Journal Reading Ketergantungan Benzodiazepin
Journal Reading Ketergantungan Benzodiazepin
Ringkasan
Tujuan: Terlepas dari kenyataan bahwa potensi kecanduan zat benzodiazepin (BDZ)
telah diketahui dari waktu yang lama, nyatanya zat kecanduan benzodiazepin masih
menjadi masalah umum untuk para psikiater. Etiologi dari kecanduan zat
benzodiazepin sangat kompleks. Di antara faktor-faktor risiko, jalannya pengobatan,
status demografis dan faktor psikologis dari pasien sendiri tampaknya memainkan
peranan penting. Tujuan dari dilaksanakanya penelitian ini adalah untuk menyelidiki
faktor psikologis dan genetik antara pecandu zat benzodiazepin dan bukan pecandu
zat benzodiazepin.
Metode: Penelitian ini melakukan studi analisis kohort dari 120 orang yang diobati
dengan benzodiazepin dibagi menjadi dua kelompok: pecandu benzodiazepin dan
pengguna benzodiazepin yang tidak kecanduan (kelompok kontrol). Dalam kedua
kelompok ini kami mengukur polimorfisme genetik GABA A2 dan MAOA. Dalam
kedua kelompok ini juga dilakukan beberapa pengukuran psikometri - kami
menyelidiki tingkat depresi, tingkat kecemasan, fitur kepribadian dan gaya coping
dominan menggunakan Beck Depression Scale, Hamilton Anxiety Scale, Five Factors
Personality Inventory NEO-FFI dan The Coping Inventory for Stressfu Situations
[4,10,17,36,41,44].
Hasil: Terdapat beberapa faktor risiko psikologis dan situasional untuk kecanduan
benzodiazepin seperti neurotisisme yang tinggi, introversi dan kurangnya kemampuan
untuk melepaskan ketegangan melalui cara interpersonal, gaya coping emosional
yang dominan dan akumulasi dari peristiwa pengalaman hidup yang kritis selama
masa kanak-kanak hingga dewasa. Latar belakang genetik masih tetap akan di teliti
lebih lanjut.
Kesimpulan: Latar belakang genetik dari kecanduan benzodiazepin (BDZ) masih
mejadi bidang yang akan di teliti lebih lanjut
Pendahuluan
Ketergantungan dan kecanduan adalah istilah yang menggambarkan fenomena yang
sama tetapi memiliki konotasi yang sedikit berbeda. Istilah "ketergantungan"
membawa konotasi biologis yang lebih besar sementara istilah kecanduan lebih
terkait dengan dorongan psikologis. Menyadari aspek fisiologis yang kuat dari
ketergantungan benzodiazepin, dalam penelitian ini kami mencoba untuk
menganalisis gangguan penggunaan benzodiazepin sebagai fenomena yang sangat
kompleks dan multifaktorial, jadi kami memutuskan untuk menggunakan istilah
kecanduan agar lebih menggambarkan kompleksitas psikologis dari isu tersebut.
Karena efek BDZ seperti sedasi, penenang, relaksasi otot dan anti-kejang, obat-obatan
benzodiazepin banyak digunakan di berbagai cabang ilmu kedokteran. Sejak pertama
kali diperkenalkan pada tahun 1960, popularitas benzodiazepin berkembang pesat
mencapai puncaknya pada tahun 1970 ketika diazepam menjadi obat yang paling
sering diresepkan di Amerika Serikat [6]. Tingkat kesadaran akan risiko kecanduan
benzodiazepin tumbuh bersamaan dengan meningkatnya prevalensi. Tidak hanya
kemungkinan kecanduan yang diperhatikan tetapi juga konsekuensi negatif lain dari
penggunaan zat benzodiazepin jangka panjang seperti gangguan fungsi kognitif, jatuh
(khususnya pada pasien lansia), kecelakaan mobil dan perkembangan toleransi
[27,37]. Dalam pertimbangan tersebut, pedoman sementara merekomendasikan
penggunaan jangka pendek zat benzodiazepin dan hanya untuk indikasi tertentu. Para
peneliti mencatat kemungkinan mencegah kecanduan dengan menerapkan
benzodiazepin untuk jangka yang pendek yaitu 2-4 minggu [2,3]. Terlepas dari
pengetahuan ini, kecanduan benzodiazepin masih berpengaruh terhadap sekelompok
besar pasien [6,25,45,46]. Sejauh ini penyebab kecanduan benzodiazepin masih
minim diketahui. Terlepas dari durasi pengobatan, perbedaan individual dalam
kerentanan terhadap obat ini masih diamati pada pasien yang berbeda. Faktor risiko
umum penyebab ketergantungan adalah: perjalanan pengobatan (durasi, dosis yang
diterapkan, keadaan awal pengobatan), peristiwa dalam hidup, kurangnya intervensi
yang adekuat, serta penyalahgunaan alkohol dan zat psikoaktif lainnya. Beberapa
peneliti menunjukkan faktor risiko tambahan seperti jenis kelamin perempuan, lansia
dan disfungsi somatik terkait [1,4]. Beberapa laporan terbaru menunjukkan
kerentanan yang lebih tinggi terhadap kecanduan benzodiazepin di kalangan orang
dewasa di bawah usia 65 tahun dibandingkan dengan mereka yang berusia di atas 65
[16]. Faktor psikologis yang paling sering sebagai predisposisi kecanduan
benzodiazepin adalah gangguan cemas, depresi, neurotisisme, serta gangguan
kepribadian tipe borderline, histrionik dan antisosial [13,14,40]. Namun, dalam
praktek klinisnya, kecanduan benzodiazepin diamati pada sekelompok besar pasien
tanpa gangguan kepribadian. Oleh karena itu pertanyaannya tetap tentang sifat
kepribadian yang lebih halus yang cenderung menjadi kecanduan.
Sejauh ini fokus dari kebanyakan penelitian adalah mengenai latar belakang genetik
dari kecanduan alkohol. Berkaitan dengan kecanduan benzodiazepin, faktor resiko
kecanduan masih menjadi lading untuk diteliti lebih lajut. Dalam penelitian ini kami
mengasumsikan terjadinya kecenderungan genetik tertentu untuk kecanduan
benzodiazepin. Untuk mengisolasi gen kandidat yang mungkin terlibat dalam
predisposisi kecanduan benzodiazepin, kami memfokuskan analisis kami pada
mekanisme efek benzodiazepin dan pada penelitian serupa dengan tema kecanduan
alkohol. Dua polimorfisme dipilih: GABA A subunit alpha 2 dan gen metabolisme
katekolamin MAO A, 30 bp pada daerah promotor. Alasan untuk memilih
polimorfisme GABA A dan MAO A untuk analisis ini adalah hubungan potensial
mereka dengan kecanduan dan kecemasan.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Departemen dan Klinik Psikiatri, Universitas Kedokteran
Pomeranian pada tahun 2008-2011, studi kohort 120 orang yang diobati dengan
benzodiazepin. Para peserta dibagi menjadi dua kelompok: kelompok yang telah
diteliti sebelumnya kecanduan benzodiazepin dan kelompok kontrol, orang-orang
yang pernah ditatalaksana dengan benzodiazepin di masa lalu tetapi tidak menunjukan
gejala kecanduan kepada mereka. Diagnosis atau kriteria eksklusi kecanduan
benzodiazepin dibuat oleh psikiater melalui wawancara terstruktur. Diagnosis
ditegakkan sesuai dengan kriteria klasifikasi ICD-10 yaitu klasifikasi untuk sindrom
ketergantungan:
• keinginan yang kuat atau rasa paksaan untuk menggunakan benzodiazepin;
• kesulitan dalam mengendalikan penggunaan benzodiazepin dalam hal onset,
terminasi, atau tingkat penggunaannya;
• keadaan penarikan fisiologis ketika penggunaan benzodiazepin telah berhenti atau
berkurang, sebagaimana dibuktikan oleh: sindrom penarikan karakteristik; atau
penggunaan zat yang sama (atau terkait erat) dengan maksud
menghilangkan atau menghindari gejala penarikan;
• Gejala toleransi obat, seperti peningkatan dosis
benzodiazepin
diperlukan untuk mencapai efek yang awalnya diproduksi oleh dosis yang lebih
rendah;
Pengabdian secara progresif terhadap kesenangan atau minat alternative karena
penggunaan benzodiazepin, meningkatkan jumlah waktu yang diperlukan untuk
memperoleh atau pulih dari dampaknya
• Tetap menggunakan benzodiazepin meskipun ada bukti yang jelas dari konsekuensi
yang berbahaya, seperti kerusakan pada hati melalui minum berlebihan, keadaan
perasaan depresi setelah periode penggunaan zat berat, atau kerusakan fungsi kognitif
terkait obat; upaya harus dilakukan untuk menentukan bahwa pengguna benar-benar,
atau dapat diharapkan, menyadari sifat dan tingkat kerusakan [29].
Kesulitan selama perekrutan kelompok yang diteliti adalah kriteria jenis kelamin,
karena di antara banyaknya pasien dengan kecanduan benzodiazepin, pasien berjenis
kelamin wanita menunjukan angka yang lebih tinggi daripada laki-laki. Fenomena ini
sesuai dengan pengamatan klinis lainnya dan data yang menegaskan bahwa sementara
populasi pecandu alkohol didominasi oleh pria sedangkan diagnosis kecanduan BDZ
jauh lebih sering pada wanita. Beberapa peneliti mendapati wanita lanjut usia dengan
masalah hidup yang rumit menunjukan angka pemakaian benzodiazepin yang tinggi
[5]. Sumber yang berbeda melaporkan bahwa kecanduan benzodiazepin diamati pada
wanita lebih sering daripada pada pria dengan perandingan 2:1 [34]. Tidak ada
perbedaan yang signifikan secara statistik dalam kelompok yang diteliti berkaitan
dengan tingkat pendidikan, aktivitas pekerjaan, hal keluarga (hidup sendiri atau
berkeluarga). Diagnosis pada kelompok yang diteliti, disamping dari ketergantungan
benzodiazepin, adalah: gangguan cemas, gangguan kecemasan-depresi campuran (n =
28) dan gangguan adaptif (n-18), gangguan panik (n = 11), gangguan somatik (n = 3) ,
dan pada kelompok yang kecanduan 3 peserta didiagnosis dengan gangguan
kepribadian (1 - gangguan kepribadian histrionik, 1 - gangguan kepribadian emosi
tidak stabil, 1 - gangguan kepribadian paranoid). Kriteria eksklusi penelitian ini
adalah: kecanduan zat selain benzodiazepin, alkohol atau nikotin, adanya gejala putus
obat, psikosis skizofrenik, gangguan cemas atau gejala depresi berat dan gangguan
kognitif pada demensia.
Semua peserta di tes laboratorium terlebih dahulu setelah setuju dengan informed
consent, diikuti oleh tes psikometri. Protokol penelitian telah di setujui oleh Komisi
Bioetika dari Universitas Kedokteran Pomeranian. Rekrutmen berlangsung di bangsal
psikiatri umum, bangsal harian dan klinik rawat jalan di Klinik Psikiatri dan juga di
unit perawatan medis umum di Szczecin. DNA yang digunakan untuk analisis
diisolasi dari sampel darah atau air liur yang diambil pada kedua kelompok. Analisis
polimorfisme dites menggunakan polymerase chain reaction in real time (Real-time
PCR). Untuk setiap polimorfisme yang diteliti, the Hardy-Weinberg equilibrium test
telah dilakukan (http: \\ linkage.rockefeller.edu/soft). Dukungan finansial untuk
penelitian ini disediakan oleh hibah ilmiah MNiSW no. N N 402466640.
Tujuan dari tes psikometri adalah untuk menentukan tingkat depresi dan impulsif, dan
untuk mengidentifikasi gaya koping yang mendominasi dan adanya peristiwa
kehidupan yang kritis sebelum kecanduan benzodiazepin. Data tentang pengobatan
benzodiazepin pertama kali (keadaan, dosis awal, durasi) dicatat dalam wawancara
terstruktur. Peneliti membuat kuesioner terstruktur yang berisi 57 pertanyaan
(pertanyaan tertutup dan terbuka) yang berkaitan dengan data demografi, pengalaman
hidup, peristiwa traumatik, keadaan perawatan benzodiazepin dan sikap peserta
terhadap benzodiazepin. Keadaan inisiasi pengobatan benzodiazepinn dan dosis
benzodiazepin rata-rata yang diterapkan selama pengobatan pertama ditunjukkan pada
Tabel 1. Tes Mann Whitey U untuk dosis BDZ pada awal tatalaksana. P<0,05
Jumlah
Jumlah
Ranking N Grup
Ranking N Grup
Group Z P yang di
Grup Kontrol
yang di invetigasi
Kontrol
investigasi
Tabel 2. Tatalaksana awal benzodiazepin pada grup candu benzodiazepin dan grup
kontrol
Keadaan
tatalaksana Adiksi Grup Adiksi Grup
P
benzodiazepin BDZ Kontrol BDZ Kontrol
pertama kali
Nomer Individu %
Reaksi
4 6 6.67 10.00 0.2553
Kehilangan
Kekerasan
12 3 20.00 5.00 0.0072
Domestik
Masalah
8 16 13.33 26.67 0.0351
Keluarga
Masalah pada
9 3 15.00 5.00 0.0352
kerjaan
Berhenti
6 1 10.00 1.67 0.0270
minum alkohol
Untuk menilai fitur psikologis peserta, metode psikometrik seperti Hamilton Anxiety
Rating Scale [18], State-Trait Anxiety Inventory [36,41], Beck Depression Inventory
[4], Five-Factor Personality Inventory [44], dan Coping Inventory for Stressful
Situations [10]. Hasil penilaian psikometri menunjukkan beberapa perbedaan antara
kelompok peserta yang kecanduan dan tidak kecanduan dalam kecenderungan
kepribadian mereka, gaya koping, peristiwa kehidupan dan juga dalam pengobatan
benzodiazepin:
• Pertama, terbukti bahwa faktor-faktor yang terkait dengan pengobatan seperti dosis
tinggi, durasi panjang, keadaan khusus yang mengarah pada kebutuhan penggunaan
dan juga menggunakan benzodiazepin tanpa konsultasi medis merupakan faktor risiko
penting untuk menjadi kecanduan.
• Faktor kepribadian yang menyebabkan kecanduan termasuk neurotisisme tinggi,
introversi dan kurangnya kemampuan untuk melepaskan ketegangan melalui kontak
interpersonal, gaya koping emosional yang mendominasi dan jarang menggunakan
strategi gaya koping sesuai dengan prosedur.
• Akumulasi tinggi kejadian-kejadian kehidupan kritis selama masa kanak-kanak
hingga dewasa mungkin juga menjadi faktor predisposisi dari kecanduan.
Tabel 3. Genotipe GABRA pada golongan candu BDZ dan grup kontrol
Genotipe
Grup n p
A/A A/G G/G
56 18 (32) 27 (48) 11 (20)
Adiksi BDZ
p=0.806
% 34.62% 18.92%
Rata-Rata 5 4 3 12
% 9.62% 10.81%
Tinggi 29 26 16 71
% 55.77% 70.27%
52 37 25 114
Total
Tabel 5. Hasil dari Gaya Koping task oriented dan Genotipe GABRA
Skor A/G A/A G/G Total
20 24 16 60
Rendah
% 38.46% 64.86%
23 9 5 37
Rata-Rata
% 44.23% 24.32%
9 4 4 17
Tinggi
% 17.31% 10.81%
52 37 25 114
Total
Polimorfisme Monoamine Oxidase (MAO-A)
Tidak dutemukan adanya hubungan antara genotipe MAO-A dan terjadinya
kecanduan benzodiazepin. Keduanya, dalam kelompok kecanduan dan dalam
kelompok kontrol, genotip yang terlihat adalah 4/4 dari gen MAO-A. Telah diakui,
heterozigot 3/4 MAO-A lebih sering terdapat pada kelompok pecandu daripada
kelompok kontrol, tetapi perbedaan ini tidak signifikan secara statistik (Tabel 6).
Grup 3/4
4/4 3/3 P
n n (%)
n(%) n(%)
Terjadinya genotip tertentu dari gen MAO-A dianalisis dalam kaitannya dengan fitur
yang dipilih dan fenomena psikososial seperti tingkat kecemasan, kecenderungan
untuk mendapatkan obat dari berbagai sumber, kecenderungan untuk menggunakan
dosis yang lebih tinggi dan pengalaman kegagalan tatalaksana pada masa kanak-
kanak.
Dalam kedua kelompok peserta dengan tingkat kecemasan yang tinggi diukur dengan
the Hamilton Anxiety Scale, genotipe yang berlaku adalah 4/4 MAO-A, sedangkan
genotipe 3/3 MAO-A lebih sering dutemukan di antara orang tanpa gejala kecemasan.
Tabel 7. Hasil Skala Hamilotn dan Genotipe MAO-A
Tidak ada Cemas rata-
MAO A Cemas Sedang N
cemas rata
3/3 14 (21%) 5 (12%) 1 20
Total 68 43 8 119
Jumlah
3/3 3/4 4/4 Total
Sumber
3 (5%) 4
0 0 1 (3%)
26 (72%) 50 (79%) 92
1 16
7 (19%) 6 (10%) 15
2 2
4 (6%) 8
3 2 2 (6%)
36 63
Total 20 119
Analisis kecenderungan untuk mendapatkan obat dari berbagai sumber yang berbeda
menunjukkan bahwa pada kedua kelompok individu dengan genotipe 3/4 MAO-A
diperoleh obat benzodiazepin dari dua sumber hampir dua kali lebih sering daripada
individu dengan genotipe 4/3 (Tabel 8).
7 (19%) 5 (8%)
Rata-Rata 1 13
19 (53%) 42 (67%)
Tinggi 14 75
36 63
Total 20 119
14 (39%) 12 (19%) 32
Rata-Rata 6
6 (17%) 13 (21%) 27
Tinggi 8
36 63 119
Total 20
Berkenaan dengan gaya koping, orang dengan genotype MAO-A 3/3 dan 4/4 lebih
jarang menerapkan gaya koping, menggunakan gaya koping emosional lebih sering,
sedangkan orang dengan genotipe 3/4 lebih sering menggunakan gaya koping yang
berorientasi dan lebih jarang gaya koping dengan orientasi emosi. Analisis statistik,
bagaimanapun tidak menemukan adanya korelasi yang signifikan antara genotipe
MAO-A dengan skor dalam skala Gaya Berorientasi Emosi (Tabel 11 dan 12).
Tabel 11. Hasil Gaya Koping Task Oriented dan Genotipe MAO-A
Skor 3/3 ¾ 4/4 Total
37 (59%)
14 (39%) 63
Rendah 12
17 (47%) 17 (27%) 39
Rata-Rata 5
5 (14%) 9 (14%) 17
Tinggi 3
36 63 119
Total 20
Tabel 12. Hasil Gaya Koping Emosional dan Genotipe MAO-A
Skor 3/3 ¾ 4/4 Total
18 (29%)
14 (39%) 36
Rendah 4
6 (17%) 19 (30%) 34
Rata-Rata 9
16 (44%) 26 (41%) 49
Tinggi 7
36 63 119
Total 20
Pada analisis ini tidak ditemukan adanya korelasi antara polimorfisme gen MAO-A
dan pengalaman kekerasan fisik atau psikologis di masa kanak-kanak. Tidak ada
perbedaan signifikan yang ditemukan antara kelompok genotipe MAO-A berkaitan
dengan dosis selama pengobatan benzodiazepin yang pertama.
Pembahasan
Tidak ada satu pun dari gen yang diselidiki menentukan terjadinya kecanduan atau
kurangnya kecanduan. Dalam kedua kelompok yang diselidiki terdapat pengaruh
akibat genetik teridentifikasi yang bertanggung jawab atas terjadinya konstelasi ciri
kepribadian tertentu dan gaya yang berfungsi, tetapi tidak membedakan kelompok
yang diteliti.
Genotipe MAO-A 4/4 baik pada individu yang kecanduan dan tidak kecanduan
dikaitkan dengan tingkat kecemasan dan introversi yang lebih tinggi, pada waktu
yang sama dengan jumlah kecil sumber obat benzodiazepin. Individu dengan genotipe
MAO-A 3/3 lebih sering menunjukkan kurangnya gejala cemas dan ditandai dengan
ekstraversi yang lebih tinggi. Tidak ditemukan adanya perbedaan antara kelompok
genotip MAO-A dalam dosis harian benzodiazepin yang diterapkan selama
pengobatan pertama kali. Baik, dalam kelompok individu yang kecanduan dan dalam
kelompok kontrol genotip yang berlaku dari gen MAO-A adalah 4/4. Laporan
sebelumnya menegaskan bahwa genotipe ini lebih sering terjadi pada individu dengan
kerentanan yang lebih tinggi terhadap gangguan cemas (gangguan panik dan
gangguan cemas umum) [33]. Deckert dkk. [8] digambarakan hubungan antara
serangan panik dan polimorfisme MAO-A dengan alel yang lebih panjang (3a, 4 dan
5) lebih aktif daripada alel 3. Dalam penelitian ini, genotype MAO-A 3/3 lebih sering
terlihat pada individu yang tidak menunjukkan gejala cemas apapun. Hasil tersebut
konsisten dengan laporan sebelumnya di mana 3/3 / genotip dikaitkan dengan ekspresi
gen MAO-A yang lebih ringan, yang menyebabkan metabolisme katekolamin lebih
lambat (Sabol dan Hamer, 1998). Laporan lain menunjukkan bahwa aktivitas yang
lebih rendah dari MAOA alel 3 menentukan kerentanan yang lebih tinggi terhadap
perilaku antisosial karena kurangnya rasa takut [32].
Pada kedua kelompok, hubungan antara polimorfisme gen MAO-A dan pengalaman
kekerasan pada masa kanak-kanak diselidiki. Beberapa peneliti mengalihkan
perhatian mereka ke interaksi antara penganiayaan di masa kanak-kanak dan varian
MAO-A gen sebagai prediktor perilaku antisosial kemudian [7,12]. Hasil penelitian
Caspie menunjukkan bahwa faktor modulatory untuk efek penganiayaan adalah
polimorfisme fungsional dari gen penyandi mono-oksidase. Anak-anak dengan
genotipe yang menghasilkan ekspresi MAO-A yang tinggi, yang menjadi korban
penganiayaan, tidak sering menunjukkan ciri kepribadian antisosial dalam kehidupan
dewasa nanti [38]. Analisis membuktikan bahwa genotipe dapat memodifikasi
kepekaan seorang anak terhadap tindakan agresif lingkungan sosialnya. Dalam
penyelidikan ini kami mencoba untuk mengetahui apakah pengaruh modulasi MAO-
A pada efek penganiayaan mungkin relevan juga untuk penyalahgunaan dan
kecanduan benzodiazepin dalam kehidupan dewasa. Meskipun, analisis itu tidak
menunjukkan asosiasi semacam itu, kita harus mempertimbangkan faktor-faktor yang
terkait dengan gender. Dalam penelitian Caspie, kelompok yang diteliti adalah pria,
sementara dalam penelitian ini mayoritas partisipan adalah wanita. Kami juga tidak
menyertakan individu dengan fitur kepribadian antisosial yang kuat. Ada
kemungkinan bahwa analisis serupa yang dilakukan pada sampel yang lebih besar
atau pada populasi yang lebih beragam dapat menghasilkan data yang berbeda.
Genotipe GABRA tidak membedakan kelompok yang diteliti. Baik dalam kelompok
pecandu maupun dalam kelompok kontrol, individu dengan genotipe A / A dicirikan
oleh neurotisme yang lebih tinggi dan gaya koping emosional sebelumnya. Observasi
tersebut konsisten dengan kesimpulan sebelumnya dan data literatur yang
menunjukkan bahwa orang neurotik jarang ada yang menerapkan mekanisme koping
berdasarkan tugas dan pasien wanita dengan depresi mengatasi stres sebagian besar
menggunakan strategi koping emosional [38,40].
Data saat ini menyimpulkan bahwa individu dengan genotipe A / G dari gen GABRA
lebih sering dicirikan oleh fleksibilitas yang lebih tinggi dalam mekanisme koping
sementara kehadiran genotipe A / A sering dikaitkan dengan penggunaan gaya koping
emosional yang kaku.
penelusuran lebih lanjut pada peran reseptor GABAA tertentu menunjukkan peran
signifikan dari subunit α1 dalam ketergantungan fisik pada benzodiazepin [15].
Kesimpulan
Hasil investigasi psikometri disajikan lebih mendalam di tempat lain [20]
memberikan beberapa informasi tentang faktor risiko psikososial yang mengakibatkan
kecanduan benzodiazepin, tes genetik kami tidak menunjukan hubungan antara
polimorfisme dan kecanduan BDZ. Tak satu pun dari gen yang diselidiki ditunjukkan
sebagai penentu kecanduan. Beberapa data menunjukan kecenderungan genetik untuk
beberapa fitur dan fungsi kepribadian. Namun, predisposisi tidak membedakan
kelompok yang diteliti. Beberapa hubungan dari polimorfisme yang dianalisis dengan
ciri-ciri kepribadian tertentu, seperti extraversi, tingkat kecemasan dan gaya koping
mendominasi, ditemukan pada kedua kelompok yang diselidiki. Genotipe MAO-A
4/4 pada orang yang kecanduan serta kontrol dikaitkan dengan tingkat kecemasan dan
introver yang lebih tinggi dan dengan jumlah sumber obat yang lebih sedikit. Individu
dengan genotipe MAO-A 3/3 lebih sering mengungkapkan kurangnya gejala
kecemasan dan introversi tinggi. Tidak ada hubungan yang ditemukan antara
polimorfisme gen MAOA dan tingkat impulsivitas. Hasilnya menunjukkan tidak ada
perbedaan dalam dosis harian obat benzodiazepin yang diaplikasikan pada perawatan
pertama. Genotipe GABAA tidak terdiferensiasi dalam kelompok yang diteliti. Baik
kelompok subjek yang kecanduan dan individu yang tidak kecanduan dengan
genotipe A / A dicirikan oleh neurotisme yang lebih tinggi dan gaya koping
emosional yang mendominasi.