Anda di halaman 1dari 8

STUDI GEOKIMIA BATUAN INDUK AKTIF PRA-TERSIER

CEKUNGAN AKIMEUGAH, LEPAS PANTAI PAPUA SELATAN

Yudha Situmorang*, Baharianto Irfree*, Yoga A. Sendjaja1*, Yusi Firmansyah2*


1
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
2
Saka Energi Indonesia

Korespondensi: Yud.situmorang@gmail.com

ABSTRAK
Kebutuhan akan energi fosil di Indonesia selalu bertumbuh setiap tahunnya. Tingkat produksi minyak dan
gas dalam negri tahun ke tahun tidak mampu mengimbangi permintaan akan energy fosil tersebut. Hal ini
disebabkan karena 80% dari produksi minyak dan gas saat ini berasal dari cekungan – cekungan yang ada
di Indonesia kawasan barat. Padahal 71 dari 128 cekungan yang ada di Indonesia berada di wilayah timur
Indonesia. Program eksplorasi yang intensif intensif akan sangat penting untuk menemukan akumulasi
hidrokarbon yang baru khususnya di wilayah Indonesia timur. Cekungan Akimeugah salah satu
cekungan yang berada di wilayah timur Indonesia yang berasosiasi dengan cekungan - cekungan di
Australia yang sudah berproduksi hidrokarbon. Cekungan Akimeugah berkembang sejak Paleozoikum
hingga Tersier. Hasil evaluasi geokimia pada batuan induk pra-tersier formasi Woni – wogi dan Aiduna
menunjukkan kekayaan material organik mencapai 3.45%. Kualitas material organik didominasi oleh tipe
kerogen III (Gas Prone). Kedua formasi ini juga telah memasuki jendela kematangan dengan nilai Ro
0.47% - 1.01% (Belum matang – Akhir Matang). Pemendaman kala neogen, berperan aktif dalam
mematangkan sediment pra-tersier pada cekungan ini. Data ini menunjukkan bahwa Cekungan
Akimeugah memiliki petroleum system yang bekerja dan eksplorasi lebih lanjut dibutuhkan untuk
menemukan cadangan hidrokarbon di cekungan ini.

Kata Kunci : Batuan Induk Aktif, Cekungan Akimeugah, Formasi Woni – wogi, Formasi Aiduna,
Geokimia

ABSTRACT
The need for fossil energy in Indonesia is always increasing every year. The level of oil and gas
production in the country year after year is not able to keep up with the demand for fossil energy. This is
because 80% of oil and gas production are from western Indonesia basin. In fact, 71 of 128 basins in
Indonesia are located in eastern Indonesia. Intensive exploration program will be very important to find
new hydrocarbon accumulation especially in eastern Indonesia. Akimeugah Basin one of basin that
located in the eastern region of Indonesia associated with basins in Australia that already produce
hydrocarbons. Akimeugah Basin develops from Paleozoic to Tertiary. Geochemical study in pre-tertiary
source rock, Woniwogi Fm and Aiduna Fm has organic material quantity up to 3.45%. Kerogen type III
(Gas Prone). These two formation has Ro value of 0.47% - 1.01% (Immature – Late Mature). Neogen
deposition has important role to bury the pre-tertiary sediment so that reach the maturity.These data
showed that Akimeugah basin are already showed a solid indication of working petroleum system and
further exploration stage needed to found hydrocarbon accumulation

Keywords : Active Source rock, Aiduna Fm, Akimeugah Basin, Geochemical, Woni – Wogi Fm

1. PENDAHULUAN Dilihat dari asosiasinya dengan cekungan


disekitarnya, cekungan akimeugah
Cekungan Akimeugah terletak di utara
berasosiasi dengan cekungan – cekungan
basement high (Merauke Ridge) Papua
yang telah berproduksi hidrokatbon
bagian selatan yang memisahkannya dari
Cekungan Arafura ke selatan. Cekungan ini

119
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol.01, No. 02, Oktober 2017: 119-126

diantaranya Cekungan Papua dan cekungan mendorong kegiatan eksplorasi lebih lanjut
– cekungan Australia. di cekungan ini.
Studi geokimia akan memberikan gambaran
terkait batuan induk aktif yang ada di
2. TINJAUAN PUSTAKA
daerah penelitian sehingga dapat
GEOLOGI REGIONAL

Gambar 1. Statigrafi dan Tektonik Cekungan Akimeugah (Harahap, 2012)

Cekungan Akimeugah bermula sebagai mengalami peretakan akibat sebagian


cekungan passive margin, yakni cekungan massa dibagian utaranya mau lepas dan
yang terbentuk oleh rifting di tepi utara bergerak dari Australia. Dalam retakan ini
benua Australia pada saat tepian ini terbentuk horst dan graben yang di dalam

120
Studi Geokimia Batuan Induk Aktif Pra-Tersier Cekungan Akimeugah, Lepas Pantai Papua Selatan
(Yudha Situmorang)

grabennya diendapkan sedimen synrifting adalah batulempung marin berumur Miosen


Paleozoikum dan Mesozoikum. Kemudian, akhir hingga Plio-Pleistosen dan karbonat
saat bagian ini lepas dan menjauh dari lokal yang terendapkan tidak selaras, yaitu
Australia (drifting) diendapkanlah sedimen Formasi Buru.
syn drifting yang umumnya berupa shale
atau batugamping, kejadian ini terjadi 3. METODE
sampai Paleogen.
Penelitian ini dilakukan dengan
Pada umur Neogen, Akimeugah
menggunakan pendekatan geokimia,
berbenturan dengan Central Range of
dimana proses identifikasi batuan induk
Papua (Punggung Papua). Sejak itulah
aktif diawali dengan mengevaluasi
Akimeugah bertipe foreland basin. Passive
kuantitas material organic menggunakan
margin Paleozoikum-Neogen ditekuk
parameter Petter and Cassa, 1994.
masuk ke bawah jalur Banda dan Central
Penentuan kualitas material organik
Range. Kemudian di bagian depan tekukan
menggunakan diagram modifikasi Van
itu (foredeep) diendapkan sedimen bersifat
Krevelen dalam Hunt, 1996. Dan Penentuan
molassic yang merupakan erosional
tingkat kematangan menggunakan
products
parameter Petter and Cassa, 1994.
dari tinggian di dekatnya.Penekukan dan
Data yang digunakan merupakan data
penguburan oleh sedimen molase bagian
geokimia batuan yang terdiri analisis
foredeep passive margin Akimeugah telah
kandungan TOC,Rock-Eval Pyrolisis, dan
mematangkan batuan induk Paleozoik,
pantulan vitrinit (RO).
Mesozoik, atau Paleogen di dalam graben
kemudian migrasi hidrokarbonnya akan
bergerak membalik dari foredeep ke 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
forebulge-nya (bagian ke arah updip dari 4.1dentifikasi Batuan Induk
passive margin yang tak ikut tertekuk Proses identifikasi interval batuan induk
seperti foredeep) secara lateral, atau pada cekungan akimeugah dilakukan pada
bergerak vertikal menuju zone deformasi tiga sumur yaitu YS 1, YS 2, dan YS 3
imbrikasi di wilayah benturan. Kontrol Dimana evaluasi batuan induk berfokus
utama cekungan Akimeugah adalah rifting pada Formasi Woni – Wogi dan Formasi
dan drifting pada Paleozoikum Aiduna
Mesozoikum-Paleogen, dan collision pada
Neogen (Awang Satyana, pada Agus 4.1.1 Kuantitas Material Organik
sabarnas 2011) Identifikasi batuan induk diawali dengan
Cekungan Akimeugah terdiri dari endapan melakukan analisis kuantitas batuan induk
pre – kambrian – tersier (Gambar 1). dan kemampuan menggenerasikan
Batuan dasar terdiri dari Batuan Gabro hidrokatbon. Kuantitas batuan induk dinilai
berumur pra-kambrian dan Batuan dengan melihat nilai total organic content
Metamorf. Diikuti oleh pengendapan (TOC) yang dinyatakan dalam satuan
formasi Dolomit Modio berumur Permian presentase berat dari batuan kering.
dan Formasi Aiduna yang diendapkan Analisis kuantitas batuan induk dilakukan
secara tidak selaras. Kemudian secara dengan cara membuat kurva TOC terhadap
selaras diendapkan diatasnya formasi- kedalaman pada interval masing – masing
formasi klastik Mesozoikum (Formasi formasi, sebagai berikut :
Tipuma, Kopai, Woniwogi, Piniya dan a) Formasi Woni – Wogi
Ekmai), serta beberapa perlapisan karbonat Formasi Woni-wogi pada umur Cretaceous
secara lokal. Diatas Formasi Ekmai, Awal dengan litologi batupasir, batuserpih,
ditindih oleh klastik dan batugamping dan batulanau yang tediri dari sumur YS 1,
berumur Paleosen – Miosen (Waripi, Lower YS 2, dan YS 3 memiliki nilai kandungan
Yawee, Anggota Adi, dan Upper Yawee) material organik yaitu 0.34 wt% – 2.9 wt%
secara tidak selaras. Pengendapan terakhir berdasarkan klasifikasi kandungan material

121
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol.01, No. 02, Oktober 2017: 119-126

organik masuk kedalam kategori Poor – mgHC/g – 6.21 mgHC/g yang masuk dalam
V.Good (Peters dan Cassa, 1994). Dilihat kategori Poor-Good (Peters dan Cassa,
dari kemampuan menggenerasikan 1994). Data ini menunjukkan bahwa
hidrokarbon dengan parameter nilai S1 + formasi ini berpotensi untuk menjadi batuan
S2 (Potential Yield) menunjukkan nilai 0.2 induk (Gambar 2)

Gambar 2. Kandungan TOC Formasi Woni –Wogi dan Kemampuan menggenerasikan


hidrokarbon

b) Formasi Aiduna Dilihat dari kemampuan menggenerasikan


Formasi Aiduna pada umur Permian hidrokarbon menggunakan parameter nilai
dengan litologi batuserpih yang tediri dari S1 + S2 (Potential Yield) dengan nilai 0.33
sumur YS 2 memiliki nilai kandungan mgHC/g – 10.47 mgHC/g masuk kedalam
material organik yaitu 0.39 wt% – 3.45 kategori Poor-V.good (Peters dan Cassa,
wt% berdasarkan klasifikasi kandungan 1994). Data ini menunjukkan bahwa
material organik masuk kedalam kategori formasi ini berpotensi untuk menjadi batuan
Poor – V. Good (Peters dan Cassa, 1994). induk (Gambar 3)

Gambar 3. Kandungan TOC Formasi Aiduna dan Kemampuan menggenerasikan hidrokarbon

122
Studi Geokimia Batuan Induk Aktif Pra-Tersier Cekungan Akimeugah, Lepas Pantai Papua Selatan
(Yudha Situmorang)

4.2 Kualitas Material Organik oksigen (OI). Analisis kualitas material


Kualitas material organik mempengaruhi organik menggunakan nilai Tmax Vs HI,
besar atau tidaknya potensi batuan sedimen sebagai berikut :
menjadi batuan induk, yang diwakili oleh a) Formasi Woni – wogi
tipe kerogen batuan induk. Tipe kerogen Hasil plotting data HI vs Tmax dari 49
dipengaruhi oleh material penyusun dan sampel pada formasi ini menunjukkan
lingkungan pengendapannya. Tipe kerogen bahwa tipe kerogen pada formasi Woni -
juga menentukan produk akhir batuan induk wogi miliki Tipe kerogen II – III
aktif yang berupa minyak, minyak/gas atau (Modifikasi Van Kravelen Diagram dalam
gas. Penentuan tipe kerogen pada penelitian Hunt 1996) yang didominasi oleh kerogen
ini menggunakan plot diagram van tipe III (Gas Prone). Data Tmax
Krevelen yang dimodifikasi. Modifikasi menunjukkan bahwa formasi ini memiliki
yang dilakukan adalah mengganti plot rasio tingkat kematangan belum matang –
H/C terhadap O/C menjadi rasio indeks matang (Gambar 4).
hidrogen (HI) terhadap Tmaks. Hal ini
dilakukan karena sedikitnya analisis yang
mendapatkan data H/C, O/C dan indeks

Gambar 4. Kualitas Formasi Woni - Wogi

b) Formasi Aiduna
Analisis tipe kerogen berdasarkan data HI
Vs Tmaks yang dilakukan pada 22 sample
pada formasi Aiduna menunjukkan formasi
ini mrmiliki tipe kerogen II – III dimana
cenderung akan menghasilkan campuran
minyak dan gas yang didominasi tipe III
(gas). Selain itu berdasarkan data Tmax,
formasi ini telah memasuki jendela
kematangan. Dengan tingkat kematangan
belum matang – matang. (Gambar 5)

Gambar 5. Kualitas Formasi Aiduna

123
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol.01, No. 02, Oktober 2017: 119-126

4.3 Kematangan Ro dilakukan dengan menggabungkan


Analisis kematangan material organik akan keseluruhan sumur sehingga didapat trend
menentukan interval kedalaman (jendela dari nilai kematangan secara regional
kematangan) batuan induk aktif yang (Gambar 6). Hasil analisis nilai Ro
menghasilkan hidrokarbon. Analisis menunjukkan bahwa jendela kematangan
kematangan dilakukan dengan melihat nilai pada cekungan ini adalah kedalaman 7000
reflektansi vitrinit (Ro). Analisis kaki dibawah pemukaan laut. Hal ini
kematangan berdasarkan reflektansi vitrinit membuktikan bahwa Formasi Woni – Wogi
(Ro) didasarkan pada nilai pantulan (Ro) dan juga Formasi Aiduna telah memasuki
yang berasal dari kerogen, khususnya dari jendela kematangan.
vitrinit. Analisis kematangan menggunakan

Gambar 6. Kematangan Regional

4.2 Sejarah Pemendaman Hasil endapan pada kala miosen ini lah
Hasil pemodelan sejarah pemendaman 1D yang memiliki peran dalam mematangkan
pada sumur YS 2 menunjukkan bahwa batuan induk pra-tersier. Dimana kecepatan
kematangan batuan induk terjadi pada umur sedimentasi berlangsung dengan sangat
miosen pada kedalaman 1980 m atau 6500 cepat dikarenakan banyaknya pasokan
kaki (Gambar 7). sedimen hasil erosi dari tinggian yang
terbentuk akibat collusion paka kala neogen
tersebut.

124
Studi Geokimia Batuan Induk Aktif Pra-Tersier Cekungan Akimeugah, Lepas Pantai Papua Selatan
(Yudha Situmorang)

Gambar 7. Sejarah Pemendaman Sumur YS 2

5. KESIMPULAN melaksanakan penelitian ini, terkhusus


kepada :
Hasil identifikasi batuan induk pra-tersier
1. Perusahaan A yang telah
pada Cekungan Akimeugah menunjukkan
memberikan kesempatan dalam
bahwa interval batuan induk formasi Woni
memfasilitasi ketersediaan datanya
– Wogi dan formasi Aiduna memiliki
untuk ilmu pengetahunan
kandungan material organik yang buruk –
2. Baharian Irfree, ST. MT yang telah
baik. Selain itu, kedua formasi ini memiliki
membimbing selama proses
tipe kerogen yang didominasi oleh kerogen
penelitian
type III yang akan cenderung menghasillan
3. Terima kasih kepada dosen
gas dan telah memasuki jendela
Fakultas Teknik Geologi
kematangan. Hal ini menunjukkan bahwa
Universitas Padjadjaran yang telah
formasi woni – wogi dan formasi Aiduna
membimbing penulis dalam
merupakan batuan induk aktif pada
penyelesaian penelitian ini.
cekungan Akimeugah.
Pematangan formasi ini terjadi pada kala
DAFTAR PUSTAKA
miosesn tengah, dimana endapan sedimen
yang banyak dan cepat ini berasal dari
Harahap, B.H. 2012. Tectonostratigraphy
collusion yang terjadi di kala tersebut yang
of the Southern Part of Papua and
berhasil mematangkan batuan induk pra-
Arafura Sea, Eastern Indonesia,
tersier cekungan ini.
Indonesian Journal of Geology, Vol.
7
UCAPAN TERIMAKASIH
Huang, W.Y. dan Meinschein, W.G.
Pada kesempatan kali ini penulis 1979. Sterol as Ecological
mengucapkan terimakasih kepada seluruh Indicators: Petroleum
pihak yang telah membantu dalam Geochemistry. Bandung. Pre-

125
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol.01, No. 02, Oktober 2017: 119-126

Convention short course IAGI : Satyana, A. 2015. Petroleum Geochemistry


Awang H. Satyana 2004. for Exploration and Production of
Hunt, J.M. 1996. Petroleum Geochemistry Conventional and Unconventional
and Geology 2nd Edition, W.H. Hydrocarbons. Short Course: IPA
Freeman and Company, New York. 2015
Killlops, S. dan Killops, V. 2005. Subarnas, Agus. 2011. Penyelidikan
Introduction to Organic Pendahuluan Kandungan Gas Dalam
Geochemistry, Australia, Blackwell Batuan Serpih DiDaerah Waghete
Publishing, 105 - 165 Dan Sekitarnya, Kabupaten Deiyai
Peck, J.M. and Soulhol, B., 1986. Pre- Provinsi Papua. Prosiding Hasil
Tertiary Tensional Periods and Kegiatan Pusat Sumber Daya Geologi
Their Effects on the Petroleum Tahun 2011
Potential of Eastern Indonesia. Subroto, E. (2004): Pengenalan Geokimia
Proceedings Indonesian Petroleum Petroleum. Bandung :Penerbit ITB
Association, 15th Annual Waples, D. 1985. Geochemistry in
Convention, 341-369. Petroleum Exploration, International
Peters, K.E. dan Cassa, M.R. 1994. Human Resources Development
Applied Source Rock Geochemistry, Corporation, Boston.
dalam Magoon, L.B. and Dow,
W.G., eds., The Petroleum System -
From Source to Trap: AAPG
Memoir, 60

126

Anda mungkin juga menyukai