Anda di halaman 1dari 32

SMF & Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak

TUTORIAL
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman

IMMUNE THROMBOCYTOPENIC PURPURA (ITP)

Disusun sebagai Salah Satu Tugas Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Muhamad Chairul Fadhil NIM. 1710029054

Pembimbing:
dr. Dhini Karunia Benih Asmara, Sp.A

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA, DESEMBER 2018
LEMBAR PENGESAHAN

TUTORIAL KLINIK

IMMUNE THROMBOCYTOPENIC PURPURA (ITP)

Diajukan dalam Rangka Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan
Anak

Oleh:

Muhamad Chairul Fadhil NIM. 1710029054

Pembimbing:
dr. Dhini Karunia Benih Asmara, Sp.A

SMF/LABORATORIUM ILMU KESEHATAN ANAK


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan Tutorial tentang “Idiopathic Trombositopenia Purpura
(ITP)”. Tutorial ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu
Kesehatan Anak Rumah Sakit Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Penulisan tutorial ini dapat terselesaikan atas bantuan berbagai pihak, maka pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-
besarnya kepada:

1. dr. Ika Fikriah, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas


Mulawarman.
2. dr. Soehartono, Sp.THT-KL selaku Ketua Program Pendidikan Profesi
Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. dr. Hendra, Sp.A selaku kepala Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
4. dr. Sherly Yuniarchan, Sp.A selaku kepala SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
5. dr. Dhini Karunia Benih Asmara, Sp.A sebagai pembimbing dalam penyusunan
tugas tutorial ini yang telah memberikan banyak waktu dan kesempatan untuk
memberikan bimbingan.
6. Kedua orang tua tercinta serta teman-teman dokter muda yang telah mendukung,
membantu, dan sudah berjuang bersama selama ini.
Penulis menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam penulisan, sehingga penyusun
mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnan tutorial klinik ini. Akhir kata,
semoga tutorial klinik ini berguna bagti penyusun sendiri dan para pembaca.

Samarinda, Desember 2018

Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Idiopathic Trombositopenia Purpura (ITP) diperkirakan merupakan salah satu
penyebab kelainan perdarahan didapat yang banyak ditemukan oleh dokter anak, dengan
insiden penyakit simtomatik berkisar 3 sampai 8 per 100.000 anak pertahun.
Penatalaksanaan ITP pada anak terutama ITP akut masih menjadi topik
kontroversi.Meskipun ITP pada anak umumnya bersifat akut dan biasanya membaik
dengan sendirinya dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, namun sejak
seperempat abad yang lalu terdapat perbedaan pendapat di antara para ahli tentang
pemberian prednison secara rutin pada pasien ITP. Dengan diperkenalkannya beberapa
pengobatan baru akhir-akhir ini, semakin meramaikan perbedaan pendapat tersebut.Yang
menjadi permasalahan sebenarnya adalah apakah seharusnya pada semua pasien ITP,
terutama anak-anak perlu diberikan pengobatan.
1.2 Tujuan Penulisan
Tutorial ini bertujuan untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan mengenai
Idiopathic Trombositopenia Purpura (ITP), serta perbandingan antara teori dan kasus.
BAB 2
RESUME KASUS

2.1 Identitas pasien


Nama : An. MRAS
Jenis Kelamin : Laki-laki
D.O.B./ Umur : 19 Agustus 2018/ 3 bulan
Alamat : Jalan D. I. Panjaitan, Samarinda
MRS : 11 November 2018

Nama Ayah : Tn. H


Usia : 30
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Pendidikan Terakhir : SMA

Nama Ibu : Ny. M


Usia : 31
Pekerjaan : IRT
Pendidikan Terakhir : SMA

2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan heteroanamnesa pada tanggal 11
November 2018 dengan pasien dan orang tua pasien.
1. Keluhan Utama:
Bintik-bintik pada kedua kaki
2. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke IGD RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda dengan keluhan
utama bintik bintik pada kedua kaki. Bintik tersebut disadari oleh ibu pasien setelah
memandikan pasien. Keluhan lain seperti sesak dan perdarahan tidak ada. Dua minggu
yang lalu pasien sempat dibawa ke Puskesmas oleh ibu pasien dengan keluhan demam
yang berlangsung hanya 1 hari saja dan batuk yang berlangsung hingga saat ini namun
hanya sesekali saja.
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
Tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya, Asma (-), alergi (-),
4. Riwayat Penyakit Keluarga:
Sebelumnya tidak pernah ada keluarga yang mengalami hal serupa.
5. Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak :
Berat badan lahir : 3200 gram
Panjang badan lahir : 54 cm
Berat badan sekarang : 7,3 kg
Panjang badan sekarang : 64 cm
Tengkurap :-
Duduk :-
Berdiri :-
Berjalan :-
Berbicara :-
Tumbuh gigi :-
6. Makan dan minum anak
ASI : 0 bulan – sekarang
Susu Formula :-
Bubur susu :-
Lauk dan Makan Padat :-
7. Pemeliharan Prenatal
Periksa di : Bidan
Penyakit Kehamilan :-
Obat-obatan yang pernah diminum : -
8. Riwayat Kelahiran
Lahir di : Klinik bidan
Persalinan ditolong oleh : Bidan
Berapa bulan dalam kandungan : 38 minggu
Jenis partus : Pervaginam

9. Pemeliharaan Postnatal
Periksa di : Bidan
Keadaan anak : Normal
Keluarga berencana :-
10. Riwayat Imunisasi
Imunisasi

I II III IV Booster I Booster


II
BCG + //////////// //////////// //////////// //////////// ////////////
Polio + //////////// //////////// /////// ///////// ///////////
Campak //////////// //////////// //////////// //////////// //////////// ////////////
DPT //////////// //////////// //////////// //////////// - -
Hepatitis B + //////////// //////////// ////////// - -

2.3 Pemeriksaan fisik


Dilakukan pada tanggal 11 November 2018
Kesan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis
Tanda Vital
 Frekuensi Nadi : 112x/menit
 Frekuensi Napas : 38x/menit
 Temperatur : 36,6oC
 Tekanan darah : -
Antropometri
 Berat badan : 7,6 KG
 Tinggi badan : 64 cm
 Status Gizi : WHO Z SCORE
o TB/U : >3 SD [Perawakan Tinggi]
o BB/U : 0-2 SD [Normal]
o BB/TB : 0-1 SD [Gizi Baik]
Regio Kepala/Leher
Edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sianosis bibir (+),
pembesaran KGB (-), pupil anisokor (-), pernapasasan cuping hidung (-), Faring
hiperemis (-), mulut berselaput putih (-)
Regio Thorax
Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan dinding dada simetris, pembesaran
KGB aksila (-), retraksi (-).
Palpasi : Pergerakan nafas simetris dekstra = sinistra.
Perkusi : sonor seluruh lapangan paru, redup jantung (+).
Auskultasi : vesikuler (+/+). rhonki basah (-/-), wheezing (-/-), suara jantung S1 S2
tunggal,regular, murmur (-), gallop (-).
Regio Abdomen
Inspeksi : Distensi (-)
Auskultasi : Peristaltik usus (+) kesan normal
Perkusi : Distribusi timpani di seluruh abdomen.
Palpasi : Soefl, asites (-), nyeri tekan empat kuadran (-), hepatomegali (-),
splenomegali (-) , pembesaran KGB inguinal (-), turgor kulit < 2 detik
Regio Ekstremitas Atas
Inspeksi : Pucat (-/-), edema (-/-), CRT <2”,
Palpasi : Akral hangat, pucat (-/-), edema (-/-), CRT <2”
Regio Ekstremitas Bawah
Inspeksi : Peteki (+/+), pucat (-/-), edema (-/-), CRT <2”
Palpasi : Akral hangat, pucat (-/-), edema (-/-), CRT <2”

2.4 Pemeriksaan Penunjang:


Pemeriksaan darah lengkap :
Hematologi 11/11/2018 Nilai Rujukan
Leukosit 9.050 6.000-17.000/µl
Eritrosit 4.020.000 3.900.000-5.900.000/µl
Hemoglobin 12,7 14,0-18,0 g/dl
Hematokrit 33,6 34,0-40,0 %
MCV 83,4 81,0-99,0 fL
MCH 31,6 27,0-31,0 pg
MCHC 37,9 33,0-37,0 g/dl
PLT 7000 150.000-450.000/µl
Pemeriksaan Imuno-serologi dan Hemostasis
IMUNO-SEROLOGI 11/11/2018 Nilai Rujukan
Dengue Ig G - Negatif
Dengue Ig M - Negatif

2.5 Diagnosis :
ITP + ISPA

2.6 Penatalaksaan:
- Metil Prednisolon 3x5 mg
- Transfusi 1x TC 7cc bila ada perdarahan/ bintink bertambah
-NAC 75 mg + CTM 0,75 mg 3x I Pulv

2.7 Follow Up:


Tanggal Pemeriksaan Terapi
11/11/2018 S: Batuk (+) jarang, Sesak (-), demam, (-), P:
mual (-), muntah (-), bab hitam (-), - Metil Prednisolon 3x5 mg
mimisan (-), gusi berdarah (-) - Transfusi 1x TC 7cc bila
O: Kes: CM, N: 121x/menit, RR: 37x/ ada perdarahan/ bintink
menit, Suhu: 36,2oC, SpO2: 98%, anemis bertambah
(-/-), vesikuler (+/+), wheezing (-/-), -NAC 75 mg + CTM 0,75
ronkhi (-/-), S1S2 tunggal reguler, mg 3x I Pulv
murmur (-), organomegali (-), BB= 7,3
kg
Trombosit: 7.000
A: ITP
12/11/2018 S: Batuk (+) jarang, Sesak (-), demam, (-), P:
mual (-), muntah (-), bab hitam (-), - Metil Prednisolon 3x5 mg
mimisan (-), gusi berdarah (-) - Transfusi 1x TC 7cc bila
O: O: Kes: CM, N: 121x/menit, RR: 37x/ ada perdarahan/ bintink
menit, Suhu: 36,2oC, SpO2: 98%, anemis bertambah
(-/-), vesikuler (+/+), wheezing (-/-), -NAC 75 mg + CTM 0,75
ronkhi (-/-), S1S2 tunggal reguler, mg 3x I Pulv
murmur (-), organomegali (-), BB= 7,3
kg
Trombosit: 7.000
A: ITP + ISPA
13/11/2018 S: (-) P:
O: O: Kes: CM, N: 121x/menit, RR: 37x/ - Metil Prednisolon 3x5 mg
menit, Suhu: 36,2oC, SpO2: 98%, anemis -NAC 75 mg + CTM 0,75
(-/-), vesikuler (+/+), wheezing (-/-), mg 3x I Pulv
ronkhi (-/-), S1S2 tunggal reguler,
murmur (-), organomegali (-), BB= 7,3
kg
Trombosit: 7.000
A: ITP + ISPA
14/11/2018 S: (-) P:
O: O: Kes: CM, N: 121x/menit, RR: 37x/ - Metil Prednisolon 3x5 mg
menit, Suhu: 36,2oC, SpO2: 98%, anemis -NAC 75 mg + CTM 0,75
(-/-), vesikuler (+/+), wheezing (-/-), mg 3x I Pulv
ronkhi (-/-), S1S2 tunggal reguler, - Acc KRS
murmur (-), organomegali (-), BB= 7,3
kg
Trombosit: 7.000
A: ITP + ISPA
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1.Definisi
Idiopathic Trombositopenia Purpura (ITP) ialah suatu penyakit perdarahan yang
didapat sebagai akibat dari penghancuran trombosit yang berlebihan, yang ditandai
dengan: trombositopenia (trombosit < 100.000/mm3), purpura, gambaran darah tepi yang
umumnya normal, dan tidak ditemukan penyebab trombositopenia yang lainnya.(4) ITP
merupakan kelainan autoimun yang menyebabkan meningkatnya penghancuran
trombosit dalam sistem retikuloendotelial.(4,6,7)

3.2. Epidemiologi
ITP diperkirakan merupakan salah satu penyebab kelainan perdarahan didapat
yang banyak ditemukan oleh dokter anak, dengan insiden penyakit simtomatik berkisar
3 sampai 8 per 100.000 anak pertahun.(2,4,7)
Delapan puluh hingga 90% anak dengan ITP menderita episode perdarahan akut,
yang akan pulih dalam beberapa hari atau minggu dan sesuai dengan namanya (akut)
akan sembuh dalam 6 bulan. Pada ITP akut tidak ada perbedaan insiden laki maupun
perempuan dan akan mencapai puncak pada usia 2-5 tahun. Hampir selalu ada riwayat
infeksi bakteri, virus ataupun imunisasi 1-6 minggu sebelum terjadinya penyakit ini.
Perdarahan sering terjadi saat trombosit dibawah 20.000/mm3.(4)
ITP dikatakan kronis jika trombositopeni menetap hingga lebih dari 6 bulan.
Insidens kelainan ini berkisar 1 dalam 250.000 anak tiap bulan, termasuk 10%-20% dari
anak dengan ITP. Masih belum jelas apakah ITP akut dan kronis merupakan kelainan
yang berbeda.Kelainan ini lebih banyak ditemukan pada anak yang lebih tua (>10 tahun),
terutama wanita muda. Biasanya disertai suatu penyakit yang mendasari atau didapatkan
bukti adanya suatu perubahan imunitas.(2,4,6) ITP yang rekuren didefinisikan sebagai
adanya episode trombositopenia >3 bulan dan terjadi 1-4% anak dengan ITP.(4)

3.3. Etiologi
Kelainan ini biasanya menyertai infeksi virus atau imunisasi yang disebabkan
oleh respon sistem imun yang tidak tepat (inappropriate), yang biasanya terjadi 1-4
minggu setelah infeksi virus, yaitu pada 50-65% kasus ITP pada anak. Infeksi virus yang
sering berhubungan dengan ITP diantaranya virus Epstein-Barr dan HIV. Virus Epstein-
Barr terkait dengan ITP biasanya dalam waktu singkat, sedangkan HIV yang terkait
dengan ITP biasanya kronik.(2) Selain itu juga ada hubungannya dengan infeksi virus yang
lain seperti sitomegalovirus, rubella, varicella-zooster virus, hepatitis A, B, dan C.
Namun demikian. Tidak ada hubungannya antara beratnya penyakit infeksi virus dengan
derajat trombositopenia.(6)
Pada pengamatan diketahui bahwa seorang ibu yang menderita ITP baik aktif
maupun sedang dalam masa remisi sering melahirkan anak yang kemudian menderia ITP.
Keadaan ini kemudian menimbulkan dugaan bahwa adanya suatu faktor humoral dari ibu
yang masuk ke darah bayi.Diketahui pula pada beberapa pasien anemia hemolitik
autoimun yang sering mendapat episode dari ITP (sindrom Evan) menunjukkan adanya
faktor autoimun sebagai penyebab.Selanjutnya respon yang baik terhadap steroid dan
splenektomi menunjukkan pula bahwa penyakit ini disebabkan adanya suatu antibodi
antitrombosit. Karena etiologinya saat ini sudah diketahui lewat mekanisme imun, maka
ITP disebut sebagai purpura trombositopenik imun.(4)

3.4. Patogenesis
Trombosit diproduksi oleh megakariosit di dalam sumsum tulang, dengan masa
hidup rata-rata 10 hari. Sumsum tulang yang normal mengandung 6x106 megakariosit
per kilogram berat badan, dan setiap megakariosit akan menghasilkan sampai 1000
trombosit. Jumlah trombosit normal yaitu 150-400 x 109/l.(6)
ITP disebabkan karena peningkatan penghancuran dini trombosit yang terutama
terjadi di limpa, sumsum tulang dan paru. Keadaan ini terjadi setelah suatu infeksi,
dengan terbentuknya kompleks imun yang kemudian melekat pada permukaan trombosit
dan akhirnya terjadi opsonisasi dan penghancuran trombosit oleh fagosit.(1) Kerusakan
trombosit pada ITP melibatkan autoantibodi terhadap glikoprotein yang terdapat pada
membran trombosit.Penghancuran terjadi terhadap trombosit yang diselimuti antibodi
(antibody-coated platelets) tersebut dilakukan oleh makrofag yang terdapat pada limpa
dan organ retikuloendotelial lainnya. Megakariosit dalam sumsum tulang bisa normal
atau meningkat pada ITP. Sedangkan kadar trombopoitin dalam plasma, yang merupakan
progenitor proliferasi dan maturasi dari trombosit mengalami penurunan yang berarti,
terutama pada ITP kronis.
Adanya perbedaan secara klinis maupun epidemiologis antara ITP akut dan
kronis, menimbulkan dugaan adanya perbedaan mekanisme patofisiologi terjadinya
trombositopenia di antara keduanya.Pada ITP akut, telah dipercaya bahwa penghancuran
trombosit meningkat karena adanya antibodi yang dibentuk saat terjadi respon imun
terhadapt infeksi bakteri/virus atau pada imunisasi, yang bereaksi silang dengan antigen
dari trombosit. Mediator-mediator lain yang meningkat selama terjadinya respon imun
terhadap infeksi, dapat berperan dalam terjadinya penekanan terhadap produksi
trombosit. Sedangkan pada ITP kronis mungkin telah terjadi gangguan dalam regulasi
sistem imun seperti pada penyakit autoimun lainnya, yang berakibat terbentuknya
antibosi spesifik terhadap trombosit.
Hal tersebut di atas yang menjelaskan mengapa beberapa cara pengobatan terbaru
yang digunakan dalam penatalaksanaan ITP memiliki efektifitas terbatas, disebabkan
mereka gagal mencapai target spesifik jalur imunologis yang bertanggung jawab pada
perubahan produksi dan destruksi dari trombosit.
Pada penyakit ini, yang juga dikenal sebagai penyakit Werholf’s, terdapat
difisiensi keping darah (trombosit) di darah perifer. Karena tidak terbentuk gumpalan
trombosit pada pembuluh darah yang cedera, waktu perdarahan memanjang.
Pembentukan trombin terjadi lambat dan bekuan darah yang terbentuk lunak dan tidak
saling melekat erat. Didapati juga sebagai tambahan, disfungsi kapiler yang belum
dimengerti benar mekanismenya.(5)

Saat ini telah didapati bukti yang meyakinkan bahwa sindrom ITP akibat destruksi
trombosit yang diperantai proses imunologis dan salah satu teori yang ada yang dapat
menerangkan ITP berdasarkan kasus yang terbanyak adalah pendestruksian trombosit
oleh sistem kekebalan (imun), karena dapat menurunkan jumlah trombosit
(trombositopenia). Antigen membran trombosit yang dikenal dan menjadi sasaran
pengrusakan sistem imun adalah PLA-1 dan HLA.Semua individu mengandung HLA
yang spesifik untuk dirinya sendiri (hanya 98% manusia yang sel trombositnya
(5)
mengandung Ag PLA-1). Sistem kekebalan yang berperan dalam menghancurkan
trombosit adalah Ab anti-trombosit, sistem komplemen, sel fagosit dan sistem Retikulo
Endotelial (RES). Terbentuknya Kompleks Imun (KI), dapat meningkatkan clearance
trombosit oleh sistem monosit-makrofag sebagai sel fagosit, melalui mekanisme
chemotaxis, attachment fagositosis/endocitosis, intracell process/engulf dan
exoxytosis.(5)
Platelet survival. Trombosit, fragmen sitoplasmik anuklear berasal dari
megakariosit sumsum tulang, beredar dalam darah selama 7-10 hari hingga akhirnya
dibuang oleh sistem retikuloendotelial atau beragregrasi di lokasi cedera subendotelial
pada pembuluh darah. Usia trombosit pada ITP berkurang drastis. Semkin rendah jumlah
trombosit semakin rendah pula usiaedarnya. Berdasarkan penelittian, berkurangnya usia
trombosit merupakan akibat proses ektrisnsik dari trombosit. (5,6)
Peran antibodi trombosit. Trombositopenia pada ITP merupakan akibat dari kerja
autoantibodi terhadap trombosit.Ab anti-trombosit digolongkan atas alloantibody
terutama terhadap Ag trombosit yaitu Ag PLA-1 dan Ag HLA.Dua persen populasi tanpa
PLA-1.Bila mereka mendapat transfusi trombosit yang mengandung PLA-1, dapat terjadi
purpura pasca transfusi (PPT).Karena pasca transfusi tersebut, resipien berespon
mensintesa antibodi anti PLA-1 (donor).Ikatan antara antibodi anti PLA-1 dengan PLA-
1 pada trombosit donor membentuk KI.KI tersebut dihancurkan melalui dua
mekanisme.Pertama, terjadi sitolisis oleh komplemen karena reaksi KI dengan
komplemen.Kedua, KI yang telah diopsonisasi komplemen meningkatkan daya
kemotaksis.Attachment monosit-makrofag memfagositosis serta menghancurkan KI
(anti trombosit).KI tersebut juga dapat menempel pada trombosit resipien pada reseptor
Fc-R sehingga berfungsi sebagai faktor kemotaksis.Sistem monosit-makrofag
memfagositosis trombosit resipien tersebut. Kemudian, dihancurkan dalam
phegolisozym oleh enzim dan peroxide atau SRE. Ibu hamil yang trombositnya tidak
mengandung PLA-1, dapat disensitisasi oleh trombosit janinnya yang mempunyai PLA-
1 (dari ayah). Dengan ini, ibu akan berespon mesintesa IgG anti PLA-1 dan ditransfer
lewat plasenta ke janin, sehingga menimbulkan Neonatal Isoimmune Thrombocytopenia
(NIT). (5)
Peran proses imunologis lainnya. Kemungkinan adanya proses imunologis yang
cell-mediated pada ITP muncul karena penelitian yang membuktikan kapasitas trombosit
dari pasien ITP kronik menginduksi transformasi limfosit secara in vitro. Satu hingga
empat minggu setelah terkena infeksi virus biasa, sebagian kecil anak membentuk suatu
autoantibodi terhadap permukaan trombosit. Target antigenik utama dari antibodi
tersebut pada ITP akut masih belum diketahui. adanya riwayat infeksi virus didapatkan
pada 50-65% kasus ITP pada anak. Frekuensi dimana kejadian ITP akut yang didahului
oleh infeksi virus dan adanya periode latent karakteristik (1-4 minggu) antara infeksi akut
tersebut dengan onset trombositopenia menimbulkan dugaan adanya kompleks antigen-
antibodi viral, dibanding autoantibodi trombosit, yang bertanggung jawab terhadap
sensitisasi dan destruksi trombosit pada bentuk akut yang self-limited. Alasan mengapa
sebagian anak merespon suatu infeksi biasa dengan penyakit autoimune masih belum
jelas.Bisa dikatakan hampir semua virus penyebab infeksi telah dihubungkan dengan ITP
termasuk virus Epstein-Barr (EBV) dan HIV. (6,7)
Peran lien. Lien sebagai organ retikuloendotelial sistem berperan sebagai filter
bagi sel-sel darah termasuk trombosit yang bertugas membuang sel-sel tersebut dari
sirkulasi begitu waktu edarnya habis. Fagositosis trombosit oleh leukosit splenikus telah
dibuktikan secara in vitro. Setelah antibodi dan permukaan trombosit berikatan, antibody-
coated platelets dalam sirkulasi dikenali oleh reseptor Fc pada makrofag spenikus,
difagositosis dan dihancurkan. Terdapat data bahwa faktor-faktor yang terlibat dalam
destruksi trombosit pada ITP serupa dengan yang mengakibatkan destruksi eritrosit yang
dirusak oleh antibodi.Fagositosis retikuloendotelial ini dapat dihambat oleh
kortikosteroid dan difasilitasi oleh hormon estrogen.Kini muncul dugaan bahwa limpa
selain menampung trobosit-terikat antibodi, juga berperan penting sebagai tempat
pembentukan antibodi trombosit. (5,6,7)
Peran gangguan trombopoiesis. Antibodi yang terdapat pada ITP mungkin
berinteraksi dengan megakariosit.Salah satunya yang mendukung teori tersebut adalah
ditemukannya imunoglobulin di permukaan megakariosit melalui pemeriksaan
imunofluoresensi.Pada ITP dapat terjadi peningkatan trombopoiesis walaupun tetap tidak
mampu mengatasi kecepatan penghancuran yang ada. (5,6)
Peran cedera vaskuler. Diduga faktor vaskular berperan dalam ITP karena
perdarahan pada ITP lebih menyulitkan dibanding dengan trombositopenia sekunder
dengan derajat keparahan yang sama, misalnya anemia aplastik.
Peran disfungsi trombosit. Defek yang biasanya timbul adalah defisiensi reaksi
pelepasan yang bisa jadi merupakan akibat dari interaksi trombosit dengan antibodi IgG
atau kompleks imun.
3.5. Manifestasi Klinis
Awitan biasanya akut.Memar dan ruam petekie menyeluruh terjadi 1-4 minggu
setelah infeksi virus atau pada beberapa kasus tidak ada penyakit yang mendahului.
Gambaran klasik pada ITP ialah mengenai anak yang sebelumnya sehat dan mendadak
timbul petekie, purpura, dan ekimosis yang dapat tersebar ke seluruh tubuh, biasanya
asimetris, dan mungkin mencolok di tungkai bawah.(3,4,5) Keadaan ini kadang-kadang
dapat dijumpai pada selaput lendir terutama hidung dan mulut sehingga dapat terjadi
epistaksis dan perdarahan gusi dan bahkan tanpa kelainan kulit.(2)
Gejala lainnya ialah perdarahan traktus genitourinarius (menoragia, hematuria),
traktus digestivus (hematemesis, melena), pada mata (konjungtiva, retina) dan yang
terberat namun agak jarang terjadi ialah perdarahan pada SSP (perdarahan subdural dan
lain-lain). Pada pemeriksaan fisik umumnya tidak banyak dijumpai kelainan kecuali
adanya petekie dan ekimosis. Mungkin pula ditemukan demam ringan bila terdapat
perdarahan berat atau perdarahan traktus gastrointestinal. Renjatan (shock) dapat terjadi
bila kehilangan darah banyak.(2)
Splenomegali jarang ditemukan. Pada seperlima kasus dapat ditemukan
splenomegali ringan. Apabila didapatkan abnormalitas seperti hepatosplenomegali atau
limfadenopati yang bermaksa menimbulkan kecurigaan ke penyakit lain. Ketika onsetnya
insidius atau kambuhan, khususnya pada remaja, kemungkinan ITP nya bersifat kronis
atau trombositopenianya merupakan manifestasi dari penyakit sistemik seperti systemic
lupus erythematosus lebih besar.
Ada klasifikasi dari U.K untuk pembagian derajat perdarahan pada ITP
berdasarkan gejala dan tanda, tetapi tidak berdasarkan jumlah trombosit.(3,6)
None Tidak ada gejala selain jumlah trombosit yang rendah
Ringan Memar dan petekie
Sesekali epistaksis ringan
Sangat sedikit atau tidak ada gangguan dengan kehidupan sehari-hari
Sedang Manifestasi kulit yang lebih berat dengan beberapa lesi di mukosa
Berat Epistaksis dan menoragia yang lebih berat
Episode perdarahan (epistaksis, melena, dan/atau menoragia) yang
memerlukan perawatan rumah sakit dengan/atau tanpa transfusi darah
Gangguan serius yang mempengaruhi kualitas hidup
Tabel 1. Derajat Perdarahan ITP
3.6. Diagnosis
Anamnesis
Manifestasi klinik klasik dari ITP adalah anak berusia 1 hingga 4 tahun yang
sebelumnya sehat akan tiba-tiba mengalami petechiae dan purpura diseluruh tubuhnya.
Orang tua sering menyatakan bahwa anak sehat kemarin dan sekarang sudah dipenuhi
dengan memar dan titik-titik kemerahan. Seringkali tampak adanya perdarahan dari gusi
dan membran mukosa, disertai dengan adanya trombositopenia yang parah (itung jenis
trombosit kurang dari 10.000/uL). Hal ini dialami oleh sepertiga dari penderita ITP akut.
Terdapat riwayat infeksi virus yang mendahului onset ITP 1 hingga 4 minggu sebelum
onset trombositopenia.6
Dari anamnesis, perlu untuk diketahui adanya gejala-gejala perdarahan dan
tingkat keparahan serta durasi perdarahan. Perlu diketahui pula gejala-gejala lain yang
dapat membantu mengeksklusi penyebab lain dari trombositopenia.
Gali lebih dalam mengenai faktor risiko untuk HIV dan gejala sistemik lain yang
dapat mengarahkan kita ke kelainan lain. Perlu juga diketahui obat-obat apa saja yang
sedang atau pernah dikonsumsi oleh pasien. Berikut disertakan tabel daftar obat yang
dapat menyebabkan trombositopenia.
Tabel 2. Obat yang Diketahui Menyebabkan Trombositopenia.9
Obat yang menurunkan produksi trombosit
 Agen kemoterapeutik
 Diuretik thiazide
 Alkohol
 Estrogen
 Kloramfenikol
 Radiasi pengionisasi
Obat yang menyebabkan peningkatan destruksi trombosit
 Sulfonamid
 Kuinidin dan kuinin
 Karbamazepin
 Asam valproat
 Heparin
 Digoxin
Obat yang menyebabkan perubahan fungsi trombosit
 Aspirin
 Dipyridamole
Pada ITP sendiri dapat dijumpai gejala-gejala sebagai berikut:1
a. Gejala bersifat tiba-tiba
b. Purpura
c. Menorrhagia
d. Epistaksis
e. Perdarahan gusi
f. Riwayat imunisasi virus hidup belakangan ini
g. Riwayat penyakit virus belakangan ini
h. Kecenderungan untuk memar
Diagnosis ITP sebagian besar juga ditegakkan berdasarkan gambaran klinis
adanya gejala dan atau tanda perdarahan, disertai penurunan jumlah trombosit
(trombositopeni). Pemeriksaan laboratorium lainnya dapat membantu menyingkirkan
kemungkinan penyebab trombositopeni yang lain. Biasanya pasien ITP merupakan anak
sehat yang tiba-tiba mengalami perdarahan baik pada kulit, petekie, purpura atau
perdarahan pada mukosa hidung (epistaksis).(1,2,3,7) Lama terjadinya perdarahan pada ITP
dapat membantu membedakan antara ITP akut dan kronis.Tidak didapatkan gejala
sistemik dapat membantu menyingkirkan kemungkinan suatu bentuk sekunder dan
diagnosis lainnya. Perlu juga dicari riwayat imunisasi, riwayat tentang penggunaan obat
atau bahan lain yang dapat menyebabkan trombositopenia. Riwayat keluarga umumnya
tidak didapatkan.(4,6)
Pada pemeriksaan fisik biasanya hanya didapatkan bukti adanya perdarahan tipe
trombosit (platelet-type bleeding), yaitu petekie, purpura, perdarahan konjungtiva, atau
perdarahan mukokutaneus lainnya. Perlu dipikirkan kemungkinan suatu penyakit lain,
jika ditemukan adanya pembesaran hati dan atau limpa, meskipun ujung limpa sedikit
teraba pada lebih kurang 10% anak dengan ITP.
Selain trombositopenia, pemeriksaan darah tepi lainnya pada anak dengan ITP
umumnya normal sesuai dengan umurnya. Pada lebih kurang 15% pasien didapatkan
anemia ringan karena perdarahan yang dialaminya.Trombosit yang imatur
(megatrombosit) ditemukan pada sebagian besar pasien. Diagnosis ITP ditegakkan
dengan menyingkirkan kemungkinan penyebab trombositopenia yang lain.(4,6) Bentuk
sekunder kelainan ini didapatkan bersamaan dengan eritematous lupus sistemik (ELS),
sindroma antifosfolipid, leukemia atau limfoma, defisiensi IgA, hipogamaglobulinemia,
infeksi HIV atau hepatitis C, dan pengobatan dengan heparin atau quinidin.
Pada anak yang berumur kurang dari tiga bulan, kemungkinan suatu
trombositopenia kongenital perlu disingkirkan. Pada sindrom Bernard-Soulier
perdarahan sering lebih hebat dari jumlah trombosit yang diduga (contohnya, perdarahan
yang nyata pada jumlah trombosit 30.000/mm3). Pada sindrom Wiskott-Aldrich
didapatkan trombosit yang lebih kecil dari normal, sedangkan pada ITP biasanya lebih
besar dari bentuk trombosit normal. Kelainan kongenital lain yang dapat menyebabkan
perdarahan pada bayi dan terdiagnosa sebagai ITP adalah penyakit von Willebrand’s tipe
IIb, yang disebabkan faktor von Willebrand abnormal agregasi trombosit dan
trombositopenia.
Anak yang lebih tua dan mereka mengalami perjalanan menjadi kronis, perlu
dipikirkan adanya kelainan autoimun yang lebih luas, serta perlu dicari adanya tanda-
tanda dan atau gejala-gejala dari ELS atau sindrom antifofolipid. Pada anak yang
menderita varisela yang disertai trombositopenia perlu dilakukan pemeriksaan yang lebih
teliti, sebab meskipun jarang namun dapat mengancam jiwa berhubungan dengan
kekurangan protein S yang didapat dan trombosis mikrovaskuler.
3.6.1. Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan pemeriksaan laboratorium darah lengkap, untuk melihat apakah ada
trombositopenia. Leukosit biasanya normal.(2,4) Selain itu, dilakukan pemeriksaan
hapusan darah tepi untuk menyingkirkan kemungkinan pseudotrombositopenia,
sindroma trombosit raksasa yang diturunkan (inherited giant platelet syndrome), dan
kelainan hamatologi lainnya. Anemia biasanya normositik dan sesuai dengan jumlah
darah yang hilang. Bila telah berlangsung lama maka dapat berjenis mikrositik
hipokromik. Trombosit imatur (megatrombosit) ditemukan pada sebagian besar pasien.
Pada pemeriksaan dengan flow cytometry terlihat trombosit pada ITP lebih aktif secara
metabolik, yang menjelaskan mengapa dengan jumlah trombosit yang sama, perdarahan
lebih jarang didapatkan pada ITP dibanding pada kegagalan sumsum tulang. Pemeriksaan
laboratorium sebaiknya dibatasi terutama pada saat terjadinya perdarahan dan jika secara
klinis ditemukan kelainan yang khas.(4)
Sumsum tulang biasanya memberikan gambaran yang normal, tetapi jumlah dapat
pula bertambah.(2,6) Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang tidak perlu dilakukan bila
gambaran klinis dan laboratoris klasik. Dilakukan pemeriksaan aspirasi sumsum tulang
bila gagal terapi selama 3-6 bulan, atau pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya
pembesaran hepar/ kelenjar getah bening dan pada laboratorium ditemukan
bisitopenia.(10)
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan pada pasien ITP adalah mengukur
antibodi yang berhubungan dengan trombosit (platelet-associated antibody) dengan
menggunakan direct assay. Namun pemeriksaan ini juga belum dapat membedakan ITP
primer dengan sekunder, atau anak yang akan sembuh dengan sendirinya dengan yang
akan mengalami perjalanan menjadi kronis.(4,8)
Selain kelainan hematologis di atas, mekanisme pembekuan memberikan
kelainan berupa masa perdarahan memanjang, Rumpel-Leede umumnya positif, tetapi
masa pembekuan normal. Pemeriksaan lainnya normal.(2,6)

3.7. Diagnosis Banding


Diagnosis banding trombositopenia pada populasi pediatrik sangat luas.
Anamnesis mengenai riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga sangat
penting untuk ditanyakan.
Trombositopenia herediter, seperti penyakit von Willebrand tipe 2B atau pseudo-
von Willebrand memiliki gejala yang sama dengan ITP, dengan adanya riwayat pada
keluarga dan dengan adanya gejala perdarahan mukosa yang lebih berat. Adanya infeksi
berulang mengarah ke penyakit kongenital atau penyakit imunodefisiensi yang
didapat.Sindrom Wiskott-Aldrich ditandai dengan trombositopenia, terdapat eksema dan
adanya riwayat infeksi berulang.Ini terjadi pada bulan pertama
kehidupan.Amegakariositik trombositopenia kongenital adalah sindrom kegagalan
sumsum tulang yang ditandai dengan trombositopenia yang berat. HIV dengan
trombositopenia, biasanya terdapat riwayat pada keluarga atau adanya riwayat
transfusi.(4,6)
Selain anamnesis, diperlukan juga pemeriksaan fisik pada anak dengan
trombositopenia. Pada anemia Fanconi, didapatkan malformasi rangka dan perawakan
pendek. Adanya bercak kemerahan kutaneus dan pembengkakan sendi kemungkinan
suatu penyakit autoimun yang lebih berat seperti Systemic Lupus Erythematosus yang
biasanya terdapat pada anak lebih dari 10 tahun. Adanya hepatosplenomegali,
limfadenopati, nyeri tulang mengarah ke kanker darah.(4,6)
Dan terakhir, pemeriksaan dengan seksama sediaan hapus darah tepi, tidak oleh
dilupakan. Morfologi dan ukuran trombosit sangat berguna untuk membuat
diagnosis.Sindrom Bernard-Soulier dikarakteristikkan dengan abnormal bentuk
trombosit yang besar dan perdarahan yang signifikan. Anomali May-Heggalin juga
ditandai dengan adanya trombosit raksasa, inclusion bodies dan monosit yang disebut
sebagai Dohle bodies.(4,6)
Tabel 2. Diagnosis Banding ITP(4)
KELAINAN GAMBARAN KLINIS LABORATORIUM
Penurunan Produksi Trombosit
Kongenital
Trombositopenia Absent Radius - Tidak ada tulang radius saat - Hitung trombosit 15.000
(TAR) Syndrome lahir - 30.000/mm3
- Ada kelainan skeletal yang lain
- Ada penyakit jantung bawaan
(1/3 kasus)
Anemia Fanconi - Perawakan pendek - Pansitopenia karena anemia
- Hiperpigmentasi kulit aplastik
- Hipoplasia ibu jari dan radius
- Kelainan ginjal
- Mikrosefali
- Mikroftalmi
Trombositopenia - Tidak ada kelainan skeletal - Trombositopenia pada
amegakariositik seperti pada sindrom TAR periode neonatal
Didapat
Leukemia - Riwayat kelalahan, demam, - Leukosit meningkat
berat badan turun, pucat, - Anemia
nyeri tulang - Sel blas pada hapusan darah
- Limfadenopati tepi (leukoeritoblastosis)
- Splenomegali
- Hepatomegali (mungkin)
Anemia aplastik - Riwayat lelah, perdarahan atau - Pansitopenia
infeksi berulang - Neutropenia berat
- Pemeriksaan fisik non spesifik - Hitung retikulosit rendah
- Tidak ada splenomegali-
Neuroblastoma - Massa di abdomen - Trombositopenia karena
- Ada sindrom paraneoplastik metastasis sumsum tulang
- Gejala neurologik dari korda
spinalis
Defisiensi nutrisi - Riwayat nutrisi buruk atau diet - Anemia megaloblastik
khusus - Hipersegmentasi neutrofil
- Pucat, lemah, lelah - Retikulosit rendah
- Defisit neurologik karena - Kadar vit B12 dan asam folat
defisiensi vit B12 rendah
Obat-obatan - Riwayat penggunaan obat atau
perubahan dosis obat
Peningkatan Destruksi Trombosit
Imun
Neonatal allomimune - Ptekie menyuluruh beberapa - Hitung trombosit ibu normal
Trombositopenia jam setelah lahir
- Obat-obatan - Riwayat penggunaan obat atau
perubahan dalam dosis
- Infeksi HIV - Gejala dan tanda infeksi - Kelainan sebagian atau
sistemik HIV seluruh deret sel
- Konfirmasi diagnostik
serologi HIV
- Purpuran pasca transfusi - Riwayat transfusi trombosit - Trombositopenia akut
beberapa jam sebelum
trombositopenia
- Penyakit kolagen - Gejala sistemik, termasuk - Ada anemia karena penyakit
vaskular/autoimun nyeri/pembengkakan sendi kronik
- Leukosit kadang abnormal
Non imun
Sindrom uremic hemolitik - Riwayat diare berdarah - Anemia mikrositik
(Escheria coli O157:H7, mikroangiopati
Shigella sp)
- Gagal ginjal
DIC (Disseminated - Tanda/gejala sepsis (demam, - PPT dan APTT meningkat
intravascular coagulation) takikardi, hipotensi) - Anemia mikrositik
mikroangiopati
- Kadar fibrinogen menurun
- D-dimer
- Polisitemia kompensasi
Penyakit jantung sianotik - Sianosis
- Gagal jantung
Gangguan Kualitas Trombosit
Sindrom Wiskott-Aldrich - Menurun secara X-linked - Trombosit 20.000-
- Eksema 100.000/mol
- Infeksi berulang karena - Trmobosit sangat kecil
defisiensi imun
Sindrom Bernard-Soulier - Menurun secara dominan - Ukuran trombosit besar,
autosom kadang lebih besar dari
- Sering ada ekimosis, limfosit
perdarahan gusi dan
gastrointestinal
Anomali May-Hegglin - Menurun secara dominan - Ukuran trombosit raksasa
autosom (Giant platelet)
- Kebanyakan pasien - Ada Inclusion bodies pada
asimptomatik leukosit (Dohle bodies)
Sindrom Gray platelet - Perdarahan ringan - Trombosit kelihatan oval dan
pucat
Sekuestrasi
Sindrom Kasabach-Merritt - Peningkatan ukuran
hemangioendothelioma pada
periode neonatal
Hiperspenisme - Riwayat penyakit - Ada anemia dan hitung
hepar/hipertensi portal leukosit abnormal
- Splenomegali (tergantung penyakit)
- Dihubungkan dengan
leukemia dan penyakit
infiltratif lainnya

3.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ITP pada anak terutama ITP akut masih menjadi topik
kontroversi. Sebagian dokter meyakini perjalanan penyakit alami yang ringan penyakit
tersebut dan menganjurkan pengobatan hanya untuk mereka yang mengalami perdarahan
secara klinis berupa mulai petekie dan atau purpura yang banyak sampai perdarahan
hebat yang mengancam jiwa. Sedangkan sebagian yang lain menganjurkan tindakan dan
pengobatan dini pada semua anak dengan trombosit kurang dari 20.000-30.000/ mm3
tanpa menghiraukan tingkat perdarahan.(6)
Sebagian besar penderita (hanya mengalami petekie atau purpura ringan), tidak
memerlukan pengobatan dan pada sekitar 30-70% pasien, jumlah trombosit akan naik
sendiri dalam waktu 3 minggu. Pemberian medikamentosa dibatasi untuk hal-hal tertentu,
misalnya perdarahan yang masih berlanjut dan cukup berat (epistaksis, perdarahan
saluran cerna, dll). Pendapat lain mengatakan bahwa medikamentosa diberikan atas dasar
jumlah trombosit.(1)
Meskipun ITP pada anak umumnya bersifat akut dan biasanya membaik dengan
sendirinya dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, namun sejak seperempat abad
yang lalu terdapat perbedaan pendapat di antara para ahli tentang pemberian prednison
secara rutin pada pasien ITP. Dengan diperkenalkannya beberapa pengobatan baru akhir-
akhir ini, semakin meramaikan perbedaan pendapat tersebut.Yang menjadi permasalahan
sebenarnya adalah apakah seharusnya pada semua pasien ITP, terutama anak-anak perlu
diberikan pengobatan.

Tabel 3. Intervensi penanganan ITP berdasarkan jumlah trombosit dan manifestasi klinis. (10)
Trombosit (x109/L) Gejala dan pemeriksaan fisik Rekomendasi
>50-150 Tidak ada Tidak ada
>20 Tidak ada Pengobatan individual
(terapi/preventif)
>20dan/atau Perdarahan mukosa Dirawat di RS dan
<10 Perdarahan minor IVIG atau kortikosteroid

Menurut The American Society of Hematology (ASH), bahwa anak dengan ITP
dan jumlah trombosit kurang dari 20x109/l dan perdarahan mukosa yang signifikan, atau
anak dengan jumlah trombosit kurang dari 10x109/l dan purpura, diterapi dengan
imunoglobulin intravena (IVIG) atau prednison oral.(6)
Sebaliknya, rekomendasi dari British Paediatric Haematology Working Group
mengatakan bahwa terapi anak dengan ITP harus berdasarkan gejala klinis, tidak hanya
berdasarkan jumlah trombosit.(6)
Pada umumnya ITP akut tidak memerlukan perawatan, namun perlu dihindari
aktifitas fisik yang keras dan traumatik. Perawatan diperlukan bila telah terjadi
perdarahan berat yang mengancam hidup penderita tanpa melihat jumlah trombosit, atau
yang memerlukan tindakan tertentu. Kadang-kadang perawatan diberikan atas indikasi
sosial. Selain itu juga perlu untuk menghindari obat yang dapat menekan produksi dan
atau merubah fungsinya, dan yang penting juga adalah memberi pengertian pada pasien
dan atau orang tua tentang penyakitnya.(1,4,6)
Sebagain besar pasien ITP pada anak tidak perlu dirawat di rumah sakit. Suasana
rumah sakit (bangsal anak) yang sibuk dan ribut tidak lebih baik dari pada lingkungan
rumah sendiri. Pasien dapat kontrol di poliklinik 1-2 kali seminggu, dengan pemeriksaan
darah lengkap dan jumlah trombosit. Bila jumlah trombosit sudah mulai meningkat,
biasanya dalam 1-2 minggu maka pemeriksaan darah lengkap dan jumlah trombosit boleh
dilakukan 2-3 minggu sekali sampai kembali pada nilai normalnya.
Sebagian besar (80%) pasien biasanya dapat sembuh sempurna secara spontan
dalam waktu kurang dari 6 bulan. Pada beberapa kasus ITP pada anak didapatkan
perdarahan kulit yang menetap, perdarahan mukosa, atau perdarahan internal yang
mengancam jiwa yang memerlukan tindakan atau pengobatan segera.
Pengobatan yang biasa diberikan pada anak dengan ITP meliputi kortikosteroid
peroral, imunoglobulin intravena (IVIG), dan yang terakhir, anti-D untuk pasien dengan
rhesus D positif.Pengobatan-pengobatan tersebut di atas potensial memberikan efek
samping yang serius, sehingga penting bagi kita untuk mempertimbangkan risiko-risiko
tersebut agar tidak merugikan pasien (“primum non nocere”). Oleh sebab itu pengobatan
pada anak yang menderita ITP, keputusan mengenai kapan dilakukan terapi, terapi apa
yang akan digunakan dan apakah perlu perawatan di rumah sakit atau tidak sebagian
besar tetap berdasarkan pada pengalaman pribadi, pendekatan filosofis, dan
pertimbangan-pertimbangan praktis.(4,6)
Sebagian besar dokter khawatir dengan jumlah trombosit yang rendah. Namun
sebenarnya pengobatan untuk meningkatkan jumlah trombosit walaupun dengan jumlah
trombosit yang sangat rendah (<10.000 mm3) tidak selalu diperlukan. Jumlah trombosit
yang sedikit tersebut dapat berfungsi lebih efisien.
Steroid
Sebelum era IVIG, kortikosteroid peroral merupakan pengobaan utama pada ITP
karena dipercaya dapat menghambat penghancuran trombosit dalam sistem
retikuloendotelial dan mengurangi pembentukan antibodi terhadap trombosit oleh
limfosit B, serta mempupnyai efek stabilisasi kapiler yang dapat mengurangi
perdarahan.(1,4)
Sediaan glokokortikoid (prednison, prednisolon). Dosis yang biasa digunakan
ialah 1-2 mg/kgBB/hari selama kurang lebih 2-3 minggu. Penelitian terbaru
menunjukkan respon yang lebih cepat (secepat IVIG) dalam menaikkan jumlah trombosit
pada dosis prednison yang lebih tinggi (4 mg/KgBB/hari) jangka pendek.Pilihan
pengobatan ini mungkin yang paling sesuai untuk ITP pada anak dengan gejala yang
nyata dan mengganggu (sedang secara klinis).
Ada pula yang memakai dosis 10-30 mg/kgBB/hari, intravena, selama beberapa
hari. Pemberian steroid biasanya mempercepat kenaikan jumlah trombosit, tetapi tidak
mengubah morbiditas ataupun mortalitas.(1)
Intrevenous Immunoglobulin (IVIG)
Dengan munculnya terapi IVIG, beberapa penelitian menunjukkan peningkatan
yang cepat jumlah trombosit.(2,4) Cara kerja IVIG ialah dengan menutup (blokade)
reseptor Fc pada makrofag, sehingga tidak dapat menangkap trombosit yang telah
tersensitisasi dan biasanya bersifat sementara.(1) IVIG dapat meningkatkan jumlah
trombosit dalam waktu cepat (umumnya dalam 48 jam), sehingga pengobatan pilihan
untuk ITP dengan perdarahan yang serius (berat secara klinis).
Meskipun IVIG telah populer digunakan dalam terapi ITP pada anak, data terbaru
menunjukkan lebih dari 75% anak mengalami efek samping nyeri kepala dan panas.
Beberapa mengalami efek samping yang lebih serius, yaitu iritasi meningeal dan
hemiplegia sementara.IVIG merupakan produk dari darah yang potensial terjadinya
penularan virus.Meskipun penularan HIV belum pernah dilaporkan, namun penularan
hepatitis C virus telah dilaporkan dengan hasil yang cukup membahayakan. Oleh karena
itu, sebaiknya IVIG tidak diberikan tanpa indikasi yang jelas, apalagi kalau hanya untuk
menaikkan jumlah trombosit saja.(4)
Dosis yang biasa digunakan pada IVIG adalah 0,4 gram/KgBB/hari selama 5 hari,
namun penelitian terbaru menunjukkan lebih baik dan murah menggunakan dosis yang
lebih rendah yaitu dosis tunggal 0,8 gram/KgBB atau 0,25-0,5 gram/KgBB/hari selama
2 hari, dan memberikan efek samping yang lebih kecil pula. Pengobatan dengan IVIG
juga tidak mengurangi morbiditas ataupun mortalitas.(1,4)
Imunoglobulin anti-D
Pengobatan dengan imunoglobulin anti-D efektif pada anak dengan rhesus positif
dan memiliki keuntungan yaitu berupa suntikan tunggal dalam waktu singkat. Namun
selain mahal, dilaporkan adanya hemolisis dan anemia yang memerlukan transfusi darah
setelah dilakukannya pengobatan ini.(1,2,4)
Terdapat beberapa penelitian yang membandingkan kombinasi dari beberapa
pilihan pengobatan meliputi tanpa terapi, prednison peroral, metilprednisolon dosis
tinggi, IVIG, dan imunoglobulin anti-D intravena.Dari penelitian-penelitian di atas dapat
disimpulkan adanya kemajuan yang pesat dalam beberapa tahun untuk menetapkan cara
tercepat meningkatkan jumlah trombosit pada pasien ITP.Namun tidak ada penelititan
yang menyinggung tentang toksisitas, biaya, dan kesulitan-kesulitan dari pengobatan
tersebut. Semua pengobatan di atas hanya untuk meningkatkan jumlah trombosit yang
rendah, tapi tidak mengobati penyakit yang mendasarinya, sehingga kekambuhan sering
terjadi.(4)
Meskipun proses kesembuhan secara spontan pada anak dengan ITP mungkin
dipercepat dengan pemberian kortikosteroid dosis tinggi atau IVIG, respon tersebut
sering hanya bersifat sementara dan tidak memberi perlindungan terhadap komplikasi
perdarahan hebat yang dapat mengancam jiwa. Juga tidak didapatkan data yang
menunjukkan bahwa pengobatan tersebut menurunkan kemungkinan menjadi ITP
kronis.Pemberian steroid jangka panjang sebaiknya dihindari karena risiko efek samping
yang mungkin lebih membahayakan penyakitnya sendiri.
Splenektomi
Dari berbagai laporan kasus, dengan observasi yang konsisten dan frekuensi
remisi setelah splenektomi serta hasil yang sama pada pasien dewasa, menunjukkan
bahwa splenektomi merupakan pengobatan efektif. Sekitar 72% anak dengan ITP yang
dilakukan splenektomi mengalami remisi lengkap. Namun demikian splenektomi hanya
dipertimbangakan untuk kasus dengan perdarahan berulang yang gagal dengan
pengobatan medikamentosa dan penyakitnya telah berlangsung selama 12 bulan sejak
diagnosa ditegakkan.(1,2,8)
Perlu diingat pula bahwa kematian pasca splenektomi akibat infeksi berat (sepsis)
dilaporkan sebesar 1 per 300 – 1000 pasien per tahun.Sebelum tindakan splenektomi
sebaiknya pasien diimunisasi terlebih dahulu terhadap haemophillus influenzae B,
pneumococcus dan meningococcus. Pemberian preparat Penisilin pasca splenektomi juga
dianjurkan untuk seumur hidup.(1,2)
Indikasi splenektomi(2)
- Resisten setelah pemberian kombinasi kortikosteroid dan obat imunosupresif selama
2-3 bulan
- Remisi spontan tidak terjadi dalam waktu 6 bulan pemberian kortikosteroid saja
dengan gambaran klinis sedang sampai berat.
- Penderita yang menunjukkan respons terhadap kortikosteroid namun memerlukan
dosis yang tinggi untuk mempertahankan keadaan klinis yang baik tanpa adanya
perdarahan.
Indikasi kontra splenektomi(2)
Sebaiknya splenektomi dilakukan setelah anak berumur lebih dari 2 tahun, karena
sebelum umur 2 tahun fungsi limpa terhadap infeksi belum dapat diambil alih oleh alat
tubuh yang lain (hati, kelenjar getah bening, timus). Hal ini hendaknya diperhatikan,
terutama di negeri yang sedang berkembang karena mortalitas dan morbiditas akibat
infeksi masih tinggi.(4)
Beberapa pengobatan lain yang pernah dilaporkan bisa diberikan pada anak
dengan ITP adalah: gamma interferon, transfusi tukar plasma dan protein A-
immunoadsorption, alkaloid Vinca (vinkristin dan vinblastin), danazol, vitamin C, dan
siklofosfamid.(4) Transfusi trombosit jarang dilakukan dan biasanya tidak efektif, karena
trombosit yang ditransfusikan langsung dirusak.(6)
Pada keadaan tertentu, seperti adanya gejalan neurologis, perdarahan internal,
atau pembedahan darurat memerlukan intervensi segera. Metilprednisolon (30
mg/KgBB/hari maksimal 1 gram/hari selama 2-3 hari) sebaiknya diberikan secara
intravena dalam waktu 20-30 menit bersamaan dengan IVIG (1 gram/KgBB/hari selama
2-3 hari) dan transfusi trombosit 2-3 kali lipat dari jumlah yang biasa diberikan, vinkristin
mungkin bisa dipertimbangkan sebagai bagian dari terapi kombinasi tersebut. Perlu
dipertimbangkan pula untuk dilakukan splenektomi. Pada keadaan dimana terjadi
perdarahan hebat yang menetap, pemberian IVIG dosis tinggi bisa diperpanjang sampai
lima hari, bersamaan dengan transfusi trombosit secara terus-menerus (1 unit tiap jam).
Pengobatan lain dengan menggunakan obat sitostatika seperti vinkristin,
siklofosfamid, azatrioprin, dan lainnya, pernah digunakan, tetapi hasilnya secara
keseluruhan tidak memuaskan, sedangkan toksisitasnya cukup berat. Pemberian
interferon dan danazol pada anak dengan ITP telah dilaporkan, namun demikian hasilnya
juga belum memuaskan. Demikian pula pengobatan dengan vitamin C.(1,8)
Pemahaman yang tepat tentang perjalanan alamiah ITP kronis pada anak sangat
bermanfaat bagi suatu pengobatan yang rasional untuk kelainan tersebut yang masih
kontroversial. Ada yang berpendapat bahwa pasien ITP kronis akan mengalami
perdarahan berulang yang memerlukan splenektomi, infus IVIG yang teratur, atau obat-
obat imunosupresan. Namun pandangan tersebut ditentang oleh beberapa kelompok
peneliti yang berdasarkan suatu studi kasus yang besar mendapatkan bahwa sebenarnya
ITP kronis merupakan suatu kondisi yang ringan, hanya sedikit di antara mereka yang
mengalami perdarahan yang berat. Banyak di antara anak dengan ITP kronis dapat
mempertahankan jumlah trombosit mereka >30.000/ mm3 tanpa suatu terapi. Pada suatu
pengamatan jangka panjang anak dengan ITP kronis memperlihatkan bahwa kesembuhan
dalam jangka waktu yang lama masih bisa terjadi bahkan sampai usia>10 tahun.
Diperkirakan angka kesembuhan spontan setelah 15 tahun berkisar 61%, hampir sama
dengan 63% pada penelitian yang lain. Karena ITP kronis umumnya ringan dan
kesembuhan spontan kadang-kadang masih bisa terjadi, maka pengobatan sifatnya
individual. Kecuali splenektomi, tidak ditemukan data yang memperlihatkan manfaat
dari berbagai macam terapi ITP kronis yang ada. Pada pasien yang mengalami perubahan
kualitas hidup karena trombositopenia yang berat dan perdarahan (atau ketakutan akan
hal tersebut pada sebagian pasien, orang tua, atau dokter yang merawat), perlu
dipertimbangkan untuk dilakukan splenektomi. Banyak diantara pasien ITP kronis yang
tidak sembuh, meskipun dengan trombositopeni yang sedang tidak disertai klinis yang
berarti. Sebagian besar dapat hidup dengan perdarahan ringan pada kulit dan sedikit
keterbatasan, pengobatan sebaiknya diberikan jika diperlukan tindakan pembedahan dan
kecelakaan.
3.9. Prognosis
Anak dengan yang didiagnosa menderita ITP memiliki prognosis yang baik. Kira-
kira 80% - 90% anak dengan ITP menderita episode perdarahan akut, yang akan pulih
dengan jumlah trombosit yang normal dalam waktu 6 bulan.(2,4,6)
Pada ITP akut bergantung kepada penyakit primernya. Bila penyakit primernya
ringan, 90% akan sembuh secara spontan. Prognosis ITP kronik kurang baik, terutama
bila merupakan stadium praleukemia karena akan berakibat fatal. Pada ITP kronik yang
bukan merupakan stadium praleukemia, bila dilakukan splenektomi pada waktunya akan
didapatkan angka remisi sekitar 90%.(2)
BAB 4
PEMBAHASAN

Anamnesis
Teori Kasus
 Umumnya trombositopenia terjadi 1-3  Pasien memiliki riwayat infeksi
minggu setelah infeksi virus/ bakteri saat 2 minggu sebelum masuk
(ISPA, saluran cerna), bisa juga terjadi rumah sakit
setelah vaksinasi.  Pasien tidak memiliki riwayat
 Perdarahan yang terjadi tergantung meminum obat-obatan.
jumlah trombosit didalam darah.  Pasien tidak mengalami perdarahan
Diawali dengan perdarahan kulit berupa baik berupa mimisan, gusi
petekie hingga lebam. Perdarahan ini berdarah, ataupun purpura pada
biasanya dilaporkan terjadi mendadak kulit.
 Obat-obatan, misalnya heparin,
sulfonamid, kuinidin/kuinin, aspirin
dapat memicu terjadinya kekambuhan.
Obat yang mengandung salisilat dapat
meningkatkan resiko timbulnya
perdarahan.
 ITP terjadi akut dan biasanya sembuh
sendiri dalam 6 bulan, bila dalam waktu
6 bulan tidak sembuh maka diagnosis
menjadi ITP kronis.

Pemeriksaan Fisik
Teori Kasus
 Pada umumnya bentuk perdarahan ialah  Splenomegali (-)
purpura pada kulit dan mukosa (hidung,  Peteki (+/+)
gusi, saluran cerna, dan traktur
urogenital)
 Pembesaran limpa terjadi pada 10-20%
kasus.

Pemeriksaan Penunjang
Teori Kasus
 Darah tepi: morfologi eritrosit, leukosit,
dan retikulosit biasanya normal. Hematologi
Leukosit 9.050
Eritrosit 4.020.000
 Hemoglobin, indeks eritrosit dan jumlah Hemoglobin 12,7
leukosit normal. Anemia bisa terjadi bila Hematokrit 33,6
ada perdarahan spontan yang banyak. MCV 83,4
MCH 31,6
 Trombositopenia. Besar trombosit MCHC 37,9
umumnya normal, hanya kadang ditemui PLT 7000
bentuk trombosit yang lebih besar (giant Dengue Ig G Negatif
plalets) Dengue Ig M Negatif
 Masa perdarahan memanjang (BT).
 Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang
tidak perlu dilakukan bila gambaran klinis
dan laboratoris klasik. Dilakukan
pemeriksaan aspirasi sumsum tulang bila
gagal terapi selama 3-6 bulan, atau pada
pemeriksaan fisik ditemukan adanya
pembesaran hepar/ kelenjar getah bening
dan pada laboratorium ditemukan
bisitopenia.(10)

Penatalaksanaan
Teori Kasus
ITP - Metil Prednisolon 3x5 mg
 >50-150, tidak ada gejala, tidak perlu -NAC 75 mg + CTM 0,75 mg 3x I
terapi. Pulv
 >20, tidak ada gejala, pengobatan
individual (terapi/ preventif).
 >20 dan/ atau dengan perdarahan mukosa,
dirawat di RS dan,
 <10, perdarahan minor, diterapi IVIG atau
kortikosteroid.
 Sediaan glokokortikoid (prednison,
prednisolon). Dosis yang biasa digunakan
ialah 1-2 mg/kgBB/hari selama kurang
lebih 2-3 minggu.
BAB 5
KESIMPULAN

Telah dilakukan pemeriksaan pada pasien laki-laki An. MAH usia 8 tahun yang
didiagnosis dengan Tetralogi Of Fallot dan Idiopatik Trombositopeni Purpura, dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang didapatkan penegakkan diagnosis
dan penatalaksanaan yang telah sesuai dengan literatur yang mendukung pada kasus
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

1. Gatot D. Tata Laksana Perdarahan Pada Bayi dan Anak. Dalam: Pediatrics Update.
1sted. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2003. hal 23-29.
2. Hassan R, Alatas H, editor. Idiopathic Trombocytopenic Purpura (ITP). Dalam:
Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. 11thed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,
2007. hal 479-482.
3. Montgomery RR. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura. Dalam: Behrman RE,
Kliegman RM, Jenson HB, editor. NelsonTextbook of Pediatrics. 18thed.
Philadelphia: Saunders, 2007. hal 2082-84.
4. Urgasena IDG. Gangguan Kelainan Jumlah Trombosit (Purpura Trombositik Imun).
Dalam: Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. 2nded. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,
2006. hal 133-146.
5. http://pedinfect.com/?page=article&article_id=9971. Accessed on 2nd
December2013.
6. http://www.ama.ba/index.php/ama/article/download/52/48. Accessed on 2nd
December2013.
7. http://www.medicaljournal-ias.org/Belgelerim/Belge/03-OzsoyluMRWPTYEJCH
22259.pdf. Accessed on 2nd December2013.
8. http://www.osuem.com/downloads/resources/NEJM%2B2002%2BITP.pdf.
Accessed on 2nd December2013.
9. Chu YW, Korb J, Sakamoto KM. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura.Pediatrics
in Review. 2000. 21: 95.
10. IDAI. 2011. Buku Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter
Anak Indonesia.
11. McAnulty J, Metcalfe J, Ueland K. Heart Disease and Pregnancy. In: O' Rourke RA,
Fuster V, Alexander RW. Hurst's The Heart, Manual of Cardiology. Ed 10.:
McGraw-Hill; 2001. p. 683.
12. Robbins SL, Kumar V, Cotran RS. Buku Ajar Patologi. Ed ke-7: EGC; 2007. hal.
437
13. Wong KT, Yuen EHY, Ahuja AT. Chest. In: Ahuja AT. Case Studies in Medical
Imaging, Radiology for Students and Trainees.: Cambridge University Press; 2006.
p. 56.
14. Bhimji S. Tetralogy of Fallot. [Online].: emedicine.medscape.com; Updated on 24
August 2011 [Cited] 13 october 2011. Sumber:
http://emedicine.medscape.com/article/2035949-overview#showall.
15. Beermann LB. Tetralogy of Fallot. [Online].: http://www.merckmanuals.com; 2010
[cited] 14 october 2011. Sumber:
http://www.merckmanuals.com/professional/print/pediatrics/congenital_cardiovasc
ular_anomalies/tetralogy_of_fallot.html
16. Editor: Lilly LS. Patophysiology of heart diseases. Ed ke-4th.: Lippincott Williams
& Wilkins. p. 391.
17. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-11.: EGC; 2008. hal.
290.
18. Greenberg SB. Imaging in Tetralogy of Fallot. [Online].:
http://emedicine.medscape.com; Updated on 27 May 2011 [cited] 15 october 2011.
Sumber: http://emedicine.medscape.com/article/350898-overview#showall.
19. Rasad S. Radiologi Diagnostik. Ed ke-Edisi Kedua. Editor: Ekayuda I. Jakarta: FK-
UI; 2010. hal. 191-193.
20. Hardy M, Boynes S. Paediatric Radiography: Blackwell; 2003. p. 107.
21. Slaby F, Jacobs ER. Radiographic Anatomy.USA : Harwal, 1990 : p. 95,101,103.
22. Bailliard F, Anderson RH. Tetralogy Fallot. [Online]. South Carolina:
http://www.ojrd.com; 2009 [Dikutip] 16 october 2011. Sumber:
http://www.ojrd.com/content/4/1/2#sec8.

Anda mungkin juga menyukai