Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi redoks antara
suatu logam dengan berbagai zat di lingkungannya yang menghasilkan senyawa-
senyawa yang tidak dikehendaki. Dalam bahasa sehari-hari, korosi disebut
perkaratan. Contoh korosi yang paling lazim adalah perkaratan besi. Dalam
kehidupan sehari-hari, korosi dapat kita jumpai terjadi pada berbagai jenis logam.
Bangunan-bangunan maupun peralatan elektronik yang memakai komponen logam
seperti seng, tembaga, besi baja, dan sebagainya semuanya dapat terserang oleh
korosi ini.
Kemudian untuk dibidang perminyakan itu sendiri Pipa merupakan teknologi
dalam mengalirkan fluida seperti minyak, gas atau air dalam jumlah yang sangat
besar dan jarak yang jauh melalui laut dan daerah tertentu. Pipeline merupakan
sarana transportasi diam yang berfungsi untuk mendistribusikan fluida baik
dalam bentuk liquid maupun gas. Sementara itu, risiko didefinisikan sebagai
kombinasi antara kemungkinan terjadinya kegagalan (probability of failure) dan
konsekuensi terjadinya kegagalan (Muhammad, 2007).

Karena medan yang di lalui saluran pipa sangat beragam, mulai dari laut
dataran rendah, lembah, dan didalam tanah maka dalam pengoperasiannya akan
banyak di temukan berbagai macam masalah seperti korosi (corrosion) maupun
retak atau terputus. Keretakan merupakan persoalan yang harus diperhatikan
karena akibat yang ditimbulkan yaitu ledakan dan kebocoran yang bisa
mempengaruhi kehidupan sosial dan kerugian yang sangat besar. (Hopkins P,Andrew
palmer and associates) dalam makalah tentang (pipeline integrity review 2005)

1
mengemukakan bahwa pipa gas transmisi gas bumi memiliki catatan safety yang
baik.

Kemungkinan kegagalan atau risiko kegagalan bisa terjadi kapan saja


walaupun pipa telah di desain sebaik mungkin. Untuk mengurangi risiko
kerusakan ataupun kebocoran perlu di lakukan evaluasi secara berkala. Karena kita
tahu kebocoran pipa gas sangat rentan berubah menjadi kebakaran atau ledakan.
Pemeliharaan yang baik pun sangat berpengaruh untuk menekan tingkat risiko.
Banyak metode yang digunakan untuk menghitung risiko, salah satu yang saya
gunakan adalah scoring system yang dikembangkan oleh W kent Muhlbeur.
Tujuan akhir dari penelitian ini ialah mendapatkan daerah-daerah yang berada
pada zona high risk serta memprediksi risiko pada pipeline.

1.2. Identifikasi Masalah


(Morgan, 1995) menunjukkan sebuah fakta yang didasarkan pada data yang
dikeluarkan oleh The European Gas Pipeline Incident Group, bahwa tingkat
kegagalan sistem perpipaan yang terjadi di seluruh wilayah Eropa saja, adalah sebesar
0.575 per 1000 km per tahun. Data tersebut didapat berdasarkan pengalaman serta
hasil pengujian yang telah dilakukan pada pada onshore natural gas-pipeline dengan
panjang lebih dari 1.47x106 km per tahun. Dalam penelitan lain yang dilakukan oleh
(Restrepo, et.al, 2008), diketahui bahwa korosi merupakan penyebab terbesar
terjadinya kegagalan pada pipa yang diikuti dengan kecelakaan yang melibatkan
cairan berbahaya di Amerika Serikat. Tercatat kegagalan tertinggi disebabkan oleh
external corrosion dengan 119 kejadian dan disusul oleh internal corrosion dengan
94 kejadian.
Korosi erosi merupakan jenis korosi akibat proses mekanik melalui
pergerakan relatif antara aliran gas atau cairan korosif dengan logam. Bagian yang
kasar dan tajam yang akan mudah terserang korosi dan bila ada gesekan akan
menimbulkan abrasi lebih berat lagi. Kegagalan pada sistem perpipaan dapat

2
menyebabkan berbagai dampak yang sangat serius. Bila sistem perpipaan tersebut
merupakan jalur penghubung untuk fluida yang berbahaya, maka dampak utama
yang ditimbulkan akan sangat mengancam kehidupan manusia dan ekosistem sekitar
pada daerah dimana sistem perpipaan tersebut melintas. Kemudian untuk Sistem
perpipaan berkontak langsung dengan lingkungan luar maupun lingkungan dalam
pada beroperasinya sehingga dapat menimbulkan terjadinya korosi. Permasalahan
korosi dapat mengakibatkan bertambahnya potensi pencemaran oleh minyak bumi
terhadap lingkungan akibat kegiatan eksplorasi dan eksploitasi berlangsung.
Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2003
Tentang Tata Cara Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah
Terkontaminasi oleh Minyak Bumi Secara Biologis, limbah minyak dikategorikan
sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Oleh karena itu, permasalahan
korosi harus dikendalikan yaitu dengan memperlambat laju korosi pada sistem
perpipaan tersebut. Salah satu cara mengendalikan korosi adalah dengan
menggunakan inhibitor korosi.
Inhibitor korosi merupakan substansi kimia yang apabila ditambahkan dalam
konsentrasi yang relatif sedikit ke lingkungan korosif, secara efektif dapat
menurunkan laju korosi logam (Nasoetion, 2011). Pada prinsipnya, pemakaian
inhibitor korosi dimaksudkan untuk mengubah interface antara logam dengan
lingkungan korosi dengan cara mengisolasi satu dari yang lainnya. Selain daripada
itu, peningkatan produksi minyak juga bertambah setiap 2 tahunnya. Sehingga hal ini
akan memberikan pengaruh terhadap laju alir fluida di dalam pipa dimana untuk
meningkatkan produksi minyak akan bertambah juga laju alir fluida didalam pipa.

3
1.3. Tujuan
Adapun Penelitian Tugas Akhir ini bertujuan untuk :
 Mengetahui jenis-jenis korosi pada pipa gas.
 Mengetahui factor yang mempengaruhi terjadinya korosi
 Mengetahui penanganan terjadinya korosi dengan menggunakan
inhibitor serta prinsip kerjanya.

1.4. Manfaat
Adapun manfaat yang di harapkan dari pelaksanaan Tugas Akhir adalah :
 Mampu memahami jenis korosi yang terjadi pada pipa di perminyakan
serta factor terjadinya korsi tersebut.
 Memahami pengaruh yang menyebabkan terjadinya korosi pada pipa gas
dan penanganannya.

1.5. Batasan Masalah


Agar topik dari Tugas Akhir ini yang penulis buat lebih berfokus, maka
penulis membatasi masalah yang sedang dibahas tentang kasus korosi pada pipa
perminyakan termasuk pipa gas dengan menggunakan Inhibitor Korosi. Dengan
ketentuan memperhatikan 2.5 gal/day Inhibitor sebagai volume inhibitor terbaik
untuk tahanan terhadap laju korosi variasi laju aliran fluida, yang mana 0.3 MPY
untuk 40000 bbl/day, 0.44 MPY untuk 60000 bbl/day, 0.7 MPY untuk 80000 bbl/day.

4
1.6. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan memahami Laporan Tugas Akhir, maka penulis
membuat sistematika penulisan laporan sebagai berikut :
BAB I : Merupakan bab pendahuluan mengenai latar belakang, maksud
dan Tujuan, batasan masalah dan sistematika penulisan.
BAB II : Merupakan bab mengenai definisi korosi dan Inhibitor korosi.
BAB III : Merupakan bab mengenai tempat dan waktu pelaksanaan jenis data
yang diambil,teknik pengumpulan data dan variable penelitian.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Korosi
Korosi adalah perusakan atau penurunan mutu dari material akibat bereaksi
dengan lingkungan (Mars dan fontana, 1987). Beberapa pakar bersikeras definisi
hanya berlaku pada logam saja, tetapi para insinyur korosi juga ada yang
mendefinisikan istilah korosi berlaku juga untuk material non logam, seperti
keramik, plastik, karet. Sebagai contoh rusaknya cat karet karena sinar matahari atau
terkena bahan kimia, mencairnya lapisan tungku pembuatan baja, serangan logam
yang solid oleh logam yang cair (liquid metal corrosion).
Adapun proses korosi yang terjadi di samping oleh reaksi kimia biasa, maka
yang lebih umum adalah proses elektro kimia. Bereaksi dengan lingkungannya dapat
berupa udara dengan sinar matahari, embun, air tawar, air laut, air danau, air sungai
dan tanah yang berupa tanah pertanian, tanah rawa, tanah kapur dan tanah
berpasir/berbatu-batu.
Korosi disebut juga suatu penyakit dalam dunia teknik, walaupun secara
langsung tidak termasuk produk teknik. Studi dari korosi adalah sejenis usaha
pengendalian kerusakan supaya serangannya serendah mungkin dan dapat melampaui
nilai ekonomisnya, atau jangan ada logam jadi rongsokan sebelum waktunya.
Perlindungan korosi dengan cara pengendalian secara preventif supaya menghambat
serangan korosi. Cara ini lebih baik daripada memperbaiki secara represif yang
biayanya akan jauh lebih besar.
Secara garis besar korosi pipa gas ada dua jenis yaitu :

a. Korosi Internal
Korosi internal yaitu korosi yang terjadi akibat adanya kandungan CO2
dan H2S pada minyak bumi maupun gas bumi sehingga apabila terjadi kontak
dengan air akan membentuk asam yang merupakan penyebab korosi.
6
b. Korosi Eksternal
Korosi eksternal merupakan korosi yang terjadi pada bagian permukaan
dari system perpipaan dan peralatan, baik yang kontak dengan udara bebas
dan permukaan tanah, akibat adanya kandungan zat asam pada udara dari
tanah.

2.2 Korosi Pada Pipa Gas


Pipa gas merupakan pipa baja API 5 L Grade B Schedule 40. Pipa jenis ini
merupakan pipa baja dengan kadar karbon maksimal 0,28%. Pipa gas merupakan
pipa bertekanan. Pipa gas mempunyai batasan tekanan maksimum 45 bar (652.6
psig). Oleh sebab itu perlu ditentukan dengan kelayakan pipa dengan tekanan operasi
tersebut dan tidak boleh melebihi dari desain tekanan yang telah ditentukan. Korosi
merupakan faktor yang berpotensi besar terhadap kerusakan pipa gas.
Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi kemungkinan terjadinya korosi
terhadap pipa gas:
a. Korosi internal, korosi yang dipengaruhi oleh material yang disalurkan
pipa tersebut yaitu berupa gas alam. Ada beberapa variable yang
mempengaruhi kekorosifan gas alam tersebut, diantaranya kandungan
CO2 dan juga kandungan H2S pada gas alam.
b. Korosi eksternal, korosi yang dipengaruhi oleh semua material yang
berada diluar pipa gas tersebut.
Tipe-tipe korosi pada pipa gas umumnya diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Uniform Corrosion
yaitu korosi yang terjadi pada permukaan logam yang berbentuk
pengikisan permukaan logam secara merata sehingga ketebalan logam
berkurang sebagai akibat permukaan terkonversi oleh produk karat yang
biasanya terjadi pada peralatan-peralatan terbuka, Misalnya permukaan luar
pipa.

7
b. Pitting Corrosion
yaitu korosi yang berbentuk lubang-lubang pada permukaan logam karena
hancurnya film dari proteksi logam yang disebabkan oleh rate korosi yang
berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lainnya pada permukaan
logam tersebut.
c. Stress Corrosion Cracking
yaitu korosi berbentuk retak-retak yang tidak mudah dilihat, terbentuk
dipermukaan logam dan berusaha merembet ke dalam. Ini banyak terjadi
pada logam-logam yang banyak mendapat tekanan. Hal ini disebabkan
kombinasi dari tegangan tarik dan lingkungan yang korosif sehingga
struktur logam melemah.
d. Errosion Corrosion
yaitu korosi yang terjadi karena tercegahnya pembentukan film pelindung
yang disebabkan oleh kecepatan alir fluida yang tinggi, misalnya abrasi
pasir.
e. Galvanic Corrosion
yaitu korosi yang terjadi karena terdapat hubungan antara dua metal yang
disambung danter dapat perbedaan potensial antara keduanya.
f. Crevice Corrosion
yaitu korosi yang terjadi di sela-sela gasket, sambungan bertindih, sekrup-
sekrup atau kelingan yang terbentuk oleh kotoran-kotoran endapan atau
timbul dari produk-produk karat.
g. Selective Leaching
korosi ini berhubungan dengan melepasnya satu elemen dari Campuran
logam. Contoh yang paling mudah adalah desinfication yang melepaskan
zinc dari paduan tembaga.

8
2.3 Inhibitor Korosi
Inihibitor korosi adalah bahan kimia yang diinjeksikan ke dalam sistem
dengan tujuan untuk melapisi permukaan dalam pipa dengan lapisan anti korosi
sehingga pipa terhindar dari korosi (IPS Engineering Standard, 1997). Inihibitor
korosi biasanya diinjeksikan pada pipa, inlet vessel atau tanki, dan peralatan
downhole. Jenis bahan yang digunakan berbeda-beda untuk penggunaan yang
berbeda. Bahkan untuk sistem dengan keterbatasan kecepatan aliran sebaiknya
digunakan alat bantu inisiator, seperti sprayer atau stringer.
Penggunaan inihibitor korosi ada dua cara, yaitu injeksi secara terus menerus
pada sistem atau dengan melakukan batching atau pigging (IPS Engineering
Standard, 1997). Injeksi secara batch pada saat pigging digunakan terutama untuk
pipa gas dimana bahan kimia dalam jumlah besar dimasukkan ke dalam pipa dan
didorong dengan menggunakan pig sehingga seluruh permukaan pipa terlapisi oleh
inihibitor korosi. Injeksi terus menerus digunakan untuk menjaga agar permukaan
yang terlapisi tadi tetap terjaga sehingga tidak memberikan tempat bagi terbentuknya
korosi. Inihibitor korosi menggunakan satu dari tiga cara dalam proses kerjanya (IPS
Engineering Standard, 1997) : Terakumulasi sebagai lapisan pelindung yang tipis
pada permukaan logam., Membentuk endapan yang akan melapisi logam, Mengubah
karakteristik lingkungan dengan membuang unsur-unsur pokok yang agresif.
Inihibitor korosi diklasifikasikan dalam dua kelompok besar yaitu (IPS
Engineering Standard, 1997): 1. Inihibitor korosi inorganik, terdiri dari inhibitor
anoda dan inhibitor katoda. Inhibitor anoda mengurangi korosi dengan mengganggu
reaksi elektrokimia pada anoda di permukaan metal. Contoh: nitrite, silicate, dan
molybdate. Inhibitor katoda berfungsi membentuk film pada permukaan katoda.
Contoh: poluphosphate, zinc, dan phosphonate; 2. Inihibitor korosi organik. Jenis
inhibitor yang biasa disebut dengan adsorption inhibitor berfungsi mengurangi korosi
dengan membentuk lapisan pada permukaan metal. Contoh: amine, karboksil, dan
benzonat.

9
BAB III
PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN

3.1 Pengenalan Bahan Dan Komposisi


Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah pipa baja karbon, inhibitor
korosi, coupon korosi, HCL, sodium karbonat, aseton, dan toluena. Sedangkan alat
yang digunakan adalah tang, neraca analitik, dan desikator.
Variabel tetap yang ditetapkan yaitu campuran minyak dengan air dengan
komposisi air 98%, suhu fluida 190 o F, diameter pipa 16 inci, inhibitor korosi
dengan merek dagang Cortron SRN-4346. Sedangkan variabel berubah pada
penelitian ini adalah variasi volume inhibitor korosi yang diinjeksikan ke dalam pipa
yaitu 1,5 gal/hari, 2 gal/hari, 2,5 gal/hari dan variasi laju alir fluida yaitu 40.000
bbl/hari, 60.000 bbl/hari, 80.000 bbl/hari.

3.2 Prosedur Penilitian


Prosedur penelitian dibagai menjadi tiga tahapan yaitu tahapan penginjeksian
inihibitor korosi, pemasangan dan pengambilan sampel coupon korosi, dan
pengukuran laju korosi. Pada tahap injeksi inhibitor korosi dilakukan dengan cara
menginjeksikan masing-masing 1,5 gal/hari, 2 gal/hari, 2,5 gal/hari pada masing-
masing pipa dengan laju alir 40.000 bbl/hari, 60.000 bbl/hari, 80.000 bbl/hari. Pada
tahap pengambilan sampel coupon korosi dilakukan setelah 60 hari setelah
pemasangan sampel coupon korosi. Sedangkan pada tahap pengukuran laju korosi
dilakukan setelah mendapatkan sampel coupon korosi yang telah diambil dari
pipadan menimbangnya sehingga didapatkan berat sampel coupon korosi yang hilang
setelah pemakaian.
Dengan variasi tersebut didapatkan Sembilan sampel untuk dianalisa
kehilangan beratnya sehingga didapatkan data laju korosi (MPY).

10
3.3 Perhitungan Rumus
Rumus untuk menghitung laju korosi (MPY) berdasarkan berat sampel
coupon korosi yang hilang (NACE Standard, 1999) adalah sebagai berikut: MPY =
(WL – 0,0017) x 365 x 1000/ 5,18 x 128,8 x total days .
Keterangan:
WL = selisih berat coupon atau berat coupon yang hilang (gram)
0,0017 = factor koreksi dari coupon
365 = lama hari dalam satu tahun
1000 = konversi (inchi = 1000 miliinchi)
5,18 = luas permukaan coupon (A) = in2
128,8 = berat jenis coupon (gram/inci3 )

11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Inhibitor Korosi Terhadap Laju Koros

Gambar 2 Laju korosi dengan penambahan volume inhibitor pada pipa

Dari Gambar 2 terlihat bahwa laju korosi akan semakin menurun dengan
bertambahnya volume inhibitor. Laju korosi akibat penambahan volume inhibitor
korosi terlihat menurun relatif linier setiap pertambahan 0,5 gal/hari,
sehinggadapat dikatakan bahwasetiap pertambahan 0,5 gal/hari masih efektif
dalam menurunkan laju korosi.
Walaupun Laju korosi terus berkurang sampai penambahan volume
inhibitor mencapai 2,5 gal/hari, laju

korosi pada setiap penambahan 0,5 gal/hari dari 1,5 gal/hari,


keefetifitasannya semakin berkurang. Dapat disimpulkan penambahan inhibitor
korosi lebih dari 2,5 gal/day tidak efektif lagi untuk menurunkan laju korosi
dikarenakan inhibitor korosi sudah membentuk lapisan pelindung yang merata dan
kuat pada bagian dalam pipa. Sehingga pada penambahan volume inhibitor lebih
lanjut hanya menambah biaya operasional dengan lebih banyak inhibitor korosi
yang digunakan.
Secara menyeluruh terlihat bahwa penambahan inhibitor korosi dapat

12
menurunkan laju korosi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Shreir, dan Burstein
(2000) yang menyebutkan bahwa inhibitor korosi dapat memperlambat proses
korosi.
Inhibitor korosi berfungsi membentuk lapisan atau film tipis di permukaan
material yang akan melindungi bagian dalam pipadalam media yang korosif.
Senyawa organic turunan amin yang digunakan mempunyai pasangan electron
bebas dari atom nitrogen yang dapat diserap permukaan logam dan rantai
hidrokarbon membentuk lapisan film hidropobik pada permukaan logam. Lapisan
film inhibitor memutus mata rantai korosi dengan memisahkan logam dari media
korosif.
Secaraumum terlihat pemberian inhibitor korosi dapat menurunkan laju
korosi. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pemberian inhibitor korosi dapa
tmembentuk lapisan pasif berupa lapisan tipis atau film dipermukaan material yang
berfungsi sebagai penghalang antara logam dengan media yang korosif.
Terbentuknya lapisan film ini dapat memisahkan logam dari media yang korosif.

4.2 Pengaruh Laju Alir Fluida Terhadap Laju Korosi

Gambar 3 Laju korosi dengan penambahan laju alir fluida

Dari Gambar 3 terlihat bahwa laju korosi akan semakin bertambah dengan
bertambahnya laju alir fluida. Laju korosi akibat penambahan laju alir fluida
terlihat bertambah relatif linier setiap pertambahan 20.000 bbl/hari, sehingga dapat
dikatakan bahwa setiap pertambahan 20.000 bbl/hari masih efektif dalam
13
mempercepat laju korosi.
Laju korosi akan terus bertambah sampai penambahan laju alir fluida
mencapai 80.000 bbl/hari. Namun laju korosi pada setiap penambahan 20.000
bbl/hari dari 40.000 bbl/hari, keefetifitasannya semakin meningkat. Dapat
disimpulkan penambahan laju alir lebih dari 80.000 bbl/hari semakin efektif untuk
mempercepat laju korosi dikarenakan inhibitor korosi yang sudah membentuk
lapisan pelindung yang merata dan kuat pada bagian dalam pipa sudah terlepas
dari bagian dalam pipa. Sehingga pada penambahan laju alir lebih lanjut tanpa
penambahan volume inhibitor hanya menambah biaya operasional dengan lebih
banyaknya permasalahan korosi yang terjadi.
Secara menyeluruh terlihat bahwa penambahan laju alir fluida dapat
menaikkan laju korosi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Shreir, dan Burstein
(2000) yang menyebutkan bahwa kecepatan atau laju alir fluida dapat
mempercepat proses korosi.
Penambahan laju alir fluida dapat mempercepat laju korosi. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa kecepatan fluida dapat melepas lapisan pasif berupa lapisan tipis
atau film dipermukaan material yang berfungsi sebagai penghalang antara logam
dengan media yang korosif. Terlepasnya lapisan film ini dapat membuka mata
rantai korosi dengan bertemunya logam dari media yang korosif.
Hasil dari penelitian ini membandingkan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Butarbutar, dan Sunaryo (2011) mengenai analisa laju korosi dengan
penambahan inhibitor korosi dan pada penelitian yang dilakukan oleh Febrian
(2002) mengenai analisa laju korosi pada pengaruh konsentrasi sulfur, temperatur,
dan laju alir.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Butarbutar, dan Sunaryo (2011)
mengenai analisa laju korosi dengan penambahan inhibitor korosi. Penelitian
tersebut memberikan hasil bahwa laju korosi akan berbanding terbalik dengan
penambahan inhibitor korosi dan lapisan pelindung yang terbentuk stabil dapat
terlepas dikarenakan adanya laju alir.
14
Pada penelitian yang dilakukan oleh Febrian (2002) mengenai analisa laju
korosi pada pengaruh konsentrasi sulfur, temperatur, dan laju alir. Penelitian
tersebut memberikan hasil bahwa semakin besar kadar sulfur, kecepatan alir, dan
temperature maka laju korosi akan semakin tinggi atau berbanding lurus dengan
kenaikan dan penurunaan pada konsentrasi, kecepatan alir, dan temperatur.

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa terlepasnya lapisan film karena


adanya laju alir fluida terbukti pada setiap penambahan laju alir dan volume
inhibitor yang tetap menunjukkan laju korosi yang semakin cepat. Pada analisa laju
korosi pada pengaruh laju alir terbukti dengan bertambahnya laju alir fluida diikuti
dengan bertambahnya laju korosi. Sehingga penelitian ini dapat memberikan hasil
bahwa laju korosi akibat dari penambahan laju alir fluida dapat di atasi dengan
menambah volume inhibitor korosi.

15
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Semakin tinggi laju alir fluida di dalam pipa dapat meningkatkan laju korosi.
Penambahan inhibitor korosi pada fluida pipa perminyakan dapat menurunkan laju
korosi. Sedangkan Volume inhibitor korosi sebanyak 2,5 gal/hari menjadi volume
yang terbaik dalam mengatasi laju korosi pada berbagai laju alir fluida, dengan laju
korosi sebesar 0,3 MPY pada 40.000 bbl/hari, 0,44 MPY pada 60.000 bbl/hari,
0,7 MPY pada 80.000 bbl/hari.
Pada penelitian libih lanjut perlu dilakukan peningkatan volume inhibitor
untuk mengetahui hasil optimum pada penurunan laju korosi. Selain itu perlu
menggunakan metode pengukuran potensiostat untuk mempersingkat waktu
penelitian.

16
DAFTAR PUSTAKA

Al-Anezi, M.A., & G.R. Ruschau, 2005, Oil and Gas Exploration and Production,
Dhahran: Saudi ARAMCO.
Butarbutar, S.L., & G.R. Sunaryo, 2011, Analisis Mekanisme Pengaruh Inhibitor
Siskem pada Material Baja Karbon, SkripsiSarjana, PTRKN, BATAN,
Tangerang.
Febrianto, G.R. Sunaryo, & S.L. Butarbutar, 2010, Analisis Laju Korosi Dengan
Penambahan Inhibitor Korosi Pada Pipa

Sekunder Reaktor RSG-Gas, Skripsi Sarjana, PTRKN, BATAN, Tangerang.


IPS Engineering Standard, 1997, Chemical Control of Corrosive Environment,
Iranian Petroleum Standard.
NACE Standard, 1999, Preparation, Installation, Analysis, and Interpretation of
Corrosion Coupons in Oilfield Operations, Houston : NACE International.
Nasoetion, R., 2011, Inhibitor, Indonesian Corrosion Association.
Parker, M.E., & E.G. Peattie, 1999, Pipe Line Corrosion and Cathodic Protection,
Houston: Gulf Professional Publishing.
Pots, B.F.M., & S.D. Kapusta, 2005, Prediction of Corrosion Rates of The Main
Corrosion Mechanisms In Upstream Applications, Houston: Shell Global
Solutions.
Raherno, F.D., 2002, Pengaruh Konsentrasi Sulfur, Temperatur, dan Laju Alir Raw
Crude Terhadap Laju Korosi Pipa API 5L Gr B Berdasarkan hasil Pemetaan
Korosi Pada Area Crude Destilation Unit V (CDU
V) PT. Pertamina RU V Balikpapan, Skripsi Sarjana, Fakultas Teknik
Material dan Metalurgi, ITS, Surabaya.

17

Anda mungkin juga menyukai