Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Riwayat Hidup R. Ng. Yosodipuro I


R. Ng. Yosodipuro I masih memiliki garis keturunan dari Kerajaan Pajang.
Beliau adalah putra dari pasangan Raden Tumenggung (R.T.) Padmonegoro dan
Siti Mariyam (Nyi Ageng Padmonegoro). R.T. Padmonegoro pada masa mudanya
adalah prajurit Mataram yang mengikuti Sultan Agung Hanyokrokusumo pada
waktu melawan Kompeni (Belanda). Karena kepandaian dan keberaniannya dalam
masalah perang, beliau dipercaya dan diangkat sebagai Bupati di Pekalongan.
Sejak dalam masa kandungan Nyi Ageng Padmonegoro, Yosodipuro sudah
mengukir sejarah yang berbeda dengan yang lainnya. Sebelum bayi lahir, yang
kelak diberi nama Bagus Banjar sudah memiliki tanda-tanda yang berbeda dengan
bayi lain pada umumnya. Suatu hari di rumah kediamannya yaitu di Desa Pengging,
R.T. Padmonegoro kedatangan sesepuh dari daerah Pedan yang mengaku sebagai
Petinggi Palar yang mengatakan bahwa berdasarkan suatu nujum, kalau ada bayi
yang lahir di hari Jumat Pahing maka akan membawa keberuntungan yang sangat
baik. Kelak di kemudian hari, bayi tersebut akan memiliki kelebihan dari anak yang
lainnya.
Usai subuh, Nyi Ageng Padmonegoro melahirkan seorang bayi laki-laki. R.T.
Padmonegoro sangat gembira dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa,
karena keinginannya untuk mempunyai seorang anak laki-laki akhirnya terkabul.
Bayi itu lahir dalam keadaan masih terbungkus, dan kalung usus. Menurut
kepercayaan, bayi yang pada waktu lahir lehernya berkalung usus, besok kalau
besar akan selalu pantas, serasi, dan luwes dalam mengenakan pakaian. Usus yang
melingkar dibenahi hingga terlepas, lalu dibersihkan.
Bayi mungil yang lahir pada tahun 1729 itu diberi nama Bagus Banjar.
Karena Bagus Banjar lahir pada waktu subuh, maka ia juga dikenal dengan
panggilan Jaka Subuh. Oleh kakeknya, Kyai Kalipah Caripu, bayi tersebut diberi
nama Jaenal Ngalim untuk memperingati nama dari guru R.T. Padmonegoro ketika
di Palembang, yang bernama Kyai Jaenal Abidin. Setelah Banjar kecil menginjak
usia 8 tahun, ia diantarkan Sang ayah ke suatu daerah, yaitu Bagelen, untuk berguru
berbagai macam pengetahuan kepada Kyai Hanggamaya, sahabat karib kakek
Bagus Banjar.
Bagus Banjar mendapatkan pelajaran menulis Jawa, menulis Arab, membaca
buku-buku sastra dan Al-Qur’an, serta menjalani rukun Islam. Bagus Banjar
tergolong cerdas, cakap, dan memiliki ketajaman berpikir. Sehingga, dalam waktu
singkat mampu ia mampu menyelesaikan masa bergurunya. Pelajaran yang berat
dan tinggi pun ia kuasai, seperti ilmu tentang dasar-dasar kebatinan yaitu bertapa
dan melatih kesabaran dengan cara berpuasa mutih selama 40 hari, ngrowot
(berpentang hanya dengan mengkonsumsi sayuran), ngebleng (puasa tidak makan,
minum, dan aktivitas seksual selama 24 jam), ilmu kanuragan, dan lain-lain.
Pada usia 14 tahun, berakhirlah masa bergurunya. Bagus Banjar pulang ke
Pengging dengan membawa berbagai ilmu. Sang Guru berharap pada saat kembali
dalam kehidupan sehari-hari, Bagus Banjar dapat mengaplikasikan ilmu yang telah
dipelajarinya.
Pengabdian Bagus Banjar diawali di Kraton Kartasura, yang pada saat itu
sedang terkena musibah besar, yaitu adanya Perang Cina (Pemberontakan Cina)
tepatnya pada tahun Alip 1667. Bagus Banjar menghadap Sang Prabu, Sri Paduka
Kanjeng Susuhunan Paku Buwono (PB) II, dengan tujuan mengabdikan diri.
Akhirnya, ia pun diterima oleh Sang Prabu. Pengabdiannya telah menunjukkan
kecakapan dan keahlian, terutama dalam bidang sastra. Beliau sangat berjasa bagi
kerajaan, hingga suatu saat Kraton Kartasura mengalami masa-masa pelik akibat
Perang Cina yang harus terpaksa pindah istana. R. Ng. Yosodipuro I pula ikut
berjasa dalam memilihkan tempat baru bagi istana, yaitu di antara Desa Sala dan
Desa Talawangi, tepatnya di sekitar Rawa Kedung Kol. Kelak istana tersebut diberi
nama Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Setelah perpindah Kraton Kartasura ke Desa Sala, Yosodipuro diangkat
menjadi abdi dalem kadipaten dan bertempat tinggal di bekas Kedung Kol (sampai
sekarang kampong tersebut bernama Yosodipuran). Pengabdiannya ini terus
dilakukan sampai pada masa pemerintahan PB IV dengan segala permasalahan
pasang surut di istana.
Pada masa pemerintahan PB IV, diadakan pembaharuan perpustakaan kraton
yang telah lama terbengkelai, tidak terurus akibat perang yang berlarut-larut. R. Ng.
Yosodipuro I memulainya dengan menulis karya sastra sendiri dengan bahasa yang
hidup, sarat dengan makna. Selain itu, menerjemahkan serat-serat karangan
berbahasa Jawa Kuno ke dalam bahasa Jawa Baru, antara lain: Baratayuda,
Ramayana, Arjuna Wiwaha, Harjunasasrabahu, Serat Rama, Serat Dewa Ruci, dan
lain-lain. Beliau juga menerjemahkan karangan berbahasa Arab, seperti Kitab
Menak dan Kitab Ambya.
Selain sebagai seorang pujangga, R. Ng. Yosodipuro I adalah seorang ulama,
ahli strategi, dan pandai berdiplomasi masalah kenegaraan. Beliau sering menjadi
tempat bertanya bagi siapa saja karena sifatnya begitu arif, bijaksana, kata-katanya
lugu, lurus atau suka pada jalan yang benar dan membenci pada hal-hal yang buruk.
Bahkan pendapat-pendapatnya selalu dibutuhkan oleh raja-raja pada masa itu.
Dengan kata lain, beliau sering menjadi penasihat raja. Setelah R. Ng. Yosodipuro
I wafat, beliau dimakamkan di Desa Bendan, Kecamatan Bayudono, Kabupaten
Boyolali.

2.2. Masjid Cipto Mulyo Pengging Boyolali


Masjid Cipto Mulyo adalah salah satu masjid bersejarah di Boyolali, Jawa
Tengah, tepatnya berada di Kawasan Wisata Pengging. Dulu, kawasan ini
merupakan tempat pemandian keluarga Raja Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Sri
Paduka Susuhunan Pakubuwono X. Di tempat ini, keluarga raja sering
menghabiskan waktu untuk bersantai. Oleh karena itu, Pakubuwono X merasa perlu
membangun tempat jujugan (peristirahatan) sekaligus tempat beribadah sesuai
siraman (mandi). Pada Selasa, 24 Jumadil Akhir 1838 Hijriah atau tepatnya tahun
1905 Masehi, Sri Paduka Pakubuwono X mendirikan sebuah masjid yang diberi
nama Masjid Cipto Mulyo, yang berarti menciptakan kemuliaan di dunia dan
akhirat. Nama masjid ini cukup unik karena menggunakan bahasa Jawa yang
berbeda dari kebanyakan masjid yang memakai bahasa Arab. Selain namanya yang
unik, bangunan Masjid Cipto Mulyo juga menampilkan desain Jawa kuno yaitu
berbentuk limasan dan menyerupai pendopo. Masjid ini memiliki 5 pintu utama
yang semuanya terletak di bagian depan bangunan masjid. Di atas setiap pintu
diberi ukiran-ukiran yang disisipkan tulisan “P.B. X” sebagai tanda bahwa masjid
itu dibangun pada masa pemerintahannya. Tulisan seperti ini juga terlihat jelas pada
bagian atas gerbang serambi yang berada di depan masjid.
Pada bagian atas gerbang serambi tersebut juga terdapat tulisan aksara Jawa
Kuno yang bertuliskan “Adegipun Masjid Cipto Mulyo, Selasa Pon, Kaping 24
Jumadil Akhir 1838 Hijrah”. Selain itu, juga terdapat sebuah bedug berukuran
besar yang diletakkan di sisi kanan serambi masjid. Sementara di tengah-tengah
serambi terdapat sebuah tanda arah mata angin yang berfungsi sebagai penunjuk
arah kiblat. Jarum penunjuk arah kiblat ini sengaja dipasang oleh Departemen
Agama Wilayah Jawa Tengah karena posisi bangunan masjid ini memang miring
sekitar 24° ke utara arah kiblat. Oleh karena itu, shaf di dalam masjid ini harus
dibuat miring mengikuti arah kiblat. Kesalahan posisi bangunan masjid ini
kiemungkinan terjadi karena arsitek pembangunan masjid adalah orang Belanda.
Masjid Cipto Mulyo sudah beberapa kali direvonasi, namun hanya bagian
atap dan lantainya saja diganti. Sementara bagian dalam masjid, termasuk pilar dan
tiangnya yang terbuat dari kayu jati tidak diganti karena masih kuat dan muntuk
menjaga nilai sejarah yang terkandung di dalamnya. Demikian pula dengan posisi
arah bangunan masjid yang miring tetap dipertahankan atas instruksi dari pihak
Keraton Surakarta. Hingga saat ini, masjid bersejarah ini masih berdiri kokoh di
Kawasan Wisata Pengging.

2.3. Pancasila Dalam Pendekatan Filsafat : Nilai Nilai Pancasila


Filsafat pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis
dan rasional tentang pancasila dalam bangunan bangsa dan negara Indonesia.
 Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung arti adanya pengakuan dan
keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pencipta alam semesta.
Nilai tersebut dapat dinyatakan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang
religius, bukan bangsa yang atheis. Pengakuan terhadap Tuhan sesuai pada
Pancasila diwujudkan dalam perbuatan taat pada perintah Tuhan dan
menjauhi larangan-Nya sesuai dengan ajaran ataupun tuntutan agama yang
dianutnya. Nilai ketuhanan juga memiliki arti tentang pengakuan terhadap
kebebasan memeluk agama, menghormati kemerdekaan beragama, serta
tidak ada paksaan bahkan diskriminasi antar umat beragama.
 Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab memiliki arti kesadaran sikap dan
perilaku yang sesuai dengan nilai nilai moral dalam hidup bersama atas
tuntutan hati nurani dengan memperlakukan sebagaimana mestinya. Manusia
sudah seharusnya diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya
sebagai makhluk Tuhan yang memiliki derajat yang sama serta hak dan
kewajiban. Dengan adanya sila dan nilai ini dalam Pancasila, Indonesia
mengakui adanya HAM. (Baca Pengertian Ham dan Sejarah HAM).
 Nilai persatuan Indonesia, memiliki makna usaha ke arah bersatu dalam
kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam negara kesatuan
republik Indonesia. Persatuan Indonesia juga mengakui dan menghormati
sepenuhnya kebinekaan (beragaman) yang ada di bangsa Indonesia. Adanya
perbedaan bukanlah sebab perselisihan, akan tetapi sebab untuk menciptakan
kebersamaan.
 Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam
permusyawaratan perwakilan memiliki arti sebagai suatu pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat
melalui lembaga lembaga perwakilan. Berdasarkan hal tersebutlah, diakui
paham demokrasi yang lebih mengutamakan pengambilan keputusan melalui
musyawarah mufakat.
 Nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia memiliki arti sebagai dasar
serta tujuan sehingga tercapai masyarakat madani Indonesia. Masyarakat
madani yang dimaksud dalam Pancasila adalah masyarakat yang adil dan
makmur lahiriah dan batiniah. Oleh sila ini dalam Pancasila, Negara dan
Bangsa Indonesia mengakui bahwa mereka adalah negara Hukum, dimana
dalam hukum semuanya sama dan tetap adil.
2.4. Keterkaitan antara Objek Wisata Religius R. Ng. Yosodipuro/Riwayat
Hidup Yosodipuro dengan Pancasila sebagai Filsafat Negara
Adapun keterkaitan antara Objek Wisata Religius R. Ng. Yosodipuro dengan
Pancasila sebagai Filsafat Negara adalah nilai – nilai kehidupan yang dijalani oleh
R. Ng. Yosodipuro, diantaranya yang pertama Beliau adalah seorang alim ulama
dan juga seorang yang toleran dengan agama lain, hal ini sesuai dengan Nilai
Pancasila sila ke satu yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu beliau adalah seorang
sosok pemimpin yang dipuji/dibanggakan oleh masyarakatnya dikarenakan
kebijaksanaannya dalam memimpin dan sikapnya (Nilai Pancasila sila ke empat).
Yang kedua R. Ng. Yosodipuro adalah seorang yang berkemanusian, adil dan
bijaksana, sesuai dengan nilai Pancasila sila ke dua. Hal ini dibuktikan dengan
pernah ditugaskannya untuk menjadi seorang hakim dalam menyelesaikan suatu
masalah, Dia juga salah satu penentang penjajahan yang dilakukan oleh
VOC/Belanda. Dan dalam pemberontakannya itu sosok R. Ng. Yosodipuro bersatu
dengan masyarakat untuk melawan VOC/Belanda di mana hal ini sesuai dengan
Nilai Pancasila sila ke tiga . Semua pemberontakan itu dilakukan demi satu hal yaitu
keadilan bagi seluruh masyarakatnya yang mencerminkan nilai pada sila ke 5 dari
Pancasila.

3. Keterkaitan antara Masjid Cipto Mulyo Pengging dengan Pancasila


sebagai Filsafat Negara
Adapun kaitan antara Masjid Cipto Mulyo Pengging dengan Pancasila
sebagai Filsafat Negara adalah hasil manifestasi dari cara pengamalan Nilai
Pancasila sila ke satu, yaitu Tuhan Yang Maha Esa oleh Paku Buwono X. Dari
Masjid, masyarakat belajar mengenai agama etika, sopan santun (adab), moral
terbentuk (sila satu dan dua). Dari Masjid, masyarakat berinteraksi sehingga
persatuan umat semakin kuat (sila 3), masyarakat diajarkan untuk patuh/disiplin
mengikuti pemimpin, Dan dari masjid pula, tempat puncak keadilan karena
didalamnya tidak ada perbedaan diantara manusia (semua manusia adalah sama
dimata Allah) (sila ke 5).
BAB III
PENUTUP

2.2. Kesimpulan
1. R.Ng Yosodipuro lahir pada tahun 1729 dengan nama lahir Bagus Banjar
dari pasangan Raden Tumenggung (R.T.) Padmonegoro dan Siti Mariyam
Nyi Ageng Padmonegoro yang masih memiliki garis keturunan dari
Kerajaan Pajang. R. Ng. Yosodipuro merupakan abdi dalem Kraton
Kasunanan Surakarta pada masa pemerintahan Sri Paduka Kanjeng
Susuhunan Paku Buwono II hingga Paku Buwono IV. Selain sebagai
seorang abdi dalem dia juga terkenal sebagai pujangga dengan berbagai
karya sastra yang memiliki gaya bahasa yang hidup, dan sarat dengan
makna. Selain itu, menerjemahkan serat-serat karangan berbahasa Jawa
Kuno ke dalam bahasa Jawa Baru seperti Baratayuda dan Ramayana. Ia juga
dikenal sebagai seorang ulama, ahli strategi, dan pandai berdiplomasi
mengenai masalah kenegaraan.
2. Masjid Cipto Mulyo adalah masjid bersejarah peninggalan Raja Kasunanan
Surakarta Hadiningrat yaitru Sri Paduka Susuhunan Pakubuwono X. Tujuan
didirikannya masjid ini awalnya sebagai tempat peristirahatan dan ibadah
bagi keluarga Raja Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang sering
menghabiskan waktu di pemandian sekitar Wisata Pengging. Masjid ini
dibangun pada Selasa, 24 Jumadil Akhir 1838 Hijriah atau tepatnya tahun
1905 Masehi. Masjid dinamakan Masjid Cipto Mulyo yang berarti memiliki
harapan untuk menciptakan kemuliaan di dunia dan akhirat.
3. Nilai-nilai Pancasila sebagai Sistem Filsafat yang terdapat pada sejarah
kehidupan R. Ng. Yosodipuro dapat dilihat dari sifat dan kepribadiannya
dalam kehidupan sehari-hari. Yosodipuro adalah seorang alim ulama dan
juga seorang yang toleran dengan agama lain, juga merupakan seorang
sosok pemimpin yang dipuji/dibanggakan oleh masyarakatnya karena sifat
kebijaksanaannya dalam memimpin. Selain itu R. Ng. Yosodipuro adalah
seorang yang memiliki rasa kemanusiaan, adil dan bijaksana. Hal ini semua
tentu mencerminkan bagaimana sifat kepribadiannya sesuai dengan nilai-
nilai yang terkandung dalam filsafat Pancasila. Adapun kaitan antara Masjid
Cipto Mulyo Pengging dengan Pancasila sebagai Filsafat Negara adalah
hasil pengamalan Nilai Pancasila sila ke satu, yaitu Tuhan Yang Maha Esa
oleh Paku Buwono X. Masjid dapat dijadikan sebagai pusat peradaban suatu
masyarakat. Dari masjid, masyarakat tentang agama, etika, adab dan moral.
Selain itu masjid juga dapat dijadikan sebagai tempat yang strateguis untuk
membangun persatuan umat. Dari Masjid, masyarakat akan mampu saling
berinteraksi sehingga persatuan umat semakin kuat. Dan tentu hal ini tidak
lain sangat terikat dengan nilai-nilai dari Pancasila.
2.3. Saran
Dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara, hendaknya kita
menyadari dengan sungguh-sungguh bahwa kita sangat membutuhkan Pancasila
sebagai pedoman, acuan dan pegangan di segala aktivitas kita, terutama dalam
menghadapi persoalan-persoalan bangsa yang cukup pelik serta multidimensi di
berbagai sendi kehidupan. Sehingga atas semua permasalahan yang dihadapi, kita
dapat menyelesaikan dan mengatasinya secara lebih dewasa, arif dan bijaksana
demi untuk kesejahteraan dan kebahagiaan anak-anak bangsa Indonesia.
Pengamalan nilai-nilai Pancasila yang dilakukan oleh tokoh-tokoh seperti R.
Ng. Yosodipuro dan Paku Buwono X adalah sebagian kecil dari contoh nyata
penerapan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari yang dapat kita pelajari. Kita
seharusnya berusaha meneladani sifat dan kepribadian beberapa tokoh tersebut dan
diharapkan mampu menginspirasi bagi kita untuk selalu menjadikan Pancasila
sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

Mumpuni Nurhayati, 2008, R. Ng. Yosodipuro Pujangga Dalam Karya Sastra Jawa
Modern, Karya Tulis.
Diambil dari halaman web : https://www.aroengbinang.com/2018/04/masjid-cipto-
mulyo-pengging-boyolali.html pada tanggal 27 November 2018.
Andjar Any. 1980. Raden Ngabehi Ronggowarsito, Apa yang Terjadi? Semarang:
Aneka Ilmu
M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Diambil dari halaman web: http://akucintanusantaraku.blogspot.com/2014/02/
masjid - cipto - mulyo -pengging- untuk.html pada tanggal 27 November 2018

Anda mungkin juga menyukai