I
BATASAN DAN RUANG LINGKUP
EKOLOGI TUMBUHAN
1. Pendahuhuluan
Ekologi tumbuhan sebagai salah satu cabang ilmu ekologi adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari secara spesifik interaksi tumbuhan dengan
lingkungan hidupnya, yang berhubungan dengan berbagai proses dan fenomena
alam. Misalnya, bagaimana tumbuhan untuk hidupnya memerlukan sinar
matahari, air, oksigen, tanah atau lahan sebagai tempat tumbuh atau
habitatnya. Bagaimana peranan energi dan nutrisi untuk proses metabolisme
tubuh, tumbuhan dalam ekosistem sebagai komponen produsen menjadi sumber
pakan dan sumber energi untuk makhluk hidup lainnya yang diperoleh melalui
rangkaian rantai dan jarring – jarring makanan, dan proses dekomposisi oleh
mikrobiota. Dalam ekologi tumbuhan juga dijelaskan bagaimana perkembangan
kehidupan tumbuhan melalui masa reproduksi, perkecambahan, pertumbuhan
dan masa dewasa, tua dan mati. Kelompok atau komunitas tumbuhan tertentu
hilang atau musnah, kemudian akan muncul, tumbuh dan berkembang kembali
melalui serangkaian proses suksesi. Proses kehidupan akan berlangsung terus
menerus secara berkesinambungan mengikuti hukum alam.
Elton pada tahun 1927, menyatakan bahwa ekologi tumbuhan yang mulai
berkembang sejak akhir abad ke 19 pada dasarnya adalah ilmu pengetahuan
tentang sejarah alam.
Tumbuhan
( makhluk hidup kloroplas )
Konsosiasi Asosiasi
- Komposisi jenis
- Frekuensi
- Kerapatan
Keanekaan jenis - Dominasi
- Sebaran dan stratifikasi
- Indeks kesamaan,
keanekaragaman jenis,
dll.
A. Pemanfaatan
Dalam ekologi tumbuhan pemanfaatan ekologi secara langsung atau tidak
langsung berhubungan erat dengan masalah kependudukan, pertanian,
kehutanan, kesehatan, penyebaran penyakit, pencemaran lingkungan, dan
masalah – masalah lain yang sangat penting untuk kehidupan dan kesejahteraan
manusia dan lingkungannya.
Melalui kajian strategi pelestarian dunia terungkap bahwa betapa
pentingnya pemanfaatan kaidah – kaidah ekologi bagi upaya pelestarian sumber
daya alam yang terpulihkan untuk pembangunan yang berkelanjutan.
Walaupun secara teoritis pemanfaatan kajian ekologi dan ekologi
tumbuhan dalam perkembangannya bersumber dari kajian ekologi yang sifatnya
relatif sederhana, pemanfaatan dan peranannya ternyata memberikan hasil yang
cukup memadai. Misalnya untuk pengelolaan dan upaya konservasi hutan lindung
yang bertujuan untuk melestarikan seluruh komunitas biota yang dilindungi maka
akan diperlukan pemahaman kaidah – kaidah ekologi tumbuhan, seperti kondisi
dan system ekologi dari hutan lindung tersebut, yang berhubungan dengan
struktur ekosistem, komposisi jenis, kelimpahan dan keanekaragaman jenis
vegetasi, sifat kompetisi dan predasi antar makhluk hidup, fungsi ekologi hutan,
daur nutrisi, dan produktivitas primer hutan.
Mempelajari dunia tumbuh – tumbuhan di dalam lingkungannya telah
menghasilkan pengetahuan dasar yang sangat luas tentang berbagai hal,
misalnya pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam, keseimbangan system
ekologi, dan konservasinya. Dalam hal ini ekologi tumbuhan secara khusus
mempunyai peranan yang penting dalam membantu mengatur lingkungannya
agar keseimbangan system ekologi tidak terganggu, misalnya bagaimana kegiatan
B. Penerapannya
Menurut Orians ( 1975 ), penerapan berbagai kajian ekologi
atau ekologi tumbuhan dan ilmu pengetahuan lainnya ternyata meliputi seluruh
aspek kehidupan manusia dan lingkungan hidupnya. Terutama penerapan dalam
bidang pengelolaan sumber daya alam ( misalnya produksi pertanian, kehutanan
atau pertambangan ) baik untuk yang dapat diperbaharui atau tidak; konservasi,
preservasi, rehabilitasi dan restorasi jenis – jenis tumbuhan dan biota lain
dengan habitatnya; untuk sumber daya alam yang dilindungi, analisis mengenai
dampak lingkungan untuk kegiatan pembangunan, pencemaran lingkungan;
pengawasan terhadap hama dan penyakit; serta pencegahan kontaminasi bahan
beracun berbahaya dan pengaruhnya terhadap tumbuhan dan lingkungan.
Kegiatan manusia yang berkaitan dengan hal tersebut pada umumnya akan
mempengaruhi keanekaragaman makhluk hidup yang terdapat dalam suatu
ekosistem.
Untuk memahami dan mengatasi masalah yang timbul akibat berbagai
kegiatan manusia tersebut, ekologi tumbuhan dan ilmu pengetahuan lainnya
dapat menerapkan kaidah – kaidah ekologi, seperti : struktur ekosistem dan
komponen – komponennya, interaksi antara makhluk hidup dengan
lingkungannya, factor lingkungan sebagai pembatas, fungsi ekosistem yang
mencakup alir energi, daur biogeokimia dan proses suksesi, dinamika masyarakat
tumbuh – tumbuhan dan populasinya, serta sifaty – sifat toleransi, adaptasi
tumbuhan dan keberadaan serta sebaran makhluk hidup ( biota ) di permukaan
bentang alam bumi. Dengan menerapkan kaidah – kaidah ekologi paling tidak
berbagai masalah yang timbul dapat diketahui sebab akibatnya dan dicari
pemecahannya.
Kaidah – kaidah ekologi dalam ekologi tumbuhan pada saat ini
pemanfaatan dan penerapannya cenderung bersifat antroposentris, artinya
sebagian besar untuk kepentingan manusia, terutama untuk pemanfaatan
1. Pendahuluan
Sebagaimana diketahui makhluk hidup di bumi baik tumbuhan, hewan,
manusia, maupun mikrobiota ( jasad renik ), hidup dan tinggal di dalam suatu
wilayah kehidupan atau dalam suatu system ekologi atau ekosistem. Berbagai
ekosistem di bumi pada wilayah tersebut terdapat di lingkungan darat
( teresterial ) atau lingkungan perairan ( akuatik ). Wilayah kehidupan tersebut
dinamakan biosfer atau ekosfer.
2. Konsep Ekosistem
A. Arti Ekosistem
Istilah ekosistem pertama kali diusulkan oleh seorang ahli ekologi
berkebangsaan Inggris bernama A. G. Tansley pada tahun 1935, meskipun tentu
saja konsep itu sama sekali bukan merupakan konsep yang baru. Terbukti bahwa
sebelum akhir tahun 1800-an, pernyataan – pernyataan resmi tentang istilah dan
konsep yang berkaitan dengan ekosistem mulai terbit cukup menarik dalam
literatur – literatur ekologi di Amerika, Eropa dan Rusia ( Odum, 1993 ).
Beberapa penulis lain telah menggunakan istilah yang berbeda, tetapi
maksudnya sama dengan ekosistem. Misalnya tahun 1877 ahli ekologi
B. Komponen Ekosistem
Semua ekosistem, baik ekosistem teresterial ( daratan ) maupun akuatik
( perairan ) terdiri atas komponen – komponen yang dapat dikelompokan
berdasarkan segi trofik atau nutrisi dan segi struktur dasar ekosistem.
Berdasarkan segi struktur dasar ekosistem, maka komponen ekosistem
terdiri atas dua jenis, yaitu :
1. Komponen biotic ( komponen makhluk hidup ), misalnya binatang, tumbuhan,
mikroba.
2. Komponen abiotik ( komponen benda mati ), misalnya air, udara, tanah dan
energi.
Berdasarkan segi trofik atau nutrisi, maka komponen biotic dalam
ekosistem terdiri atas dua jenis, yaitu :
1. Komponen abiotik ( non hayati ), yaitu komponen fisik dan kimia yang terdiri
atas tanah, air, udara, sinar matahari dan lain sebagainya yang berupa
medium atau substrat untuk berlangsungnya kehidupan.
2. Komponen produsen, yaitu organisme autotrofik yang pada umumnya berupa
tumbuhan hijau. Produsen menggunakan energi radiasi matahari dalam
proses fotosintesis, sehingga mampu mengasimilasi CO 2 dan H2O, dan
menghasilkan energi kimia yang tersimpan dalam karbohidrat.
3. Komponen konsumen, yaitu organisme heterotrofik misalnya binatang dan
manusia yang makan organisme lain. Jadi, yang disebut sebagai konsumen
adalah semua organisme dalam ekosistem yang menggunakan hasil sintesis (
bahan organic ) dari produsen atau dari organisme lainnya. Berdasarkan
kategori tersebut, maka yang termasuk konsumen adalah semua jenis
binatang dan manusia yang terdapat dalam suatu ekosistem. Konsumen dapat
digolongkan ke dalam :
a. Konsumen pertama adalah golongan herbivora, yaitu binatang yang makan
tumbuhan hijau.
b. Konsumen kedua adalah golongan karnivora kecil dan omnivore. Karnivora
kecil yaitu binatang yang berukuran tubuh lebih kecil dari karnivora besar
dan memakan binatang lain yang masih hidup.
Keterangan :
= siklus materi / mineral
= aliran energi
Matahari
Sampah organic
( Berasal dari tumbuhan dan hewan mati )
Pembusukan
( oleh mikroba tanah menjadi humus )
Oleh karena itu, setiap organisme mempunyai habitat yang sesuai dengan
kebutuhannya. Apabila ada gangguan yang menimpa pada habitat akan
menyebabkan terjadi perubahan pada komponen habitat, sehingga ada
kemungkinan habitat menjadi tidak cocok bagi organisme yang menghuninya.
Jadi, apabila kondisi habitat berubah hingga diluar titik minimum dan maksimum
( di luar kisaran factor ekologi ) yang diperlukan setiap organisme di dalamnya,
maka organisme itu dapat mati atau pindah ( migrasi ) ke tempat lain. Jika
perubahan yang terjadi dalam habitat berjalan lambat, misalnya berjalan selama
beberapa generasi, maka organisme yang menghuninya pada umumnya bisa
menyesuaikan diri dengan kondisi yang baru meskipun di luar batas – batas
semula. Melalui proses adaptasi ( penyesuaian diri ) tersebut, lama – lama
terbentuklah ras – ras baru yang mempunyai sifat berbeda dengan sebelumnya.
Energi yang dimiliki oleh setiap organisme hidup adalah energi kimia yang
diperoleh dari makanannya dalam bentuk protein, karbohidrat, lemak dan
sebagainya. Energi tersebut diciptakan pertama kali pada tingkatan produsen ,
yaitu tumbuhan hijau dengan mengubah energi matahari ke dalam bentuk energi
potensial. Energi potensial adalah energi yang tersimpan dan dapat digunakan
untuk melakukan kerja, contohnya protein, karbohidrat, dan lemak. Adapun
energi kinetic merupakan energi yang terlepaskan atau energi yang dibebaskan
oleh organisme berupa energi gerak.
1. Hukum Termodinamika
Perlu diketahui bahwa energi di alam bebas atau di dalam ekosistem ini
tunduk pada hukum termodinamika, yaitu :
a. Hukum Termodinamika I
Hukum termodinamika I berbunyi “ energi dapat diubah dari satu
bentuk energi ke bentuk energi lain, tetapi tidak pernah dapat diciptakan
atau dimusnahkan “. Misalnya, energi cahaya sebagai contoh bentuk energi
dapat diubah menjadi energi kinetic, dapat diubah menjadi energi panas, dapat
diubah menjadi energi potensial dalam suatu makanan bergantung pada
keadaan, tetapi tak satu pun dari energi tersebut dimusnahkan. Memang hukum
tersebut bertanggungjawab untuk menerangkan bahwa energi itu dapat diubah –
ubah bentuknya, dan semua energi yang memasuki organisme, populasi, atau
ekosistem dapat dianggap sebagai energi yang tersimpan atau terlepaskan. Jadi,
b. Hukum Termodinamika II
Hukum termodinamika II berbunyi “ setiap terjadi perubahan bentuk
energi, pasti terjadi degradasi energi dari bentuk energi yang terpusat
menjadi bentuk energi yang terpencar, dan di dalam proses transformasi
energi selalu melepaskan panas dalam bentuk energi yang tidak dapat
digunakan “. Misalnya, benda yang panas akan menyebarkan panasnya ke
lingkungan yang suhunya lebih rendah. Contoh berikutnya adalah dalam proses
fotosintesis tidak semua energi radiasi matahari yang diterima oleh tumbuhan
hijau diubah menjadi energi kimia ( energi potensial ) dalam bentuk pangan (
Karbohidrat, protein dan lemak ), tetapi sebagian dari energi itu dilepaskan ke
lingkungan sebagai energi panas. Oleh karena itu, tidak ada system pengubahan
energi yang berjalan secara efisien.
Hukum ini berguna untuk menerangkan bahwa meskipun energi itu tidak
pernah hilang dari system alam, tetapi energi tersebut sebagian akan terus
berubah menjadi bentuk energi yang kurang bermanfaat. Misalnya, suatu energi
yang diambil binatang dari tumbuhan atau binatang lain biasanya dalam bentuk
makanan padat dan bermanfaat untuk keperluan hidupnya. Akan tetapi,
sebagian dari energi itu akan keluar dari tubuh binatang berupa energi panas
karena melakukan kegiatan. Energi panas inilah merupakan energi yang terbuang
tanpa guna.
2. Rantai Makanan
Rantai makanan, yaitu transfer atau pemindahan energi dari sumbernya
melalui serangkaian organisme yang dimakan dan yang memakan ( Odum, 1993 ).
Mengingat energi makanan itu ada dalam bentuk energi kimia atau energi
potensial, dan di dalamnya mengandung energi dan materi, maka rantai
makanan dapat didefenisikan sebagai transfer atau pemindahan energi dan
materi melalui serangkaian organsime.
Di dalam suatu ekosistem hanya tumbuhan hijau yang mampu menangkap
energi radiasi matahari dan mengubahnya ke dalam bentuk energi kimia dalam
3. Jaring Makanan
Jaring makanan, yaitu gabungan dari berbagai rantai makanan ( Odum,
1993 ). Semua rantai makanan dalam suatu ekosistem tidak berdiri sendiri,
melainkan saling berkaitan antar rantai makanan. Bahkan di dalam ekosistem,
ketiga kelompok rantai makanan saling berkaitan. Dengan kata lain, jika tiap –
tiap rantai makanan yang ada di dalam ekosistem disambung – sambungkan dan
membentuk gabungan rantai makanan yang lebih kompleks, maka terbentuk
jaring makanan.
4. Tingkat Trofik
Dalam ekosistem alam dikenal adanyan tingkat trofik suatu kelompok
organisme. Menurut Heddy dkk. ( 1986 ), tingkat trofik menunjukan urutan
organisme dalam rantai makanan pada suatu ekosistem. Oleh karena itu,
berbagai organisme yang memperoleh sumber makanan melalui langkah yang
sama dianggap termasuk ke dalam tingkat trofik yang sama.
Berdasarkan atas pemahaman tingkat trofik, maka organisme dalam
ekosistem dikelompokan sebagai berikut :
a. Tingkat trofik I, yaitu semua organisme yang berstatus sebagai produsen.
b. Tingkat trofik II, yaitu semua organisme yang berstatus sebagai herbivora (
konsumen primer ).
c. Tingkat trofik III, yaitu semua organisme yang berstatus sebagai karnivora
kecil ( konsumen sekunder ).
d. Tingkat trofik IV, yaitu semua organisme yang berstatus sebagai karnivora
besar ( karnivora tingkat tinggi ).
e. Tingkat trofik V, yaitu semua organisme yang berstatus sebagai perombak
( decomposer dan transformer ) atau semua mikroorganisme.
Karnivora kecil
Herbivora
Produsen
Karnivora kecil
Karnivora besar
Herbivora
Karnivora kecil
Produsen
Herbivora
Produsen
Ekosistem daratan
Ekosistem perairan
Karnivora kecil
Herbivora
Produsen
F. Siklus Biogeokimia
Semua unsur kimia di alam akan beredar melalui jalan tertentu dari
lingkungan ke organisme atau makhluk hidup dan kembali lagi ke lingkungan.
Semua bahan kimia dapat beredar berulang – ulang melewati ekosistem secara
tak terbatas. Jika suatu organisme itu mati, maka bahan organic yang terdapat
pada tubuh organisme tersebut akan dirombak menjadi komponen abiotik dan
dikembalikan lagi ke dalam lingkungan. Peredaran bahan abiotik dari lingkungan
melalui komponen biotic dan kembali lagi ke lingkungan dikenal sebagai siklus
biogeokimia.
Unsur – unsur kimia yang ada di alam kemungkinan terdapat dalam bentuk
padat berupa garam – garam mineral, dalam bentuk cair, dan gas yang dapat
disintesis oleh tetumbuhan menjadi berbagai senyawa organic seperti
karbohidrat, protein, nucleoprotein, asam dioksiribonukleat ( DNA ), asam
ribonukleat ( RNA ), dan senyawa lainnya yang menyusun tubuh organisme. Unsur
abiotik tersebut memasuki sel melalui media air yang berperan sebagai pembawa
semua gas dan garam mineral yang larut. Banyaknya air lebih kurang 20 % - 99 %
dari bobot segar tetumbuhan yang masuk ke dalam tubuh tetumbuhan, melalui
system perakaran membawa unsur – unsur hara yang berguna untuk
pertumbuhan. Di dalam tubuh tetumbuhan, setiap bentuk hasil metabolisme
a. Siklus Karbon
Karbon merupakan salah satu unsur yang mengalami daur dalam
ekosistem. Dimulai dari karbon yang ada di atmosfer berpindah melalui
tumbuhan hijau, konsumen, dan organisme pengurai, kemudian kembali ke
atmosfer. Di atmosfer karbon terikat dalam bentuk senyawa karbondioksida (
CO2 ).
Karbondioksida merupakan bagian udara esensial yang dapat
mempengaruhi radiasi panas dari bumi, dan dapat membentuk persediaan
karbon anorganik. Proses fotosintesis yang terjadi pada tumbuhan hijau
merupakan proses pengubahan karbondioksida sebagai karbon anorganik menjadi
karbohidrat sebagai senyawa hidrokarbon yang dalam hal pengubahan karbon
disebut juga senyawa karbon organic dalam tubuh tumbuhan disertai dengan
penyimpanan energi yang bersumber dari radiasi matahari, sehingga dalam tubuh
tumbuhan tersimpan energi yang disebut energi biokimia tersimpan bersama
dengan senyawa organic kompleks.
Setelah produsen dan konsumen mati, maka senyawa organic akan segera
terurai lagi melalui proses penguraian/dekomposisi oleh organisme pengurai dan
karbon akan dilepas sebagai CO2 ke alam dan masuk ke udara atau ke dalam air.
Pada setiap ekosistem jumlah karbon yang tersimpan berbeda – beda, hal
ini disebabkan perbedaan keanekaragaman dan kompleksitas komponen yang
menyusun ekosistem. Kompleksitas ekosistem akan berpengaruh kepada cepat
atau lambatnya siklus karbon yang melalui setiap komponennya. Pada ekosistem
hutan hujan tropis keanekaragaman biota ( termasuk species tumbuhan ) sangat
tinggi, sehingga pengembalian karbon organic ke dalam tanah berjalan dengan
cepat, dan karbon yang tersimpan dalam biomassa tumbuhan lebih besar
dibandingkan dengan ekosistem lainnya ( ekosistem hutan iklim sedang, padang
rumput iklim sedang, dan ekosistem gurun ).
b. Siklus Nitrogen
Nitrogen merupakan unsur yang penting dalam kehidupan. Unsur dari
asam amino yang membentuk protein dan nukleosida, serta sebagai bahan
penting yang membentuk asam inti di dalam sel.
Sumber utama nitrogen ( N2 ) adalah udara, sedangkan organisme hidup
memperoleh nitrogen dalam bentuk garam nitrat kemudian diasimilasikan pada
sitoplasma dalam bentuk protein sebagai cadangan pangan ( Odum, 1993 ).
Menurut Turk ( 1985 ) dan Kilham ( 1996 ) bahwa di alam ini terdapat tiga
gudang nitrogen yaitu udara, senyawa anorganik ( misalnya nitrat, nitrit, dan
amonial ), dan senyawa organic ( protein, urine, dan asam urine ). Cadangan
nitrogen anorganik adalah gas N2 di udara yang merupakan komponen terbanyak
di udara ( 78 % ).
Organisme yang bisa memanfaatkan secara langsung nitrogen udara sangat
sedikit. Tetumbuhan dapat mengisap nitrogen dalam bentuk nitrat ( NO 3 ).
Pengubahan nitrogen dari nitrogen bebas di udara menjadi nitrat dapat
berlangsung baik secara biologi maupun secara kimia, dan prose situ disebut
pengikatan ( fiksasi ) nitrogen.
Pengikatan nitrogen secara biologi dapat dilakukan oleh bakteri
nonsimbiotik, bakteri simbiotik, dan ganggang hijau biru. Nitrat ( NO 3 ) yang
terdapat di dalam tanah dan air pada umumnya terjadi karena pengikatan
nitrogen secara biologi. Bakteri nonsimbiotik ( bakteri bebas ) yang berperan
dalam pengikatan nitrogen secara biologi adalah Azotobacter chroococcum, A.
c. Siklus Belerang
Di atmosfer, belerang terdapat dalam bentuk gas SO2 yang dibentuk
selama ada aktivitas vulkanis dan pembakaran bahan bakar fosil. Selain itu,
belerang juga terdapat dalam bentuk gas H2S yang dibentuk sebagai akibat
proses pembusukan bahan organic atau proses pembusukan yang terjadi dalam
tanah atau air. Unsur belerang dapat tersedia bagi tumbuhan dalam bentuk
d. Siklus Fosfor
Fosfor merupakan bagian penting dari protoplasma. Unsur tersebut
biasanya diserap tanaman dalam bentuk H2PO4-, HPO42-, dan PO43-. Unsur fosfor
merupakan salah satu unsur utama dalam pupuk komersial, sehingga industry
pupuk fosfat sangat berperan dalam menjalankan siklus fosfor karena bahan
baku pupuk fosfat adalah batu – batuan fosfat yang tersedia di alam.
Secara alami, keberadaan fosfor di alam berasal dari pelapukan batuan
mineral atau batuan fosfat, sebagian lagi berasal dari pelapukan bahan organic.
Namun demikian pada kondisi alami, fosfor yang tersedia bagi organisme
khususnya yang dapat dimanfaatkan oleh tetumbuhan jauh lebih rendah daripada
nitrogen. Rasio fosfor terhadap nitrogen dalam air adalah 1 : 23, sehingga fosfor
sering menjadi factor pembatas bagi pertumbuhan tetumbuhan dan organisme
lainnya.
Gambar : Siklus Fosfor di alam
e. Siklus Air
Gudang air terbesar di alam adalah samudra, akan tetapi masih banyak
gudang – gudang air lainnya di permukaan bumi yang berupa badan – badan
perairan seperti danau, rawa, waduk dan sungai. Dari gudang – gudang air
tersebut air akan menguap ke udara ( Evaporasi ) kemudian membentuk awan,
dan akhirnya turun lagi ke bumi dalam bentuk presipitasi ( hujan ), sehingga air
akan mencapai ke seluruh permukaan bumi melalui presipitasi dan terus akan
bergerak lagi masuk ke bumi, mengalir ke sungai, ke danau, ke laut, menguap,
dan seterusnya sesuai dengan siklusnya.
Di dalam siklus air ( siklus hidrologi ), air akan berpindah melalui berbagai
tahap proses yang sangat kompleks, apalagi pada permukaan bumi yang
bervegetasi seperti hutan maka proses hidrologi menjadi lebih kompleks. Dalam
siklus air, pohon merupakan media pemindahan ( transfer ) air hujan ke tanah
melalui proses penahanan sementara air hujan oleh tajuk pohon, aliran batang,
dan air lolos, serta sebagai pemindahan air dari dalam tanah ke vegetasi dan ke
atmosfer melalui evapotranspirasi.
Butir – butir air hujan yang jatuh ditahan oleh tajuk pohon, sehingga tidak
langsung menimpa tanah. penahanan air hujan oleh tajuk pohon akan
mengurangi resiko tetesan langsung ke tanah, sehingga aliran permukaan ( air
Infiltrasi air hujan pada daerah bervegetasi akan lebih besar bila
dibandingkan dengan daerah yang tidak bervegetasi, sebab vegetasi tersebut
menghasilkan serasah yang dapat meningkatkan porositas tanah. meningkatnya
infiltrasi dan perkolasi tanah ( peristiwa bergeraknya air ke bawah dalam
profil tanah ) berdampak positif terhadap meningkatnya muka air tanah. jika
muka air meningkat, maka akan mengurangi kekeringan dan mencegah
terjadinya kekeringan pada musim kemarau, sedangkan berkurangnya aliran
permukaan menyebabkan berkurangnya erosi, berkurangnya sedimentasi,
mencegah tanah lonsor dan bahaya banjir dapat terkendali.
1. Epifit
Epifit merupakan semua tumbuhan yang menempel dan tumbuh pada
tumbuhan lain untuk mendapat sinar matahari dan air. Epifit tidak bergantung
pada bahan makanan yang berasal dari tumbuhan yang ditempeli, karena dia
mendapatkan unsur hara dari mineral – mineral yang terbawa oleh udara, air
hujan, atau aliran batang dan cabang tumbuhan lain. Epifit mampu melakukan
proses fotosintesis untuk pertumbuhan dirinya, sehingga dia bukan parasit.
3. Mikoriza
Mikoriza merupakan bentuk hubungan simbiosis mutualisme antara
cendawan ( mykos ) dengan perakaran ( rhyzos ) tumbuhan.
Berdasarkan cara menginfeksi pada akar tumbuhan inang, Mikoriza
dikelompokkan ke dalam tiga golongan yaitu : ektomikoriza, endomikoriza dan
ektendomikoriza.
4. Nodul Akar
Nodul akar atau bintil akar adalah bentuk simbiosis mutualisme antara
bakteri Rhizobium spp. Dengan akar tumbuhan. Rhizobium adalah bakteri yang
memiliki kemampuan menambat nitrogen dari udara dalam proses yang disebut
fiksasi biologis.
5. Tumbuhan Pencekik
Tumbuhan Pencekik ( strangler ) adalah species tumbuhan yang pada
awalnya hidup sebagai epifit pada suatu pohon, setelah akar – akarnya mencapai
tanah dan dapat hidup sendiri lalu mencekik, bahkan dapat membunuh pohon
tempat bertumpu. Tumbuhan jenis ini pada masa pertumbuhannya dan masih
berstatus sebagai epifit mengeluarkan akar – akar gantung yang tampak sangat
menarik, bagaikan hiasan pada pohon inangnya. Akan tetapi lama kelamaan,
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 42
akar gantung itu semakin menjulur ke bawah, dan bila telah menancap di tanah,
maka akar – akar itu mulai menunaikan tugasnya mengisap zat hara dan bahan
organic dari dalam tanah. kemudian akar – akar tadi akan berkembang menjadi
batang dan bersatu mencekik pohon induk.
6. Liana
Liana merupakan species tumbuhan merambat. Tumbuhan ini memiliki
batang yang tidak beraturan dan lemah, sehingga tidak mampu mendukung
tajuknya. Liana berkayu di hutan – hutan merupakan bagian vegetasi yang
membentuk lapisan tajuk hutan dan mampu mendesak tajuk – tajuk pohon
tempat bertumpu. Tajuk tumbuhan liana juga mengisi lubang – lubang tajuk
hutan di antara beberapa pohon dalam tegakan hutan agar mendapatkan sinar
matahari sebanyak – banyaknya, sehingga liana akan memperapat dan
mempertebal lapisan tajuk pada stratum atas.
1. Pendahuluan
Suatu masyarakat tumbuhan adalah sekelompok tumbuhan yang dapat
menggambarkan berbagai komunitas atau populasi yang terdiri dari berbagai
jenis tumbuhan yang terdapat atau hidup di suatu wilayah atau di suatu habitat.
Suatu tipe vegetasi pada umumnya dapat memberikan ciri – ciri, keadaan atau
kondisi suatu wilayah menurut macam dan distribusi jenis – jenisnya dalam skala
ruang dan waktu, misalnya komunitas vegetasi rawa, padang rumput atau ladang
pada musim hujan.
1. Komposisi jenis, misalnya perbedaan jenis, jenis – jenis yang sedikit dan
langka, atau memiliki kepentingan relatif tertentu.
2. Fisiognomi, yaitu mempunyai bentuk atau arsitektur tumbuhan tertentu,
bentuk hidup, penutupan tajuk, indeks luas daun dan fenologi.
3. Pola sebaran jenis, misalnya sebaran spasial yang luas atau relung yang
tumpang tindih.
4. Keanekaragaman jenis, misalnya kelimpahan, kekayaan, keanekaan dan
keragaman jenis.
5. Daur hara, misalnya kebutuhan akan nutrient, kemampuan menyimpan dan
kecepatan pengembalian unsur hara ke dalam tanah.
6. Perubahan dan perkembangan dalam skala ruang dan waktu, misalnya proses
suksesi, respon terhadap perubahan iklim dan lingkungan mikro.
7. Produktivitas setiap jenis, misalnya biomassa, produktivitas primer, alokasi
dan efisiensi produktivitas.
B. Struktur Komunitas
Shukla dan Chandel ( 1996 ) menyatakan bahwa dengan mengacu pada
konsep ekosistem, yang dimkasud dengan struktur komunitas tumbuhan adalah
suatu deskripsi tentang masyarakat tumbuhan yang dapat memberikan gambaran
mengenai kondisi lingkungan dan distribusi nutrient di habitatnya.
Menurut Kent dan Coker ( 1992 ) srtruktur komunitas tumbuhan
merupakan suatu deskripsi masyarakat tumbuhan berdasarkan bentuk luar (
morfologi ), stratifikasi vertical dan sebaran secara horizontal bentuk hidup ( life
form ), dan ukuran / besar tumbuhan yang ada pada suatu saat. Pada dasarnya
deskripsi tentang struktur komunitas tumbuhan berhubungan erat dengan
komposisi jenis tumbuhan dan kelimpahannya, serta susunan vertical jenis –
jenisnya.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 47
1. Komposisi Vegetasi
Komposisi vegetasi atau komposisi flora adalah daftar jenis tumbuh –
tumbuhan yang ada dalam suatu komunitas di suatu daerah. Data flora atau
vegetasi tersebut dinamakan data floristic.
2. Kelimpahan
Kelimpahan adalah parameter yang mencerminkan distribusi relatif
species dalam komunitas. Parameter yang digunakan untuk menentukan
kelimpahan masyarakat tumbuhan adalah :
1. Frekuensi ( derajat penyebaran suatu jenis tumbuhan di dalam komunitas ).
2. Kerapatan ( jumlah individu per satuan luas ).
3. Penutupan tajuk/ cover (penutupan tajuk terhadap permukaan tanah /
kerimbunan)
4. Dominansi jenis ( jenis tumbuh – tumbuhan yang terdapat dalam suatu
komunitas yang menguasai/merajai dan dapat menunjukan ciri masyarakat
tumbuhan di komunitas tersebut dengan jenisnya )
5. Asosiasi interspesifik ( berbagai jenis tumbuh – tumbuhan tumbuh bersama
saling berdekatan dan saling berasosiasi/hubungan satu sama lainnya )
6. Stratifikasi ( lapisan vertical komunitas tumbuhan )
7. Bentuk hidup ( perilaku hidup / musiman )
8. Fungsi komunitas ( berbagai aspek atau proses yang berlangsung dalam
komunitas yang berkaitan dengan interaksi tumbuh – tumbuhan dengan
habitat, lingkungan dan biota lainnya )
C. Dinamika Komunitas
Suatu komunitas tumbuhan adalah sekelompok populasi berbagai jenis
tumbuhan di suatu daerah tertentu. Dalam hal ini komunitas dapat mencakup
semua populasi dari bermacam – macam jenis tumbuhan di daerah tersebut, atau
dapat pula diartikan lebih sempit, misalnya sebagai komunitas rerumputan, atau
komunitas paku – pakuan di daerah itu. Secara subjektif dipahami bahwa
komunitas hutan berbeda dengan komunitas padang rumput dalam hal kelompok
jenis yang menyusunnya atau struktur vegetasinya, tetapi pada kenyataannya
komunitas dapat pula merupakan kumpulan dari suatu populasi pohon atau
rerumputan, yang cenderung terdapat berulang – ulang dalam habitat dan
lingkungan yang serupa.
Semua organisme beserta lingkungannya bersifat dinamis, artinya bahwa
di antara mereka selalu terjadi interaksi sehingga menghasilkan perubahan.
Setiap organisme, di mana saja berada akan berusaha menyesuaikan diri dengan
kondisi lingkungan melalui perubahan pada tubuh atau fungsinya, sedangkan
lingkungan juga mengalami perubahan melalui proses fisik atau biogeokimia
untuk mempertahankan kualitas penunjang kehidupan dan keseimbangan system
dalam komunitas.
Gopal dan Bhardwaj ( 1979 ) mengemukakan bahwa perubahan yang
terjadi dalam komunitas dapat diamati secara mudah dan seringkali perubahan
itu berupa penggantian suatu komunitas oleh komunitas yang lain. Perubahan
komunitas berarti menyangkut perubahan structur komunitas. Oleh karena itu
sesungguhnya struktur komunitas tidak selalu tetap, tetapi selalu berubah setiap
waktu dan tempat. Perubahan tersebut ada yang dapat diamati dalam waktu
a. Nudasi
Suksesi dimulai dengan terjadinya gangguan terhadap komunitas
tumbuhan seperti daerah gundul. Secara umum hampir tidak ada suatu
organisme yang tidak dapat hidup di atas bumi. Akan tetapi, jika terjadi bencana
alam dan bencana lainnya dapat merusak kehidupan di beberapa tempat di muka
bumi. Pada prinsipnya, semua aktivitas baik yang dilakukan manusia maupun
yang terjadi secara alam dapat mengakibatkan timbulnya daerah gundul, daerah
terbuka atau tidak bervegetasi. Proses pembentukan atau terjadinya daerah
gundul atau daerah terbuka, baik disebabkan oleh aktivitas manusia maupun
aktivitas alam disebut nudasi.
b. Invasi
Invasi adalah datangnya bakal kehidupan berbagai species organisme dari
satu daerah ke daerah baru dan menetap di daerah baru.
Invasi akan sempurna apabila telah melalui tiga tahap sebagai berikut :
1. Tahap pertama ( Migrasi ). Biji – bijian, buah – buahan, spora, atau bakal
kehidupan yang lainnya dapat pindah ke suatu daerah baru dengan perantara
air, angin dan hewan. Proses tempat bakal kehidupan berpindah dan
b. Paham Poliklimaks
Paham ini beranggapan bahwa tidak hanya factor iklim yang
menumbuhkan klimaks, tetapi factor tanah dan fisiografi juga dapat
menumbuhkan klimaks.
a. Suksesi Primer
Menurut Gopal dan Bhardwaj ( 1979 ), suksesi primer adalah suksesi yang
terjadi pada lahan yang mula – mula tak bervegetasi. Sedangkan menurut
Soerianegara dan Indrawan ( 1982 ) bahwa suksesi primer adalah terjadinya
b. Suksesi Sekunder
Suksesi sekunder adalah suksesi yang terjadi pada lahan atau wilayah yang
pada awalnya telah bervegetasi sempurna, kemudian mengalami kerusakan oleh
bencana alam maupun oleh aktivitas manusia, tetapi bencana itu tidak sampai
merusak secara total tempat tumbuh sehingga masih ada substrat lama dan
kehidupan.
1. Pendahuluan
Kata populasi berasal dari bahasa latin, yaitu populus yang berarti rakyat
atau penduduk. Dalam ilmu ekologi, yang dimaksud dengan populasi adalah
sekelompok individu yang sejenis atau sama speciesnya ( Irwan, 1992 ). Menurut
Resosoedarmo dkk. ( 1986 ), populasi merupakan kelompok organisme sejenis
yang hidup dan berbiak pada suatu daerah tertentu, misalnya populasi gajah di
Taman Nasional Way Kambas pada tahun 2002, populasi badak di Ujungkulon
tahun 2000. Di dalam menyebut suatu populasi harus dilakukan dengan cara
menyebut batas waktu dan tempatnya.
Sedangkan suatu populasi tumbuhan adalah suatu kelompok individu dari jenis
tumbuh – tumbuhan yang sama dan menempati suatu habitat tertentu. Misalnya
populasi pohon jati di perkebunan pada tahun 1991, dll. Jadi populasi adalah
kelompok organisme dari jenis yang sama menduduki ruang tertentu yang
memiliki berbagai sifat dan merupakan milik yang khas dari kelompok itu tetapi
tidak menjadi milik individu dalam kelompok itu.
Suatu organisme tidak dapat hidup sendirian, akan tetapi harus hidup
bersama – sama dengan organisme lain, baik dengan organisme yang sejenis
maupun dengan organisme yang tidak sejenis dalam suatu tempat tumbuh atau
habitat. Berbagai organisme besar ataupun kecil yang hidup di suatu tempat
tumbuh akan bergabung ke dalam suatu persekutuan yang disebut komunitas
biotic.
Pada umumnya yang menjadi cirri – cirri suatu populasi adalah hal – hal
yang berhubungan dengan timbulnya tumbuhan baru dari biji / laju
perkembangbiakan ( kelahiran untuk hewan ), laju perkecambahan, laju
kematian, jenis kelamin atau system reproduksi, struktur umur, sebaran individu
dan sebagainya.
Menurut Shukla dan Chandel ( 1996 ) yang menjadi kajian populasi dalam
ekologi tumbuhan adalah berbagai aspek tentang cirri – cirri populasi, seperti
struktur populasi yaitu analisis sebaran populasi dan macam – macam tipe
interaksi. Suatu populasi tumbuhan pada umumnya mempunyai cirri – cirri
sebagai berikut :
1. Kerapatan populasi
2. Natalitas ( laju perkecambahan )
3. Mortalitas ( laju kematian )
4. Pertumbuhan populasi, imigrasi dan emigrasi
5. Persebaran umur
6. Fluktuasi populasi
Pola sebaran spasial individu – individu sejenis yang terdapat dalam satu
area berbeda – beda, menyebar secara teratur, mengelompok atau acak.
Tumbuh – tumbuhan yang pola sebarannya teratur secara alami jarang terjadi di
alam, kecuali dalam ekosistem yang dikelola, demikian pula pola sebaran secara
acak. Sebaliknya sebagian besar tumbuhan mempunyai pola sebaran yang
mengelompok.
1. Densitas Populasi
Densitas populasi adalah besarnya populasi dalam suatu unit ruang, yang
pada umumnya dinyatakan sebagai jumlah individu – individu dalam setiap unit
luas atau volume ( Gopal dan Bhardwaj, 1979 ). Densitas populasi itu disebut
juga kerapatan atau kepadatan populasi ( Irwan, 1992 ). Istilah kerapatan lazim
digunakan untuk densitas tumbuhan dan binatang, sedangkan istilah kepadatan
lazim digunakan untuk densitas manusia.
Pengaruh suatu populasi terhadap komunitas atau ekosistem sangat
bergantung kepada species organisme dan jumlah atau densitas populasinya.
Dengan kata lain bahwa densitas populasi merupakan salah satu hal yang
menentukan pengaruh populasi terhadap komunitas atau ekosistem. Selain itu,
densitas populasi sering dipakai untuk mengetahui perubahan yang terjadi dalam
populasi pada saat tertentu. Perubahan yang dimaksud adalah berkurang atau
bertambahnya jumlah individu dalam setiap unit luas atau volume.
2. Natalitas Populasi
Natalitas yaitu reproduksi individu baru dari suatu populasi ( Gopal dan
Bhardwaj, 1979 ). Menurut Odum ( 1993 ), natalitas atau angka kelahiran, yaitu
1. Angka kelahiran
Nn
B= keterangan :
t B = kelahiran
Nn = jumlah individu baru yang dilahirkan
t = waktu
3. Mortalitas Populasi
Mortalitas ( angka kematian ), yaitu jumlah individu yang mati dalam
populasi untuk suatu periode waktu tertentu ( Odum, 1993; Gopal dan Bhardwaj,
1979 ). Mortalitas dapat dinyatakan sebagai individu yang mati dalam kurun
waktu tertentu. Kematian merupakan keharusan bagi setiap individu dan
bergantung pada lingkungan yang merugikan, persaingan, pemangsaan, dan
penyakit. Namun perlu diingat bahwa mortalitas itu karakteristik untuk populasi
bukan karakteristik individu karena individu hanya mati satu kali, sedangkan
populasi memiliki kematian dalam periode waktu tertentu.
D
d= keterangan :
t d = kematian
D = jumlah total kematian dalam populasi
t = waktu
N=b-d
Keterangan :
N = populasi
r = laju kenaikan populasi = laju kenaikan alami
t = waktu
d = laju kematian
b = laju kelahiran
b. Distribusi seragam
Distribusi seragam terjadi apabila kondisi lingkungan cukup seragam di
seluruh area dan ada kompetisi yang kuat antar individu anggota populasi.
Kompetisi yang kuat antar individu anggota populasi akan mendorong terjadinya
pembagian ruang yang sama ( Odum, 1993 ). Heddy dkk. ( 1986 ) memberikan
contoh bahwa pada hutan yang lebat, maka pohon – pohon yang tinggi hampir
mempunyai distribusi yang seragam. Pohon – pohon yang dominan di hutan,
jaraknya teratur karena kompetisi yang sangat kuat untuk mendapatkan cahaya
dan unsur hara.
c. Distribusi bergerombol
Distribusi bergerombol pada suatu populasi merupakan distribusi yang
umum terjadi di alam, baik bagi tumbuhan maupun bagi hewan. Distribusi
bergerombol terjadi karena berbagai sebab antara lain sebagai berikut :
1. Kondisi lingkungan jarang yang seragam, meskipun pada area yang sempit.
Perbedaan kondisi tanah dan iklim pada suatu area akan menghasilkan
perbedaan dalam habitat yang penting bagi setiap organisme yang ada di
dalamnya, karena suatu organisme aka nada pada suatu area yang factor –
factor ekologinya tersedia dan sesuai bagi kehidupannya.
2. Pola reproduksi dari suatu individu – individu anggota populasi. Bagi
tumbuhan yang bereproduksi secara vegetative, juga bagi hewan yang masih
muda menetap bersama dengan induknya merupakan suatu kekuatan yang
mendorong terjadinya penggerombolan.
1. Pendahuluan
Semua makhluk hidup baik besar maupun kecil, tumbuhan, hewan,
mikrobiota atau manusia untuk kehidupannya sangat tergantung pada habitat
dan lingkungannya sebagai tempat tinggal dan melaksanakan kehidupannya dan
berinteraksi dengan lingkungannya.
Lingkungan adalah segala sesuatu dari keadaan atau sumber daya yang
dapat mempengaruhi kegiatan dan kehidupan makhluk hidup ( Misra, 1980 ),
atau Lingkungan adalah suatu system yang kompleks yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup.
c. Iklim
Hubungan masyarakat tumbuhan dengan iklim sangat erat karena iklim
sebagai salah satu factor ekologi merupakan factor lingkungan alami yang sangat
berperanan dalam mengontrol dan menentukan kehidupan makhluk hidup. Iklim
terbentuk dari kombinasi berbagai factor lingkungan yang berhubungan erat
dengan udara atmosfer, seperti cahaya matahari, suhu udara, curah hujan (
presipitasi ), dan kelembaban udara. Factor – factor tersebut secara keseluruhan
membentuk factor lingkungan iklim yang tidak terpisahkan, jika salah satu factor
lingkungan tersebut berubah, yang lain akan berubah pula.
Iklim dapat dikategorikan menjadi iklim mikro dan iklim makro. Iklim
mikro merupakan iklim yang mempunyai factor lingkungan yang bersifat
setempat dengan luas atau ruang terbatas pada habitat mikro, misalnya iklim
yang terdapat pada tempat di habitat naungan tajuk ( kanopi ) pada hutan yang
lebat. Iklim makro merupakan iklim yang mempunyai factor – factor lingkungan
di suatu daerah yang luas ( habitat makro ) dan bersifat umum, misalnya daerah
beriklim tropis.
Faktor – factor lingkungan makro sering digunakan untuk menetapkan tipe
iklim, zona iklim, dan zona vegetasi. Iklim sebagai factor ekologi mempunyai
peranan penting dan dapat mempengaruhi hampir segala aspek kehidupan
makhluk hidup.
2. Suhu
Suhu sebagai salah satu factor lingkungan selain kelembaban yang
merupakan factor penting, yang variabelnya ditentukan oleh factor waktu,
musim, garis lintang, ketinggian, kemiringan atau lereng habitat, arah cahaya
matahari, tekstur tanah, penutupan vegetasi dan aktivitas manusia.
Hubungannya dengan masyarakat tumbuhan karena pengaruhnya secara
langsung maupun tidak langsung terhadap berbagai proses kehidupan, misalnya
terhadap plasma sel, permeabilitas sel, reaksi biokimia dan fungsi sel,
perkecambahan, dan pertumbuhan biji atau laju penyerapan air.
Terdapat dua macam pengaruh suhu secara langsung terhadap masyarakat
tumbuh – tumbuhan , yaitu pengaruhnya terhadap berbagai proses fisiologi dan
pertumbuhan tanaman, dan pengaruhnya terhadap kemampuan hidup tumbuhan
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 75
untuk tumbuh di suatu habitat sehingga dapat menentukan sebaran vegetasi di
bumi.
Ada perbedaan dan variasi jenis tumbuhan di berbagai daerah dalam
memperlihatkan respon, toleransi dan adaptasi tumbuhan yang berbeda – beda
terhadap suhu lingkungan dan fluktuasinya.
Berdasarkan kebutuhan tumbuh – tumbuhan akan tinggi atau rendahnya variabel
suhu yang dapat mempengaruhi keberadaan dan kehidupannya, maka dapat
dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu :
4. Udara
Udara yang terdapat dalam atmosfer adalah campuran berbagai macam
gas yang ada di lapisan atmosfer bumi. Udara atmosfer sangat penting untuk
1. Pendahuluan
Analisis komunitas tumbuhan merupakan suatu cara mempelajari susunan
atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi. Dalam ekologi
tumbuhan, satuan vegetasi yang dipelajari atau diselidiki berupa komunitas
tumbuhan yang merupakan asosiasi konkrit dari semua species tumbuhan yang
menempati suatu habitat. Oleh karena itu, tujuan yang ingin dicapai dalam
analisis komunitas adalah untuk mengetahui komposisi species dan struktur
komunitas pada suatu wilayah yang dipelajari.
3. Periodisitas
Periodisitas adalah kejadian musiman dari berbagai proses dalam
kehidupan tumbuhan. Kejadian musiman pada tumbuhan dapat ditunjukan oleh
perwujudan bentuk daun dan ukurannya, masa pembungaan, masa bertunas, dan
peluruhan buah dan biji.
4. Stratifikasi
Stratifikasi adalah distribusi tetumbuhan dalam ruangan vertical. Semua
species tetumbuhan dalam komunitas tidak sama ukurannya, serta secara
vertical tidak menempati ruang yang sama. Stratifikasi tetumbuhan di atas tanah
berhubungan dengan sifat species tumbuhan untuk memanfaatkan radiasi
matahari yang diterima, dan memanfaatkan ruangan menurut keperluan yang
berbeda – beda.
5. Kelimpahan
Kelimpahan adalah parameter kualitatif yang mencerminkan distribusi
relatif species organisme dalam komunitas. Kelimpahan pada umumnya
berhubungan dengan densitas berdasarkan penaksiran kualitatif. Menurut
penaksiran kualitatif, kelimpahan dapat dikelompokan menjadi lima :
a. Sangat jarang
b. Kadang – kadang atau jarang
c. Sering atau tidak banyak
d. Banyak atau berlimpah – limpah
6. Penyebaran
Penyebaran adalah parameter kualitatif yang menggambarkan keberadaan
species organisme pada ruang secara horizontal. Penyebaran tersebut dapat
dikelompokan menjadi tiga antara lain random, seragam dan berkelompok.
7. Daya hidup
Daya hidup atau vitalitas adalah tingkat keberhasilan tumbuhan untuk
hidup dan tumbuh normal, serta kemampuan untuk bereproduksi. Daya hidup
akan menentukan setiap species organisme untuk memelihara kedudukannya
dalam komunitas. Daya hidup juga sangat membantu meningkatkan kemampuan
setiap species tumbuhan dalam beradaptasi terhadap kondisi tempat
tumbuhnya. Beberapa penulis telah memperkenalkan lima kategori dari daya
hidup tetumbuhan, antara lain :
a. V1 : tetumbuhan yang berkecambah, tetapi segera mati.
b. V2 : tetumbuhan yang tetap hidup setelah berkecambah, tetapi tidak
dapat bereproduksi.
c. V3 : tetumbuhan sedang bereproduksi, tetapi hanya secara vegetative saja.
d. V4 : tetumbuhan sedang bereproduksi secara seksual, tetapi sangat kurang
e. V5 : tetumbuhan sedang bereproduksi sangat baik secara seksual.
8. Bentuk pertumbuhan
Bentuk pertumbuhan adalah penggolongan tetumbuhan menurut bentuk
pertumbuhannya, habitat, atau menurut karakteristik lainnya. Bentuk
pertumbuhan yang umum dan mudah disebut misalnya pohon, semak, perdu,
herba, dan liana. Bentuk pertumbuhan dikelompokan menjadi lima antara lain
sebagai berikut :
a. Phanerophytes, golongan tetumbuhan berkayu dan pohon yang tingginya
lebih dari 30 cm.
b. Chamaephytes, tetumbuhan berkayu dan semak kecil yang tingginya kurang
dari 30 cm.
c. Hemicryptophytes, tetumbuhan golongan rerumputan dan herba.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 83
d. Cryptophytes, tetumbuhan yang sebagian besar organ pertumbuhannya
berada di bawah permukaan tanah atau air. Tipe tumbuhan tersebut meliputi
hydrophytes ( memiliki tunas yang berada di bawah permukaan air ),
helophytes ( tumbuhan rawa dan payau dengan rhizome berada di bawah
tanah ), geophytes ( tumbuhan daratan dengan rhizome, akar dan umbi
berada di bawah tanah ).
e. Therophytes, tetumbuhan yang tidak mempunyai organ pertumbuhan khusus,
golongan tumbuhan tersebut pada umumnya herba setahun.
1. Densitas
Densitas adalah jumlah individu per unit luas atau per unit volume.
Dengan kata lain, densitas merupakan jumlah individu organisme per satuan
ruang. Untuk kepentingan analisis komunitas tumbuhan, istilah yang mempunyai
arti sama dengan densitas dan sering digunakan adalah kerapatan diberi notasi
K.
Jumlah individu
K=
Luas seluruh petak contoh
Kecepatan species ke – i
KR – i = x 100 %
Kerapatan seluruh species
3. Luas Penutupan
Luas penutupan ( coverage ) adalah proporsi antara luas tempat yang
ditutupi oleh species tumbuhan dengan luas total habitat. Luas penutupan dapat
b. Jika berdasarkan luas basal area atau luas bidang dasar, maka :
Penutupan species ke – i
CR – i = x 100 %
Penutupan seluruh species
INP = KR + FR + CR
INP – i = KR – i + FR – i + CR – i
6. Indeks Dominansi
Indeks dominansi ( index of dominance ) adalah parameter yang
menyatakan tingkat terpusatnya dominansi ( penguasaan ) species dalam suatu
komunitas. Penguasaan atau dominansi species dalam komunitas bisa terpusat
pada satu species, beberapa species, atau pada banyak species yang dapat
diperkirakan dari tinggi rendahnya indeks dominansi ( ID ).
ID = Σ ( n.i / N )2
Keterangan :
7. Indeks Keanekaragaman
Keanekaragaman species merupakan cirri tingkatan komunitas
berdasarkan organisasi biologinya. Keanekaragaman species dapat digunakan
untuk menyatakan struktur komunitas. Keanekaragaman species juga dapat
digunakan untuk mengukur stabilitas komunitas, yaitu kemampuan suatu
komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil meskipun ada gangguan terhadap
komponen – komponennya. Keanekaragaman yang tinggi menunjukan bahwa
suatu komunitas memiliki kompleksitas tinggi karena interaksi species yang
terjadi dalam komunitas itu sangat tinggi.
Keterangan :
b. Indeks Margalef ( d )
(s–1)
d=
log N
Keterangan :
d = indeks Margalef
s = jumlah species
N = jumlah individu
Keterangan :
D = indeks Simpson
P-i = propoesi species ke – i dlam komunitas
s = jumlah species
8. Indeks Kesamaan
Indeks kesamaan atau index of similarity ( IS ) kadang – kadanmg
diperlukan untuk mengetahui tingkat kesamaan antara beberapa tegakan, antara
beberapa unit sampling, atau antara beberapa komunitas yang dipelajari dan
dibandingkan komposisi dan struktur komunitasnya. Oleh karena itu, besar
kecilnya indeks kesamaan tersebut, menggambarkan tingkat kesamaan komposisi
species dan struktur dari dua komunitas, atau tegakan, atau unit sampling yang
dibandingkan.
Untuk mengetahui besarnya indeks kesamaan dapat dipergunakan rumus
sebagai berikut :
2C
IS =
A+B
Keterangan :
2W
IS =
a+b
Keterangan :
IS = indeks kesamaan
W = jumlah nilai penting yang lebih kecil atau sama dari dua species
berpasangan, yang ditemukan pada dua komunitas
a = total nilai penting dari komunitas A, atau tegakan A, atau unit sampling A
b = total nilai penting dari komunitas B, atau tegakan B, atau unit sampling B
1. Metode Petak
Metode petak merupakan prosedur yang paling umum digunakan untuk
pengambilan contoh berbagai tipe organisme termasuk komunitas tumbuhan.
Petak yang digunakan dapat berbentuk segi empat, persegi, atau lingkaran.
Disamping itu, untuk kepentingan analisis komunitas tumbuhan dapat digunakan
petak tunggal atau petak ganda.
a. Petak tunggal
Di dalam metode petak tunggal, hanya dibuat satu petak contoh dengan
ukuran tertentu yang mewakili suatu tegakan hutan atau suatu komunitas
tumbuhan. Ukuran minimum petak contoh dapat ditentukan menggunakan kurva
species area. Luas minimum petak contoh itu ditetapkan dengan dasar bahwa
penambahan luas petak tidak menyebabkan kenaikan jumlah species lebih dari 5
%. Pada metode ini tidak perlu dihitung frekuensi dan frekuensi relatif karena
hanya ada satu petak contoh dalam analisis vegetasinya, sehingga INP diperoleh
dari penjumlahan kerapatan relatif dan penutupan relatif.
b. Petak ganda
Pengambilan contoh vegetasi pada metode petak ganda dilakukan dengan
menggunakan banyak petak contoh yang letaknya tersebar merata pada areal
yang dipelajari, dan peletakan petak contoh sebaiknya secara sistematik. Ukuran
Gambar : Desain petak – petak contoh di lapangan dengan metode petak ganda
2. Metode Jalur
Metode jalur merupakan metode yang paling efektif untuk mempelajari
perubahan keadaan vegetasi menurut kondisi tanah, topografi, dan elevasi. Jalur
– jalur contoh dibuat memotong garis kontur ( garis tinggi/garis topografi ) dan
sejajar satu dengan lainnya.
B
C
A Arah rintis
Keterangan :
D Arah
rintis
C
B
Keterangan :
4. Metode Kombinasi
Metode kombinasi yang dimaksudkan adalah kombinasi antara metode
jalur dan garis berpetak. Di dalam metode tersebut, risalah pohon dilakukan
dengan metode jalur, yaitu pada jalur – jalur yang lebarnya 20 m, sedangkan
untuk fase pemudaan ( poles, sapling, dan seedling ), serta tumbuhan bawah
digunakan metode garis berpetak.
Untuk lebih jelasnya, bentuk dan ukuran petak – petak pengamatan, serta
peletakannya dapat dilihat pada gambar berikut :
D Arah
rintis
Keterangan :
Petak A = petak berukuran 20 m x 20 m untuk pengamatan pohon
5. Metode Kuadran
Metode kuadran umumnya dipergunakan untuk pengambilan contoh
vegetasi tumbuhan jika hanya vegetasi fase pohon yang menjadi objek
kajiannya. Metode itu mudah dikerjakan, dan lebih cepat jika akan dipergunakan
untuk mengetahui komposisi jenis, tingkat dominansi, dan menaksir volume
pohon. Syarat penerapan metode kuadran adalah distribusi pohon yang akan
diteliti harus acak. Dengan kata lain, bahwa metode ini kurang tepat
dipergunakan jika populasi pohon berdistribusi mengelompok atau seragam.
Metode kuadran atau metode titik pusat kuadran merupakan metode
sampling tanpa petak contoh yang dapat dilakukan secara efisien karena dalam
pelaksanaannya di lapangan tidak memerlukan waktu lama dan mudah
dikerjakan.
Di dalam metode kuadran, pada setiap titik pengukuran dibuat garis absis
dan ordinat khayalan, sehingga pada setiap titik pengukuran terdapat empat
Gambar : Desain titik pengukuran dan letak pohonyang diukur dengan metode
kuadran
d1 d5 d8
d4
Arah rintis
d3
d2 d6
d7
1. Pendahuluan
Dalam suatu ekosistem, berbagai kelompok makhluk hidup mempunyai
perbedaan dalam bentuk, ukuran, dan kebutuhan hidupnya sebgai bagian
integral dari lingkungan hidupnya secara keseluruhan. Interaksi antara makhluk
hidup dengan habitat dan lingkungan fisiknya pada umumnya akan
memanfaatkan habitat dan lingkungan tersebut sebagai tempat tinggal atau
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti untuk memperoleh air, udara,
makanan, nutrient dan sebagainya. Sebaliknya kegiatan makhluk hidup akan
mempengaruhi berbagai komponen biotic dan komponen abiotik di sekitarnya,
baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif.
Warming pada tahun 1895, adalah ilmuwan yang pertama kali menyadari
bahwa factor ekologi menjadi factor pembatas atau factor yang dapat
1. Tumbuhan Hidrofit
Tumbuhan hidrofita adalah tumbuhan yang tumbuh di tempat habitat
yang basah atau tumbuh di air, sebagian atau seluruhnya. Jenis tumbuhan yang
hidup di dalam atau dekat air disebut pula tumbuhan akuatik.
Lingkungan akuatik memiliki kecenderungan fluktuasi kondisi perairan
yang relatif stabil, tersedia nutrient yang larut dalam air, kadar oksigen terlarut
dan penetrasi cahaya yang makin berkurang dengan makin dalamnya perairan.
Semua factor – factor tersebut akan mempengaruhi adaptasi dan pertumbuhan
tumbuhan akuatik.
1. Akar
Tumbuhan akuatik memiliki akar yang berkembang kurang baik :
a. Bagian akar yang berhubungan langsung dengan air berperan sebagai
permukaan yang berguna untuk menyerap air, unsur hara dan mineral.
b. Akar pada tumbuhan akuatik yang terapung miskin akan bulu akar.
c. Beberapa vegetasi hidrofita berakar memperoleh makanan dari
perairannya melalui permukaan tubuhnya, tetapi sebagian besar
tergantung pada akarnya yang berada dalam tanah untuk memperoleh
unsur – unsur mineral.
d. Beberapa tumbuhan akuatik kadang – kadang tidak mempunyai akar
karena hidup terapung atau melayang dalam air, seperti pada tumbuhan
Azolla pinnata.
e. Pada tumbuhan Jussiea sp. Berkembang dua macam akar. Akar yang
tumbuh di permukaan air adalah akar normal, tetapi jika tumbuh di dalam
air akarnya akan mempunyai sifat “ negative geotrophic “ dengan bagian
akar yang mengandung jaringan spon.
f. Akar terapung membantu tumbuhan akuatik selalu pada posisi terapung.
2. Batang
Pada umumnya batang tumbuhan akuatik bersifat lunak, berwarna hijau
atau kuning. Pada keadaan tertentu batangnya akan bermodifikasi
menjadi rhizome.
3. Daun
a. Tumbuhan akuatik pada umumnya berbulu, berdaun bulat, berwarna hijau
pucat atau hijau gelap, dengan permukaan daun bagian atasnya yang
berhubungan bebas dengan atmosfer dan bagian bawahnya bersentuhan atau
terendam air.
b. Daunnya sering mempunyai sifat heterofili. Tumbuhan akuatik
mengembangkan dua macam bentuk daun yang berada di atas permukaan air.
b. Adaptasi Anatomi
Pada tumbuhan hidrofit anatomi berperan sebagai :
1. Pengurangan terhadap struktur pelindung, seperti tidak terdapatnya lapisan
kutikula karena lapisan epidermis berfungsi untuk penyerapan air, mineral,
gas secara langsung dari lingkungan perairan. Selain itu sel – sel epidermis
mengandung klorofil untuk proses fotosintesis dan lapisan hypodermis
biasanya kurang berkembang.
2. Peningkatan aerasi. Stomata tidak dijumpai pada daun yang terendam air.
Pada tumbuhan terapung stomata berkembang dengan jumlah terbatas di
permukaan daun bagian atas.
C. Tumbuhan Xerofit
Tumbuhan xerofit merupakan tumbuhan yang hidup dan tumbuh
berkembang di daerah yang habitatnya kering ( Xeric ). Habitat xerofit
merupakan habitat yang ketersediaan airnya terbatas atau kurang.
Dalam kaitannya dengan ketersediaan air, terdapat 3 tipe habitat xeric, yaitu :
1. Habitat xeric yang secara fisik sifatnya kering. Terdapat pada wilayah yang
kapasitas menahan air tanah cenderung rendah dan terdapat di daerah
beriklim kering, seperti gurun pasir, permukaan batuan atau lahan kritis.
2. Habitat xeric yang secara fisiologis sifatnya kering. Terdapat pada daerah
yang airnya banyak atau melimpah, tetapi air tersebut sulit diserap oleh
tumbuh – tumbuhan karena salinitasnya terlalu tinggi, terlalu dingin atau
terlalu asam.
3. Habitat xeric yang secara fisik dan fisiologis keadaannya kering atau
kekurangan air, misalnya kawasan di lereng gunung.
Xerofit adalah tumbuhan yang mempunyai karakteristik yang dapat hidup
di gurun atau semi gurun. Walaupun demikian, tumbuhan jenis ini dapat tumbuh
pada kondisi mesofitik yang ketersediaan airnya sedikit. Tumbuhan xerofit dapat
beradaptasi pada keadaan atau kondisi kering, kelembaban rendah dan suhu
tinggi. Jika tumbuhan ini hidup pada kondisi yang kurang sesuai maka tumbuhan
tersebut akan mengembangkan suatu sifat atau karakteristik fisiologi dan
Masyarakat tumbuhan yang hidup dan tumbuh dihabitat yang kering pada
umumnya akan mengembangkan atau memodifikasi organ tumbuhan ( sebagian
atau seluruhnya ) sebagai reaksi dan perilaku adaptasi terhadap lingkungannya.
Modifikasi structural pada tumbuhan xerofit mempunyai 2 karakteristik atau
cirri, yaitu karakter xeromorfik ( xeromorphyc characters ) dan karakter
xeroplastik ( xeroplastic characters ).
a. Adaptasi Morfologi
1. Akar
Adaptasi akar tumbuhan xerofit pada umumnya mempunyai modifikasi
system perakaran yang berkembang dengan baik, tumbuh memanjang agar dapat
mencapai lapisan tanah yang mengandung air yang banyak.
2. Batang
Beberapa karakteristik adaptasi batang antara lain :
3. Daun
Beberapa karakteristik adaptasi daun antara lain :
a. Beberapa tumbuhan xerofit daunnya sering gugur dengan cepat untuk
mengurangi transpirasi dan evaporasi, atau kadang – kadang daunnya (
sebagian besar ) tereduksi menjadi seperti sisik ( Asparagus sp. ) atau cemara
( Casuarina equisetafolia ), atau daun seperti jarum ( Pinus mercusii ).
b. Pada tumbuhan xerofit yang daunnya berdaging yang berfungsi sebagai
tempat penyimpan cadangan air, lender atau getah, daunnya akan tereduksi
dan mengalami modifikasi menjadi tempat penyimpanan bahan – bahan
tersebut.
c. Pada umumnya tumbuhan xerofit yang daunnya mereduksi, daunnya
mempunyai kutikula yang tebal yang dilapisi oleh lilin yang mengandung silica
dan bentuknya kecil seperti jarum dan berduri.
d. Di daerah yang berangin kencang seperti di tepi pantai atau di pegunungan,
sering gterdapat tumbuhan xerofit batang dan daunnya berbulu dan
mempunyai stomata yang terbenam ( cryptophore ) yang terdapat di
permukaan bawah daun. Tumbuhannya dinamakan “ trichophyllous plants “.
b. Adaptasi Anatomi
Pada tumbuhan xerofit, adaptasi anatomi pada dasarnya dimaksudkan
untuk mengefisienkan penggunaan dan pemanfaatan air. Cirri – cirri adaptasi
anatomi tersebut antara lain adalah :
1. Pada beberapa organ tubuhnya terdapat proses deposisi lilin, proses
lignifikasi dan kutinisasi pada permukaan epidermis atau hypodermis.
2. Sel – sel epidermis kecil tapi kompak dengan rambut dan stomata yang
terlindung yang dinamakan stomata kriptofor dan jumlahnya cenderung lebih
sedikit. Sel – sel epidermisnya berlapis lilin, tannin, resin, selulosa dan
sebagainya yang berfungsi sebagai pelindung atau penyerap panas dan
intensitas cahaya matahari.
3. Rambut pada epidermis bentuknya bermacam – macam, sederhana atau
kompleks uniseluler atau multiseluler berguna untuk melindungi stomata dan
mencegah kehilangan air.
4. Struktur stomata kriptofor yang terdapat dalam cekungan terdapat di bawah
atau di atas permukaan daun.
5. Hypodermis tumbuhan xerofit letaknya langsung di bawah epidermisnya.
Terdiri dari beberapa lapis yang kompak dengan sel berdinding tebal.
Hypodermis berasal dari epidermis, korteks batang atau mesofil daun. Sel –
sel tersebut biasanya mengandung tannin atau mucilage ( lendir )
6. Jaringan dasar pada batang sebagian besar tersusun dari sel atau jaringan
sklerenkim. Jika daun tumbuhan xerofit mempunyai daun yang kecil dan
cepat gugur maka proses fotosintesis dilakukan oleh sel atau jaringan
klorenkim bagian paling luar yang langsung dihubungkan oleh stomata dengan
atmosfer. Pertukaran gas secara teratur berlangsung di batang. Pada batang
dan daun tumbuhan succulent jaringan dasarnya mengandung jaringan
c. Adaptasi Fisiologi
Pada mulanya diperkirakan bahwa adaptasi structural pada tumbuhan
xerofit hanya berguna untuk pengurangan transpirasi. Tetapi pada beberapa
penelitian menunjukan bahwa kecuali tumbuhan succulent, tumbuhan xerofit
sejati menunjukan adanya laju transpirasi yang tinggi.
Hal tersebut terkait dengan beberapa sifat tumbuhan xerofit seperti berikut :
1. Modifikasi structural pada tumbuhan xerofit diatur oleh proses fisiologi.
Misalnya pada tumbuhan succulent sel parenkimnya mengandung
polisakarida, pentosa dan sejumlah senyawa yang bersifat asam yang
berperanan sebagai penahan panas.
2. Pada tumbuhan succulent, stomata terbuka di malam hari dan tertutup pada
siang hari. Pada malam hari proses respirasi yang berlangsung cenderung
menghasilkan senyawa yang bersifat asam dan jika konsentrasi osmotiknya
meningkat dapat menyebabkan aliran atau perpindahan massa air ke sel
penjaga di stomata sehingga membengkak dan stomata akan terbuka.
Sebaliknya pada siang hari senyawa yang bersifat asam tersebut akan terurai
menghasilkan CO2 yang akan digunakan untuk proses fotosintesis . akibat
proses tersebut tekanan /konsentrasi osmotic akan menurun, air keluar dari
sel penjaga dan stomata akan tertutup.
3. Di dalam sel atau jaringan tumbuhan xerofit, komposisi senyawa kimia dari
sitoplasma sel akan secara aktif dikonversi menjadi senyawa tertentu ke
D. Tumbuhan Mesofit
Tumbuhan mesofit adalah tumbuhan terestris ( daratan ) yang tumbuh
dalam kondisi tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering atau sering dinamakan
lingkungan “mesik” ( mesic environment ). Tumbuhan yang masuk dalam
kelompok ini tidak dapat tumbuh dalam habitat/tanah yang jenuh air dan tanah
yang kering. Contohnya : vegetasi hutan hujan, padang rumput, ladang/kebun.
Komunitas vegetasi mesofit yang paling sederhana adalah komunitas vegetasi
yang terdiri dari rerumputan, semak atau tumbuhan herba dan vegetasi hutan
hujan tropis.
Berdasarkan komunitas vegetasi utama yang menyusunnya, tumbuhan
mesofit dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :
1. Komunitas Rerumputan dan Herba
Komunitas rerumputan dan herba merupakan komunitas yang vegetasinya
tersusun dari vegetasi rumput dan herba semusim atau tahunan. Pada umumnya,
habitatnya mempunyai curah hujan tahunan sekitar 25 – 75 cm/tahun. Komunitas
vegetasi ini dapat dibedakan atas beberapa komunitas, antara lain :
a. Komunitas rumput dan herba di Padang Arktik dan Alpine
Komunitas tumbuhan ini berada di daerah Arktik ( Kutub Utara ) dan di
daerah puncak pegunungan Alpin ( Alpine ). Tumbuh – tumbuhannya tersusun
dari vegetasi semak yang lembut dan berukuran kecil. Kadang – kadang
vegetasi semak tersebut bercampur dengan lumut ( moss ), tetapi lumut
kerak ( lichennes ) pada umumnya jarang terdapat.
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 112
b. Lapangan rumput ( Meadow )
Lapangan rumput ( Meadow ) sering dianggap sebagai penghubung antara
jenis komunitas rumput yang tersusun dari tumbuhan mesofit dan hidrofit,
yang tumbuh dihabitat yang tanahnya mengandung kadar air antara 60 % - 80
%. Vegetasi lapangan rumput pada umumnya terdiri dari herba tahunan yang
tumbuh subur dan rimbun dan saling berdesakan . tumbuhannya pada
umumnya berbatang tinggi dan berakar rimpang ( rhizome ). Cirri – cirri daun
tumbuhan mesofitik, yaitu berdaun tipis, lebar, tumbuh mendatar.
c. Ladang dan padang pengembalaan ( Pasture dan Cultivated )
Vegetasi pada habitat ini biasanya mempunyai tumbuh – tumbuhan yang lebih
pendek dari pada yang di lapangan rumput dan habitatnya lebih terbuka.
Vegetasi ladang dan padang pengembalaan sering mengalamni gangguan yang
dilakukan oleh hewan perumput dan hewan herbivore lainnya. Tumbuhan
yang tumbuh di sini antara lain terdiri dari rerumputan, herba, tanaman
dikotil dan beberapa jenis lumut.
2. Komunitas Tumbuhan Berkayu
Komunitas vegetasi tumbuhan berkayu dapat dikelompokan dalam
beberapa tipe, yaitu komunitas semak herba mesofitik, komunitas hutan gugur
daun dan komunitas hutan yang daunnya selalu hijau ( Evergreen forests ).
a. Semak belukar mesofitik
Komunitas vegetasi semak belukar mesofitik terdapat pada habitat yang
kondisi lingkungannya tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman berupa
pohon yang akan membentuk vegetasi komunitas hutan. Kondisi tersebut
sangat sesuai untuk habitat komunitas vegetasi herba, yang kadang – kadang
membentuk vegetasi campuran antara tumbuhan semak xerofitik dan
mesofitik.
b. Hutan gugur daun ( Deciduous Forest )
Hutan gugur daun terdapat pada daerah yang curah hujannya cukup tinggi
yaitu sekitar 75 – 100 cm/tahun dengan suhu udara sedang ( moderat ).
Hutannya terdiri dari tumbuhan berupa pohon yang menggugurkan daunnya
ketika suhu udara menjadi kering dan panas, seperti di daerah tropika.
E. Tumbuhan Epifit
Nama epifit berasal dari bahasa latin, epi = di atas dan phyton =
tumbuhan, epiphyton = tumbuhan yang tumbuh di atas pohon. Secara harafiah
tumbuhan epifit adalah tumbuhan yang tumbuh di atas tumbuhan lain. Secara
umum, epifit adalah tumbuhan autotrof yang tumbuh pada permukaan tumbuhan
tempat bertumpu secara tetap dan tidak berakar di tanah. epifit disebut juga
tumbuhan aerofit ( aerophyta ) yaitu sebagai tumbuhan yang hidup di udara.
Contohnya : anggrek ( Vanda teres ), pakis duwit ( Drymoglosum pilaselloides ),
lumut kerak, dll.
Epifit menyerap air dari atmosfer dan menyerap unsur – unsur hara dan
mineral dari kulit batang yang membusuk dari pohon tempat bertumpu. Karena
tumbuhan epifit bersifat autotrof, tumbuhan tersebut mensintesis karbohidrat
dari air dan CO2 sendiri dari atmosfer dengan bantuan sinar matahari yang
membedakannya dengan tumbuhan parasit atau liana karena tumbuhan epifit
tidak berakar di tanah.
Habitat dan sebaran epifit bermacam – macam, seperti di permukaan
tumbuhan air yang terendam, permukaan batang dan percabangan pepohonan,
dan permukaan daun, batu – batuan dan sebagainya. Vegetasi epifit terutama
tumbuhan lumut, tumbuh melimpah di daerah yang lembab dan sejuk, tetapi
sangat sedikit tumbuh di daerah kering dan beriklim dingin. Di daerah yang
hangat dan basah, pada batang pohon yang berlumut sering didominasi oleh
tumbuhan epifit dari suku Bromeliaceae dan Orchidaceae yang tumpuh
melimpah. Di daerah hujan tropis, jenis – jenis epifit umumnya terdapat di
batang atau cabang di puncak – puncak pohon xerofit, sedangkan di bagian
bawah batang pohonnya tumbuh – tumbuhan hygrofita ( hygrophytes )
yaitu tumbuhan yang menyukai kelembaban yang tinggi dan naungan.
Tumbuhan epifit ternyata terdapat pada bermacam – macam habitat.
Beberapa jenis tumbuhan epifit tumbuh di permukaan tumbuhan akuatik yang
separuh tenggelam, sedangkan tumbuhan lainnya cenderung merupakan
1. Adaptasi Struktural
Karena tumbuhan epifit kebutuhan airnya tergantung dari hujan, embun
dan uap air di udara maka tumbuhan epifit telah beradaptasi secara structural
untuk dapat menyimpan air dan mengurangi kehilangan atau kekurangan air.
Adaptasi structural yang penting adalah sebagai berikut :
a. Adaptasi morfologi
1. Akar
Pada tumbuhan epifit berpembuluh system perakarannya tumbuh
berkembang dengan baik dan luas, terdapat 3 jenis system perakaran, yaitu :
a. Akar penyerap ( absorbs ), merupakan akar yang berfungsi untuk menyerap
air, mineral dan bahan organis sebagai nutrient dari celah – celah kulit pohon
yang lembab dan telah membusuk yang menjadi tempat tumbuh tumbuhan
epifit.
b. Akar pelekat ( clinging roots ), merupakan akar yang berperan agar tumbuhan
epifit tetap melekat di permukaan batang pohon tempat tumbuh dan
menyerap nutrient dari humus dan debu yang terakumulasi di permukaan
kulit batang tumbuhan inang.
c. Akar udara ( aerial roots ), merupakan akar yang posisisnya menggantung di
udara untuk menyerap air dari atmosfer dan berwarna hijau ( mengandung
klorofil ) sehingga dapat melakukan fotosintesis.
2. Batang
Batang tumbuhan epifit berpembuluh maupun tidak, berkembang dengan
baik atau tidak. Beberapa jenis tumbuhan epifit kadang – kadang pada batangnya
3. Daun
Daun tumbuhan epifit pada umumnya mempunyai helai daun yang
terbatas, beberapa jenis anggrek bahkan mempunyai satu helai daun pada
musim pertumbuhan. Kadang – kadang daunnya berdaging dan mempunyai
lapisan epidermis seperti kulit.
b. Adaptasi Anatomi
Tumbuhan epifit akan mempunyai cirri – cirri struktur anatomi organ –
organ tumbuhnya seperti berikut :
1. Lapisan kutikula pada daunnya tebal dan stomata berbentuk cekungan yang
terbenam ( kriptofor ) berada di bawah permukaan epidermisnya dan berguna
untuk mengurangi transpirasi dan kehilangan air, sedangkan pada sel organ
yang berperan untuk menyerap air seperti akar dan daun, epidermisnya tidak
berkutikula.
2. Pada tumbuhan epifit yang berbatang succulent mempunyai jaringan yang
berkembang dengan baik sebagai tempat penyimpanan cadangan air.
3. Pada akar udara ( aerial roots ) beberapa tumbuhan epifit di daerah tropis
seperti pada suku Araceae dan Orchidaceae, akan terbentuk jaringan
parenkim yang disebut jaringan vilamen, yaitu suatu jaringan yang bersifat
higroskopis yang berperan untuk menyerap air dari atmosfer. Vilamen
mempunyai exodermis yang terdiri dari sel – sel yang dindingnya tebal
berlignin dan permeable terhadap air. Vilamen menyerap dan menahan uap
air yang diserap melalui sel pelalu ( pasaage cell ) pada exodermis.
1. Tumbuhan Halofita
Berbagai jenis tumbuhan tertentu dapat tumbuh dan hidup di habitat yang
mengandung kadar garam yang tinggi. Tumbuhan yang hidupnya demikian
dinamakan tumbuhan halofita ( halophytes ). Misra ( 1980 ) menyebutkan
tumbuhan halofita sebagai tumbuh – tumbuhan yang tumbuh di habitat tanah
atau air yang kaya akan senyawa garam ( antara lain NaCl ). Beberapa jenis
tumbuhan seperti bit ( Beta vulgaris ) atau alfalfa ( alfalfa Lucerne ) yang bukan
merupakan tumbuhan halofit, tetapi dapat tumbuh di tanah yang bergaram dan
disebut tumbuhan “ halofit fakultatif “.
Dalam linkungan tanah atau perairan yang kadar garamnya tinggi,
sebenarnya tumbuhan halofit kadang-kadang tumbuh dilingkungan yang airnya
cukup (jenuh), tetapi sebenarnya tidak cukup tersedia air yang diperlukan. Hal
ini karena tingginya kadar garam didalam tanah atau perairan tersebut sehingga
air tidak dapat diserap oleh tumbuhan yang tumbuh di habitat tersebut. untuk
itu tumbuhan halofit harus mempunyai toleransi atau beradaptasi pada
lingkungan yang secara fisik basah, tetapi secara fisiologis kering. Toleransi atau
adaptasi yang dilakukan tumbuhan halofit pada umumnya dengan mengakumulasi
garam dan mensekresikannya kembali atau menyimpannya dalam organ khusus di
daun yang disebut “ kelenjar garam” (“salt gland”), dan membatasi
perkecambahan, pertumbuhan atau reproduksi pada musim-musim tertentu.
Jenis-jenis tumbuhan yang tumbuh pada relung ekologi yang habitatnya
berkadar garam cukup tinggi (walaupun jaug dari laut) yang mengandung NaCl,
CaSO4, atau KCl dan akan berkurang pada musim hujan disebut tumbuhan
“pseudo halofit” (“halofit semu”).
Selain itu tumbuh – tumbuhan yang tumbuh dan hidup pada habitat yang
tanah atau perairannya berkadar garam ( NaCl ) antara 0,01 – 0,1 % disebut
tumbuhan “ oligofit “, antara 0,1 – 1,0 % tumbuhan “ mesohalofit “, dan
antara > 1,0 % tumbuhan euhalofit.
Garam – garam terlarut pada umumnya akan berpengaruh terhadap
tumbuhan halofit pada tekanan osmotic dan berbagai reaksi kimia di dalam sel.
2. Tumbuhan Mangrove
Tumbuhan halofit yang termasuk dalam kelompok tumbuhan berbiji
tertutup ( Angiospermae ) yang kebanyakan tumbuh dan hidup di rawa – rawa
pantai. Dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Tumbuhan halofit yang tumbuh terendam air laut ( hidrohalofit ) yang terdiri
dari tumbuhan mangrove.
b. Tumbuhan payau di tepi pantai ( higrohalofit ), yang terdiri dari tumbuhan
rawa pantai ( salt marsh ) dan tumbuhan yang berada di dataran tinggi di tepi
pantai ( aerohalofit ).
Salah satu vegetasi halofit yang penting yang tumbuh di perairan rawa
payau di tepi pantai yang membentuk suatu komunitas vegetasi yang khas dan
dipengaruhi oleh pasang surut adalah vegetasi mangrove. Vegetasi mangrove
pada umumnya terdiri dari komunitas vegetasi halofit yang terbentuk dari
Buku Ajar Ekologi Tumbuhan Nasir Hadi, S.Pd, M.Si 120
berbagai formasi tumbuhan berupa pepohonan dan semak. Tumbuhan mangrove
pada umumnya tumbuh lebat di kawasan pantai yang berlumpur, delta muara
sungai besar, laguna dan teluk yang terlindung ( estuaria ), atau di pulau –
pulau karang yang pantainya berpasir.
Komunitas vegetasi hutan yang terdapat dan tumbuh di habitat payau
disebut “ vloedbosh “ atau hutan pasang surut atau lebih sering dinamakan
hutan mangrove, atau sering disebut juga hutan bakau. Berdasarkan kondisi
ekologi lingkungannya, tumbuh – tumbuhan yang terdapat di hutan bakau atau
hutan mangrove mempunyai kebutuhan ekologi yang disukai atau ekologi
preferensi ( ecological preference ) tertentu.
Menurut Steenis ( 1958 ), Misra ( 1980 ), Shukla dan Chandel ( 1996 )
ekologi preferensi tumbuhan mangrove adalah sebagai berikut :
1. Perairan yang dangkal berlumpur tebal.
2. Habitat berlumpur atau berpasir yang selalu terendam air payau yang kaya
akan materi organic.
3. Terdapat di kawasan tropis atau subtropics yang mempunyai kelembaban dan
curah hujan cukup tinggi.
4. Tumbuhannya mempunyai ketahanan terhadap salinitas, frekuensi genangan
dan kedalaman tertentu, serta tahan terhadap arus dan ombak.
5. Kondisi perkecambahan dan pertumbuhannya sangat berkaitan dengan factor
– factor tersebut di atas.
Cirri – cirri adaptasi yang terpenting dari tumbuhan bakau, antara lain :
a. Daunnya mempunyai sel epidermis, kutikula yang tebal dan jaringan palisade
yang berkembang dengan baik. Daunnya mempunyai kapasitas untuk
menyimpan air.
b. Mempunyai system jaringan akar berupa akar napas atau pneumatofora (
Avicennia spp. ), akar tunjang ( Rhizophora spp. ), dan akar lutut ( Bruguera
spp. ).
c. Mempunyai akar pneumatofora geotrofik negatif yang berfungsi untuk
bernapas.
1. Pendahuluan
Faktor – factor keturunan ( herediter ) dan factor lingkungan ( biotic dan
abiotik ) adalah 2 faktor ekologi yang sepadan dan penting sebagai factor –
factor yang dapat menunjukan penampilan sifat – sifat fenotip tumbuhan karena
sifat – sifat yang diturunkan akan tampil sebagai hasil kerja ( performa ) atau
pengaruh dari kondisi lingkungannya, dan tumbuh – tumbuhan membutuhkan
kondisi lingkungan tertentu yang sesuai untuk kehidupannya.
Dalam suatu habitat atau suatu daerah karena jenis atau komunitas
tumbuhan dapat berlaku sebagai petunjuk dan dapat digunakan sebagai alat
pengukur kondisi lingkungan habitat atau daerah tersebut maka jenis – jenis
tumbuhan atau komunitas vegetasinya dapat digunakan sebagai “ indicator
biologi ( bioindikator ) “ atau “ fitoindikator “. Banyak tumbuh – tumbuhan
dapat digunakan sebagai indicator lingkungan, di mana dalam suatu komunitas
tumbuhan beberapa jenis tumbuhannya mempunyai kehadiran yang dominan dan
tumbuh melimpah, sedangkan jenis tumbuhan lainnya terdapat sedikit atau tidak
ada. Tumbuhan tersebut dapat menjadi indicator yang penting, karena jenis,
populasi atau komunitas tumbuhan tersebut memiliki karakteristik yang spesifik,
yang dapat menunjukan adanya pengaruh atau dampak dari kondisi habitat dan
lingkungannya.
3. Indicator Humus
Beberapa jenis tumbuhan dapat menjadi indicator untuk keadaan humus
di tanah, seperti Manotropa uniflora, Neottia sp. Dan beberapa jenis jamur,
atau Strobilanthes sp., Impatiens balsamina yang dapat menunjukan kadar
humus atau serasah di tanah yang tebal dan dapat menunjukan adanya
regenerasi jenis – jenis pohon hutan yang terganggu.
7. Indicator Hutan
Jenis tumbuhan tertentu memperlihatkan cirri lahan yang sesuai untuk
tumbuh di habitat hutan yang tidak terganggu. Karena hutan alam yang sering
dirusak oleh penebangan pohon yang berlebihan dan pemanfaatannya (
overgrazing ) serta oleh kebakaran dan factor lingkungan lainnya sehingga
vegetasi bekas tebangan yang rusak itu kemudian dapat tumbuh dan berkembang
sampai mencapai klimaks kembali. Dengan adanya tumbuhan indicator maka
suksesi secara alami dapat diperkirakan. Misalnya rumput Narenga
porphyrocoma adalah sejenis rumput yang dapat mengikat tanah pada lahan
bekas penebangan sehingga tidak mudah mengalami erosi dan dapat membantu
kesuburan tanah karena jenis rumput ini hanya tumbuh pada lahan yang
mempunyai sifat tanah yang spesifik dan mempunyai produktifitas yang tinggi.
Tumbuhan ini dapat menjadi indicator vegetasi untuk hutan Shorea robusta,
Cedrus deodora, Pinus wallichiana, sebaliknya Quercus stellata, dan Q.
1. Pendahuluan
Geografi sebagai salah satu kajian ilmu pengetahuan alam adalah studi
dan pertelaan mengenai perbedaan fenomena alam tentang sebaran makhluk
hidup yang di bumi dan mencakup semua factor yang dapat mengubah atau
mempengaruhi permukaan bumi secara fisik, perubahan iklim, dan berbagai
proses kegiatan makhluk hidup atau bukan.
A. Fitogeografi
Secara luas, yang dimaksud fitogeografi adalah suatu kajian tentang
sebaran makhluk hidup di bumi pada saat yang lalu dan pada saat ini. Shukla dan
Chandel (1996) mendefenisikan fitogeografi sebagai suatu kajian tentang migrasi
dan penyebaran tumbuh – tumbuhan di daratan atau perairan.
Pola dsitribusi tumbuhan dapat mempunyai sebaran yang luas atau hanya
pada wilayah tertentu. Sifat distribusinya dapat berhubungan atau sambung
menyambung dengan wilayah lainnya ( continue ), atau dapat pula terpisah
dengan wilayah lain berjauhan ( discontinue atau disjunct ).
2. Tumbuhan endemic
3. Tumbuhan discontinue
Tumbuhan discontinue adalah tumbuhan yang terpisah pada dua atau
lebih wilayah yang berjarak puluhan, ratusan atau ribuan kilometer oleh adanya
penghalang yang terdiri dari pegunungan atau gunung yang tinggi di daratan atau
pulau – pulau di laut. Contohnya : Empetrum nigrum, Larrea tridentate,
Phacelia magellanica, Sanigula cranicaulis.
Tumbuhan discontinue terdapat, antara lain karena :”
B. Sebaran Vegetasi
b. Factor migrasi.
Jenis tumbuhan baru yang berhasil dalam proses evolusi, kemudian akan
mungkin akan bermigrasi pada suatu habitat baru. Di habitatnya species baru
tersebut akan tumbuh, berkembang dan beradaptasi pada kondisi lingkungan
setempat tanpa mengalami perubahan sebagai jenis baru dan melangsungkan
persebaran dan pemencaran turunannya, yang berlangsung bersamaan dengan
proses evolusinya sendiri.
Persebaran ( dispersal ) atau pemencaran bibit dan biji dilakukan oleh
berbagai agen persebaran, seperti angin, air, serangga, burung atau hewan
lainnya termasuk manusia. Dalam migrasi, proses dispersal akan dilanjutkan
dengan proses ekesis, yaitu proses berkecambah, tumbuh dan beradaptasi,
berkembang biak dan menetap di habitatnya yang baru. Proses migrasi dapat
terhalang bahkan berhenti oleh sebab tertentu karena terdapatnya barrier.
C. Amplitude ekologi
Kondisi lingkungan tidak saja mempengaruhi kehidupan, pertumbuhan dan
perkembangan vegetasi di suatu wilayah, tetapi kehidupan, migrasi dan sebaran
vegetasi tersebut juga ditentukan oleh amplitude ekologi wilayah tersebut
berupa :
1. Ada atau tidaknya kehadiran jenis tumbuhan.
2. Kekuatan dan kelemahan jenis tumbuhan untuk tumbuh dan berkembang.
3. Keberhasilan dan kegagalan dari vegetasi dalam bermigrasi.
Setiap jenis tumbuhan dalam suatu komunitas biotic pada dasarnya
mempunyai rentang toleransi terhadap amplitude ekologi berupa kondisi factor
lingkungan fisik dan biotic tertentu, sehingga adanya atau terdapatnya satu
species di suatu habitat akan menunjukan bahwa kondisi lingkungannya sesuai
dengan amplitude ekologi species tersebut.
1. Pendahuluan
Pada dasarnya kehidupan manusia dalam biosfer bertumpu dan ditunjang oleh
ekosistem dan sumber daya alam yang beraneka ragam yang ada di bumi. Sumber daya
alam tumbuhan atau sumber daya alam biota lainnya adalah bagian dari ekosistem,
tempat manusia tinggal dan berlangsungya interaksi timbal balik antara manusia,
masyarakat tumbuhan dan biota lain dengan lingkungannya.
Masyarakat tumbuhan sebagai salah satu unsur sumber daya alam hayati
beserta lingkungannya merupakan masyarakat makhluk hidup yang secara
langsung atau tidak langsung telah lama dimanfaatkan oleh manusia dan biota
lain untuk kehidupannya. Tumbuhan sebagai salah satu komponen biotic
mempunyai peranan penting dank has jika dibandingkan dengan makhluk hidup
lainnya karena tumbuhan mampu mengubah energi kimia menjadi energi
potensial dan mengubah senyawa anorganik menjadi senyawa organic dalam
fungsinya sebagai produsen.
Tumbuhan sebagai sumber daya alam dan sumber daya genetis, pada saat
ini keberadaannya cenderung semakin terancam kepunahannya, sementara itu
kebutuhan dan kegiatan manusia serta perusakan lingkungan semakin meningkat,
sedangkan pengelolaan dan pelestariannya belum memadai. Sehingga tumbuh –
tumbuhan dan makhluk hidup lainnya, kehadiran keanekaragaman dan
kelestariannya diperlukan untuk generasi yang akan datang.
Keragaman jenis tumbuhan terdiri atas dua unsur, yaitu jumlah jenis yang
ada ( mengarah pada kekayaan jenis yang dinamakan species richenes ) dan
kelimpahan jenis relatif ( mengarah pada kesamaan jenis yang disebut eveness/
equitabilitas atau kemerataan ).
H = Σ Pi ln Pi
Keterangan : H = indeks keanekaragaman
Pi = ni/Ni
ni = jumlah jenis
Ni = jumlah individu
Berdasarkan nilai indeks keanekaragaman ( H ) maka dapat diketahui
kondisi dan kemantapan suatu ekosistem yang berkaitan dengan jenis – jenis dan
kelimpahan makhluk hidup di ekosistem tersebut. Evaluasi kondisi suatu
ekosistem yang terkena dampak kegiatan manusia seperti pada ekosistem hutan,
keanekaragaman sumber daya tumbuhan dikatakan baik dan mantap jika
mempunyai nilai indeks keanekaragaman jenis ( H ) 2,5 – 3,5 atau dikatakan
buruk dan kurang mantap jika H = 1,1 – 1,5.
Dalam hubungannya dengan kekayaan jenis dan kesamaan antara jenis –
jenis dalam komunitas yang berbeda, secara teoritis dari indeks keanekaragaman
dapat diketahui 4 macam komunitas, yaitu komunitas dengan :
1. Kekayaan jenis dan kesamaannya rendah
2. Kekayaan jenis tinggi, tetapi kesamaannya rendah
3. Kekayaan jenis rendah, tetapi kesamaannya tinggi
4. Kekayaan jenis mupun kesamaan keduanya tinggi.
Keanekaragaman makhluk hidup telah dimanfaatkan oleh manusia
berdasarkan beragamnya system pengetahuan yang berkembang selama berabad
– abad. Masyarakat di seluruh Indonesia telah mengenal dan menggunakan lebih
dari 6000 jenis tumbuhan berbunga ( liar maupun telah dibudidayakan ) untuk
memenuhi kebutuhan dasar akan pangan, papan dan kesehatan. Dengan
4. Keanekaragaman Tumbuhan
Indonesia adalah salah satu Negara di bumi yang memiliki
keanekaragaman makhluk hidup yang tinggi, walaupun luasnya hanya 1,3 % dari
seluruh permukaan bumi, jumlah jenis tumbuhannya sekitar 30.000 jenis ( ± 15 %
).
Terdapat berbagai factor yang mempengaruhi keanekaragaman jenis
tumbuhan di suatu habitat. Data dasar yang dapat memperlihatkan
keanekaragaman jenis makhluk hidup suatu habitat adalah factor spasial yang
merupakan factor lokasi habitat yang berbeda – beda di bentang alam bumi.
Pada umumnya rata – rata jumlah jenis biota per satuan luas ( sampling
area ) tertinggi terdapat pada wilayah tropis daripada wilayah subtropics, selain
itu ekosistem tropis sering mengandung lebih banyak komunitas vegetasi yang
lebih beragam yang menyebabkan keanekaragaman jenis juga lebih besar
daripada wilayah sub tropis. Keanekaragaman bentuk hidup akan menurun di
daerah yang curah hujannya rendah, terutama karena meningkatnya dominasi
pohon di daerah beriklim basah.
C. Pencemaran Lingkungan
Keseimbangan ekologi biosfer pada saat ini cenderung terganggu oleh
adanya pertambahan penduduk yang pesat, perkembangan teknologi dan
Pengaruh bahan pencemar, baik bahan pencemar padat, cair, gas atau
limbah tanpa bobot terhadap tumbuhan terutama berpengaruh terhadap :
1. Proses kimia dan fisik dari sel atau jaringan.
2. Proses fotosintesis dan fisiologi lainnya.
3. Struktur anatomi dan morfologi sel atau jaringan.
4. Pembelahan sel.
5. Pertumbuhan sel, jaringan dan organ.
6. Pertumbuhan tumbuhan oleh perubahan komposisi tanah dan tingkat
keasaman ( pH ) tanah.
7. Terganggunya proses reproduksi ( pembentukan kuncup, buah dan biji ).
Tumbuhan yang terkena pencemaran akan memperlihatkan penampilan
seperti : tumbuh kerdil dan merangas, bentuk daun yang tidak normal, absisi
daun lebih cepat, perubahan atau kerusakan daun yang mengalami korotis,
nekrosis, layu bercak – bercak putih atau coklat dan ujung atau tepi daun seperti
terbakar, serta proses pembungaan dan pembuahan yang terhambat.