Anda di halaman 1dari 29

CASE REPORT SESSION

TUBERKULOSIS PARU
DALAM PENGOBATAN

Pembimbing:
dr. Sari Nikmawati, Sp.P
Oleh :
Sugiarto
1210070100139

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR-SMF PARU


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
BAITURRAHMAH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SOLOK
2016

1
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis complex.

B. Etiologi
Penyakit Tb paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Mycobakterium tuberkulosis kompleks. Bakteri ini berbentuk batang
dan bersifat tahan asam sehingga dkenal juga sebagai Batang Tahan Asam
(BTA). Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif pada
waktu batuk atau bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di
udara pada suhu kamar selama beberapa jam.
Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran
pernafasan.Setelah kuman tuberkulosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui
pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari paru kebagian
tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau penyebaran
langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman
yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan
dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif
(tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.
Seseorang terinfeksi tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam
udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

2
C. Klasifikasi
1. Klasifikasi berdasarkan letak anatomi :
A. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah kasus tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. TB milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena lesinya
yang terletak dalam paru.
B. Tuberkulosis ekstra paru
Kasus Tuberkulosis yang mengenai organ tubuh lain selain paru,misalnya
pleura,kelenjer getah bening (termasuk mediastinum dan atau hillus ),
abdomen, traktus genitourinarius, kulit sendi, tulang dan selaput otak.
2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak atau bakteriologi
A. Tuberkulosis paru BTA positif
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan BTA positif
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberculosis aktif.
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif.
B. Tuberkulosis paru BTA negatif
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negative, gambaran
klinis dan kelainan radiologi menunjukkan TB aktif.
- Dianjurkan pemeriksaan kultur pada hasil pemeriksaan dahak BTA
negative untuk memastikan diagnosis terutama pada daerah dengan
prevalens HIV > 1% atau paisen TB dengan kehamilan ≥5%
Atau
- Jika hasil pemeriksaan dahak BTA dua kali negative didaerah yang
belum memiliki kultur M. tuberculosis
- Memenuhi criteria sebagai berikut :
Hasil foto thorak sesuai dengan gambaran TB aktif dan disertai salah
satu dibawah ini :
- Hasil pemeriksaan HIV positif atau secara laboratorium sesuai HIV ,
atau

3
- Jika HIV negative ( atau status HIV negative atau prevalens HIV
rendah), tidak menunjukan perbaikan setelah pemberian
antibiotikspektrum luas( kecuali antibiotic yang mempunyai efek anti
Tb seperti fluorokuinolon dan aminoglikosida.)
C. Kasus bekas TB
- Hasil pemeriksaan BTA negative ( biakan juga negaatif bila ada) dan
gambaran radiologi paru menunjukan lesi TB yang tidak aktif, atau foto
serial ( dalam bulan) menunjukan gambaran yang menetap , riwayat
pengobatan oAT adekuat akan lebih mendukung
- Pada kasu yang gambaran radiologinya yang meragukan dan telah
mendapatkan pengobatan OAT 2 bulan tetapi pada foto toraks ulang
tidak ada perubahan gamabaran radiologi.
3. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.
Ada beberapa tipe pasien yaitu:
 Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan dengan hasil dahak BTA positif atau
negative dengan lokasi anatomi penyakit dimanapun.
 Pasien dengan riwayat pengobatan sebelumnya
Pasien yang sudah mendapatkan pengobatan TB sebelumnya minimal
selama satu bulan, dengan hasil dahak BTA positif atau negative dengan
lokasi anatomi penyakit dimanapun.

D. PATOGENESIS
Sumber penularan TB Paru adalah penderita TB BTA+, Pada waktu
batuk/bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk dropler
(percikan dahak).
Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang
di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut
sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian
mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer

4
akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis
lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di
hilus (limfadenitis regional).Afek primer bersama-sama dengan limfangitis
regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan
mengalami salah satu nasib sebagai berikut:

a) Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution


adintegrum)
b) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
c) Menyebar dengan cara perkontinuitatum menyebar kesekitarnya.
1) Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian
penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar
hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran
napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis
akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang
atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis
tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
2) Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke
paru sebelahnya atau tertelan.
3) Penyebaran secara hematogen dan limfogen.
Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah
dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara
spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat,
penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti itu
berkulosismilier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis
Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis
pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal,
genitalia dan sebagainya.

5
Gambar 1 patofisiologi TB

Tuberkulosis PostPrimer
Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah
tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis
postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk
dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk
tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat,
karena dapat menjadi sumber penularan.Tuberkulosis postprimer dimulai
dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior
maupun lobus inferior.Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni
kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut:
1) Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat. Sarang tersebut
akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan
jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh
dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali

6
dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju
dibatukkan keluar.

2) Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).


Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti
awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal(kaviti
sklerotik). Kaviti tersebut akan menjadi:
 Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni
ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas.
 Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif
kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi.
 Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti
menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil.
Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut
sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).

Gambar 2 : Skema Perkembangan Sarang Tuberkulosis Post Primer dan


Perjalanan Penyembuhannya

7
Gambar 3 : Skema Perkembangan Sarang Tuberkulosis Post Primer dan
Perjalanan Penyembuhannya

E. Diagnosa

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,


pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan
pemeriksaan penunjang lainnya.

F. Gejala klinik

Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu


gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yangterkena adalah paru maka
gejala lokal ialah gejala respiratorik (gejala lokal sesuai organ yang terlibat).
1. Gejala respiratorik
a. Batuk ≥2 minggu
b. Batuk darah
c. Sesak napas
d. Nyeri dada

8
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada
gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dariluas lesi.
Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila
bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin
tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi
bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak
ke luar.

2. Gejala sistemik
a. Demam
b. Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat
badan menurun.
3. Gejala Tuberkulosis ekstra paru
Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang
terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi
pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening,
pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis,
sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas &
kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
G. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, kelainan yang akan dijumpai tergantung


dari organ yang terlibat.

Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas


kelainan struktur paru.Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit
umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada
umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan
segmen posterior (S1 & S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial,
amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru,
diafragma dan mediastinum.

Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung


dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak,

9
pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi
yang terdapat cairan.

Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah


bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor),
kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat
menjadi “cold abscess”

Gambar 4 : apeks paru

H. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Bakteriologik

Bahan Pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan
untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura,
liquorcerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan
biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)
a. Pemeriksaan mikroskopik:
Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin pemeriksaan
Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala IUATLD

10
(rekomendasi WHO).Skala IUATLD (International Union Against
Tuberculosis and Lung Disease) :
1) Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif
2) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah
kuman yang ditemukan.
3) Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+).
4) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+).
5) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+).

b. Pemeriksaan biakan kuman:


Lowenstain-Jensen
Pada identifikasi M. Tuberkulosis, pemeriksaan dengan media
biakan lebih sensitif dibandingkan dengan pemeriksaan
mikroskopis. Pemeriksaan biakan depat mendeteksi 10-1000
Mycobakterium/ml. Media biakan terdiri dari media padat dan
media cair. Media lowenstain-jensen adalah media padat yang
menggunakan media basa telur.

Uji lainnya:
Uji Tuberkulin
Umumnya dipakai untuk mengetahui seseorang telah terinfeksi
kuman TB atau menentukan TB laten. Di Indonesia dengan prevalens TB
yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik penyakit kurang
berarti pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan
konversi, bula, atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali.
Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil
negatif.

Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas
indikasi: foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan.Pada pemeriksaan foto

11
toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk
(multiform).
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
1. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas
paru dan segmen superior lobus bawah.
2. Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular.
3. Bayangan bercak milier.
4. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif


1. Fibrotik
2. Kalsifikasi
3. Schwarte atau penebalan pleura

Luluh paru (destroyed Lung ) :


1. Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang
berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru .Gambaran radiologik
luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikavitas dan fibrosis
parenkim paru. Sulit untuk menilai aktivitas lesi atau penyakit hanya
berdasarkan gambaran radiologik tersebut.
2. Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktivitas
proses penyakit.
Pemeriksaan Lain

1. Analisis Cairan Pleura


Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu
dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan
diagnosis.Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis
adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan
pleura terdapat sel limfosit dominan danglukosa rendah.

2. Pemeriksaan histopatologi jaringan

12
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis TB.Pemeriksaan yang dilakukani alah pemeriksaan histologi.
Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi, yaitu :
a. Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB)
b. Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan
Veen Silverman)
c. Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan
bronkoskopi, trans thoracal biopsy/TTB, biopsy paru terbuka).
d. Otopsi

Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan


dimasukkan ke dalam larutan salin dandikirim ke laboratorium
mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan yang kedua difiksasi untuk
pemeriksaan histologi.

3. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang
spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah( LED) jam pertama dan kedua
dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering
meningkatpada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak
menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurangspesifik.

13
Gambar 5: alur diagnosis TB

I. Penatalaksanaan

Pengobatan tuberkulosis bertujuan


1. untuk menyembuhkan pasien dan mengembalikan kualitas hidup dan
produktivitas
2. mencegah kematian karena penyakit TB aktif atau efek lanjutannya
3. mencegah kekambuhan
4. Mengurangi transmisi atau penularan kepada orang lain
5. dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.

14
Obat yang dipakai
Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
- INH,
- Rifampisin,
- Pirazinamid,
- Streptomisin,
- Etambutol.
Jenis obat tambahan lainnya (lini 2):
- Kanamisin,
- Amikasin,
- Kuinolon,
- kapreomisin,
- sikloserin,
- etionamid/parationamid,
- para-amino salisilat (PAS).

Kemasan :
- Obat tunggal, obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH,
rifampisin, pirazinamid, dan etambutol.
- Obat kombinasi dosis tetap/ KDT (Fixed dose combination/FDC).
Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 2 sampai 4 obat dalam satu tablet.

15
Jenis dan dosis OAT
Obat Dosis Dosis yang Dosis Dosis (mg)/berat badan
(Mg/K dianjurkan maks/ha (kg)/hari
g ri (mg)
BB/Ha
ri)

Harian Intermitt <40 40-60 >60


(mg/kg en
BB/Har (mg/Kg/
i) BB/kali)

R 8-12 10 10 600 300 450 600

H 4-6 5 10 300 300 300 300

Z 20-30 25 35 750 1000 1500

E 15-20 15 30 750 1000 1500

S* 15-18 15 15 1000 Sesuai 750 1000


BB

*Pasien berusia lebih dari 60 tahun tidak bisa mendapatkan dosis lebih dari 500
mg perhari.

Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting


untuk menyembuhkan pasien dan menghindari TB MDR. Pengembangan strategi
DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioritas utama WHO.
International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO
menyarankan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan kombinasi tetap
dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis obat TB kombinasi tetap
berdasarkan WHO seperti terlihat pada tabel berikut.

16
Fase intensif 2-3 Fase lanjutan 4 bulan
bulan

BB Harian Harian 3x/minggu

(RHZE) (RH) (RH)

150/75/400/275 150/75 150/150

30-37 2 2 2

38-54 3 3 3

55-70 4 4 4

>71 5 5 5

Penetuan dosis terapi KDT 4 obat berdasarkan rentang dosis yang telah
ditentukan oleh WHO, merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam
batas dosis terapi dan non toksik.
Pada kasus yang mendapat obat KDT tersebut, bila mengalami efek samping
serius harus dirujuk ke rumah sakit/dokter spesialis paru/fasilitas yang mampu
menanganinya.

1. Panduan obat antituberkulosis


Pengobatan TB standar dibagi menjadi :
- Pasien baru
Panduan obat yang dianjurkan 2HRZE/4HR dengan pemberian
dosis setiap hari.
Bila menggunakan OAT program, maka pemberian dosis setiap hari
pada fase intensif dilanjutkan dengan pemberian dosis tiga kali
seminggu dengan DOT 2HRZE/4H3R3
- Pada pasien dengan riwayat pengobatan TB lini pertama

17
Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji kepekaan secara
individual. Selama menunggu hasil uji kepekaan, diberikan paduan
obat 2HRZES/RZE/5HRE.
- Pasien multi drug resistant (MDR)

Catatan:
Tuberkulosis paru kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru
sedangkan kasus TB-MDR dirujuk ke pusat rujukan TB-MDR

Efek samping obat


Sebagian besar pasien Tb paru dapat menyelesaikan pengobatan tanpa
efeksamping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena
itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan
selama pengobatan.Efek samping yang terjadi dapat yaitu:
1. Isoniazid (INH)
Efek samping ringan:
- Tanda-tanda keracunan pada saraf tepi
- Kesemutan
- Rasa terbakar
- Nyeri otot
Efek samping ringan ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin 100
mg per hari atau Vit.B kompleks dan pengobatan dapat dilanjutkan.
Efek samping berat:
 Hepatitis imbas obat
Segera hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan panduan OAT
pada keadaan khusus.

18
2. Rifamisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan
pengobatan simptomatis ialah:
- Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
- Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah
kadang-kadang diare
- Sindrom perut, berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah
kadang-kadang diare.
- Warna merah pada air seni, keringat, air mata dan air liur yang disebabkan
metabolism obat dan tidak berbahaya.

Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :


- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop
dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman Tb paru pada keadaan khusus
- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu
dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan
diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang
- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas

3. Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai
pedoman Tb paru pada keadaan khusus).Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri
aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal
ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam
urat. Kadan-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit
yang lain.

4. Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya
ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau.Meskipun demikian
keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali
terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30mg/kg BB yang

19
diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal
dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan.Sebaiknya etambutol tidak
diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi.
5. Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan
dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan
meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur
pasien. Risiko tersebut akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi
ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging
(tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat
dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr Jika
pengobatan di teruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan
menetap (kehilangan keseimbangan dantuli).Reaksi hipersensitiviti kadang
terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit kepala, muntah
dan eritema pada kulit.Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi)
seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi
segera setelah suntikan.Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat
dikurangi 0,25gr Streptomisin dapat menembus sawar plasenta sehingga
tidak bolehdiberikan pada perempuan hamil sebab dapat merusak syaraf
pendengaran janin.

Pengobatan Suportif / Simptomatik

Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya.Bila


keadaan klinis baik dan tidak ada indikasirawat, pasien dapat diberikan rawat
jalan.Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau
suportif/simtomatikuntuk meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi
gejala/keluhan.

1. Pasien rawat jalan


a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin
tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk pasien
tuberkulosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya)
b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam

20
c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas
atau keluhan lain.

2. Pasien rawat inap


Indikasi rawat inap :
TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :
a. Batuk darah
b. Keadaan umum buruk
c. Pneumotoraks
d. Empiema
e. Efusi pleura masif / bilateral
f. Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)
TB di luar paru yang mengancam jiwa :
a. TB paru milier
b. Meningitis TB
Pengobatan suportif / simtomatik yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan
indikasi rawa
Terapi Pembedahan

lndikasi operasi
1. Indikasi mutlak
a. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetetapi dahak tetap positif
b. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi
secara konservatif
2. lndikasi relatif
a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang
b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
c. Sisa kavitas yang menetap.

Tindakan Invasif (Selain Pembedahan)


1. Bronkoskopi
2. Punksi pleura
3. Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)

21
Kriteria Sembuh
1. BTA mikroskopik negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir
pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat
2. Pada foto toraks, gambaran radiologik serial tetap sama/ perbaikan
3. Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif

Evaluasi Pengobatan

Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, dan efek


samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat.

Evaluasi klinik
1. Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya
setiap 1 bulan
2. Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada
tidaknya komplikasi penyakit
3. Evaluasi klinik meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisik.

Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan)


1. Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
2. Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik
a. Sebelum pengobatan dimulai
b. Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
c. Pada akhir pengobatan
3. Bila ada fasiliti biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensiEvaluasi
radiologik (0 - 2 – 6/9 bulan pengobatan)

Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:


1. Sebelum pengobatan
2. Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan
kemungkinan keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan)
3. Pada akhir pengobatan

22
Evaluasi efek samping secara klinik
1. Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah
lengkap
2. Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula
darah , serta asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping
pengobatan
3. Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid
4. Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol (bila ada
keluhan)
5. Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan
audiometri (bila ada keluhan)
6. Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal
tersebut. Yang paling penting adalah evaluasi klinik kemungkinan terjadi efek
samping obat. Bila pada evaluasi klinik dicurigai terdapat efek samping, maka
dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan penanganan
efek samping obat sesuai pedoman

Evalusi keteraturan berobat


1. Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan diminum /
tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat penting penyuluhan atau
pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat. Penyuluhan atau
pendidikan dapat diberikan kepada pasien, keluarga dan lingkungannya.
2. Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi.

Evaluasi pasien yang telah sembuh


Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi minimal dalam 2
tahun pertama setelah sembuh, hal inidimaksudkan untuk mengetahui
kekambuhan.Hal yang dievaluasi adalah mikroskopik BTA dahak dan foto toraks
Mikroskopik BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan (sesuai indikasi/bila ada gejala)
setelah dinyatakan sembuh.Evaluasi foto toraks 6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan
sembuh.

23
J. Komplikasi

Pada pasien TB dapat terjadi pada beberapa komplikasi, baik sebelum


pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan

Bebrapa komplikasi yang mungkin timbul adalah

- Batuk darah massif


- Pneumotoraks
- Destroyed lung
- Efusi pleura
Pada keadaan komlikasi harus dirujuk ke fasilitas yang memadai.

24
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : Ny. G
Umur : 45 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Alahan Panjang
Pekerjaan : Petani

Anamnesis
Keluhan Utama:
Batuk bedarah sejak 3 hari yang lalu SMRS.

Riwayat penyakit sekarang:

 Batuk berdarah sejak 3 hari sebelum masuk RS, jumlah batuk darah
kurang lebih satu sendok teh sekali batuk, berwarna merah cerah.
 Batuk berdahak sejak 1 bulan ini dahak berwarna kekuningan.
 Sesak nafas sejak 2 hari sebelum masuk RS, sesak tidak menciut,
tidak dipengaruhi aktivitas, cuaca dan makanan.
 Nyeri dada (+) sejak 2 minggu SMRS, nyeri tidak menjalar.
 Berat badan menurun tetapi tidak tahu berapa penurunannya
 Sering berkeringat malam sejak 2 minggu yang lalu.
 Badan sering terasa letih sejak satu bulan ini
 Nafsu makan menurun sejak 2 minggu yang lalu.
 Sekarang sedang minum OAT sudah fase lanjutan
 Kelemahan anggota gerak kanan sejak 1 minggu sebelum masuk RS
Awalnya kelemahan anggota gerak kanan dirasakan ketika bangun
tidur.
 Sakit kepala (-)
 Demam (-)
 Mual dan muntah (-)
 BAB dan BAK Normal

25
Riwayat penyakit dahulu:
 Riwayat asma disangkal
 Riwayat minum OAT fase lanjutan
 Riwayat hipertensi disangkal
 Riwayat DM disangkal
Riwayat penyakit keluarga:
 Riwayat asma disangkal
 Riwayat minum OAT disangkal
 Riwayat hipertensi disangkal
 Riawayat DM disangkal

Riwayat pekerjaan, sosial, dan kebiasaan


Pasien seorang petani
Tidak merokok
Narkoba : Tidak ada
Alcohol : Tidak ada

Pemeriksaan Fisik umum


 Keadaan umum : Sakit-sedang.
 Kesadaran : Compos mentis cooperative.
 Tekanan Darah :120/70 mmHg.
 Nadi : 90 kali/menit.
 Nafas : 22 kali/ menit.
 Suhu : 36, 80 C.
 Tinggi badan : 145 cm
 Berat badan : 40 kg

26
KEPALA
Mata :
Konjungtiva tidak anemis
Sklera tidak ikterik
Leher :
Tidak ada peningkatan JVP
Tidak tampak pembesaran KGB

THORAK
PARU
- Inspeksi : Asimetris kiri dan kanan pada keadaan stasis dan
dinamis.
- Palpasi : Fremitus kiri normal, dan melemah pada sebelah
kanan.
- Perkusi : Tidak dilakukan
- Auskultasi :
Paru kanan : bunyi nafas menghilang, ronkhi (-)
Paru kiri : vesikuler (+), ronkhi (+), whezing(-)

JANTUNG

- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat


- Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
- Perkusi : Dalam batas normal
- Auskultasi : Regular, Gallop (-), Murmur (-)

ABDOMEN
- Inspeksi : Jejas tidak ada, ascites (-)
- Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-).
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Bising usus (+) normal

27
EKSTREMITAS
Tangan kanan : lemah, kekuatan motorik 3
Tangan kiri : normal, kekuatan motorik 5
Kaki kanan : lemah, kekuatan motorik 4
Kaki kanan : normal, kekuatan motorik 5
EKSTREMITAS Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Pasif Aktif Pasif Aktif
Kekuatan 3 5 4 5
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Tonus Eutonus Eutonus Eutonus Eutonus

LABORATORIUM
Darah rutin

- Hb : 11,1 g/dL
- Leukosit : 4.320 u/L
- Trombosit : 239.000 u/L

DIAGNOSIS KERJA
 Hemoptisis ec tb paru dalam pengobatan + hemiparese dextra ec
stroke iskemik

DIAGNOSIS BANDING

 Hemoptisis ec pneumonia
 Hemoptisis ec bronkiektasi

PENATALAKSANAAN
Umum
 Bed rest
 Terapi oksigen 2-3/menit
 IVFD RL 12 jam/kolf

28
Khusus
 Lanjut OAT (fase lanjutan)
 Rifampisin 3 x 150 mg (sekali minum dalam sehari) selama 4 bulan
 Isoniazid 3 x 75 mg (sekali minum dalam sehari) selama 4 bulan
 Piracetam 3 x 1200 mg
 Aspilet 1 x 80 mg
 Vit c tab 3x 50 mg
 Asam tranexamat tab 3x 500 mg
 Curcuma 3 x 200 mg
 Fisioterapi

PEMERIKSAAN ANJURAN
- Rontgen thorak

29

Anda mungkin juga menyukai