
Faktor – factor keturunan ( herediter ) dan factor lingkungan ( biotic dan
abiotik ) adalah 2 faktor ekologi yang sepadan dan penting sebagai factor –
factor yang dapat menunjukan penampilan sifat – sifat fenotip tumbuhan karena
sifat – sifat yang diturunkan akan tampil sebagai hasil kerja ( performa ) atau
pengaruh dari kondisi lingkungannya, dan tumbuh – tumbuhan membutuhkan
kondisi lingkungan tertentu yang sesuai untuk kehidupannya.

Menurut Weaver dan Clements ( dalam Brewer, 1994 ), setiap jenis


tumbuhan atau suatu masyarakat tumbuhan ( vegetasi ) yang tumbuh dan berada
di suatu habitat pada dasarnya penampilannya adalah pencerminan dari hasil
dan dampak kondisi habitat dan lingkungan di tempat tumbuhnya. Sehingga
kadang – kadang penampilan dari tumbuhan atau komunitas vegetasinya dapat
menjadi petunjuk kondisi lingkungan.

Dalam suatu habitat atau suatu daerah karena jenis atau komunitas
tumbuhan dapat berlaku sebagai petunjuk dan dapat digunakan sebagai alat
pengukur kondisi lingkungan habitat atau daerah tersebut maka jenis – jenis
tumbuhan atau komunitas vegetasinya dapat digunakan sebagai “ indicator
biologi ( bioindikator ) “ atau “ fitoindikator “. Banyak tumbuh – tumbuhan
dapat digunakan sebagai indicator lingkungan, di mana dalam suatu komunitas
tumbuhan beberapa jenis tumbuhannya mempunyai kehadiran yang dominan dan
tumbuh melimpah, sedangkan jenis tumbuhan lainnya terdapat sedikit atau tidak
ada. Tumbuhan tersebut dapat menjadi indicator yang penting, karena jenis,
populasi atau komunitas tumbuhan tersebut memiliki karakteristik yang spesifik,
yang dapat menunjukan adanya pengaruh atau dampak dari kondisi habitat dan
lingkungannya.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 123


A. Karakteristik Tumbuhan Indikator
Pengetahuan tentang tumbuhan indicator ternyata sangat bermanfaat
untuk berbagai keperluan, seperti mengetahui kondisi tanah, penggunaan lahan
secara optimum untuk sumber daya hutan, pertanian atau peternakan atau
untuk mengetahui kandungan logam di dalam tanah karena beberapa jenis
tumbuhan dapat menunjukan adanya logam tertentu dan sebagainya. Hal ini
rupanya berkaitan dengan beberapa karakteristik tumbuhan yang jenisnya dapat
dijadikan sebagai tumbuhan indicator. Karakteristik tumbuhan indicator (
fitoindikator ) antara lain :

1. Atas dasar penyebaran atau distribusi spasial tumbuh – tumbuhan, beberapa


jenis tumbuhan mempunyai toleransi terhadap factor ekologi yang bersifat
steno ( sempit ) atau euri ( luas ). Suatu jenis tumbuhan dapat mempunyai
batas toleransi yang sempit untuk suatu factor lingkungan tertentu dan batas
toleransi yang luas terhadap untuk factor lingkungannya lainnya.
2. Tumbuhan yang mempunyai banyak jenis lebih baik dijadikan sebagai
indicator daripada yang jumlah jenisnya sedikit.
3. Tumbuh – tumbuhan dalam tingkat komunitas cenderung lebih baik menjadi
indicator daripada dalam tingkat jenis ( species ). Hubungan numeric antara
jenis ( species ), populasi dan komunitas sering dapat memberikan petunjuk
sebagai indicator daripada species tunggal.
4. Penyebaran jenis tumbuhan indicator yang akan digunakan sebaiknya
kehadiran di habitatnya terdapat dalam jumlah yang melimpah

B. Tipe – Tipe Tumbuhan Indikator


Perbedaan tipe tumbuhan indicator mempunyai cirri – cirri yang berbeda –
beda dalam berbagai aspek. Berdasarkan sifat – sifat toleransi dan adaptasi
tumbuhan terhadap factor ekologi yang mempengaruhi jenis – jenis tumbuhan
tertentu, serta penampilannya yang merupakan modifikasi structural dan
fungsional tumbuhan tersebut, terdapat beberapa jenis tumbuhan yang dapat
digunakan sebagai indicator :

1. Indicator untuk Habitat ( Tipe tanah dan Reaksi Tanah )

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 124


Tanah dan berbagai jenis tumbuhan dapat memberikan petunjuk akan
cirri – cirri tipe reaksinya terhadap keasaman dan kebasaan tanah tempat
tumbuhan itu berada. Contohnya Casuarina equisetifolia atau Ipomoea sp.
merupakan indicator untuk tanah berpasir, Imperata cilyindrica untuk tanah
lempung, Gossypium accuminatum untuk tanah hitam, Tectona grandis untuk
tanah bersifat basa, Salsola foetida untuk tanah bergaram atau Sphagnum sp.
Untuk tanah yang bersifat asam.

2. Indicator Air Tanah


Komunitas tumbuhan tertentu dapat menunjukan adanya air tanah pada
kedalaman tertentu, misalnya Salvadore persica, Tamaris sp. Untuk kedalaman
air tanah sekitar 6 m, Ziziphus mummulari, Capparis deciduas, Prosopus
cineraria untuk kedalaman air tanah 6 – 18 m, Acacia Senegal, Anogeissus
pendula dapat menjadi indicator air tanah dengan kedalaman 12 – 18 m.

3. Indicator Humus
Beberapa jenis tumbuhan dapat menjadi indicator untuk keadaan humus
di tanah, seperti Manotropa uniflora, Neottia sp. Dan beberapa jenis jamur,
atau Strobilanthes sp., Impatiens balsamina yang dapat menunjukan kadar
humus atau serasah di tanah yang tebal dan dapat menunjukan adanya
regenerasi jenis – jenis pohon hutan yang terganggu.

4. Indicator Untuk Kelembaban ( Tanah dan Udara )


Tumbuh – tumbuhan yang memyukai atau dapat tumbuh di daerah kering
atau tidak subur, yang memperlihatkan kelembaban tanahnya amat rendah,
antara lain adalah Acacia nilotica, Calotropis gigantea atau Opuntia spp. ;
kelembaban tanah rendah adalah Citrullus colocynthys, neraca air yang rendah
adalah Eucalyptus spp., dan kelembaban tanah yang rendah karena daerahnya
mempunyai air tanah yang dalam adalah Cassia auriculata. Pada tanah yang
mempunyai kelembaban tanah yang tinggi karena tanahnya terendam air,
tumbuhan indikatornya adalah Phragmites karka atau Typha latifolia, sedangkan
pada tanah yang mengandung garam tergenang air, tumbuhan indikatornya
adalah Polygonum dan vegetasi mangrove.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 125
5. Indicator Kandungan Mineral Tanah
Banyak tumbuhan yang dapat menjadi indicator untuk kandungan mineral
yang ada di dalam tanah. Tumbuhannya dinamakan tumbuhan metalokolus atau
metalofita. Tumbuh – tumbuhan tersebut, antara lain untuk zat besi ( Fe )
Damara ovate, belerang ( S ) Allium sp., tembaga ( Cu ) Viscaria alpine, seng (
Zn ) Viola lutea, Aluminium ( Al ) Ulex aquifolium, uranium ( U ) Astragalus sp.,
dan sebagainya.

6. Indicator Tanah Pertanian


Beberapa jenis tumbuhan dapat digunakan sebagai indicator apakah tanah
yang akan ditanami itu sesuai untuk tanaman pertanian. Tumbuhan indicator
tersebut, antara lain Proscopis cineraria : indicator untuk daerah yang tanahnya
baik untuk tanaman budidaya dengan system pengairan yang baik dan Peganum
harmala : indicator bagi tanah yang kaya akan garam – garam biogenic seperti
nitrogen dan fosfat sehingga subur untuk tanah pertanian, atau Zizyphus
nummularia, indicator untuk tanah pertanian.

7. Indicator Hutan
Jenis tumbuhan tertentu memperlihatkan cirri lahan yang sesuai untuk
tumbuh di habitat hutan yang tidak terganggu. Karena hutan alam yang sering
dirusak oleh penebangan pohon yang berlebihan dan pemanfaatannya (
overgrazing ) serta oleh kebakaran dan factor lingkungan lainnya sehingga
vegetasi bekas tebangan yang rusak itu kemudian dapat tumbuh dan berkembang
sampai mencapai klimaks kembali. Dengan adanya tumbuhan indicator maka
suksesi secara alami dapat diperkirakan. Misalnya rumput Narenga
porphyrocoma adalah sejenis rumput yang dapat mengikat tanah pada lahan
bekas penebangan sehingga tidak mudah mengalami erosi dan dapat membantu
kesuburan tanah karena jenis rumput ini hanya tumbuh pada lahan yang
mempunyai sifat tanah yang spesifik dan mempunyai produktifitas yang tinggi.
Tumbuhan ini dapat menjadi indicator vegetasi untuk hutan Shorea robusta,
Cedrus deodora, Pinus wallichiana, sebaliknya Quercus stellata, dan Q.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 126


mariandica dapat menjadi indicator untuk lahan hutan berpasir dan cenderung
steril, baik di dataran tinggi maupun dataran rendah.

8. Tumbuhan Indikator untuk “ Overgrazing “


Banyak jenis – jenis tumbuhan di padang pengembalaan yang disukai
hewan – hewan herbivore yang mengalami perumputan yang berlebihan sehingga
padang pengembalaan tersebut termodifikasi dan berubah vegetasinya.
Beberapa jenis tumbuhan dapat menjadi indicator keadaan tersebut seperti
Chenopodium album, Lipidium sp., Verbena urticaefolia, dan Polygonium
aviculare. Tumbuhan Grindelia sp., Opuntia sp., Vernonia altissima dan
sebagainya, sering ditemukan di lahan pengembalaan yang sedikit mengalami “
overgrazing “.

9. Tumbuhan Indikator untuk Kebakaran


Kebakaran hutan sering tidak dapat dielakan karena sebab – sebab alami
atau oleh perbuatan manusia. Beberapa jenis tumbuh – tumbuhan dapat menjadi
indicator untuk kebakaran karena telah mengalami adaptasi, seperti tidak
mudah terbakar atau cepat tumbuh pada daerah yang mengalami kebakaran.
Jenis – jenis tumbuhan tersebut antara lain Agrostis hiemalis, Epilobium
spicatum, Populus tremuloides, Pteris equiliana atau jamur Pyronema
confluens.

10. Tumbuhan Indikator untuk Pencemaran Lingkungan


Pada saat ini, jumlah kebutuhan dan kegiatan manusia yang makin
meningkat ternyata mempunyai dampak terhadap lingkungannya berupa
pencemaran. Penggunaan vegetasi sebagai indicator pencemaran lingkungan
telah mempunyai sejarah yang panjang. Tumbuhan dapat menjadi indicator
antara lain sifatnya yang menetap ( sessil ) dan mempunyai sifat yang cenderung
peka ( sensitive ) terhadap pencemaran jika dibandingkan dengan organisme
lainnya sehingga tumbuhan lebih mudah digunakan sebagai bioindikator yang
dapat dimanfaatkan untuk pemantauan biologi ( biomonitoring).
Jenis – jenis tumbuhan yang sensitive dapat menjadi indicator dan
menjadi jenis yang tahan ( resisten ) terhadap pencemaran karena tumbuhan
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 127
menjadi kolektor dan akumulator bahan – bahan pencemar ( polutan ) yang
dapat menyebabkan kematian atau bereaksi tanpa menderita kerusakan yang
berarti. Lumut – lumutan, lichenes atau beberapa jenis jamur sangat peka
terhadap pencemaran gas CO2 dan senyawa halogen. Berbagai jenis senyawa
kimia dan logam berat, pupuk, pestisida dan bahan bakar fosil dapat melepaskan
bahan beracun ke lingkungan; ke udara, tanah dan perairan. Perubahan –
perubahan structural dan fungsional organ tumbuh – tumbuhan dapat menjadi
indicator, misalnya pada organ tumbuhan seperti biji dan perkecambahannya,
warna daun dan bunga serta tepung sari atau buahnya. Beberapa jenis tumbuhan
yang sering digunakan untuk indicator pencemaran lingkungan, antara lain
Capsella sp., Phaseolus sp., Polygonum sp., Rheum sp., dan Vicia sp., jenis –
jenis tumbuhan Dahlia spectabilis, Salvia natans atau Pinus mercusii dapat
digunakan untuk indicator terhadap ozone, sedangkan Gladiolus sp. Atau Ficus
spp. Untuk pencemaran hydrogen fluoride dan Chrysanthemum indicum untuk
pencemaran senyawa peroxy – acetyl nitrite.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 128


BAB. X
FITOGEOGRAFI DAN SEBARAN VEGETASI

1. Pendahuluan
Geografi sebagai salah satu kajian ilmu pengetahuan alam adalah studi
dan pertelaan mengenai perbedaan fenomena alam tentang sebaran makhluk
hidup yang di bumi dan mencakup semua factor yang dapat mengubah atau
mempengaruhi permukaan bumi secara fisik, perubahan iklim, dan berbagai
proses kegiatan makhluk hidup atau bukan.

Salah satu cabang geografi adalah biogeografi atau geografi biologi.


Biogeografi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari sebaran secara spasial
makhluk hidup pada saat yang lalu dan saat ini. Untuk tujuan praktis sesuai
dengan pembagian makhluk hidup menjadi tumbuhan dan hewan, biogeografi
pada umumnya dibagi atas “ geografi tumbuhan ( fitogeografi ) “ dan “ geografi
hewan ( zoogeografi ) “.

Tujuan kajian geografi tumbuhan terutama adalah untuk memperoleh


pemahaman dan penjelasan tentang bermacam – macam “ flora “ yang terdapat
di wilayah yang berbeda – beda. Menurut Misra ( 1980 ) terdapat dua cara
penelaahan geografi tumbuhan, yaitu melalui pendekatan :
1. Geografi tumbuhan deskriptif atau fitogeografi statis, adalah kajian yang
bertujuan untuk memperoleh data floristic.
2. Geografi tumbuhan interpretative, adalah suatu kajian yang bertujuan
memperoleh pemahaman dan pengertian tentang dinamika migrasi dan
evolusi tumbuh – tumbuhan.

A. Fitogeografi
Secara luas, yang dimaksud fitogeografi adalah suatu kajian tentang
sebaran makhluk hidup di bumi pada saat yang lalu dan pada saat ini. Shukla dan
Chandel (1996) mendefenisikan fitogeografi sebagai suatu kajian tentang migrasi
dan penyebaran tumbuh – tumbuhan di daratan atau perairan.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 129


Secara deskriptif, fitogeografi adalah studi dan deskripsi tentang
perbedaan fenomena distribusi tumbuhan di bumi, mencakup semua hal yang
mengubah atau mempengaruhi permukaan bumi, baik oleh pengaruh fisik, iklim
atau interaksi dari makhluk hidup dari lingkungannya.
Pada umumnya penelaahan tentang fitogeografi mempunyai hubungan
yang erat dengan analisis dan penjelasan tentang pola distribusi tumbuhan dan
makhluk hidup lainnya di bumi, yang variasi jenis – jenisnya sebagian besar
dipengaruhi lingkungan fisik tempat tumbuhnya yang berlangsung pada saat ini
dan masa lalu. Factor fisik, antara lain adalah iklim dan tipe tanah di suatu
habitat terestris, variasi suhu, salinitas, cahaya dan tekanan air disuatu habitat.

Pola dsitribusi tumbuhan dapat mempunyai sebaran yang luas atau hanya
pada wilayah tertentu. Sifat distribusinya dapat berhubungan atau sambung
menyambung dengan wilayah lainnya ( continue ), atau dapat pula terpisah
dengan wilayah lain berjauhan ( discontinue atau disjunct ).

Berdasarkan pada ada tidaknya tumbuh – tumbuhan di berbagai wilayah


bumi maka terdapat distribusi 3 kelompok taksa tumbuhan, yaitu :

1. Tumbuhan tersebar luas


Tumbuhan yang tersebar luas ( wides ) adlah kelompok taksa tumbuhan
yang penyebarannya hampir terdapat di seluruh dunia di wilayah yang memiliki
bermacam – macam zona iklim. Tumbuhan demikian yang sebarannya luas
dinamakan “ tumbuhan kosmopolit “ contohnya Taraxacum officinale,
Chenopodium album.

Tumbuhan kosmopolit yang tersebar luas di daerah tropis dinamakan


tumbuhan “ pantropis “ contohnya adalah kelompok tumbuhan yang termasuk
suku Zingiberaceae yang terdapat di beberapa kepulauan dan daratan Asia.
Sedangkan tumbuhan yang tersebar secara luas di daerah beriklim dingin di
wilayah zona artik dan zona alpin, dikenal sebagai tumbuhan “ artik – alpin “.

2. Tumbuhan endemic

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 130


Tumbuhan endemic adalah tumbuhan yang jenis – jenisnya tumbuh di
wilayah terbatas dan terdapat pada daerah yang tidak terlalu luas. Daerah
sebarannya pada umumnya di batasi oleh adanya penghalang ( barrier ), seperti
lembah, bukit atau pulau. Dikenal beberapa tipe tumbuhan endemic yaitu
tumbuhan “ endemic benua “, “ endemic regional “, “ endemic local “.
Tumbuhan endemic dapat berasal dari jenis tumbuhan purba yang
tersebar luas yang sampai saat ini mampu bertahan dan beradaptasi pada
wilayah yang terbatas. Tumbuhan jenis ini kemudian menjadi tumbuhan endemic
karena sebarannya yang sempit, contohnya : Ginko biloba ( di Jepang dan Cina ),
Sequioa sempervirens ( di California ). Jenis tumbuhan endemic lainnya adalah
tumbuhan masa kini ( modern ) yang dalam proses evolusinya tidak mempunyai
kesempatan dan waktu yang cukup untuk tersebar secara luas melalui migrasi,
contohnya : Rafflesia arnoldii, Mecanopsis sp.

3. Tumbuhan discontinue
Tumbuhan discontinue adalah tumbuhan yang terpisah pada dua atau
lebih wilayah yang berjarak puluhan, ratusan atau ribuan kilometer oleh adanya
penghalang yang terdiri dari pegunungan atau gunung yang tinggi di daratan atau
pulau – pulau di laut. Contohnya : Empetrum nigrum, Larrea tridentate,
Phacelia magellanica, Sanigula cranicaulis.
Tumbuhan discontinue terdapat, antara lain karena :”

1. Tumbuhannya berevolusi di beberapa wilayah yang sesuai dengan ekologinya,


tetapi gagal bermigrasi dari habitat aslinya oleh adanya penghalang tertentu.
2. Tumbuhan yang jenis – jenisnya pada suatu saat pada masa lalu tersebar luas,
kemudian oleh karena kondisi lingkungannya berubah akan lenyap atau
musnah. Tetapi di antara jenis – jenis tumbuhan tersebut terdapat jenis yang
dapat beradaptasi dan mampu bertahan, sehingga akhirnya pada wilayah atau
habitat tertentu akan terbentuk kantung – kantung tumbuhan discontinue.
3. Iklim yang berubah dalam skala evolusi juga dapat menyebabkan adanya
tumbuhan discontinue karena pada umumnya tumbuhan mempunyai
kebutuhan iklim tertentu yang akan menemukan kehidupannya.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 131


4. Secara geologis daratan di masa lampau sekarang sangat berbeda dengan
daratan masa kini.

B. Sebaran Vegetasi

1. Pola Sebaran Vegetasi


Dalam konsep dinamika fitogeografi, terdapat pola dasar distribusi
vegetasi di berbagai wilayah. Menurut Weis ( 1963 ) dan Misra ( 1980 ) pola dasar
distribusi vegetasi dipengaruhi oleh :
a. Habitat, sebagai tempat tumbuh tumbuhan yang mempunyai hubungan sangat
erat dengan iklim.
b. Respon vegetasi dan sifat adaptasi tumbuhan terhadap lingkungannya bersifat
khas dan sering menjadi karakteristik suatu jenis tumbuhan.
c. Migrasi berbagai flora setempat telah berlangsung sepanjang sejarah geologi,
selama itu persebaran, pengangkutan dan penguasaan wilayah akan turut
menentukan pola distribusi vegetasi.
d. Kelanjutan hidup jenis vegetasi tertentu tergantung oleh proses migrasi dan
evolusi.
Sesuai dengan sifat toleransi dan adaptasi terhadap kondisi habitat dan
iklim, dikenal beberapa kelompok distribusi tumbuhan, yaitu kelompok :
a. Tumbuhan kosmopolit dan sub kosmopolit ( Gramineae )
b. Tumbuhan wilayah tropis ( Araceae ).
c. Tumbuhan wilayah sub tropis ( Salicaceae ).
d. Tumbuhan discontinue ( Papaveraceae ).
e. Tumbuhan endemis ( Bixaceae ).
f. Tumbuhan wilayah extrim.
Beberapa jenis tumbuhan mungkin mempunyai sifat toleransi yang luas
terhadap satu atau beberapa factor ekologis, seperti kondisi lingkungan habitat.
Tumbuhan yang demikian dinamakan tumbuhan ektopik ( eurytopic ), tetapi
mungkin juga terdapat hanya satu jenis tumbuhan yang mempunyai toleransi
yang sempit terhadap kondisi lingkungan habitat tersebut, dinamakan jenis
tumbuhan stenotopik ( stenotopic ). Sifat – sifat ektopik dan stenotopik sering

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 132


dapat menjadikan suatu jenis tumbuhan dalam suatu komunitas vegetasi dapat
bersifat kosmopolit atau endemic.
Sifat – sifat toleransi demikian dinamakan sebagai sifat toleransi dengan
rentang yang optimum, misalnya secara geografis karakteristik factor tanah
dengan rentang optimum tertentu mejadi satu factor ekologi paling penting yang
akan mempengaruhi sebaran spasial berbagai jenis tumbuhan di bumi.
Factor pembatas yang akan berpenagruh terhadap pertumbuhan,
reproduksi dan distribusi tumbuhan menurut Brown dan Gibson ( 1983 ) antara
lain :
a. Jenis tumbuhan karena jenis tumbuhan setempat cenderung mempunyai
reproduksi yang sesuai dengan kondisi setempat.
b. Kepekaan dan sifat adaptasi tumbuhan terhadap spectrum cahay.
c. Preferensi tumbuhan terhadap sifat – sifat fisik tanah.
d. Ada dan tidak adanya jenis tumbuhan tertentuyang berhubungan erat dengan
kemampuannya menghadapi gangguan secara periodic, seperti banjir,
pencemaran.
e. Interaksi spesifik antara tumbuhan dengan tumbuhan atau antara tumbuhan
dengan hewan.

2. Distribusi Vegetasi di Alam


Secara fitogeografis, Shukla dan Chandel ( 1996 ) menyatakan bahwa
terdapat beberapa factor ekologi yang berpengaruh terhadap distribusi
tumbuhan. Factor ekologi tersebut adalah :
a. Factor sejarah geografi dan sebarannya.
Suatu wilayah di bumi yang menjadi asal tumbuhan pertama kali
dinamakan pusat asal tumbuhan ( centre of origin ). Dalam skala evolusi dan
geologi proses terbentuknya species biota cenderung berlangsung lama dan
kontinyu. Dalam proses evolusi tersebut beberapa jenis tumbuhan telah
berdiferensiasi membentuk species baru dan dapat menjadi flora sekarang.
Dalam evolusi proses diferensiasi terbentuknya jenis – jenis species baru
pada umumnya berkaitan dengan proses hibridisasi dan proses mutasi antara

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 133


jenis – jenis tumbuhan yang mempunyai kekerabatan yang dekat, serta proses
seleksi alam dari populasi hybrid dan mutan.

b. Factor migrasi.
Jenis tumbuhan baru yang berhasil dalam proses evolusi, kemudian akan
mungkin akan bermigrasi pada suatu habitat baru. Di habitatnya species baru
tersebut akan tumbuh, berkembang dan beradaptasi pada kondisi lingkungan
setempat tanpa mengalami perubahan sebagai jenis baru dan melangsungkan
persebaran dan pemencaran turunannya, yang berlangsung bersamaan dengan
proses evolusinya sendiri.
Persebaran ( dispersal ) atau pemencaran bibit dan biji dilakukan oleh
berbagai agen persebaran, seperti angin, air, serangga, burung atau hewan
lainnya termasuk manusia. Dalam migrasi, proses dispersal akan dilanjutkan
dengan proses ekesis, yaitu proses berkecambah, tumbuh dan beradaptasi,
berkembang biak dan menetap di habitatnya yang baru. Proses migrasi dapat
terhalang bahkan berhenti oleh sebab tertentu karena terdapatnya barrier.

C. Amplitude ekologi
Kondisi lingkungan tidak saja mempengaruhi kehidupan, pertumbuhan dan
perkembangan vegetasi di suatu wilayah, tetapi kehidupan, migrasi dan sebaran
vegetasi tersebut juga ditentukan oleh amplitude ekologi wilayah tersebut
berupa :
1. Ada atau tidaknya kehadiran jenis tumbuhan.
2. Kekuatan dan kelemahan jenis tumbuhan untuk tumbuh dan berkembang.
3. Keberhasilan dan kegagalan dari vegetasi dalam bermigrasi.
Setiap jenis tumbuhan dalam suatu komunitas biotic pada dasarnya
mempunyai rentang toleransi terhadap amplitude ekologi berupa kondisi factor
lingkungan fisik dan biotic tertentu, sehingga adanya atau terdapatnya satu
species di suatu habitat akan menunjukan bahwa kondisi lingkungannya sesuai
dengan amplitude ekologi species tersebut.

Factor amplitude ekologi suatu jenis tumbuhan sering dipengaruhi oleh


perubahan waktu ( temporal ), yang dapat menentukan dan mempengaruhi

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 134


distribusi vegetasinya. Contohnya adalah tumbuhan yang reproduksinya
berlangsung secara generative, proses hibiridisasi antara jenis – jenis tumbuhan
yang sejenis akan menghasilkan keturunan yang secara genetic sama. Tetapi
karena terjadi perubahan kondisi lingkungannya, tumbuhan tersebut harus
beradaptasi sesuai dengan lingkungannya dan amplitude ekologinya yang baru
dengan perangkat genetic baru pula sebagai hasil seleksi alam atau mutasi.

Perangkat genetic sebagai hasil adaptasi pada kondisi lingkungan yang


baru akan menyertai perubahan genotip atau proses mutasi dari jenis tersebut.
jenis – jenis atau populasi tumbuhan tersebut dinamakan “ tumbuhan ekotip “.

C. Fitogeografi dan Distribusi Flora Indonesia

Indonesia sebagai wilayah kepulauan mempunyai 6 kawasan biogeografi


yang terpusat di pulau-pulau dan kepulauan utama. Kawasan biogeografi
tersebut adalah :
1. Sumatera dan pulau-pulau lepas pantai.
2. Jawa dan Bali
3. Kalimantan, Natuna dan Anambas, dan Sulawesi dan pulau-pulau lepas pantai
4. Nusa Tenggara dan Maluku
5. Papua atau Irian dan Irian Jaya.
Kawasan yang beragam tersebut mempunyai habitat dan lingkungan fisik,
yang beragam sehingga secara alami Indonesia diperkirakan
mempunyai 47 macam ekosistem, dari ekosistem pantai, rawa, dataran rendah
sampai dengan ekosistem pegunungan.
Pada dasarnya flora dan sebaran atau distribusinya terdiri dari flora yang
mempunyai tipe tumbuhan sebaran lua, tumbuhan indomik dan tumbuhan
discontinue.
Wilayah Indonesia secara fitogeografis termasuk kawasan malesia, yaitu
kawasan Asia Tenggara yang terdiri dari Thailand Selatan, Malaysia, Indonesia,
Brunei, Serawak, Sabah, Filipina dan New Guinea. Distribusi Indonesia termasuk
dalam kawasan Melesia Barat, Malesia Selatan dan Malesia Timur.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 135


Secara fitogeografis distribusi flora Indonesia dipengaruhi oleh tumbuhan
dari benua Asia dan Australia, yang terbagi lagi atas wilayah berdasarkan garis
Wallace, Garis Lyddecker dan Garis Weber. Garis Weber yang terletak di antara
garis Wallace dan Garis Lyddecker telah membagi biota Indonesia bagian barat
dan timur perbandingannya 1 : 1.
Dengan adanya Garis Wallace, secara umum di Indonesia diketahui
terdapat 3 zonasi distribusi flora, yaitu zona vegetasi bagian barat, zona vegetasi
bagian timur, dan zona vegetasi peralihan.
Distribusi atau sebaran flora di berbagai wilayah tersebut pada umumnya
sangat dipengaruhi factor lingkungan fisik, seperti habitat dan factor iklim yaitu
curah hujan dan ketersediaan air. Sebarannya dapat dikelompokan menurut
fisiognomi, tipe habitat dan iklim. Jenis-jenis vegetasi pada umumnya yang
memiliki cirri-ciri yang spesifik berdasarkan zona pantai dan rawa bakau atau air
tawar, zona dataran rendah, zona padang dan savana, tanah kwarsa, kapur.
Nusa Tenggara dan kepulauan Maluku adalah Wilayah yang terletak pada
dangkalan sunda dan dangkalan sahul dengan berbagai pulau utama seperti
Lombok, Flores, Sumbawa (Nusa Tenggara) dan Kepulauan Maluku. Berdasarkan
curah hujan daerah tersebut sebaran floranya dapat dikelompokan berdasarkan
interaksi curah hujan, bulan kering dan kelembaban. Sesuai dengan vegetasi
klimaks maka flora Nusa Tenggara dan Maluku terdapat vegetasi dataran rendah
tropika basah selalu hujan, vegetasi kerangas, vegetasi ultra basah, vegetasi
batu kapur, vegetasi musiman, vegetasi pegunungan bawah dan pegunungan
atas, vegetasi hutan monsum dan sebagainya. Di antara jenis tumbuhan yang
khas di wilayah ini adalah cendana (Santalum album) dan asosiasi antara
Borassus corypha atau jenis-jenis lain (Zizipus mauritiana) yang terdapat di
padang savanna di Nusa Tenggara dan daerah Maluku yang beriklim kering.
Papua atau Irian Jaya bersama New Guinea adalah sebuah pulau nomor
dua yang terbesar di dunia. Topografi wilayahnya sangat beragam. Menurut
Pijmans (Petoez 2000), distribusi flora di Papua terdiri dari 6 wilayah
penyebaran, yaitu wilayah pantai dan hutan mangrove, wilayah rawa dataran
rendah, wilayah hutan basah dataran rendah, zona pegunungan bawah, zona
pegunungan atas/sub-alpin dan zona Alpin. Tumbuhan yang bentuknya khas dan

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 136


endemic Papua antara lain adalah Mimecodia brassii sebagai tumbuhan epifit
tempat sarang semut yang bentuknya bulat dan cendawan Mycena sp. yang
tumbuh di lantai hutan dan bercahaya di waktu malam.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 137


BAB. XI
SUMBER DAYA ALAM TUMBUHAN

1. Pendahuluan
Pada dasarnya kehidupan manusia dalam biosfer bertumpu dan ditunjang oleh
ekosistem dan sumber daya alam yang beraneka ragam yang ada di bumi. Sumber daya
alam tumbuhan atau sumber daya alam biota lainnya adalah bagian dari ekosistem,
tempat manusia tinggal dan berlangsungya interaksi timbal balik antara manusia,
masyarakat tumbuhan dan biota lain dengan lingkungannya.

Masyarakat tumbuhan sebagai salah satu unsur sumber daya alam hayati
beserta lingkungannya merupakan masyarakat makhluk hidup yang secara
langsung atau tidak langsung telah lama dimanfaatkan oleh manusia dan biota
lain untuk kehidupannya. Tumbuhan sebagai salah satu komponen biotic
mempunyai peranan penting dank has jika dibandingkan dengan makhluk hidup
lainnya karena tumbuhan mampu mengubah energi kimia menjadi energi
potensial dan mengubah senyawa anorganik menjadi senyawa organic dalam
fungsinya sebagai produsen.

Masyarakat tumbuhan, fauna dan mikrobiota sebagai komponen sumber


daya alam dan lingkungan hidup, berperan sebagai bagian dari penunjang system
kehidupan dan penyusun keanekaragaman makhluk hidup, sumber daya genetic,
pelindung dan pengatur tata air, serta menjadi bahan kajian ilmu pengetahuan.

Tumbuhan sebagai sumber daya alam dan sumber daya genetis, pada saat
ini keberadaannya cenderung semakin terancam kepunahannya, sementara itu
kebutuhan dan kegiatan manusia serta perusakan lingkungan semakin meningkat,
sedangkan pengelolaan dan pelestariannya belum memadai. Sehingga tumbuh –
tumbuhan dan makhluk hidup lainnya, kehadiran keanekaragaman dan
kelestariannya diperlukan untuk generasi yang akan datang.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 138


A. Keanekaragaman Dan Pelestarian Ekosistem Tumbuhan
Dunia ilmu pengetahuan dan teknologi menyadari betul potensi
keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah genetic untuk berbagai
keperluan industry pangan, papan, obat – obatan, industry pakan ternak, kertas,
pestisida, dan sebagainya.
Dalam ekologi, keanekaragaman hayati pada umumnya merupakan istilah,
yang menyatakan terdapatnya berbagai variasi bentuk, penampilan, jumlah dan
sifat derajat keanekaragaman alam. Hal tersebut biasanya dibagi dalam 3
macam keanekaragaman yang berbeda, yaitu keanekaragaman jenis atau
species, keanekaragaman ekosistem, keanekaragaman genetic ( plasma nutfah )
atau variasi infra species masing – masing.

Keragaman jenis tumbuhan terdiri atas dua unsur, yaitu jumlah jenis yang
ada ( mengarah pada kekayaan jenis yang dinamakan species richenes ) dan
kelimpahan jenis relatif ( mengarah pada kesamaan jenis yang disebut eveness/
equitabilitas atau kemerataan ).

Sebagai unsur lingkungan hidup, menurut Irwan ( 1997 ) keanekaragaman


makhluk hidup adalah jumlah jenis biota yang dapat ditinjau menurut 3
tingkatan, yaitu :
1. Tingkat gen dan kromosom yang berfungsi membawa sifat keturunan (
herediter ).
2. Tingkat jenis dari berbagai kelompok biota yang mempunyai susunan gen
tertentu.
3. Tingkat ekosistem, tempat jenis makhluk hidup tersebut melangsungkan
kehidupannya dan berinteraksi dengan makhluk hidup lain dan lingkungannya.
Berdasarkan keadaan variasi jenis atau ketidaksamaan di antara jenis –
jenis tumbuhan dalam suatu komunitas terdapat 3 macam keanekaragaman (
diversitas ). Macam diversitas tersebut adalah :
1. Diversitas alfa, yaitu diversitas dalam suatu komunitas yang spesifik.
2. Diversitas beta, yaitu diversitas dari beberapa komunitas tumbuhan pada
suatu kondisi ( gradient ) lingkungan tertentu.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 139


3. Diversitas gama, yaitu diversitas dari berbagai habitat pada suatu wilayah
geografis.
Keanekaragaman jenis tumbuhan dapat mempunyai nilai keanekaragaman
yang rendah maupun tinggi. Nilai tersebut diketahui dari nilai indeks
keanekaragaman yang merupakan rasio dari jumlah jenis ( ni ) dan jumlah
individu tiap jenisnya ( Ni ). Indeks keanekaragaman jenis menurut Shannon
indeks adalah sebagai berikut :

H = Σ Pi ln Pi
Keterangan : H = indeks keanekaragaman
Pi = ni/Ni
ni = jumlah jenis
Ni = jumlah individu
Berdasarkan nilai indeks keanekaragaman ( H ) maka dapat diketahui
kondisi dan kemantapan suatu ekosistem yang berkaitan dengan jenis – jenis dan
kelimpahan makhluk hidup di ekosistem tersebut. Evaluasi kondisi suatu
ekosistem yang terkena dampak kegiatan manusia seperti pada ekosistem hutan,
keanekaragaman sumber daya tumbuhan dikatakan baik dan mantap jika
mempunyai nilai indeks keanekaragaman jenis ( H ) 2,5 – 3,5 atau dikatakan
buruk dan kurang mantap jika H = 1,1 – 1,5.
Dalam hubungannya dengan kekayaan jenis dan kesamaan antara jenis –
jenis dalam komunitas yang berbeda, secara teoritis dari indeks keanekaragaman
dapat diketahui 4 macam komunitas, yaitu komunitas dengan :
1. Kekayaan jenis dan kesamaannya rendah
2. Kekayaan jenis tinggi, tetapi kesamaannya rendah
3. Kekayaan jenis rendah, tetapi kesamaannya tinggi
4. Kekayaan jenis mupun kesamaan keduanya tinggi.
Keanekaragaman makhluk hidup telah dimanfaatkan oleh manusia
berdasarkan beragamnya system pengetahuan yang berkembang selama berabad
– abad. Masyarakat di seluruh Indonesia telah mengenal dan menggunakan lebih
dari 6000 jenis tumbuhan berbunga ( liar maupun telah dibudidayakan ) untuk
memenuhi kebutuhan dasar akan pangan, papan dan kesehatan. Dengan

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 140


pengetahuan yang berkembang di masyarakat maka diketahui adanya
keuntungan pola tanam campuran ( beragamnya jenis ) untuk mencegah
kegagalan panen dan pengendalian hama.

4. Keanekaragaman Tumbuhan
Indonesia adalah salah satu Negara di bumi yang memiliki
keanekaragaman makhluk hidup yang tinggi, walaupun luasnya hanya 1,3 % dari
seluruh permukaan bumi, jumlah jenis tumbuhannya sekitar 30.000 jenis ( ± 15 %
).
Terdapat berbagai factor yang mempengaruhi keanekaragaman jenis
tumbuhan di suatu habitat. Data dasar yang dapat memperlihatkan
keanekaragaman jenis makhluk hidup suatu habitat adalah factor spasial yang
merupakan factor lokasi habitat yang berbeda – beda di bentang alam bumi.
Pada umumnya rata – rata jumlah jenis biota per satuan luas ( sampling
area ) tertinggi terdapat pada wilayah tropis daripada wilayah subtropics, selain
itu ekosistem tropis sering mengandung lebih banyak komunitas vegetasi yang
lebih beragam yang menyebabkan keanekaragaman jenis juga lebih besar
daripada wilayah sub tropis. Keanekaragaman bentuk hidup akan menurun di
daerah yang curah hujannya rendah, terutama karena meningkatnya dominasi
pohon di daerah beriklim basah.

5. Keanekaragaman dan Pelestarian Ekosistem


Untuk pelestarian ekosistem, keanekaragaman hayati merupakan salah
satu factor yang terpenting karena biodiversitas memiliki sifat – sifat :
1. Merupakan bagian dari mata rantai tatanan lingkunga hidup.
2. Memiliki kemampuan merangkai satu komponen dengan komponen tatanan
lingkungan lainnya.
3. Dapat menunjang tatanan lingkungan tersebut sebagai sumber kehidupan
makhluk hidup lainnya.
Pada ekosistem dan tatanan lingkungan hidup yang mempunyai keragaman
makhluk hidup sedikit, keseimbangan ekosistem cenderung sangat peka dan
mudah terganggu. Semakin beraneka ragam keanekaragaman tumbuhan suatu
komunitas vegetasi maka semakin stabil komunitas vegetasi tersebut. dari hal
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 141
tersebut tampak bahwa keanekaragaman makhluk hidup sangat penting tidak
saja bagi kelangsungan hidup komunitas biotiknya sendiri, tetapi juga untuk
kelestarian tatanan lingkungan hidupnya.
Pada akhir abad ke – 20 terlihat bahwa laju kepunahan keanekaragaman
makhluk hidup diperkirakan telah mencapai 40 – 400 kali laju kepunahan normal
( Irwan, 1997 ). Laju kepunahan tersebut antara lain disebabkan oleh :
1. Kerusakan habitat tumbuhan dan hewan liar yang disebabkan oleh
pemanfaatan hutan yang berlebihan dan oleg perladangan berpindah dengan
siklus pendek serta semakin meningkatnya jumlah penduduk yang
menyebabkan semakin banyak perubahan hutan menjadi lahan pertanian,
industry, pemukiman atau pariwisata.
2. Karena pencemaran limbah oleh kegiatan manusia yang menghasilkan bahan
pencemaran ( polutan ) terhadap biota sehingga yang dapat bertahan akan
tumbuh dengan pesat sedang yang tidak tahan populasinya akan menurun,
bahkan akan punah.
Bagi Indonesia, untuk mencegah meningkatnya kepunahan biota dan
keseimbangan ekosistem dan pelestarian sumber daya alam maka di dunia
modern yang penuh kecanggihan teknologi, maka untuk mempertahankan
keanekaragaman hayati dan variasi genetika yang besar, yang harus
dimanfaatkan secara hemat dan berkesinambungan secara lestari. Hal itu perlu
dilakukan dengan upaya dan langkah – langkah yang tepat untuk
mempertahankan keanekaragaman hayati tersebut, dengan cara :
1. Memelihara dan mempertahankan proses ekologi yang penting dan system
pendukung kehidupan lainnya.
2. Mempertahankan keanekaragaman makhluk hidup, menurut keanekaragaman
genetic, species dan ekosistem.
Untuk berlanjutnya kehidupan manusia, hal tersebut perlu dilakukan
karena pertumbuhan penduduk dan perkembangan industry telah mendorong
terwujudnya kehidupan masyarakat yang tidak seimbang. Masyarakat modern
dengan kehidupannya yang kompleks dan tidak seimbang antara pemanfaatan
sumber daya alam dengan pelestariannya, telah menyebabkan menurunnya
keanekaragaman sumber daya alam karena memiliki cirri – cirri :

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 142


1. Semakin kompleks jaringan hubungan internal social maupun eksternal dalam
mencari sumber daya dan pemenuhan kebutuhan hidup yang senantiasa
meningkat dalam jumlah, ragam dan mutu.
2. Tidak terikat oleh batas – batas lingkungan setempat dalam upaya
mempertahankan keselamatan dan mengembangkan kehidupan.
3. Pertumbuhan dan perubahan yang pesat menandai perubahan social yang
umum.
4. Pengolahan dan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang
sangat dinamik menuntut pengalihan energi alam.
5. Keyakinan bahwa keberadaan alam ini terutama untuk memenuhi keinginan
dan bukan kebutuhan hidup manusia.
Terdapat beberapa langkah kebijaksanaan yang dapat dilakukan untuk
mempertahankan keanekaragaman hayati dalam proses pembangunan
berkelanjutan. Langkah – langkah tersebut meliputi :
1. Pengakuan terhadap hak milik atas kekayaan dan sumber penghidupan
masyarakat.
2. Pengaktifan kembali pranata dan kelembagaan social yang berkaitan dengan
pengelolaan lingkungan.
3. Penghormatan terhadap pengetahuan masyarakat dan kearifan lingkungan
yang selama ini menjadi dasar dan pedoman dalam beradaptasi terhadap
lingkungannya.

B. Prinsip Ekologi Dalam Pengelolaan Dan Pelestarian Sumber Daya


Alam
Pelestarian hayati atau konservasi biologi mempunyai hubungan yang tak
dapat dipisahkan dengan pengelolaan dan pelestarian sumber daya alam sebagai
suatu kajian ekologi yang bersifat aplikatif. Tujuannya adalah untuk
mempertahankan keanekaragaman hayati, habitatnya dan hubungan timbal balik
antara makhluk hidup dengan lingkungan hidupnya.

Pelestarian atau konservasi sumber daya alam secara luas berarti


pemanfaatan dan pengelolaan, serta pengawetan secara lestari sumber daya

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 143


alam terutama sumber daya alam hayati. Dalam upaya pelestarian peranan para
ahli ekologi memegang peranan penting agar dapat :
1. Memotivasi dan merancang system tata guna lahan yang produktif dan
berkelanjutan.
2. Melakukan pelestarian jenis – jenis tumbuhan yang mempunyai potensi dan
memiliki manfaat ekonomi untuk manusia.
3. Melestarikan komunitas biotic dan jenis – jenisnya untuk tujuan nonekonomi,
tetapi berperan sebagai penunjang ekosistem dan kehidupan.
Kepentingan pelestarian sumber daya alam bagi kehidupan manusia
memiliki 2 aspek kepentingan, yaitu kepentingan global dan individu. Sesuai
dengan kepentingan strategi konservasi dunia ( World Conservation StrategY ),
pelestarian sumber daya alam berfungsi untuk :
1. Mempertahankan proses – proses ekologi yang utama dan menunjang system
kehidupan
2. Melestarikan keanekaragaman genetic dan jenis biota liar.
3. Pemanfaatan ekosistem dan species secara lestari, dengan
mempertimbangkan penggunaan sumber daya alam berkelanjutan untuk masa
yang akan datang.

1. Prinsip – Prinsip Ekologi, Pengelolaan dan Pelestarian Sumber Daya Alam


Pengelolaan dan pelestarian sumber daya alam tidaklah berarti hanya
melaksanakan pengelolaan dan pelestarian tumbuhan, hewan dan mikrobiota
saja, tetapi juga ditujukan pada semua aspek kehidupan dan keanekaragaman
hayati, termasuk materi genetika, populasi, komunitas dan ekosistem.
Menurut Dasman ( 1977 ), beberapa konsep yang dikembangkan dari
pengetahuan ekologi mempunyai aplikasi secara umum untuk berbagai bidang
dan kondisi yang dapat dimanfaatkan bagi pengelolaan dan pelestarian ekosistem
dalam pembangunan ekonomi.

Kegiatan pembangunan ekonomi sering membawa berbagai tingkat


perubahan terhadap ekosistem yang pada dasarnya akan selalu di atur oleh
factor – factor pembatas ekologis yang bekerja dalam suatu ekosistem alami.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 144


Factor pembatas tersebut perlu diperhitungkan agar pembangunan membawa
hasil yang lestari.

Kegagalan untuk mengetahui, memahami dan mengenal prinsip – prinsip


ekologi telah banyak menyebabkan aktivitas pemanfaatan sumber daya alam dan
pembangunan ekonomi menemui kegagalan sehingga upaya pengelolaan dan
pelestarian ekosistem serta keanekaragaman hayati tidak tercapai.

2. Pengelolaan dan Pelestarian Sumber Daya Alam


Untuk menjamin kelangsungan pembangunan ekonomi maka perencanaan,
pengelolaan dan pelestarian sumber daya alam perlu dilakukan dengan cermat
dengan memperhatikan kaidah – kaidah ekologis untuk mengurangi akibat yang
merugikan kelangsungan pembangunan dan kelestarian ekosistem, serta
keanekaragaman hayatinya secara menyeluruh. Terutama dalam pemilihan
macam sumber daya yang peruntukannya harus dilakukan secara efisien dan
efektif sehingga tidak mengurangi kemampuan sumber daya alam yang lain.
Selain itu, perubahan ekosistem hendaknya tidak dilaksanakan secara besar –
besaran.
Agar sumber daya alam optimal perlu dilakukan inventarisasi dan evaluasi
sumber daya alam agar potensinya diketahui, dan dalam pemanfaatannya perlu
digunakan teknologi yang sesuai serta pelaksanaannya dilakukan secara terpadu.
Selain itu rehabilitasi ekosistem yang rusak perlu dilakukan terutama pada
daerah aliran sungai dan wilayah sekitarnya.
Dalam pelestarian sumber daya alam terdapat 2 kepentingan, yaitu
kepentingan global dan kepentingan individu. Dan sesuai dengan strategi
konservasi dunia maka pelestarian perlu dilakukan dengan tujuan untuk :
1. Mempertahankan proses ekologi dan penunjang kehidupan.
2. Melestarikan keanekaragaman jenis dan genetic.
3. Pemanfaatan ekosistem dan jenis – jenisnya secara lestari

C. Pencemaran Lingkungan
Keseimbangan ekologi biosfer pada saat ini cenderung terganggu oleh
adanya pertambahan penduduk yang pesat, perkembangan teknologi dan

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 145


terdapatnya masalah – masalah lingkungan yang ditimbulkan oleh adanya
pencemaran lingkungan.
Pencemaran lingkungan terhadap ekosistem dapat menimbulkan berbagai
perubahan terhadap struktur ekosistem, hilangnya keanekaragaman makhluk
hidup, menurunnya fungsi ekosistem atau berkurangnya produktivitas sebagai
akibat berubahnya rasio antara produksi dan respirasi ( Kumar, 1996 ).
Secara umum pencemaran atau polusi dapat diartikan sebagai
terdapatnya di suatu tempat ( habitat, wilayah atau ekosistem ) materi dari luar
yang menyebabkan tempat tersebut tidak berfungsi dengan semestinya.
Sedangkan pencemaran lingkungan adalah masuknya suatu zat, energi, makhluk
hidup atau zat lainnya ke dalam lingkungan, dan atau berubahnya lingkungan
oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan
menurun dan menyebabkan lingkungan menjadi tidak berfungsi sesuai dengan
peruntukannya.
Telah disebutkan bahwa pencemaran lingkungan berhubungan erat dengan
perubahan lingkungan yang tidak dikehendaki yang sebagian besar disebabkan
oleh kegiatan manusia yang menghasilkan limbah. Limbah yang mencemari
lingkungan secara langsung atau tidak langsung akan berpengaruh terhadap pola
alir energi, sifat fisik dan kimia lingkungan serta kelimpahan makhluk hidup.
Dalam hubungannya dengan pencemaran lingkungan terdapat 2 istilah
yang mempunyai hubungan erat dengan pengaruh pencemaran terhadap makhluk
hidup. Istilah tersebut adalah polusi ( pencemaran ) dan kontaminasi.
Polusi (pencemaran) adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan
adanya satu zat atau polutan yang mencemari daratan, perairan atau udara yang
berpengaruh buruk terhadap manusia dan makhluk hidup lainnya, serta kualitas
lingkungan; sedangkan kontaminasi adalah istilah yang digunakan untuk
menyatakan adanya bahan pencemar atau organisme yang mencemari makhluk
hidup dan dapat merugikan makhluk hidup dan lingkungannya.
Suatu organisme yang terkontaminasi oleh polutan akan mengalami
pencemaran atau tidak tergantung oleh beberapa factor yang mempengaruhi
efek dari bahan pencemar ( kontaminan ), seperti :
1. Jenis atau macam polutan.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 146


2. Banyaknya polutan yang mengkontaminasi suatu organisme.
3. Toleransi organisme terhadap kontaminan.
4. Lamanya pemaparan polutan terhadap suatu organisme.
5. Kategori pencemaran
6. Jenis dan karakteristik genetika suatu organisme
7. Kondisi habitat dan lingkungannya.
8. Umur organisme yang terkontaminasi polutan.
9. Intensitas pemaparan oleh polutan.
10. Kombinasi dari berbagai factor tersebut.
Berdasarkan sifat bahan pencemar, pencemaran lingkungan dapat
dibedakan dalam 4 kategori, yaitu :

1. Pencemaran yang disebabkan oleh limbah padat, misalnya sampah ( organic


dan anorganik ) yang berasal dari limbah industry, pertambangan dan
pertanian. Limbah ini dapat pula dikelompokan menjadi 2 macam, yaitu
limbah yang dapat dimusnahkan secara biologi atau mikrobiologi (
biodegrable pollutants ), misalnya tinja dan limbah yang tidak dapat
dimusnahkan secara biologi ( non biodegrable pollutants ), misalnya limbah
plastic.
2. Pencemaran yang disebabkan oleh limbah cair, misalnya limbah rumah
tangga/pabrik yang mengandung bahan beracun, seperti pestisida, logam
berat atau mikroba berbahaya ( pathogen ). Bahan pencemaran ini biasanya
akan terakumulasi pada badan air dalam ekosistem perairan seperti sungai,
danau, estuaria atau perairan pantai.
3. Pencemaran yang disebabkan gas, misalnya gas CO ( karbon mono oksida ),
SO2, NO2, Ozone, Fluorides dan smog ( campuran hidrokarbon dan gas
pencemar lainnya, seperti asap/uap air ). Bahan pencemar gas ini sangat
berbahaya untuk makhluk hidup karena jangkauannya yang cukup luas dan
dengan konsentrasi kecil sudah dapat membahayakan makhluk hidup (
misalnya konsentrasi gas SO2 lebih besar dari 1 ppm dapat mengganggu
pernapasan manusia atau merusak pembentukan pigmen/klorofil di daun ).

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 147


4. Pencemaran yang disebabkan oleh limba tanpa bobot, misalnya pencemaran
lingkungan oleh zat radioaktif, panas ( limbah thermal ) dan bunyi.

1. Pengaruh Pencemaran Terhadap Tumbuhan


Secara umum pengaruh pencemaran terhadap tumbuh – tumbuhan adalah
karena akumulasi bahan pencemar yang bersifat racun ( phytotoxin ) bagi
tumbuhan. Bahan pencemar masuk dalam jaringan atau organ tumbuh –
tumbuhan melalui system jaringan vaskuler sampai ke ujung tepi daun atau
pucuk dan terakumulasi diberbagai lokasi. Jika polutan tersebut telah
melampaui batas ambang konsentrasi baru kemudian akan berpengaruh terhadap
jaringan atau organ tertentu, atau terhadap tumbuhan secara keseluruhan.

Pengaruh utama bahan – bahan pencemar tersebut terutama adalah


menghambat pembentukan enzim – enzim tertentu yang kemudian akan merusak
jaringan, organ dan fungsinya. Pengaruh tersebut akan dipengaruhi pula dari
struktur internal tumbuhan, kondisi lingkungan fisik dan kimia, karakteristik
polutan atau kombinasi factor – factor tersebut.

Pengaruh bahan pencemar, baik bahan pencemar padat, cair, gas atau
limbah tanpa bobot terhadap tumbuhan terutama berpengaruh terhadap :
1. Proses kimia dan fisik dari sel atau jaringan.
2. Proses fotosintesis dan fisiologi lainnya.
3. Struktur anatomi dan morfologi sel atau jaringan.
4. Pembelahan sel.
5. Pertumbuhan sel, jaringan dan organ.
6. Pertumbuhan tumbuhan oleh perubahan komposisi tanah dan tingkat
keasaman ( pH ) tanah.
7. Terganggunya proses reproduksi ( pembentukan kuncup, buah dan biji ).
Tumbuhan yang terkena pencemaran akan memperlihatkan penampilan
seperti : tumbuh kerdil dan merangas, bentuk daun yang tidak normal, absisi
daun lebih cepat, perubahan atau kerusakan daun yang mengalami korotis,
nekrosis, layu bercak – bercak putih atau coklat dan ujung atau tepi daun seperti
terbakar, serta proses pembungaan dan pembuahan yang terhambat.

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 148


Akibat pencemaran udara oleh gas – gas SO2, NO2, PAN ( peroxy acyl nitrat
), Ozon, Fluorida, Ethylene dan smog maka hutan berdaun jarum ( conifer ) di
daerah sub tropis yang tetap berdaun sepanjang tahun sering menjadi vegetasi
yang terkena pencemaran udara, dan akan memperlihatkan cirri tumbuhan yang
terkena pencemaran seperti tersebut di atas.
Dengan respon yang spesifik dan peka terhadap pengaruh pencemaran
lingkungan, tumbuh – tumbuhan sering dapat dimanfaatkan sebagai fitoindikator
terhadap pencemaran. Jenis – jenis tumbuhan berpembuluh ( Spermathopyta )
dan lumut kerak ( Lichenes ) sering digunakan sebagai bioindikator.
Menurut Manning dan Feder ( dalam Thomas dkk, 1976 ), tumbuhan yang
digunakan sebagai indicator pencemaran udara biasanya dapat menunjukan
terdapatnya polutan di dalam jaringannya. Dan tumbuhan dapat menunjukan
efek pencemaran yang baik sehingga dapat digunakan sebagai atau menjadi
bioindikator ( terutama indicator untuk pencemaran udara ) karena tumbuhan
mempunyai sifat atau karakter yang mudah diketahui, seperti :
1. Bersifat menetap ( sedentary )
2. Menjadi pasif kolektor
3. Dapat menunjukan kerusakan secara visual dan sifat sitologik yang nyata
4. Perubahan kimia ( physiological dan biochemistry symptoms ) yang jelas
5. Gejala ekologi yang spesifik
Dengan responnya yang khas beberapa jenis tumbuhan dapat menjadi
indicator pencemaran yang disebabkan oleh limbah padat, limbah cair, emisi gas
atau pengaruh bahan pencemar tanpa bobot. Beberapa jenis tumbuhan yang
dapat dijadikan indicator pencemaran lingkungan, antara lain seperti pada tabel
berikut :

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 149


Tabel : Tumbuhan Indikator
No Jenis Tumbuhan Kategori pencemaran
1. Casuarina sp. dan Eucalyptus sp. Limbah padat/tepung pati
2. Phragmites communis Limbah padat/tailing (tambang biji
3. Parmelia physoides ( Lichenes ) nikel)
4. Solanum tuberosum Emisi gas / gas SO2, NO2
5. Zostera sp. ( Alga ) Emisi gas / hujan asam
6. Eichornia crassipes Limbah cair / oil spill ( limbah minyak )
7. Elodea canadensis Limbah cair / NO3 atau PO4
Limbah thermal / pabrik

Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 150

Anda mungkin juga menyukai