File PDF
File PDF
MELISA, S.Farm.
1106047190
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013
MELISA, S.Farm.
1106047190
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013
ii
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Pedagang Besar Farmasi (PBF) Tramedifa
yang telah dilaksanakan pada tanggal 18 Februari – 28 Maret 2013 , serta dapat
menyelesaikan laporan tugas umum ini dengan tepat waktu.
Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini dilaksanakan sebagai
salah satu syarat untuk meraih gelar profesi Apoteker di Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia, dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman,
pengetahuan, dan keterampilan mahasiswa, serta dapat mengaplikasikan ilmu yang
telah diperoleh selama perkuliahan. Pada kesempatan ini, dengan penuh ketulusan
dan kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
2. Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia, pembimbing akademik serta pembimbing dalam yang
telah memberikan bimbingan selama penulis menempuh pendidikan di
Farmasi Universitas Indonesia, selama melaksanakan PKPA dan penyusunan
tugas akhir.
3. Bapak T. Nebrisa Z., S.Farm., Apt., MARS selaku Direktur PBF Tramedifa
dan pembimbing luar yang telah memberikan bimbingan selama
melaksanakan PKPA dan penyusunan tugas akhir.
4. Seluruh staf dan karyawan di PBF Tramedifa yang telah banyak memberikan
bantuan selama penulis melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
5. Seluruh dosen Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi yang telah banyak
memberikan bekal ilmu, berbagi pengalaman, dan pengetahuan kepada penulis
selama masa studi di Fakultas Farmasi.
6. Orang tua dan seluruh keluarga yang selalu memberikan dukungan, doa dan
semangat kepada penulis.
7. Seluruh rekan sesama Apoteker Angkatan 76 Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia atas kerja sama, dukungan, semangat, danpersahabatan yang telah
iv Universitas Indonesia
Penulis
2013
v Universitas Indonesia
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
mengalihmedia/formatkan,
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 29 Juni 2013
Yang menyatakan
vi Universitas Indonesia
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
DAFTAR ISI........................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... x
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Tujuan.............................................................................................. 2
LAMPIRAN............................................................................................................ 60
Halaman
Gambar 2.1 Diagram model pengendalian persediaan ................................... 18
Gambar 4.1 Alur pemesanan barang dari PBF Tramedifa ke Supplier
via telepon ................................................................................... 38
Gambar 4.2 Alur pemesanan barang dari PBF Tramedifa ke Supplier
secara langsung menggunakan SP .............................................. 38
Gambar 4.3 Alur penerimaan barang dari supplier di PBF Tramedifa........... 40
Gambar 4.4 Alur penyaluran barang dari PBF Tramedifa ke pelanggan........ 47
ix Universitas Indonesia
Halaman
Tabel 2.1 Pedoman kategori item obat berdasarkan metode VEN .................... 21
Tabel 2.2 Matrik VEN ABC .............................................................................. 21
x Universitas Indonesia
Halaman
Lampiran 1. Formulir Permohonan Izin Pedagang Besar Farmasi
(Formulir 1) ................................................................................. 60
Lampiran 2. Formulir Rekomendasi Pemenuhan Kelengkapan Administratif
(Formulir 2) ................................................................................. 61
Lampiran 3. Formulir Rekomendasi Hasil Analisis Pemenuhan
Persyaratan CDOB (Formulir 3) ................................................. 62
Lampiran 4. Formulir Penerbitan Izin Pedagang Besar Farmasi
(Formulir 4) ................................................................................. 63
Lampiran 5. Formulir Pernyataaan Siap Melaksanakan Kegiatan
(Formulir 5) ................................................................................. 64
Lampiran 6. Peta Lokasi PBF Tramedifa ........................................................ 65
Lampiran 7. Denah Bangunan PBF Tramedifa Lantai 1 ................................. 66
Lampiran 8. Denah Bangunan PBF Tramedifa Lantai 2 ................................. 67
Lampiran 9. Struktur Organisasi PBF Tramedifa ............................................ 68
Lampiran 10. Surat Pesanan (SP) ...................................................................... 69
Lampiran 11. Surat Pesanan Psikotropika .......................................................... 70
Lampiran 12. Copy Faktur Pembelian ................................................................ 71
Lampiran 13. Nota Retur Penjualan .................................................................... 72
Lampiran 14. Tanda Terima Tukar Faktur Pembelian ........................................ 73
Lampiran 15. Faktur Pajak .................................................................................. 74
Lampiran 16. Lembar Serah Terima Pembayaran Mingguan ............................. 75
Lampiran 17. Giro untuk Pembayaran Non-Tunai ............................................. 76
Lampiran 18. Bukti Pengeluaran......................................................................... 77
Lampiran 19. Faktur Penjualan ........................................................................... 78
Lampiran 20. Bukti Serah Terima....................................................................... 79
Lampiran 21. Tanda Terima Tukar Faktur Penjualan ......................................... 80
Lampiran 22. Nota Retur Pembelian................................................................... 81
Lampiran 23. Formulir Retur Barang.................................................................. 82
xi Universitas Indonesia
1.2 Tujuan
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PBF Tramedifa bertujuan agar
calon apoteker:
a. Memahami peran dan tugas apoteker penanggung jawab di PBF Tramedifa.
b. Memahami penerapan aspek manajemen pengelolaan sediaan farmasi di PBF
Tramedifa
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
persetujuan dari Direktur Jenderal dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Pada
akhirnya, gudang tambahan hanya melakukan kegiatan penyimpanan dan
penyaluran sebagai bagian dari PBF.
Permohonan penambahan gudang PBF diajukan secara tertulis kepada
Direktur Jenderal dengan mencantumkan :
a. Alamat kantor PBF pusat.
b. Alamat gudang pusat dan gudang tambahan.
c. Nama apoteker penanggung jawab pusat.
d. Nama apoteker penanggung jawab gudang tambahan.
Permohonan penambahan gudang tersebut ditandatangani oleh
direktur/ketua dan dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut :
a. Fotokopi izin PBF.
b. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker calon penanggung jawab gudang
tambahan.
c. Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab.
d. Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang.
e. Peta lokasi dan denah bangunan gudang tambahan.
Sedangkan untuk permohonan perubahan gudang PBF ditandatangani oleh
direktur/ketua dan dilengkapi dengan fotokopi izin PBF serta peta lokasi dan
denah bangunan gudang. Permohonan perubahan gudang tersebut diajukan secara
tertulis kepada Direktur Jenderal dengan mencantumkan alamat kantor PBF pusat;
alamat gudang; nama apoteker penanggung jawab.
jawab dilarang merangkap jabatan sebagai direksi atau pengurus PBF. Setiap
pergantian apoteker penanggung jawab, direksi atau pengurus PBF wajib
melaporkan kepada Direktur Jenderal atau Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
selambat-lambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) hari kerja.
PBF dalam menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran
obat wajib menerapkan Pedoman Teknis CDOB. PBF yang telah menerapkan
CDOB diberikan sertifikat CDOB oleh Kepala Badan. Setiap PBF wajib
melaksanakan dokumentasi pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran di tempat
usahanya dengan mengikuti pedoman CDOB. Dokumentasi tersebut dapat
dilakukan secara elektronik dan setiap saat harus dapat diperiksa oleh petugas
yang berwenang (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012)
2.9.1 Pengadaan
Dalam pelaksanaan pengadaan di PBF, pengadaan obat harus dikendalikan
dengan prosedur tertulis dan rantai pasokan harus diidentifikasi serta
didokumentasikan. Selain itu, Harus dilakukan kualifikasi yang tepat sebelum
pengadaan dilaksanakan. Pemilihan pemasok, termasuk kualifikasi dan
persetujuan penunjukannya, merupakan hal operasional yang penting. Pemilihan
pemasok harus dikendalikan dengan prosedur tertulis dan hasilnya
didokumentasikan serta diperiksa ulang secara berkala. Pengadaan obat melalui
importasi dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan (Badan Pengawas
Obat dan Makanan, 2012).
2.9.2 Penyaluran (Kementerian Kesehatan RI, 2011a)
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF , PBF hanya dapat menyalurkan obat
kepada PBF lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan, meliputi apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas,
klinik dan toko obat (selain obat keras). Dalam pelaksanaan penyaluran sediaan
farmasi di PBF terdapat beberapa ketentuan, yakni meliputi:
a. Penyaluran Obat
Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, PBF dapat menyalurkan obat
kepada instansi pemerintah yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
d. Persediaan minimum
Persediaan minimum merupakan jumlah persediaan terendah yang masih
tersedia. Apabila penjualan telah mencapai nilai persediaan minimum ini maka
pemesanan harus langsung dilakukan agar keberlangsungan usaha dapat berlanjut.
Jika barang yang tersedia jumlahnya sudah kurang dari jumlah persediaan
minimum maka dapat terjadi stok kosong bila tidak dilakukan pemesanan
kembali.
e. Persediaan maksimum
Persediaan maksimum adalah jumlah persediaan terbesar yang telah
tersedia. Persediaan maksimum merupakan persediaan yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan permintaan hingga periode pemesanan berikutnya. Jika
jumlah persediaan telah mencapai jumlah maksimum maka tidak perlu lagi
melakukan pemesanan untuk menghindari terjadinya stok mati yang dapat
menyebabkan kerugian. Rumus perhitungan persediaan maksimum adalah:
Smax = Smin + (PP x CA) (2.2)
Universitas Indonesia
Keterangan :
Smax = Persediaan maksimum PP = Periode pengadaan
Smin = Persediaan minimum CA = Konsumsi rata-rata
f. Perputaran persediaan
Perputaran persediaan menggambarkan jumlah siklus yang dialami barang
dari mulai pembelian hingga penjualan kembali. Jika suatu barang memiliki angka
perputaran persediaan yang besar maka barang tersebut dikategorikan sebagai
barang fast moving. Sebaliknya, jika angka perputaran persediaan suatu barang
terbilang kecil maka barang tersebut termasuk slow moving. Perputaran
persediaan dihitung dengan cara :
+ −
= (2.3)
Keterangan :
So = Persediaan awal Sr = Persediaan rata-rata
P = Jumlah pembelian Sn = Persediaan Akhir
= (2.4)
Universitas Indonesia
Keterangan :
R = Jumlah kebutuhan dalam setahun
P = Harga barang / unit
S = Biaya memesan tiap kali pemesanan
I = % Harga persediaan rata-rata (biaya penyimpanan)
b. Analisa VEN
Analisa juga dapat dilakukan dengan metode VEN (Vital, Esensial
dan Non Esensial) untuk koreksi terhadap aspek terapi, yaitu dengan
menggolongkan obat ke dalam tiga kategori. Kategori V atau vital yaitu obat
yang harus ada yang diperlukan untuk menyelamatkan kehidupan, kategori E
atau essensial yaitu obat yang terbukti efektif untuk menyembuhkan penyakit
atau mengurangi pasienan, kategori N atau non essensial yaitu meliputi berbagai
macam obat yang digunakan untuk penyakit yang dapat sembuh sendiri, obat
yang diragukan manfaatnya dibanding obat lain yang sejenis. Semua jenis obat
yang tercantum dalam daftar obat dikelompokkan kedalam tiga kelompok berikut:
1) Kelompok V atau vital
Kelompok obat yang vital, seperti obat penyelamat (life saving drugs),
obat untuk pelayanan kesehatan pokok (vaksin, dll), obat untuk mengatasi
penyakit-penyakit penyebab kematian terbesar.
2) Kelompok E atau esensial
Kelompok obat yang bekerja kausal, yaitu obat yang bekerja pada sumber
penyebab penyakit.
3) Kelompok N atau nonesensial
Merupakan obat penunjang yaitu obat yang kerjanya ringan dan biasa
dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan
ringan. Penggolongan obat sistem VEN dapat digunakan untuk penyesuaian
rencana kebutuhan obat dengan alokasi dana yang tersedia dan penyusunan
rencana kebutuhan obat yang masuk kelompok V agar diusahakan tidak terjadi
kekosongan obat. Untuk menyusun daftar VEN perlu ditentukan lebih dahulu
kriteria penentuan VEN. Dalam menentukan kriteria perlu dipertimbangkan
kondisi dan kebutuhan masing-masing wilayah. Kriteria yang disusun dapat
mencakup klinis, target kondisi, konsumsi dan biaya. Untuk menentukan VEN,
perlu dilakukan beberapa hal seperti menyusun kriteria menentukan VEN,
menyediakan data pola penyakit dan erujuk pada pedoman pengobatan.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
22 Universitas Indonesia
dari kata Trading, Media, Distribusi dan Farmasi. Sesuai dengan Akta Pendirian
Perseroan, PT SamMarie Tramedifa resmi beroperasi pada tanggal 4 Januari 2007.
Pada tanggal 13 Desember 2007 PT SamMarie Tramedifa meresmikan
berdirinya unit usaha pertama mereka yaitu Tramedifa General Trading &
Pharmaceutical Distributor bertepatan dengan diperolehnya izin Pedagang Besar
Farmasi yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan. Hal ini merupakan awal
berdirinya PBF Tramedifa. Tujuan awal pendirian PT SamMarie Tramedifa yaitu:
a. Diversifikasi pengembangan kelompok usaha SFHG
b. Sebagai jalur resmi untuk menangani pengadaan barang dan jasa yang
dibutuhkan kelompok usaha SFHG
c. Meningkatkan efisiensi distribusi pengadaan barang bagi kelompok usaha
SFHG, sehingga lebih terkendali dan terkontrol.
d. Meningkatkan pendapatan kelompok usaha SFHG.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
3.5.2.1 Marketing
Dalam melaksanakan tugasnya, Marketing bertanggung jawab langsung
kepada GA Manager PBF Tramedifa. Berikut ini merupakan tugas dan kewajiban
Marketing, yaitu
a. Perencanaan target pemasaran (rencana pelanggan, target omset, dan lain
sebagainya).
b. Pembentukan tim pemasaran yang solid dan terpercaya.
c. Kunjungan dan pendekatan ke pelanggan.
d. Penjelasan produk kepada pelanggan.
e. Negosiasi harga, sebatas yang telah disetujui perusahaan tentang harga jual.
f. Terima dan tangani Surat Pesanan (PO) dari pelanggan.
g. Penanganan keluhan pelanggan atas produk yang dipesan atau hal lain.
h. Tukar faktur.
i. Koordinasi dengan departemen keuangan tentang Laporan Penagihan.
j. Penagihan.
3.5.2.2 Maintenance
Dalam melaksanakan tugasnya, Maintenance bertanggung jawab langsung
kepada GA Manager. Berikut ini merupakan tugas dan kewajiban Maintenance
yaitu:
a. Membersihkan ruangan kerja karyawan.
b. Membersihkan alat-alat elektronik.
c. Membersihkan perlengkapan makan dan minum untuk karyawan.
d. Membersihkan mushola dan toilet serta mengecek kebersihannya setiap 2 jam.
e. Membantu Bag. Keuangan dalam keperluan transaksi Bank.
f. Fotokopi.
g. Menyiapkan makan/minum bila ada tamu.
h. Menyiapkan ruang rapat bila ada rapat.
i. Memperbaiki alat kantor bila ada yang rusak (termasuk servis keluar).
j. Pemerikaan rutin AC setiap 3 bulan sekali.
k. Pemeriksaan rutin fungsi elektronik lain.
l. Temukan solusi terhadap keadaan tertentu seperti mati listrik, komputer dll.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
4.1 Personalia
Berdasarkan organogram (struktur organisasi), total personalia PBF
Tramedifa berjumlah 24 orang. Dengan jumlah staf yang minimal tersebut
memungkinkan koordinasi dan komunikasi di antara sesama staf dapat berjalan
dengan baik.
Pengelolaan obat jadi di PBF ini dilakukan oleh Divisi Pharma. Apoteker
yang terdapat di PBF Tramedifa bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dan
pengawasan kegiatan pengelolaan tersebut. Hal ini sesuai dengan ketentuan di
dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang
Pedagang Besar Farmasi, yang menyatakan bahwa suatu PBF harus memiliki
Apoteker penanggung jawab yang bertanggung jawab terhadap kegiatan
pengelolaan obat di sarana distribusi tersebut.
Apoteker penanggung jawab yang ada di PBF Tramedifa berjumlah 2
orang dan ditempatkan di bagian pengadaan. Apoteker tersebut telah memiliki
kualifikasi yang diperlukan untuk bertugas sebagai penanggung jawab di PBF,
namun keduanya belum mengikuti pelatihan CDOB sebelumnya. Berdasarkan
33 Universitas Indonesia
Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (2012), sebaiknya pelatihan
CDOB secara rutin dilakukan agar kompetensi yang dimiliki Apoteker
penanggung jawab di PBF dapat selalu ditingkatkan dan di-update.
Apoteker di PBF Tramedifa bertugas untuk mengatur jalannya arus
distribusi dan pengadaan obat di PBF. Pengambilan keputusan dan pengaturan
pelaksanaan kegiatan operasional distribusi PBF Tramedifa berada di tangan
kedua Apoteker yang ada. Sehubungan dengan tugasnya tersebut, Apoteker
penanggung jawab di PBF ini dituntut untuk selalu sigap serta dapat bekerja
dengan cepat, sekalipun dalam kondisi di bawah tekanan. Dalam melakukan
tugasnya, Apoteker melakukan koordinasi dengan staf medical WH dan kurir
terkait tugas mereka dalam alur operasional kegiatan distribusi PBF. Setiap
kegiatan yang dilakukan staf medical WH dan kurir harus diketahui dan
berdasarkan persetujuan dari Apoteker penanggung jawab.
4.2 Bangunan
Kegiatan usaha PBF Tramedifa bertempat di suatu bangunan ruko dengan
dua lantai. Ruangan depan di lantai pertama dilengkapi dengan meja resepsionis
sebagai sarana kerja untuk bagian receptionist. Tempat ini berfungsi sebagai
tempat penerimaan sales atau kurir yang terkait dengan proses pembelian barang
dari pihak PBF Tramedifa ke distributor atau subdistributor lain. Ruangan kerja
staf lainnya terletak di lantai dua, sehingga terhindar dari keramaian yang
ditimbulkan pada saat banyak kunjungan dari sales atau kurir ke PBF. Gudang
penyimpanan obat terletak di lantai satu.
Komponen penting dari bangunan suatu PBF adalah tersedianya gudang
obat yang dapat menjamin perlindungan terhadap obat dan komoditi lain yang
terdapat di PBF tersebut. Sesuai dengan persyaratan yang terdapat di dalam
Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), PBF Tramedifa
memiliki satu gudang untuk penyimpanan obat, yang letaknya terpisah dari ruang
lain. Gudang penyimpanan obat terletak di lantai satu serta dilengkapi dengan
sistem pengamanan berupa pintu masuk dengan kontrol akses. Dengan kontrol
akses tersebut, pintu gudang hanya dapat dibuka menggunakan kartu pengenal
yang dimiliki oleh staf gudang dan petugas keamanan PBF Tramedifa. Selain itu,
Universitas Indonesia
orang lain tidak dapat secara bebas keluar masuk dari gudang ini. Kontrol akses
ini merupakan salah satu cara untuk menjaga keamanan obat yang ada dari
kehilangan atau kerusakan akibat adanya akses masuk dari pihak yang tidak
berkepentingan.
Perlengkapan yang tersedia di dalam gudang obat, antara lain rak-rak besar
untuk penyimpanan sediaan obat solid dan semisolid, rak-rak kecil untuk
penyimpanan sediaan obat cair, dua buah kulkas untuk penyimpanan sediaan obat
yang memerlukan suhu dingin, dan termometer sebagai alat pengendali suhu.
Penyusunan rak-rak di dalam gudang obat diatur agar tidak terlalu tinggi,
sehingga memudahkan bagi petugas gudang untuk melakukan pengecekan atau
pengambilan barang. Selain itu, di dalam gudang obat juga tersimpan kotak
khusus yang dilengkapi dengan termometer digital untuk wadah pengantaran
vaksin yang memerlukan penyimpanan di suhu rendah.
Suhu di dalam gudang disesuaikan dengan suhu yang dibutuhkan untuk
penyimpanan obat. Pengaturan suhu ruang gudang memanfaatkan keberadaan air
conditioner (AC) yang selalu hidup selama 24 jam setiap harinya. Suhu di gudang
obat jadi diatur agar selalu berada pada suhu antara 15o-25o C sesuai dengan
ketentuan suhu penyimpanan dalam Pedoman CDOB. Kondisi suhu tersebut perlu
dipantau secara rutin. Pemantauan suhu dilakukan dengan menggunakan dua buah
termometer yang ditempatkan di dalam ruang gudang. Selain itu, dua buah
termometer juga ditempatkan di dalam lemari es untuk memantau kondisi suhu
penyimpanan. Tujuan penggunaan dua termometer adalah untuk memastikan
keakuratan suhu dari lemari es tersebut. Apabila kedua termometer menunjukkan
suhu yang lebih kurang sama atau dengan penyimpangan yang kecil, maka suhu
dapat dikatakan tepat. Akan tetapi, apabila ditemukan perbedaan suhu yang cukup
signifikan di antara kedua termometer tersebut, misalnya perbedaan hingga
sebesar 5o C, kemungkinan terjadi kerusakan pada salah satu termometer. Jika hal
tersebut terjadi, maka termometer yang rusak harus diganti dengan yang baru. Hal
ini mengingat bahwa produk-produk yang disimpan di dalam lemari es merupakan
produk yang cukup rentan dengan adanya perubahan suhu, sehingga memerlukan
pengamatan suhu yang akurat untuk memastikan kesesuaian kondisi
penyimpanannya.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Gambar 4.1 Alur pemesanan barang dari PBF Tramedifa ke Supplier via telepon
Gambar 4.2 Alur pemesanan barang dari PBF Tramedifa ke Supplier secara
langsung menggunakan SP
follow-up terhadap produk yang sebelumnya telah ditawarkan, apakah pihak PBF
akan membeli atau tidak. Pada saat kunjungan sales ini, pihak PBF juga dapat
melakukan pemesanan secara langsung melalui sales tersebut.
Pembelian barang disesuaikan dengan ritme perputaran barang di PBF,
apakah termasuk barang yang bergerak cepat (fast moving) atau bergerak lambat
(slow moving). Barang-barang yang tidak diperlukan CITO, namun sering
digunakan oleh pelanggan, perlu selalu tersedia di gudang. Hingga saat ini, belum
ada ketentuan waktu khusus untuk pembelian barang di PBF Tramedifa.
Pembelian dapat dilakukan setiap saat sesuai dengan keperluan untuk pengisian
stok minimum ataupun sesuai permintaan dari pelanggan. Namun untuk ke
depannya, direncanakan agar proses pembelian dapat dilaksanakan secara lebih
terjadwal, terutama untuk obat-obat standar dan obat non-standar yang rutin
disalurkan. Jadwal pembelian obat tersebut direncanakan untuk pengadaan
kebutuhan per dua minggu.
b. Penerimaan dan pembayaran
Obat yang telah dipesan dapat diantar ke PBF langsung di hari yang sama
dengan pemesanan atau beberapa hari setelahnya, tergantung pada ketersediaan
obat di tempat supplier. Pada saat obat diantar ke PBF, petugas gudang akan
memeriksa terlebih dahulu obat tersebut. Pemeriksaan yang dilakukan, meliputi
kesesuaian antara jumlah, jenis, dan bentuk obat yang diantarkan dengan data
pada SP dan faktur yang ada, kondisi fisik barang tersebut, tanggal kedaluwarsa
obat, harga, dan diskon. Jika salah satu kondisi tersebut tidak terpenuhi atau
terdapat ketidaksesuaian harga dan diskon yang tertera di faktur dengan
kesepakatan di awal pemesanan, maka obat akan dikembalikan kepada supplier
melalui kurir yang mengantarkan. Obat yang tidak sesuai akan diretur atau data
faktur yang tidak sesuai diminta untuk diperbaiki terlebih dahulu. Akan tetapi, jika
seluruh obat yang diantar telah sesuai dengan faktur, dalam kondisi yang baik, dan
belum mendekati atau mencapai ED, maka obat tersebut selanjutnya dibawa ke
gudang untuk disimpan. Alur penerimaan barang dari supplier ke PBF Tramedifa
dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Setelah obat diterima, faktur yang dibawa kurir saat pengantaran akan
ditandatangani oleh petugas gudang sebagai pihak penerima. Tanggal penerimaan
Universitas Indonesia
barang juga harus ditulis dengan jelas pada faktur tersebut. Faktur kemudian dicap
dengan cap PBF Tramedifa. Pihak PBF akan menerima lembar copy faktur dari
pihak supplier. Data dari copy faktur tersebut kemudian dicek kembali dan di-
input oleh bagian resepsionis, yang meliputi data nomor faktur, nama obat
pesanan, jumlah pesanan, harga, dan diskon yang diperoleh untuk pembelian obat
tersebut (Lampiran 12).
Faktur pesanan dapat digantikan dengan Surat Jalan dari supplier apabila
barang yang dipesan diperlukan CITO oleh PBF, sehingga tidak dapat menunggu
hingga faktur pesanan tercetak. Isi dari Surat Jalan adalah keterangan bahwa pihak
supplier mengantarkan barang pesanan dari PBF, disertai dengan data nama dan
kuantitas barang yang dipesan. Jika Surat Jalan yang digunakan, faktur pesanan
tetap akan dibuat oleh supplier dan secara menyusul akan diberikan kepada PBF.
Saat faktur pesanan akhirnya diserahkan, Surat Jalan akan tetap disimpan oleh
pihak PBF sebagai arsip.
Data lain yang juga terdapat dalam faktur adalah tanggal jatuh tempo.
Lama tempo yang diberikan masing-masing penyalur untuk PBF melakukan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
4.3.3 Penyaluran
Pemesanan barang ke PBF Tramedifa dapat dilakukan secara langsung
menggunakan Surat Pemesanan (SP) yang dibuat oleh pelanggan atau via telepon.
Pelanggan yang melakukan pemesanan via telepon, pada akhirnya tetap harus
membuat SP untuk diserahkan kepada pihak PBF saat pengiriman barang.
Alur penyaluran obat dari PBF Tramedifa dimulai dari penerimaan
pesanan obat dari pelanggan. Selanjutnya, dari bagian pengadaan akan dibuat
Surat Permintaan Barang (SPB) melalui software “Tramedifa System” yang berisi
item-item barang yang dipesan oleh pelanggan beserta jumlahnya. Melalui sistem
tersebut, SPB yang telah dibuat akan tersambung kepada petugas di bagian
gudang. Oleh petugas gudang, akan dibuatkan faktur penjualan berdasarkan SPB
yang masuk. Faktur yang dibuat terdiri atas lima rangkap, yaitu lembar dengan
warna putih, merah, kuning, hijau, dan biru. Tiap satu faktur dapat memuat hingga
sebanyak 10 item pesanan. Apabila pesanan lebih dari jumlah tersebut, maka
harus dibuat dalam faktur baru. Selain dimasukkan ke dalam faktur, data pesanan
dari SPB juga dicatat ke dalam Buku SPB sesuai dengan pesanan untuk tiap
nomor SPB. Data dalam catatan tersebut nantinya juga dapat berfungsi untuk
memonitor pelunasan pembayaran dari pihak pelanggan terhadap pesanannya ke
PBF. Jika barang yang dibutuhkan cito oleh pelanggan dan faktur belum sempat
dicetak, maka PBF akan mengeluarkan Bukti Serah Terima sebagai dokumen
sementara yang disertakan dalam pengantaran barang ke pelanggan. Lembar
faktur dan lembar serah terima dapat dilihat pada lampiran 18 dan lampiran 19.
Untuk penyaluran sediaan psikotropika, pihak PBF akan membuat faktur
penjualan psikotropika yang terpisah dengan faktur dari produk selain
psikotropika.
Setelah faktur penjualan dicetak, pihak gudang akan mengambil obat dari
persediaan di gudang sesuai dengan isi pesanan di dalam faktur. Obat-obat yang
telah disiapkan kemudian diperiksa kembali kesesuaiannya dengan faktur, baru
kemudian dikemas untuk dikirimkan ke pelanggan. Cara pengemasan obat
pesanan harus diperhatikan dan disesuaikan dengan jenis produk yang akan
diantar. Tujuannya adalah agar dapat menjaga keamanan produk dari kerusakan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
sebaliknya terjadi ketika PBF melakukan pemesanan kepada supplier, maka PBF
akan mendapatkan PPN melalui faktur pajak dari pihak supplier.
Pada hari tukar faktur, pihak PBF akan kembali ke tempat pelanggan dan
menyerahkan lembar asli faktur penjualan, lembar copy Tanda Terima Faktur
Penjualan (warna merah) yang telah diisi dan ditandatangani oleh kedua belah
pihak, dan lembar asli faktur pajak. Pembayaran pesanan dari pihak pelanggan
kemudian dilakukan pada tanggal jatuh tempo yang telah disepakati bersama
dengan pihak PBF. Lama tempo untuk penjualan barang berkisar antara 0 – 30
hari.
Cara pembayaran yang diterima dari pelanggan dapat secara kredit
menggunakan cek, giro, transfer, dan dapat pula secara tunai (cash). Pihak PBF
Tramedifa telah membuat kebijakan bahwa sistem pembayaran pelanggan di awal
kerja sama adalah secara langsung atau cash on delivery (COD). Sistem COD
Universitas Indonesia
diberlakukan untuk 3 kali pembayaran pertama. Setelah itu, pihak PBF akan
menilai riwayat pembayaran COD yang telah berjalan. Apabila proses
pembayaran secara COD dapat berlangsung dengan baik, maka selanjutnya sistem
kredit dapat diberlakukan bagi pelanggan tersebut. Untuk pembayaran dengan
sistem kredit, apabila pembayaran tidak dilunasi hingga tanggal jatuh tempo yang
telah ditetapkan, maka pihak PBF memberlakukan sistem locked. Dengan sistem
locked tersebut, pelanggan yang belum melunasi pembayaran hingga melebihi
batas tempo tidak dapat melakukan pemesanan lagi ke PBF Tramedifa sebelum
pembayaran pesanan yang telah jatuh tempo berhasil dilunasi.
Universitas Indonesia
Terkait dengan waktu kedaluwarsa (expired date, ED) obat, pihak PBF
memiliki ketentuan bahwa barang yang dapat tetap diterima adalah barang dengan
ED maksimal 3 bulan ke depan. Kurang dari itu, maka barang akan diretur ke
supplier. Kecuali untuk sediaan obat topikal, obat dengan jarak waktu ED 1 bulan
masih dapat diterima, walaupun sedapat mungkin tetap diusahakan untuk diretur.
Selain itu, untuk obat-obatan dengan harga tinggi atau hanya dapat diperoleh dari
distributor atau subdistributor tertentu, maka hanya obat dengan batas ED tertentu
yang akan diterima di PBF ini. Obat yang telah masuk dan tersimpan di gudang
PBF juga dapat diretur. Retur dilakukan apabila produk obat tersebut belum
terjual hingga mendekati waktu ED-nya dan masih tersimpan dengan baik di
dalam kemasannya. Tidak semua supplier dapat menerima permohonan retur
untuk barang yang telah mendekati ED, hanya supplier tertentu dan tentunya
dengan ketentuan khusus mengenai batas waktu ED maksimal yang masih
diperbolehkan untuk diretur. Contoh nota retur pembelian dapat dilihat pada
lampiran 21.
menggunakan software “Tramedifa System”. Nota ini terdiri atas dua rangkap,
lembar asli untuk diberikan kepada pelanggan, sementara lembar copy dipegang
oleh pihak PBF. Dengan pengolahan melalui software tersebut, maka biaya
pembelian pelanggan akan terpotong sesuai harga barang yang diretur. secara
otomatis jumlah stok obat di gudang PBF akan bertambah sesuai dengan jumlah
barang yang diretur. Apabila barang retur tersebut akan dipesan kembali oleh
pelanggan, maka akan dibuatkan faktur pesanan baru oleh pihak gudang untuk
pemesanan tersebut. Faktur baru juga akan dicetak apabila retur terjadi karena
kesalahan pemberian harga atau diskon dari PBF.
Retur penjualan akibat barang rusak dapat dibedakan ke dalam dua
kondisi. Jika kerusakan barang terjadi di luar kesalahan pihak PBF, misalnya obat
masih tersegel rapi dan belum melewati ED, tetapi kondisi obat tidak baik, maka
pihak PBF dapat meretur kembali barang tersebut kepada supplier seperti pada
prosedur retur pembelian. Jika kerusakan terjadi akibat kelalaian pihak PBF, maka
penindaklanjutannya adalah berdasarkan pada kondisi kerusakan yang terjadi.
Apabila kerusakan hanya terdapat pada kemasan luar dan tidak mempengaruhi
mutu obat, maka kebijakannya adalah obat tersebut dikembalikan ke dalam stok di
gudang untuk dijual kembali pada pelanggan lain. Akan tetapi, apabila kerusakan
terjadi pada sediaan obat, maka produk akan disimpan terlebih dahulu untuk
nantinya dimusnahkan. Formulir retur barang dan nota retur penjualan dapat
dilihat pada lampiran 22 dan lampiran 23.
Universitas Indonesia
rumah sakit dan klinik dari SFHG untuk diisi sesuai dengan kebutuhan
penggunaan obat mereka. Hasil kuesioner tersebut kemudian didata untuk
keperluan pembuatan data Pareto, yang selanjutnya dijadikan pedoman dalam
pembuatan formularium obat.
Formularium ini berbeda dari formularium pada umumnya yang dibuat
oleh Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) rumah sakit dan di dalamnya tidak hanya
memuat informasi tentang kelas terapi dan nama obat, tetapi juga meliputi
indikasi dari suatu obat, kriteria penulis resep yang dapat memberikan obat
tersebut kepada pasien, dan informasi tentang regimen dosis obat tersebut (Siregar
dan Amalia, 2003). Data-data yang terdapat di dalam Formularium Obat SFHG,
antara lain data kelas terapi obat, nama generik, keterangan status DOEN obat
(DOEN atau non-DOEN), kode obat, nama dagang, nama pihak farmasi atau
supplier untuk memperoleh obat, tingkatan pareto obat, serta jumlah pengguna
obat tersebut. Dengan data-data tersebut, selain dijadikan sebagai panduan bagi
para dokter yang tergabung dalam SFHG, formularium ini juga berguna bagi
pihak PBF Tramedifa sebagai panduan untuk melakukan pengadaan obat-obat
dalam memenuhi kebutuhan obat di SFHG. Melalui formularium tersebut, pihak
PBF dapat memilah obat-obat yang penting untuk diadakan secara rutin di gudang
PBF. Obat yang paling utama untuk diadakan adalah obat dari daftar Pareto A dan
B, sedangkan obat dari daftar Pareto C dapat dibeli atau tidak dibeli, tergantung
pada kebutuhannya. Formularium ini direvisi setiap tahunnya, sehingga setiap
data obat yang tercantum di dalamnya selalu ter-update sesuai dengan kebutuhan
yang tentunya juga dapat selalu berbeda di setiap tahunnya.
penjualan dan pembelian yang diperoleh selama satu bulan terakhir. Setiap akhir
tahun juga dilakukan hal serupa, yaitu data-data keuangan yang tercatat selama
satu tahun terakhir dicocokkan dengan kondisi keuangan yang sebenarnya.
Setelah cocok, maka akan dilakukan proses tutup buku.
Proses tutup buku dapat dilakukan dalam dua bentuk, yaitu tutup buku
teraudit dan tutup buku tidak teraudit. Tutup buku teraudit dilakukan berdasarkan
adanya pemeriksaan oleh akuntan independen yang berasal dari pihak di luar PBF.
Tutup buku ini dilakukan di setiap 6 bulan, di akhir tahun, atau pada kondisi
tertentu ketika diperlukan pemeriksaan laporan keuangan secara detail. Sementara
itu, tutup buku tidak teraudit dilakukan tanpa adanya pemeriksaan dari akuntan
independen dan ini dilakukan saat pemeriksaan laporan yang dilakukan sewaktu-
waktu oleh pihak PBF. Setiap kali dilakukan tutup buku, maka akan diperoleh
beberapa bentuk laporan keuangan, antara lain laporan neraca, laporan laba rugi
(L/R), dan laporan modal.
untuk diajak bekerja sama dengan PBF Tramedifa akan dikomunikasikan terlebih
dahulu sesuai alur tanggung jawab tersebut, yaitu dari sales hingga ASM, untuk
selanjutnya dirapatkan dengan pihak direksi terkait keputusan kerja samanya.
4.8 Pelaporan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2010
tentang Pedagang Besar Farmasi, setiap PBF dalam melakukan kegiatan usahanya
diwajibkan untuk melakukan pelaporan kepada beberapa instansi terkait.
Pelaporan yang diperlukan adalah terkait dengan kegiatan penerimaan dan
penyaluran dari obat yang diadakannya. PBF Tramedifa melakukan pelaporan
kepada tiga instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan dari Permenkes tersebut,
yaitu pelaporan kepada Balai POM, Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kementerian
Kesehatan RI, yang dilakukan secara bersamaan setiap 3 bulan sekali.
Dokumen yang dilaporkan terdiri atas data stok barang yang terdapat di
gudang PBF serta laporan mutasi barang, yang meliputi laporan pembelian dan
penerimaan barang. Sistem pelaporan dilakukan secara manual. Dokumen-
dokumen yang diperlukan dikirimkan langsung ke instansi-instansi terkait melalui
pos.
Untuk psikotropika, selama ini PBF Tramedifa belum melaporkan
penyaluran psikotropika kepada instansi terkait. Hal ini dikarenakan belum
tingginya transaksi dari sediaan tersebut dan penyaluran hanyadilakukan untuk
memenuhi kebutuhan RSIA SamMarie Basra yang baru mulai beroperasi sejak
Desember 2010. Laporan pertama transaksi psikotropika akan disampaikan
kepada Kementerian Kesehatan bulan April 2013 atas kegiatan di tahun 2012
bersamaan dengan laporan kegiatan triwulan yang telah rutin disampaikan.
Universitas Indonesia
5.1 Kesimpulan
a. Peran dan tugas Apoteker penanggung jawab di PBF Tramedifa, antara lain :
1) sebagai pelaksana dan pengawas kegiatan operasional pengelolaan obat di
PBF;
2) sebagai pembuat keputusan dan peraturan yang menjamin bahwa obat di
PBF Tramedifa tersedia sesuai kebutuhan penyaluran kepada pelanggan,
tersimpan pada kondisi yang sesuai di gudang obat, serta tersalurkan kepada
pelanggan dengan mutu obat yang tetap terjamin; dan
3) sebagai pemimpin dan komunikator untuk dapat berkoordinasi dengan pihak
lain terkait pelaksanaan kegiatan distribusi di PBF.
b. Penerapan aspek manajemen pengelolaan obat di PBF Tramedifa telah
didukung oleh tersedianya software “Tramedifa System” yang terintegrasi ke
seluruh perangkat komputer di kantor PBF. Dengan demikian, kegiatan
operasional PBF dapat dilakukan dengan efektif dan efisien karena seluruh
pendataan yang menunjang pelaksanaan kegiatan distribusi telah tersedia
dalam software tersebut.
5.2 Saran
a. Pelatihan CDOB perlu diadakan secara rutin bagi personel yang terlibat dalam
kegiatan operasional di PBF Tramedifa, terutama bagi Apoteker penanggung
jawab PBF.
b. Seluruh personel PBF sebaiknya selalu mengikuti perkembangan peraturan-
peraturan yang terkait dengan penerapan kegiatan pengelolaan obat di PBF.
c. Update perkembangan informasi dan peraturan terbaru sebaiknya
dikomunikasikan kepada seluruh personel PBF dan dibahas kesesuaiannya
dengan kegiatan operasional yang sudah berjalan.
d. Sebaiknya disediakan tempat khusus untuk penerimaan barang dari supplier.
e. Pelaporan kegiatan operasional distribusi obat di PBF harus dilakukan secara
rutin sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
57 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2012). Peraturan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK. 03. 1. 34. 11. 12. 7542
Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik.
Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan RI
Seto, S., Yunita, N., & Triana, L. (2004). Manajemen Farmasi. Surabaya:
Airlangga University Press.
Siregar, Charles J.P. & Amalia, L. (2003). Farmasi Rumah Sakit: Teori &
Penerapan. Jakarta: EGC.
59 Universitas Indonesia
68
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
Lampiran 10. Surat Pesanan (SP)
69
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
Lampiran 11. Surat Pesanan Psikotropika
70
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
Lampiran 12. Copy faktur pembelian
71
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
72
75
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
Lampiran 17. Bukti pengeluaran
76
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
Lampiran 18. Faktur penjualan
77
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
Lampiran 19. Bukti serah terima
78
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
Lampiran 20. Tanda terima tukar faktur penjualan
79
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
80
MELISA, S.Farm.
1106047190
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013
ii Universitas Indonesia
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Aspek Transportasi dari CDOB pada PBF
Tramedifa ....................................................................................... 13
Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Aspek Fasilitas Distribusi Berdasar Kontrak dari
CDOB pada PBF Tamedifa .............................................................. 21
Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Aspek Dokumentasi dari CDOB pada PBF
Tramedifa ....................................................................................... 25
PENDAHULUAN
1 Universitas Indonesia
Mereka juga harus memahami konsep Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB),
sehingga dapat menerapkan proses distribusi obat yang baik dan tepat di PBF
tersebut.
Fasilitas distribusi berdasarkan kontrak antara pihak PBF dengan
perusahaan farmasi lain menjadi salah satu penentu dalam terselenggaranya
kerjasama antara kedua belah pihak dalam melakukan penggadaan dan distribusi
obat dari pihak distributor ke PBF atau bisa juga dari pihak PBF ke pelanggan.
Selain itu, manajemen yang baik tentunya harus didukung pula dengan
tersediaanya suatu dokumen tertulis yang jelas untuk mencegah terjadinya
kesalahan dari komunikasi lisan dan untuk memudahkan penelusuran, antara lain
sejarah bets, instruksi, dan prosedur. Dokumentasi merupakan suatu dokumen
tertulis terkait dengan distribusi (pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan
pelaporan), prosedur tertulis dan dokumen lain yang terkait dengan pemastian
mutu. (Kepala BPOM RI, 2012).
Peraturan mengenai sistem transportasi, fasilitas berdasar kontrak dan
dokumentasi serta sarana dan prasarana yang baik untuk penyelenggaraan sistem
distribusi obat di PBF telah tercantum di dalam Pedoman Teknis CDOB yang
dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Setiap PBF wajib
menerapkan petunjuk yang terdapat di dalam Pedoman tersebut pada setiap aspek
kegiatan pengelolaan obat yang dilakukan. Suatu PBF yang telah berhasil
menerapkan CDOB di dalam kegiatan usahanya dapat memperoleh sertifikat
CDOB sebagai bukti yang sah atas terpenuhinya persyaratan CDOB tersebut
(Kepala BPOM RI, 2012).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka PBF Tramedifa, sebagai salah
satu perusahaan yang sedang berkembang di bidang pengelolaan obat, sudah
seharusnya melakukan pengkajian terhadap kegiatan usahanya agar tetap berjalan
sesuai dengan ketentuan CDOB. Hal tersebut akan sangat bermanfaat, terutama
bagi pengembangan usaha dan persaingannya dengan PBF lain. Di samping itu,
sertifikat CDOB menjadi dokumen yang penting untuk dimiliki karena secara
langsung dapat menjadi jaminan kualitas kegiatan usaha dari PBF Tramedifa.
Universitas Indonesia
1.2 Tujuan
Tugas khusus ini dibuat untuk mengkaji kesesuaian antara kegiatan yang
terdapat di PBF Tramedifa dengan ketiga aspek pada Bab 7- Bab 9 dari Pedoman
Teknis CDOB sebagai langkah persiapan untuk memperoleh sertifikat CDOB,
ketiga aspek tersebut yaitu :
a. Transportasi.
b. Fasilitas distribusi berdasar kontrak.
c. Dokumentasi.
Universitas Indonesia
TINJAUAN PUSTAKA
4 Universitas Indonesia
atas. Apapun moda transportasi yang dipilih, harus dapat menjamin bahwa obat
dan/atau bahan obat tidak mengalami perubahan kondisi selama transportasi yang
dapat mengurangi mutu. Pendekatan berbasis risiko harus digunakan ketika
merencanakan rute transportasi. Pada bab transportasi ini poin-poin yang akan
dibahas yaitu:
a. Transportasi dan produk dalam transit,
b. Obat dan/atau/bahan obat dalam pengiriman,
c. Kontainer, pengemasan dan pelabelan,
d. Transportasi obat dan/atau bahan obat yang memerlukan kondisi khusus,
e. Kendaraan dan peralatan,
f. Kontrol suhu selama transportasi.
Universitas Indonesia
6 Universitas Indonesia
7 Universitas Indonesia
menunjukkan bahwa jenis produk yang disalurkan oleh PBF tramedifa berupa
vaksin, suppositoria, sediaan injeksi hormon, psikotropik, obat keras, obat bebas,
obat bebas terbatas, kosmetik, susu, dan alat kesehatan dimana dalam sistem
pengantaran obat dan/atau bahan obat ke pelanggan harus memenuhi setiap aspek
transportasi, fasilitas berdasar kontrak dan dokumentasi yang sesuai dengan cara
distribusi obat yang baik (CDOB).
4.1 Transportasi
Produk farmasi hanya boleh dijual atau didistribusikan kepada orang atau
badan yang berwenang dan terdapat bukti tertulis tersebut sebelum distribusi
dilakukan. Selama proses transportasi, harus diterapkan metode transportasi yang
memadai. Obat harus diangkut dengan kondisi penyimpanan sesuai dengan
informasi pada kemasan. Metode transportasi yang tepat harus digunakan
mencakup transportasi melalui darat, laut, udara atau kombinasi di atas.
4.1.1 Transportasi dan produk dalam transit
PBF Tramedifa mempunyai dua orang kurir yang bertugas untuk
mengantarkan obat kepelanggan. Jadwal kurir tiap hari terdapat dua jadwal shift
yaitu pertama dari pukul 8.30 sampai dengan pukul 17.00 kemudian shift kedua
dari pukul 10.00 sampai dengan pukul 18.00. Setiap tiga hari sekali jadwal shift di
tukar oleh dua orang kurir tersebut. Dilakukan pembagian jadwal dikarenakan
untuk menciptakan efisiensi pengantaran dalam jumlah banyak tiap harinya.
Personil yang bertugas di bagian transportasi dalam hal ini kurir PBF
Tramedifa, belum pernah mengikuti pelatihan terkait dengan pengiriman obat
sesuai dengan penerapan CDOB. Pelaksanaan pelatihan CDOB belum menjadi
program tersendiri di PBF ini. Pelatihan pengiriman obat yang memerlukan
perlakuan khusus, seperti vaksin atau sediaan injeksi hormon yang termasuk ke
dalam produk rantai dingin, juga belum pernah dilaksanakan. Oleh karena itu,
penyusunan pelaksanaan berbagai pelatihan tersebut telah menjadi salah satu
daftar perencanaan ke depan yang akan dilakukan pihak penanggung jawab PBF,
namun dalam penerapannyadi PBF Tramedifa telah melakukan pemantauan suhu
rantai dingin (cold chain) untuk produk vaksin atau sediaan injeksi hormon yang
memerlukan pemantauan suhu.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Aspek Transportasi dari CDOB pada PBF Tramedifa
Aspek CDOB Hasil
Bab 7 Transportasi Pengamatan
a. Transportasi dan Produk dalam Transit
1. Obat dan/atau bahan obat dan kontainer pengiriman harus
aman untuk mencegah akses yang tidak sah. Kendaraan
dan personil yang terlibat dalam pengiriman harus
dilengkapi dengan peralatan keamanan tambahan yang
sesuai untuk mencegah pencurian obat dan/atau bahan obat
dan penyelewengan lainnya selama transportasi.
2. Pengiriman obat dan/atau bahan obat harus aman dan
dilengkapi dengan dokumentasi yang sesuai untuk
mempermudah identifikasi dan verifikasi kepatuhan
terhadap persyaratan yang ditetapkan. Kebijakan dan
prosedur tertulis harus dilaksanakan oleh semua personil
yang terlibat dalam transportasi.
3. Kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan untuk obat dan
atau bahan obat harus dipertahankan selama transportasi
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
4.3 Dokumentasi
Diperlukan peraturan tertulis dan catatan untuk mendokumentasikan
semua kegiatan yang berkaitan dengan distribusi produk farmasi, termasuk semua
penerimaan yang berlaku dan masalahnya. Catatan harus disimpan oleh distributor
dari semua produk farmasi, sedikitnya memuat informasi tanggal, nama produk
farmasi, jumlah barang yang diterima, atau dipasok, nama dan alamat pemasok.
Semua dokumen di PBF Tramedifa baik tertulis maupun elektronik untuk setiap
obat dan/ atau bahan obat telah disimpan rapi, ditata secara teratur dan diberi label
penanda untuk memudahkan penelusuran dokumen. PBF Tramedifa mempunyai
dua bentuk dokumentasi yaitu dokumentasi aktif dan pasif.
Universitas Indonesia
a. Dokumentasi aktif
Dokumentasi aktif adalah meliputi dokumentasi untuk data, dokumen, atau
laporan yang dibuat atau diterima di PBF terkait pelaksanaan kegiatan
operasional. Seluruh proses operasional dari pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran memiliki laporan yang terdokumentasi melalui dua cara, yaitu secara
komputerisasi di dalam software “Tramedifa System” dan secara manual. Laporan
yang terekam di dalam sistem komputer di PBF, antara lain adalah Laporan
Penerimaan Barang dan Laporan Penjualan Barang.
Laporan Penerimaan Barang diperbarui oleh staf di bagian gudang setiap 2
hari sekali. Laporan tersebut kemudian di-print dan dibundel di dalam suatu map
besar secara berurutan dari tanggal penerimaan terdahulu hingga tanggal
penerimaan terbaru. Laporan Penjualan Barang diperbarui setiap hari di akhir jam
kegiatan operasional berakhir, seperti pengarsipan untuk Laporan Penerimaan
Barang, Laporan Penjualan Barang juga akan di-print dan dibundel di dalam map
besar dengan tanggal penjualan yang berurutan. Map berisi arsip kedua laporan ini
tersimpan di dalam ruang kerja staf bagian gudang.
Dokumen-dokumen yang diperoleh PBF dari kegiatan pengadaan dan
penyaluran yang dilakukan juga diarsip menggunakan map besar. Dokumen-
dokumen dari setiap transaksi pembelian dan penjualan barang yang terjadi
dibundel, kemudian akan disimpan di dalam map yang dibeda-bedakan per nama
supplier atau instansi pelanggan. Satu bundel dokumen yang disimpan dari setiap
transaksi setelah kegiatan pembelian, terdiri atas :
1. Satu lembar copy bukti pembayaran dari PBF kepada supplier (atau bonggol
giro jika pembayaran dilakukan melalui giro),
2. Satu lembar Bukti Pengeluaran,
3. Satu lembar asli dan satu lembar copy Faktur Penjualan dari supplier,
4. Satu lembar asli dan satu lembar copy Tanda Terima Faktur,
5. Satu lembar asli dan satu lembar copy Surat Jalan dari supplier (optional),
6. Satu lembar asli tanda terima faktur dari supplier (jika ada),
7. Satu lembar asli Faktur Pajak, dan
8. Satu lembar asli SP.
Universitas Indonesia
Sementara itu, satu bundel dokumen yang disimpan dari setiap transaksi setelah
kegiatan penjualan, terdiri atas:
1. Satu lembar copy bukti pembayaran dari pelanggan kepada PBF,
2. Satu lembar copy Faktur Penjualan yang dikeluarkan PBF,
3. Satu lembar asli dan satu lembar copy Tanda Terima Faktur Penjualan,
4. Satu lembar copy Faktur Pajak, dan
5. Satu lembar asli SP dari pelanggan.
Susunan tiap bundel dokumen-dokumen tersebut di dalam map diurutkan
sesuai tanggal transaksi, dari tanggal transaksi terdahulu di posisi bawah hingga
tanggal transaksi terbaru di posisi atas. Dengan penyusunan seperti ini, akan
mempermudah pihak PBF dalam melakukan pencarian dan pengecekan terhadap
dokumen-dokumen tersebut ketika diperlukan.
Seluruh dokumen dari kegiatan pengadaan dan penerimaan termasuk
dokumen yang terkait dengan keuangan di PBF ini disimpan hingga selama 10
tahun. Penyimpanan selama waktu tersebut diperlukan untuk mengantisipasi
kemungkinan terjadinya komplain di kemudian hari atau keperluan
pertanggungjawaban kegiatan-kegiatan operasional yang pernah dilakukan di PBF
ini. Setelah lebih dari 10 tahun, maka dokumen-dokumen tersebut dapat
dimusnahkan.
b. Dokumentasi pasif
Dokumentasi pasif yang dilakukan di PBF ini, antara lain meliputi
dokumentasi SOP dan data spesifikasi produk. Data spesifikasi produk terdapat
dalam bentuk Laporan Stok Barang yang dapat ditelusuri menggunakan daftar
kode obat atau kode alat kesehatan yang dibuat oleh pihak PBF melalui software
“Tramedifa System”. Kode barang tersebut dibuat berdasarkan nama produk dan
nomor registrasi atau barcode yang terdapat pada kemasan produk.
Hasil keseluruhan pengamatan kesesuaian aspek dokumentasi dari CDOB
di PBF Tramedifa dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Universitas Indonesia
Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Aspek Dokumentasi dari CDOB pada PBF
Tramedifa
Hasil
Aspek CDOB
Pengamatan
Bab 9 Dokumentasi
1. Dokumentasi terdiri dari semua prosedur tertulis, petunjuk,
kontrak, catatan dan data, dalam bentuk kertas maupun BS
elektronik.
2. Dokumentasi yang jelas dan rinci merupakan dasar untuk
memastikan bahwa setiap personil melaksanakan kegiatan,
sesuai uraian tugas sehingga memperkecil risiko kesalahan.
3. Dokumentasi harus komprehensif mencakup ruang lingkup
kegiatan fasilitas distribusi dan ditulis dalam bahasa yang jelas,
dimengerti oleh personil dan tidak berarti ganda.
4. Prosedur tertulis harus disetujui, ditandatangani dan diberi
tanggal oleh personil yang berwenang. Prosedur tertulis tidak
ditulis tangan dan harus tercetak.
5. Setiap perubahan yang dibuat dalam dokumentasi harus
ditandatangani, diberi tanggal dan memungkinkan pembacaan
informasi yang asli. Jika diperlukan, alasan perubahan harus
dicatat.
6. Dokumen harus disimpan selama minimal 3 tahun.
7. Seluruh dokumentasi harus tersedia sebagaimana mestinya.
8. Semua dokumentasi harus mudah didapat kembali, disimpan dan
dipelihara pada tempat yang aman untuk mencegah dari
perubahan yang tidak sah, kerusakan dan/atau kehilangan
dokumen.
9. Dokumen harus dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar
selalu up to date. Jika suatu dokumen direvisi, harus dijalankan
suatu sistem untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang
sudah tidak berlaku.
10. Dokumentasi permanen, tertulis atau elektronik, untuk setiap
obat dan/atau bahan obat yang disimpan harus menunjukkan
kondisi penyimpanan yang direkomendasikan, tindakan
pencegahan dan tanggal uji ulang khusus untuk bahan obat (jika
ada) harus diperhatikan. Persyaratan farmakope dan peraturan
nasional terkini tentang label dan wadah harus dipatuhi.
11. Dokumentasi distribusi harus mencakup informasi berikut:
tanggal, nama obat dan/atau bahan obat; nomor bets; tanggal
kedaluwarsa; jumlah yang diterima atau disalurkan; nama dan
alamat pemasok atau pelanggan.
12. Dokumentasi harus dibuat pada saat kegiatan berlangsung,
sehingga mudah untuk ditelusuri.
Keterangan: √=sudah ada dan sudah sesuai; BA=Belum Ada; BS=Belum Sesuai; TA=Tidak Ada
Universitas Indonesia
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap aspek transportasi, fasilitas berdasar
kontrak, dan dokumentasi yang telah dilaksanakan dalam rangka mengkaji
kesesuaian antara aspek yang terdapat pada Pedoman Teknis CDOB dengan PBF
Tramedifa maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Secara umum, aspek-aspek yang terdapat pada bab transportasi sebagian besar
telah dilaksanakan oleh PBF Tramedifa. Hanya saja masih terdapat beberapa
kriteria belum memenuhi pedoman teknis CDOB seperti belum ada prosedur
tertulis untuk setiap kegiatan di PBF Tramedifa misalnya prosedur tertulis
untuk menangani penyimpangan suhu; prosedur tertulis untuk kegiatan
pemelihara semua kendaraan dan peralatan termasuk pembersihan dan tindakan
keselamatan dalam berkendara; prosedur tertulis untuk transportasi yang tepat
dan aman bagi obat kembalian; prosedur tertulis yang mengatur pemisahan
selama transportasi untuk obat dan atau bahan obat yang ditolak, ditarik dan
dikembalikan; prosedur tertulis dan dokumentasi untuk pengendalian hama dari
tikus, kutu, burung dan hama lainnya; serta masih belum adanya pelatihan
CDOB bagi personil pelaksana kegiatan distribusi di PBF ini.
b. Aspek fasilitas berdasar kontrak dilakukan antara pihak PBF dengan
perusahaan farmasi lain harus dapat meningkatkan dan menjalin kerjasama
antara kedua belah pihak dalam melakukan penggadaan dan distribusi obat
baik dari pihak distributor ke PBF atau bisa juga dari pihak PBF ke pelanggan
serta semua kegiatan kontrak harus terdokumentasi dan tertulis sesuai dengan
persyaratan CDOB.
c. Semua aspek dokumentasi dari setiap aspek CDOB baik tertulis atau elektronik
harus ada untuk mencegah terjadinya kesalahan komunikasi lisan dan untuk
memudahkan penelusuran dari instruksi dan prosedur. PBF Tramedifa masih
belum semua prosedur dilakukan secara tertulis sehingga diharapkan untuk
kedepan dibuatkan prosedur tetulis untuk memperkecil kesalahan.
26 Universitas Indonesia
5.2 Saran
Beberapa saran yang dapat diberikan bagi pihak PBF Tramedifa terkait
dengan tiga aspek CDOB yang telah dibahas adalah sebagai berikut :
a. Menyediakan prosedur tertulis untuk segala kegiatan yang terkait dengan prosedur
tertulis untuk menangani penyimpangan suhu; prosedur tertulis untuk kegiatan
pemeliharan semua kendaraan dan peralatan termasuk pembersihan dan tindakan
keselamatan dalam berkendara; prosedur tertulis untuk transportasi yang tepat dan
aman bagi obat kembalian; prosedur tertulis yang mengatur pemisahan selama
transportasi untuk obat dan/ atau bahan obat yang ditolak, ditarik dan dikembalikan;
prosedur tertulis untuk pengendalian hama dari tikus, kutu, burung dan hama
lainnya
b. Mengadakan pelatihan CDOB bagi personil yang terkait dengan pengiriman
obat dan/ atau bahan obat ke pelanggan dan menjadikannya sebagai program
rutin, sehingga kompetensi personil dalam mengelola rantai distribusi obat
dapat selalu meningkat dan ter-update.
c. Mengadakan pelatihan tentang penanganan obat-obat yang memerlukan
penanganan khusus, seperti produk rantai dingin, dan penanganan reagen
secara aman bagi personil yang terkait.
d. Menyediakan dokumentasi dari setiap aspek CDOB baik tertulis atau
elektronik harus ada untuk mencegah terjadinya kesalahan komunikasi lisan
dan untuk memudahkan penelusuran dari instruksi dan prosedur.
e. Sangat disarankan untuk melaksanakan hal-hal yang terdapat di CDOB yang
belum ada di PBF Tramedifa. Hal ini bertujuan agar dapat diperolehnya
sertifikat CDOB sebagai pembuktian terhadap kualitas dari PBF Tramedifa.
Universitas Indonesia
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. (2012). Pedoman Teknis Cara
Distribusi Obat yang Baik. Jakarta: BPOM.
28 Universitas Indonesia