PENDAHULUAN
1
BAB II
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ali Oktavian Lubis
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Alamat : Gampong Jawa
Agama : Islam
Suku : Aceh
Pekerjaan : Kuli Bangunan
ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Muncul bercak merah dan kulit mengelupas di kedua tangan .
Keluhan Tambahan: Gatal dan panas.
Telaah:
Pasien datang dengan keluhan muncul bercak merah dan kulit mengelupas di
kedua tangan. Keluhan dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Bercak merah dan kulit
mengelupas tersebut terasa gatal dan panas. Keluhan bertambah luas sejak pertama
kali muncul. Pasien mengatakan keluhan muncul setelah pasien mengaduk semen dan
pasien juga mengatakan sangat jarang memakai alat proteksi diri. Pertama kali
muncul berupa gelembung-gelembung merah berair yang terasa gatal dan panas di
kedua telapak tangan, dan jika pecah mengeluarkan cairan bening. Pasien mengatakan
sering menggaruk kedua tangannya tersebut. Lama-kelamaan gelembung-gelembung
merah berair tersebut menjadi bercak-bercak merah yang disertai kulit mengelupas di
kedua tangan. Selama 1 minggu ini hanya diberi obat yang dibeli di apotik tapi pasien
lupa nama obatnya. Bila pasien minum obat, gatal terasa berkurang. Namun bila
pasien mengaduk semen, rasa gatal dan panas mucul kembali.
2
Riwayat Penyakit Dahulu : Pernah mengalami keluhan seperti ini selama ± 8 bulan
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama
Riwayat Pemakaian Obat : Ada, pasien tidak ingat nama obatnya.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalisata
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Status Dermatologi
Ruam Primer : eritema
Ruam Sekunder : skuama, likenifikasi, fisura
Lokasi : Manus dextra dan Manus Sinistra
3
DIAGNOSA BANDING
1. Dermatitis Kontak Iritan
2. Dermatitis Kontak Alergi
3. Tinea Manus
DIAGNOSA KERJA
Dermatitis Kontak Iritan
PENATALAKSANAAN
Cetirizine 1x10 mg
Dexamethasone 2x0,5 mg
Desoxymethasone 0,25% cream
4
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI
Dermatitis kontak iritan adalah suatu peradangan pada kulit yang
disebabkan oleh kerusakan langsung ke kulit setelah terpapar agen berbahaya.
Dermatitis kontak iritan dapat disebabkan oleh tanggapan phototoxic misalnya tar,
paparan akut zat-zat (asam, basa) atau paparan kronis kumulatif untuk iritasi ringan
(air, detergen, bahan pembersih lemah) (NIOSH, 2010).
3.2 EPIDEMIOLOGI
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai
golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan
diperkirakan cukup banyak terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (dermatitis
kontak iritan akibat kerja), namun angka secara tepat sulit untuk diketahui. Hal ini
disebabkan antara lain oleh banyaknya penderita dengan kelainan ringan tidak datang
berobat, atau bahkan tidak mengeluh (Djuanda, 2010).
3.3 ETIOLOGI
Dermatitis kontak iritan adalah penyakit multifaktor dimana faktor eksogen
(iritan dan lingkungan) dan faktor endogen sangat berperan.
Faktor Eksogen
Selain dengan asam dan basa kuat, tidak mungkin untuk memprediksi
potensial iritan sebuah bahan kimia berdasarkan struktur molekulnya. Potensial iritan
bentuk senyawa mungkin lebih sulit untuk diprediksi. Faktor-faktor yang
dimaksudkan termasuk : (1) Sifat kimia bahan iritan: pH, kondisi fisik, konsentrasi,
ukuran molekul, jumlah, polarisasi, ionisasi, bahan dasar, kelarutan ; (2) Sifat dari
pajanan: jumlah, konsentrasi, lamanya pajanan dan jenis kontak, pajanan serentak
dengan bahan iritan lain dan jaraknya setelah pajanan sebelumnya ; (3) Faktor
lingkungan: lokalisasi tubuh yang terpajan dan suhu, dan faktor mekanik seperti
tekanan, gesekan atau goresan. Kelembapan lingkungan yang rendah dan suhu dingin
5
menurunkan kadar air pada stratum korneum yang menyebabkan kulit lebih rentan
pada bahan iritan.
Faktor Endogen
a. Faktor genetik
Ada hipotesa yang mengungkapkan bahwa kemampuan individu
untuk mengeluarkan radikal bebas, untuk mengubah level enzym
antioksidan, dan kemampuan untuk membentuk perlindungan heat shock
protein semuanya dibawah kontrol genetik. Faktor tersebut juga
menentukan keberagaman respon tubuh terhadap bahan-bahan ititan.
Selain itu, predisposisi genetik terhadap kerentanan bahan iritan berbeda
untuk setiap bahan iritan. Pada penelitian, diduga bahwa faktor genetik
mungkin mempengaruhi kerentanan terhadap bahan iritan. TNF-α
polimorfis telah dinyatakan sebagai marker untuk kerentanan terhadap
kontak iritan.
a. Jenis Kelamin
Gambaran klinik dermatitis kontak iritan paling banyak pada tangan.
Dari hubungan antara jenis kelamin dengan kerentanan kulit, wanita lebih
banyak terpajan oleh bahan iritan, kerja basah dan lebih suka perawatan
daripada laki-laki. Tidak ada pembedaan jenis kelamin untuk dermatitis
kontak iritan yang ditetapkan berdasarkan penelitian.
b. Umur
Anak-anak dibawah 8 tahun lebih mudah menyerap reaksi-reaksi
bahan-bahan kimia dan bahan iritan lewat kulit. Banyak studi yang
menunjukkan bahwa tidak ada kecurigaan pada peningkatan pertahanan kulit
dengan meningkatnya umur. Data pengaruh umur pada percobaan iritasi kulit
sangat berlawanan. Iritasi kulit yang kelihatan (eritema) menurun pada orang
tua sementara iritasi kulit yang tidak kelihatan (kerusakan pertahanan)
meningkat pada orang muda. Reaksi terhadap beberapa bahan iritan berkurang
6
pada usia lanjut. Terdapat penurunan respon inflamasi dan TEWL
(Transepidermal Water Loss), dimana menunjukkan penurunan potensial
penetrasi perkutaneus.
c. Suku
Tidak ada penelitian yang mengatakan bahwa jenis kulit
mempengaruhi berkembangnya dermatitis kontak iritan secara signifikan.
Karena eritema sulit diamati pada kulit gelap, penelitian terbaru menggunakan
eritema sebagai satu-satunya parameter untuk mengukur iritasi yang mungkin
sudah sampai pada kesalahan interpretasi bahwa kulit hitam lebih resisten
terhadap bahan iritan daripada kulit putih.
d. Lokasi kulit
Ada perbedaan sisi kulit yang signifikan dalam hal fungsi pertahanan,
sehingga kulit wajah, leher, skrotum, dan bagian dorsal tangan lebih rentan
terhadap dermatitis kontak iritan. Telapak tangan dan kaki jika dibandingkan
lebih resisten.
e. Riwayat Atopi
Adanya riwayat atopi diketahui sebagai faktor predisposisi pada
dermatitis iritan pada tangan. Riwayat dermatitis atopi kelihatannya
berhubungan dengan peningkatan kerentanan terhadap dermatitis iritan karena
rendahnya ambang iritasi kulit, lemahnya fungsi pertahanan, dan lambatnya
proses penyembuhan. Pada pasien dengan dermatitis atopi misalnya,
menunjukkan peningkatan reaktivitas ketika terpajan oleh bahan iritan.
7
3.4 PATOGENESIS
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan
iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Ada empat mekanisme yang
dihubungkan dengan dermatitis kontak iritan, yaitu:
.
Pada respon iritan, terdapat komponen menyerupai respon imunologis
yang dapat didemonstrasikan dengan jelas, dimana hal tersebut ditandai oleh
pelepasan mediator radang, khususnya sitokin dari sel kulit yang non-imun
(keratinosit) yang mendapat rangsangan kimia. Proses ini tidaklah
membutuhkan sensitasi sebelumnya. Kerusakan sawar kulit menyebabkan
pelepasan sitokin-sitokin seperti Interleukin-1α (IL-1α), IL-1β, tumor necrosis
factor- α (TNF- α). Pada dermatitis kontak iritan, diamati peningkatan TNF-α
hingga sepuluh kali lipat dan granulocyte-macrophage colony-stimulating
factor (GM-CSF) dan IL-2 hingga tiga kali lipat. TNF- α adalah salah satu
sitokin utama yang berperan dalam dermatitis iritan, yang menyebabkan
8
peningkatan ekspresi Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas II dan
intracelluler adhesin molecul-I pada keratinosit.
3.5 KLASIFIKASI
Dermatitis kontak iritan diklasifikasikan menjadi dermatitis kontak
iritan akut dan dermatitis kontak iritan kumulatif (kronis) (Wolff & Johnson,
2009).
10
3. Dermatitis kontak iritan kumulatif (kronis)
Juga disebut dermatitis kontak iritan kumulatif. Disebabkan oleh iritan
lemah (seperti air, sabun, detergen, dll) dengan pajanan yang berulang-ulang,
biasanya lebih sering terkena pada tangan. Kelainan kulit baru muncul setelah
beberapa hari, minggu, bulan, bahkan tahun. Sehingga waktu dan rentetan
pajanan merupakan faktor yang paling penting. Dermatitis kontak iritan kronis
ini merupakan dermatitis kontak iritan yang paling sering ditemukan. Gejala
berupa kulit kering, eritema, skuama, dan lambat laun akan menjadi
hiperkertosis dan dapat terbentuk fisura jika kontak terus berlangsung.
11
4. Reaksi Iritan
Secara klinis menunjukkan reaksi akut monomorfik yang dapat berupa
skuama, eritema, vesikel, pustul, serta erosi, dan biasanya terlokalisasi di
dorsum dari tangan dan jari. Biasanya hal ini terjadi pada orang yang terpajan
dengan pekerjaan basah. Reaksi iritasi dapat sembuh, menimbulkan penebalan
kulit atau dapat menjadi DKI kumulatif.
12
kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema, sehingga
diabaikan oleh penderita (Djuanda, 2010).
3.7 DIAGNOSIS
Pada dermatitis kontak tidak memiliki gambaran klinis yang tetap. Untuk
menegakkan diagnosis dapat didasarkan pada:
b. Karakteristik dari setiap lesi, dilihat dari morfologi lesi (eritema, urtikaria,
likenifikasi, perubahan pigmen kulit) .
Dermatitis kontak iritan akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih
cepat sehingga penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya.
Sebaliknya, dermatitis kontak iritan kronis timbulnya lambat dan memiliki gambaran
klinis yang luas, sehingga terkadang sulit dibedakan dengan dermatitis kontak alergi.
Untuk ini diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai (Djuanda, 2010).
Kriteria diagnostik primer dermatitis kontak iritan meliputi makula eritema,
hiperkeratosis atau fisura yang menonjol, kulit seperti terbakar. Kriteria objektif
minor meliputi batas tegas pada dermatitis, dan kecenderungan untuk menyebar lebih
rendah dibanding dermatitis kontak alergik (Hogan, 2009).
13
3.8 DIAGNOSIS BANDING
1. Dermatitis Kontak Iritan
3.9 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dari dermatitis kontak iritan dapat dilakukan dengan
melakukan dengan memproteksi atau menghindakan kulit dari bahan iritan.
Selain itu, prinsip pengobatan penyakit ini adalah dengan menghindari bahan
iritan, melakukan proteksi (seperti penggunaan sarung tangan), dan melakukan
substitusi dalam hal ini, mengganti bahan-bahan iritan dengan bahan lain. Jika
sudah terjadi dermatitis kontak iritan, pengobatan topikal perlu dilakukan.
Peran kortikosteroid masih kontroversi, namun steroid dapat menolong karena
efek anti inflamasinya. Pada pasien yang kulitnya kering dan mengalami
likenifikasi diberikan emolien untuk meningkatkan perbaikan barrier kulit.
Jika ada infeksi bakteri dapat diberi antibiotik baik topikal maupun sistemik
(Kartowigno, 2012).
14
3.10 PROGNOSIS
Prognosisnya kurang baik jika bahan iritan penyebab dermatitis
tersebut tidak dapat disingkirkan dengan sempurna. Keadaan ini sering terjadi pada
DKI kronis yang penyebabnya multifaktor, juga pada penderita atopi.
15
BAB IV
DISKUSI KASUS
Dermatitis kontak iritan adalah suatu peradangan pada kulit yang disebabkan
oleh kerusakan langsung ke kulit setelah terpapar agen berbahaya. Dermatitis kontak
iritan dapat disebabkan oleh tanggapan phototoxic misalnya tar, paparan akut zat-zat
(asam, basa) atau paparan kronis kumulatif untuk iritasi ringan (air, detergen, bahan
pembersih lemah). Dasar penegakan diagnosis dermatitis kontak iritan pada pasien
dalam kasus ini adalah sebagai berikut :
Dari anamnesis keluhan utama pasien adalah munculnya bercak-bercak merah
dan kulit mengelupas dikedua tangan sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan juga disertai
gatal dan panas. Pasien juga mengatakan pernah menderita penyakit yang sama ± 8
bulan.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan status present dan status general dalam
batas normal. Pada status dermatologisnya terdapat ruam primer berupa eritema dan
ruam sekunder berupa skuama, likenifikasi dan fisura, berlokasi di regio manus dextra
dan manus sinistra.
Dari diagmosa banding diatas maka diputuskan diagnosa kerjanya adalah
Dermatitis Kontak Iritan. Karena berdasarkan keluhan subyektif pasien dan tanda
obyektif yang ditemukan mengarah ke penyakit Dermatitis Kontak Iritan.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Balai Penerbitan FK UI.
Jakarta.
2. SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN. 2007. Atlas Penyakit Kulit dan
Kelamin. Airlangga University Press. Surabaya.
3. Siregar, dr.Sp.KK. 2007. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Ed.2. EGC. Jakarta.
17