Anda di halaman 1dari 18

11

BAB II
KAJIAN TEORI
1. Pembelajaran Matematika

Bergantinya kebijakan kurikulum pendidikan Indonesia tentu saja

memiliki tujuan agar pendidikan Indonesia lebih maju, seiring dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat. Hal ini

berimplikasi dengan tujuan pembelajaran matematika. Mata pelajaran

matematika yang diberikan kepada siswa bertujuan untuk membekali siswa

kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif dalam

memecahkan masalah (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006: 416).

Satu diantara tujuan diatas adalah membekali siswa kemampuan

berpikir kritis. Menurut Facione (2013: 8) terdapat 6 aspek penting yang

menjadi inti dari berpikir kritis sebagai suatu kemampuan kognitif, yaitu

interpretation, analysis, inference, explanation, evaluation, dan self

regulation. Seseorang yang dikatakan berpikir kritis tidak harus memenuhi

semua aspek dari berpikir kritis sebagai kemampuan kognitif tersebut

(Facione, 1990: 8). Sehingga untuk melihat kemampuan berpikir kritis

seseorang boleh dipilih satu diantara beberapa aspek tersebut sesuai dengan

fokus disiplin ilmu yang akan dikaji.

Maka dari itu penting bagi guru mengeksplorasi lebih jauh mengenai

keenam aspek berpikir kritis siswa sebagai kemampuan kognitif tersebut.

Hal ini berdasarkan pandangan NCTM (2000: 11) yang menyatakan bahwa

“assesment should support the learning important mathematics and furnish

usefull information to both teachers and students”. Pernyataan ini

mengandung maksud bahwa asessmen atau penilaian yang dilakukan

hendaknya dapat memberikan informasi penting bagi guru dan siswa di


12

dalam pembelajaran matematika, sehingga guru memiliki bahan evaluasi

untuk memperbaiki proses pembelajaran selanjutnya dan untuk menilai

kebutuhan siswa dalam pembelajaran matematika.

Facione (1990: 9) menyebutkan bahwa “Responses to Rounds 4 and

5A reveal the experts to be virtually unanimous (N>95%.) on including

analysis, evaluation, and inference as central to CT.” Hal ini menunjukkan

bahwa aspek analysis merupakan aspek yang penting dalam berpikir kritis.

Oleh karena itu dalam penelitian ini, peneliti hanya memilih satu di antara

enam aspek tersebut sebagai fokus yang akan dikaji dalam penelitian ini,

yaitu aspek analysis.

Dalam penelitian ini, akan dikaji kemampuan berpikir kritis siswa

ditinjau dari aspek analysis dalam penyelesaian masalah materi peluang.

Krulik dan Rudnick (1998: 3) menyatakan bahwa “it (problem solving) is

the mean by which an individual uses previously acquired knowledge, skill,

and understanding to satisfy the demand of an familiar situation”.

Pandangan ini mengandung maksud yaitu pemecahan masalah adalah suatu

usaha individu menggunakan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya,

keterampilan dan pemahamannya untuk memenuhi permintaan dari situasi

yang tidak dikenal.

Dalam penelitian ini, kemampuan berpikir kritis ditinjau dari aspek

analysis siswa akan dilihat melalui penyelesaian masalah matematika yang

mereka buat sebagai hasil akhir dari pemecahan masalah yang mereka

lakukan sebelumnya. Dari uraian yang telah dipaparkan sebelumnya,

pemecahan masalah matematika yang dimaksud dalam penelitian ini

merupakan suatu usaha yang dilakukan dalam rangka menyelesaikan suatu


13

masalah matematika dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan,

pemahaman matematika yang telah dimiliki sebelumnya.

Polya (1985: 5-6) menguraikan proses yang dapat dilakukan dalam

pemecahan masalah melalui empat langkah sebagai berikut : (a) memahami

masalah (understanding the problem); (b) merencanakan penyelesaian

(devising a plan); (c) melaksanakan rencana (carrying out the plan); dan (d)

memeriksa kembali (looking back). Akan tetapi dalam penelitian ini siswa

tidak dituntut melakukan pemecahan masalah sesuai dengan langkah-

langkah yang disampaikan Polya, karena yang menjadi fokus dalam

penelitian ini adalah kemampuan berpikir kritis ditinjau dari aspek analysis

siswa bukan pemecahan masalah yang mereka lakukan.

2. Kemampuan Berpikir Kritis

Berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dengan jelas

yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah,

mengambil keputusan, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian

ilmiah (Johnson, 2007: 183).

Facione (2013: 5) mengemukakan terdapat 6 aspek berpikir kritis

sebagai suatu kemampuan kognitif, yaitu: 1) interpretation; 2) analysis;

3)evaluation; 4)inference; 5)explanation; dan 6)self-regulation. Terkait

dengan hal ini, proses berpikir reflektif dimungkinkan muncul sejalan pada

setiap aspek berpikir kritis tersebut. Seseorang yang brpikir reflektif

mempertimbangkan segala alternatif sebelum mengambil keputusan. Oleh

karena itu seorang pemikir kritis tidak langsung menerima suatu pendapat

begitu saja, tetapi juga tidak berarti seorang pemikir kritis juga selalu

menganggap salah semua pernyataan orang lain.


14

Berikut adalah contoh suatu kasus dalam matematika yakni

menunjukkan bahwa 1 + 1 = 1

Diberikan pernyataan 𝑥 = 𝑦, maka selanjutnya dapat dikonstruksi

menjadi sebagai berikut;

𝑥=𝑦 (kedua ruas dikali 𝑥)


⇔ 𝑥 2 = 𝑥𝑦 (kedua ruas dikurangi 𝑦 2 )
⇔ 𝑥 2 − 𝑦 2 = 𝑥𝑦 − 𝑦 2 (kedua ruas difaktorkan)
⇔ (𝑥 − 𝑦)(𝑥 + 𝑦) = (𝑥 − 𝑦)𝑦 (kedua ruas dibagi (𝑥 − 𝑦))
⇔ (𝑥 + 𝑦) = 𝑦 (substitusi 𝑥 = 1 dan 𝑦 = 1)
⇔ 1+1=1

Pengerjaan diatas sekilas tampak seperti pengerjaan prosedural dan

matematis dengan langkah-langkah yang benar jika seseorang langsung

percaya saja dengan langkah tersebut dan tidak menelaahya kembali.

Padahal, pengerjaan yang tampak benar tersebut malah menghasilkan suatu

yang bertentangan dengan hal yang selama ini dipercayai sebagai suatu

kebenaran, alih-alih “1 + 1 = 2” malah menjadi “1 + 1 = 1”. Akan tetapi,

seseorang atau siswa yang berpikir kritis akan terdorong untuk menelaah

kembali apakah terdapat kesalahan, mana langkah yang menyebabkan

proses pengerjaan menjadi salah. Jadi dalam proses berpikir kritis selalu

muncul proses menganalisis dan merefleksikan hasil berpikir, yang dalam

hal ini adalah penggunaan konsep yang salah dimana kedua ruas dibagi

dengan 𝑥 − 𝑦 sementara 𝑥 = 𝑦 yang artinya 𝑥 − 𝑦 bernilai 0, dan

pembagian suatu bilangan dengan 0 tidak diperbolehkan dalam matematika.

Facione (2013: 5) menyatakan bahwa sebagai kemampuan kognitif

aspek-aspek dari berpikir kritis adalah sebagai berikut, yaitu:

a) Interpretation, yaitu kemampuan seseorang untuk memahami dan


mengekspresikan maksud dari suatu situasi, data, penilaian, aturan,
prosedur, atau kriteria yang bervariasi
15

b) Analysis, yaitu kemampuan seseorang untuk mengklarifikasi


kesimpulan berdasarkan hubungan antara informasi dan konsep, dengan
pertanyaan yang ada dalam masalah.
c) Evaluation, yaitu kemampuan seseorang untuk menilai kredibilitas dari
suatu pernyataan atau representasi lain dari pendapat seseorang atau
menilai suatu kesimpulan berdasarkan hubungan antara informasi dan
konsep, dengan pertanyaan yang ada dalam suatu masalah.
d) Inference, yaitu kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi elemen-
elemen yang dibutuhkan dalam membuat kesimpulan yang rasional,
dengan mempertimbangkan informasi-informasi yang relevan dengan
suatu masalah dan konsekuensinya berdasarkan data yang ada.
e) Explanation, yaitu kemampuan seseorang untuk menyatakan penalaran
seseorang ketika memeberikan alasan atas pembenaran dari suatu bukti,
konsep, metedologi, dan kriteria logis berdasarkan informasi atau data
yang ada, dimana penalaran ini disajikan dalam bentuk argumen.
f) Self-regulation, yaitu kemampuan seseorang untuk memiliki kesadaran
untuk memeriksa kegiatan kognitif diri, unsur-unsur yang digunakan
dalam kegiatan tersebut, serta hasilnya, dengan menggunakan
kemampuan analisis dan evaluasi, dalam rangka mengkonfirmasi,
memvalidasi, dan mengoreksi kembali hasil penalaran yang telah
dilakukan sebelumnya.

Keenam aspek kemampuan berpikir kritis yang disampaikan oleh

Facione ini adalah aspek yang berlaku secara umum, artinya tidak secara

khusus berlaku pada pembelajaran matematika. Dalam penelitian ini,

aspek berpikir kritis yang akan dikaji secara khusus adalah aspek

analysis. Hal ini dikarenakan aspek analysis memiliki pengertian dan

indikator-indikator yang relevan dengan yang diinginkan dalam

penelitian ini jika dibandingkan dengan aspek lainnya. Berikut akan

dipaparkan alasan yang menyebabkan aspek lainnya dinilai kurang

relevan dengan penelitian ini.

Pertama aspek interpretation. Indikator dari aspek satu diantaranya

adalah mengklarifikasi maksud (Facione: 1990: 12). Dalam penelitian

ini siswa hanya diminta menyelesaikan masalah pada materi peluang

bukan mengklarifikasi maksud dari suatu pernyataan, sehingga indikator

tersebut dinilai kurang relevan dengan penelitian ini. Begitu juga dengan
16

aspek inference yang juga memiliki indikator yang tidak relevan dengan

yang peneliti inginkan dalam penelitian ini yaitu querying evidence atau

meragukan informasi.

Kedua aspek evaluation, yaitu kemampuan seseorang untuk menilai

kredibilitas dari suatu pernyataan atau representasi lain dari pendapat

seseorang atau menilai suatu kesimpulan berdasarkan hubungan antara

informasi dan konsep, dengan pernyataan yang ada dalam suatu

masalah. Aspek ini dinilai kurang relevan karena penelitian ini tidak

mengkaji bagaimana seseorang (dalam hal ini adalah siswa) menilai

kredibilitas suatu informasi atau sumber informasi, melainkan hanya

mengkaji bagaimana siswa melakukan proses penyelesaian masalah.

Selanjutnya aspek explanation yaitu kemampuan seseorang untuk

menyatakan penalaran seseorang ketika memberikan alasan atas

pembenaran dari suatu bukti, konsep, metodologi, dan kriteria logis

berdasarkan informasi atau data yang ada, dimana penalaran ini

disajikan dalam bentuk argumen. Peneliti merasa aspek ini tidak perlu

dikaji secara khusus, karena aspek ini pasti akan muncul pada setiap

aspek kemampuan berpikir kritis yang lainnya.

Terakhir aspek self-regulation. Indikator aspek ini satu diantaranya

adalah self-examination yang memiliki ciri satu diantaranya adalah “to

make an objective and thouhgtful meta-cognitive self assessment of

one’s opinionsand reasons for holding them” (Facione: 1990: 19).

Artinya dalam penilaian dirinya sendiri seseorang harus mampu

membuat suatu penilaian metakognisi diri yang objektif dari pendapat

dan alasan orang tersebut untuk menahan diri mereka melakukan hal-hal
17

yang tidak beralasan. Ciri ini dirasa terlalu sulit diketahui dari seorang

siswa, mengingat keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh peneliti.

Selanjutnya, akan dijelaskan lebih rinci mengenai aspek analysis.

Facione (1990: 13) menyebutkan bahwa aspek analysis ini terdiri dari

tiga indikator, yaitu sebagai berikut:

1) Memeriksa ide-ide
Untuk memeriksa ide-ide berupa informasi atau fakta yang
terdapat dalam masalah dan menguraikannya sehingga dapat
menentukan ide untuk menyelesaikan masalah.
 Untuk menguraikan atau menggambarkan istilah
(menetapkan)
 Membandingkan ide, konsep, atau komponen bagian
pernyataan.
 Mengidentifikasi masalah dan menentukan masalah
mengidentifikasi konsep dengan masalah.
Contoh:
Mengidentifikasi fakta atau informasi dimaksudkan untuk memicu
respons emosional simpatik yang mungkin menyebabkan orang
lain setuju dengan pendapat; untuk memeriksa pekerjaan yang
terkait erat mengenai masalah diberikan untuk menentukan poin
dari kesamaan dan perbedaan; diberikan tugas yang rumit, untuk
menentukan bagaimana mungkin akan dipecah menjadi lebih kecil,
tugas yang lebih mudah dikelola; untuk menentukan cara yang
berguna untuk menyelesaikannya; untuk mendefinisikan sebuah
konsep abstrak.
2) Mengidentifikasi argumen
Untuk mengidentifikasi hubungan antara ide atau konsep
dan argumen sehingga dapat memberikan pernyataaan atau alasan
pendukung ide untuk menentukan penyelesaian masalah yang
tepat.

Contoh:

Memberikan satu set pernyataan, deskripsi, pertanyaan atau


representasi grafis, untuk menentukan ada atau tidak bagian
mengekspresikan ide, atau dimaksudkan untuk mengungkapkan,
alasan atau alasan mendukung atau mengemukakan beberapa
klaim, pendapat atau sudut pandang pendukung ide.

3) Menganalisis argumen ide-ide


Untuk membuat kesimpulan dengan menganalisis
penyelesaian masalah yang telah dibuat dan menyertakan alasan.
18

Diberikan ekspresi alasan atau alasan dimaksudkan untuk


mendukung atau alasan dari beberapa klaim, pendapat atau sudut
pandang, untuk mengidentifikasi dan membedakan: (a)
Kesimpulan utama yang dimaksud, (b) tempat dan alasan dalam
mendukung kesimpulan utama , (c) tempat lebih lanjut dan alasan
sebagai pendukung pada tempat dan alasan dimaksudkan sebagai
pendukung kesimpulan utama, (d) unsur terekspresikan tambahan
penalaran yang, seperti kesimpulan perantara, asumsi tak tertulis
atau pengandaian, (e) secara keseluruhan struktur argumen atau
rantai dimaksudkan penalaran, dan (f) setiap item yang terdapat
dalam tubuh ekspresi yang diperiksa yang tidak dimaksudkan
untuk diambil sebagai bagian dari penalaran yang dinyatakan atau
latar belakang yang dimaksudkan.

Contoh:

Diberikan argumen singkat, argumen panjang, untuk


mengidentifikasi, alasan dan tanpa menduga mengungkapkan
alasan, informasi latar belakang yang digunakan untuk mendukung
pendapat hasil argumen ide, dan asumsi penting simplisit dalam
penalaran penulis; diberikan beberapa alasan atau rantai alasan
untuk mendukung klaim tertentu, untuk mengembangkan
representasi grafis yang berguna ciri aliran disimpulkan dari alasan
itu.

Ketiga indikator aspek analyisis yang telah dipaparkan Facione

tersebut, masih tampak bersifat umum dan belum operasional. Oleh

karena itu, dalam penelitian ini indikator aspek analysis yang akan

digunakan peneliti adalah sebagai berikut:

a. Memeriksa ide-ide

Mampu memeriksa ide-ide berupa informasi atau fakta yang

terdapat dalam masalah dan menguraikannya sehingga dapat

menentukan ide (strategi penyelesaian) untuk menyelesaikan

masalah.

b. Mengidentifikasi Argumen

Mampu mengidentifikasi hubungan antara ide atau konsep dan

argumen sehingga dapat memberikan pernyataaan atau alasan


19

pendukung ide (strategi penyelesaian)untuk menentukan

penyelesaian masalah yang tepat.

c. Menganalisis argumen ide-ide

Mampu menganalisis argumen ide-ide yang telah dibuat sehingga

dapat membuat kesimpulan dengan menganalisis penyelesaian

masalah yang telah dibuat dan menyertakan alasan.

3. Materi Peluang

a. Pengertian Peluang

a) Definisi Peluang Klasik

Misalkan sebuah peristiwa A dapat terjadi sebanyak n kali

diantara N peristiwa yang saling eksklusif dan masing-masing

terjadi dengan kesempatan yang sama, maka peluang peristiwa


𝑛 𝑛
A terjadi adalah 𝑁 atau 𝑃(𝐴) = 𝑁

Contoh :

Eksperimen dengan melantunkan koin Rp 100,- sebanyak 1 kali

menghasilkan peristiwa-peristiwa yang terjadi :

1) muncul angka (G) = 1

2) muncul gambar (A) = 1

N = 2
1 1
𝑃(𝐺) = ; 𝑃(𝐴) =
2 2

Sifat peluang klasik : saling eksklusif dan kesempatan yang

sama

b) Definisi Peluang Subjektif


20

1. Nilai peluang didasarkan kepada preferensi seseorang

yang diminta untuk menilai

2. Pada umumnya yang dinilai adalah peristiwa yang belum

terjadi

b. Peluang Suatu Kejadian

a. Pengertian Peluang Suatu Kejadian

Setiap proses yang menghasilkan suatu kejadian disebut

percobaan. Misalnya kita melemparkan sebuah dadu sebanyak satu

kali, maka hasil yang keluar adalah angka 1, 2, 3, 4, 5 atau 6. Semua

hasil yang mungkin dari suatu percobaan disebut ruang sampel,

biasanya dinyatakan dengan S, dan setiap hasil dalam ruang sampel

disebut titik sampel. Banyaknya anggota dalam S dinyatakan dengan

n(S).

Misalnya, dari percobaan pelemparan sebuah dadu, maka S =

{1, 2, 3, 4, 5, 6} dan n(S) = 6. Jika dalam pelemparan dadu tersebut

muncul angka {2}, maka bilangan itu disebut kejadian. Jadi,

kejadian adalah himpunan bagian dari ruang sampel.

Jika ruang sampel S mempunyai anggota yang berhingga banyaknya

dan setiap titik sampel mempunyai kesempatan untuk muncul yang

sama, dan A suatu kejadian munculnya percobaan tersebut, maka

peluang kejadian A dinyatakan dengan :

n( A)
P(A) =
n( S )

P(A) = Peluang muncul A

n(A) = banyaknya kejadian A


21

n(S) = banyaknya kemungkinan kejadian S

Contoh:

Sebuah mata uang logam dilempar satu kali. Berapa peluang

munculnya “Angka” ?

Jawab:

Ruang sampel S = {A, G} maka n(S) = 2.

Kejadian A = {A}, maka n(A) = 1

n( A) 1
Jadi, P(A) = =
n( S ) 2

Contoh:

Sebuah dadu mata enam dilempar satu kali. Berapa peluang

munculnya mata dadu ganjil?

Jawab:

S = {1, 2, 3, 4, 5, 6}  n(S) = 6

A = {1, 3, 5}  n(A) = 3

n( A) 3 1
Jadi, P(A) = = =
n( S ) 6 2

Contoh:

Dalam setumpuk kartu bridge (remi) diambil satu kartu secara

random (acak). Tentukan peluang yang terambil adalah kartu As !

Jawab:

Banyaknya kartu bridge adalah 52, berarti n(S) = 52

n(As) = 4

n( As) 4 1
Jadi, P(As) = = =
n( S ) 52 13

b. Tafsiran Peluang Kejadian


22

Jika kejadian K dalam ruang sampel 5 selalu terjadi, maka n (K) = n

(5). Sehingga besar peluang kejadian K adalah:

n (K )
P (K) = 1
n (5)

Kejadian K yang selalu terjadi dalam ruang sampel 5 disebut

kepastian.

Kemustahilan Kepastian

 

0 0  P (K)  1 1

Sedangkan kejadian K dalam ruang sampel 5 tidak pernah terjadi

maka n (K) = 0, yang dinamakan kemustahilan, sehingga :

n (K )
P (K) = 0
n (5)

Oleh karena itu nilai peluang itu terbatas yaitu 0  P (K)  1

Contoh :

1. Berapa peluang seekor kuda jantan melahirkan anak?

Karena tidak mungkin, maka dinamakan kemustahilan dan

peluangnya 0.

2. Berapa peluang setiap orang akan meninggal?

Karena setiap orang pasti meninggal, maka dinamakan kepastian

dan peluangnya 1.

3. Berapa peluang muncul gambar jika sebuah uang logam dilempar

sekali?

n (S) = 2

n (G ) 1
n (G) = 1 maka P (G) = 
n (S) 2
23

Jadi peluang muncul gambar adalah 1


2

c. Kejadian Majemuk

Apabila dua kejadian atau lebih dioperasikan sehingga

menghasilkan kejadian baru, maka kejadian baru itu disebut

kejadian majemuk.

1) Dua kejadian A dan B sembarang

Jenis Operasi Notasi

Tidak A atau komplemen A A1 = Ac

A dan B AB

A atau B AB

Untuk sembarang kejadian A dan B berlaku:

n (A  B) = n (A) + n (B) – n (A  B)

kedua ruas dibagi dengan n (S) maka:

n (A  B) n (A) n (B) n (A  B)
  
n (S) n (S) n (S) n (S)

P (A  B) = P(A) + P(B) – P (A B)


24

2) Tiga kejadian A, B dan C sembarang:

P (A  B  C) = P (A) + P (B) + P (c) – P (A  B) – P (A  C)

– P (B  C) + P (A  B  C)

Contoh 1:

Sebuah dadu dilambungkan sekali, tentukan peluang muncul mata

dadu genap atau prima.

Penyelesaian :

Ruang sampel S = {1, 2, 3, 4, 5, 6}

n (S) = 6

muncul mata genap A = {2, 4, 6}  n (A) = 3

muncul mata prima B = {2, 3, 5}  n (B) = 3

muncul mata genap dan prima = {2}  n (A  B ) = 1

muncul mata genap atau prima:

P (A  B) = P (A) + P (B) – P (A A  B)

3 3 1
=  
6 6 6

5
=
6

Contoh :
25

Dari 45 siswa pada suatu kelas, diketahui 28 siswa senang

matematika, 22 siswa bahasa inggris, dan 10 siswa suka kedua-

duanya. Jika seorang siswa dipilih secara acak, tentukan peluang

yang terpilih siswa yang menyukai matematika atau bahasa Inggris!

Penyelesaian :

Peluang terpilih yang suka matematika atau bahasa Inggris ialah :

P (M  B) = P (M) + ( P (B) – P (M  B)

28 22 10
=  
45 45 45

30
=
45

6
=
7

Jadi peluang yang terpilih siswa yang menyukai matematika atau

3
bahasa Inggris adalah . Kejadian majemuk dapat dikelompokkan
4

sebagai berikut:

3) Dua kejadian saling lepas

Kejadian A dan B dikatakan saling lepas


26

Jika A  B =  atau P (A  B) = 0

Jika P (A  B) = 0 maka P (A  B) = P(A) + P (B)

Kesimpulan :

Jika A dan B kejadian saling lepas, maka:

P (A  B) = P(A) + P (B)

Contoh 1 :

Dari satu set kartu bridge diambil 1 kartu secara acak.

Berapa peluang untuk mendapatkan kartu As atau king?

Penyelesaian :

Jika A = kejadian mendapatkan kartu A  n (A) = 4

B = kejadian mendapatkan kartu king  n (B) = 4

n(A  B) = 

Maka : P (A  B) = P(A) + P (B)

4 4
= 
52 52

2
=
13

2
Jadi peluang untuk mendapatkan kartu As atau king adalah .
13

4) Dua kejadian yang saling bebas

Kejadian A dan B dikatakan saling bebas jika kejadian A tidak

mempengaruhi kejadian B. Jika dua buah dadu ditos, maka angka yang

muncul pada dadu pertama jika mempengaruhi angka yang muncul pada

dadu kedua. Dalam hal ini dikatakan kedua dadu saling bebas.

𝑃(𝐴 ∩ 𝐵) = 𝑃(𝐴)𝑥 𝑃(𝐵)


27

5) Dua kejadian Bersyarat

Dua kejadian atau lebih yang terjadi secara berurut dikatakan kejadian

tak bebas (kejadian bersyarat) apabila kejadian yang satu

mempengaruhi peluang terjadinya kejadian yang lain.

Rumus :

Jika kejadian A dan B bersyarat, maka :

𝑃(𝐴 ∩ 𝐵) = 𝑃(𝐴)𝑥 𝑃(𝐵/𝐴)

𝑃(B/A) artinya peluang B dimana kejadian A sudah terjadi.

𝐂𝐨𝐧𝐭𝐨𝐡 ∶

Didalam sebuah kotak terdapat 3 bola merah dan 4 bola putih. Dari

dalam kotak tersebut diambil dua bola secara berturut-turut tanpa

pengembalian. Tentukan peluang bahwa kedua bola tersebut

berwarna merah.

Pembahasan :

Supaya kedua bola tersebut berwarna merah maka pada

pengembalian pertama dan kedua harus berwarna merah. Peluang

terambilnya bola merah pada pengambilan pertama adalah 𝑃(𝐴) =


3
. Kejadian A sudah terjadi sehingga di dalam kotak tinggal 2 bola
7

merah dan 4 bola putih. Peluang terambilnya bola merah pada


2 1
pengambilan kedua adalah P(B/A) = 6 = 3.

3 1 3 1
𝑃(𝐴 ∩ 𝐵) = 𝑃(𝐴)𝑥 𝑃(𝐵/𝐴)= 7 × 3 = =7
21
28

Jadi, peluang bahwa kedua bola yang terambil berwarna merah


1
adalah 7.

Anda mungkin juga menyukai