Anda di halaman 1dari 19

Faktor genetik dan psikososial untuk adiksi benzodiazepin.

Analisis berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan


oleh penulis dalam kelompok individu yang mempunyai
adiksi terhadap benzodiazepin dan tidak adiksi terhadap
benzodiazepin.

Ringkasan
Tujuan: Terlepas dari kenyataan bahwa potensi kecanduan zat benzodiazepin (BDZ)
telah diketahui dari waktu yang lama, nyatanya zat kecanduan benzodiazepin masih
menjadi masalah umum untuk para psikiater. Etiologi dari kecanduan zat
benzodiazepin sangat kompleks. Di antara faktor-faktor risiko, jalannya pengobatan,
status demografis dan faktor psikologis dari pasien sendiri tampaknya memainkan
peranan penting. Tujuan dari dilaksanakanya penelitian ini adalah untuk menyelidiki
faktor psikologis dan genetik antara pecandu zat benzodiazepin dan bukan pecandu
zat benzodiazepin.
Metode: Penelitian ini melakukan studi analisis kohort dari 120 orang yang diobati
dengan benzodiazepin dibagi menjadi dua kelompok: pecandu benzodiazepin dan
pengguna benzodiazepin yang tidak kecanduan (kelompok kontrol). Dalam kedua
kelompok ini kami mengukur polimorfisme genetik GABA A2 dan MAOA. Dalam
kedua kelompok ini juga dilakukan beberapa pengukuran psikometri - kami
menyelidiki tingkat depresi, tingkat kecemasan, fitur kepribadian dan gaya coping
dominan menggunakan Beck Depression Scale, Hamilton Anxiety Scale, Five Factors
Personality Inventory NEO-FFI dan The Coping Inventory for Stressfu Situations
[4,10,17,36,41,44].
Hasil: Terdapat beberapa faktor risiko psikologis dan situasional untuk kecanduan
benzodiazepin seperti neurotisisme yang tinggi, introversi dan kurangnya kemampuan
untuk melepaskan ketegangan melalui cara interpersonal, gaya coping emosional
yang dominan dan akumulasi dari peristiwa pengalaman hidup yang kritis selama
masa kanak-kanak hingga dewasa. Latar belakang genetik masih tetap akan di teliti
lebih lanjut.
Kesimpulan: Latar belakang genetik dari kecanduan benzodiazepin (BDZ) masih
mejadi bidang yang akan di teliti lebih lanjut

Kata Kunci: Adiksi, Benzodiazepin, Etiologi, Genetik

Pendahuluan
Ketergantungan dan kecanduan adalah istilah yang menggambarkan fenomena yang
sama tetapi memiliki konotasi yang sedikit berbeda. Istilah "ketergantungan"
membawa konotasi biologis yang lebih besar sementara istilah kecanduan lebih
terkait dengan dorongan psikologis. Menyadari aspek fisiologis yang kuat dari
ketergantungan benzodiazepin, dalam penelitian ini kami mencoba untuk
menganalisis gangguan penggunaan benzodiazepin sebagai fenomena yang sangat
kompleks dan multifaktorial, jadi kami memutuskan untuk menggunakan istilah
kecanduan agar lebih menggambarkan kompleksitas psikologis dari isu tersebut.
Karena efek BDZ seperti sedasi, penenang, relaksasi otot dan anti-kejang, obat-obatan
benzodiazepin banyak digunakan di berbagai cabang ilmu kedokteran. Sejak pertama
kali diperkenalkan pada tahun 1960, popularitas benzodiazepin berkembang pesat
mencapai puncaknya pada tahun 1970 ketika diazepam menjadi obat yang paling
sering diresepkan di Amerika Serikat [6]. Tingkat kesadaran akan risiko kecanduan
benzodiazepin tumbuh bersamaan dengan meningkatnya prevalensi. Tidak hanya
kemungkinan kecanduan yang diperhatikan tetapi juga konsekuensi negatif lain dari
penggunaan zat benzodiazepin jangka panjang seperti gangguan fungsi kognitif, jatuh
(khususnya pada pasien lansia), kecelakaan mobil dan perkembangan toleransi
[27,37]. Dalam pertimbangan tersebut, pedoman sementara merekomendasikan
penggunaan jangka pendek zat benzodiazepin dan hanya untuk indikasi tertentu. Para
peneliti mencatat kemungkinan mencegah kecanduan dengan menerapkan
benzodiazepin untuk jangka yang pendek yaitu 2-4 minggu [2,3]. Terlepas dari
pengetahuan ini, kecanduan benzodiazepin masih berpengaruh terhadap sekelompok
besar pasien [6,25,45,46]. Sejauh ini penyebab kecanduan benzodiazepin masih
minim diketahui. Terlepas dari durasi pengobatan, perbedaan individual dalam
kerentanan terhadap obat ini masih diamati pada pasien yang berbeda. Faktor risiko
umum penyebab ketergantungan adalah: perjalanan pengobatan (durasi, dosis yang
diterapkan, keadaan awal pengobatan), peristiwa dalam hidup, kurangnya intervensi
yang adekuat, serta penyalahgunaan alkohol dan zat psikoaktif lainnya. Beberapa
peneliti menunjukkan faktor risiko tambahan seperti jenis kelamin perempuan, lansia
dan disfungsi somatik terkait [1,4]. Beberapa laporan terbaru menunjukkan
kerentanan yang lebih tinggi terhadap kecanduan benzodiazepin di kalangan orang
dewasa di bawah usia 65 tahun dibandingkan dengan mereka yang berusia di atas 65
[16]. Faktor psikologis yang paling sering sebagai predisposisi kecanduan
benzodiazepin adalah gangguan cemas, depresi, neurotisisme, serta gangguan
kepribadian tipe borderline, histrionik dan antisosial [13,14,40]. Namun, dalam
praktek klinisnya, kecanduan benzodiazepin diamati pada sekelompok besar pasien
tanpa gangguan kepribadian. Oleh karena itu pertanyaannya tetap tentang sifat
kepribadian yang lebih halus yang cenderung menjadi kecanduan.

Sejauh ini fokus dari kebanyakan penelitian adalah mengenai latar belakang genetik
dari kecanduan alkohol. Berkaitan dengan kecanduan benzodiazepin, faktor resiko
kecanduan masih menjadi lading untuk diteliti lebih lajut. Dalam penelitian ini kami
mengasumsikan terjadinya kecenderungan genetik tertentu untuk kecanduan
benzodiazepin. Untuk mengisolasi gen kandidat yang mungkin terlibat dalam
predisposisi kecanduan benzodiazepin, kami memfokuskan analisis kami pada
mekanisme efek benzodiazepin dan pada penelitian serupa dengan tema kecanduan
alkohol. Dua polimorfisme dipilih: GABA A subunit alpha 2 dan gen metabolisme
katekolamin MAO A, 30 bp pada daerah promotor. Alasan untuk memilih
polimorfisme GABA A dan MAO A untuk analisis ini adalah hubungan potensial
mereka dengan kecanduan dan kecemasan.

Reseptor GABA A merupakan situs pengikatan zat benzodiazepin. Gamma-


aminobutyric acid (GABA) memainkan peran penting dalam sistem saraf pusat
sebagai neurotransmitter inhibitor utama di otak dan sumsum tulang belakang. GABA
A sebagai sistem penghambatan adalah target aktivitas benzodiazepin. Reseptor
GABA (A) terdapat pada seluruh bagian otak, sebagian besar di ganglia basalis,
serebelum, sumsum tulang belakang dan sistem limbik. Mereka terdiri dari α1-6, β1-
3, γ1-3, δ, ε, θ, π, ρ1-3 subunit dan memiliki saluran ion CL [30,32]. Aktivasi saluran
kloral oleh Gamma-aminobutyric acid menyebabkan masuknya ion-ion CL, sebagai
hasilnya terjadi hiperpolarisasi pada membran sel postsinaps dan meningkatnya
ambang aktivasi untuk neurotransmitter di susunan saraf pusat. Hasilnya adalah daya
tahan membrane sel terhambat. Interaksi antara obat benzodiazepin dan reseptor
GABA didasarkan pada mekanisme berikut: Reseptor memiliki tempat untuk
pengikatan GABA serta beberapa situs di mana GABA dimediasi, termasuk situs
pengikatan untuk benzodiazepin (antara subunit α dan γ dari reseptor yang kompleks).
Benzodiazepin secara tidak langsung mempengaruhi saluran kanal CL dari reseptor
GABA (A) dengan mengintensifkan respon terhadap GABA. Aktivasi
neurotransmitter menyebabkan penghambatan yang berlebihan untuk keadaan
kecemasan atau insomnia. Sejauh ini, hubungan antara subunit berbeda dari gen
polimorfisme GABA (A) dan gangguan tertentu seperti alkoholisme, skizofrenia,
gangguan cemas atau gangguan afektif telah dibuktikan [21]. Penelitian yang
dilakukan pada tikus mengarah pada kesimpulan bahwa reseptor GABAA2, tersebar
luas dalam sistem limbik, memediasi efek anxiolytik dari benzodiazepin [26]. Telah
dipastikan bahwa varian alpha-2 dari reseptor Gamma-aminobutyric acid subunit tipe
A (GABAA 2) berkaitan dengan risiko kecanduan alcohol, begitu juga dengan
subunit β1 reseptor GABA (A) [18, 23, 30]. Polimorfisme gen yang mengkodekan
reseptor subunit α2 telah dikaitkan dengan kecanduan alkohol dan polytoxicomania
[11]. Beberapa laporan menunjukkan bahwa GABA2 tidak hanya mempengaruhi
potensi kecanduan dengan meningkatkan kepekaan terhadap efek alkohol tetapi juga
memainkan peran penting dalam meningkatkan kerentanan terhadap kecanduan zat
lainnya [24]. Telah ditemukan juga bahwa subunit α2 dari reseptor GABA (A)
merupakan target kerja dari zat benzodiazepin. Tes laboratorium pada tikus
menunjukkan bahwa tikus dengan mutasi GABA2 menjadi tidak sensitif terhadap
efek anxiolitik diazepam dengan desensitasi subunit α2 ke obat, tetapi tetap sensitif
terhadap efek sedatif dari diazepam. Pengenalan mutasi serupa pada gen GABA 3
tidak memodulasi aksi anxiolitik dari diazepam. Studi ini menunjukkan bahwa
subunit α2 dari reseptor GABA (A) bersifat mendasar untuk aksi anxiolitik [18].
Polimorfisme reseptor GABAA 2 279826 sering disebut di antara polimorfisme lain
karena terkait dengan kerentanan terhadap kecanduan alkohol [9,22]. Maka dari itu,
polimorfisme khusus ini menjadi fokus dalam penelitian ini.

Monoamine oxidase A (MAO A) merupakan enzim pengukur seperti halnya


dopamine, norepinefrin dan serotonin, yang memainkan peran penting dalam sistem
saraf pusat, temperamen modulasi, tingkat kecemasan dan depresi. Ditemukan bahwa
tingkat MAOA rendah di korteks prefrontal berkaitan dengan agresi yang meningkat,
kondisi ketakutan dan berkurangnya perilaku eksplorasi sosial. Polimorfisme gen
MAOA terletak di kromosom X dikaitkan dengan perilaku impulsif dan agresif,
gangguan kepribadian antisosial, defisit perhatian, gangguan cemas dan kecanduan
[19]. Hasil diperoleh dari sukarelawan yang sehat digunakan untuk meneliti hubungan
antara ciri-ciri kepribadian dan MAOA sebagai semacam kontinum. Sedangkan, pada
satu sisi dari kontinum sifat-sifat seperti pertimbangan / wawasan ditemukan, agresi /
impulsif ditempatkan di sisi lain. Demikian juga, hubungan antara tingkat MAOA
yang tinggi dan kemampuan adaptasi yang lebih baik ditunjukkan pada orang yang
sehat [39]. Ada beberapa laporan tentang hubungan antara peristiwa kehidupan yang
merugikan dan genotipe, menunjukkan pengaruh MAOA tidak hanya pada regulasi
sementara emosi tetapi juga pada proses perubahan pengalaman emosional [28].
Telah dibuktikan bahwa interaksi antara pengalaman kurang baik pada masa kanak-
kanak dan varian gen MAOA adalah prediktor perilaku antisosial dan alkoholisme.
Demikian pula, interaksi timbal balik antara tingka stress anak usia dini dan varian
dari gen transporter serotonin adalah prediktor penyalahgunaan alkohol pada monyet
dan depresi pada manusia [12]. Dengan mempertimbangkan laporan tersebut, kami
memilih polimorfisme MAOA sebagai calon gen yang secara potensial terkait dengan
kerentanan terhadap kecanduan benzodiazepin.

Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Departemen dan Klinik Psikiatri, Universitas Kedokteran
Pomeranian pada tahun 2008-2011, studi kohort 120 orang yang diobati dengan
benzodiazepin. Para peserta dibagi menjadi dua kelompok: kelompok yang telah
diteliti sebelumnya kecanduan benzodiazepin dan kelompok kontrol, orang-orang
yang pernah ditatalaksana dengan benzodiazepin di masa lalu tetapi tidak menunjukan
gejala kecanduan kepada mereka. Diagnosis atau kriteria eksklusi kecanduan
benzodiazepin dibuat oleh psikiater melalui wawancara terstruktur. Diagnosis
ditegakkan sesuai dengan kriteria klasifikasi ICD-10 yaitu klasifikasi untuk sindrom
ketergantungan:
• keinginan yang kuat atau rasa paksaan untuk menggunakan benzodiazepin;
• kesulitan dalam mengendalikan penggunaan benzodiazepin dalam hal onset,
terminasi, atau tingkat penggunaannya;
• keadaan penarikan fisiologis ketika penggunaan benzodiazepin telah berhenti atau
berkurang, sebagaimana dibuktikan oleh: sindrom penarikan karakteristik; atau
penggunaan zat yang sama (atau terkait erat) dengan maksud
menghilangkan atau menghindari gejala penarikan;
• Gejala toleransi obat, seperti peningkatan dosis
benzodiazepin
diperlukan untuk mencapai efek yang awalnya diproduksi oleh dosis yang lebih
rendah;
 Pengabdian secara progresif terhadap kesenangan atau minat alternative karena
penggunaan benzodiazepin, meningkatkan jumlah waktu yang diperlukan untuk
memperoleh atau pulih dari dampaknya
• Tetap menggunakan benzodiazepin meskipun ada bukti yang jelas dari konsekuensi
yang berbahaya, seperti kerusakan pada hati melalui minum berlebihan, keadaan
perasaan depresi setelah periode penggunaan zat berat, atau kerusakan fungsi kognitif
terkait obat; upaya harus dilakukan untuk menentukan bahwa pengguna benar-benar,
atau dapat diharapkan, menyadari sifat dan tingkat kerusakan [29].

Ada atau tidak adanya ketergantungan dan kecanduan benzodiazepin adalah


perbedaan mendasar antara kedua kelompok. Kelompok-kelompok dibedakan untuk
parameter demografi: masing-masing grup berisi 40 wanita dan 20 pria; usia rata-rata
adalah 53,27 dalam kelompok yang diteliti dan 54,12 pada kelompok kontrol. Para
peserta adalah dari kebangsaan Polandia, ras Kaukasia, dan berusia di atas 18 tahun.

Kesulitan selama perekrutan kelompok yang diteliti adalah kriteria jenis kelamin,
karena di antara banyaknya pasien dengan kecanduan benzodiazepin, pasien berjenis
kelamin wanita menunjukan angka yang lebih tinggi daripada laki-laki. Fenomena ini
sesuai dengan pengamatan klinis lainnya dan data yang menegaskan bahwa sementara
populasi pecandu alkohol didominasi oleh pria sedangkan diagnosis kecanduan BDZ
jauh lebih sering pada wanita. Beberapa peneliti mendapati wanita lanjut usia dengan
masalah hidup yang rumit menunjukan angka pemakaian benzodiazepin yang tinggi
[5]. Sumber yang berbeda melaporkan bahwa kecanduan benzodiazepin diamati pada
wanita lebih sering daripada pada pria dengan perandingan 2:1 [34]. Tidak ada
perbedaan yang signifikan secara statistik dalam kelompok yang diteliti berkaitan
dengan tingkat pendidikan, aktivitas pekerjaan, hal keluarga (hidup sendiri atau
berkeluarga). Diagnosis pada kelompok yang diteliti, disamping dari ketergantungan
benzodiazepin, adalah: gangguan cemas, gangguan kecemasan-depresi campuran (n =
28) dan gangguan adaptif (n-18), gangguan panik (n = 11), gangguan somatik (n = 3) ,
dan pada kelompok yang kecanduan 3 peserta didiagnosis dengan gangguan
kepribadian (1 - gangguan kepribadian histrionik, 1 - gangguan kepribadian emosi
tidak stabil, 1 - gangguan kepribadian paranoid). Kriteria eksklusi penelitian ini
adalah: kecanduan zat selain benzodiazepin, alkohol atau nikotin, adanya gejala putus
obat, psikosis skizofrenik, gangguan cemas atau gejala depresi berat dan gangguan
kognitif pada demensia.

Semua peserta di tes laboratorium terlebih dahulu setelah setuju dengan informed
consent, diikuti oleh tes psikometri. Protokol penelitian telah di setujui oleh Komisi
Bioetika dari Universitas Kedokteran Pomeranian. Rekrutmen berlangsung di bangsal
psikiatri umum, bangsal harian dan klinik rawat jalan di Klinik Psikiatri dan juga di
unit perawatan medis umum di Szczecin. DNA yang digunakan untuk analisis
diisolasi dari sampel darah atau air liur yang diambil pada kedua kelompok. Analisis
polimorfisme dites menggunakan polymerase chain reaction in real time (Real-time
PCR). Untuk setiap polimorfisme yang diteliti, the Hardy-Weinberg equilibrium test
telah dilakukan (http: \\ linkage.rockefeller.edu/soft). Dukungan finansial untuk
penelitian ini disediakan oleh hibah ilmiah MNiSW no. N N 402466640.

Tujuan dari tes psikometri adalah untuk menentukan tingkat depresi dan impulsif, dan
untuk mengidentifikasi gaya koping yang mendominasi dan adanya peristiwa
kehidupan yang kritis sebelum kecanduan benzodiazepin. Data tentang pengobatan
benzodiazepin pertama kali (keadaan, dosis awal, durasi) dicatat dalam wawancara
terstruktur. Peneliti membuat kuesioner terstruktur yang berisi 57 pertanyaan
(pertanyaan tertutup dan terbuka) yang berkaitan dengan data demografi, pengalaman
hidup, peristiwa traumatik, keadaan perawatan benzodiazepin dan sikap peserta
terhadap benzodiazepin. Keadaan inisiasi pengobatan benzodiazepinn dan dosis
benzodiazepin rata-rata yang diterapkan selama pengobatan pertama ditunjukkan pada
Tabel 1. Tes Mann Whitey U untuk dosis BDZ pada awal tatalaksana. P<0,05
Jumlah
Jumlah
Ranking N Grup
Ranking N Grup
Group Z P yang di
Grup Kontrol
yang di invetigasi
Kontrol
investigasi

Dosis 3001.500 1654.500 2.497413 0.012511 55 41

Tabel 2. Tatalaksana awal benzodiazepin pada grup candu benzodiazepin dan grup
kontrol
Keadaan
tatalaksana Adiksi Grup Adiksi Grup
P
benzodiazepin BDZ Kontrol BDZ Kontrol
pertama kali
Nomer Individu %

Reaksi
4 6 6.67 10.00 0.2553
Kehilangan

Kekerasan
12 3 20.00 5.00 0.0072
Domestik

Masalah
8 16 13.33 26.67 0.0351
Keluarga

Masalah pada
9 3 15.00 5.00 0.0352
kerjaan
Berhenti
6 1 10.00 1.67 0.0270
minum alkohol

Untuk menilai fitur psikologis peserta, metode psikometrik seperti Hamilton Anxiety
Rating Scale [18], State-Trait Anxiety Inventory [36,41], Beck Depression Inventory
[4], Five-Factor Personality Inventory [44], dan Coping Inventory for Stressful
Situations [10]. Hasil penilaian psikometri menunjukkan beberapa perbedaan antara
kelompok peserta yang kecanduan dan tidak kecanduan dalam kecenderungan
kepribadian mereka, gaya koping, peristiwa kehidupan dan juga dalam pengobatan
benzodiazepin:

• Pertama, terbukti bahwa faktor-faktor yang terkait dengan pengobatan seperti dosis
tinggi, durasi panjang, keadaan khusus yang mengarah pada kebutuhan penggunaan
dan juga menggunakan benzodiazepin tanpa konsultasi medis merupakan faktor risiko
penting untuk menjadi kecanduan.
• Faktor kepribadian yang menyebabkan kecanduan termasuk neurotisisme tinggi,
introversi dan kurangnya kemampuan untuk melepaskan ketegangan melalui kontak
interpersonal, gaya koping emosional yang mendominasi dan jarang menggunakan
strategi gaya koping sesuai dengan prosedur.
• Akumulasi tinggi kejadian-kejadian kehidupan kritis selama masa kanak-kanak
hingga dewasa mungkin juga menjadi faktor predisposisi dari kecanduan.

Kesimpulan di atas sudah secara komprehensif dituangkan dalam artikel


"Psychosocial characteristics of benzodiazepin addicts compared to not addicted
benzodiazepin users" dalam Neuro-Psychopharma-cology & Psikiatri biologi [20].

Dosis harian benzodiazepin diterapkan selama perawatan pertama


Untuk analisis statistik, dosis benzodiazepin diceritakan menurut unit konversi 10 mg
diazepam (lihat: http://hyperreal.info/node/3210#ixz- z1kNJPEdDM).
Hasil
Berkenaan dengan polimorfisme GABA tidak ada perbedaan antara kelompok
kecanduan dan kelompok kontrol. Untuk pasien di kedua kelompok genotipe A / G
lebih banyak dan genotipe G / G adalah yang kurang sering (Tabel 3). Kontribusi
genotip tertentu dari gen GABA pada kedua kelompok adalah serupa, terlepas dari
tingkat kecemasan yang diukur oleh Skala Hamilton. Jenis GABA (A) tidak
mempengaruhi baik dosis obat dalam pengobatan pertama atau jumlah sumber obat
selama perawatan lebih lanjut. Suatu hubungan diamati antara genotipe dan tingkat
neurotisisme, yang biasanya lebih tinggi pada orang dengan A / A dan lebih rendah
pada orang dengan varian genotipe A / G (Tabel 4). Berkenaan dengan gaya koping,
individu dengan genotype A / G lebih sering menerapkan gaya coping tugas
berorientasi dibandingkan dengan mereka dengan genotipe A / A atau G / G (Tabel
5). Namun, asosiasi gen GABA (A) dan gaya coping tidak membedakan kelompok
pecandu benzodiazepin dengan cara apa pun.

Tabel 3. Genotipe GABRA pada golongan candu BDZ dan grup kontrol
Genotipe
Grup n p
A/A A/G G/G
56 18 (32) 27 (48) 11 (20)
Adiksi BDZ
p=0.806

Grup 58 19 (33) 25 (43) 14 (24)


Kontrol

Tabel 4. Tingkat neurotisisme dan Genotipe GABRA


Skor A/G A/A G/G Total
Rendah 18 7 6 31

% 34.62% 18.92%

Rata-Rata 5 4 3 12
% 9.62% 10.81%

Tinggi 29 26 16 71

% 55.77% 70.27%

52 37 25 114
Total

Tabel 5. Hasil dari Gaya Koping task oriented dan Genotipe GABRA
Skor A/G A/A G/G Total

20 24 16 60
Rendah

% 38.46% 64.86%

23 9 5 37
Rata-Rata

% 44.23% 24.32%

9 4 4 17
Tinggi

% 17.31% 10.81%

52 37 25 114
Total
Polimorfisme Monoamine Oxidase (MAO-A)
Tidak dutemukan adanya hubungan antara genotipe MAO-A dan terjadinya
kecanduan benzodiazepin. Keduanya, dalam kelompok kecanduan dan dalam
kelompok kontrol, genotip yang terlihat adalah 4/4 dari gen MAO-A. Telah diakui,
heterozigot 3/4 MAO-A lebih sering terdapat pada kelompok pecandu daripada
kelompok kontrol, tetapi perbedaan ini tidak signifikan secara statistik (Tabel 6).

Tabel 6. Genotipe MAO-A pada Candu BDZ dan grup kontrol


Genotipe

Grup 3/4
4/4 3/3 P
n n (%)
n(%) n(%)

27 (46) 12 (20) 20 (34)


Adiksi BDZ 59
p=0.281

Grup 36 (60) 8 (13) 16 (27)


60
Kontrol

Terjadinya genotip tertentu dari gen MAO-A dianalisis dalam kaitannya dengan fitur
yang dipilih dan fenomena psikososial seperti tingkat kecemasan, kecenderungan
untuk mendapatkan obat dari berbagai sumber, kecenderungan untuk menggunakan
dosis yang lebih tinggi dan pengalaman kegagalan tatalaksana pada masa kanak-
kanak.

Dalam kedua kelompok peserta dengan tingkat kecemasan yang tinggi diukur dengan
the Hamilton Anxiety Scale, genotipe yang berlaku adalah 4/4 MAO-A, sedangkan
genotipe 3/3 MAO-A lebih sering dutemukan di antara orang tanpa gejala kecemasan.
Tabel 7. Hasil Skala Hamilotn dan Genotipe MAO-A
Tidak ada Cemas rata-
MAO A Cemas Sedang N
cemas rata
3/3 14 (21%) 5 (12%) 1 20

3/4 17 (25%) 15 (35%) 4 36

4/4 37 (54%) 23 (53%) 3 63

Total 68 43 8 119

Tabel 8. Jumlah Sumber Obat Benzodiazepin dan Genotipe MAO-A

Jumlah
3/3 3/4 4/4 Total
Sumber

3 (5%) 4
0 0 1 (3%)

26 (72%) 50 (79%) 92
1 16

7 (19%) 6 (10%) 15
2 2

4 (6%) 8
3 2 2 (6%)

36 63
Total 20 119
Analisis kecenderungan untuk mendapatkan obat dari berbagai sumber yang berbeda
menunjukkan bahwa pada kedua kelompok individu dengan genotipe 3/4 MAO-A
diperoleh obat benzodiazepin dari dua sumber hampir dua kali lebih sering daripada
individu dengan genotipe 4/3 (Tabel 8).

Beberapa hubungan ditemukan antara genotipe dan karakter kepribadian yang


dianalisis dengan kuesioner NEO-FFI. Didapati bahwa individu dengan genotipe 3/3
memiliki skor yang lebih tinggi dalam skala neurotisisme dibandingkan individu
dengan genotipe 4/4 yang biasanya dicirikan oleh skor rata-rata dalam skala tersebut

Tabel 9. Tingkat Neurotisisme dan Genotipe MAO-A


Skor 3/3 ¾ 4/4 Total
10 (28%) 16 (25%) 31
Rendah 5

7 (19%) 5 (8%)
Rata-Rata 1 13

19 (53%) 42 (67%)
Tinggi 14 75

36 63
Total 20 119

Karena sejumlah besar 3/3 homozigot pengamatan tersebut harus diperlakukan


dengan hati-hati. Ada hubungan yang signifikan antara genotipe MAO-A dan tingkat
ekstraversi. Individu dengan genotipe 3/3 mempunyai ciri ekstraversi yang tinggi.
Genotip 4/4 lebih sering dikaitkan dengan introversi yang tinggi daripada kelompok
genotip lainnya (Tabel 10).
Tabel 10. Tingkat Ekstraversi dan Genotipe MAO-A
Skor 3/3 ¾ 4/4 Total
16 (44%) 38 (60%) 60
Rendah 6

14 (39%) 12 (19%) 32
Rata-Rata 6

6 (17%) 13 (21%) 27
Tinggi 8

36 63 119
Total 20

Berkenaan dengan gaya koping, orang dengan genotype MAO-A 3/3 dan 4/4 lebih
jarang menerapkan gaya koping, menggunakan gaya koping emosional lebih sering,
sedangkan orang dengan genotipe 3/4 lebih sering menggunakan gaya koping yang
berorientasi dan lebih jarang gaya koping dengan orientasi emosi. Analisis statistik,
bagaimanapun tidak menemukan adanya korelasi yang signifikan antara genotipe
MAO-A dengan skor dalam skala Gaya Berorientasi Emosi (Tabel 11 dan 12).

Tabel 11. Hasil Gaya Koping Task Oriented dan Genotipe MAO-A
Skor 3/3 ¾ 4/4 Total
37 (59%)
14 (39%) 63
Rendah 12

17 (47%) 17 (27%) 39
Rata-Rata 5

5 (14%) 9 (14%) 17
Tinggi 3

36 63 119
Total 20
Tabel 12. Hasil Gaya Koping Emosional dan Genotipe MAO-A
Skor 3/3 ¾ 4/4 Total
18 (29%)
14 (39%) 36
Rendah 4

6 (17%) 19 (30%) 34
Rata-Rata 9

16 (44%) 26 (41%) 49
Tinggi 7

36 63 119
Total 20

Pada analisis ini tidak ditemukan adanya korelasi antara polimorfisme gen MAO-A
dan pengalaman kekerasan fisik atau psikologis di masa kanak-kanak. Tidak ada
perbedaan signifikan yang ditemukan antara kelompok genotipe MAO-A berkaitan
dengan dosis selama pengobatan benzodiazepin yang pertama.

Pembahasan
Tidak ada satu pun dari gen yang diselidiki menentukan terjadinya kecanduan atau
kurangnya kecanduan. Dalam kedua kelompok yang diselidiki terdapat pengaruh
akibat genetik teridentifikasi yang bertanggung jawab atas terjadinya konstelasi ciri
kepribadian tertentu dan gaya yang berfungsi, tetapi tidak membedakan kelompok
yang diteliti.

Genotipe MAO-A 4/4 baik pada individu yang kecanduan dan tidak kecanduan
dikaitkan dengan tingkat kecemasan dan introversi yang lebih tinggi, pada waktu
yang sama dengan jumlah kecil sumber obat benzodiazepin. Individu dengan genotipe
MAO-A 3/3 lebih sering menunjukkan kurangnya gejala cemas dan ditandai dengan
ekstraversi yang lebih tinggi. Tidak ditemukan adanya perbedaan antara kelompok
genotip MAO-A dalam dosis harian benzodiazepin yang diterapkan selama
pengobatan pertama kali. Baik, dalam kelompok individu yang kecanduan dan dalam
kelompok kontrol genotip yang berlaku dari gen MAO-A adalah 4/4. Laporan
sebelumnya menegaskan bahwa genotipe ini lebih sering terjadi pada individu dengan
kerentanan yang lebih tinggi terhadap gangguan cemas (gangguan panik dan
gangguan cemas umum) [33]. Deckert dkk. [8] digambarakan hubungan antara
serangan panik dan polimorfisme MAO-A dengan alel yang lebih panjang (3a, 4 dan
5) lebih aktif daripada alel 3. Dalam penelitian ini, genotype MAO-A 3/3 lebih sering
terlihat pada individu yang tidak menunjukkan gejala cemas apapun. Hasil tersebut
konsisten dengan laporan sebelumnya di mana 3/3 / genotip dikaitkan dengan ekspresi
gen MAO-A yang lebih ringan, yang menyebabkan metabolisme katekolamin lebih
lambat (Sabol dan Hamer, 1998). Laporan lain menunjukkan bahwa aktivitas yang
lebih rendah dari MAOA alel 3 menentukan kerentanan yang lebih tinggi terhadap
perilaku antisosial karena kurangnya rasa takut [32].

Pada kedua kelompok, hubungan antara polimorfisme gen MAO-A dan pengalaman
kekerasan pada masa kanak-kanak diselidiki. Beberapa peneliti mengalihkan
perhatian mereka ke interaksi antara penganiayaan di masa kanak-kanak dan varian
MAO-A gen sebagai prediktor perilaku antisosial kemudian [7,12]. Hasil penelitian
Caspie menunjukkan bahwa faktor modulatory untuk efek penganiayaan adalah
polimorfisme fungsional dari gen penyandi mono-oksidase. Anak-anak dengan
genotipe yang menghasilkan ekspresi MAO-A yang tinggi, yang menjadi korban
penganiayaan, tidak sering menunjukkan ciri kepribadian antisosial dalam kehidupan
dewasa nanti [38]. Analisis membuktikan bahwa genotipe dapat memodifikasi
kepekaan seorang anak terhadap tindakan agresif lingkungan sosialnya. Dalam
penyelidikan ini kami mencoba untuk mengetahui apakah pengaruh modulasi MAO-
A pada efek penganiayaan mungkin relevan juga untuk penyalahgunaan dan
kecanduan benzodiazepin dalam kehidupan dewasa. Meskipun, analisis itu tidak
menunjukkan asosiasi semacam itu, kita harus mempertimbangkan faktor-faktor yang
terkait dengan gender. Dalam penelitian Caspie, kelompok yang diteliti adalah pria,
sementara dalam penelitian ini mayoritas partisipan adalah wanita. Kami juga tidak
menyertakan individu dengan fitur kepribadian antisosial yang kuat. Ada
kemungkinan bahwa analisis serupa yang dilakukan pada sampel yang lebih besar
atau pada populasi yang lebih beragam dapat menghasilkan data yang berbeda.

Genotipe GABRA tidak membedakan kelompok yang diteliti. Baik dalam kelompok
pecandu maupun dalam kelompok kontrol, individu dengan genotipe A / A dicirikan
oleh neurotisme yang lebih tinggi dan gaya koping emosional sebelumnya. Observasi
tersebut konsisten dengan kesimpulan sebelumnya dan data literatur yang
menunjukkan bahwa orang neurotik jarang ada yang menerapkan mekanisme koping
berdasarkan tugas dan pasien wanita dengan depresi mengatasi stres sebagian besar
menggunakan strategi koping emosional [38,40].

Data saat ini menyimpulkan bahwa individu dengan genotipe A / G dari gen GABRA
lebih sering dicirikan oleh fleksibilitas yang lebih tinggi dalam mekanisme koping
sementara kehadiran genotipe A / A sering dikaitkan dengan penggunaan gaya koping
emosional yang kaku.

penelusuran lebih lanjut pada peran reseptor GABAA tertentu menunjukkan peran
signifikan dari subunit α1 dalam ketergantungan fisik pada benzodiazepin [15].

Kesimpulan
Hasil investigasi psikometri disajikan lebih mendalam di tempat lain [20]
memberikan beberapa informasi tentang faktor risiko psikososial yang mengakibatkan
kecanduan benzodiazepin, tes genetik kami tidak menunjukan hubungan antara
polimorfisme dan kecanduan BDZ. Tak satu pun dari gen yang diselidiki ditunjukkan
sebagai penentu kecanduan. Beberapa data menunjukan kecenderungan genetik untuk
beberapa fitur dan fungsi kepribadian. Namun, predisposisi tidak membedakan
kelompok yang diteliti. Beberapa hubungan dari polimorfisme yang dianalisis dengan
ciri-ciri kepribadian tertentu, seperti extraversi, tingkat kecemasan dan gaya koping
mendominasi, ditemukan pada kedua kelompok yang diselidiki. Genotipe MAO-A
4/4 pada orang yang kecanduan serta kontrol dikaitkan dengan tingkat kecemasan dan
introver yang lebih tinggi dan dengan jumlah sumber obat yang lebih sedikit. Individu
dengan genotipe MAO-A 3/3 lebih sering mengungkapkan kurangnya gejala
kecemasan dan introversi tinggi. Tidak ada hubungan yang ditemukan antara
polimorfisme gen MAOA dan tingkat impulsivitas. Hasilnya menunjukkan tidak ada
perbedaan dalam dosis harian obat benzodiazepin yang diaplikasikan pada perawatan
pertama. Genotipe GABAA tidak terdiferensiasi dalam kelompok yang diteliti. Baik
kelompok subjek yang kecanduan dan individu yang tidak kecanduan dengan
genotipe A / A dicirikan oleh neurotisme yang lebih tinggi dan gaya koping
emosional yang mendominasi.

dalam praktek klinis sehari-hari, dokter yang meresepkan benzodiazepin dapat


meminimalkan risiko kecanduan dengan mengikuti rekomendasi dosis aman dan
durasi pengobatan serta dengan mengidentifikasi setiap fitur individu atau faktor
situasional, yang diakui sebagai faktor risiko. Dalam proses menilai fitur kepribadian
pada pasien, kerja sama dengan psikolog mungkin dapat di pikirkan. Pencarian untuk
latar belakang genetik kecanduan benzodiazepin masih merupakan bidang penelitian
ilmiah yang terus berkembang. Mempertimbangkan hasil penelitian ini, kami
berharap bahwa latar belakang genetik untuk kecanduan benzodiazepin mungkin
didasarkan pada mekanisme yang berbeda dari kecanduan alkohol.

Anda mungkin juga menyukai