ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mengetahui performan ayam ras petelur tipe medium pada saat memasuki
awal periode produksi akibat pemberian ransum dengan level protein yang meningkat pada saat periode
pertumbuhan (umur 12-20 minggu). Penelitian menggunakan 480 ekor ayam umur 12 minggu yang
dikelompokkan menjadi 3 kelompok dan masing-masing diberi perlakuan ransum dengan taraf protein berbeda
yaitu 12 %, 15 % dan 18 %. Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan organ reproduksi, umur awal
produksi dan kualitas telur pada saat awal produksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa taraf protein yang
meningkatkan laju pertumbuhan, bertelur lebih dini dengan kualitas telur lebih baik. Berdasarkan hasil
penelitian ini dapat disimpulkan taraf protein tinggi (15 % dan 18 %) menyebabkan efek bertelur lebih cepat
dengan kualitas telur yang lebih baik dibandingkan taraf protein 12 %. Selama periode pertumbuhan ayam
petelur tipe sedang, taraf protein ransum disarankan tidak kurang dari 15 %.
ABSTRACT
The research was conducted to study the efffect of different level of protein ration during growth
period (12 – 20 weeks of age) on the performance of medium type of layer at early stage of production period.
The study used 480 birds of ledium type of layer with 12 weeks of age. The birds were devided into 3 groups,
and were given on 12%; 15% and 18% of protein rations, respectively. In each group was observed on the
growth of reproductive organ, age of the early production period, and egg quality at early production period.
The results showed that level of protein ration increased the rate of growth, more earlier stage of
production period, and better egg quality. The higher level of protein ration (15% and 18%) gave more earlier
stage of production and more better egg production compared to those of 12% of protein ration. Throughout
growth period in medium type of layer, the level of protein ration was suggested to be higher than 15%.
The Effect of Dietary Protein Levels in Medium Type of Pullet (Suprijatna and Natawihardja) 33
PENDAHULUAN persiapan awal produksi guna mencapai puncak
produksi yang tinggi (Yu et al, 1992; Etches, 1996).
Pada saat periode pertumbuhan umur 12 – 20 Konsep lama menyarankan bahwa taraf
minggu laju pertumbuhan secara total sudah protein ransum periode pertumbuhan tidak lebih dari
menurun. Oleh karena itu pada saat ini digunakan 13 %. Taraf yang lebih tinggi tidak berpengaruh
ransum dengan protein rendah (Scot et al, 1982; NRC, terhadap peningkatan produksi telur dan tidak
1984; North dan Bell, 1990). Dewasa ini sehubungan ekonomis (McGinnis, 1976; Scott et al, 1982; NRC,
dengan meningkatnya kualitas bibit ayam ras petelur 1984). Konsep baru menyarankan untuk
yang pertumbuhannya menjadi lebih cepat, dewasa menggunakan taraf protein ransum tidak kurang dari
kelamin lebih dini dan puncak produksi dicapai lebih 15 % (Leeson dan summers, 1991; Hawes dan Kling,
cepat (Forbes dan Shariatmadari, 1990; McMillan, 1993; NRC, 1994). Taraf protein tinggi tidak
1990; Leeson dan Summers, 1991), maka konsep dianjurkan sehubungan berkaitan dengan biaya
pemberian ransum dengan kandungan protein ransum yang meningkat saat periode pertumbuhan
rendah tersebut perlu ditinjau kembali. Hal ini sehingga tidak ekonomis. Oleh karena itu perlu diteliti
berkenaan pada periode pertumbuhan tersebut pada taraf protein berapa ransum yang optimal untuk
organ reproduksi mulai meningkat pertumbuhannya pertumbuhan ayam ras tipe petelur.
sementara organ-organ lainnya menurun. Pada saat
memasuki periode produksi (umur 20 minggu) MATERI DAN METODE
pertumbuhan organ reproduksi harus optimal guna
mempersiapkan pertumbuhan folikel dan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
penimbunan material guna pembentukkan telur serta pengaruh taraf protein ransum saat periode
Tabel 1. Susunan Ransum Percobaan, Kandungan Zat-zat Makanan dan Energi Metabolis Ransum yang
Digunakan dalam Penelitian (Umur 12-20 minggu)
Ransum Perlakuan
Bahan T1 T2 T3
(12 %) (15 %) (18 %)
--------------------kg -------------------
Jagung Kuning 63,5 59.0 54,5
Dedak Halus 25,0 22,0 19,0
Bk. Kedelai 6,0 8,0 12,5
Bk. Kelapa 1,5 3,0 2,5
Tp. Ikan 1,5 6,0 9,5
Tp. Kerang 2,0 1,5 1,5
Premix 0,5 0,5 0,5
Jumlah 100,0 100,0 100,0
Zat Makanan dan Energi Metabolis
Protein ( % ) * 12,06 15,06 18,06
Serat Kasar ( % ) * 3,97 4,24 4,47
Lemak kasar ( % ) * 6,42 6,42 6,32
Kalsium ( % ) * 0,84 0,71 0,76
Fosfor Tersedia ( % ) * 0,63 0,62 0,66
Lisin ( % ) ** 0,58 0,85 1,11
Metionin ( % ) ** 0,26 0,34 0,42
EM (Kkal/kg) ** 2751,15 2757,10 2757,45
*) Perhitungan Berdasarkan Hasil Analisis
**) Perhitungan Berdasarkan Tabel Wahju (1992).
Tabel 2. Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum dan Berat Badan (umur 12 – 20 minggu)
Ransum Perlakuan
Parameter T1 (12 %) T2 (15 %) T3 (18 %)
Konsumsi Ransum (g) 71,03 a 76,34 b 77,44 c
a b
Konsumsi Protein (g/ekor/hari) 8,57 11,51 13,98 c
Konsumsi Energi (Kkl/ekor/hari) 195,38 a 210,73 b 213,53 c
Pertambahan Berat Badan (g/ekor/hari) 9,75 a 10,17 ab 10,44 b
Konversi Ransum 7,30 a 7,52 a 7,43 a
Huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P < 0,05).
The Effect of Dietary Protein Levels in Medium Type of Pullet (Suprijatna and Natawihardja) 35
Tabel 3. Pengaruh Perlakuan Terhadap Pertumbuhan Organ Reproduksi Saat Peneluran Pertama.
Ransum Perlakuan
Parameter T1 (12 %) T2 (15 %) T3 (18 %)
Berat Relatif Ovarium (%) 3,19 a 3,86 b 3,73 b
a b
Berat Relatif Oviduk (%) 2,12 2,61 2,62 b
Jumlah Folikel Dewasa (butir) 7,63 a 8,94 b 8,95 b
a a
Jumlah Folikel Belum Dewasa (butir) 9,31 10,31 9,88 a
Huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P < 0,05).
fase pendewasaan (‘yellow yolk’) dan berat badan awal peneluran dan berat badan saat awal peneluran
saat awal peneluran serta umur awal peneluran (Tabel (P < 0,05). Meningkatnya taraf protein ransum
3), tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap folikel mengakibatkan awal peneluran yang nyata lebih dini
yang belum memasuki fase pendewasaan (‘white pada T3 (137,50 hari), dibandingkan T2 (141,73 hari)
yolk’). dan T1 (145,42 hari). Awal peneluran yang lebih dini
Pertumbuhan ovarium terutama terjadi karena dicapai pada berat badan yang nyata lebih rendah
adanya pertumbuhan folikel yang menjadi dewasa (P < 0,05) pada T3 (1556,90 g) dibandingkan T2
(‘yolk’). Pertumbuhan yolk berlangsung karena (1577,33 g) dan T1 (1592,15 g).
meningkatnya penimbunan lipoprotein (Gilbert, Terbatasnya konsumsi protein pada saat
1971). Oleh karena itu meningkatnya taraf protein periode pertumbuhan dapat mengakibatkan awal
ransum mengakibatkan meningkatnya konsumsi peneluran terhambat karena terlambatnya
protein sehingga terjadi peningkatan pertumbuhan pertumbuhan jaringan dan terbatasnya persediaan
overium dan folikel (Robinson et al., 1993). Ayam cadangan material untuk pembentukan telur pertama
yang memperoleh taraf protein tinggi (T3 dan T2) (Leeson dan Summers, 1991; Yu et al., 1992; Forbes
memiliki ovarium dan oviduk nyata lebih berat (P < dan Shariatmadari, 1994; Etches, 1996).
0,05) dibandingkan ayam yang memperoleh taraf Pada saat awal peneluran, walaupun berat
protein rendah (T1). badan T3 lebih rendah tetapi pada saat itu telah
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa mencapai kondisi tubuh lebih dewasa yang
taraf protein ransum tidak berpengaruh nyata ditunjukkan dengan kandungan protein tubuh yang
terhadap folikel yang belum dewasa (‘white yolk’). lebih tinggi sehingga telah mencapai kebutuhan
Hal ini sebagai akibat bahwa folikel yang belum untuk berlangsungnya peneluran pertama.
dewasa tersusun dari lemak netral. Setelah Sementara pada saat itu ayam yang memperoleh taraf
berkembang mencapai hirarki tertentu barulah terjadi protein rendah belum cukup dewasa karena belum
deposisi protein dan berkembang menjadi folikel mencapai kebutuhan protein tubuh guna tercapainya
dewasa (‘yellow yolk’). Oleh karena itu taraf protein peneluran pertama. Oleh karena itu saat peneluran
ransum tidak berpengaruh terhadap jumlah folikel pertama mundur sampai tercapai kandungan protein
yang belum dewasa. tubuh telah mencukupi untuk berlangsungnya
peneluran, tetapi dengan timbunan lemak abdomen
Performan Saat Awal Peneluran yang meningkat, sehingga berat badan meningkat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa taraf
protein ransum berpengaruh nyata terhadap umur
Kualitas Telur Saat Awal Peneluran lebih dini dengan berat badan yang lebih
Hasil penelitian menunjukkan bahwa taraf rendah namun tidak berdampak buruk
protein ransum tidak berpengaruh nyata (P > 0,05) kepada kualitas telur.
terhadap kualitas telur pada saat pubertas, kecuali Dari kesimpulan diatas dapat disarankan
Haugh Unit menunjukkan perbedaan nyata ( P < 0,05). bahwa :
Taraf protein yang tinggi (T3) nyata memiliki Haugh 1. Pada saat periode pertumbuhan umur 12-
Unit lebih baik dibandingkan taraf protein rendah 18 minggu dianjurkan digunakan taraf
(T1), sedangkan taraf protein yang sedang (T2) tidak protein tidak kurang dari 15 %
menunjukkan perbedaan baik dengan T1 maupun 2. Walaupun secara biologis pengaruh
T3. peningkatan taraf protein menunjukkan
Pada saat peneluran pertama walaupun pada pengaruh yang positif, tetapi perlu diamati
taraf protein tinggi dicapai pada umur yang lebih pula lebih lanjut mengenai dampaknya
muda dan berat badan lebih rendah tetapi tidak terhadap performan setelah memasuki
berdampak kepada menurunnya kualitas telur. Hal periode produksi, sehingga dapat
ini sebagai akibat kondisi tubuh yang telah cukup dipertanggung jawabkan secara ekonomis.
dewasa yang ditandai dengan tercapainya berat
badan optimal yang terdiri dari komponen non lemak DAFTAR PUSTAKA
dan telah tercapainya cadangan material guna
pembentukkan telur. Etches, R.J. 1996. Reproduction in Poultry.
Komponen utama telur adalah protein. Oleh University Press. Cambridge.
karena itu konsumsi protein sangat menentukan
besar telur maupun kekentalan telur (Scot et al., Forbes, J.M. and F. Shariatmadari. 1994. Diet
1982). Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa selection by poultry. Worl’s Poultry Sci. J.
penelitian terdahulu bahwa taraf protein ransum yang 50:7-24.
meningkat mengakibatkan meningkatnya protein
albumen terutama albumen kental sehingga Gardner, F.A.. and L.C. Young. 1972. The influence
berdampak kepada peningkatan nilai Haugh Unit of dietary protein and energy levels on the
(Gardner dan Young, 1972; Kling et al, 1985; Leeson protein and lipid content of the Henss egg.
dan Caston, 1997). Poultry Sci. 49: 1687-1692.
The Effect of Dietary Protein Levels in Medium Type of Pullet (Suprijatna and Natawihardja) 37
Leeson, S. and L. Caston. 1997. A problem with Robinson, F.E., J.L. Wilson, M.U. Yu, G.M. Fasenko
characteristics of the thin albumen in laying and R.T. Hardin. 1993. The relatioship
hens. Poultry Sci. 76: 1332-1336. between body weight and reproductive
eficiency in meat type chickens. Poultry Sci.
McMillan, I., R.W. Fairfull, R.S. Gowe and J.S. 72: 912-922.
Gavora. 1990. Evidence for genetic
improvement of layer stock of chickens during Scott, M.L., M.C. Nesheim and R.J. Young. 1982.
1950-80. World’s Poultry Sci. J. 46:235-245. Nutrition of the Chicken. M.L. Scott and
Assiciate. Ithaca. New York.
National Research Council. 1984. Nutrient Summers, J.D. and S. Leeson. 1994. Laying hens
Requirements of Poultry. 8 th. Rev. Ed. performance as influence by protein intake to
National Academy of Science. Washington sixteen weeks of age and body weight at point
D.C. of lay. Poultry Sci. 73: 495-501.
National Research Council. 1994. Nutrient Yu, M.W., F.E. Robinson, R.G. Charles and R.
Requirements of Poultry. 9 th. Rev. Ed. Weingard. 1992. Effect of feed allowance
National Academy of Science. Washington during rearing and breeding on female Broiler
D.C. breeders. 2. Ovarian morphology and
production. Poultry Sci. 71: 1750-1761.
North, M.O. and D.B. Bell. 1990. Commercial
Chickens Production Manual. Avi Publishing
Company, Inc. Westport. Connecticut.