Anda di halaman 1dari 18

ACARA V

ZAT WARNA TANAMAN

A. TUJUAN
Tujuan dari Acara V “Zat Warna Tanaman” antara lain adalah :
1. Mahasiswa dapat mengetahui pengaruh cara pemasakan, penambahan larutan
asam dan alkali terhadap zat tanaman.
2. Mahasiswa dapat mengetahui pengaruh pemanasan dan larutan curing
terhadap zat warna daging.

B. TINJAUAN PUSTAKA
Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman sayuran penting
dari golongan kacang- kacangan, karena mengandung nutrisi yang relatif lengkap
dan cukup tinggi, terutama protein nabati. Bagian tanaman kacang panjang yang
biasa diguna- kan sebagai sayuran adalah polong muda, biji, dan daun muda
(Riyadi, 2006). Zat warna pada kacang panjang dalah klorofil. Klorofil merupakan
zat hijau daun yang terdapat pada semua tumbuhan hijau yang berfotosintesis.
Berdasarkan penelitian, klorofil ternyata tidak hanya berperan sebagai pigmen
fotosintesis. Klorofil mempunyai manfaat antara lain, sebagai obat kanker otak,
paru-paru dan mulut. Klorofil juga dapat digunakan sebagai disinfektan, antibiotik
dan food suplemen (Hendriyani, 2009).

Bawang merah (Allium ascalonicum L) merupakan salah satu komoditas


tanaman hortikultura yang banyak dikonsumsi manusia sebagai campuran bumbu
masak setelah cabe. Selain sebagai campuran bumbu masak, bawang merah juga
dijual dalam bentuk olahan seperti ekstrak bawang merah, bubuk, minyak atsiri,
bawang goreng bahkan sebagai bahan obat untuk menurunkan kadar kolesterol,
gula darah, mencegah penggumpalan darah, menurunkan tekanan darah serta
memperlancar aliran darah (Irfan, 2013). Zat warna yang berada pada bawang
merah adalah antosianin. Kestabilan zat warna antosianin dipengaruhi oleh pH,
kadar gula, suhu pemanasan dan lama pemanasan. Antosianin stabil pada pH yang
rendah, dan stabilitasnya akan turun apabila pH naikkan. Perubahan warna akibat
pengaruh pH terjadi karena adanya degradasi warna dari antosianinn yang
disebabkan oleh kation flavilium yang berwarna merah menjadi basa karbinol dan
akhirnya menjadi kalkon yang tidak berwarna. Pada suhu 90-100°C antosianin
mengalami dekomposisi dari bentuk aglikon menjadi kalkon. Suhu dan lama
pemanasan menyebabkan dekomposisi dan perubahan struktur sehingga terjadinya
pemucatan (Winarti, 2010).
Wortel (Daucus carota) jenis sayuran yang mudah dijumpai di berbagai
tempat. Warnanya yang orange mudah dijumpai apabila berada di antara jenis
sayuran lainnya. Tumbuhan yang kaya beta karoten ini pertama kali ditemukan di
Afganistan sekitar abad ke-7 Masehi. Umbi akarnya berasa manis dan berwarna
jingga. Wortel adalah tumbuhan yang ditanam sepanjang tahun dan dapat tumbuh
pada semua musim, terutama di daerah pegunungan yang memiliki suhu udara
dingin dan lembab Beta-karoten merupakan pigmen pemberi warna orange pada
buah dan sayuran, seperti pepaya, tomat, wortel. Rumus kimia beta karoten hampir
sama dengan rumus vitamin A, yaitu C20H30O (Pro Vitamin A). Pigmen ini
terdapat pada wortel, sehingga dapat diambil sebagai pembuatan zat warna alami
dapat diperbaharui (renewable resources), relatif tidak mengandung unsur sulfur
sehingga tidak menyebabkan polusi udara, dan juga dapat meningkatkan efisiensi
pemanfaatan sumber daya hutan dan pertanian (Trianto, 2014).
Warna daging ayam disebabkan provitamin A yang terdapat pada lemak
daging dan pigmen oksimioglobin. Lawrie (2003) menyebutkan bahwa pigmen
oksimioglobin adalah pigmen penting pada daging segar, pigmen ini hanya
terdapat di permukaan saja dan menggambarkan warna daging. Yang diinginkan
konsumen. Warna pada daging ayam akibat pengeluaran darah yang tidak
sempurna disebabkan oleh pigmen haemoglobin. Derajat atau nilai pH daging
ayam dengan nilai pH 6,50 merupakan pH akhir daging yang cukup tinggi. Jika
pH akhir daging tinggi, maka warna daging akan terlihat gelap daging memiliki
zat warna mioglobin yang utama. Warna pada daging mempengaruhi kesegaran
pada daging yang nantinya akan dibeli oleh konsumen. Mioglobin banyak
terkandung didalam daging hewan terutama pada otot dan bagian yang selnya
sering mengalami pembelahan (Draghici, 2013).

Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi


kebutuhan gizi. Selain mutu proteinnya yang tinggi, daging mengandung asam
amino esensial yang lengkap dan seimbang serta beberapa jenis mineral dan
vitamin. Daging merupakan protein hewani yang lebih mudah dicerna dibanding
dengan protein nabati. Bagian yang terpenting yang menjadi acuan konsumen
dalam pemilihan daging adalah sifat fisik. Sifat fisik dalam hal ini antara lain
warna, keempukan, tekstur, kekenyalan dan kebasahan (Komariah dkk, 2009).
Reaksi oksidasi enzimatik dan non-enzimatik adalah penyebab utama
kerusakan karotenoid selama pengolahan dan penyimpanan makanan. Panas dan
pembekuan menimbulkan reaksi extractability b-karoten dari matriks bahan
makanan. Di alam, karotenoid terutama berperan untuk pembentukan warna
merah, kuning dan oranye. Praktek-praktek pertanian, pengolahan dan
penyimpanan makanan, seperti perlakuan perebusan dan penambahan asam alkali
sangat berkaitan dengan karotenoid pada bahan pangan sayuran. Semua hal
tersebut merupakan penyebab utama perusakan karotenoid. Warna pucat,
diakibatkan oleh pemanasan dan perebusan sayuran yang mengakibatkan
peningkatan extractability dari b-karotene jika dibandingkan dengan bentuk
homogen mentah (Dutta, 2005).

Pemanasan bersifat “irreversible” dalam mempengaruhi stabilitas pigmen


dimana kalkon yang tidak berwarna tidak dapat kembali menjadi kation flavilium
yang berwarna merah. Degradasi antosianin dipengaruhi oleh temperatur.
Antosianin terhidroksilasi adalah kurang stabil pada keadaan panas daripada
antosianin termetilasi terglikosilasi atau termetilasi (Khoo, 2011).
Kerusakan pada daging dapat disebabkan karena adanya benturanfisik,
Perubahan kimia,dan aktivitas mikroba. Akibat dari kerusakan tersebut seperti
pembentukan lendir, perubahan warna, perubahan bau, perubahan rasa dan terjadi
ketengikan yang disebabkan pemecahan atau oksidasi lemak daging. Salah satu
proses pengawetan dengan pemakaian antibakteri dengan tujuan mempertahankan
kualitas maupun kuantitas daging ayam broiler adalah dengan memanfaatkan
bahan herbal (Afrianti, 2013).
Curing merupakan proses pemberian nitrat dan garam dapur pada daging
untuk menjaga warna pada daging. Hal hal yang menyebabkan daging harus
mengalami tahap curingkarena, reksi biologis menjadi nitrit dan NO yang dapat
mereduksi feri menjadi fero. Dan terjadinya denaturasi protein globin oleh
panas.Bila daging yang dicuring dipanaskan suhu 1500F atau lebih, maka
terjadilah denaturasi tersebut. Hasil akhir curing membentuk pigmen nitrosil
mioglobin bila tidak dimasak, dan nitrosil hemokromogen bila telah masak
(Winarno, 2004).

Curing daging adalah aplikasi menggunakan garam, memperbaiki warna


bahan, dan bumbu untuk memberikan sifat-sifat yang unik untuk produk akhir.
Dua bahan utama yang harus digunakan untuk curing daging adalah garam dan
nitrit. Namun, zat lainnya dapat ditambahkan untuk mempercepat curing,
menstabilkan warna, memodifikasi rasa, dan mengurangi penyusutan selama
pemrosesan. Nitrat dan nitrit, baik kalium atau garam natrium, yang digunakan
untuk mengembangkan warna daging. Nitrat dan nitrit warna cerah kemerahan,
warna merah muda, yang diinginkan dalam produk daging. Selain itu peran nitrat
dan nitrit bertindak sebagai antioksidan kuat. Antioksidan adalah senyawa yang
mencegah perkembangan ketengikan oksidatif, yang akan mengurangi kualitas.
Natrium nitrit juga mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Askorbat (natrium
askorbat atau natrium eritorbat) digunakan untuk mempercepat reaksi curing
dengan warna lebih cepat mengembang melalui pengurangan cepat nitrat dan nitrit
menjadi oksida nitrat. Oksida nitrat bergabung dengan pigmen daging, mioglobin,
untuk membentuk nitrosomyglobin, warna merah tua. Bila produk dipanaskan
sampai 130-140°F nitrosomyoglobin tersebut dikonversi ke pigmen yang stabil,
nitrosohemokhom merah muda dalam warna. Askorbat juga digunakan untuk
menstabilkan warna curing daging (Ray, 1990).

C. METODOLOGI
1. Alat
a. Alat Pemanas elpiji/kompor
b. Aluminium foil
c. Gelas beker
d. Gelas ukur
e. Neraca / timbangan
f. Panci
g. Penjepit
h. pHmeter
i. Pipet
j. Pisau dan batang pengaduk
k. Stopwatch
l. Tabung-tabung
m. Tisue
2. Bahan
a. Air ledeng
b. Asam cuka
c. Bawang merah
d. Daging Ayam
e. Kacang panjang
f. Larutan 50 ppm
g. Larutan curing
h. Larutan MgCl2 50 ppm
i. NaHCO3 kristal
j. Wortel

3. Cara Kerja
a. Pengaruh Beberapa Perlakuan Terhadap Zat Warna Buah/Sayuran
Gambar 5.1 Diagram Alir Pengaruh Beberapa Perlakuan Terhadap Zat
Warna Buah/Sayuran
b. Zat Warna Pada Daging
1) Tanpa Curing
Gambar 5.2 Diagram Alir Zat Warna pada Daging Tanpa Curing

2) Dengan Curing
Gambar 5.3 Diagram Alir Zat Warna pada Daging Dengan Curing

D. HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 5.1 Hasil Pengamatan Zat Warna Tanaman
Sebelum Pemanasan Sesudah Pemanasan
Sampel Pelakuan Warna Warna Warna Warna
pH pH
Larutan Sampel Larutan Sampel
MgCl2 Hijau Hijau
Bening 6,15 Bening 6,17
50 ppm segar pucat
Ledeng Hijau Hijau
Bening 7,01 Bening 7,54
terbuka segar segar
Hijau
FeCl3 Kuning 3,65 Keruh 5,31 Hijau tua
Kacang segar
Panjang Hijau Hijau
NaHCO3 Keruh 8,30 Kuning 9,10
segar segar
Asam Hijau Kuning Hijau tua
Keruh 3,07 2,87
cuka segar pucat kecoklatan
Ledeng Hijau Hijau
Bening 7,48 Bening 7,64
tertutup segar segar
MgCl2 Putih agak
Keruh 5,66 Ungu 5,56 Putih
50 ppm keruh
Ledeng Putih
Keruh 7,07 Ungu 6,66 Putih
terbuka kehijauan
Kuning Putih
FeCl3 5,29 Ungu 5,34 Putih
Bawang keruh kecoklatan
Merah Hijau Putih
NaHCO3 Kuning 8,17 Ungu 9,00
kecoklatan kehijauan
Asam Merah Merah
3,11 Ungu 3,29 Putih
cuka muda muda
Ledeng Putih
Keruh 7,10 Ungu 6,59 Putih
tertutup kehijauan
MgCl2
Bening 6,36 Oranye Kekuningan 6,08 Oranye
50 ppm
Ledeng
Bening 7,37 Oranye Kekuningan 7,43 Oranye
terbuka
FeCl3 Bening 5,17 Oranye Kekuningan 5,87 Oranye
Wortel Kuning
NaHCO3 Bening 8,28 Oranye 8,84 Oranye
keruh
Asam
Bening 3,29 Oranye Kekuningan 3,32 Oranye
cuka
Ledeng
Bening 7,52 Oranye Kekuningan 7,39 Oranye
tertutup
Sumber : Laporan Sementara
Warna adalah salah satu atribut paling penting dari makanan, dianggap
sebagai indikator kualitas dan menentukan selera masyarakat. Banyak pewarna
alami makanan seperti produk buah yang ditambahkan ke dalam makanan selama
pemrosesan yang bertujuan untuk mengembalikan warna mereka. Pewarna alami
memiliki banyak kerugian bila dibandingkan dengan yang sintetis misal biaya
yang lebih tinggi termasuk dalam penggunaan dan stabilitas yang lebih rendah
(Azeredo, 2009).
Zat warna alam (pigmen) adalah zat warna yang secara alami terdapat
dalam tanaman maupun hewan. Zat warna alam dapat dikelompokkan sebagai
warna hijau, kuning, dan merah. Penggunaan zat warna alam untuk makanan dan
minuman tidak memberikan kerugian bagi kesehatan, seperti halnya zat warna
sintetik yang semakin banyak penggunaannya. Diantara zat warna sintetik yang
sangat berbahaya untuk kesehatan sehingga penggunaannya dilarang adalah zat
warna merah rhodamin B (Winarti dan Adurrozaq, 2010).
Berdasarkan tabel 5.1 hasil pengamatan zat warna tanaman yang telah
dilakukan sampel yang digunakan adalah kacang panjang, bawang merah dan
wortel. Pada perlakuan sampel yang pertama yaitu kacang panjang yang
ditambahkan larutan MgCl2 50 ppm sebelum pemanasan warna larutan bening dan
warna sampel hijau segar dengan pH 6,15 dan sesudah pemanasan warna larutan
tetap bening dan warna sampel hijau pucat dengan pH 6,17. Perlakuan kacang
panjang ditambah ledeng dalam keadaan terbuka sebelum pemanasan warna
larutan bening dan warna sampel hijau segar dengan pH 7,01 dan sesudah
pemanasan warna larutan tetap bening dan warna sampel tetap hijau segar dengan
pH 7,54. Perlakuan kacang panjang ditambah larutan FeCl 3 sebelum pemanasan
warna larutan kuning dan warna sampel hijau segar dengan pH 3,65 dan sesudah
pemanasan warna larutan keruh dan warna sampel hijau tua dengan pH 5,31.
Perlakuan kacang panjang ditambah larutan NaHCO3 sebelum pemanasan warna
larutan keruh dan warna sampel hijau segar dengan pH 8,30 dan sesudah
pemanasan warna larutan kuning dan warna sampel tetap hijau segar dengan pH
9,10. Perlakuan kacang panjang ditambah larutan asam cuka sebelum pemanasan
warna larutan keruh dan warna sampel hijau segar dengan pH 3,07 dan sesudah
pemanasan warna larutan kuning pucat dan warna sampel hijau tua kecoklatan
dengan pH 2,87. Perlakuan kacang panjang ditambah ledeng dalam keadaan
tertutup sebelum pemanasan warna larutan bening dan warna sampel hijau segar
dengan pH 7,48 dan sesudah pemanasan warna larutan tetap bening dan warna
sampel tetap hijau segar dengan pH 7,64.
Selanjutnya pada sampel bawang merah dengan perlakuan ditambah
larutan MgCl2 50 ppm sebelum pemanasan warna larutan keruh dan warna sampel
ungu dengan pH 5,66 dan sesudah pemanasan warna larutan putih agak keruh dan
warna sampel putih dengan pH 5,56. Perlakuan bawang merah ditambah ledeng
dalam keadaan terbuka sebelum pemanasan warna larutan keruh dan warna sampel
ungu dengan pH 7,07 dan sesudah pemanasan warna larutan putih kehijauan dan
warna sampel putih dengan pH 6,66. Perlakuan bawang merah ditambah larutan
FeCl3 sebelum pemanasan warna larutan kuning keruh dan warna sampel ungu
dengan pH 5,29 dan sesudah pemanasan warna larutan putih kecoklatan dan warna
sampel putih dengan pH 5,34. Perlakuan bawang merah ditambah larutan NaHCO 3
sebelum pemanasan warna larutan kuning dan warna sampel ungu dengan pH 8,17
dan sesudah pemanasan warna larutan hijau kecoklatan dan warna sampel putih
kehijauan dengan pH 9,00. Perlakuan bawang merah ditambah larutan asam cuka
sebelum pemanasan warna larutan merah muda dan warna sampel ungu dengan
pH 3,11 dan sesudah pemanasan warna larutan merah muda dan warna sampel
putih dengan pH 3,29. Perlakuan bawang merah ditambah ledeng dalam keadaan
tertutup sebelum pemanasan warna larutan keruh dan warna sampel ungu dengan
pH 7,10 dan sesudah pemanasan warna larutan putih kehijauan dan warna sampel
putih dengan pH 6,59.
Kemudian pada sampel wortel dengan perlakuan ditambah larutan MgCl2
50 ppm sebelum pemanasan warna larutan bening dan warna sampel oranye
dengan pH 6,36 dan sesudah pemanasan warna larutan kekuningan dan warna
sampel tetap oranye dengan pH 6,08. Perlakuan wortel ditambah ledeng dalam
keadaan terbuka sebelum pemanasan warna larutan bening dan warna sampel
oranye dengan pH 7,37 dan sesudah pemanasan warna larutan kekuningan dan
warna sampel tetap oranye dengan pH 7,43. Perlakuan wortel ditambah larutan
FeCl3 sebelum pemanasan warna larutan bening dan warna sampel oranye dengan
pH 5,17 dan sesudah pemanasan warna larutan kekuningan dan warna sampel
tetap oranye dengan pH 5,87. Perlakuan wortel ditambah larutan NaHCO3 sebelum
pemanasan warna larutan bening dan warna sampel oranye dengan pH 8,28 dan
sesudah pemanasan warna larutan kekuningan dan warna sampel tetap oranye
dengan pH 8,84. Perlakuan wortel ditambah larutan asam cuka sebelum
pemanasan warna larutan bening dan warna sampel oranye dengan pH 3,29 dan
sesudah pemanasan warna larutan kekuningan dan warna sampel tetap oranye
dengan pH 3,32. Perlakuan wortel ditambah ledeng dalam keadaan tertutup
sebelum pemanasan warna larutan bening dan warna sampel oranye dengan pH
7,52 dan sesudah pemanasan warna larutan kekuningan dan warna sampel tetap
oranye dengan pH 7,39.
Pada hasil pengamatan berdasarkan tabel 5.1 Hasil Pengamatan Zat Warna
Tanaman dengan menggunakan sampel kacang panjang, bawang merah, dan
wortel dengan diberi perlakuan yang sama. Pada kacang hijau memiliki zat warna
klorofil yang memiliki warna hijau yang digunakan untuk proses fotosintesis pada
tanaman (Hendriyani, 2009). Selanjutnya pada sampel bawang merah zat warna
yang berada pada bawang merah adalah antosianin. Kestabilan zat warna
antosianin dipengaruhi oleh pH, kadar gula, suhu pemanasan dan lama pemanasan.
Antosianin stabil pada pH yang rendah, dan stabilitasnya akan turun apabila pH
naikkan. Perubahan warna akibat pengaruh pH terjadi karena adanya degradasi
warna dari antosianinn yang disebabkan oleh kation flavilium yang berwarna
merah menjadi basa karbinol dan akhirnya menjadi kalkon yang tidak berwarna
(Winarti, 2010). Dan pada wortel Beta-karoten merupakan pigmen pemberi warna
orange pada tersebut. Rumus kimia beta karoten hampir sama dengan rumus
vitamin A, yaitu C20H30O (Pro Vitamin A). Pigmen ini terdapat pada wortel
(Trianto, 2014).
Dari percobaan yang telah dilakukan dengan menggunakan ketiga sampel
dengan perlakuan yang sama. Terdapat kesamaan terhadap teori Winarti (2010) .
Yaitu perubahan warna akibat pengaruh pH terjadi karena adanya degradasi warna
dari antosianinn yang disebabkan oleh kation flavilium yang berwarna merah
menjadi basa karbinol dan akhirnya menjadi kalkon yang tidak berwarna. Pada
suhu 90-100°C antosianin mengalami dekomposisi dari bentuk aglikon menjadi
kalkon. Suhu dan lama pemanasan menyebabkan dekomposisi dan perubahan
struktur sehingga terjadinya pemucatan.

Tabel 5.2 Hasil Pengamatan Zat Warna Hewan tanpa Curing


Sebelum Pemanasan Setelah Pemanasan
Kel Perlakuan
0’ 5’ 10’ 15’ 0’ 5’ 10’ 15’
Diudara Merah Merah Merah Merah Putih
Putih Putih Putih
terbuka pudar pudar pudar pudar pucat
4 Pemanasan
Merah Merah Merah Merah Kuning Kuning Putih Putih
dengan pudar pudar pudar pudar pucat pucat pucat pucat
aquades
Sumber : Laporan Sementara
Berdasarkan tabel 5.2 hasil pengamatan zat warna hewan tanpa curing
yang telah dilakukan dengan sampel yang digunakan adalah daging ayam yang
diberi perlakuan didiamkan diudara terbuka dan pemanasan dengan aquades yang
selanjunya diamati perubahan warnanya setiap 5 menit selama 15 menit. Pada
daging yang diberi perlakuan pendiaman diudara terbuka sebelum pemanasan pada
menit ke-0 sampai menit ke-15 berwarna merah pudar atau tidak terjadi perubahan
warna. Sedangkan setelah pemanasan pada menit ke-0 berwarna putih pucat, pada
menit ke-5 hingga menit ke-15 mengalami perubahan warna menjadi putih. Pada
daging yang diberi perlakuan pemanasan dengan aquades sebelum pemanasan
pada menit ke-0 sampai menit ke-15 berwarna merah pudar atau tidak mengalamu
perubahan warna. Sedangkan setelah pemanasan pada menit ke-0 sampai menit
ke-5 berwarna kuning pucat, pada menit ke-10 sampai menit ke-15 berwarna putih
pucat.
Pada hasil pengamatan berdasarkan tabel 5.2 hasil pengamatan zat warna
hewan tanpa curing. Warna daging ayam disebabkan provitamin A yang terdapat
pada lemak daging dan pigmen oksimioglobin. Lawrie (2003) menyebutkan bahwa
pigmen oksimioglobin adalah pigmen penting pada daging segar, pigmen ini hanya
terdapat di permukaan saja dan menggambarkan warna daging. Yang diinginkan
konsumen. Warna pada daging ayam akibat pengeluaran darah yang tidak
sempurna disebabkan oleh pigmen haemoglobin. Derajat atau nilai pH daging
ayam dengan nilai pH 6,50 merupakan pH akhir daging yang cukup tinggi. Jadi
kesegaran daging dapat ditentukan dari warnanya.

Tabel 5.3 Hasil Pengamatan Zat Warna Hewan dengan Curing


Sebelum Pemanasan Setelah Pemanasan
Kel Perlakuan
0’ 5’ 10’ 15’ 0’ 5’ 10’ 15’
Lebih Lebih Merah Merah Merah Merah Merah
Pemanasan
Keme kemer kemera muda muda
dengan muda muda keputih
rahan ahan han segar segar segar keputih
Curing I an
an
Merah Merah Merah Putih Putih
Pemanasan Merah Merah pudar muda Merah muda kemera kemera
dengan pudar pudar hampir agak muda agak h h
4 Curing II putih pucat pucat pucat mudaan mudaan
Pemanasan Merah Lebih Lebih Merah Merah Merah Putih Putih
dengan pudar merah merah muda muda muda oranye oranye
Curing III
Pemanasan Tamb Pucat Putih Putih Putih
Putih Putih Putih
dengan ah hampir kekun kekunin kekunin
pucat pucat pucat
Curing IV pucat putih ingan gan gan
Sumber : Laporan Sementara

Keterangan:
Larutan Curing I : 0,1 gr NaNO3 + 0,1 gr NaNO2 + 0,05 gr Vitamin C +
Aquades
Larutan Curing II : 0,2 gr NaNO3 + Aquades
Larutan Curing III: 0,2 gr NaNO2 + Aquades
Larutan Curing IV: 0,2 gr Vitamin C + Aquades
Berdasarkan tabel 5.3 hasil pengamatan zat warna hewan dengan curing
sampel yang digunakan adalah daging ayam yang diberi perlakuan yang berbeda
yaitu pemanasan dengan curing I, pemanasan dengan curing II, pemanasan dengan
curing III dan pemanasan dengan curing IV yang selanjutnya diamati setiap 5
menit selama 15 menit. Pada daging yang diberi perlakuan pemanasan dengan
curing I sebelum pemanasan pada menit ke-0, hingga ke-15 berturut-turut
warnanya adalah kemerahan, lebih kemerahan, lebih kemerahan, dan merah muda
segar. Sedangkan setelah pemanasan pada menit ke-0, hingga ke-15 berturut-turut
warnanya adalah merah muda segar, merah muda segar, merah keputihan, dan
merah muda keputihan. Pada daging yang diberi perlakuan pemanasan dengan
curing II sebelum pemanasan pada menit ke-0, hingga ke-15 berturut-turut
warnanya adalah merah pudar, merah pudar, merah pudar hampir putih, dan merah
muda agak pucat. Sedangkan setelah pemanasan pada menit ke-0, ke-15 berturut-
turut warnanya adalah merah muda pucat, merah muda pucat, putih kemerah
mudaan, dan putih kemerah mudaan. Pada daging yang diberi perlakuan
pemanasan dengan curing III sebelum pemanasan pada menit ke-0, hingga ke-15
berturut-turut warnanya adalah merah pudar, lebih merah, lebih merah, dan merah
muda. Sedangkan setelah pemanasan pada menit ke-0, hingga ke-15 berturut-turut
warnanya adalah merah muda, merah muda, putih oranye, dan putih oranye. Pada
daging yang diberi perlakuan pemanasan dengan curing IV sebelum pemanasan
pada menit ke-0, ke-15 berturut-turut warnanya adalah putih pucat, tambah pucat,
pucat hampir putih, dan putih pucat. Sedangkan setelah pemanasan pada menit ke-
0, ke-15 berturut-turut warnanya adalah putih pucat, putih kekuningan, putih
kekuningan, dan putih kekuningan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan pigmen paada daging adalah


tekanan oksigen dan reaksi oksidasi. Penambahan nitrit pada daging olahan
terutama bertujuan untuk memberi warna merah muda yang menarik. Perubahan
warna secara kimia sangat kompleks. Pigmen dalam otot daging terdiri dari protein
yang disebut mioglobin. Mioglobin dengan oksigen akan membentuk
oksimioglobin yang berwarna merah terang. Warna merah terang dari
oksimioglobin tidak stabil, dan dengan oksidasi berlebihan akan berubah menjadi
metmioglobin yang berwarna coklat. Tetapi yang mengalami penambahan nitrit
akan tetap berwarna merah Nitrit berperanan sebagai pengawet dan stabilisator
warna daging curing. Sebagai pengawet nitrit merupakan anti botulisme
(mencegah germinasi Sporobotulinum). Nitrit dapat mencegah pertumbuhan
mikrobia yang mekanismenya belum diketahui, tetapi diduga bahwa nitrit bereaksi
dengan gugus sulfihidril dan membentuk senyawa yang tidak dapat dimetabolisme
oleh mikrobia dalam keadaan anaerob (Winarno,1992).
Menurut teori Winarno (2004). Faktor yang dapat menyebabkan perubahan
zat warna pada daging adalah penambahan curing, penambahan air, pemanasan,
dan adanya oksigen. Pada umumnya proses curing terjadi karena: (1) reaksi
biologis yang dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit dan NO, yang mampu
mereduksi feri menjadi fero; (2) terjadinya denaturasi globin oleh panas. Bila
daging yang di-curing dipanaskan pada suhu 150°F atau lebih, maka terjadilah
proses denaturasi tersebut. Hasil akhir curing membentuk pigmen
nitrosilmioglobin bila tidak dimasak, dan nitrosil hemokromogen bila telah
dimasak

E. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum Acara V “Zat Warna Tanaman dan Hewan”
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Sampel yang digunakan pada zat warna tanaman yaitu kacang panjang yang
memiliki zat warna klorofil, bawang merah yang memiliki zat warna antosianin
dan pada sampel wortel memiliki zat warna β-Karoten.
2. Zat warna pada tanaman dipengaruhi oleh suhu dan lama pemanasan
menyebabkan dekomposisi dan perubahan struktur sehingga terjadi pemucatan
atau pemudaran. Kestabilan zat warna antosianin dipengaruhi oleh pH, kadar
gula, suhu pemanasan dan lama pemanasan.
3. Zat warna daging adalah miglobin. Derajat atau nilai pH daging ayam dengan
nilai pH 6,50 merupakan pH akhir daging yang cukup tinggi. Jika pH akhir
daging tinggi, maka warna daging akan terlihat gelap daging memiliki zat
warna mioglobin yang utama
4. Curing daging adalah aplikasi menggunakan garam, memperbaiki warna bahan,
dan bumbu untuk memberikan sifat-sifat yang unik untuk produk akhir

Anda mungkin juga menyukai