Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tumor/kanker tiroid merupakan neoplasma sistem endokrin yang
terbanyak dijumpai. Berdasarkan dari “Pathologycal Based Registration” di
Indonesia kanker tiroid merupakan kanker dengan insidensi tertinggi urutan ke
sembilan.
Menurut statistik dari National Cancer Institute (NCI), insidensi kanker
tiroid pada pria sekitar 2,5 per 100.000 populasi dan wanita sekitar 6,7 per
100.000 populasi. Kanker tiroid dapat mengenai seluruh kelompok usia dan
frekuensinya meningkat setelah usia diatas 50 tahun. Hanya sekitar 5 % dapat
mengenai usia 15-20 tahun. NCI juga menyebutkan bahwa kanker tiroid ini dapat
mengenai 16.000 orang per tahunnya.
Penegakkan diagnosa penting dilakukan untuk meningkatkan kualitas
hidup penderita. diagnosa klinis merupakan dasar dalam menentukan
penatalaksanaan selanjutnya, sehingga diperlukan pengetahuan dan ketrampilan
dalam menentukan diagnosa. Penanganan pertama untuk suatu kanker adalah
kesempatan terbaik untuk pasien mencapai tingkat kesembuhan optimal, demikian
pula halnya untuk kanker tiroid.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1. Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami tentang Tumor Tiroid
1.2.2. Tujuan Khusus
Mengetahui dan memahami tentang Tumor tiroid
1.2.3. Manfaat Penulisan
Untuk memenuhi tugas referatKepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu
Bedah.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 AnatomiKelenjar Tiroid


Kelenjar tiroid terletak di leher, yaitu antara fasia koli media dan fasia
prevertebralis. Di dalam ruang yang sama terdapat trakea, esofagus, pembuluh
darah besar dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan fascia pretrakealis
dan melingkari trakea dua pertiga bahkan sampai tiga perempat lingkaran.
Keempat kelenjar paratiroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar
tiroid, tetapi letak dan jumlah kelenjar ini dapat bervariasi. Arteri karotis komunis,
vena jugularis interna dan nervus vagus terletak bersama dalam suatu sarung
tertutup di latero dorsal tiroid. Nervus rekurens terletak di dorsal tiroid sebelum
masuk laring. Nervus frenikus dan trunkus simpatikus tidak masuk ke dalam
ruang antara fasia media dan prevertebralis (De Jong & Sjamsuhidajat, 2005).

Gambar 1. Anatomi kelenjar tiroid (De Jong & Sjamsuhidajat, 2005).

2
Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari empat sumber antara lain arteri
karotis superior kanan dan kiri, cabang arteri karotis eksterna kanan dan kiri dan
kedua arteri tiroidea inferior kanan dan kiri, cabang arteri brakhialis. Kadang kala
dijumpai arteri tiroidea ima, cabang dari trunkus brakiosefalika. Sistem vena
terdiri atas vena tiroidea superior yang berjalan bersama arteri, vena tiroidea
media di sebelah lateral dan vena tiroidea inferior. Terdapat dua macam saraf
yang mensarafi laring dengan pita suara (plica vocalis) yaitu nervus rekurens dan
cabang dari nervus laringeus superior (De Jong & Sjamsuhidajat, 2005).

Gambar 2. Vaskularisasi kelenjar tiroid (Ellis, 2006)

2.2 Histologi Kelenjar Tiroid


Kelenjar tiroid terdiri atas dua lobus yang dihubungkan oleh isthmus.
Jaringan tiroid terdiri atas folikel yang berisi koloid. Kelenjar dibungkus oleh
simpai jaringan ikat longgar yang menjulurkan septa ke dalam parenkim
(Jonqueira, 2007).

3
Gambar 3. Gambaran histologi dari kelenjar tiroid (Jonqueira, 2007).

Koloid terdiri atas tiroglobulin yaitu suatu glikoprotein yang mengandung


suatu asam amino teriodinisasi. Hormon kelenjar tiroid disimpan dalam folikel
sebagai koloid. Selain sel folikel, sel-sel parafolikel yang lebih besar juga terdapat
di kelenjar tiroid. Sel-sel ini terdapat di dalam epitel folikel atau diantara folikel.
Adanya banyak pembuluh darah di sekitar folikel, memudahkan mencurahkan
hormon ke dalam aliran darah (Jonqueira, 2007).

2.3 Fisiologi Kelenjar Tiroid


Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4) yang
kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T3). Iodium
nonorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid.
Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai afinitas
yang sangat tinggi di dalam jaringan tiroid. T3 dan T4 yang dihasilkan ini
kemudian akan disimpan dalam bentuk koloid di dalam tiroid. Sebagian besar T4
kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar
yang kemudian mengalami daur ulang.
Di sirkulasi, hormon tiroid akan terikat oleh protein yaitu globulin
pengikat tiroid Thyroid Binding Globulin (TBG) atau prealbumin pengikat
albumin Thyroxine Binding Prealbumine (TBPA). Hormon stimulator tiroid

4
Thyroid Stimulating Hormone (TSH) memegang peranan terpenting untuk
mengatur sekresi dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar
hipofisis. Proses yang dikenal sebagai umpan balik negatif sangat penting dalam
proses pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi. Pada pemeriksaan akan terlihat
adanya sel parafolikular yang menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk
mengatur metabolisme kalsium, yaitu
menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang (De Jong & Sjamsuhidajat,
2005).
Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid
yaitu Thyroid Stimulating Hormone (TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior
hipofisis. Kelenjar ini secara langsung dipengaruhi dan diatur aktifitasnya oleh
kadar hormon tiroid dalam sirkulasi yang bertindak sebagai umpan balik negatif
terhadap lobus anterior hipofisis dan terhadap sekresi hormon pelepas tirotropin
yaitu Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) dari hipotalamus (Guyton & Hall,
2006).
Sebenarnya hampir semua sel di tubuh dipengaruhi secara langsung atau
tidak langsung oleh hormon tiroid. Efek T3 dan T4 dapat dikelompokkan menjadi
beberapa kategori yaitu : (Sherwood, 2011)
a. Efek pada laju metabolisme
Hormon tiroid meningkatkan laju metabolisme basal tubuh secara
keseluruhan. Hormon ini adalah regulator terpenting bagi tingkat
konsumsi O2 dan pengeluaran energi tubuh pada keadaan istirahat.
b. Efek kalorigenik
Peningkatan laju metabolisme menyebabkan peningkatan produksi panas.
c. Efek pada metabolisme perantara
Hormon tiroid memodulasi kecepatan banyak reaksi spesifik yang terlibat
dalam metabolisme bahan bakar. Efek hormon tiroid pada bahan bakar
metabolik bersifat multifaset, hormon ini tidak saja mempengaruhi sintesis
dan penguraian karbohidrat, lemak dan protein, tetapi banyak sedikitnya
jumlah hormon juga dapat menginduksi efek yang bertentangan.

5
d. Efek simpatomimetik
Hormon tiroid meningkatkan ketanggapan sel sasaran terhadap
katekolamin (epinefrin dan norepinefrin), zat perantara kimiawi yang
digunakan oleh sistem saraf simpatis dan hormon dari medula adrenal.
e. Efek pada sistem kardiovaskuler
Hormon tiroid meningkatkan kecepatan denyut dan kekuatan kontraksi
jantung sehingga curah jantung meningkat.
f. Efek pada pertumbuhan
Hormon tiroid tidak saja merangsang sekresi hormon pertumbuhan, tetapi
juga mendorong efek hormon pertumbuhan (somatomedin) pada sintesis
protein struktural baru dan pertumbuhan rangka.
g. Efek pada sistem saraf
Hormon tiroid berperan penting dalam perkembangan normal sistem saraf
terutama Sistem Saraf Pusat (SSP). Hormon tiroid juga sangat penting
untuk aktivitas normal SSP pada orang dewasa.

6
Gambar 4. Fisiologi Kelenjar tiroid

2.4 Tumor Tiroid jinak


a. Adenoma Follikular
Tumor jinak adenoma menunjukkan adanya folikel cell dffirentiation.
Adenoma folikular biasanya berupa tumor soliter danmasih memiliki kapsul
fibrosa. Beberapa nodul dapat menunjukkansatu atau lebih perbedaan morfologi
tetapi biasanya akan sama jikamemiliki tipe adenoma yang sama. Evaluasi
diagnostik pasien dengan nodul tiroid terdiri dari biopsi rutin aspirasi jarum halus,
pemeriksaan USG leher dan skrining tingkat TSH serum. Jarum halus biopsi
aspirasi pada pasien dengan adenoma folikular dan pasien dengan karsinoma
folikular ditandai dengan adanya sel-sel epitel folikel yang sangat banyak dan
tumpang tindih.

b. Hurthle cell adenoma dan Teratoma


Neoplasma sel hurthle adalah tumor heterogen yang dapat muncul dengan
berbagai aspek klinis. Neoplasma ini berasal dari sel folikel dan terdiri dari sel
oncocytic, juga disebut oncocytes. Oncocytes yang mikroskopis ditandai dengan
sitoplasma granular yang berlimpah. Studi ultrastruktural telah menunjukkan
bahwa granular yang berlimpah ini disebabkan karena banyaknya mitokondria

7
dalam intra sitoplasmik sel. Sel adenoma hurthle unilateral dapat diobati dengan
lobektomi / isthmusectomy.
Teratoma adalah tumor yang berasal dari sel germinal yang terdiri dari
jaringan yang menyusun fetus pada masa embriologi, yaitu: ectoderm, endoderm,
dan mesoderm. Predileksi tersering terjadi di gonad, wilayah sacrococcygeal,
mediastinum dan wilayah pineal, meskipun juga terjadi pada daerah leher rahim
dan juga kelenjar tiroid. Bentuk diferensiasi sel germinal ini tergantung pada
kehadiran dan proporsi komponen yang belum matang, usia pasien serta ukuran
tumor pada saat presentasi awal. Eksisi bedah adalah pengobatan pilihan ((US
National Library of Medicine, 2014).

c. Graves disease
Penyakit Graves adalah gangguan autoimun yang mengarah ke
hiperaktifitas dari kelenjar tiroid (hipertiroidisme). Gangguan autoimun adalah
suatu kondisi yang terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan
sehat. Penyakit Graves adalah penyebab paling umum dari hipertiroid. Hal ini
disebabkan oleh respon sistemkekebalan tubuh yang abnormal sehingga
menyebabkan kelenjar tiroid menghasilkan terlalu banyak hormon tiroid. Penyakit
Graves paling sering terjadi pada wanita di atas usia 20 tahun namun gangguan
juga dapat terjadi pada usia berapa pun dan dapat juga terjadi pada laki-laki.
Pengobatannya adalah diberikan obat antitiroid, yodium radioaktif dan tindakan
bedah (US National Library of Medicine, 2014).

d. Hashimoto thyroiditis
Pembengkakan kronis tiroid (inflamasi) dari kelenjar tiroid yang sering
menyebabkan penurunan fungsi tiroid (hipotiroidisme). Penyakit ini dimulai
perlahan-lahan. Waktu yang dibutuhkan berbulanbulan atau bahkan bertahun-
tahun untuk bisa dideteksi. Tiroiditis kronis yang paling umum terjadi pada wanita
dan pada orang dengan riwayat keluarga penyakit tiroid. Terapi yang diberikan
berupa hormon tiroid (levothyroxine) jika tubuh tidak memproduksi cukup
hormone atau jika tubuh memiliki tanda-tanda gagal tiroid ringan (seperti

8
peningkatan TSH). Kondisi ini juga dikenal sebagai hipotiroidisme subklinis
(National Library of Medicine, 2014).

2.5 Struma
2.5.1 Definisi
Pembesaran kelenjar tiroid atau struma diklasifikasikan berdasarkan efek
fisiologisnya, klinik, dan perubahan bentuk yang terjadi. Struma adalah tumor
(pembesaran) pada kelenjar tiroid Biasanya yang dianggap membesar bila
kelenjar tiroid lebih dari 2x ukuran normal.
Struma diffusa adalah pembesaran yang merata dengan konsistensi lunak
pada seluruh kelenjar tiroid. Struma nodusa jika pembesaran kelenjar tiroid terjadi
akibat nodul, apabila nodulnya hanya satu maka disebut uninodusa, dan bila lebih
dari satu baik terletak pada hanya satu sisi lobus saja maupun pada kedua lobus
maka disebut multinodusa.

2.5.2 Etiologi
Pembesaran kelenjar tiroid (struma) dapat disebabkan oleh:
1. Hiperplasi dan hipertrofi dari kelenjar tiroid, setiap organ apabila dipacu
untuk bekerja lebih berat maka akan kompensasi dengan jalan hipertrofi
dan hiperplasi. Demikian juga halnya pada kelenjar tiroid pada saat masa
pertumbuhan atau pada kondisi dimana membutuhkan hormon tiroksin
lebih banyak maka akan diikuti dengan pembesaran kelenjar tiroid,
misalnya pada saat pubertas, gravid, sembuh dari sakit parah.
2. Inflamasi atau infeksi kelenjar tiroid, ada 3 bentuk, yaitu:
a. Tiroiditis akut
b. Tiroiditis sub-akut (de Quervain)
c. Tiroiditis kronis (Hashimoto's disease dan Riedel's struma)
3. Neoplasma, ada 2 bentuk, yaitu:
a. Neoplasma jinak (adenoma), dimana bentuk adenoma papiliferum
sering dianggap ganas dan dimasukkan dalam karsinoma tiroid tipe
papiler.
b. Neoplasma ganas (adenocarcinoma)

9
Tiroiditis Akut
Sering disebut juga sebagai akut difus tiroiditis atau akut non supuratif
tiroiditis atau pseudotuberkular tiroiditis. Gejala yang karakterisitik adalah panas
badan, kelemahan yang ekstrem (malaise), nyeri pada tiroid yang membesar.
Struma yang terjadi biasanya tidak simetris, membesarnya kadang sampai 2- 3
kali ukuran normal. Kadang juga menimbulkan refered pain ke persendian
mandibula atau ke telinga, atau kelenjar getah bening dekat tiroid. Keluhan lain
yang menyertai dispagia, panas badan yang tinggi terutama pada kondisi yang
sakit berat. Penyebab tiroiditis tidak jelas, bisa akibat infeksi virus, pada beberapa
kasus yang akibat infeksi bakterial sering berlanjut menjadi suatu infeksi yang
supuratif.
Bakteri patogen biasanya adalah staphylococcus dan pneumococcus, dan
jarang salmonella atau bacteroides. Pada kasus yang sangat jarang juga bisa
terjadi infeksi akibat tuberkulosis, actinomycoses, echinococcosis, aspergillosis,
dan syphilis.
Pada pemeriksaan biopsi akan menunjukkan suatu inflammatory reaction
yang karakteristik dengan adanya gambaran infiltrasi pada stroma tiroid oleh sel
mononuclear, proliferasi dari jaringan ikat, dan giant cell formation pada beberapa
spesimen.
Kombinasi hasil pemeriksaan uptake 1131 yang rendah dan Protein Bound
Iodine ( PBI ) yang sedikit meningkat atau normal, menunjukkan adanya tiroiditis.
Pengobatan yang dianjurkan adalah dengan antibiotika yang sesuai dengan
kumannya, biasanya akan mengecil dalam 48 jam dan sembuh dalarn 2 - 4
minggu. Pada yang sudah terjadi abses maka terapinya sama dengan abses
ditempat yang lain yaitu dilakukan drainase.

Tiroiditis Sub-akut (de Quervain's atau Giant-cell Thyroiditis)


Sering timbul sebagai self limited disease, sembuh dengan obat-obat
simptomatis misalnya aspirin, sembuh dalam beberapa hari akan tetapi juga ada
yang berkepanjangan sakitnya sampai berbulan-bulan. Jarang terjadi pada anak-
anak, sering terjadi pada dewasa dekade tiga sampai lima, dengan perbandingan
laki : wanita 1 : 5. Sebab yang pasti tidak jelas tetapi yang sering adalah

10
mengikuti infeksi virus pada pernafasan bagian atas.
Klinis timbul rasa nyeri pada daerah tiroid dan kadang juga menjalar pada
persendian rahang bawah serta telinga, nyeri menelan, kelenjar tiroid agak
membesar. Pada fase awal akan tampak sedikit hipertiroid dan setelah beberapa
minggu atau bulan akan normal lagi, atau bahkan menjadi hipotiroid. Pada fase
inflamasi akan terjadi penurunan uptake I131 dan TSH juga menurun. Perubahan
laboratorium yang menunjukkan peningkatan laju endap darah, peningkatan
immunoglobulin, leukositosis neutrofil atau limfosit.
Hipotiroid perlu diobservasi ulang setelah minggu ke-2 atau ke-4, biasanya
kembali normal, akan tetapi tidak jarang yang menuju kearah kerusakan jaringan
tiroid. Pada struma yang mula-mula difus kemudian menjadi nodusa lebih-lebih
apabila pembesarannya progresif serta menampilkan nodul yang keras maka
indikasi untuk dilakukan FNAB, untuk mengetahui keganasan atau suatu koloid.
Pada pemeriksaan mikroskopis tampak serbukan sel polimorfonuklear,
limfosit, dan giant cell. Yang karakteristik adanya granuloma berisi giant cells
dikelilingi oleh fokus - fokus degeneratif dari folikel tiroid.
Pada Subakut tiroiditis sering remisi spontan, akan tetapi bisa kambuh
setelah beberapa waktu. Kortikosteroid dan analgesik berperan untuk
mengantisipasi gejalanya. Prednison diberikan jangka panjang dan berangsur-
angsur dikurangi dosisnya. Bukan indikasi untuk dilakukan tiroidektomi subtotal.

Tiroiditis kronis
a. Hashimoto's disease (Struma lymphomatosa/Lymphadenoid goiter/
Lymphocytic thyroiditis)
Pertama kali di laporkan oleh Hawkin Hashimoto dari Jepang pada tahun
1912, sebagai penyakit tiroid akibat gangguan immunologis. Sering menyebabkan
hipotiroid pada anak dan dewasa. Laki : wanita = 1 : 15, sering terjadi pada usia
30 – 50 tahun.
Antitiroid antibodi dalam serum penderita Hashimoto's disease ditemukan
pertama kali oleh Doniach dan Roitt, 1957. Hal ini bisa mendeteksi adanya
kelainan tersebut, dan berlangsung selama sakit, erat hubungannya dengan peran
T-cell mediated factor.

11
Klinis didapat struma multinodusa dengan batas nodul tidak jelas, benjolan
benjolan yang terjadi biasanya pada pole bawah, tidak nyeri, tidak febris, berat
badan turun. Pada struma yang besar sering menimbulkan penekanan pada vena
kava superior.
Diagnosa Hashimoto's disease dimulai dengan ditemukannya hipotiroid,
pemeriksaan fungsi tiroid ( TSH, T3, T4 ) didapatkan TSH normal, dan sedikit
penurunan pada T3 dan T4. Pada fase transient hipertiroid maka akan didapat
peningkatan T3 dan T4, hal ini bisa dibedakan dengan Grave's disease dengan
melakukan pemeriksaan I131 uptake. Pada Grave's disease akan didapat
peningkatan uptake yang difus pada seluruh jaringan tiroid, sedangkan pada
Hashimoto's disease akan didapat gambaran yang normal bahkan pada fase lanjut
akan didapat uptake I131 menurun.
Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk Hashimoto's disease, biasanya
dengan memberikan hormon tiroksin (Euthyrox; Thyrax) sebagai replesmen serta
simtomatis lainnya. Kadang diperlukan pembedahan yang sifatnya adalah untuk
mengurangi jeratan atau penekanan yang diakibatkan. Biopsi atau FNAB
dilakukan untuk membedakan dengan proses keganasan.

b. Riedel's struma (Ligneous thyroiditis)


Sangat jarang, suatu proses peradangan pada tiroid. Usia yang mengalami
berkisar antara 30-60 tahun, wanita lebih sering dibanding pria. Etiologi terjadi
fibrosis tidak jelas. Sering dihubungkan sebagai kelanjutan dari tiroiditis subakut.
Penderita sering mengeluh adanya pembesaran yang cepat pada kelenjar
tiroid disertai dengan gangguan pada trakea atau esofagus. Konsistensinya
mengeras seperti kayu, bentuk irreguler, tanpa rasa nyeri, sering rancu dengan
karsinoma tiroid. Pada pemeriksaan laboratorium hampir tidak didapat kelainan,
hanya saja bila sudah fase akhir akan di dapat hipotiroid.
Diagnosa yang diandalkan hanyalah biopsi. Kelainan patologi yang
didapatkan adanya fibrosis yang menyeluruh pada kelenjar tiroid dan padat.
Pengobatan ditujukan pada suplemen hormonal bila dalam kondisi hipotiroid,
pembedahan diindikasikan atas adanya penekanan pada trakea atau esofagus.
Fibrosis yang terjadi dapat melibatkan struktur sekitarnya antara lain a. karotis, n.

12
rekuren laringeus.

Gambar. 5. Tiroiditis kronis

2.5.3 Klasifikasi
Dari aspek fungsi kelenjar tiroid, yang tugasnya memproduksi hormon
tiroksin maka bisa kita bagi menjadi:
1. Hipertiroid sering juga disebut sebagai toksika (walaupun pada kenyataannya
pada penderita ini tidak dijumpai adanya toksin), bila produksi hormon
tiroksin berlebihan.
Gejala
 Intoleransi panas dan keringat berlebihan
 Nafsu makan meningkat, penurunan berat badan, diare.
 Kecemasan, kelehahan, palpitasi
 Oligomenorea
Tanda
 Struma
 Eksoftalmus, lid lag dan retraksi kelopak mata
 Telapak tangan hangat dan lembab, tremor
 Fibrilasi Atrium

13
 Miksedema pretibia
2. Eutiroid bila produksi hormon tiroksin dalam batas normal.
3. Hipotiroid bila produksi hormon tiroksin kurang. Pada struma yang tanpa
tanda-tanda hipertiroid, kita sebut sebagai struma nontoksika.
Gejala
 Intoleransi dingin, keringat berkurang
 Suara serak
 Peningkatan berat badan, konstipasi
 Cara berpikir lambat, kelelahan
 Nyeri otak
Tanda
 Kulit pucat/kuning, kering, menebal, rambut tipis
 Sembab periorbita, kehilangan sepertiga luar Alis mata
 Demensia, tuli saraf, hiporefleksia
 Frekuensi nadi menurun, lidah besar, edema perifer

A. Struma Difusa Toksik


Definisi
Struma difusa toksik dapat kita temukan pada Grave’s Disease. Penyakit
ini juga biasa disebut Basedow. Trias Basedow meliputi pembesaran kelenjar
tiroid difus, hipertiroidi dan eksoftalmus. Walaupun etiologi penyakit Graves tidak
diketahui pasti, tampaknya terdapat peran dari suatu antibodi yang dapat
ditangkap reseptor TSH, yang menimbulkan stimulus terhadap peningkatan
hormon tiroid. Penyakit ini juga ditandai dengan peningkatan absorbsi yodium
radiokatif oleh kelenjar tiroid.

14
Gambar 6 penderita penyakit Graves

Patofisiologi
Grave’s Disease merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh kelainan
system imun dalam tubuh, di mana terdapat suatu zat yang disebut sebagai
Thyroid Receptor Antibodies. Zat ini menempati reseptor TSH di sel-sel tiroid dan
menstimulasinya secara berlebiham, sehingga TSH tidak dapat menempati
reseptornya dan kadar hormone tiroid dalam tubuh menjadi meningkat.

Gejala Klinis
Peningkatan metabolisme menyebabkan peningkatan kebutuhan kalori,
dan seringkali asupan (intake) kalori tidak mencukupi kebutuhan sehingga terjadi
penurunan berat badan secara drastis.
Peningkatan metabolisme pada sistem kardiovaskuler terlihat dalam
bentuk peningkatan sirkulasi darah, antara lain dengan peningkatan curah jantung/
cardiac output sampai dua-tiga kali normal, dan juga dalam keadaan istirahat.
Irama nadi meningkat dan tekanan denyut bertambah sehingga menjadi pulsus
celer; penderita akan mengalami takikardia dan palpitasi. Beban pada miokard,
dan rangsangan saraf autonom dapat mengakibatkan kekacauan irama jantung
berupa ektrasistol, fibrilasi atrium, dan fibrilasi ventrikel.
Pada saluran cerna sekresi maupun peristaltik meningkat sehingga sering
timbul polidefekasi dan diare.
Hipermetabolisme susunan saraf biasanya menyebabkan tremor, penderita
sulit tidur, sering terbangun di waktu malam. Penderita mengalami ketidakstabilan

15
emosi, kegelisahan, kekacauan pikiran, dan ketakutan yang tidak beralasan
Pada saluran napas, hipermetabolisme menimbulkan dispnea dan takipnea
yang tidak terlalu mengganggu. Kelemahan otot terutama otot-otot bagian
proksimal, biasanya cukup mengganggu dan sering muncul secara tiba-tiba. Hal
ini disebabkan oleh gangguan elektrolit yang dipicu oleh adanya hipertiroidi
tersebut.
Gangguan menstruasi dapat berupa amenorea sekunder atau metrorhagia.
Kelainan mata disebabkan oleh reaksi autoimun berupa ikatan antibodi terhadap
reseptor pada jaringan ikat dan otot ekstrabulbi dalam rongga mata. Jaringan ikat
dan jaringan lemaknya menjadi hiperplastik sehingga bola mata terdorong ke luar
dan otot mata terjepit. Akibatnya terjadi eksoftalmus yang dapat menyebabkan
kerusakan bola mata akibat keratitis. Gangguan gerak otot akan menyebabkan
strabismus.

Tata Laksana
Terapi penyakit Graves ditujukan pada pengendalian keadaan
tirotoksisitas/ hipertiroidi dengan pemberian antitiroid, seperti propil-tiourasil (
PTU ) atau karbimazol. Terapi definitif dapat dipilih antara pengobatan anti-tiroid
jangka panjang, ablasio dengan yodium radiokatif, atau tiroidektomi. Pembedahan
terhadap tiroid dengan hipertiroidi dilakukan terutama jika pengobatan dengan
medikamentosa gagal dengan kelenjar tiroid besar. Pembedahan yang baik
biasanya memberikan kesembuhan yang permanen meskipun kadang dijumpai
terjadinya hipotiroidi dan komplikasi yang minimal.

B. Struma Nodosa Toksik


Definisi
Struma nodosa toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada salah satu
lobus yang disertai dengan tanda-tanda hipertiroid. Pembesaran noduler terjadi
pada usia dewasa muda sebagai suatu struma yang nontoksik. Bila tidak diobati,
dalam 15-20 tahun dapat menjadi toksik. Pertama kali dibedakan dari penyakit
Grave’s oleh Plummer, maka disebut juga Plummer’s disease.

16
Patofisiologi
Penyakit ini diawali dengan timbulnya pembesaran noduler pada kelenjar
tiroid yang tidak menimbulkan gejala-gejala toksisitas, namun jika tidak segera
diobati, dalam 15-20 tahun dapat menimbulkan hipertiroid. Faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan dari nontoksik menjadi toksik antara lain adalah nodul
tersebut berubah menjadi otonom sendiri (berhubungan dengan penyakit
autoimun), pemberian hormon tiroid dari luar, pemberian yodium radioaktif
sebagai pengobatan.

Gejala Klinis
Saat anamnesis, sulit untuk membedakan antara Grave’s disease dengan
Plummer’s disease karena sama-sama menunjukan gejala-gejala hipertiroid. Yang
membedakan adalah saat pemeriksaan fisik di mana pada saat palpasi kita dapat
merasakan pembesaran yang hanya terjadi pada salah satu lobu

Tata Laksana
Terapi yang diberikan pada Plummer’s Disease juga sama dengan Grave’s
yaitu ditujukan pada pengendalian keadaan tirotoksisitas/ hipertiroidi dengan
pemberian antitiroid, seperti propil-tiourasil ( PTU ) atau karbimazol. Terapi
definitif dapat dipilih antara pengobatan anti-tiroid jangka panjang, ablasio
dengan yodium radiokatif, atau tiroidektomi. Pembedahan terhadap tiroid dengan
hipertiroidi dilakukan terutama jika pengobatan dengan medikamentosa gagal
dengan kelenjar tiroid besar. Pembedahan yang baik biasanya memberikan
kesembuhan yang permanen meskipun kadang dijumpai terjadinya hipotiroidi dan
komplikasi yang minimal.

C. Struma Difusa Nontoksik


Definisi
Struma endemik adalah penyakit yang ditandai dengan pembesaran
kelenjar tiroid yang terjadi pada suatu populasi. Epidemologi Endemik goiter
diperkirakan terdapat kurang lebih 5% pada populasi anak sekolah

17
dasar/preadolescent (6-12 tahun). Goiter endemik terjadi karena defisiensi yodium
dalam diet.
Patofisiologi
Umumnya, mekanisme terjadinya goiter disebabkan oleh adanya
defisiensi intake iodin oleh tubuh. Selain itu, goiter juga dapat disebabkan oleh
kelainan sintesis hormon tiroid kongenital ataupun goitrogen (agen penyebab
goiter seperti intake kalsium berlebihan maupun sayuran
familiBrassica).Kurangnya iodin menyebabkan kurangnya hormon tiroid yang
dapat disintesis. Hal ini akan memicu peningkatan pelepasan TSH (thyroid-
stimulating hormone) ke dalam darah sebagai efek kompensatoriknya. Efek
tersebut menyebabkan terjadinya hipertrofi dan hiperplasi dari sel folikuler tiroid,
sehingga terjadi pembesaran tiroid secara makroskopik.

Gejala Klinis
Sebagian besar manifestasi klinik berhubungan dengan pembesaran
kelenjar tiroid. Sebagian besar pasien tetap menunjukkan keadaan eutiroid, namun
sebagian lagi mengalami keadaaan hipotiroid. Hipotiroidisme lebih sering terjadi
pada anak-anak dengan defek biosintetik sebagai penyebabnya, termasuk defek
pada transfer yodium.

Tata Laksana
Tujuan dari pengobatan struma endemik adalah untuk mengecilkan struma
dan mengatasi hipotiroidisme yang mungkin ada, yaitu dengan pemberian SoL
Lugoli selama 4-6 bulan. Bila ada perbaikan, pengobatan dilanjutkan sampai
tahun dan kemudian tapering off dalam 4 minggu. Bila 6 bulan sesudah
pengobatan struma tidak juga mengecil maka pengobatan medikamentosa tidak
berhasil dan harus dilakukan tindakan operatif.

D. Struma Nodosa Nontoksik


Definisi
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang secara
klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme.

18
Istilah struma nodosa menunjukkan adanya suatu proses, baik fisiologis maupun
patologis yang menyebabkan pembesaran asimetris dari kelenjar tiroid. Karena
tidak disertai tanda-tanda toksisitas pada tubuh, maka pembesaran asimetris ini
disebut sebagai struma nodosa nontoksik.

Patofisiologi
SNNT dapat juga disebut sebagai goiter sporadis. Penyebabnya sampai
sekarang belum diketahui dengan jelas, bisa terdapat gangguan enzim yang
penting dalam sintesis hormon tiroid atau konsumsi obat-obatan yang
mengandung litium, propiltiourasil, fenilbutazone, atau aminoglutatimid.

Gejala Klinis
Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami keluhan karena
tidak ada hipo- atau hipertiroidisme. Yang penting pada diagnosis SNNT adalah
tidak adanya gejala toksik yang disebabkan oleh perubahan kadar hormon tiroid,
dan pada palpasi dirasakan adanya pembesaran kelenjar tiroid pada salah satu
lobus. Biasanya tiroid mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi
multinodular pada saat dewasa. Karena pertumbuhannya berangsur-angsur, struma
dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher.

Tata Laksana
Tindakan operatif masih merupakan pilihan utama pada SNNT. Macam-
macam teknik operasinya antara lain:
a. Lobektomi, yaitu mengangkat satu lobus, bila subtotal maka kelenjar
disisakan seberat 3 gram
b. Isthmolobektomi, yaitu pengangkatan salah satu lobus diikuti oleh isthmus
c. Tiroidektomi total, yaitu pengangkatan seluruh kelenjar tiroid
d. Tiroidektomi subtotal bilateral, yaitu pengangkatan sebagian lobus kanan
dan sebagian kiri, sisa jaringan 2-4 gram di bagian posterior dilakukan
untuk mencegah kerusakan pada kelenjar paratiroid atau N. Rekurens
Laryngeus

19
Tabel 1. Index Wayne
INDEX WAYNE

Gejala Subjektif Angka Gejala Objektif Ada Tidak

Dyspnoe d’effort +1 Tiroid teraba +3 -3

Palpitasi +2 Bruit di atas systole +2 -2

Capai/lelah +2 Eksoftalmus +2 -

Suka panas -5 Lid retraction +2 -

Suka dingin +5 Lid lag +1 -

Keringat banyak +3 Hiperkinesis +4 -2

Nervous +2 Tangan panas +2 -2

Tangan basah +1 Nadi

Tangan panas -1 80x/mnt - -3

Nafsu makan ↑ +3 80-90x/mnt -

Nafsu makan↓ -3 >90x/mnt +3

BB↑ -3

BB↓ +3

Fibrilasi atrium +4

20
Interpertasi Index Wayne: <11 = eutiroid
11-18 = normal
>19 = hipertiroid
Tabel 2. Index New Castle
INDEX NEW CASTLE

KLINIS SKOR

Umur mulai timbul gejala 15-24 thn 0

25-34 thn 4

35-44 thn 8

45-54 thn 12

>55 thn 16

Psychological precipitant -5

Frequent checking -3

Severe antiopathy anxietas -5

Nafsu makan naik +5

Tiroid teraba +3

Bruit +18

Eksoftalamus +19

Lid retraction +9

Hiperkinesis +4

Tremor halus +4

Nadi > 90 +16

80-90 +8

<80 0

Interpertasi Indeks New Castle: -11- (+23) = eutiroid

21
24-39 =ragu-ragu
40-80 =hipertiroid

2.6 Karsinoma Tiroid


2.6.1 Definisi
Karsinoma tiroid berasal dari sel folikel tiroid. Keganasan tiroid
dikelompokkan menjadi karsinoma tiroid berdeferensiasi baik, yaitu bentuk
papiler, folikuler, atau campuran keduanya, karsinoma meduler yang berasal dari
sel parafolikuler yang mengeluarkan kalsitonin (APUD-oma), dan karsinoma
berdeferensiasi buruk/anaplastik. Karsinoma sekunder pada kelenjar tiroid sangat
jarang dijumpai. Perubahan dari struma endemik menjadi karsinoma anaplastik
dapat terjadi terutama pada usia lanjut.

2.6.2 Etiologi dan Patogenesis


Etiologi yang berperan khususnya untuk well differentiated karsinoma
(papilar dan folikular) adalah radiasi dan goiter endemis Ksedangkan untuk jenis
medular adalah faktor genetik. Belum diketahuisuatu karsinogen yang berperan
untuk kanker anaplastik dan medular.Diperkirakan kanker tiroid anaplastik
berasal dari perubahan kanker tiroidberdiferensiasi baik (papilar dan folikular)
dengan kemungkinan jenisfolikular dua kali lebih besar. Sedangkan limfoma pada
tiroid diperkirakankarena perubahan-perubahan degenerasi ganas dari tiroiditis
Hashimoto.

Faktor risiko seseorang menderita karsinoma tiroid antara lain :


1. Pengaruh usia dan jenis kelamin, resiko pada usia dibawah 20 tahun dan
diatas 50 tahun. Demikian pula dengan jenis kelamin, penderita laki-laki
memiliki resiko keganasan lebih tinggi daripada penderita perempuan.
2. Pengaruh radiasi di daerah leher dan kepala pada masa lampau.
3. Kecepatan tumbuh tumor.
4. Riwayat gangguan mekanik di daerah leher.
5. Riwayat penyakit serupa dalam keluarga (American Cancer Society,2014).

22
2.6.3 Klasifikasi
Berdasarkan histopatologinya karsinoma tiroid dibagi menjadi 4
jenis,yaitu: karsinoma papilar, karsinoma folikular, karsinoma medular,
dankarsinoma anaplastik (American Thyroid Association, 2005)

a. Karsinoma Papilar
Karsinoma papilar adalah jenis keganasan tiroid yang palingsering
ditemukan (75-85%) yang timbul pada akhir masa kanak- kanakatau awal
kehidupan dewasa. Merupakan karsinoma tiroid yangterutama berkaitan dengan
riwayat terpapar radiasi pengion. Tumor initumbuh lambat, penyebaran melalui
kelenjar limfe dan mempunyaiprognosis yang lebih baik diantara jenis karsinoma
tiroid lainnya.
Faktor yang mempengaruhi prognosis baik adalah usia dibawah 40tahun,
wanita dan jenis histologik dominan papilar. Sifat biologikdaripada tumor jenis
papilar ini yakni tumor atau tumor primer yangkecil bahkan mungkin tidak teraba
tetapi metastasis ke kelenjar getahbening dengan massa atau tumor yang besar
atau nyata. Tumor inisering sebagai nodul tiroid soliter dan biasanya diagnosis
dapatditegakkan dengan pemeriksaan sitologi biopsi jarum halus, denganangka
ketahanan hidup 10 tahun mencapai 95% (Medscape, 2014).
Secara mikroskopis, karsinoma papilar berupa tumor yang tidakberkapsul
dengan struktur berpapil dan bercabang. Sel karakteristikdengan inti sel yang
berlapis-lapis dan sitoplasma yang jernih. Adabeberapa varian dari karsinoma
papilar yaitu microcarcinoma,encapsulated, folikular, tall-cell, columnar-cell,
clear-cell dan diffusesclerosing carcinoma. Dua puluh sampai delapan puluh
persen berupatumor yang multisentrik dan bilateral pada 1/3 kasus (Livolsi,
2004).

23
Gambar 7. adenokarsinoma papilar

b. Karsinoma Folikular
Karsinoma tiroid folikuler merupakan keganasan tiroid kedua yang paling
sering. Dan meningkat pada defisiensi yodium, sering terjadi bersamaan dengan
keiainan jinak tiroid seperti Goiter endemic. Insiden karsinoma folikular
meningkat di daerahdengan defisiensi yodium (Livolsi, 2004).
Diagnosis tumor ini secara sitologi sulit dibedakan denganadenoma
folikular, diagnosis pasti dengan pemeriksaan frozen sectionpada durante operasi
atau dengan pemeriksaan histopatologi untukmelihat adanya invasi ke kapsul atau
pembuluh darah. Karsinomafolikular bermetastasis terutama melalui pembuluh
darah ke paru,tulang, hati dan jaringan lunak.
Tumor biasanya sudah besar pada saat diagnosis ditegakkan, sering.
Penderita sudah menderita pembesaran kelenjar gondok bertahun - tahun.Bersifat
unifokal dan metastasis ke kelenjar getah bening jarang ditemukan (10% kasus)
dan cenderung bermetastasis melalui hematogen seperti tulang terutama tulang
pipih seperti kalvaria dan paru. (Livolsi, 2004).

24
Gambar 8. Adenokarsinoma folikular

c. Karsinoma Medular
Karsinoma medular meliputi sekitar 5% keganasan tiroid danberasal dari
sel parafolikular atau sel C yang memproduksi kalsitonin.Karsinoma ini timbul
secara sporadik (80%) dan familial (20%),dimana tumor ini diturunkan sebagai
sifat dominan autosom yangberhubungan dengan MEN-2a atau MEN-2b atau
endokrinopatilainnnya (Livolsi, 2004).
Massa tumor berbatas tegas dan keras pada perabaan, pada tumoryang
lebih luas tampak daerah nekrosis dan perdarahan dan dapatmeluas sampai ke
kapsul. Mikroskopis tampak kelompokan sel-selbentuk poligonal sampai lonjong
dan membentuk folikel atau trabekula.Tampak adanya deposit amiloid pada
stromanya yang merupakangambaran khas pada karsinoma tipe medular ini
(Livolsi, 2004).

Gambar 9. Adenokarsinoma Medular

25
d. Karsinoma Anaplastik
Karsinoma anaplastik tiroid merupakan salah satu keganasan padamanusia
yang paling agresif dan jarang dijumpai yaitu kurang dari 5%.Karsinoma
anaplastik ini berkembang dengan menginfiltrasi ke jaringansekitarnya. Tumor ini
terutama timbul pada usia lanjut, terutama didaerah endemik gondok dan lebih
banyak pada wanita. Sebagian besarkasus muncul dengan riwayat pembengkakan
yang cepat membesarpada leher, disertai dengan adanya kesulitan bernafas dan
menelan,serta suara serak karena infiltrasi ke nervus rekurens.
Pertumbuhannyasangat cepat walaupun diterapi. Metastasis ke tempat jauh
seringterjadi, tetapi umumnya kematian terjadi dalam waktu kurang darisetahun.
Angka ketahanan hidup 5 tahun <5%.
Tampak massa tumor yang tumbuh meluas ke daerah
sekitarnya.Gambaran mikroskopis, tampak sel-sel anaplastik
(undifferentiated)dengan gambaran morfologi yang sangat pleomorfik, serta
tidakterbentuknya gambaran folikel, papil maupun trabekula (Livolsi, 2004).

2.6.4 Klasifikasi Berdasarkan Sistem Lain


1. Klasifikasi Karsinoma Tiroid (National Cancer Institute, 2014):
Tumor epitel maligna
 Karsinoma folikular
 Karsinoma papilar
 Campuran karsinoma folikular-papilar
 Karsinoma anaplastik ( undifferentiated )
 Karsinoma sel skuamosa
 Karsinoma tiroid medular
Tumor non-epitel maligna
 Fibrosarkoma
 Lain-lain
Tumor maligna lainnya
 Sarkoma
 Limfoma maligna

26
 Haemangiothelioma maligna
 Teratoma maligna

2. Klasifikasi Klinik TNM (National Cancer Institute, 2014) :


T Tumor Primer
Tx Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak didapat tumor primer
T1 Tumor dengan ukuran terbesar 2 cm atau kurang masih terbatas pada tiroid
T2 Tumor dengan ukuran terbesar lebih dari 2 cm tetapi tidak lebih dari 4 cm
masih terbatas pada tiroid
T3 Tumor dengan ukuran terbesar lebih dari 4 cm masih terbatas pada tiroid
atau tumor ukuran berapa saja dengan ekstensi ekstra tiroid yang minimal
(misalnya ke otot sternotiroid atau jaringan lunak peritiroid)
T4a Tumor telah keluar kapsul tiroid dan menginvasi ke tempat berikut :
jaringan lunak subkutan, laring, trakhea, esofagus, n.laringeus
T4b Tumor menginvasi fasia prevertebra, pembuluh mediastinal atau arteri
karotis
T4a* (karsinoma anaplastik) Tumor (ukuran berapa saja) masih terbatas pada
tiroid#
T4b* (karsinoma anaplastik) Tumor (ukuran berapa saja) berekstensi keluar
kapsul tiroid$

Catatan :
Tumor multifokal dari semua tipe histologi harus diberi tanda (m) (ukuran
terbesar menentukan klasifikasi), contoh : T2(m)
* Semua karsinoma tiroid anaplastik/undifferentiated termasuk T4
#Karsinoma anaplastik intratiroid – resektabel secara bedah
$Karsinoma anaplastik ekstra tiroid –irresektabel secara bedah

27
N Kelenjar Getah Bening Regional
Nx Kelenjar Getah Bening tidak dapat dinilai
N0 Tidak didapat metastasis ke kelenjar getah bening
N1 Terdapat metastasis ke kelenjar getah bening
N1a Metastasis pada kelenjar getah bening cervical Level VI (pretrakheal dan
paratrakheal, termasuk prelaringeal dan Delphian)
N1b Metastasis pada kelenjar getah bening cervical unilateral, bilateral atau
kontralateral atau ke kelenjar getah bening mediastinal atas/superior.

M Metastasis jauh
Mx Metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 Tidak terdapat metastasis jauh
M1 Terdapat metastasis jauh

Terdapat empat tipe histopatologi mayor :


- Papilar karsinoma
- Folikular karsinoma
- Medular karsinoma
- Anaplastik karsinoma

3. Stadium klinis (National Cancer Institute, 2014):


a. Karsinoma Tiroid Papilar atau Folikular Umur < 45 th
Stadium I Tiap T / Tiap N / M0
Stadium I Tiap T / Tiap N / M1

b. Papilar atau Folikular umur > 45 tahun dan Medular


Stadium I T1 / N0 / M0
Stadium II T2 / N0 / M0
Stadium III T3 / N0 / M0.T1 / T2 / T3 / N1a / M0
Stadium IVA T1 / T2 / T3 / N1b / M0. T4a / N0 / N1 / M0

28
Stadium IVB T4b / Tiap N / M0
Stadium IVC Tiap T / Tiap N / M1
c. Anaplastik (Semua kasus stadium IV)
Stadium IVA T4a / Tiap N / M0
Stadium IVB T4b / Tiap N / M0
Stadium IVC TiapT / Tiap N / M1

2.6.5 Diagnosis dan Gambaran Klinis


Langkah pertama dalam mendiagnosis adalah dengan melakukan
anamnesis. Pada langkah anamnesis awal, kita berusaha mengumpulkan data
untuk menentukan apakah nodul tiroid tersebut toksik atau non toksik. Biasanya
nodul tiroid tidak disertai rasa nyeri kecuali pada kelainan tiroiditis akut/subakut.
Sebagian besar keganasan pada tiroid tidak memberikan gejala yang berat, kecuali
jenis anaplastik yang sangat cepat membesar bahkan dalam hitungan minggu.
Pada pasien dengan nodul tiroid yang besar, kadang disertai dengan adanya gejala
penekanan pada esofagus dan trakea (Livolsi, 2004).

Anamnesa
Selain hal-hal yang mendukung terjadinya struma akibat peradangan atau
hiperplasi dan hipertrofi, maka perlu juga ditanyakan hal-hal yang diduga ada
kaitannya dengan keganasan pada kelenjar tiroid, terutama pada struma uninodusa
nontoksika antara lain :
1. Umur < 20tahun atau > 50 tahun.
2. Riwayat terpapar radiasi leher pada waktu kanak-kanak.
3. Pembesaran kelenjar tiroid yang cepat.
4. Penderita struma disertai suara parau.
5. Disertai disfagi dan rasa nyeri.
6. Ada riwayat pada keluarga yang menderita kanker.
7. Penderita struma yang diduga hiperplasi, diterapi dengan hormon tiroksin
tetap membesar.
8. Struma dengan sesak nafas.

29
Nodul tiroid yang jinak paling sering terjadi pada umur 30 -50 tahun.
Apabila nodul dijumpai pada umur < 20 tahun, 20-70% adalah ganas, demikian
juga kalau umur > 50 tahun. Adanya gejala lokal suara parau dan disfagi biasanya
dapat merupakan petunjuk adanya sifat invasif suatu keganasan tiroid. Suatu
nodul tiroid yang sudah bertahun-tahun besarnya tetap biasanya jinak, akan tetapi
apabila berubah menjadi membesar dalam waktu yang singkat (bulan/minggu)
maka perlu diwaspadai berubah menjadi ganas.
Pada anamnesa untuk mengetahui adakah gangguan fungsi pada penderita
struma maka harus ditanyakan juga hal-hal yang mendukung adanya tanda
hipertiroid antara lain tremor, akral hangat dan basah, takikardia, susah
konsentrasi, makan banyak akan tetapi badan tetap kurus/berat badan turun, sering
diare. Sedangkan gejala hipotiroid antara lain sikap lamban / apatis, wajah
sembab, konstipasi, kulit kering, sering mengantuk, berat badan bertambah, dan
non pitting oedema pada tungkai.
Nodul diidentifikasi berdasarkan konsistensinya keras atau lunak,
ukurannya, terdapat tidaknya nyeri, permukaan nodul rata atau berbenjol-benjol,
berjumlah tunggal atau ganda, memiliki batas yang tegas atau tidak dan keadaan
mobilitas nodul.

Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Pemeriksa berada di depan penderita. Penderita posisi duduk dengan
kepala sedikit fleksi atau leher terbuka sedikit hiperekstensi agar m.
sternokleidomastoideus relaksasi sehingga tumor tiroid mudah dievaluasi.
Apabila terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa
komponen berikut:
o Lokasi : lobus kanan, lobus kiri, ismus
o Ukuran : besar/kecil, permukaan rata/noduler
o Jumlah : uninodusa atau multinodusa
o Bentuk : apakah difus (leher terlihat bengkak) ataukah berupa noduler
lokal

30
o Gerakan : pasien diminta untuk menelan, apakah pembengkakannya ikut
bergerak
o Pulsasi : bila nampak adanya pulsasi pada permukaan pembengkakan
Pada struma diffusa akibat gondok endemik, Perez membagi
klasifikasinya sebagai berikut :
Derajat 0 : Tidak teraba pada pemeriksaan
Derajat I : Teraba pada pemeriksaan, terlihat hanya kalau kepala ditengadahkan
Derajat II : Mudah terlihat pada posisi kepala normal
Derajat III : Terlihat pada jarak agak jauh

b. Palpasi
Pasien diminta untuk duduk, leher dalam posisi fleksi, pemeriksa berdiri di
belakang pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan kedua tangan. Beberapa
hal yang perlu dinilai pada pemeriksaan palpasi:
o Perluasan dan tepi
o Gerakan saat menelan, apakah batas bawah dapat diraba atau tidak dapat
diraba trachea dan kelenjarnya.
o Konsistensi, temperatur, permukaan, dan adanya nyeri tekan
o Hubungan dengan m. sternocleidomastoideus (tiroid letaknya lebih dalam
daripada musculus ini.
o Limfonodi dan jaringan sekitar

c. Auskultasi
Pada auskultasi perlu diperhatikan adanya bising tiroid yang menunjukkan
adanya hipertiroid.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang membedakan tumor jinak dan ganas tiroid
belum ada yang khusus. Kecuali karsinoma medular, yaitu pemeriksaan kalsitonin
(tumor marker) dalam serum.
Pemeriksaan T3 dan T4 kadang-kadang diperlukan karena pada karsinoma
tiroid dapat terjadi tirotoksikosis walaupun jarang. HumanThyroglobulin (HTG)

31
Tera dapat dipergunakan sebagai penanda tumor terutama pada karsinoma
berdiferensiasi baik. Walaupun pemeriksaan ini tidak khas untuk karsinoma tiroid,
namun peninggian HTG setelah tiroidektomi total merupakan indikator tumor
residif (Livolsi, 2004).
Pemeriksaan penunjang dalam langkah menegakkan diagnosis klinis
meliputi:
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan dengan menilai kadar Human Thyroglobulin (HTG), suatu
penanda tumor untuk karsinoma tiroid yang berdifferensiasi baik, terutama untuk
follow up (Schteingart DE, 2006; Subekti dkk, 2009).

a. Kadar total hormon tiroid dalam sirkulasi: Tiroksin total (TT4)


Tiroksin total (TT4) dalam serum merupakan pemeriksaan standar untuk
fungsi tiroid. Pemeriksaan T4 ini tidak dipengaruhi oleh yodium ataupun media
kontras yang berisi yodium, kecuali kalau diberikan yodium cukup banyak yang
dapat mempengaruhi fungsi tiroid sendiri. Pada pemeriksaan ini yang diukur
adalah T4 yang bebas dan yang terikat dengan protein. Perubahan dalam ikatan
dengan protein mempengaruhi pengukuran TT4 sehingga perlu ditanyakan apakah
penderita sementara minum obat atau hamil, karena hal ini dapat menyebabkan
kesalahan interpretasi hasil pemeriksaan.

b. Kadar Thyroid Stimulating Hormone (TSH)


Pengukuran kadar TSH terutama untuk diagnosis hipotiroid primer dimana
basal TSH meningkat 6 mU/L, kadang-kadang meningkat sampai 3 kali normal.
Pada hipotiroid, supresi TSH oleh hormon tiroid berkurang sehingga kadar TSH

32
dalam darah meningkat, maka penetapan kadar TSH penting pada hipotiroid
primer. Pada hipertiroid, basal TSH rendah sampai tidak terukur, namun TSH
yang terukur dengan pemeriksaan biasa (RIA) dapat juga ditemukan pada
eutiroid. Pemeriksaan yang lebih spesifik, menggunakan metode immunoradio-
metricassay (IRMA) yang lebih sensitive, kadar TSH basal dapat membedakan
hipertiroid dan eutiroidi sehingga pemeriksaan ini dapat digunakan sebagai
pilihan pertama untuk tes fungsi tiroid.
Kadar TSHnormal dengan metode RIA didapatkan rata-rata 2-4 mU/L
dengan batas paling tinggi 6 mU/L baik pada anak-anak maupun pada dewasa,
pada neonatus kurang dari 25 mU/L.

2. Pemeriksaan radiologi
a. Foto rontgen
Pemeriksaan dilakukan dengan melakukan sinar rontgen ke paru pada
posisi anteroposterior (AP) untuk dapat menilai dan berperan dalam menentukan
sudah adanya atau tidaknya metastasis pada pasien (Thyroid Disease Manager,
2012).

b. Ultrasonography (USG)
Secara khusus peranan USG pada pemeriksaan tonjolan tiroid adalah:
1. dengan cepat dapat menentukan apakah tonjolan tersebut di dalam atau di
luar tiroid.
2. dengan cepat dan akurat dapat membedakan tumor kistik dan tumor solid.
3. dengan lebih mudah dapat dikenali apakah tonjolan tersebut tunggal atau
lebihdari satu.

3. Pemeriksaan sidik tiroid


Dasar pemeriksaan ini adalah pengambilan dan pendistribusian yodium
radioaktif dalam kelenjar tiroid. Yang dapat dilihat dari pemeriksaan ini adalah
besar, bentuk, dan letak kelenjar tiroid serta distribusi dalam kelenjar. Juga dapat
diukur pengambilan yodiumnya dalam waktu 3, 12, 24 dan 48 jam (Clark, 2005).

33
4. Pemeriksaan FNAB
Penggunaan pemeriksaan sitologi ini sebagai alat bantu diagnostik, dapat
digunakan untuk menegakkan diagnostik karsinoma tipe papilar, anaplastik,
medular, tiroiditis dan kebanyakan koloid nodul jinak. Namun demikian, FNAB
tidak bisa membedakan adenoma folikular dan karsinoma folikular, dan nodul
koloid yang hiperseluler (Sriwidyani, 2007).

5. Pemeriksaan histopatologi
Merupakan pemeriksaan diagnostik utama. Jaringan diperiksa setelah
dilakukan tindakan lobektomi atau isthmolobektomi. Kemudian di warnai
degangan Hematoksilin Eosin (HE) dan diamati di bawah mikroskop lalu
ditentukan diagnosa berdasarkan gambaran pada peparat (Sriwidyani, 2007).

6. Pemeriksaan sitologi melalui Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH)


Pemeriksaan Sitologi nodul tiroid diperoleh dengan biopsi aspirasi jarum
halus (fine needle aspiration biopsy, FNAB). Cara pemeriksaan ini cukup akurat
untuk mendiagnosis karsinoma tiroid, tioriditis, atau limfoma. Biopsi aspirasi
jarum halus adalah cara terbaik untuk mendiagnosis kemungkina keganasan
dalam nodul tiroid, dan dianggap sebagai cara diagnosis yang lebih akurat
dibandingkan dengan pemeriksaan radioaktif maupun ultrasonografi.
Biopsi insisi tidak dianjurkan pada karsinoma tiroid yang masih layak
bedah. Biopsi aspirasi jarum harum halus (FNAB) merupakan cara diagnosis yang
sangat baik dan sederhana. Ketepatan diagnosis sangat bergantung pada teknik
pengambilan, persiapan slides, kejelian serta pengalaman ahli patologi dibidang
sitologi.

2.7 Tata Laksana


Sebagian besar keganasan tiroid tidak memberikan gejala yang
beratkecuali jenis anaplastik yang cepat membesar dalam hitungan
minggu.Sebagian kecil pasien khususnya dengan nodul yang besar
mengeluhkanpenekanan pada esofagus dan trakea. Biasanya nodul tiroid tidak

34
nyerikecuali adanya perdarahan dalam nodul atau kelainan tiroiditisakut/subakut.
Salah satu keluhan pada keganasan tiroid adalah suara serak(Subekti dkk, 2009).

Saat ini telah ditemukan beberapa metode terapi yangtepat dalam


penatalaksanaan karsinoma tiroid, yaitu :
1. Terapi pembedahan (Operatif)
Bila diagnosis kemungkinan telah ditegakkan dan operabel, operasiyang
dilakukan adalah lobektomi sisi yang patologik atau lobektomisubtotal dengan
risiko bila ganas kemungkinan ada sel-sel karsinomayang tertinggal. Pembedahan
umumnya berupa tiroidektomi total.Enukleasi nodulnya saja adalah berbahaya
karena bila ternyata nodultersebut ganas, telah terjadi penyebaran (implantasi) sel-
sel tumor danoperasi ulang untuk tiroidektomi secara teknis akan menjadi lebih
sukar(De Jong & Sjamsuhidajat, 2005).

2. Terapi radiasi
Apabila keadaan tumor sudah inoperabel atau pasien menolakoperasi lagi untuk
lobus kontralateral, maka dapat dilakukan :
a. Radiasi interna dengan Iodine 131
b. Radiasi eksterna (De Jong & Sjamsuhidajat, 2005).
Ada 5 kemungkinan hasil yang didapat:
− Lesi jinak maka tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi
− Karsinoma papilare.
Dibedakan atas risiko tinggi dan risiko rendah berdasarkan klasifikasi
AMES. Bila risiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan
observasi. Bila risiko tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi total.
− Karsinoma Folikulare, dilakukan tindakan tiroidektomi total
− Karsinoma Medulare, dilakukan tindakan tiroidektomi total
− Karsinoma Anaplastik

2.8 Komplikasi
Komplikasi yang sering muncul pada karsinoma tiroid adalah:
a. Perdarahan

35
b. Trauma pada nervus laringeu rekuren
c. Sepsis yang meluas ke mediastinum

2.9 Prognosis
Prognosis dari karsinoma tiroid tergantung jenis keganasan. Khususuntuk
karsinoma tiroid berdifferensiasi baik dapat digunakan skor AMES(Age,
Metastasis, Ekstension, Size), AGES (Age, Grades, Ekstension,Size), atau MACIS
(Metastases, Age, Complete excision, Invasion, Size)(De Jong dan Sjamsuhidajat,
2005).
Secara umum, prognosis lebih baikpada pasien-pasien yang lebih muda
dibanding dengan pasien-pasien usiadiatas 40 tahun. Pasien-pasien dengan
karsinoma papilar yang disertaitumor primer memiliki prognosis sangat baik,
hanya 1 dari setiap 100pasien akan mati disebabkan karsinoma tiroid. Prognosis
menjadi tidakbaik pada pasien di atas usia 40 tahun, atau pasien dengan diameter
tumorlebih dari 4 cm (American Thyroid Association, 2005).

36
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tumor tiroid adalah suatu penyakit yang sering kita jumpai sehari-hari.
Sangat penting untuk melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti dan
cermat untuk mengetahui. Ada tidaknya tanda-tanda toksisitas yang disebabkan
oleh perubahan kadar hormon tiroid dalam tubuh. Begitu juga dengan tanda-tanda
keganasan yang dapat diketahui secara dini.
Selanjutnya adalah menentukan pemeriksaan penunjang yang tepat untuk
menentukan diagnosis pasti. Dengan menegakkan diagnosis pasti maka kita dapat
menentukan tatalaksana yang tepat bagi tumor tiroid yang dialamai oleh pasien.
Dengan memerlukan tindakan pembedahan, atau cukup diberi pengobatan dalam
jangka waktu tertentu.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. De Jong. W, Sjamsuhidajat. R, 1998, Buku Ajar ilmu bedah. Edisi revisi


EGC Jakarta.
2. Sudoyo, W, Aru. Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam, Interna
publishing,Jakarta, edisi 5, Jilid III.
3. Schteinger David E, Penyakit Kelenjar Tiroid, patofisiologi, edisi
keempat, buku 2, EGC, Jakarta,1995.
4. Dorland, W.A., 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
5. Ellis, H., 2006. Thyroid. In: Sugden, M., ed. Clinical Anatomy. 11th ed.
UK: Blackwell Publishing, 31.
6. Snell, Richard. Anatomi Klinik. Edisi 6. 2012. EGC: Jakarta.
7. Anthony L. Mescher, Histologi Dasar Junqueira Teks & Atlas Edisi 12,
2002. EGC: Jakarta.
8. Guyton AC & Hall JE. 2006. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-11.
Jakarta: EGC.
9. Sherwood, Fisiologi Manusia, 2011. EGC: Jakarta.
10. McHenry CR, Phitayakorn,R. Follicular Adenoma and,Carcinomaof The T
hyroid, Gland. The Oncologist., 2011;16:585-93.
11. Chao M. Management of differentiated thyroid cancer, U.S. National
Library of Medicine, 2014.
12. Harach HR. 2005. Solid cell nests of the thyroid. Pathol. 155(3): 191-200.
13. National library of medicine, Hashimoto, 2014.
14. American thyroid association, tumor thyroid, 2005.
15. Livolsi VA, Baloch ZW. 2004. Pathology of thyroid and parathyroid
disease in: Mills SE, Carter D, Reuter VE. Sternberg‘s diagnostic surgical
pathology. 4 thed. Philadelphia: Elseiver. p. 493-527.

38
16. Clark DP, Faquin WC. 2005. Thyroid cytopathology. 2nd, ed. New York:
Springer.
17. Sriwidyani NP, Mulyadi K. 2007. Peranan fnab untuk diagnosis
pembesaran kelenjar tiroid. Medicina. 38(3): 225-28.
18. Subekti I, Sudoyo AW. 2009. Tumor tiroid dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B,Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing. Hlm. 2031-37.
19. Azamris. 2004. Korelasi Sidik Tiroid Radioaktif dan Biopsi Aspirasi
Jarum Halusdengan Pemeriksaan Histopatologis Pada Tonjolan Tiroid.
Diakses
darihttp://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/12_150_KorelasisidiktiroidRadi
oaktif.pdf/KorelasisidiktiroidRadioaktif.html.
20. Kurnia A. 2007. Pedoman penanganan nodul tiroid. Rumah sakit cipto
mangunkusumo. Jakarta: FKUI.
21. Medscape. 2011. Thyroid cancer. New York: Medscape. Diakses dar
http://emedicine. medscape.com/article/851968.
22. National cancer institute. 2014. Stage information of thyroid cancer.
Inggris:National cancer institute. Diakses dari
http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/thyroid/HealthProfessi
onal/page3#Section_177.
23. National library of medicine. 2014. Chronic thyroiditis (hashimoto
disease). US: National library of medicine . Diakses dari
http://www.ncbi.nlm. nih.gov /pubmedhealth/PMH0001409/.
24. National library of medicine. 2014. Grave diseases. US: National library
of medicine. Diakses dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth
/PMH00 013 98/.

39

Anda mungkin juga menyukai