Anda di halaman 1dari 126

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI PEDAGANG BESAR FARMASI (PBF) TRAMEDIFA
Jl. CIPINANG MUARA I NO. 23C, PONDOK BAMBU,
DUREN SAWIT, JAKARTA TIMUR
PERIODE 18 FEBRUARI – 28 MARET 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

MELISA, S.Farm.
1106047190

ANGKATAN LXXVI

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI PEDAGANG BESAR FARMASI (PBF) TRAMEDIFA
Jl. CIPINANG MUARA I NO. 23C, PONDOK BAMBU,
DUREN SAWIT, JAKARTA TIMUR
PERIODE 18 FEBRUARI – 28 MARET 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Apoteker

MELISA, S.Farm.
1106047190

ANGKATAN LXXVI

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013

ii

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


iii Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Pedagang Besar Farmasi (PBF) Tramedifa
yang telah dilaksanakan pada tanggal 18 Februari – 28 Maret 2013 , serta dapat
menyelesaikan laporan tugas umum ini dengan tepat waktu.
Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini dilaksanakan sebagai
salah satu syarat untuk meraih gelar profesi Apoteker di Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia, dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman,
pengetahuan, dan keterampilan mahasiswa, serta dapat mengaplikasikan ilmu yang
telah diperoleh selama perkuliahan. Pada kesempatan ini, dengan penuh ketulusan
dan kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
2. Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia, pembimbing akademik serta pembimbing dalam yang
telah memberikan bimbingan selama penulis menempuh pendidikan di
Farmasi Universitas Indonesia, selama melaksanakan PKPA dan penyusunan
tugas akhir.
3. Bapak T. Nebrisa Z., S.Farm., Apt., MARS selaku Direktur PBF Tramedifa
dan pembimbing luar yang telah memberikan bimbingan selama
melaksanakan PKPA dan penyusunan tugas akhir.
4. Seluruh staf dan karyawan di PBF Tramedifa yang telah banyak memberikan
bantuan selama penulis melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
5. Seluruh dosen Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi yang telah banyak
memberikan bekal ilmu, berbagi pengalaman, dan pengetahuan kepada penulis
selama masa studi di Fakultas Farmasi.
6. Orang tua dan seluruh keluarga yang selalu memberikan dukungan, doa dan
semangat kepada penulis.
7. Seluruh rekan sesama Apoteker Angkatan 76 Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia atas kerja sama, dukungan, semangat, danpersahabatan yang telah

iv Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


terjalin selama menempuh pendidikan di program Profesi Apoteker.
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas bantuan dan
dukungan yang telah diberikan kepada penulis selamapenyusunan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan PKPA ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga laporan PKPA ini dapat
memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam dunia farmasi
pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Penulis

2013

v Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan
dibawah ini :
Nama : Melisa, S.Farm.
NPM : 1106047190
Program Studi : Profesi Apoteker
Fakultas : Farmasi
Jenis karya : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui


menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

“Laporan Praktek Kerja Profesi di Pedagang Besar Farmasi (PBF) Tramedifa


Jl. Cipinang Muara I No. 23 C, Pondok Bambu, Duren Sawit, Jakarta Timur
Periode 18 Februari – 28 Maret 2013”

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
mengalihmedia/formatkan,
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 29 Juni 2013
Yang menyatakan

vi Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
DAFTAR ISI........................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... x

BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Tujuan.............................................................................................. 2

BAB 2 TINJAUAN UMUM ............................................................................... 3


2.1 Definisi PBF ................................................................................ 3
2.2 Landasan Hukum PBF ................................................................ 3
2.3 Tugas dan Fungsi PBF ................................................................ 3
2.4 Persyaratan PBF .......................................................................... 4
2.5 Apoteker Penanggungjawab untuk PBF ..................................... 6
2.6 Tata Cara Perizinan PBF ............................................................. 8
2.7 Pencabutan Izin PBF ................................................................... 10
2.8 Gudang PBF ................................................................................ 10
2.9 Penyelenggaraan PBF ................................................................. 11
2.10 Pelaporan Kegiatan PBF ............................................................. 14
2.11 Larangan PBF ............................................................................. 14
2.12 Sistem Pengadaan di PBF ........................................................... 14

BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PBF TRAMEDIFA ....................................... 22


3.1 Sejarah PBF Tramedifa .................................................................. 22
3.2 Visi dan Misi PT SamMarie Tramedifa ...................................... 23
3.3 Lokasi dan Tata Ruang............................................................... 24
3.4 Struktur Organisasi ..................................................................... 24
3.5 Tujuan, Tugas dan Kewajiban serta Tanggung Jawab tiap
Jabatan ......................................................................................... 24

Bab 4 PEMBAHASAN ................................................................................. 33


4.1 Personalia .................................................................................... 33
4.2 Bangunan .................................................................................... 34
4.3 Kegiatan Operasional .................................................................. 36
4.4 Pengembalian Barang (Retur) ..................................................... 48
4.5 Administrasi dan Dokumentasi ................................................... 50
4.6 Manajemen Keuangan ................................................................. 53
4.7 Kegiatan Sales & Marketing ....................................................... 54
4.8 Pelaporan ..................................................................................... 55
4.9 Kendala yang Dihadapi dan Strategi untuk Menghadapinya ...... 55
vii Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 57
5.1 Kesimpulan...................................................................................... 57
5.2 Saran ................................................................................................ 57

DAFTAR ACUAN ................................................................................................. 59

LAMPIRAN............................................................................................................ 60

viii Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Diagram model pengendalian persediaan ................................... 18
Gambar 4.1 Alur pemesanan barang dari PBF Tramedifa ke Supplier
via telepon ................................................................................... 38
Gambar 4.2 Alur pemesanan barang dari PBF Tramedifa ke Supplier
secara langsung menggunakan SP .............................................. 38
Gambar 4.3 Alur penerimaan barang dari supplier di PBF Tramedifa........... 40
Gambar 4.4 Alur penyaluran barang dari PBF Tramedifa ke pelanggan........ 47

ix Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Pedoman kategori item obat berdasarkan metode VEN .................... 21
Tabel 2.2 Matrik VEN ABC .............................................................................. 21

x Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Formulir Permohonan Izin Pedagang Besar Farmasi
(Formulir 1) ................................................................................. 60
Lampiran 2. Formulir Rekomendasi Pemenuhan Kelengkapan Administratif
(Formulir 2) ................................................................................. 61
Lampiran 3. Formulir Rekomendasi Hasil Analisis Pemenuhan
Persyaratan CDOB (Formulir 3) ................................................. 62
Lampiran 4. Formulir Penerbitan Izin Pedagang Besar Farmasi
(Formulir 4) ................................................................................. 63
Lampiran 5. Formulir Pernyataaan Siap Melaksanakan Kegiatan
(Formulir 5) ................................................................................. 64
Lampiran 6. Peta Lokasi PBF Tramedifa ........................................................ 65
Lampiran 7. Denah Bangunan PBF Tramedifa Lantai 1 ................................. 66
Lampiran 8. Denah Bangunan PBF Tramedifa Lantai 2 ................................. 67
Lampiran 9. Struktur Organisasi PBF Tramedifa ............................................ 68
Lampiran 10. Surat Pesanan (SP) ...................................................................... 69
Lampiran 11. Surat Pesanan Psikotropika .......................................................... 70
Lampiran 12. Copy Faktur Pembelian ................................................................ 71
Lampiran 13. Nota Retur Penjualan .................................................................... 72
Lampiran 14. Tanda Terima Tukar Faktur Pembelian ........................................ 73
Lampiran 15. Faktur Pajak .................................................................................. 74
Lampiran 16. Lembar Serah Terima Pembayaran Mingguan ............................. 75
Lampiran 17. Giro untuk Pembayaran Non-Tunai ............................................. 76
Lampiran 18. Bukti Pengeluaran......................................................................... 77
Lampiran 19. Faktur Penjualan ........................................................................... 78
Lampiran 20. Bukti Serah Terima....................................................................... 79
Lampiran 21. Tanda Terima Tukar Faktur Penjualan ......................................... 80
Lampiran 22. Nota Retur Pembelian................................................................... 81
Lampiran 23. Formulir Retur Barang.................................................................. 82

xi Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan salah satu faktor penting untuk keberhasilan
pembangunan bangsa. Untuk itu perlu diselenggarakan upaya kesehatan secara
menyeluruh agar terwujud masyarakat yang sehat dan mandiri. Upaya kesehatan
adalah kegiatan memelihara dan meningkatkan kesehatan yang bertujuan untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan
diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan
(promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan
pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh,
terpadu, dan berkesinambungan (Presiden Republik Indonesia, 2009a).
Peran apoteker sebagai salah satu tenaga kesehatan dalam melakukan
upaya kesehatan adalah dengan melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Pekerjaan
Kefarmasian dalam berbagai kegiatan, meliputi pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau
penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Dalam
pelaksanaannya, salah satu fasilitas tempat melaksanakan pekerjaan kefarmasian
dalam distribusi atau penyaluran sediaan farmasi adalah di pedagang besar
farmasi (PBF) (Presiden Republik Indonesia, 2009b).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan
berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan,
penyaluran perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pedagang besar farmasi sebagai salah satu tempat
pengabdian profesi seorang apoteker merupakan salah satu unit terpenting dalam
kegiatan penyaluran perbekalan farmasi untuk menjamin ketersediaan, keamanan
dan kualitas perbekalan farmasi di fasilitas pelayanan kesehatan seperti apotek,
instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik dan toko obat. Apoteker sebagai
penanggung jawab dalam PBF harus mampu mengelola perbekalan farmasi di
1 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


2

PBF dimulai dari tahap pengadaan, penyimpanan hingga pendistribusian


perbekalan farmasi (Kementerian Kesehatan RI, 2011b).
Mengingat akan pentingnya hal tersebut dan upaya untuk pemberian
dukungan terhadap kompetensi apoteker di Pedagang Besar Farmasi (PBF), maka
Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI bekerja sama dengan PBF
Tramedifa dalam menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker dari tanggal
18 Februari – 28 Maret 2013. Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diharapkan dapat
meningkatkan pemahaman calon apoteker mengenai peranan apoteker di PBF,
kegiatan rutin, organisasi, manajemen pengelolaan perbekalan farmasi di PBF.

1.2 Tujuan
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PBF Tramedifa bertujuan agar
calon apoteker:
a. Memahami peran dan tugas apoteker penanggung jawab di PBF Tramedifa.
b. Memahami penerapan aspek manajemen pengelolaan sediaan farmasi di PBF
Tramedifa

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


BAB 2
TINJAUAN UMUM

2.1 Definisi PBF


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi yang selanjutnya
disingkat PBF tercantum bahwa PBF merupakan perusahaan berbentuk badan
hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat
dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan. Selain mendistribusikan obat, PBF juga dapat menyalurkan alat
kesehatan. PBF yang akan melakukan usaha sebagai Penyalur alat kesehatan
(PAK) harus memiliki izin PAK.
Dalam pelaksanaan kegiatannya PBF harus mengacu kepada Cara
Distribusi Obat yang Baik (CDOB). CDOB adalah cara distribusi/penyaluran obat
dan/atau bahan obat yang bertujuan untuk memastikan mutu sepanjang jalur
distribusi / penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya.

2.2 Landasan Hukum PBF


PBF memiliki landasan hukum yang diatur dalam :
a. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang
Pedagang Besar Farmasi.
b. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 889/MENKES/PER/V/2011 tentang
Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.
c. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
d. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
e. Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.

2.3 Tugas dan Fungsi PBF


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF. Tugas dan fungsi PBF yaitu:
a. menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat
b. PBF mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan dan pelatihan.
3 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


4

2.4 Persyaratan PBF


Suatu PBF baru dapat beroperasi setelah mendapat surat izin. Selama PBF
tersebut masih aktif melakukan kegiatan pengelolaan obat, maka seluruh kegiatan
yang dilaksanakan di PBF tersebut wajib berdasarkan kepada CDOB. Agar dapat
beroperasi, PBF harus mempunyai lokasi dan bangunan yang memenuhi
persyaratan serta menyediakan perlengkapan yang diperlukan dalam kegiatan
distribusi.
2.4.1 Tempat/Lokasi
Lokasi PBF dapat dipilih dengan mempertimbangkan segi efisiensi dan
efektifitas dalam pengadaan dan penyaluran obat ke sarana pelayanan kesehatan
dan faktor-faktor lainnya.
2.4.2 Bangunan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012)
Suatu PBF harus mempunyai luas bangunan yang cukup dan memenuhi
persyaratan teknis, sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan
fungsi PBF. Suatu PBF paling sedikit memiliki ruang tunggu, ruang penerimaan
obat, ruang penyiapan obat, ruang administrasi, ruang kerja apoteker, gudang obat
jadi, ruang makan dan kamar kecil. Bangunan PBF dilengkapi dengan sumber air
yang memenuhi syarat kesehatan, pencahayaan yang memadai, alat pemadam
kebakaran, ventilasi dan sanitasi yang baik.
Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa
kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan yang
memadai dan kapasitas yang cukup untuk memungkinkan penyimpanan dan
penanganan obat yang baik. dan area penyimpanan dilengkapi dengan
pencahayaan yang memadai untuk memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan
secara akurat dan aman.
Area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman harus terpisah, terlindung
dari kondisi cuaca, dan harus didesain dengan baik serta dilengkapi dengan
peralatan yang memadai. Akses masuk ke area penerimaan, penyimpanan dan
pengiriman hanya diberikan kepada personil yang berwenang yakni dengan
adanya sistem alarm dan kontrol akses yang memadai.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


5

Selain itu harus disediakan area khusus, antara lain:


a. Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat yang menunggu keputusan
lebih lanjut mengenai statusnya, meliputi obat yang diduga palsu, yang
dikembalikan, yang ditolak, yang akan dimusnahkan, yang ditarik, dan yang
kedaluwarsa dari obat yang dapat disalurkan.
b. Harus tersedia kondisi penyimpanan khusus untuk obat yang membutuhkan
penanganan dan kewenangan khusus sesuai dengan peraturan perundang-
undangan (misalnya narkotika).
c. Harus tersedia area khusus untuk penyimpanan obat yang mengandung bahan
radioaktif dan bahan berbahaya lain yang dapat menimbulkan risiko kebakaran
atau ledakan (misalnya gas bertekanan, mudah terbakar, cairan dan padatan
mudah menyala) sesuai persyaratan keselamatan dan keamanan.
Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih, bebas dari sampah dan
debu serta harus dirancang dan dilengkapi, sehingga memberikan perlindungan
terhadap masuknya serangga, hewan pengerat atau hewan lain. Selain itu, ruang
istirahat, toilet dan kantin untuk personil harus terpisah dari area penyimpanan.
2.4.3 Perlengkapan PBF
Suatu PBF baru yang ingin beroperasi harus memiliki perlengkapan yang
memadai agar dapat mendukung pendistribusian obat jadi. Perlengkapan yang
harus dimiliki antara lain :
a. Peralatan dan tempat penyimpanan obat seperti lemari obat jadi, lemari
pendingin (kulkas), lemari untuk menyimpan produk kembalian, kontainer
untuk pengiriman barang dan box es untuk pengiriman obat dengan suhu
penyimpanan rendah
b. Perlengkapan administrasi terkait dokumen penjualan, pembelian dan
penyimpanan. Dokumen tersebut seperti blanko pesanan, blanko faktur, blanko
tukar faktur, bilyet giro, blanko faktur pajak, blanko surat jalan, kartu stok
obat, bukti penerimaan pembayaran, form retur, blanko faktur pajak dan
stempel PBF
c. Buku-buku dan literatur standar yang diwajibkan, serta kumpulan perundang-
undangan yang berhubungan dengan kegiatan di PBF.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


6

2.5 Apoteker Penanggung jawab untuk PBF


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja
Tenaga Kefarmasian menjelaskan bahwa Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang
telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
Apoteker yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut (Presiden Republik Indonesia, 2009b) :
a. Memiliki keahlian dan kewenangan.
b. Menerapkan Standar Profesi.
c. Didasarkan pada Standar Kefarmasian dan Standar Operasional.
d. Memiliki sertifikat kompetensi profesi.
e. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA).
Surat Tanda Registrasi (STRA) merupakan bukti tertulis yang diberikan
oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi. STRA berlaku 5 (lima)
tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu lima tahun selama masih
memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi
persyaratan (Presiden Republik Indonesia, 2009b) :
a. Memiliki ijazah Apoteker.
b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi.
c. Mempunyai surat pemyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker.
d. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki
surat izin praktek.
e. Membuat pemyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi
f. Pas foto terbaru berwama ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran
2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
Setelah memenuhi persyaratan diatas, seorang Apoteker yang akan bekerja
sebagai Apoteker penanggungjawab di PBF wajib memiliki Surat Izin Kerja
Apoteker (SIKA). SIKA adalah surat izin praktek yang diberikan kepada
Apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas
produksi atau fasilitas distribusi atau penyaluran. SIKA hanya diberikan untuk 1
(satu) tempat fasilitas kefarmasian. Untuk memperoleh SIKA, Apoteker
mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


7

pekerjaan kefarmasian dilaksanakan serta harus menerbitkan SIKA paling lama 20


(dua puluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap.
Berkas-berkas yang harus dilampirkan untuk permohonan SIKA yaitu:
a. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN.
b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari
pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi
atau distribusi/penyaluran.
c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi.
d. Pas foto berwama ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2
(dua) lembar
Pencabutan SIKA oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat
dilakukan apabila:
a. Atas permintaan yang bersangkutan.
b. STRA atau STRTTK tidak berlaku lagi.
c. Yang bersangkutan tidak bekerja pada tempat yang tercantum dalam surat izin
d. Yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan mental untuk
menjalankan pekerjaan kefarmasian berdasarkan pembinaan dan pengawasan
dan ditetapkan dengan surat keterangan dokter.
e. Melakukan pelanggaran disiplin tenaga kefarmasian berdasarkan rekomendasi
KFN.
f. Melakukan pelanggaran hukum di bidang kefarmasian yang dibuktikan dengan
putusan pengadilan.
Menurut Pedoman Teknis CDOB tahun 2012, tugas dan kewajiban
apoteker di PBF adalah sebagai berikut:
a. Menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem manajemen
mutu.
b. Fokus pada pengelolaan kegiatan yang menjadi kewenangannya serta menjaga
akurasi dan mutu dokumentasi.
c. Menyusun dan/atau menyetujui program pelatihan dasar dan pelatihan lanjutan
mengenai CDOB untuk semua personil yang terkait dalam kegiatan distribusi.
d. Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan penarikan
obat.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


8

e. Memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan efektif.


f. Melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasok dan pelanggan.
g. Meluluskan obat kembalian untuk dikembalikan ke dalam stok obat yang
memenuhi syarat jual.
h. Turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak dan penerima
kontrak yang menjelaskan mengenai tanggung jawab masing-masing pihak
yang berkaitan dengan distribusi dan/atau transportasi obat.
i. Memastikan inspeksi diri dilakukan secara berkala sesuai program dan tersedia
tindakan perbaikan yang diperlukan.
j. Mendelegasikan tugasnya kepada Apoteker/tenaga teknis kefarmasian yang
telah mendapatkan persetujuan dari instansi berwenang ketika sedang tidak
berada di tempat dalam jangka waktu tertentu dan menyimpan dokumen yang
terkait dengan setiap pendelegasian yang dilakukan.
k. Turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk mengkarantina atau
memusnahkan obat.

2.6 Tata Cara Perizinan PBF


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF, setiap pendirian PBF wajib memiliki
izin dari Direktur Jenderal yang dapat diperoleh apabila pemohon mengajukan
permohonan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan,
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM dengan menggunakan
Formulir 1 (Lampiran 1). Izin PBF berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat
diperpanjang selama memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh izin PBF,
pemohon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi.
b. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
c. Memiliki secara tetap apoteker Warga Negara Indonesia sebagai penanggung
jawab.
d. Komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pemah terlibat, baik
langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-
undangan di bidang farmasi.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


9

e. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan


pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat serta dapat menjamin
kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF.
f. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang
dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan.
g. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai
CDOB.
Permohonan harus ditandatangani oleh direktur/ketua dan apoteker calon
penanggung jawab disertai dengan kelengkapan administratif sebagai berikut:
a. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas direktur/ketua.
b. Susunan direksi/pengurus.
c. Pernyataan komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pemah
terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi.
d. Akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
e. Surat Tanda Daftar Perusahaan.
f. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan.
g. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak.
h. Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang.
i. Peta lokasi dan denah bangunan.
j. Surat pemyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab.
k. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab.
Berikut ini merupakan alur dari pengajuan izin PBF, yaitu:
a. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan
permohonan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi melakukan verifikasi
kelengkapan administratif.
b. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan
permohonan, Kepala Balai POM melakukan audit pemenuhan persyaratan
CDOB.
c. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi
kelengkapan administratif, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi mengeluarkan
rekomendasi pemenuhan kelengkapan administratif kepada Direktur Jenderal
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


10

dengan tembusan kepada Kepala Balai POM dan pemohon dengan


menggunakan Formulir 2 (Lampiran 2).
d. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi
persyaratan CDOB, Kepala Balai POM mengeluarkan rekomendasi hasil
analisis pemenuhan persyaratan CDOB kepada Direktur Jenderal dengan
tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan
pemohon dengan menggunakan Formulir 3 (Lampiran 3).
e. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima rekomendasi
serta persyaratan lainnya yang ditetapkan, Direktur Jenderal menerbitkan izin
PBF dengan menggunakan Formulir 4 (Lampiran 4).
f. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada poin (c), (d), (e) tidak
dilaksanakan pada waktunya, pemohon dapat membuat surat pemyataan siap
melakukan kegiatan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala
Badan, Kepala Balai POM dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan
menggunakan Formulir 5 (Lampiran 5).
g. Paling lama 12 (dua belas) hari kerja sejak diterimanya surat pemyataan
sebagaimana dimaksud pada poin (f), Direktur Jenderal menerbitkan izin PBF
dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi,
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Kepala Balai POM.

2.7 Pencabutan Izin PBF (Kementerian Kesehatan RI, 2011a)


Izin PBF dinyatakan tidak berlaku apabila masa berlakunya habis dan
tidak diperpanjang; dikenai sanksi berupa penghentian sementara kegiatan; izin
PBF dicabut.

2.8 Gudang PBF (Kementerian Kesehatan RI, 2011a)


Gudang dan kantor PBF dapat berada pada lokasi yang terpisah dengan
syarat tidak mengurangi efektivitas pengawasan intern oleh direksi atau pengurus
dan penanggung jawab. Apabila gudang dan kantor PBF berada dalam lokasi yang
terpisah maka pada gudang tersebut harus memiliki apoteker.
PBF dapat melakukan penambahan gudang atau perubahan gudang dimana
setiap penambahan atau perubahan gudang PBF tersebut harus memperoleh
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


11

persetujuan dari Direktur Jenderal dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Pada
akhirnya, gudang tambahan hanya melakukan kegiatan penyimpanan dan
penyaluran sebagai bagian dari PBF.
Permohonan penambahan gudang PBF diajukan secara tertulis kepada
Direktur Jenderal dengan mencantumkan :
a. Alamat kantor PBF pusat.
b. Alamat gudang pusat dan gudang tambahan.
c. Nama apoteker penanggung jawab pusat.
d. Nama apoteker penanggung jawab gudang tambahan.
Permohonan penambahan gudang tersebut ditandatangani oleh
direktur/ketua dan dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut :
a. Fotokopi izin PBF.
b. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker calon penanggung jawab gudang
tambahan.
c. Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab.
d. Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang.
e. Peta lokasi dan denah bangunan gudang tambahan.
Sedangkan untuk permohonan perubahan gudang PBF ditandatangani oleh
direktur/ketua dan dilengkapi dengan fotokopi izin PBF serta peta lokasi dan
denah bangunan gudang. Permohonan perubahan gudang tersebut diajukan secara
tertulis kepada Direktur Jenderal dengan mencantumkan alamat kantor PBF pusat;
alamat gudang; nama apoteker penanggung jawab.

2.9 Penyelenggaraan PBF


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF tercantum bahwa PBF hanya dapat
mengadakan, menyimpan dan menyalurkan obat yang memenuhi persyaratan
mutu yang ditetapkan oleh Menteri. Untuk pengadaan obat di PBF, PBF hanya
dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri farmasi dan/atau sesama PBF.
Setiap PBF harus memiliki apoteker penanggung jawab yang telah
memiliki izin yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan
pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat. Namun, Apoteker penanggung
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


12

jawab dilarang merangkap jabatan sebagai direksi atau pengurus PBF. Setiap
pergantian apoteker penanggung jawab, direksi atau pengurus PBF wajib
melaporkan kepada Direktur Jenderal atau Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
selambat-lambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) hari kerja.
PBF dalam menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran
obat wajib menerapkan Pedoman Teknis CDOB. PBF yang telah menerapkan
CDOB diberikan sertifikat CDOB oleh Kepala Badan. Setiap PBF wajib
melaksanakan dokumentasi pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran di tempat
usahanya dengan mengikuti pedoman CDOB. Dokumentasi tersebut dapat
dilakukan secara elektronik dan setiap saat harus dapat diperiksa oleh petugas
yang berwenang (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012)
2.9.1 Pengadaan
Dalam pelaksanaan pengadaan di PBF, pengadaan obat harus dikendalikan
dengan prosedur tertulis dan rantai pasokan harus diidentifikasi serta
didokumentasikan. Selain itu, Harus dilakukan kualifikasi yang tepat sebelum
pengadaan dilaksanakan. Pemilihan pemasok, termasuk kualifikasi dan
persetujuan penunjukannya, merupakan hal operasional yang penting. Pemilihan
pemasok harus dikendalikan dengan prosedur tertulis dan hasilnya
didokumentasikan serta diperiksa ulang secara berkala. Pengadaan obat melalui
importasi dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan (Badan Pengawas
Obat dan Makanan, 2012).
2.9.2 Penyaluran (Kementerian Kesehatan RI, 2011a)
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF , PBF hanya dapat menyalurkan obat
kepada PBF lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan, meliputi apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas,
klinik dan toko obat (selain obat keras). Dalam pelaksanaan penyaluran sediaan
farmasi di PBF terdapat beberapa ketentuan, yakni meliputi:
a. Penyaluran Obat
Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, PBF dapat menyalurkan obat
kepada instansi pemerintah yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


13

perundang-undangan. Namun, PBF tidak dapat menyalurkan obat keras kepada


toko obat.
PBF hanya melaksanakan penyaluran obat berupa obat keras berdasarkan
surat pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola apotek atau apoteker
penanggung jawab
b. Penyaluran Narkotika.
Setiap PBF yang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran
narkotika wajib memiliki izin khusus sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
c. Penyaluran Psikotropika
Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika,
Penyaluran psikotropika dalam rangka peredaran dilakukan oleh pabrik obat,
pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah.
Penyaluran psikotropika salah satunya dapat dilakukan oleh :
1) Pabrik obat kepada pedagang besar farmasi, apotek, sarana penyimpanan
sediaan farmasi Pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian dan/atau
lembaga pendidikan.
2) Pedagang besar farmasi kepada pedagang besar farmasi lain-nya, apotek,
sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, rumah sakit, dan lembaga
penelitian dan/atau lembaga pendidikan.
Psikotropika golongan I hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan
pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan
guna kepentingan ilmu pengetahuan. Sedangkan psikotropika yang digunakan
untuk kepentingan ilmu pengetahuan hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan
pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan
atau diimpor secara langsung oleh lembaga penelitian dan/atau lembaga
pendidikan yang bersangkutan.
Ekspor psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat atau pedagang
besar farmasi yang telah memiliki izin sebagai eksportir sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan impor psikotropika
hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat atau pedagang besar farmasi yang telah

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


14

memiliki izin sebagai importir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-


undangan yang berlaku, serta lembaga penelitian atau lembaga pendidikan.

2.10 Pelaporan Kegiatan PBF (Kementerian Kesehatan RI, 2011a)


Setiap PBF wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap 3 (tiga) bulan
sekali namun dapat diminta setiap saat, meliputi kegiatan penerimaan dan
penyaluran obat kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala
Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM.
Setiap PBF yang menyalurkan narkotika dan psikotropika wajib
menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika dan psikotropika sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan. Laporan tersebut dapat dilakukan
secara elektronik dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.
Selain itu, laporan tersebut dapat setiap saat harus dapat diperiksa oleh petugas
yang berwenang.

2.11 Larangan PBF (Kementerian Kesehatan RI, 2011a)


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF, terdapat beberapa hal yang dilarang
untuk dilakukan di PBF, yakni: setiap PBF dilarang menjual obat secara eceran;
setiap PBF dilarang menerima dan/atau melayani resep dokter.

2.12 Sistem Pengadaan di PBF


2.12.1 Faktor-faktor pembelian
Barang yang masuk ke PBF dapat berasal dari pembelian kontan atau
kredit. Faktor yang harus diperhatikan pada pembelian obat, yaitu kondisi
keuangan, waktu pembelian, jarak PBF dengan pemasok, frekuensi dan volume
pembelian, jenis barang yang akan dibeli dan tanggal daluarsa. Dalam siklus
penyaluran obat di PBF, pembelian merupakan tahap awal dalam siklus ini.
Pengontrolan volume pembelian penting dilakukan karena semakin kecil volume
pembelian semakin besar frekuensi order. Hal ini berdampak pada biaya
pemesanan meningkat dan meningkatnya beban pekerjaan untuk penerimaan,
pemeriksaan dan pencatatan barang yang datang. Sebaliknya jika volume
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


15

pembelian besar akan menurunkan frekuensi pembelian, namun akan


mengakibatkan besarnya biaya penyimpanan karena membutuhkan ruangan yang
besar, meningkatnya resiko barang tidak laku karena rusak atau kedaluarsa dan
tentu saja membutuhkan modal yang besar.

2.12.2 Fungsi persediaan


Beberapa fungsi persediaan di PBF, yaitu:
a. Menghilangkan resiko keterlambatan pengiriman barang (obat) yang
dibutuhkan).
b. Menghilangkan resiko jika barang yang dipesan tidak baik dan harus
dikembalikan.
c. Menghilangkan resiko terhadap kenaikan harga barang (inflasi).
d. Menyimpan barang yang dihasilkan secara musiman atau tidak diproduksi
untuk sementara.
e. Mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan kuantitas.
f. Memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan tersedianya barang yang
diperlukan.
g. Mengantisipasi kelonjakan permintaan yang dapat diramalkan.

2.12.3 Pengendalian Persediaan


Pengendalian persediaan obat merupakan salah satu upaya untuk mencapai
pengadaan obat yang efektif. Menurut Calhoun dan Campbell (1985),
pengendalian persediaan obat bertujuan untuk mengontrol arus biaya pengadaan
obat dan menjamin ketersediaan obat secara tepat waktu. Parameter yang terdapat
dalam pengendalian persediaan terdiri dari (Quick, 1997):
a. Konsumsi rata-rata
Konsumsi rata-rata sering juga disebut permintaan (demand). Permintaan
yang diharapkan pada pemesanan selanjutnya merupakan variabel utama yang
menentukan berapa banyak stok barang yang harus dipesan.

b. Lead Time (Waktu Tunggu)


Waktu tunggu merupakan waktu yang dibutuhkan mulai dari pemesanan
sampai dengan penerimaan barang dari pemasok yang telah ditentukan. Waktu
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


16

tunggu ini berbeda-beda untuk setiap pemasok. Faktor-faktor yang dapat


berpengaruh pada waktu tunggu adalah jarak antara pemasok dengan pihak
pembeli, jumlah pesanan, dan kondisi pemasok.

c. Safety stock (Stok Pengaman)


Stok pengaman merupakan persediaan yang selalu ada dicadangkan untuk
menghindari kekosongan stok akibat beberapa hal. Stok pengaman disediakan
untuk mengantisipasi keterlambatan barang pesanan atau untuk menghadapi suatu
keadaan tertentu yang mengakibatkan perubahan pada permintaan misalnya
karena adanya wabah penyakit. Stok pengaman dapat dihitung dengan rumus:
SS = LT x CA (2.1)
Keterangan :
SS = Safety Stock (stok pengaman)
LT = Lead Time (waktu tunggu)
CA = Consumption Average (konsumsi rata-rata)

d. Persediaan minimum
Persediaan minimum merupakan jumlah persediaan terendah yang masih
tersedia. Apabila penjualan telah mencapai nilai persediaan minimum ini maka
pemesanan harus langsung dilakukan agar keberlangsungan usaha dapat berlanjut.
Jika barang yang tersedia jumlahnya sudah kurang dari jumlah persediaan
minimum maka dapat terjadi stok kosong bila tidak dilakukan pemesanan
kembali.

e. Persediaan maksimum
Persediaan maksimum adalah jumlah persediaan terbesar yang telah
tersedia. Persediaan maksimum merupakan persediaan yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan permintaan hingga periode pemesanan berikutnya. Jika
jumlah persediaan telah mencapai jumlah maksimum maka tidak perlu lagi
melakukan pemesanan untuk menghindari terjadinya stok mati yang dapat
menyebabkan kerugian. Rumus perhitungan persediaan maksimum adalah:
Smax = Smin + (PP x CA) (2.2)

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


17

Keterangan :
Smax = Persediaan maksimum PP = Periode pengadaan
Smin = Persediaan minimum CA = Konsumsi rata-rata

f. Perputaran persediaan
Perputaran persediaan menggambarkan jumlah siklus yang dialami barang
dari mulai pembelian hingga penjualan kembali. Jika suatu barang memiliki angka
perputaran persediaan yang besar maka barang tersebut dikategorikan sebagai
barang fast moving. Sebaliknya, jika angka perputaran persediaan suatu barang
terbilang kecil maka barang tersebut termasuk slow moving. Perputaran
persediaan dihitung dengan cara :
+ −
= (2.3)

Keterangan :
So = Persediaan awal Sr = Persediaan rata-rata
P = Jumlah pembelian Sn = Persediaan Akhir

g. Jumlah pesanan (Economic Order Quantity / Economic Lot Size)


Jumlah persediaan yang harus ada adalah persediaan untuk jangka waktu
tertentu dan disesuaikan dengan kebijakan pada pola kebutuhan. Jumlah
persediaan dirancang agar setiap saat harus tersedia dan sekaligus untuk
mengantisipasi permintaan yang tidak menentu, kemampuan pemasok yang
terbatas, waktu tenggang pesanan yang tidak menentu, ongkos kirim mahal, dan
sebagainya. Faktor yang dipertimbangkan untuk persediaan berkaitan dengan
biaya dan resiko penyimpanan, biaya pemesanan, dan biaya pemeliharaan.
Merancang jumlah persediaan dapat dilakukan dengan perhitungan jumlah
pesanan yang ekonomis atau dikenal dengan rumus Economic Order Quality
(EOQ). Rumus EOQ mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan saat melakukan
pemesanan seperti harga barang, biaya pemesanan, dan biaya penyimpanan.
EOQ dihitung dengan rumus berikut:

= (2.4)

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


18

Keterangan :
R = Jumlah kebutuhan dalam setahun
P = Harga barang / unit
S = Biaya memesan tiap kali pemesanan
I = % Harga persediaan rata-rata (biaya penyimpanan)

h. Reorder Point (ROP / Titik pemesanan kembali)


Titik pemesanan merupakan saat dimana harus diadakan pemesanan
kembali. Titik pemesanan terletak saat jumlah persediaan berada yang di atas stok
pengaman sama dengan nol atau saat mencapai nilai persediaan minimum.
Dengan kata lain, ROP adalah saat nilai persediaan mencapai persediaan
minimum. Waktu untuk mencapai persediaan minimum dapat diperkirakan dari
data konsumsi rata-rata. Akan tetapi, pada keadaan khusus (mendesak),
pemesanan dapat dilakukan langsung tanpa harus menunggu hari pembelian yang
telah ditentukan (Quick, 1997). Rumus perhitungan ROP adalah:
ROP = SS + (LT x CA) (2.5)
Keterangan :
ROP = Reorder point; SS = Safety stock (stok pengaman);
LT = Lead time (Waktu tunggu)

[Sumber: Quick, 1997]


Gambar 2.1 Diagram model pengendalian persediaan
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


19

2.12.4 Metode analisis Perencanaan Pengadaan


Untuk merencanakan pengadaan obat, diperlukan suatu metode
penghitungan agar perencanaan pengadaannya dapat menjadi efektif dan efisien.
Ada beberapa cara analisis dalam merencanakan pengadaan obat yaitu:
a. Analisa ABC
Salah satu metode pengendalian persediaan dengan mengelompokkan
persediaan berdasarkan nilai investasi barang untuk memberikan prioritas
perhatian pada barang-barang dengan nilai investasi tinggi dan jumlah pemakaian
besar adalah dengan menggunakan analisis Pareto atau analisis ABC (Supriadi,
2004). Analisis ini didasarkan pada prinsip 80/20 yang dikemukan oleh Pareto
yaitu 80% masalah berhubungan dengan 20% komponen potensial penyebab
masalah tersebut. Dalam pengendalian persediaan obat, dapat digambarkan bahwa
dengan berfokus pada 20% jenis produk yang menghasilkan 80% omset penjualan
dapat menghemat waktu dan meningkatkan keuntungan (Holdford, D. A., &.
Brown, T., 2010). Informasi yang dihasilkan dari analisis pareto dapat membantu
dalam melakukan pengambilan keputusan dalam mengalokasikan modal atau
usaha pada komponen yang tepat sehingga mendapatkan keuntungan pada segi
bisnis yang maksimal (Oakland, J., 2008). Pengelompokan kelas dalam analisis
ini dibagi menjadi 3 yaitu (Quick, 1997):
1) Kelas A
Persediaan yang memiliki volume rupiah yang tinggi. Kelas ini mewakili
sekitar 75-80% dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya sekitar 10-
20% dari seluruh item. Kelas A memiliki dampak biaya yang tinggi terhadap
biaya pengadaan. Pengendalian khusus dilakukan secara intensif.
2) Kelas B
Persediaan yang memiliki volume rupiah yang menengah. Kelas ini
mewakili sekitar 15-20 % dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya
sekitar 10-20% dari seluruh item.
3) Kelas C
Persediaan yang memiliki volume rupiah yang rendah. Kelas ini mewakili
sekitar 5-10% dari total nilai persediaan, tapi terdiri sekitar 60-80% dari seluruh
barang.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


20

b. Analisa VEN
Analisa juga dapat dilakukan dengan metode VEN (Vital, Esensial
dan Non Esensial) untuk koreksi terhadap aspek terapi, yaitu dengan
menggolongkan obat ke dalam tiga kategori. Kategori V atau vital yaitu obat
yang harus ada yang diperlukan untuk menyelamatkan kehidupan, kategori E
atau essensial yaitu obat yang terbukti efektif untuk menyembuhkan penyakit
atau mengurangi pasienan, kategori N atau non essensial yaitu meliputi berbagai
macam obat yang digunakan untuk penyakit yang dapat sembuh sendiri, obat
yang diragukan manfaatnya dibanding obat lain yang sejenis. Semua jenis obat
yang tercantum dalam daftar obat dikelompokkan kedalam tiga kelompok berikut:
1) Kelompok V atau vital
Kelompok obat yang vital, seperti obat penyelamat (life saving drugs),
obat untuk pelayanan kesehatan pokok (vaksin, dll), obat untuk mengatasi
penyakit-penyakit penyebab kematian terbesar.
2) Kelompok E atau esensial
Kelompok obat yang bekerja kausal, yaitu obat yang bekerja pada sumber
penyebab penyakit.
3) Kelompok N atau nonesensial
Merupakan obat penunjang yaitu obat yang kerjanya ringan dan biasa
dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan
ringan. Penggolongan obat sistem VEN dapat digunakan untuk penyesuaian
rencana kebutuhan obat dengan alokasi dana yang tersedia dan penyusunan
rencana kebutuhan obat yang masuk kelompok V agar diusahakan tidak terjadi
kekosongan obat. Untuk menyusun daftar VEN perlu ditentukan lebih dahulu
kriteria penentuan VEN. Dalam menentukan kriteria perlu dipertimbangkan
kondisi dan kebutuhan masing-masing wilayah. Kriteria yang disusun dapat
mencakup klinis, target kondisi, konsumsi dan biaya. Untuk menentukan VEN,
perlu dilakukan beberapa hal seperti menyusun kriteria menentukan VEN,
menyediakan data pola penyakit dan erujuk pada pedoman pengobatan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


21

Tabel 2.1. Pedoman kategori item obat berdasarkan metode VEN

c. Analisa Kombinasi VEN - ABC


Analisis kombinasi dapat dilakukan dengan mengkategorikan item
berdasarkan volume dan nilai penggunaannya selama periode waktu tertentu,
umumnya 1 tahun. Analisis VEN ABC menggabungkan analisis ABC dan VEN
dalam suatu matrik, sehingga analisa menjadi lebih tajam.
Tabel 2.2 Matrik VEN ABC
V E N
A VA EA NA
B VB EB NB
C VC EC NC
Barang yang termasuk kategori VA memiliki tempat paling besar dalam
penjualan dan sifatnya sangat dibutuhkan oleh pelanggan. Untuk VB dan VC juga
sama memiliki nilai kebutuhan yang tinggi, tetapi untuk mengatumya maka
jumlah yang disediakan tentu lebih sedikit daripada jumlah barang VA.
Aplikasinya sama untuk barang dalam kategori EA, EB, dan EC. Sedangkan
untuk kategori NA, NB, dan NC, pembelian barang disesuaikan lagi dengan
faktor-faktor yang telah dijelaskan. Jika keadaan keuangan tidak memadai maka
barang-barang ini dapat ditunda pembeliannya. Namun kategori NC sebaiknya
disediakan agar tetap memiliki stok obat dengan semua kategori.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
PBF TRAMEDIFA

3.1 Sejarah PBF Tramedifa


PBF Tramedifa merupakan bagian dari grup perusahaankeluarga, yaitu
SamMarie Family Healthcare Group (SFHG). SamMarie pada awalnya
merupakan Klinik dan Rumah Sakit Khusus untuk Fertilitas, Menoandropause
dan Kesehatan Keluarga dengan pelayanan terpadu. Pertama kali didirikan pada
tanggal 25 April 1998 sebagai Klinik Fertilitas dan Menopause SamMarie dengan
spesifikasi khusus dibidang kesehatan reproduksi. Pendiriannya diprakarsai oleh
Prof. Dr. dr. T.Z. Jacoeb, SpOG-KFER beserta istrinya, dr. Tjut Nurul Alam
Jacoeb, SpKK dan iparnya Ir Yusuf Effendi Pohan, MPA beserta istrinya Ir. Cut
Intan Djuwita, MSc. Pada tahun 2001, namanya dikembangkan menjadi "Klinik
Fertilitas dan Menoandropause SamMarie" untuk mengikuti perkembangan ilmu
kedokteran tentang penuaan manusia dan kebutuhan masyarakat dewasa ini
sehingga Klinik SamMarie tidak saja memberikan layanan kesehatan reproduksi
melainkan juga untuk memelihara kesehatan seluruh keluarga.
Pada tahun 2005, Klinik SamMarie dikembangkan menjadi Rumah Sakit
Khusus SamMarie, guna memberikan layanan yang lebih lengkap dan terpadu
kepada pasien dan masyarakat pada umumnya. Seiring berkembangnya waktu
untuk mendukung proses kegiatan penggadaan obat baik di Rumah Sakit Khusus
SamMarie, Rumah Sakit Swasta maupun apotek, SamMarie mulai membuka
suatu usaha yang bergerak dibidang distirbusi, khususnya penggadaan obat jadi
yaitu Pedagang Besar Farmasi (PBF) di PT SamMarie Tramedifa.
PT SamMarieTramedifa merupakan perusahaan yang tergabung dalam
kelompok usaha SamMarie Family Healtcare Group (SFHG) dimana pendirian
perseroan ini diprakarsai oleh keluarga Prof. Dr. dr. T.Z. Jacoeb, SpOG-KFER
dan Dr. dr. Tjut Nurul Alam Jacoeb, SpKK(K). Pembentukan nama SamMarie
Tramedifa berasal dari kata SamMarie yang merupakan gabungan nama yang
diberikan oleh penggagas dan pendiri SFHG. Istilah Tramedifa itu sendiri berasal

22 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


23

dari kata Trading, Media, Distribusi dan Farmasi. Sesuai dengan Akta Pendirian
Perseroan, PT SamMarie Tramedifa resmi beroperasi pada tanggal 4 Januari 2007.
Pada tanggal 13 Desember 2007 PT SamMarie Tramedifa meresmikan
berdirinya unit usaha pertama mereka yaitu Tramedifa General Trading &
Pharmaceutical Distributor bertepatan dengan diperolehnya izin Pedagang Besar
Farmasi yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan. Hal ini merupakan awal
berdirinya PBF Tramedifa. Tujuan awal pendirian PT SamMarie Tramedifa yaitu:
a. Diversifikasi pengembangan kelompok usaha SFHG
b. Sebagai jalur resmi untuk menangani pengadaan barang dan jasa yang
dibutuhkan kelompok usaha SFHG
c. Meningkatkan efisiensi distribusi pengadaan barang bagi kelompok usaha
SFHG, sehingga lebih terkendali dan terkontrol.
d. Meningkatkan pendapatan kelompok usaha SFHG.

3.2 Visi dan Misi PT SamMarie Tramedifa


PT SamMarie Tramedifa sebagai suatu organisasi yang bergerak dibidang
usaha Jasa dan Perdagangan umum dalam kegiatan operasionalnya harus memiliki
target usaha perseroan yang jelas sehingga fungsi manajerial perseroan mampu
membentuk dan menerapkan kebijakan perseroan secara sistematis untuk
mencapai tingkat profit yang optimal sehingga dapat memberikan manfaat kepada
pemodal dan pelaku manajemen mulai dari tingkat atas sampai ke tingkat rendah
dan untuk mencapai tujuan akhir perseroan agar bermanfaat bagi kemajuan
perkembangan usaha perdagangan baik dalam kelompok usaha SFHG maupun
dalam skala nasional dan intenasional. Aktivitas operasional PT SamMarie
Tramedifa berlandaskan visi dan misi berikut ini:
3.2.1 Visi
Menjadi perusahaan multinasional skala intenational berkualitas dengan
pelayanan prima yang terpercaya bagi rekan kerja dan pelanggannya.
3.2.2 Misi
a. Membangun sumber daya manusia yang berkualitas, profesional, disiplin,
jujur, bekerja keras, dan ikhlas untuk memberikan pelayanan prima kepada
rekan kerja dan pelanggan.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


24

b. Melakukan inovasi, terobosan, dan penemuan produk terpilih yang berkualitas,


berkesinambungan namun dengan harga yang kompetitif.

3.3 Lokasi dan Tata Ruang


3.3.1 Lokasi
PBF Tramedifa berlokasi di Jalan Cipinang Muara I No 23C, Pondok
Bambu, Duren Sawit, Jakarta Timur. PBF ini terletak di tepi jalan raya. Peta
Lokasi PBF Tramedifa dapat dilihat pada Lampiran 6.
3.3.2 Tata Ruang
Bangunan PBF Tramedifa bertempat di suatu bangunan ruko dengan dua
lantai terdiri dari halaman parkir, ruang tunggu, tempat penerimaan barang,
gudang penyimpanan obat, dan ruang kerja karyawan. Denah Bangunan PBF
Tramedifa lantai 1 dan 2 dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8.

3.4 Struktur Organisasi


Struktur organisasi merupakan suatu jaringan hubungan yang
menggambarkan fungsi dalam suatu organisasi. Adanya organisasi dapat
menciptakan hubungan yang jelas antara posisi dan memastikan kerja sama timbal
balik antara masing-masing individu. Struktur organisasi PBF Tramedifa dapat
dilihat pada Lampiran 9. Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, PBF
Tramedifa mempunyai 24 orang karyawan yang terdiri dari: 3 (tiga) Direktur; 4
(empat) Manajer; 9 (sembilan) orang pada bagian Administrasi; 2 (dua) Sales
marketinga; 6 (enam) orang pada bagian penunjang lainnya.

3.5 Tugas, Kewajiban dan Tanggung Jawab tiap Jabatan


3.5.1 Direktur Tramedifa
Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, PBF Tramedifa memiliki
kebijakan terkait struktur organisasi. Kebijakan tersebut tercantum dalam PP
SFHG No. 2 Tahun 2011 Tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK)
PBF PT SamMarie Tramedifa.
Direktur bertanggung jawab langsung kepada Direktur PT SamMarie
Tramedifa. Secara langsung, Direktur membawahi Pharma Manager, General
Manager, Sales & Marketing Manager.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


25

Direktur bertanggung jawab untuk mengarahkan, penanggulangan


berbagai jenis resiko yang dihadapi perusahaan, mengkoordinasi aktivitas sinergi
untuk mencapai hasil bisnis yang optimal dari pelaksanaan seluruh usaha
perusahaan. Sebagai pemimpin, Direktur PBF Tramedifa memiliki tugas dan
kewajiban, yaitu:
a. Bertanggung jawab dalam hal pengawasan, pengendalian serta pemantauan
kedisiplinan seluruh pegawai Tramedifa.
b. Memimpin rapat umum, dalam hal: memastikan pelaksanaan tata tertib,
keadilan dan kesempatan bagi semua untuk berkontribusi secara tepat,
menyesuaikan alokasi waktu per item masalah, menentukan urutan agenda,
mengarahkan diskusi ke arah konsensus, menjelaskan dan menyimpulkan
tindakan dan kebijakan.
c. Mengkoordinir perumusan Strategi Jangka Panjang sebagai dasar perumusan.
d. Rencana Kerja dan Anggaran perusahaan (RKAP) dengan bekerja sama
dengan seluruh anggota manajemen. (Tahunan)
e. Memberlakukan langkah-langkah yang dapat mengurangi dan menanggulangi
berbagai jenis resiko finansial yang dapat dihadapi oleh perusahaan dengan
berkoordinasi dengan seluruh unit lainnya. (Tahunan /Bulanan)
f. Memastikan agar seluruh unit kerja perusahaan mematuhi aturan dan prosedur
tetap (SOP) yang berlaku untuk masing-masing fungsi sesuai dengan rencana
yang telah disetujui (business units oversight). (Bulanan)
g. Membangun sinergi dan berusaha mencapai hasil bisnis yang optimal dari
pelaksanaan seluruh usaha perusahaan. (Tahunan/Bulanan)
h. Memastikan ketersediaan dana operasional yang dibutuhkan oleh perusahaan
untuk kegiatan operasional sehari-hari dengan melakukan koordinasi erat
dengan para pimpinan unit kerja. (Bulanan)
i. Memastikan konsolidasi keuangan yang akurat dan tepat waktu untuk
keperluan pelaporan kepada Direksi dan Komisaris Perusahaan. (Tahunan/
Bulanan)
j. Melaporkan setiap kejadian yang bersifat sangat penting kepada Direksi dan
Komisaris Perusahaan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


26

k. Memeriksa dan menandatangani seluruh hal yang terkait dengan keuangan


terutama pembayaran harian, mingguan, bulanan ataupun tahunan.
l. Bertindak sebagai perwakilan organisasi dalam hubungannya dengan dunia
luar
m. Mengambil keputusan sebagaimana didelegasikan oleh Direksi dan Komisaris
Perusahaan (BOD) atau pada situasi tertentu yang dianggap perlu, yang
diputuskan dalam rapat-rapat yang dilakukan BOD.
n. Menjalankan tanggung jawab dari Direktur perusahaan sesuai dengan standar
etika dan hukum.

3.5.2 General Affairs Manager (GA Manager)


Dalam melaksanakan tugasnya, GA Manager bertanggung jawab langsung
kepada Direktur Tramedifa. Berikut ini merupakan tugas dan kewajiban GA
Manager, yaitu:
a. Menyediakan peralatan dan kebutuhan perusahaan terutama:
1) Menerima dan memproses permintaan barang dari karyawan dan
departemen
2) Mengontrol dan menyediakan kebutuhan stationary sekaligus meminta
laporan penggunaan stationary ke masing-masing departemen setiap
bulannya.
3) Menyediakan kebutuhan transportasi termasuk scheduling mobil
operasional dan meminta laporan penggunaan biaya operasional dan jarak
pemakaian kilometer.
4) Layanan surat menyurat, baik menggunakan Tiki JNE maupun kurir
perusahaan
5) Menyediakan kebutuhan Pantry, ruangan, air minum atau snack meeting.
b. Menyusun langkah-langkah proses pengurusan perijinan seperti :
1) Mengurus perijinan tenaga kerja ke Depnaker, TKA (Workpermit s/d
EPO).
2) Pengiriman karyawan ke luar negeri (paspor, visa dll).
3) Perijinan perusahaan (perpanjangan SKDK, SIUP, TDP dll).

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


27

4) Pengurusan gedung, taman, toilet atau sewa kantor, administrasi gedung


ke manajemen gedung.
c. Mengawasi pelaksanaan operasional, kebersihan dan keamanan kantor,
terutama:
1) Membuat jadwal shift, lembur, budgeting biaya, laporan pengeluaran.
2) Meminta serah terima tugas kepada security collocation setiap
pergantian shift.
3) Pengontrolan mesin fotokopi, printer, pesawat telepon, listrik, air, AC,
gedung.
d. Mengontrol ketersediaan stationary, promotion tools dan voucher fisik
termasuk:
1) Membuat informasi persediaan stock list promotion tools dan voucher.
2) Mencari vendorpercetakan sekaligus negosiasi harga.
3) Me-maintain fasilitas perusahaan dan inventarisasi aset (Fixed asset
register).
4) Update data: jumlah dan nilai aset, kondisi dan posisi fisik asset /bulan
untuk menentukan depresiasi atau penyusutan aset).
5) Labeling, pengelompokan dan penomoran aset.
6) Melakukan pembelian sesuai kebutuhan setiap departemen
e. Menerima & memproses reimbursment asuransi kesehatan dari setiap
karyawan.
f. Pelaksanaan event khusus.
g. Pengelolaan Cleaning Service & Office Boy/Oflice Girl.
h. Outsourcing Management/ Labour Supply/ Tenaga Kerja Kontrak
(Bagaimana melakukan, memilih dan membuat kerjasama outsourcing).
i. Penanganan tamu Penting (tamu VVIP, VIP Instansi Pemerintah, Auditor
Perusahaan, Demonstrasi/ Unjuk Rasa).
j. Komunikasi internal dengan departemen di lingkungan perusahaan dan
direksi.
k. Komunikasi eksternal dengan lingkungan sekitar tempat usaha (Antar
Perusahaan Yang Sejenis, Tetangga, Kawasan Industri, Aparat Keamanan
Terdekat, RT/RW/Lurah, dan sebagainya).
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


28

3.5.2.1 Marketing
Dalam melaksanakan tugasnya, Marketing bertanggung jawab langsung
kepada GA Manager PBF Tramedifa. Berikut ini merupakan tugas dan kewajiban
Marketing, yaitu
a. Perencanaan target pemasaran (rencana pelanggan, target omset, dan lain
sebagainya).
b. Pembentukan tim pemasaran yang solid dan terpercaya.
c. Kunjungan dan pendekatan ke pelanggan.
d. Penjelasan produk kepada pelanggan.
e. Negosiasi harga, sebatas yang telah disetujui perusahaan tentang harga jual.
f. Terima dan tangani Surat Pesanan (PO) dari pelanggan.
g. Penanganan keluhan pelanggan atas produk yang dipesan atau hal lain.
h. Tukar faktur.
i. Koordinasi dengan departemen keuangan tentang Laporan Penagihan.
j. Penagihan.
3.5.2.2 Maintenance
Dalam melaksanakan tugasnya, Maintenance bertanggung jawab langsung
kepada GA Manager. Berikut ini merupakan tugas dan kewajiban Maintenance
yaitu:
a. Membersihkan ruangan kerja karyawan.
b. Membersihkan alat-alat elektronik.
c. Membersihkan perlengkapan makan dan minum untuk karyawan.
d. Membersihkan mushola dan toilet serta mengecek kebersihannya setiap 2 jam.
e. Membantu Bag. Keuangan dalam keperluan transaksi Bank.
f. Fotokopi.
g. Menyiapkan makan/minum bila ada tamu.
h. Menyiapkan ruang rapat bila ada rapat.
i. Memperbaiki alat kantor bila ada yang rusak (termasuk servis keluar).
j. Pemerikaan rutin AC setiap 3 bulan sekali.
k. Pemeriksaan rutin fungsi elektronik lain.
l. Temukan solusi terhadap keadaan tertentu seperti mati listrik, komputer dll.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


29

3.5.3 Finance Manager


Dalam melaksanakan tugasnya, Finance Manager bertanggung jawab
langsung kepada Direktur Tramedifa. Berikut ini merupakan tugas dan kewajiban
Finance Manager yaitu:
a. Menyiapkan data Penjualan.
b. Membukukan seluruh data perusahan pemasukan dan pengeluaran ke dalam
General Ledger (GL);
c. Memasukkan FPS ke dalam software Tramedifa untuk melaporkan pajak
setiap bulannya.
d. Menginput data biaya operasional ke dalam software tramedifa .
e. Memberi masukan mengenai perbaikan software keuangan.
f. Menginput faktur penjualan yang sudah terbayar ke registrasi penjualan.
g. Print daftar kartu piutang untuk penagihan tiap 3 bulan dengan pihak-pihak
terkait.
h. Menyusun perencanaan keuangan perusahaan.

3.5.4 Administration dan Accounting


Dalam melaksanakan tugasnya, administration dan accounting
bertanggung jawab langsung kepada finance manager. Berikut ini merupakan
tugas dan kewajiban administration dan accounting yaitu:
a. Memasukkan data Pareto dari tiap cabang (outlet) per bulan.
b. Memasukkan data Penerimaan tiap bulan.
c. Memasukkan faktur pembelian dari supplier ke software Tramedifa.
d. Koordinasi dengan departemen lain untuk:
1) Bantuan kegiatan administrasi.
2) Mencetak laporan-laporan yang diperlukan (seperti: Laporan Penjualan
bulanan, Penerimaan Barang dan laporan lainnya).
3) Pemberkasan dokumen-dokumen atau laporan-laporan.
4) Kegiatan administrasi lain seperti surat-menyurat.
e. Menyiapkan berkas pembayaran per jatuh tempo.
f. Operator telepon.
g. Tukar faktur asli dengan supplier.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


30

h. Mengatur belanja kebutuhan Rumah Tangga PBF Tramedifa tiap bulannya


dengan departemen lain.
i. Menjaga dan mengelola inventaris perusahaan.
j. Menerima tamu dan mengatur pertemuannya.
k. Menjaga ketersediaan alat mesin pencetak atau printer (termasuk tinta dan
kertas) kecuali pada mesin pencetak yang berada di gudang.

3.5.5 Supervisor Pharma


Dalam melaksanakan tugasnya, Supervisor Pharma bertanggung jawab
langsung kepada Direktur Tramedifa. Berikut ini merupakan tugas dan kewajiban
Supervisor Pharma yaitu:
a. Terima pesanan atau permintaan barang dari cabang (outlet).
b. Buat Surat Permintaan Barang (SPB).
c. Periksa stok barang di gudang.
d. Buat daftar barang yang akan dipesan (kelompokkan berdasarkan supplier)
e. Pesan barang ke supplier setelah disetujui pimpinan.
f. Buat Surat Pemesanan (SP atau PO).
g. Buat Kode Barang baru dengan metode yang sesuai.
h. Periksa kesesuaian barang datang dengan SP {nama, jumlah, dan diskonnya).
i. Pastikan barang terkirim dan diterima baik oleh pelanggan.
j. Pantau target pembelian dan peniualan.
k. Update rencana pembelian tiap 2 minggu.
l. Update Pareto tiap bulan.
m. Update stok minimum barang dari data penjualan dan memasukkannya ke kode
barang tiap 3 bulan sekali.
n. Jaga ketersediaan barang dengan memperhatikan stok minimum masing-
masing barang.
o. Negosiasi diskon dengan supplier atas persetujuan pimpinan.
p. Review kinerja supplier dan membuat laporan tahunan tentang kerja sama
dengan supplier tersebut.
q. Temukan supplier baru dengan penawaran yang lebih menarik dari supplier
lama.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


31

r. Atur pertemuan antara pimpinan dengan supplier baru dan lama.


s. Pantau diskon yang terjadi di lapangan dengan yang disetujui oleh PBF
Tramedifa.
t. Koordinator petugas medical WH dan courier atas tugas-tugas mereka.
u. Nilai, tegur dan laporkan ke pimpinan tentang kinerja staf gudang dan courier.
v. Koordinator stok opname tiap 3 bulan dengan pihak-pihak terkait.
3.5.5.1 Medical Warehouse (Medical WH)
Dalam melaksanakan tugasnya, Medical WH bertanggung jawab langsung
kepada Supervisor Pharma. Berikut ini merupakan tugas dan kewajiban Medical
WH yaitu:
a. Mengontrol kebersihan dan suhu ruangan penyimpanan obat.
b. Memotong kartu stok barang berdasarkan laporan penerimaan dan penjualan
barang.
c. Cek stok fisik barang.
d. Cetak Surat Permintaan Barang (SPB) outlet.
e. Menyusun dan menyimpan berkas laporan penerimaan, laporan penjualan,
laporan stok opname dan SPB.
f. Cetak faktur penjualan.
g. Mengeluarkan barang dari gudang sesuai faktur yang telah dicetak.
h. Menerima barang yang dipesan oleh. PBF Tramedifa dari distributor dan
memeriksa kesesuainnya dengan SP yang telah dibuat oleh Spv. Pharma.
i. Bertanggung jawab terhadap fungsi AC dan kelengkapan gudang.
j. Stok opname setiap 3 bulan.
3.5.5.2 Courier
Dalam melaksanakan tugasnya, Courier bertanggung jawab langsung
kepada Supervisor Pharma. Berikut ini merupakan tugas dan kewajiban Courier
yaitu:
a. Memeriksa barang yang akan diantar dengan melihat kesesuaian item dan
jumlah dengan faktur.
b. Mengemas barang yang akan diantar.
c. Menyerahkan faktur barang yang telah dikirim ke outlet kepada bagian
Keuangan.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


32

d. Tukar faktur dan penagihan ke outlet.


e. Menerima retur barang dari outlet dengan form retur.
f. Membuat estimasi perjalanan kendaraan.
g. Menyetorkan pembayaran tagihan operasional bulanan (PLN, PDAM,
Telkom).
h. Melakukan perawatan kendaraan perusahaan.
i. Mengirim dan menyampaikan berkas yang dititipkan dari SamMarie Group.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


BAB 4
PEMBAHASAN

PT SamMarie Tramedifa merupakan salah satu perusahaan berbentuk


Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang melakukan usaha di bidang pengadaan dan
distribusi produk kesehatan. PBF ini masih menjadi bagian dari grup perusahaan
keluarga, yaitu SamMarie Family Healthcare Group (SFHG). Fokus utama dari
PBF Tramedifa adalah menjadi penyedia sediaan obat jadi yang dibutuhkan oleh
pihak rumah sakit dan klinik dari grup SFHG. Meskipun demikian, saat ini ruang
lingkup penyaluran telah semakin diperluas, sehingga PBF Tramedifa juga
melayani pesanan untuk distribusi obat ke fasilitas kesehatan lain di luar SFHG.
Pihak pemesan produk ke PBF ini, baik dari grup ataupun non-grup, disebut
sebagai pelanggan. PBF Tramedifa beroperasi dari hari Senin hingga Jumat yang
berlangsung pada pukul 08.30-17.00 WIB. Selain itu, pada hari Sabtu kegiatan
operasional juga tetap ada, yaitu berlangsung pada pukul 08.30-12.00 WIB.

4.1 Personalia
Berdasarkan organogram (struktur organisasi), total personalia PBF
Tramedifa berjumlah 24 orang. Dengan jumlah staf yang minimal tersebut
memungkinkan koordinasi dan komunikasi di antara sesama staf dapat berjalan
dengan baik.
Pengelolaan obat jadi di PBF ini dilakukan oleh Divisi Pharma. Apoteker
yang terdapat di PBF Tramedifa bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dan
pengawasan kegiatan pengelolaan tersebut. Hal ini sesuai dengan ketentuan di
dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang
Pedagang Besar Farmasi, yang menyatakan bahwa suatu PBF harus memiliki
Apoteker penanggung jawab yang bertanggung jawab terhadap kegiatan
pengelolaan obat di sarana distribusi tersebut.
Apoteker penanggung jawab yang ada di PBF Tramedifa berjumlah 2
orang dan ditempatkan di bagian pengadaan. Apoteker tersebut telah memiliki
kualifikasi yang diperlukan untuk bertugas sebagai penanggung jawab di PBF,
namun keduanya belum mengikuti pelatihan CDOB sebelumnya. Berdasarkan
33 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


34

Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (2012), sebaiknya pelatihan
CDOB secara rutin dilakukan agar kompetensi yang dimiliki Apoteker
penanggung jawab di PBF dapat selalu ditingkatkan dan di-update.
Apoteker di PBF Tramedifa bertugas untuk mengatur jalannya arus
distribusi dan pengadaan obat di PBF. Pengambilan keputusan dan pengaturan
pelaksanaan kegiatan operasional distribusi PBF Tramedifa berada di tangan
kedua Apoteker yang ada. Sehubungan dengan tugasnya tersebut, Apoteker
penanggung jawab di PBF ini dituntut untuk selalu sigap serta dapat bekerja
dengan cepat, sekalipun dalam kondisi di bawah tekanan. Dalam melakukan
tugasnya, Apoteker melakukan koordinasi dengan staf medical WH dan kurir
terkait tugas mereka dalam alur operasional kegiatan distribusi PBF. Setiap
kegiatan yang dilakukan staf medical WH dan kurir harus diketahui dan
berdasarkan persetujuan dari Apoteker penanggung jawab.

4.2 Bangunan
Kegiatan usaha PBF Tramedifa bertempat di suatu bangunan ruko dengan
dua lantai. Ruangan depan di lantai pertama dilengkapi dengan meja resepsionis
sebagai sarana kerja untuk bagian receptionist. Tempat ini berfungsi sebagai
tempat penerimaan sales atau kurir yang terkait dengan proses pembelian barang
dari pihak PBF Tramedifa ke distributor atau subdistributor lain. Ruangan kerja
staf lainnya terletak di lantai dua, sehingga terhindar dari keramaian yang
ditimbulkan pada saat banyak kunjungan dari sales atau kurir ke PBF. Gudang
penyimpanan obat terletak di lantai satu.
Komponen penting dari bangunan suatu PBF adalah tersedianya gudang
obat yang dapat menjamin perlindungan terhadap obat dan komoditi lain yang
terdapat di PBF tersebut. Sesuai dengan persyaratan yang terdapat di dalam
Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), PBF Tramedifa
memiliki satu gudang untuk penyimpanan obat, yang letaknya terpisah dari ruang
lain. Gudang penyimpanan obat terletak di lantai satu serta dilengkapi dengan
sistem pengamanan berupa pintu masuk dengan kontrol akses. Dengan kontrol
akses tersebut, pintu gudang hanya dapat dibuka menggunakan kartu pengenal
yang dimiliki oleh staf gudang dan petugas keamanan PBF Tramedifa. Selain itu,
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


35

orang lain tidak dapat secara bebas keluar masuk dari gudang ini. Kontrol akses
ini merupakan salah satu cara untuk menjaga keamanan obat yang ada dari
kehilangan atau kerusakan akibat adanya akses masuk dari pihak yang tidak
berkepentingan.
Perlengkapan yang tersedia di dalam gudang obat, antara lain rak-rak besar
untuk penyimpanan sediaan obat solid dan semisolid, rak-rak kecil untuk
penyimpanan sediaan obat cair, dua buah kulkas untuk penyimpanan sediaan obat
yang memerlukan suhu dingin, dan termometer sebagai alat pengendali suhu.
Penyusunan rak-rak di dalam gudang obat diatur agar tidak terlalu tinggi,
sehingga memudahkan bagi petugas gudang untuk melakukan pengecekan atau
pengambilan barang. Selain itu, di dalam gudang obat juga tersimpan kotak
khusus yang dilengkapi dengan termometer digital untuk wadah pengantaran
vaksin yang memerlukan penyimpanan di suhu rendah.
Suhu di dalam gudang disesuaikan dengan suhu yang dibutuhkan untuk
penyimpanan obat. Pengaturan suhu ruang gudang memanfaatkan keberadaan air
conditioner (AC) yang selalu hidup selama 24 jam setiap harinya. Suhu di gudang
obat jadi diatur agar selalu berada pada suhu antara 15o-25o C sesuai dengan
ketentuan suhu penyimpanan dalam Pedoman CDOB. Kondisi suhu tersebut perlu
dipantau secara rutin. Pemantauan suhu dilakukan dengan menggunakan dua buah
termometer yang ditempatkan di dalam ruang gudang. Selain itu, dua buah
termometer juga ditempatkan di dalam lemari es untuk memantau kondisi suhu
penyimpanan. Tujuan penggunaan dua termometer adalah untuk memastikan
keakuratan suhu dari lemari es tersebut. Apabila kedua termometer menunjukkan
suhu yang lebih kurang sama atau dengan penyimpangan yang kecil, maka suhu
dapat dikatakan tepat. Akan tetapi, apabila ditemukan perbedaan suhu yang cukup
signifikan di antara kedua termometer tersebut, misalnya perbedaan hingga
sebesar 5o C, kemungkinan terjadi kerusakan pada salah satu termometer. Jika hal
tersebut terjadi, maka termometer yang rusak harus diganti dengan yang baru. Hal
ini mengingat bahwa produk-produk yang disimpan di dalam lemari es merupakan
produk yang cukup rentan dengan adanya perubahan suhu, sehingga memerlukan
pengamatan suhu yang akurat untuk memastikan kesesuaian kondisi
penyimpanannya.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


36

Data hasil pengontrolan suhu setiap kalinya dicatat ke dalam Formulir


Pengendalian Kondisi Gudang. Formulir ini terdiri atas dua rangkap, masing-
masing berisi data suhu yang terukur melalui tiap termometer yang terdapat di
dalam gudang. Pengontrolan suhu dilakukan sebanyak tiga kali setiap harinya,
yaitu pada pukul 09.00 WIB, 13.00 WIB, dan 16.00 WIB. Dari data tersebut,
dibuat suatu grafik dinamika suhu gudang. Apabila diketahui dari grafik tersebut
bahwa suhu telah menyimpang dari rentang suhu yang diperbolehkan untuk
penyimpanan, maka kemungkinan terjadikerusakan pada AC yang digunakan dan
memerlukan perbaikan yang dilakukan sesegera mungkin.
Kondisi gudang terlihat bersih. Kemungkinan masuknya debu ke dalam
gudang diminimalisir dengan hanya terdapatnya satu pintu sebagai jalan keluar
masuk udara dari dan ke dalam gudang. Selain itu, untuk menjaga kebersihan
gudang, kegiatan pembersihan dilakukan setiap harinya oleh staf gudang sesuai
dengan standar prosedur yang telah tersedia. Prosedur pembersihan minimal yang
harus dilakukan setiap hari adalah menyapu dan mengepel gudang penyimpanan.
Area khusus untuk penyimpanan narkotika dan psikotropika tidak tersedia
di gudang obat PBF Tramedifa. Hal ini dikarenakan narkotika bukan komoditi
yang didistribusikan oleh PBF ini. Sedangkan untuk psikotropika,
pendistribusiannya diperuntukkan khusus untuk SFHG saja, sehingga pembelian
sediaan psikotropika hanya dilakukan apabila ada permintaan dari SFHG. Setelah
psikotropika tersebut diantar ke PBF, maka pihak PBF akan segera mengantarnya
ke tempat pemesan, sehingga tidak ada stok psikotropika di dalam gudang.

4.3 Kegiatan Operasional


4.3.1 Pengadaan
Pengadaan obat di PBF Tramedifa terutama berfokus pada keperluan dari
rumah sakit dan klinik dari SFHG. Sediaan obat yang diadakan terbagi ke dalam
dua kelompok, yaitu obat standar dan obat non-standar. Obat standar merupakan
obat-obatan yang terdapat di dalam Formularium Obat SFHG, yaitu daftar obat-
obatan yang digunakan oleh dokter-dokter di fasilitas kesehatan dalam grup
SFHG. Sifat pengadaan stok obat-obat standar adalah wajib, artinya stok obat
harus selalu tersedia secara rutin. Obat non-standar merupakan obat-obatan yang
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


37

tidak termasuk ke dalam Formularium Obat SFHG. Pengadaannya tidak wajib,


dapat disesuaikan dengan pesanan yang diterima.
a. Perencanaan dan pembelian
Perencanaan untuk pengadaan obat didasarkan pada jumlah stok minimum
barang yang terdapat di dalam database. Data keseluruhan obat tergabung di
dalam software milik PBF Tramedifa, yaitu “Tramedifa System”. Software ini
terintegrasi ke seluruh perangkat komputer yang terdapat di kantor PBF, sehingga
setiap unit bagian kerja dapat mengaksesnya untuk pelaksanaan seluruh kegiatan
operasional di PBF. Database obat, terutama untuk keperluan instansi di dalam
SFHG, disusun berdasarkan data pareto selama tiga bulan ke belakang.
Pembelian untuk obat standar dan obat yang dipesan secara rutin oleh
pelanggan direncanakan dengan berpatokan pada jumlah stok minimum barang di
gudang. Jumlah stok minimum dapat dicek di setiap saat adanya pesanan yang
masuk. Sebelum pembuatan SPB di “Tramedifa System”, pihak PBF akan
mengecek terlebih dahulu ketersediaan stok barang tersebut, sehingga pemesanan
barang yang tidak tersedia atau jumlahnya di bawah stok minimum dapat
langsung dilakukan kepada distributor atau subdistributor (supplier). Untuk
pengadaan barang yang dibutuhkan CITO oleh pelanggan, maka telah dibuat
kebijakan agar barang dapat diantarkan ke PBF di hari yang sama dengan
pemesanan, sehingga dapat segera disalurkan kepada pemesan.
Supplier yang dipilih untuk pengadaan barang merupakan distributor atau
subdistributor resmi. Pemilihan ini bertujuan agar proses administrasi dan
penerbitan faktur dapat diurus dengan jelas. Pemesanan barang dapat dilakukan
dengan langsung menggunakan SP (Lampiran 10) ataupun melalui telepon.
Walaupun pemesanan dilakukan via telepon, pada akhirnya pihak PBF Tramedifa
tetap wajib mengeluarkan SP. SP akan disetujui dan ditandatangani oleh Direktur
PBF Tramedifa. SP tersebut diperlukan untuk kepentingan dokumen pembayaran
oleh pihak PBF serta kelengkapan pengarsipan dokumen. SP dapat diberikan atau
tidak kepada pihak supplier, tergantung pada ketentuan dari tiap-tiap supplier.
Alur pemesanan barang dari PBF Tramedifa dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan
Gambar 4.2.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


38

Pemesanan untuk sediaan psikotropika dilakukan dengan menggunakan


lembar surat pesanan psikotropika yang ditandatangani oleh penanggung jawab
dari divisi Pharma (Lampiran 11) dan selanjutnya surat pesanan akan diserahkan
ke pihak supplier. Sementara untuk pengadaan dan penyaluran narkotika tidak
dilakukan di PBF Tramedifa karena narkotika hanya dapat diadakan dan
didistribusikan oleh distributor PT. Kimia Farma (Persero), Tbk. Hal tersebut
sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 199/Menkes/SK/III/1996
tentang Penunjukan PBF PT (Persero) Kimia Farma Depot Sentral sebagai
Importir Tunggal Narkotika di Indonesia.

Gambar 4.1 Alur pemesanan barang dari PBF Tramedifa ke Supplier via telepon

Gambar 4.2 Alur pemesanan barang dari PBF Tramedifa ke Supplier secara
langsung menggunakan SP

PBF ini memberlakukan hari-hari tertentu untuk dapat menerima


kunjungan sales dari pihak supplier. Di dalam kunjungannya, sales biasanya
melakukan pengenalan dan penawaran terhadap barang-barang baru yang
disediakan oleh supplier yang diwakilinya. Seringkali pula mereka melakukan
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


39

follow-up terhadap produk yang sebelumnya telah ditawarkan, apakah pihak PBF
akan membeli atau tidak. Pada saat kunjungan sales ini, pihak PBF juga dapat
melakukan pemesanan secara langsung melalui sales tersebut.
Pembelian barang disesuaikan dengan ritme perputaran barang di PBF,
apakah termasuk barang yang bergerak cepat (fast moving) atau bergerak lambat
(slow moving). Barang-barang yang tidak diperlukan CITO, namun sering
digunakan oleh pelanggan, perlu selalu tersedia di gudang. Hingga saat ini, belum
ada ketentuan waktu khusus untuk pembelian barang di PBF Tramedifa.
Pembelian dapat dilakukan setiap saat sesuai dengan keperluan untuk pengisian
stok minimum ataupun sesuai permintaan dari pelanggan. Namun untuk ke
depannya, direncanakan agar proses pembelian dapat dilaksanakan secara lebih
terjadwal, terutama untuk obat-obat standar dan obat non-standar yang rutin
disalurkan. Jadwal pembelian obat tersebut direncanakan untuk pengadaan
kebutuhan per dua minggu.
b. Penerimaan dan pembayaran
Obat yang telah dipesan dapat diantar ke PBF langsung di hari yang sama
dengan pemesanan atau beberapa hari setelahnya, tergantung pada ketersediaan
obat di tempat supplier. Pada saat obat diantar ke PBF, petugas gudang akan
memeriksa terlebih dahulu obat tersebut. Pemeriksaan yang dilakukan, meliputi
kesesuaian antara jumlah, jenis, dan bentuk obat yang diantarkan dengan data
pada SP dan faktur yang ada, kondisi fisik barang tersebut, tanggal kedaluwarsa
obat, harga, dan diskon. Jika salah satu kondisi tersebut tidak terpenuhi atau
terdapat ketidaksesuaian harga dan diskon yang tertera di faktur dengan
kesepakatan di awal pemesanan, maka obat akan dikembalikan kepada supplier
melalui kurir yang mengantarkan. Obat yang tidak sesuai akan diretur atau data
faktur yang tidak sesuai diminta untuk diperbaiki terlebih dahulu. Akan tetapi, jika
seluruh obat yang diantar telah sesuai dengan faktur, dalam kondisi yang baik, dan
belum mendekati atau mencapai ED, maka obat tersebut selanjutnya dibawa ke
gudang untuk disimpan. Alur penerimaan barang dari supplier ke PBF Tramedifa
dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Setelah obat diterima, faktur yang dibawa kurir saat pengantaran akan
ditandatangani oleh petugas gudang sebagai pihak penerima. Tanggal penerimaan
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


40

barang juga harus ditulis dengan jelas pada faktur tersebut. Faktur kemudian dicap
dengan cap PBF Tramedifa. Pihak PBF akan menerima lembar copy faktur dari
pihak supplier. Data dari copy faktur tersebut kemudian dicek kembali dan di-
input oleh bagian resepsionis, yang meliputi data nomor faktur, nama obat
pesanan, jumlah pesanan, harga, dan diskon yang diperoleh untuk pembelian obat
tersebut (Lampiran 12).

Gambar 4.3 Alur penerimaan barang dari supplier di PBF Tramedifa

Faktur pesanan dapat digantikan dengan Surat Jalan dari supplier apabila
barang yang dipesan diperlukan CITO oleh PBF, sehingga tidak dapat menunggu
hingga faktur pesanan tercetak. Isi dari Surat Jalan adalah keterangan bahwa pihak
supplier mengantarkan barang pesanan dari PBF, disertai dengan data nama dan
kuantitas barang yang dipesan. Jika Surat Jalan yang digunakan, faktur pesanan
tetap akan dibuat oleh supplier dan secara menyusul akan diberikan kepada PBF.
Saat faktur pesanan akhirnya diserahkan, Surat Jalan akan tetap disimpan oleh
pihak PBF sebagai arsip.
Data lain yang juga terdapat dalam faktur adalah tanggal jatuh tempo.
Lama tempo yang diberikan masing-masing penyalur untuk PBF melakukan
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


41

pembayaran obat pesanannya dapat berbeda-beda, yaitu antara 7 hingga 60 hari


dari sejak barang diantarkan ke pihak PBF. Lama tempo dengan supplier sedapat
mungkin dinegosiasikan agar dapat melebihi dari waktu tempo yang diberi oleh
PBF Tramedifa kepada pelanggan. Apabila sebaliknya, maka pihak PBF akan
menanggung terlebih dahulu biaya pembelian barang dari supplier.
Berdasarkan tanggal jatuh tempo, pihak PBF akan menyesuaikan kembali
dengan hari pembayaran yang ditetapkan di PBF Tramedifa, yaitu pada hari
Jumat. Apabila tanggal jatuh tempo dari supplier tidak jatuh pada hari tersebut,
maka pihak PBF akan memajukan atau memundurkan tanggal jatuh tempo agar
pembayaran dapat tetap dilakukan di hari yang telah ditetapkan. Hal ini dilakukan
tentunya dengan membuat kesepakatan terlebih dahulu dengan pihak supplier.
Tenggang waktu yang diberikan untuk melakukan penagihan ke PBF adalah ± 3
hari. Tanggal jatuh tempo yang telah disesuaikan oleh PBF kemudian ditulis
kembali di dalam faktur yang ada.
Sebelum hari pembayaran oleh PBF, biasanya akan dilakukan tukar faktur
dengan pihak sales dari supplier. Tukar faktur dilakukan satu minggu setelah
barang pesanan diterima oleh pihak PBF. Jadwal tukar faktur yang ditetapkan di
PBF Tramedifa adalah pada hari Senin dan Selasa. Pada proses tukar faktur, sales
akan memberikan faktur penjualan asli kepada pihak PBF. Sebagai bukti telah
dilakukan proses tukar faktur, terdapat tanda terima tukar faktur yang harus
ditandatangani oleh masing-masing pihak yang terlibat dalam proses pertukaran
faktur. Selain itu, PBF juga akan menerima faktur pajak yang dikeluarkan oleh
pihak penyalur. Setelah proses tukar faktur, lembar asli faktur penjualan dan
lembar copy faktur penjualan yang diterima oleh bagian resepsionis selanjutnya
diserahkan ke bagian keuangan, untuk kemudian dilakukan proses pembayaran.
Sementara, lembar asli faktur pajak langsung disimpan secara terpisah di dalam
file tersendiri. Lembar tukar faktur dan faktur pajak dapat dilihat pada lampiran 13
dan lampiran 14.
Pembayaran oleh PBF Tramedifa dapat dilakukan secara tunai atau non-
tunai. Pembayaran tunai (cash) dilakukan untuk pemesanan dengan nominal kecil,
misalnya pemesanan kurang dari atau sebanyak Rp 100.000,00. Data mengenai
pembayaran ini didokumentasikan dalam lembar serah terima pembayaran
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


42

mingguan (Lampiran 15). Pembayaran non-tunai dapat dilakukan dengan cara


giro atau transfer, tergantung pada jumlah nominal yang akan dibayarkan. Untuk
setiap pembayaran yang dilakukan, pihak keuangan akan menerbitkan Bukti
Pengeluaran sebagai bukti telah dilakukannya pembayaran oleh pihak PBF
Tramedifa. Contoh bilyet giro dan bukti pengeluaran dapat dilihat pada lampiran
16 dan lampiran 17.

4.3.2 Penyimpanan obat


Sediaan obat jadi di gudang PBF disimpan di atas rak-rak yang dibeda-
bedakan menurut bentuk sediaannya. Rak dengan ukuran lebar yang lebih luas
digunakan untuk penyimpanan sediaan obat solid dan semisolid, sementara rak
dengan ukuran lebar yang lebih kecil untuk sediaan obat cair. Penyusunan obat
dilakukan berdasarkan alfabetis nama generik obat yang diurutkan dari atas ke
bawah. Pada rak penyimpanan sediaan obat solid dan semisolid, masing-masing
tingkat ditempati obat dari dua jenis alphabet, sedangkan pada rak penyimpanan
sediaan cair, masing-masing tingkat ditempati oleh obat dari dua atau tiga jenis
alfabet, tergantung jumlah stok obat untuk masing-masing alfabet. Hal ini
dikarenakan pada umumnya sediaan obat cair memiliki bentuk kemasan
memanjang ke atas, sehingga secara luas hanya memerlukan lot yang lebih sedikit
untuk penyimpanannya dibandingkan dengan sediaan obat solid atau semisolid.
Selain itu, penyusunan tiap deret obat adalah berdasarkan aturan FIFO (First In
First Out). Tidak ada penanda khusus untuk posisi obat dari masing-masing
alfabet di rak penyimpanan, sehingga peletakan dapat dilakukan secara fleksibel
sesuai dengan jumlah stok obat yang ada untuk tiap alfabet.
Penyimpanan obat yang tidak memerlukan perlakuan khusus diletakkan
pada rak di gudang pada suhu antara 15o-25o C. Obat-obat yang memerlukan suhu
lebih rendah, seperti vaksin, diletakkan di dalam lemari es yang suhunya diatur
agar tetap berada di antara 2o-8o C. Penyimpanan obat pada tiap rak di dalam
lemari es tersebut juga disusun berdasarkan urutan alfabet dari atas ke bawah dan
tiap deretnya disusun secara FIFO. Suhu lemari es yang selama ini digunakan
berkisar antara 3o-4o C.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


43

Penyimpanan untuk obat-obatan yang memiliki nama, tampilan, dan


ucapan yang mirip, atau sering disebut dengan look alike sound alike (LASA),
tetap disimpan di dalam satu deret rak yang sama. Akan tetapi, peletakan antara
masing-masing kemasan obat-obat LASA tersebut diselingi dengan peletakan
produk obat yang lain. Tujuan cara peletakan seperti ini adalah agar dapat
mencegah terjadinya kesalahan dalam pengambilan obat-obat tersebut.
Kartu stok obat yang memuat rekaman kejadian mutasi dan stok obat di
dalam gudang tidak tersedia secara manual. Kartu stok barang hanya dibuat secara
komputerisasi di dalam software “Tramedifa System”. Pendataan kejadian mutasi
dan stok barang setiap harinya dilakukan menggunakan data pada laporan
penerimaan atau laporan penjualan barang yang dibuat oleh bagian gudang. Setiap
perubahan jumlah barang yang terjadi setelah kegiatan pengadaan dan penyaluran
akan langsung dicatat pada lembar laporan tersebut, sehingga secara tidak
langsung lembar laporan penerimaan atau laporan penjualan barang dapat
difungsikan juga sebagai kartu stok.
Inventarisasi terhadap persediaan barang perlu selalu dilakukan secara
rutin untuk mengecek kesesuaian antara kegiatan mutasi yang dilakukan dengan
stok barang yang tersedia di gudang. Kegiatan ini berguna untuk mencegah
terjadinya kerugian akibat kemungkinan adanya kehilangan atau kelebihan
barang. Inventarisasi barang di gudang secara keseluruhan, atau yang sering
disebut sebagai stok opname (SO), dilakukan setiap tiga bulan sekali. Data yang
terdapat di dalam suatu laporan stok, di antaranya meliputi nama obat (sesuai
urutan alfabet), bentuk sediaan, kuantiti barang, tanggal ED, dan nomor batch
produk. Kegiatan SO ini umumnya dilakukan di awal bulan per tiga bulannya,
yaitu antara tanggal 4 dan 5. Pada hari pelaksanaan SO, seluruh kegiatan
operasional di kantor PBF akan diliburkan. Selain per tiga bulan, SO juga
dilakukan di akhir tahun untuk kemudian dilaporkan sebagai laporan stok akhir.
Data yang termuat di dalam laporan stok akhir ini adalah data selama satu tahun
hingga per tanggal 30 Desember. Petugas pelaksana SO harus menandatangani
laporan yang menyatakan bahwa dia telah melakukan SO dan laporan
pertanggungjawaban hasil SO diberikan kepada bagian pengadaan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


44

4.3.3 Penyaluran
Pemesanan barang ke PBF Tramedifa dapat dilakukan secara langsung
menggunakan Surat Pemesanan (SP) yang dibuat oleh pelanggan atau via telepon.
Pelanggan yang melakukan pemesanan via telepon, pada akhirnya tetap harus
membuat SP untuk diserahkan kepada pihak PBF saat pengiriman barang.
Alur penyaluran obat dari PBF Tramedifa dimulai dari penerimaan
pesanan obat dari pelanggan. Selanjutnya, dari bagian pengadaan akan dibuat
Surat Permintaan Barang (SPB) melalui software “Tramedifa System” yang berisi
item-item barang yang dipesan oleh pelanggan beserta jumlahnya. Melalui sistem
tersebut, SPB yang telah dibuat akan tersambung kepada petugas di bagian
gudang. Oleh petugas gudang, akan dibuatkan faktur penjualan berdasarkan SPB
yang masuk. Faktur yang dibuat terdiri atas lima rangkap, yaitu lembar dengan
warna putih, merah, kuning, hijau, dan biru. Tiap satu faktur dapat memuat hingga
sebanyak 10 item pesanan. Apabila pesanan lebih dari jumlah tersebut, maka
harus dibuat dalam faktur baru. Selain dimasukkan ke dalam faktur, data pesanan
dari SPB juga dicatat ke dalam Buku SPB sesuai dengan pesanan untuk tiap
nomor SPB. Data dalam catatan tersebut nantinya juga dapat berfungsi untuk
memonitor pelunasan pembayaran dari pihak pelanggan terhadap pesanannya ke
PBF. Jika barang yang dibutuhkan cito oleh pelanggan dan faktur belum sempat
dicetak, maka PBF akan mengeluarkan Bukti Serah Terima sebagai dokumen
sementara yang disertakan dalam pengantaran barang ke pelanggan. Lembar
faktur dan lembar serah terima dapat dilihat pada lampiran 18 dan lampiran 19.
Untuk penyaluran sediaan psikotropika, pihak PBF akan membuat faktur
penjualan psikotropika yang terpisah dengan faktur dari produk selain
psikotropika.
Setelah faktur penjualan dicetak, pihak gudang akan mengambil obat dari
persediaan di gudang sesuai dengan isi pesanan di dalam faktur. Obat-obat yang
telah disiapkan kemudian diperiksa kembali kesesuaiannya dengan faktur, baru
kemudian dikemas untuk dikirimkan ke pelanggan. Cara pengemasan obat
pesanan harus diperhatikan dan disesuaikan dengan jenis produk yang akan
diantar. Tujuannya adalah agar dapat menjaga keamanan produk dari kerusakan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


45

selama proses pengantarannya. Pengemasan obat pesanan dapat menggunakan


boks karton atau plastik, disesuaikan dengan keadaan cuaca pada saat pengiriman.
Khusus untuk penyaluran vaksin, faktur pesanan dibuat khusus dan
terpisah dari faktur pesanan barang lainnya. Juga terdapat tambahan data
mengenai suhu pada saat vaksin dikirim dari PBF serta suhu pada saat vaksin
tersebut diterima. Jarak antara kedua suhu tersebut tidak boleh menyimpang dari
range suhu yang tertera pada kemasan vaksin. Untuk pengontrolan suhu saat
pengiriman, vaksin akan disimpan di dalam boks penyimpanan khusus. Boks
tersebut dilengkapi dengan termometer digital untuk memantau kesesuaian suhu
penyimpanan vaksin selama berada di dalam boks tersebut.
Setelah proses pengemasan, kemudian obat dapat dikeluarkan dari gudang.
Obat dan faktur pesanan kemudian diserahkan kepada kurir. Sebelum pesanan
diantarkan, dilakukan crosscheck kembali oleh kurir mengenai kesesuaian obat
yang akan diantarnya dengan faktur. Pengecekan berganda ini dilakukan untuk
meminimalisir kemungkinan terjadinya kesalahan pengiriman produk obat.
Pesanan barang ke PBF Tramedifa dilayani setiap harinya selama jam
operasional kantor PBF, yaitu dari pukul 08.30-17.00 WIB. Jadwal pengiriman
obat terdiri dari dua shift kerja. Shift pertama dimulai dari pukul 08.30-17.00
WIB, sedangkan shift kedua dimulai dari pukul 10.00-18.00 WIB. Pengiriman
obat yang dipesan selama jam operasional kantor PBF dapat segera diantar ke
pelanggan pada hari yang sama apabila obat tersedia di gudang. Akan tetapi,
apabila terdapat pemesanan di atas jam operasional kantor atau jadwal pengiriman
dan obat tidak tersedia di gudang, maka pengiriman akan dilakukan keesokan
harinya. Proses penyaluran obat dari PBF Tramedifa diatur agar sedapat mungkin
pesanan diantarkan di hari yang sama dengan hari pemesanan. Meskipun
demikian, produk-produk obat tertentu dapat memerlukan waktu yang lebih lama
untuk pengirimannya, misalnya untuk produk baru yang sebelumnya tidak distok
di gudang PBF. Pesanan obat baru yang disertai dengan contoh dapat diantarkan
dalam waktu 3 hari setelah pemesanan, sedangkan pesanan obat baru tanpa
disertai contoh memerlukan waktu hingga 1 minggu setelah pemesanan untuk
pengantarannya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


46

Setibanya pesanan di tempat pelanggan, pihak pelanggan harus segera


melakukan pengecekan terhadap obat yang dikirim oleh PBF, sehingga apabila
terjadi ketidaksesuaian pada pesanan dapat segera dilakukan pengembalian (retur)
ke PBF. Sementara, apabila pesanan telah sesuai dengan permintaan pelanggan,
maka kurir akan memberikan faktur penjualan dari PBF Tramedifa untuk
ditandatangani oleh penerima barang dari pihak pelanggan. Tiap lembar dari
kelima rangkap faktur kemudian dicap dengan cap institusi pelanggan.
Selanjutnya, dua lembar copy faktur (warna hijau dan biru) diserahkan kepada
pelanggan, sementara ketiga rangkap lainnya (warna putih, merah, dan kuning)
dibawa kembali ke kantor PBF. Selain penyerahan faktur, pada saat pengantaran
ini pihak pelanggan juga harus menyerahkan SP kepada pihak PBF, terutama
untuk pelanggan yang melakukan pemesanan via telepon. Alur proses penyaluran
pesanan dari PBF Tramedifa ke pelanggan dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Setelah proses pengantaran, tiga rangkap faktur pesanan yang tersisa
dibawa kembali ke kantor PBF untuk diserahkan kepada bagian gudang (lembar
copy warna kuning) dan bagian keuangan (lembar warna putih dan merah). Di
bagian keuangan, kedua lembar faktur tersebut digunakan untuk pengurusan
dokumen tukar faktur. Proses tukar faktur dengan pelanggan dilakukan satu
minggu setelah pengiriman. Dokumen yang akan disiapkan oleh PBF Tramedifa,
antara lain Tanda Terima Faktur Penjualan (Lampiran 20) dan Faktur Pajak.
Faktur Pajak dikeluarkan karena dalam hal penyaluran obat kepada pihak lain,
maka PBF Tramedifa berlaku sebagai pihak yang mengeluarkan pajak untuk
pelanggannya, yaitu pajak pertambahan nilai (PPN). Hal ini dikarenakan PBF ini
menyalurkan obat sebagai barang kena pajak kepada pelanggan. PPN
diberlakukan bagi pihak pengusaha yang dalam satu bulan mendapat penerimaan
bruto melebihi Rp 600.000.000,00 (Permenkeu Nomor 68/PMK.03/2010 tentang
Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai). PPN merupakan pajak yang
wajib dibayarkan oleh konsumen yang mengkonsumsi barang atau jasa yang
termasuk objek PPN. Pajak ini termasuk ke dalam kategori pajak tidak langsung
karena beban pembayaran pajak ditanggung oleh konsumen (dalam hal ini
pelanggan), namun penyetoran PPN ke kas negara dibebankan kepada penjual
(dalam hal ini PBF Tramedifa) (Direktorat Jenderal Pajak, 2012). Hal yang
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


47

sebaliknya terjadi ketika PBF melakukan pemesanan kepada supplier, maka PBF
akan mendapatkan PPN melalui faktur pajak dari pihak supplier.

Gambar 4.4 Alur penyaluran obat dari PBF Tramedifa ke pelanggan

Pada hari tukar faktur, pihak PBF akan kembali ke tempat pelanggan dan
menyerahkan lembar asli faktur penjualan, lembar copy Tanda Terima Faktur
Penjualan (warna merah) yang telah diisi dan ditandatangani oleh kedua belah
pihak, dan lembar asli faktur pajak. Pembayaran pesanan dari pihak pelanggan
kemudian dilakukan pada tanggal jatuh tempo yang telah disepakati bersama
dengan pihak PBF. Lama tempo untuk penjualan barang berkisar antara 0 – 30
hari.
Cara pembayaran yang diterima dari pelanggan dapat secara kredit
menggunakan cek, giro, transfer, dan dapat pula secara tunai (cash). Pihak PBF
Tramedifa telah membuat kebijakan bahwa sistem pembayaran pelanggan di awal
kerja sama adalah secara langsung atau cash on delivery (COD). Sistem COD

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


48

diberlakukan untuk 3 kali pembayaran pertama. Setelah itu, pihak PBF akan
menilai riwayat pembayaran COD yang telah berjalan. Apabila proses
pembayaran secara COD dapat berlangsung dengan baik, maka selanjutnya sistem
kredit dapat diberlakukan bagi pelanggan tersebut. Untuk pembayaran dengan
sistem kredit, apabila pembayaran tidak dilunasi hingga tanggal jatuh tempo yang
telah ditetapkan, maka pihak PBF memberlakukan sistem locked. Dengan sistem
locked tersebut, pelanggan yang belum melunasi pembayaran hingga melebihi
batas tempo tidak dapat melakukan pemesanan lagi ke PBF Tramedifa sebelum
pembayaran pesanan yang telah jatuh tempo berhasil dilunasi.

4.4 Pengembalian Obat (Retur)


4.4.1 Retur pembelian
Retur pembelian adalah proses pengembalian obat yang dibeli oleh PBF
Tramedifa kepada supplier. Retur dapat dilakukan karena barang yang tidak
sesuai dengan pesanan, terdapat cacat pada barang yang dikirimkan, barang telah
mendekati atau telah mencapai tanggal ED, ataupun karena adanya kesalahan
dalam pemberian harga atau diskon. Retur oleh pihak PBF dilakukan segera
setelah barang pesanan datang dan diperiksa oleh bagian gudang. Hal ini
dilakukan agar proses retur tidak berlarut-larut dan pertanggungjawabannya
mudah. Dengan demikian, kemungkinan adanya barang yang cacat masuk ke
dalam gudang dapat dihindari.
Jika terdapat barang yang diretur, nama barang tersebut di dalam faktur
yang diberikan pihak supplier akan ditandai. Data lengkap pesanan awal akan
tetap di-input oleh bagian resepsionis PBF sesuai dengan faktur dan SP yang ada.
Kemudian, lembar copy faktur yang diterima oleh bagian resepsionis diberikan
kepada bagian pengadaan untuk diurus proses returnya. Dengan menggunakan
software, akan dilakukan input data obat pesanan yang diretur, disertai jumlahnya
dan alasan mengapa barang tersebut diretur. Dari hasil pengolahan software
tersebut, maka secara otomatis dapat diketahui jumlah uang yang harus
dibayarkan oleh PBF untuk pesanannya tersebut setelah dikurangi dengan harga
barang yang diretur.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


49

Terkait dengan waktu kedaluwarsa (expired date, ED) obat, pihak PBF
memiliki ketentuan bahwa barang yang dapat tetap diterima adalah barang dengan
ED maksimal 3 bulan ke depan. Kurang dari itu, maka barang akan diretur ke
supplier. Kecuali untuk sediaan obat topikal, obat dengan jarak waktu ED 1 bulan
masih dapat diterima, walaupun sedapat mungkin tetap diusahakan untuk diretur.
Selain itu, untuk obat-obatan dengan harga tinggi atau hanya dapat diperoleh dari
distributor atau subdistributor tertentu, maka hanya obat dengan batas ED tertentu
yang akan diterima di PBF ini. Obat yang telah masuk dan tersimpan di gudang
PBF juga dapat diretur. Retur dilakukan apabila produk obat tersebut belum
terjual hingga mendekati waktu ED-nya dan masih tersimpan dengan baik di
dalam kemasannya. Tidak semua supplier dapat menerima permohonan retur
untuk barang yang telah mendekati ED, hanya supplier tertentu dan tentunya
dengan ketentuan khusus mengenai batas waktu ED maksimal yang masih
diperbolehkan untuk diretur. Contoh nota retur pembelian dapat dilihat pada
lampiran 21.

4.4.2 Retur penjualan


Retur penjualan adalah pengembalian obat yang dibeli oleh pihak
pelanggan ke PBF Tramedifa. Alasan dilakukannya retur oleh pelanggan hampir
sama dengan retur pembelian, antara lain terdapat cacat pada obat, obat telah atau
mendekati kedaluwarsa, obat terlambat diantar, kesalahan pengantaran obat,
terjadi salah pemesanan oleh pelanggan, faktur pajak yang dikeluarkan PBF
kedaluwarsa, terjadi kesalahan pada proses input kode pelanggan, dan kesalahan
pada pemberian harga atau diskon dari PBF. Obat yang diretur akan dibawa
kembali oleh kurir PBF dan data barang tersebut di faktur akan ditandai dan
diberikan keterangan mengenai alasan dilakukan retur. Barang retur akan
diserahkan kembali ke bagian gudang untuk nantinya didata ke dalam form retur.
Form ini harus ditandatangani oleh staf gudang selaku pembuat form, pihak
pelanggan selaku penerima barang, dan kurir yang mengantarkan barang ke
tempat pelanggan.
Selanjutnya, form retur akan diserahkan ke bagian pengadaan bersama
dengan faktur penjualan. Oleh bagian pengadaan, akan dibuat Nota Retur
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


50

menggunakan software “Tramedifa System”. Nota ini terdiri atas dua rangkap,
lembar asli untuk diberikan kepada pelanggan, sementara lembar copy dipegang
oleh pihak PBF. Dengan pengolahan melalui software tersebut, maka biaya
pembelian pelanggan akan terpotong sesuai harga barang yang diretur. secara
otomatis jumlah stok obat di gudang PBF akan bertambah sesuai dengan jumlah
barang yang diretur. Apabila barang retur tersebut akan dipesan kembali oleh
pelanggan, maka akan dibuatkan faktur pesanan baru oleh pihak gudang untuk
pemesanan tersebut. Faktur baru juga akan dicetak apabila retur terjadi karena
kesalahan pemberian harga atau diskon dari PBF.
Retur penjualan akibat barang rusak dapat dibedakan ke dalam dua
kondisi. Jika kerusakan barang terjadi di luar kesalahan pihak PBF, misalnya obat
masih tersegel rapi dan belum melewati ED, tetapi kondisi obat tidak baik, maka
pihak PBF dapat meretur kembali barang tersebut kepada supplier seperti pada
prosedur retur pembelian. Jika kerusakan terjadi akibat kelalaian pihak PBF, maka
penindaklanjutannya adalah berdasarkan pada kondisi kerusakan yang terjadi.
Apabila kerusakan hanya terdapat pada kemasan luar dan tidak mempengaruhi
mutu obat, maka kebijakannya adalah obat tersebut dikembalikan ke dalam stok di
gudang untuk dijual kembali pada pelanggan lain. Akan tetapi, apabila kerusakan
terjadi pada sediaan obat, maka produk akan disimpan terlebih dahulu untuk
nantinya dimusnahkan. Formulir retur barang dan nota retur penjualan dapat
dilihat pada lampiran 22 dan lampiran 23.

4.5 Administrasi dan Dokumentasi


4.5.1 Dokumentasi aktif
Dokumentasi aktif adalah dokumentasi yang meliputi data, dokumen, atau
laporan yang dibuat atau diterima di PBF terkait pelaksanaan kegiatan
operasional. Seluruh proses operasional dari pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran memiliki laporan yang terdokumentasi melalui dua cara, yaitu secara
komputerisasi di dalam software “Tramedifa System” dan secara manual. Laporan
yang terekam di dalam sistem komputer di PBF, antara lain Laporan Penerimaan
Barang dan Laporan Penjualan Barang.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


51

Laporan Penerimaan Barang diperbarui oleh staf di bagian gudang setiap 2


hari sekali. Laporan tersebut kemudian di-print dan dibundel di dalam suatu map
besar secara berurutan dari tanggal penerimaan terdahulu hingga tanggal
penerimaan terbaru. Laporan Penjualan Barang diperbarui setiap hari di akhir jam
kegiatan operasional berakhir. Pengarsipannya sama dengan pengarsipan Laporan
Penerimaan Barang, yaitu dibundel di dalam map besar dengan tanggal penjualan
yang berurutan. Map berisi arsip kedua laporan ini tersimpan di dalam ruang kerja
staf gudang. Satu map besar digunakan hingga kapasitasnya terpenuhi, kemudian
dilakukan pengarsipan selanjutnya menggunakan map baru. Arsip laporan
ditandai per tahunnya untuk memperjelas batasan laporan per tahun.
Dokumen-dokumen yang diperoleh PBF dari kegiatan pengadaan dan
penyaluran yang dilakukan juga diarsip menggunakan map besar. Dokumen-
dokumen dari setiap transaksi pembelian dan penjualan barang yang terjadi
dibundel, kemudian disimpan di dalam map yang dibeda-bedakan per nama
supplier atau instansi pelanggan. Satu bundel dokumen yang disimpan dari setiap
transaksi setelah kegiatan pembelian, terdiri atas :
a. 1 lembar copy bukti pembayaran dari PBF kepada supplier (atau bonggol giro
jika pembayaran dilakukan melalui giro),
b. 1 lembar Bukti Pengeluaran,
c. 1 lembar asli dan 1 lembar copy Faktur Penjualan dari supplier,
d. 1 lembar asli dan 1 lembar copy Tanda Terima Faktur,
e. 1 lembar asli dan 1 lembar copy Surat Jalan dari supplier (optional),
f. 1 lembar asli tanda terima faktur dari supplier (jika ada),
g. 1 lembar asli Faktur Pajak, dan
h. 1 lembar asli SP.
Sementara itu, satu bundel dokumen yang disimpan dari setiap transaksi setelah
kegiatan penjualan, terdiri atas:
a. 1 lembar copy bukti pembayaran dari pelanggan kepada PBF,
b. 1 lembar copy Faktur Penjualan yang dikeluarkan PBF,
c. 1 lembar asli dan 1 lembar copy Tanda Terima Faktur Penjualan,
d. 1 lembar copy Faktur Pajak, dan
e. 1 lembar asli SP dari pelanggan.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


52

Susunan tiap bundel dokumen-dokumen tersebut di dalam map diurutkan


sesuai tanggal transaksi, dari tanggal transaksi terdahulu di posisi bawah hingga
tanggal transaksi terbaru di posisi atas. Dengan penyusunan seperti ini, akan
mempermudah pihak PBF dalam melakukan pencarian dan pengecekan terhadap
dokumen-dokumen tersebut ketika diperlukan.
Dokumen dari kegiatan pengadaan dan penerimaan termasuk dokumen
yang terkait dengan keuangan. Seluruh dokumen yang berhubungan dengan
masalah keuangan di PBF ini disimpan hingga selama 10 tahun. Penyimpanan
selama waktu tersebut diperlukan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya
komplain di kemudian hari atau keperluan pertanggungjawaban kegiatan-kegiatan
operasional yang pernah dilakukan selama 10 tahun tersebut. Setelah lebih dari 10
tahun, maka dokumen-dokumen tersebut dapat dimusnahkan.
4.5.2 Dokumentasi pasif
Dokumentasi pasif adalah dokumentasi yang meliputi data SOP dan data
spesifikasi produk. Data spesifikasi produk terdapat dalam bentuk Laporan Stok
Barang yang dapat ditelusuri menggunakan daftar kode obat melalui software
“Tramedifa System”. Kode barang tersebut dibuat berdasarkan nama produk dan
nomor registrasi atau barcode yang terdapat pada kemasan produk.
4.5.3 Pembuatan formularium
PBF Tramedifa memiliki tugas khusus yang sedikit berbeda dari PBF lain.
Apabila umumnya kegiatan suatu PBF hanya meliputi tiga proses utama, yaitu
pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran, PBF Tramedifa juga turut
berpartisipasi dalam pembuatan formularium obat yang akan digunakan di
institusi-institusi kesehatan di dalam SFHG. Formularium yang dimaksud adalah
berupa suatu panduan obat-obatan yang digunakan oleh dokter di institusi-institusi
kesehatan SFHG.
Pembuatan formularium tersebut memerlukan data Pareto obat dari
pelanggan yang dibuat oleh bagian administrasi. Data-data tersebut berasal dari
data kebutuhan obat per bulan di rumah sakit dan klinik sesama grup SFHG.
Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner yang memuat daftar nama-
nama obat dengan berbagai kelas terapi yang telah terdata di dalam data stok obat
di software “Tramedifa System”. Kuesioner diberikan kepada para dokter di
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


53

rumah sakit dan klinik dari SFHG untuk diisi sesuai dengan kebutuhan
penggunaan obat mereka. Hasil kuesioner tersebut kemudian didata untuk
keperluan pembuatan data Pareto, yang selanjutnya dijadikan pedoman dalam
pembuatan formularium obat.
Formularium ini berbeda dari formularium pada umumnya yang dibuat
oleh Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) rumah sakit dan di dalamnya tidak hanya
memuat informasi tentang kelas terapi dan nama obat, tetapi juga meliputi
indikasi dari suatu obat, kriteria penulis resep yang dapat memberikan obat
tersebut kepada pasien, dan informasi tentang regimen dosis obat tersebut (Siregar
dan Amalia, 2003). Data-data yang terdapat di dalam Formularium Obat SFHG,
antara lain data kelas terapi obat, nama generik, keterangan status DOEN obat
(DOEN atau non-DOEN), kode obat, nama dagang, nama pihak farmasi atau
supplier untuk memperoleh obat, tingkatan pareto obat, serta jumlah pengguna
obat tersebut. Dengan data-data tersebut, selain dijadikan sebagai panduan bagi
para dokter yang tergabung dalam SFHG, formularium ini juga berguna bagi
pihak PBF Tramedifa sebagai panduan untuk melakukan pengadaan obat-obat
dalam memenuhi kebutuhan obat di SFHG. Melalui formularium tersebut, pihak
PBF dapat memilah obat-obat yang penting untuk diadakan secara rutin di gudang
PBF. Obat yang paling utama untuk diadakan adalah obat dari daftar Pareto A dan
B, sedangkan obat dari daftar Pareto C dapat dibeli atau tidak dibeli, tergantung
pada kebutuhannya. Formularium ini direvisi setiap tahunnya, sehingga setiap
data obat yang tercantum di dalamnya selalu ter-update sesuai dengan kebutuhan
yang tentunya juga dapat selalu berbeda di setiap tahunnya.

4.6 Manajemen Keuangan


Setiap kegiatan transaksi keuangan yang dilakukan PBF Tramedifa pasti
akan terdata di dalam Jurnal Transaksi. Data dari jurnal tersebut nantinya
dipindahkan ke Buku Besar (posting) dan selanjutnya direkap ke dalam suatu
laporan keuangan. Buku Besar disusun untuk kegiatan transaksi per bulan. Setiap
akhir bulan, dilakukan penyesuaian antara data keuangan yang tercatat di dalam
buku tersebut dengan kondisi keuangan yang sebenarnya di PBF. Kondisi
keuangan yang sebenarnya dapat dilihat berdasarkan dokumen nota-nota
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


54

penjualan dan pembelian yang diperoleh selama satu bulan terakhir. Setiap akhir
tahun juga dilakukan hal serupa, yaitu data-data keuangan yang tercatat selama
satu tahun terakhir dicocokkan dengan kondisi keuangan yang sebenarnya.
Setelah cocok, maka akan dilakukan proses tutup buku.
Proses tutup buku dapat dilakukan dalam dua bentuk, yaitu tutup buku
teraudit dan tutup buku tidak teraudit. Tutup buku teraudit dilakukan berdasarkan
adanya pemeriksaan oleh akuntan independen yang berasal dari pihak di luar PBF.
Tutup buku ini dilakukan di setiap 6 bulan, di akhir tahun, atau pada kondisi
tertentu ketika diperlukan pemeriksaan laporan keuangan secara detail. Sementara
itu, tutup buku tidak teraudit dilakukan tanpa adanya pemeriksaan dari akuntan
independen dan ini dilakukan saat pemeriksaan laporan yang dilakukan sewaktu-
waktu oleh pihak PBF. Setiap kali dilakukan tutup buku, maka akan diperoleh
beberapa bentuk laporan keuangan, antara lain laporan neraca, laporan laba rugi
(L/R), dan laporan modal.

4.7 Kegiatan Sales dan Marketing


Kegiatan bagian marketing di PBF Tramedifa adalah melakukan
penawaran barang atau produk yang dimilikinya kepada pelanggan dengan
diskon-diskon tertentu. Tujuan utama kegiatan marketing adalah mendapatkan
keuntungan yang dapat terus meningkat di setiap tahunnya melalui pemasaran
kepada pihak-pihak yang berpotensi untuk bekerja sama dengan PBF Tramedifa.
Target pemasaran untuk distribusi obat adalah bagian pengadaan dari rumah sakit-
rumah sakit dan klinik-klinik yang bergerak di pelayanan kesehatan bagi ibu dan
anak serta apotek.
Ruang lingkup area pemasaran yang dilakukan PBF Tramedifa hingga saat
ini adalah mencakup wilayah-wilayah di Jabodetabek. Tanggung jawab kegiatan
marketing di tiap-tiap wilayahnya terbagi ke dalam 4 area, yaitu area timur, barat,
utara, dan selatan. Pelaksanaan pemasaran secara langsung kepada pihak
pelanggan dilakukan oleh sales. Secara struktural, pemasaran di masing-masing
area dalam wilayah Jabodetabek ditangani oleh 2 atau 3 orang sales. Masing-
masing sales per area dibawahi oleh seorang supervisor yang bertanggung jawab
kepada seorang area sales manager (ASM). Setiap outlet baru yang direncanakan
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


55

untuk diajak bekerja sama dengan PBF Tramedifa akan dikomunikasikan terlebih
dahulu sesuai alur tanggung jawab tersebut, yaitu dari sales hingga ASM, untuk
selanjutnya dirapatkan dengan pihak direksi terkait keputusan kerja samanya.

4.8 Pelaporan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2010
tentang Pedagang Besar Farmasi, setiap PBF dalam melakukan kegiatan usahanya
diwajibkan untuk melakukan pelaporan kepada beberapa instansi terkait.
Pelaporan yang diperlukan adalah terkait dengan kegiatan penerimaan dan
penyaluran dari obat yang diadakannya. PBF Tramedifa melakukan pelaporan
kepada tiga instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan dari Permenkes tersebut,
yaitu pelaporan kepada Balai POM, Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kementerian
Kesehatan RI, yang dilakukan secara bersamaan setiap 3 bulan sekali.
Dokumen yang dilaporkan terdiri atas data stok barang yang terdapat di
gudang PBF serta laporan mutasi barang, yang meliputi laporan pembelian dan
penerimaan barang. Sistem pelaporan dilakukan secara manual. Dokumen-
dokumen yang diperlukan dikirimkan langsung ke instansi-instansi terkait melalui
pos.
Untuk psikotropika, selama ini PBF Tramedifa belum melaporkan
penyaluran psikotropika kepada instansi terkait. Hal ini dikarenakan belum
tingginya transaksi dari sediaan tersebut dan penyaluran hanyadilakukan untuk
memenuhi kebutuhan RSIA SamMarie Basra yang baru mulai beroperasi sejak
Desember 2010. Laporan pertama transaksi psikotropika akan disampaikan
kepada Kementerian Kesehatan bulan April 2013 atas kegiatan di tahun 2012
bersamaan dengan laporan kegiatan triwulan yang telah rutin disampaikan.

4.9 Kendala yang Dihadapi dan Strategi untuk Menghadapinya


Kendala utama yang dihadapi PBF Tramedifa sehubungan dengan
usahanya di bidang distribusi obat adalah dalam hal persaingan bisnis. Pada
posisinya sebagai PBF, terdapat kesulitan untuk bersaing dengan pabrik-pabrik
obat dan agen-agen penyalur lain, seperti distributor atau subdistributor. Hal
tersebut dikarenakan kedua badan usaha tersebut juga melakukan penjualan
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


56

produk-produknya secara langsung ke outlet-outlet. Persaingan yang terlihat


dalam hal ini adalah dari segi harga barang yang disalurkan.
Salah satu strategi PBF Tramedifa untuk menghadapi kondisi di atas
adalah dengan cara melakukan penetrasi penjualan ke pasar-pasar hingga di
wilayah pelosok yang masih sulit dijangkau oleh pihak pabrik atau agen penyalur
lain. Rencana strategis lainnya adalah melalui pengaturan penetapan waktu tempo
pembayaran yang dapat bersaing dengan pihak penyalur lain. Waktu tempo
pembayaran bagi pelanggan dinegosiasikan sedemikian rupa, sehingga dengan
waktu tempo tersebut dapat menarik pelanggan untuk bersedia memulai dan terus
bekerja sama dengan PBF Tramedifa.
Beberapa rencana lain terkait pengembangan usaha yang akan dilakukan
oleh PBF Tramedifa di masa mendatang, antara lain :
a. membuat jaringan apotek yang mendukung perkembangan proses distribusi
obat dari PBF Tramedifa;
b. membuat produk yang unik, di samping melakukan penyaluran obat;
c. melakukan pembelian produk obat dengan skala masif, sehingga dapat
menekan biaya pembelian obat karena dengan jumlah pembelian yang besar,
maka diskon yang dapat diperoleh pihak PBF juga lebih besar. Selain itu, stok
dalam jumlah besar juga mendukung kegiatan distribusi yang lebih luas; dan
d. menyusun tim sales yang kompeten dengan jumlah yang lebih banyak.
Berbagai rencana usaha tersebut tentunya harus dilakukan dengan tetap
mempertahankan kriteria yang diperlukan untuk pelaksanaan CDOB.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
a. Peran dan tugas Apoteker penanggung jawab di PBF Tramedifa, antara lain :
1) sebagai pelaksana dan pengawas kegiatan operasional pengelolaan obat di
PBF;
2) sebagai pembuat keputusan dan peraturan yang menjamin bahwa obat di
PBF Tramedifa tersedia sesuai kebutuhan penyaluran kepada pelanggan,
tersimpan pada kondisi yang sesuai di gudang obat, serta tersalurkan kepada
pelanggan dengan mutu obat yang tetap terjamin; dan
3) sebagai pemimpin dan komunikator untuk dapat berkoordinasi dengan pihak
lain terkait pelaksanaan kegiatan distribusi di PBF.
b. Penerapan aspek manajemen pengelolaan obat di PBF Tramedifa telah
didukung oleh tersedianya software “Tramedifa System” yang terintegrasi ke
seluruh perangkat komputer di kantor PBF. Dengan demikian, kegiatan
operasional PBF dapat dilakukan dengan efektif dan efisien karena seluruh
pendataan yang menunjang pelaksanaan kegiatan distribusi telah tersedia
dalam software tersebut.

5.2 Saran
a. Pelatihan CDOB perlu diadakan secara rutin bagi personel yang terlibat dalam
kegiatan operasional di PBF Tramedifa, terutama bagi Apoteker penanggung
jawab PBF.
b. Seluruh personel PBF sebaiknya selalu mengikuti perkembangan peraturan-
peraturan yang terkait dengan penerapan kegiatan pengelolaan obat di PBF.
c. Update perkembangan informasi dan peraturan terbaru sebaiknya
dikomunikasikan kepada seluruh personel PBF dan dibahas kesesuaiannya
dengan kegiatan operasional yang sudah berjalan.
d. Sebaiknya disediakan tempat khusus untuk penerimaan barang dari supplier.
e. Pelaporan kegiatan operasional distribusi obat di PBF harus dilakukan secara
rutin sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
57 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


58

f. Daftar obat untuk kebutuhan pengadaan di PBF sebaiknya dibedakan dengan


formularium obat untuk fasilitas kesehatan SFHG karena isi suatu
formularium perlu juga mencakup dosis dan cara penggunaan obat, tidak
hanya berupa daftar obatnya saja.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


DAFTAR ACUAN

Anief, M. (2001). Manajemen Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University


Press.

Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2012). Peraturan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK. 03. 1. 34. 11. 12. 7542
Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik.
Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan RI

Direktorat Jenderal Pajak. (2012). Mengenal Lebih Dekat Pajak Pertambahan


Nilai. http://www.pajak.go.id/content/mengenal-lebih-dekat-pajak-
pertambahan-nilai, 3 Maret 2013.

Holdford, D. A., &. Brown, T. (2010). Introduction to Hospital & Helath-System


Pharmacy Practice. Bethesda: American Society of Health-System
Pharmacist.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011a). Peraturan Menteri


Kesehatan RI No. 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar
Farmasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011b). Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia No. 889/MENKES/PER/V/2011 tentang
Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.

Presiden Republik Indonesia. (1997). Undang Undang Nomor 5 Tahun 1997


Tentang Psikotropika. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009


tentang Kesehatan. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. (2009b). Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun


2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. (2009c). Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009


tentang Narkotika. Jakarta

Quick, J. D. (1997). Managing Drug Supply : The Selection, Procurement,


Distribution, and Use of Pharmaceuticals. 2nd ed. Connecticut: Kumarian
Press.

Seto, S., Yunita, N., & Triana, L. (2004). Manajemen Farmasi. Surabaya:
Airlangga University Press.

Siregar, Charles J.P. & Amalia, L. (2003). Farmasi Rumah Sakit: Teori &
Penerapan. Jakarta: EGC.

59 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


LAMPIRAN

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


60

Lampiran 1. Formulir permohonan izin Pedagang Besar Farmasi (Formulir 1)

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


61

Lampiran 2. Formulir rekomendasi pemenuhan kelengkapan administratif


(Formulir 2)

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


62

Lampiran 3. Formulir rekomendasi hasil analisis pemenuhan persyaratan


CDOB (Formulir 3)

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


63

Lampiran 4. Formulir penerbitan izin Pedagang Besar Farmasi (Formulir 4)

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


64

Lampiran 5. Formulir pernyataaan siap melaksanakan kegiatan (Formulir 5)

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


65

Lampiran 6. Peta lokasi PBF Tramedifa

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


66

Lampiran 7. Denah bangunan PBF Tramedifa lantai 1

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


67

Lampiran 8. Denah bangunan PBF Tramedifa lantai 2

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


Lampiran 9. Struktur organisasi PBF Tramedifa

68
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
Lampiran 10. Surat Pesanan (SP)

69
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
Lampiran 11. Surat Pesanan Psikotropika

70
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
Lampiran 12. Copy faktur pembelian

71
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
72

Lampiran 13. Tanda terima tukar faktur pembelian

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


73

Lampiran 14. Faktur pajak

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


74

Lampiran 15. Lembar serah terima pembayaran mingguan

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


Lampiran 16. Giro untuk pembayaran non-tunai

75
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
Lampiran 17. Bukti pengeluaran

76
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
Lampiran 18. Faktur penjualan

77
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
Lampiran 19. Bukti serah terima

78
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
Lampiran 20. Tanda terima tukar faktur penjualan

79
Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
80

Lampiran 21. Nota retur pembelian

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


81

Lampiran 22. Formulir retur barang

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


82

Lampiran 23. Nota retur penjualan

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA

KAJIAN PENERAPAN ASPEK CDOB BAB 7 – BAB 9


DI PBF TRAMEDIFA SEBAGAI PERSIAPAN
MENUJU PEROLEHAN SERTIFIKAT CDOB

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

MELISA, S.Farm.
1106047190

ANGKATAN LXXVI

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………...….. i


DAFTAR ISI ……………………………………………………..………... ii
DAFTAR TABEL………………………………………………..……….... iii

BAB 1 PENDAHULUAN ………………………….……………............. 1


1.1 Latar Belakang ………………………………….…................ 1
1.2 Tujuan…….…………………………………………............... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA …………………………………............ 4


2.1 Pedagang Besar Farmasi .......................……………............... 4
2.2 Cara Distribusi Obat Baik (CDOB)…………….…................. 4

BAB 3 METODOLOGI TUGAS KHUSUS ..………………………….. 6


3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tugas Khusus ..…................. 6
3.2 Metode Pengkajian ...………………..………………….......... 6

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………….. 7


4.1 Transportasi …………………..……………………................ 8
4.2 Fasilitas distribusi berdasar kontrak .....………….....…........... 20
4.3 Dokumentasi …………………………..………………........... 22

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………...... 26


5.1 Kesimpulan ………………………..……………………......... 26
5.2 Saran …………………………………..…………………........ 27

DAFTAR ACUAN ……………………………………………………….... 28

ii Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Aspek Transportasi dari CDOB pada PBF
Tramedifa ....................................................................................... 13
Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Aspek Fasilitas Distribusi Berdasar Kontrak dari
CDOB pada PBF Tamedifa .............................................................. 21
Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Aspek Dokumentasi dari CDOB pada PBF
Tramedifa ....................................................................................... 25

iii Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Obat merupakan salah satu subsistem dari Sistem Kesehatan Nasional


(SKN) yang bertujuan agar tersedia obat dan perbekalan kesehatan yang aman,
bermutu, bermanfaat serta terjangkau oleh masyarakat untuk menjamin
terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya (Kementerian Kesehatan RI, 2009). Mengingat vitalnya
peran obat dalam lingkup kesehatan, maka pengelolaan obat perlu dilakukan
dengan benar, efisien, dan efektif, serta sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku oleh pihak yang berwenang melakukannya
(Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007).
Pedagang Besar Farmasi (PBF) merupakan salah satu perusahaan yang
melakukan pengelolaan obat di dalam kegiatan usahanya. Kegiatan pengelolaan
obat yang diselenggarakan oleh suatu PBF, antara lain berupa pengadaan,
penyimpanan, dan penyaluran obat. Tujuan akhir dari kegiatan tersebut adalah
penyaluran obat yang memenuhi persyaratan mutu kepada PBF lain atau fasilitas
pelayanan kefarmasian yang memerlukan penyediaan obat. Terkait dengan
pengelolaan obat sebagai suatu komoditi khusus, maka setiap kegiatan operasional
yang dilakukan PBF harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Menteri
Kesehatan RI, 2011).
Sebagai pihak yang berperan di dalam proses distribusi obat, suatu PBF
bertanggung jawab untuk menjaga mutu obat yang baik sejak berada di tempat
penyimpanan hingga obat tersebut diterima oleh pihak yang memerlukan. Dalam
hal ini, suatu sistem pengantaran atau transportasi obat yang baik diperlukan agar
setiap kegiatan yang dilakukan terkait rantai distribusi di PBF dapat menjamin
terlaksananya hal tersebut. Transportasi yang baik tentunya harus didukung
dengan tersedianya sistem pengantaran yang baik pula. Hal tersebut dapat
didukung dengan personil dalam hal ini kurir yang bertugas di PBF harus
memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang pekerjaan yang ditempatinya.

1 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


2

Mereka juga harus memahami konsep Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB),
sehingga dapat menerapkan proses distribusi obat yang baik dan tepat di PBF
tersebut.
Fasilitas distribusi berdasarkan kontrak antara pihak PBF dengan
perusahaan farmasi lain menjadi salah satu penentu dalam terselenggaranya
kerjasama antara kedua belah pihak dalam melakukan penggadaan dan distribusi
obat dari pihak distributor ke PBF atau bisa juga dari pihak PBF ke pelanggan.
Selain itu, manajemen yang baik tentunya harus didukung pula dengan
tersediaanya suatu dokumen tertulis yang jelas untuk mencegah terjadinya
kesalahan dari komunikasi lisan dan untuk memudahkan penelusuran, antara lain
sejarah bets, instruksi, dan prosedur. Dokumentasi merupakan suatu dokumen
tertulis terkait dengan distribusi (pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan
pelaporan), prosedur tertulis dan dokumen lain yang terkait dengan pemastian
mutu. (Kepala BPOM RI, 2012).
Peraturan mengenai sistem transportasi, fasilitas berdasar kontrak dan
dokumentasi serta sarana dan prasarana yang baik untuk penyelenggaraan sistem
distribusi obat di PBF telah tercantum di dalam Pedoman Teknis CDOB yang
dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Setiap PBF wajib
menerapkan petunjuk yang terdapat di dalam Pedoman tersebut pada setiap aspek
kegiatan pengelolaan obat yang dilakukan. Suatu PBF yang telah berhasil
menerapkan CDOB di dalam kegiatan usahanya dapat memperoleh sertifikat
CDOB sebagai bukti yang sah atas terpenuhinya persyaratan CDOB tersebut
(Kepala BPOM RI, 2012).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka PBF Tramedifa, sebagai salah
satu perusahaan yang sedang berkembang di bidang pengelolaan obat, sudah
seharusnya melakukan pengkajian terhadap kegiatan usahanya agar tetap berjalan
sesuai dengan ketentuan CDOB. Hal tersebut akan sangat bermanfaat, terutama
bagi pengembangan usaha dan persaingannya dengan PBF lain. Di samping itu,
sertifikat CDOB menjadi dokumen yang penting untuk dimiliki karena secara
langsung dapat menjadi jaminan kualitas kegiatan usaha dari PBF Tramedifa.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


3

1.2 Tujuan

Tugas khusus ini dibuat untuk mengkaji kesesuaian antara kegiatan yang
terdapat di PBF Tramedifa dengan ketiga aspek pada Bab 7- Bab 9 dari Pedoman
Teknis CDOB sebagai langkah persiapan untuk memperoleh sertifikat CDOB,
ketiga aspek tersebut yaitu :
a. Transportasi.
b. Fasilitas distribusi berdasar kontrak.
c. Dokumentasi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pedagang Besar Farmasi (PBF)


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.
1148/MENKES/PER/VI/2011 Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan
berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan,
penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan. PBF dalam menyelenggarakan kegiatannya wajib
menerapkan Pedoman Teknis CDOB. Hal ini untuk menjamin agar kualitas
kinerja dari suatu PBF senantiasa terjaga. (Menteri Kesehatan RI, 2011).

2.2 Cara Distribusi Obat Baik (CDOB)


Dalam melaksanakan kegiatan distribusi PBF tersebut wajib mengacu
kepada CDOB. Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) adalah cara distribusi
atau penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu
sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan
penggunaannya. Prinsip-prinsip CDOB berlaku untuk aspek pengadaan,
penyimpanan, penyaluran, termasuk pengembalian obat dan/atau bahan obat
dalam rantai distribusi. Semua pihak yang terlibat dalam proses distribusi harus
menerapkan prinsip kehati-hatian (due diligence) dengan mematuhi prinsip
CDOB. PBF yang telah menerapkan Pedoman Teknis CDOB, akan diberikan
Sertifikat CDOB oleh Kepala Badan POM. Dalam CDOB terdapat 9 prinsip yang
harus dipenuhi oleh PBF dalam melaksanakan kegiatan distribusi obat. Tiga
diantaranya yaitu Transportasi; Fasilitas distribusi berdasar kontrak; Dokumentasi
(Kepala BPOM RI, 2012).

2.2.1 Transportasi (Kepala BPOM RI, 2012)


Selama proses transportasi, harus diterapkan metode transportasi yang
memadai. Obat dan/atau bahan obat harus diangkut dengan kondisi penyimpanan
sesuai dengan informasi pada kemasan. Metode transportasi yang tepat harus
digunakan mencakup transportasi melalui darat, laut, udara atau kombinasi di

4 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


5

atas. Apapun moda transportasi yang dipilih, harus dapat menjamin bahwa obat
dan/atau bahan obat tidak mengalami perubahan kondisi selama transportasi yang
dapat mengurangi mutu. Pendekatan berbasis risiko harus digunakan ketika
merencanakan rute transportasi. Pada bab transportasi ini poin-poin yang akan
dibahas yaitu:
a. Transportasi dan produk dalam transit,
b. Obat dan/atau/bahan obat dalam pengiriman,
c. Kontainer, pengemasan dan pelabelan,
d. Transportasi obat dan/atau bahan obat yang memerlukan kondisi khusus,
e. Kendaraan dan peralatan,
f. Kontrol suhu selama transportasi.

2.2.2 Fasilitas Distribusi Berdasar Kontrak (Kepala BPOM RI, 2012)


Cakupan kegiatan kontrak terutama yang terkait dengan keamanan, khasiat
dan mutu obat dan/atau bahan obat meliputi kontrak antar fasilitas distribusi;
Kontrak antara fasilitas distribusi dengan pihak penyedia jasa antara lain
transportasi, pengendalian hama, pergudangan, kebersihan dan sebagainya. Semua
kegiatan kontrak harus tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak serta
setiap kegiatan harus sesuai dengan persyaratan CDOB. Pada bab fasilitas
distribusi berdasar kontrak, poin-poin yang akan dibahas yaitu Pemberi Kontrak;
Penerima Kontrak; Kontrak.

2.2.3 Dokumentasi (Kepala BPOM RI, 2012)


Dokumentasi yang baik merupakan bagian penting dari sistem manajemen
mutu. Dokumentasi tertulis harus jelas untuk mencegah kesalahan dari
komunikasi lisan dan untuk memudahkan penelusuran, antara lain sejarah bets,
instruksi, prosedur. Dokumentasi merupakan dokumen tertulis terkait dengan
distribusi (pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pelaporan), prosedur tertulis
dan dokumen lain yang terkait dengan pemastian mutu.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


BAB 3
METODOLOGI TUGAS KHUSUS

3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tugas Khusus


Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilaksanakan pada tanggal 18
Februari-28 Maret 2013 yang bertempat di Pedagang Besar Farmasi (PBF)
Tramedifa, Jl. Cipinang Muara I No. 23 C, Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan
Duren Sawit, Jakarta Timur.

3.2 Metode Pengkajian


Metode yang digunakan dalam melakukan pengkajian penerapan aspek
CDOB pada Bab 7 – Bab 9 di PBF Tramedifa dilakukan berdasarkan pengamatan
terhadap pelaksanaan kegiatan operasional PBF dan bertanya secara langsung
kepada staf di PBF Tramedifa. Hasil pengamatan yang diperoleh kemudian
dibandingkan kesesuaiannya dengan aspek yang terdapat di dalam Bab 7 – Bab 9
dari CDOB. Kesesuaian antara kegiatan dilapangan dengan aspek CDOB dinilai
melalui 4 poin yaitu:
a.  (Sudah ada dan sudah sesuai).
Dimana kegiatan yang dilakukan di PBF Tramedifa sudah sesuai dengan yang
tercantum dalam CDOB.
b. BA (Belum ada)
Dimana kegiatan tersebut belum dilaksanakan di PBF Tramedifa, namun
kedepannya harus dilaksanakan di di PBF Tramedifa karena merupakan hal
penting dalam proses distribusi obat.
c. BS (Belum sesuai)
Dimana kegiatan yang dilakukan di PBF Tramedifa namun belum sesuai
dengan yang tercantum dalam CDOB.
d. TA (Tidak ada)
Dimana kegiatan yang tercantum dalam CDOB tidak akan dilakukan di PBF
Tramedifa. Hal ini dikarenakan ketentuan dalam CDOB tersebut tidak bersifat
wajib untuk dilaksanakan.

6 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


BAB 4
PEMBAHASAN

Peningkatan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua


komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya (Presiden Republik Indonesia, 2009a). Dalam
kerangka mencapai tujuan tersebut, pembangunan kesehatan dilaksanakan secara
terarah dan berkesinambungan. Sistem Kesehatan Nasional menetapkan bahwa
tujuan dari pelayanan kefarmasian adalah tersedianya obat dan perbekalan
kesehatan yang bermutu, bermanfaat, terjangkau untuk meningkatkan derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya (Kementerian Kesehatan RI, 2009).
Distribusi merupakan suatu proses pengeluaran dan pengiriman obat-obatan
bermutu sehingga dapat terlaksananya distribusi obat secara merata dan teratur
serta terjaminnya ketersediaan obat di unit pelayanan kesehatan. Prinsip dari
pendistribusian obat adalah obat sampai dengan aman, kualitas tetap terjamin, dan
tiba tepat waktu ke tangan pelanggan. Proses pendistribusian dimulai saat barang
akan dikirim, pengiriman, barang diterima, penyimpanan, penjagaan mutu barang,
pencatatan barang yang akan didistribusikan, hingga barang dikirimkan.
Kelancaran dalam proses distribusi pelaksanaan tidak terlepas dari peran
Pedagang Besar Farmasi (PBF) dalam mendistribusikan obat ke sampai ke tempat
tujuan. Selain kegiatan distribusi, PBF juga melakukan pengadaan, penyimpanan,
dimana dalam pelaksanaannya PBF wajib menerapkan Pedoman Teknis Cara
Distribusi Obat Yang Baik (CDOB).
PBF Tramedifa merupakan perusahaan yang bergerak di bidang distributor
khususnya farmasi. Fokus utama dari PBF Tramedifa adalah menjadi penyedia
sediaan obat jadi dan produk alat-alat kesehatan yang dibutuhkan oleh pihak
rumah sakit dan klinik dari SamMarie Family Healthcare Group (SFHG).
Meskipun demikian, saat ini ruang lingkup penyaluran telah semakin diperluas,
sehingga PBF Tramedifa tidak hanya melayani pesanan untuk distribusi obat dan
alat kesehatan ke fasilitas kesehatan di dalam satu grupnya, tetapi juga ke fasilitas
kesehatan lain di luar grup (non-grup). Pihak pemesan produk ke PBF ini, baik
dari grup ataupun non-grup, disebut sebagai pelanggan. Hasil pengamatan

7 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


8

menunjukkan bahwa jenis produk yang disalurkan oleh PBF tramedifa berupa
vaksin, suppositoria, sediaan injeksi hormon, psikotropik, obat keras, obat bebas,
obat bebas terbatas, kosmetik, susu, dan alat kesehatan dimana dalam sistem
pengantaran obat dan/atau bahan obat ke pelanggan harus memenuhi setiap aspek
transportasi, fasilitas berdasar kontrak dan dokumentasi yang sesuai dengan cara
distribusi obat yang baik (CDOB).

4.1 Transportasi
Produk farmasi hanya boleh dijual atau didistribusikan kepada orang atau
badan yang berwenang dan terdapat bukti tertulis tersebut sebelum distribusi
dilakukan. Selama proses transportasi, harus diterapkan metode transportasi yang
memadai. Obat harus diangkut dengan kondisi penyimpanan sesuai dengan
informasi pada kemasan. Metode transportasi yang tepat harus digunakan
mencakup transportasi melalui darat, laut, udara atau kombinasi di atas.
4.1.1 Transportasi dan produk dalam transit
PBF Tramedifa mempunyai dua orang kurir yang bertugas untuk
mengantarkan obat kepelanggan. Jadwal kurir tiap hari terdapat dua jadwal shift
yaitu pertama dari pukul 8.30 sampai dengan pukul 17.00 kemudian shift kedua
dari pukul 10.00 sampai dengan pukul 18.00. Setiap tiga hari sekali jadwal shift di
tukar oleh dua orang kurir tersebut. Dilakukan pembagian jadwal dikarenakan
untuk menciptakan efisiensi pengantaran dalam jumlah banyak tiap harinya.
Personil yang bertugas di bagian transportasi dalam hal ini kurir PBF
Tramedifa, belum pernah mengikuti pelatihan terkait dengan pengiriman obat
sesuai dengan penerapan CDOB. Pelaksanaan pelatihan CDOB belum menjadi
program tersendiri di PBF ini. Pelatihan pengiriman obat yang memerlukan
perlakuan khusus, seperti vaksin atau sediaan injeksi hormon yang termasuk ke
dalam produk rantai dingin, juga belum pernah dilaksanakan. Oleh karena itu,
penyusunan pelaksanaan berbagai pelatihan tersebut telah menjadi salah satu
daftar perencanaan ke depan yang akan dilakukan pihak penanggung jawab PBF,
namun dalam penerapannyadi PBF Tramedifa telah melakukan pemantauan suhu
rantai dingin (cold chain) untuk produk vaksin atau sediaan injeksi hormon yang
memerlukan pemantauan suhu.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


9

Setiap kurir atau personil di PBF Tramedifa tentunya telah melakukan


kegiatan pemeliharaan semua kendaraan dan peralatan yang terlibat dalam proses
distribusi serta menjaga kebersihan kendaraan yang digunakan, sehingga tidak
mempengaruhi mutu obat selama proses pengiriman obat ke pelanggan. Namun,
prosedur tertulis mengenai higiene pembersihan kendaraan belum dilakukan,
sedangkan program pemeliharaan secara rutin telah dilakukan untuk mencegah
terjadi kontaminasi apabila terjadi tumpahan pada obat selama proses transportasi
kepelanggan berlangsung, misalnya dengan melakukan pencucian kendaraan
seminggu dua kali. Peralatan yang digunakan untuk pemantauan suhu selama
transportasi dalam kendaraan dan kontainer di PBF harus dirawat dan dikalibrasi.
Prosedur kalibrasi untuk peralatan tersebut belum pernah dilakukan, namun
program pemeliharaan secara rutin telah dilakukan untuk menjamin peralatan
dapat tetap difungsikan dengan baik.
PBF Tramedifa belum pernah melakukan kontrak dalam hal transportasi
selama ini di PBF dalam melakukan pengiriman obat ke pelanggan dengan
menggunakan kendaraan dan melewati jalur darat dan sampai saat ini penyaluran
obat kepada pelanggan hanya menggunakan fasilitas dari PBF Tramedifa dan
belum menggunakan jasa perusahaan pengiriman pihak ketiga hanya dilakukan
oleh kurir di PBF Tramedifa. Oleh karena itu belum ditetapkan ketentuan terkait
dengan pengiriman menggunakan jasa pengiriman kepada pihak ketiga sehingga
untuk aspek ini tidak teramati.
4.1.2 Obat dan/atau bahan obat dalam pengiriman
Kendaraan dan kontainer harus dijaga kebersihan pada saat mengangkut
obat dan harus dalam kondisi yang baik untuk mencegah kerusakan obat selama
transportasi. Selain itu kendaraan dan pengendara dilengkapi dengan keamanan
tambahan dan tepat untuk mencegah pencurian dan penyalahgunaan selama
transportasi misalnya menggunakan kunci ganda pada motor. Namun prosedur
tertulis terkait dengan keamanan untuk mencegah pencurian obat selama
transportasi belum ada di PBF Tramedifa.
Produk farmasi dan dokumen yang menyertainya harus diamankan untuk
memastikan bahwa identifikasi dan verifikasi sesuai dengan persyaratan.
Kebijakan dan prosedur harus diikuti oleh semua orang yang terlibat dalam

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


10

transportasi untuk mengamankan produk farmasi. Orang-orang yang bertanggung


jawab dalam pengangkutan produk farmasi harus diberikan informasi tentang
semua kondisi yang terkait untuk penyimpanan dan transportasi. Persyaratan ini
harus dipatuhi seluruh transportasi dan pada setiap tahap penyimpanan. Produk
farmasi harus disimpan dan diangkut sesuai dengan prosedur seperti:
a. Identitas produk tidak hilang,
b. Produk tidak mencemari dan tidak terkontaminasi oleh produk lain,
c. Terdapat tindakan pencegahan apabila terjadi tumpahan, penyalahgunaan,
kerusakan, dan pencurian,
d. Kondisi lingkungan yang sesuai dipertahankan, misalnya menggunakan
rangkaian dingin untuk produk termolabil.
Kondisi penyimpanan selama transportasi di PBF harus dijaga sebaik
mungkin selama proses pengiriman sampai ke tempat tujuan untuk menghindari
terjadinya rusaknya obat selama dalam perjalanan misalnya suhu dan kelembaban
harus di monitor dan dicatat pada saat keberangkatan dan saat diterima obat
tersebut ke pelanggan. Kondisi penyimpanan yang diperlukan untuk produk
farmasi harus tetap dipertahankan dalam batas yang dapat diterima selama
transportasi. Apabila terdapat penyimpangan maka harus segera dilaporkan
kepada distributor. Namun untuk prosedur tertulis tentang penyimpangan suhu
penyimpanan di PBF belum ada.
Semua penanganan obat dan/atau bahan obat kembalian termasuk yang
tidak layak jual seperti produk yang kadaluwarsa atau yang dapat dimusnahkan
harus mendapat persetujuan penanggung jawab dan terdokumentasi. Transportasi
yang digunakan untuk obat dan/atau bahan obat kembalian harus dipastikan sesuai
dengan persyaratan penyimpanan dan persyaratan lainnya yang relevan. Namun
untuk prosedur tertulis untuk transportasi yang tepat dan aman bagi bahan obat
yang dikembalikan sesuai dengan ketentuan penyimpanan di PBF belum ada.
Sementara untuk pengadaan dan penyaluran narkotika tidak dilakukan di
PBF Tramedifa karena narkotika hanya dapat diadakan dan didistribusikan oleh
distributor PT. Kimia Farma (Persero), Tbk. Hal tersebut sesuai dengan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 199/Menkes/SK/III/1996 tentang

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


11

Penunjukan PBF PT (Persero) Kimia Farma Depot Sentral sebagai Importir


Tunggal Narkotika di Indonesia.
4.1.3 Kontainer, pengemasan dan pelabelan
Obat yang disimpan dan diangkut dalam kontainer yang akan dikirim ke
pelanggan tidak boleh mempengaruhi mutu dari obat tersebut tetapi dapat
memberikan perlindungan yang memadai terhadap pengaruh eksternal termasuk
kontaminasi. Perhatian khusus juga diberikan pada saat menggunakan es kering
(dry ice) dalam kontainer pengiriman agar dapat dipastikan tidak terjadi kontak
antara obat dan/atau bahan obat dengan es kering, karena dapat mempengaruhi
mutu obat dan/atau bahan obat misalnya saja untuk vaksin polio. Kemasan dan
wadah pengiriman juga didesain dengan sesuai untuk mencegah kerusakan produk
farmasi selama transportasi.
Bahan pengemas yang digunakan untuk pengiriman produk obat di PBF
harus didesain sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya kerusakan obat selama
transportasi misalnya dengan menggunakan kardus, boks atau plastik. Kerusakan
kontainer dan masalah yang terjadi selama transportasi harus didokumentasikan
dan dilaporkan ke PBF sehingga dapat dilakukan penyelidikan. PBF Tramedifa
sebagai penyaluran obat dan/atau bahan obat ke pelanggan memerlukan perhatian
penting terutama pemberian label pada bahan pengemas yaitu alamat, tujuan dan
jenis barang yang akan dikirim ke pelanggan sehingga tidak terjadi kesalahan
pengiriman dalam dihindarkan. Namun pada label kontainer di PBF belum ada
informasi tentang penanganan, persyaratan penyimpanan dan tindakan
pencegahan untuk memastikan obat dapat ditangani dengan benar dan aman serta
belum ada prosedur tertulis untuk penanganan kontainer selama pengiriman yang
rusak.
4.1.4 Transportasi obat dan /atau bahan obat yang memerlukan kondisi khusus
Untuk obat dan/atau bahan obat yang memerlukan kondisi khusus selama
transportasi (misalnya suhu dan kelembaban), industri farmasi harus
mencantumkan kondisi khusus tersebut pada penandaan dan dimonitor serta
dicatat seperti vaksin, suppositoria, sediaan injeksi hormon. Alat yang digunakan
untuk memonitor suhu menyatu dengan salah satu termometer yang diletakkan di
dalam cold box. Produk farmasi yang mengandung bahan berbahaya seperti racun,

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


12

radioaktif, rentan disalahgunakan, mudah terbakar atau meledak harus disimpan di


tempat aman baik wadah maupun kendaraanya, terpisah dan tertutup. Namun
untuk bahan obat berbahaya yang di salurkan di PBF ini tidak ada.
4.1.5 Kendaraan dan peralatan
Kendaraan dan peralatan yang digunakan untuk mengirimkan,
menyimpan dan menangani obat harus sesuai persyaratan dan lengkap untuk
mencegah terjadinya paparan obat pada kondisi yang dapat mempengaruhi
stabilitas dan integritas kemasan, serta untuk mencegah kontaminasi. Jika
memungkinkan PBF Tramedifa menggunakan kendaraan dan peralatan sendiri
jika semua kendaraan di PBF banyak digunakan untuk pengiriman obat ke
pelanggan. Akan tetapi, jika tidak digunakan kendaraan dan peralatan tersendiri,
prosedur tertulis untuk menjamin mutu obat namun untuk di PBF belum ada
mengenai hal tersebut, serta PBF juga belum ada prosedur tertulis tentang
pemeliharaan dan pembersihan selama proses distribusi. Peralatan yang
digunakan untuk pemantauan kondisi (misalnya suhu dan kelembaban) dalam
kendaraan dan kontainer harus dikalibrasi secara berkala. Namun di PBF
Tramedifa belum ada dikalibrasi suhu dan kelembaban untuk kendaraan dan
kontainer namun program pemeliharaan secara rutin telah dilakukan untuk
menjamin peralatan dapat tetap difungsikan dengan baik. Selain itu PBF juga
melakukan pengendalian hama untuk kendaraan, kontainer dan peralatan harus
dijaga bebas dari tikus, kutu, burung dan hama lainnya selain penggendalian hama
juga dilakukan fumigasi. Pengendalian hama dan fumigasi di PBF Tramedifa
dilakukan satu bulan dua kali. Akan tetapi, program tertulis untuk penggendalian
hama tersebut belum ada.
Penanganan pemisahan terhadap obat yang ditolak, ditarik, kembalian serta
diduga palsu selama transportasi sebagian besar sudah memenuhi CDOB, seperti
cara pemisahan obat ditolak, ditarik, kembalian selama transportasi yang
dikemaas dengan aman ditaruh di boks atau plastik yang berbeda dengan lainnya
agar tidak tercampur dengan obat yang lain, diberi label yang jelas, dan disertai
dengan dokumentasi pendukung yang sesuai. namun cara tersebut belum di buat
dalam prosedur tertulis di PBF.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


13

4.1.6 Kontrol suhu selama transportasi


Pengontrolan suhu transportasi di PBF Tramedifa untuk obat yang
suhunya lebih rendah seperti vaksin, suppositoria dan sediaan injeksi hormon
pengontrolan, suhu vaksin dapat dilakukan secara tervalidasi mulai dari kemasan
termal sampai dengan kontainer suhunya yang dikontrol yang bertujuan untuk
memastikan bahwa kondisi suhu selama transportasi harus dipertahankan selama
proses pengriman obat sampai ke pelanggan serta terdapat dokumen data kondisi
suhu yang dapat diberikan kepada pelanggan pada saat serah terima obat tersebut
di outlet.
Obat memerlukan pengontrolan suhu lebih rendah, dapat diletakkan di
dalam cold box yang terdapat didalamnya terdapat cool pack yang diletakkan
sedemikian rupa sehingga tidak bersentuhan langsung dengan obat tersebut.
Personil yang bertugas di bagian transportasi PBF Tramedifa, belum pernah
mengikuti pelatihan terkait dengan prosedur pengemasan dan penggunaan ulang
cool pack. Prosedur tertulis untuk proses pengiriman obat yang sensitif terhadap
suhu ada sedangkan prosedur tertulis untuk menyelidiki dan menangani
penyimpangan suhu belum pernah dilakukan.
Hasil keseluruhan pengamatan kesesuaian aspek transportasi dari CDOB
di PBF SamMarie Tramedifa dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Aspek Transportasi dari CDOB pada PBF Tramedifa
Aspek CDOB Hasil
Bab 7 Transportasi Pengamatan
a. Transportasi dan Produk dalam Transit
1. Obat dan/atau bahan obat dan kontainer pengiriman harus
aman untuk mencegah akses yang tidak sah. Kendaraan
dan personil yang terlibat dalam pengiriman harus
dilengkapi dengan peralatan keamanan tambahan yang 
sesuai untuk mencegah pencurian obat dan/atau bahan obat
dan penyelewengan lainnya selama transportasi.
2. Pengiriman obat dan/atau bahan obat harus aman dan
dilengkapi dengan dokumentasi yang sesuai untuk
mempermudah identifikasi dan verifikasi kepatuhan
terhadap persyaratan yang ditetapkan. Kebijakan dan 
prosedur tertulis harus dilaksanakan oleh semua personil
yang terlibat dalam transportasi.
3. Kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan untuk obat dan
atau bahan obat harus dipertahankan selama transportasi 

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


14

sesuai dengan yang ditetapkan pada informasi kemasan.


4. Jadwal pengiriman dan rencana perjalanan harus disiapkan
sesuai dengan kebutuhan dan kondisi setempat. Jadwal dan
rencana tersebut harus realistis dan sistematis serta 
mempertimbangkan risiko keamanan.
5. Jika terjadi kondisi yang tidak diharapkan selama
transportasi, harus segera dilaporkan kepada fasilitas 
distribusi dan penerima obat dan/atau bahan obat.
6. Jika penerimaan menemukan adanya kondisi yang tidak
diharapkan, maka hal tersebut harus dilaporkan ke fasilitas
distribusi. Jika perlu, fasilitas distribusi menghubungi 
industri farmasi untuk mendapatkan informasi mengenai
langkah tepat yang harus diambil.
7. Harus tersedia prosedur tertulis untuk menyelidiki dan
menangani kegagalan pemenuhan persyaratan BA
penyimpanan, misalnya penyimpangan suhu.
8. Fasilitas distribusi bertanggung jawab memastikan kendaraan
dan peralatan yang digunakan untuk mendistribusikan,
menyimpan atau menangani obat dan atau bahan obat,
digunakan dengan tepat dan dilengkapi peralatan yang 
memadai untuk mencegah paparan obat dan atau bahan
obat dari kondisi yang dapat mempengaruhi mutu dan
integritas kemasan, serta mencegah kontaminasi.
9. Obat dan/atau bahan obat harus disimpan dan diangkut
sesuai dengan prosedur, agar: 
a. Identitas obat dan/atau bahan obat tidak hilang.
b. Produk tidak mencemari dan tidak terkontaminasi oleh
produk lain. 
c. Ada tindakan pencegahan yang memadai apabila terjadi
tumpahan, penyalahgunaan, kerusakan, dan pencurian. 
d. Kondisi lingkungan yang tepat dipertahankan, misalnya
menggunakan rantai dingin (cold chain) untuk produk 
termolabil.
10. Pengemudi pengiriman (termasuk pengemudi kontrak)
harus dilatih CDOB dalam bidang yang terkait dengan BA
pengiriman
11. Prosedur tertulis harus tersedia untuk kegiatan dan
pemeliharaan semua kendaraan dan peralatan yang terlibat
dalam proses distribusi, termasuk pembersihan dan
BA
tindakan keselamatan. Harus diperhatikan bahwa bahan
pembersih yang digunakan, tidak boleh menimbulkan efek
buruk pada mutu obat dan/atau bahan obat.
12. Tumpahan harus dibersihkan sesegera mungkin untuk
mencegah kemungkinan kontaminasi, kontaminasi silang
BA
dan bahaya yang ditimbulkan. Prosedur tertulis harus
tersedia untuk menangani kejadian tersebut.
13. Peralatan yang digunakan untuk pemantauan suhu selama
BS
transportasi dalam kendaraan dan/atau kontainer, harus

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


15

dirawat dan dikalibrasi secara berkala minimal setahun


sekali.
14. Jika memungkinkan, digunakan kendaraan dan peralatan
tersendiri saat pengiriman obat dan atau bahan obat. 
15. Jika tidak digunakan kendaraan dan peralatan tersendiri,
harus tersedia prosedur yang digunakan untuk menjamin
TA
mutu obat dan/atau bahan obat tidak mengalami
perubahan.
16. Pengiriman harus dilakukan langsung ke alamat yang tertera
pada dokumen pengiriman dan harus diserahkan langsung
kepada penerima yang berwenang. Obat dan atau bahan 
obat tidak boleh ditinggalkan ditempat penyimpanan
sementara yang tidak mempunyai izin PBF.
17. Dalam hal pengiriman darurat di luar jam kerja, harus
ditunjuk personil tertentu dan prosedur tertulis harus 
tersedia.
18. Jika transportasi disub-kontrakkan kepada pihak ketiga maka
kontrak harus mencakup persyaratan yang tercantum dalam
Bab 8. Di samping itu, penerima kontrak harus sepenuhnya TA
memahami semua kondisi yang relevan berlaku untuk
penyimpanan dan transportasi obat dan/atau bahan obat.
19. Tempat yang digunakan sebagai hub transportasi dalam
rantai pasokan sebagai sarana penyimpanan obat dan/atau
bahan obat harus mendapat persetujuan dari Badan POM.
TA
Untuk mempertahankan mutu obat dan/atau bahan obat
perlu ditetapkan batas waktu maksimum penyimpanan di
hub transportasi ke tahap transportasi berikutnya.
20. Untuk obat dan/atau bahan obat yang harus disimpan pada
suhu dingin, setiap penyimpanan pada hub transportasi
untuk periode tertentu harus mempertimbangkan TA
ketahanan kondisi kontainer pengiriman guna menjamin
kondisi suhu penyimpanannya.
21. Dalam hal pengangkutan obat dan/atau bahan obat
memerlukan pembongkaran dan pemuatan ulang misalnya
di terminal dan hub, tempat tersebut harus diaudit dan
disetujui sebelum digunakan. Bila terjadi perubahan pada
tempat atau fungsi yang disetujui, harus diperhatikan TA
kesesuaian penggunaan dari perubahan tempat atau fungsi
tersebut. Perhatian khusus harus diberikan untuk
pemantauan suhu, kebersihan dan keamanan fasilitas
penyimpanan sementara.
22. Harus tersedia prosedur yang dapat menjamin integritas obat
dan/atau bahan obat di tempat transit. Sebagai contoh, jika
digunakan program pengendalian segel untuk pengiriman
transit, penomoran harus dibuat secara berurutan dan mudah TA
tertelusur. Selama transit dan pada saat penerimaan,
integritas segel harus dimonitor dan penomoran harus
diverifikasi. Harus tersedia prosedur tertulis yang dapat

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


16

digunakan apabila ditemukan obat dan/atau bahan obat


palsu atau diduga palsu.
23. Selama transportasi/transit untuk obat dan/atau bahan obat
yang ditolak, kedaluwarsa, obat dan/atau bahan obat
kembalian, diduga palsu, harus disimpan terpisah, dikemas
TA
dengan aman dan diberi label yang jelas, serta dilengkapi
dokumen atau dilakukan pemisahan secara sistem (blokir
secara sistem).
24. Obat dan/atau bahan obat dalam transit harus disertai
TA
dengan dokumentasi yang sesuai.
b. OBAT DAN/ATAU BAHAN OBAT DALAM PENGIRIMAN
25. Obat dan/atau bahan obat dalam pengiriman harus ditangani
sedemikian rupa sehingga identitas obat dan atau bahan obat 
tidak hilang.
26. Obat dan atau bahan obat tidak mencemari dan tidak
tercemar oleh produk lain. 
27. Harus dilakukan tindakan pencegahan yang memadai
terhadap pencurian, tumpahan atau kerusakan. 
28. Obat dan/atau bahan obat harus aman dan tidak terpengaruh
oleh cahaya, suhu, kelembaban, dan kondisi buruk lain yang 
tidak sesuai.
29. Transportasi obat dan/atau bahan obat yang sensitif terhadap
suhu harus sedemikian rupa, sehingga rantai dingin tetap 
terjaga.
30. Kondisi penyimpanan harus dijaga sebaik mungkin selama
proses pengiriman sampai dengan tempat tujuan. 
31. Jika dipersyaratkan ketentuan penyimpanan khusus
(misalnya suhu, kelembaban), ketentuan tersebut harus
dipenuhi, dimonitor dan dicatat pada saat keberangkatan, 
dalam perjalanan, dan saat diterima.
32. Harus tersedia prosedur tertulis untuk menangani
penyimpangan atas ketentuan penyimpanan yang spesifik, BA
misalnya penyimpangan suhu penyimpanan.
33. Obat dan/atau bahan obat yang mengandung narkotika dan
zat yang dapat menyebabkan ketergantungan harus TA
diangkut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
34. Pemisahan fisik di kendaraan harus dilakukan ketika
mengangkut obat dan/atau bahan obat yang ditolak,
kedaluwarsa, ditarik atau dikembalikan. Produk tersebut 
harus diberi label yang jelas.
35. Harus tersedia prosedur tertulis untuk transportasi yang tepat
dan aman bagi obat dan/atau bahan obat yang dikembalikan BA
sesuai dengan ketentuan penyimpanan.
36. Kendaraan dan kontainer harus dijaga agar bersih dan kering
pada saat mengangkut obat dan/atau bahan obat 
37. Kemasan untuk pengangkutan dan kontainer harus dalam
kondisi baik untuk mencegah kerusakan obat dan/atau 
bahan obat selama transportasi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


17

38. Harus tersedia prosedur tertulis terkait keamanan untuk


mencegah pencurian obat dan/atau bahan obat dan akses
BA
orang yang tidak berkepentingan terhadap obat dan/atau
bahan obat selama transportasi.
39. Harus ada sistem penomoran yang spesifik, yang mampu
tertelusur dalam proses pengiriman (misalnya nomor 
kendaraan).
c. KONTAINER, PENGEMASAN DAN PELABELAN
40. Obat dan/atau bahan obat harus disimpan dan diangkut
dalam kontainer pengiriman yang tidak mempengaruhi
mutu, dapat memberi perlindungan memadai terhadap 
pengaruh eksternal, termasuk kontaminasi.
41. Bahan pengemas dan kontainer pengiriman harus didesain
sedemikian rupa untuk mencegah kerusakan obat dan/atau 
bahan obat selama transportasi.
42. Pemilihan kontainer dan kemasan harus didasarkan pada
persyaratan penyimpanan dan transportasi dari obat
dan/atau bahan obat; kapasitas ruang yang dibutuhkan
untuk jumlah obat dan/atau bahan obat; Antisipasi BA
terhadap suhu eksternal; perkiraan waktu yang dibutuhkan
untuk transportasi termasuk penyimpanan transit di
pabean; status validasi kemasan dan kontainer pengiriman.
43. Kontainer harus mempunyai label yang memberi informasi
yang cukup tentang penanganan, persyaratan penyimpanan
BA
dan tindakan pencegahan untuk memastikan bahwa obat
dan/atau bahan obat ditangani dengan benar dan aman.
44. Kerusakan kontainer dan masalah lain yang terjadi selama
transportasi harus didokumentasikan dan dilaporkan ke
fasilitas distribusi dan instansi terkait serta dilakukan 
penyelidikan.
45. Persyaratan khusus untuk kondisi penyimpanan dan
transportasi harus tercantum pada label kontainer 
pengiriman.
46. Pada pelabelan kontainer pengiriman, harus digunakan
BA
nama, singkatan atau kode internasional dan/atau nasional.
47. Perhatian khusus harus diberikan pada saat menggunakan
es kering (dry ice) dalam kontainer pengiriman agar dapat
dipastikan tidak terjadi kontak antara obat dan/atau bahan 
obat dengan es kering, karena dapat mempengaruhi mutu
obat dan/atau bahan obat.
48. Prosedur tertulis harus tersedia untuk penanganan kontainer
pengiriman yang rusak. Perhatian khusus harus diberikan
BA
pada kontainer yang berisi obat dan/atau bahan obat
berpotensi beracun dan berbahaya.
d. TRANSPORTASI OBAT DAN/ATAU BAHAN OBAT YANG
MEMERLUKAN KONDISI KHUSUS
49. Untuk obat dan/atau bahan obat yang memerlukan kondisi
khusus selama transportasi (misalnya suhu dan 

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


18

kelembaban), industri farmasi harus mencantumkan


kondisi khusus tersebut pada penandaan dan dimonitor
serta dicatat
50. Transportasi dan penyimpanan obat dan/atau bahan obat
yang mengandung zat berbahaya misalnya beracun, bahan
radioaktif, dan bahan berbahaya lainnya yang dapat
menimbulkan risiko khusus dalam hal penyalahgunaan,
kebakaran atau ledakan (misalnya cairan mudah terbakar /
menyala, padatan dan gas bertekanan) harus disimpan TA
dalam area terpisah dan aman, dan diangkut dalam
kontainer dan kendaraan yang aman, dengan desain yang
sesuai. Di samping itu, harus memenuhi persyaratan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan di tingkat nasional
dan kesepakatan internasional.
e. KENDARAAN DAN PERALATAN
51. Kendaraan dan peralatan yang digunakan untuk
mengirimkan, menyimpan dan menangani obat dan/atau
bahan obat harus sesuai persyaratan dan lengkap untuk
mencegah terjadinya paparan obat dan/atau bahan obat 
pada kondisi yang dapat mempengaruhi stabilitas dan
integritas kemasan, serta untuk mencegah kontaminasi.
52. Desain dan penggunaan kendaraan dan peralatan harus
bertujuan untuk meminimalkan risiko kesalahan, harus
memungkinkan untuk dilakukan pembersihan yang efektif
dan/atau pemeliharaan untuk menghindari kontaminasi, 
penumpukan debu atau kotoran dan/atau efek yang dapat
mempengaruhi mutu obat dan/atau bahan obat.
53. Jika memungkinkan, gunakan kendaraan dan peralatan
tersendiri saat menangani obat dan/atau bahan obat. 
54. Jika tidak digunakan kendaraan dan peralatan tersendiri,
harus tersedia prosedur tertulis untuk menjamin mutu obat
BA
dan/atau bahan obat. Pembersihan yang sesuai harus
dilakukan, diperiksa dan dicatat.
55. Harus tersedia prosedur tertulis untuk menjamin integritas
BA
dari obat dan/atau bahan obat selama transportasi.
56. Jika menggunakan pihak ketiga, fasilitas distribusi harus
menyiapkan kontrak tertulis dengan pihak ketiga untuk
menjamin tindakan yang tepat untuk melindungi obat
TA
dan/atau bahan obat, termasuk menjaga catatan dan
dokumentasi yang sesuai. Kontrak tersebut harus sejalan
dengan peraturan perundang-undangan.
57. Kendaraan dan peralatan yang rusak tidak boleh digunakan
TA
dan harus diberi label yang jelas.
58. Harus ada prosedur tertulis untuk penggunaan dan
pemeliharaan termasuk tindakan pembersihan dan
BA
keselamatan kendaraan dan peralatan yang digunakan
dalam proses distribusi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


19

59. Kendaraan, kontainer dan peralatan harus tetap bersih, kering


dan bebas dari sampah. Personil yang bertanggung jawab
untuk distribusi harus memastikan bahwa kendaraan yang 
digunakan dibersihkan secara teratur
60. Kendaraan, kontainer dan peralatan harus dijaga bebas dari
tikus, kutu, burung dan hama lainnya. Harus ada program
tertulis dan dokumentasi untuk pengendalian hama BS
tersebut. Bahan pembersihan dan fumigasi yang digunakan
tidak boleh mempengaruhi mutu obat dan/atau bahan obat.
61. Peralatan yang dipilih dan digunakan untuk membersihkan
kendaraan tidak boleh menjadi sumber kontaminasi. 
62. Perhatian khusus diberikan terhadap desain, penggunaan,
pembersihan dan pemeliharaan semua peralatan yang
digunakan untuk penanganan obat dan/atau bahan obat 
yang tidak disimpan dalam karton atau wadah pengiriman.
63. Jika kondisi penyimpanan khusus (misalnya suhu dan/atau
kelembaban) berbeda dari kondisi lingkungan yang
diharapkan, maka dipersyaratkan selama transportasi harus
dimonitor, dicatat dan didokumentasikan serta
diinformasikan ke industri farmasi pemegang izin edar
atau pemasok. Semua dokumentasi monitoring harus 
disimpan untuk minimal selama masa hidup produk yang
didistribusikan ditambah 1 (satu) tahun. Dokumentasi
tersebut harus tersedia untuk diperiksa oleh instansi
pemerintah yang berwenang.
64. Peralatan yang digunakan untuk pemantauan kondisi
(misalnya suhu dan kelembaban) dalam kendaraan dan BA
kontainer harus dikalibrasi secara berkala.
65. Kapasitas kendaraan dan kontainer harus cukup untuk
memungkinkan penyimpanan secara tertib berbagai kategori 
obat dan/atau bahan obat selama transportasi.
66. Harus tersedia prosedur tertulis yang mengatur pemisahan
selama transportasi untuk obat dan/atau bahan obat yang
ditolak, ditarik, dikembalikan serta diduga palsu. Obat
BA
dan/atau bahan obat tersebut harus dikemas dengan aman,
diberi label yang jelas, dan disertai dengan dokumentasi
pendukung yang sesuai.
67. Harus tersedia tindakan untuk mencegah orang yang tidak
berkepentingan memasuki, merusak kendaraan dan/atau
peralatan, serta mencegah pencurian atau penyalahgunaan 
obat dan/atau bahan obat.
f. KONTROL SUHU SELAMA TRANSPORTASI
68. Harus tersedia sistem kontrol suhu yang tervalidasi
(misalnya kemasan termal, kontainer yang suhunya
dikontrol, dan kendaraan berpendingin) untuk memastikan
kondisi transportasi yang benar dipertahankan antara 
fasilitas distribusi dan pelanggan. Pelanggan harus
mendapatkan data suhu pada saat serah terima obat

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


20

dan/atau bahan obat. Jika diperlukan, pelanggan dapat


memperoleh dokumen data suhu untuk menunjukkan
bahwa obat dan/atau bahan obat tetap dalam kondisi suhu
penyimpanan yang dipersyaratkan selama transportasi.
69. Jika menggunakan kendaraan berpendingin, alat pemantau
suhu selama transportasi harus dipelihara dan dikalibrasi
secara berkala atau minimal sekali setahun. Persyaratan ini
meliputi pemetaan suhu pada kondisi yang representatif
dan harus mempertimbangkan variasi musim. Jika BS
diperlukan, pelanggan dapat memperoleh dokumen data
suhu untuk menunjukkan bahwa obat dan/atau bahan obat
tetap dalam kondisi suhu penyimpanan yang
dipersyaratkan selama transportasi.
70. Jika menggunakan cool-pack dalam kotak terlindung
(insulated boxes), cool-pack harus diletakkan sedemikian
rupa sehingga tidak bersentuhan langsung dengan obat 
dan/atau bahan obat. Personil harus dilatih tentang prosedur
pengemasan dan penggunaan ulang cool-pack.
71. Harus tersedia sistem untuk mengontrol penggunaan ulang
cool-pack untuk memastikan tidak terjadi kesalahan dalam
penggunaan paket cool-pack. Harus ada pembeda secara BS
fisik yang memadai antara beku (frozen) dan ”chilled ice
pack“.
72. Harus tersedia prosedur tertulis yang menjelaskan proses
pengiriman obat dan/atau bahan obat yang sensitif
terhadap suhu. Prosedur ini juga harus mencakup kejadian
yang tidak diharapkan seperti kerusakan kendaraan atau BS
tidak terkirim. Di samping itu, harus tersedia prosedur
tertulis untuk menyelidiki dan menangani penyimpangan
suhu.
Keterangan: √=sudah ada dan sudah sesuai; BA=Belum Ada; BS=Belum Sesuai; TA=Tidak Ada

4.2 Fasilitas distribusi berdasar kontrak


Pada fasilitas distibusi berdasarkan kontrak bisa dilakukan kontrak dari
pihak PBF Tramedifa ke perusahaan farmasi atau sebaliknya, misalnya PBF
Tramedifa melakukan kontrak dengan perusahaan farmasi untuk pembelian
vitamin dalam waktu enam bulan. Kemudian yang bertanggung jawab untuk
pemberian kontrak di PBF Tramedifa adalah pihak pimpinan PBF yang
melakukan persetujuan kontrak dengan perusahaan farmasi dalam hal ini selaku
penerima kontrak. PBF Tramedifa telah melakukan kerja sama dengan 20
perusahaan farmasi untuk keperluan pengadaan obat di PBF. Pemilihan
perusahaan farmasi tersebut disesuaikan dengan rencana kebutuhan pengadaan
obat di PBF. Sebelum melakukan kerja sama, kedua belah pihak akan terlebih

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


21

dahulu menandatangani perjanjian kontrak, yang berisi kesepakatan serta


peraturan yang harus ditaati kedua belah pihak selama kontrak berlangsung.
Kinerja dan kompetensi dari tiap-tiap perusahaan farmasi selaku penerima
kontrak dari PBF Tramedifa akan dievaluasi setiap enam bulan sekali oleh pihak
PBF. Evaluasi ini bertujuan memastikan bahwa PBF bekerja sama dengan pihak
perusahaan farmasi yang kompeten dapat mampu memenuhi kebutuhan
pengadaan obat dari PBF serta pihak PBF juga akan mengevaluasi kinerja
perusahaan farmasi terhadap perjanjian kontrak yang telah disepakati bersama
sebelumnya. Penilaian hasil evaluasi tersebut akan menjadi dasar bagi pihak
pimpinan PBF untuk memutuskan kelanjutan kerja sama PBF dengan perusahaan
farmasi tersebut. Tahapan pelaksanaan evaluasi perusahaan farmasi oleh pihak
PBF telah diatur di dalam suatu prosedur tertulis. Fasilitas distribusi yang
diberikan oleh penerima kontrak ke PBF dalam melaksanakan kegiatan distribusi
belum memenuhi persyaratan CDOB dikarenakan masih ada perusahaan farmasi
lain yang belum memenuhi persyaratan CDOB.
Hasil keseluruhan pengamatan kesesuaian aspek fasilitas distribusi
berdasar kontrak dari CDOB di PBF Tramedifa dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Aspek Fasilitas Distribusi Berdasar Kontrak dari
CDOB pada PBF Tramedifa
Hasil
Aspek CDOB
Pengamatan
Bab 8 FASILITAS DISTRIBUSI BERDASAR KONTRAK
a. PEMBERI KONTRAK
1. Pemberi kontrak bertanggung jawab untuk kegiatan yang
dikontrakkan. 
2. Pemberi kontrak bertanggung jawab untuk menilai
kompetensi yang diperlukan oleh penerima kontrak. Pemberi
kontrak harus melakukan pengawasan terhadap penerima 
kontrak dalam melaksanakan tugas yang dikontrakkan sesuai
dengan prinsip dan pedoman CDOB.
3. Pemberi kontrak harus memberikan informasi tertulis yang
harus dilaksanakan oleh penerima kontrak. 
b. PENERIMA KONTRAK
4. Penerima kontrak harus memiliki tempat, personil yang
kompeten, peralatan, pengetahuan dan pengalaman dalam 
melaksanakan tugas yang dikontrakkan oleh pemberi kontrak.
5. Fasilitas distribusi yang ditunjuk oleh fasilitas distribusi lain BS

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


22

untuk melaksanakan kegiatan distribusi, harus memenuhi


persyaratan CDOB.
6. Penerima kontrak tidak diperbolehkan untuk mengalihkan
pekerjaan yang dipercayakan oleh pemberi kontrak kepada
pihak ketiga sebelum dilakukannya evaluasi, dan 
mendapatkan persetujuan dari pemberi kontrak serta
dilakukannya audit ke pihak ketiga tersebut.
7. Penerima kontrak harus menghindari aktivitas lain yang dapat
mempengaruhi mutu obat dan/atau bahan obat. 
8. Penerima kontrak harus melaporkan kejadian apapun yang
dapat mempengaruhi mutu obat dan/atau bahan obat kepada 
pemberi kontrak sesuai dengan persyaratan kontrak.
c. KONTRAK
9. Didalam persyaratan kontrak harus mencakup, antara lain:
a) Penanganan kehilangan atau kerusakan produk obat selama 
pengiriman dan dalam kondisi tidak terduga (force major)
b) Kewajiban penerima kontrak untuk mengembalikan obat
dan/atau bahan obat kepada pemberi kontrak jika terjadi
kerusakan selama pengiriman dengan menyertakan berita 
acara kerusakan.
c) Kehilangan selama pengiriman oleh penerima kontrak,
penerima kontrak wajib melaporkan kepada pihak BA
kepolisian dan pemberi kontrak.
d) Pemberi kontrak berhak melakukan audit terhadap penerima
kontrak setiap saat. 
10. Dokumen kontrak harus dapat ditunjukkan kepada petugas
yang berwenang pada saat pemeriksaan. 
Keterangan: √=sudah ada dan sudah sesuai; BA=Belum Ada; BS=Belum Sesuai; TA=Tidak Ada

4.3 Dokumentasi
Diperlukan peraturan tertulis dan catatan untuk mendokumentasikan
semua kegiatan yang berkaitan dengan distribusi produk farmasi, termasuk semua
penerimaan yang berlaku dan masalahnya. Catatan harus disimpan oleh distributor
dari semua produk farmasi, sedikitnya memuat informasi tanggal, nama produk
farmasi, jumlah barang yang diterima, atau dipasok, nama dan alamat pemasok.
Semua dokumen di PBF Tramedifa baik tertulis maupun elektronik untuk setiap
obat dan/ atau bahan obat telah disimpan rapi, ditata secara teratur dan diberi label
penanda untuk memudahkan penelusuran dokumen. PBF Tramedifa mempunyai
dua bentuk dokumentasi yaitu dokumentasi aktif dan pasif.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


23

a. Dokumentasi aktif
Dokumentasi aktif adalah meliputi dokumentasi untuk data, dokumen, atau
laporan yang dibuat atau diterima di PBF terkait pelaksanaan kegiatan
operasional. Seluruh proses operasional dari pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran memiliki laporan yang terdokumentasi melalui dua cara, yaitu secara
komputerisasi di dalam software “Tramedifa System” dan secara manual. Laporan
yang terekam di dalam sistem komputer di PBF, antara lain adalah Laporan
Penerimaan Barang dan Laporan Penjualan Barang.
Laporan Penerimaan Barang diperbarui oleh staf di bagian gudang setiap 2
hari sekali. Laporan tersebut kemudian di-print dan dibundel di dalam suatu map
besar secara berurutan dari tanggal penerimaan terdahulu hingga tanggal
penerimaan terbaru. Laporan Penjualan Barang diperbarui setiap hari di akhir jam
kegiatan operasional berakhir, seperti pengarsipan untuk Laporan Penerimaan
Barang, Laporan Penjualan Barang juga akan di-print dan dibundel di dalam map
besar dengan tanggal penjualan yang berurutan. Map berisi arsip kedua laporan ini
tersimpan di dalam ruang kerja staf bagian gudang.
Dokumen-dokumen yang diperoleh PBF dari kegiatan pengadaan dan
penyaluran yang dilakukan juga diarsip menggunakan map besar. Dokumen-
dokumen dari setiap transaksi pembelian dan penjualan barang yang terjadi
dibundel, kemudian akan disimpan di dalam map yang dibeda-bedakan per nama
supplier atau instansi pelanggan. Satu bundel dokumen yang disimpan dari setiap
transaksi setelah kegiatan pembelian, terdiri atas :
1. Satu lembar copy bukti pembayaran dari PBF kepada supplier (atau bonggol
giro jika pembayaran dilakukan melalui giro),
2. Satu lembar Bukti Pengeluaran,
3. Satu lembar asli dan satu lembar copy Faktur Penjualan dari supplier,
4. Satu lembar asli dan satu lembar copy Tanda Terima Faktur,
5. Satu lembar asli dan satu lembar copy Surat Jalan dari supplier (optional),
6. Satu lembar asli tanda terima faktur dari supplier (jika ada),
7. Satu lembar asli Faktur Pajak, dan
8. Satu lembar asli SP.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


24

Sementara itu, satu bundel dokumen yang disimpan dari setiap transaksi setelah
kegiatan penjualan, terdiri atas:
1. Satu lembar copy bukti pembayaran dari pelanggan kepada PBF,
2. Satu lembar copy Faktur Penjualan yang dikeluarkan PBF,
3. Satu lembar asli dan satu lembar copy Tanda Terima Faktur Penjualan,
4. Satu lembar copy Faktur Pajak, dan
5. Satu lembar asli SP dari pelanggan.
Susunan tiap bundel dokumen-dokumen tersebut di dalam map diurutkan
sesuai tanggal transaksi, dari tanggal transaksi terdahulu di posisi bawah hingga
tanggal transaksi terbaru di posisi atas. Dengan penyusunan seperti ini, akan
mempermudah pihak PBF dalam melakukan pencarian dan pengecekan terhadap
dokumen-dokumen tersebut ketika diperlukan.
Seluruh dokumen dari kegiatan pengadaan dan penerimaan termasuk
dokumen yang terkait dengan keuangan di PBF ini disimpan hingga selama 10
tahun. Penyimpanan selama waktu tersebut diperlukan untuk mengantisipasi
kemungkinan terjadinya komplain di kemudian hari atau keperluan
pertanggungjawaban kegiatan-kegiatan operasional yang pernah dilakukan di PBF
ini. Setelah lebih dari 10 tahun, maka dokumen-dokumen tersebut dapat
dimusnahkan.
b. Dokumentasi pasif
Dokumentasi pasif yang dilakukan di PBF ini, antara lain meliputi
dokumentasi SOP dan data spesifikasi produk. Data spesifikasi produk terdapat
dalam bentuk Laporan Stok Barang yang dapat ditelusuri menggunakan daftar
kode obat atau kode alat kesehatan yang dibuat oleh pihak PBF melalui software
“Tramedifa System”. Kode barang tersebut dibuat berdasarkan nama produk dan
nomor registrasi atau barcode yang terdapat pada kemasan produk.
Hasil keseluruhan pengamatan kesesuaian aspek dokumentasi dari CDOB
di PBF Tramedifa dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


25

Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Aspek Dokumentasi dari CDOB pada PBF
Tramedifa
Hasil
Aspek CDOB
Pengamatan
Bab 9 Dokumentasi
1. Dokumentasi terdiri dari semua prosedur tertulis, petunjuk,
kontrak, catatan dan data, dalam bentuk kertas maupun BS
elektronik.
2. Dokumentasi yang jelas dan rinci merupakan dasar untuk
memastikan bahwa setiap personil melaksanakan kegiatan, 
sesuai uraian tugas sehingga memperkecil risiko kesalahan.
3. Dokumentasi harus komprehensif mencakup ruang lingkup
kegiatan fasilitas distribusi dan ditulis dalam bahasa yang jelas, 
dimengerti oleh personil dan tidak berarti ganda.
4. Prosedur tertulis harus disetujui, ditandatangani dan diberi
tanggal oleh personil yang berwenang. Prosedur tertulis tidak 
ditulis tangan dan harus tercetak.
5. Setiap perubahan yang dibuat dalam dokumentasi harus
ditandatangani, diberi tanggal dan memungkinkan pembacaan
informasi yang asli. Jika diperlukan, alasan perubahan harus 
dicatat.
6. Dokumen harus disimpan selama minimal 3 tahun. 
7. Seluruh dokumentasi harus tersedia sebagaimana mestinya. 
8. Semua dokumentasi harus mudah didapat kembali, disimpan dan
dipelihara pada tempat yang aman untuk mencegah dari
perubahan yang tidak sah, kerusakan dan/atau kehilangan 
dokumen.
9. Dokumen harus dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar
selalu up to date. Jika suatu dokumen direvisi, harus dijalankan
suatu sistem untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang 
sudah tidak berlaku.
10. Dokumentasi permanen, tertulis atau elektronik, untuk setiap
obat dan/atau bahan obat yang disimpan harus menunjukkan
kondisi penyimpanan yang direkomendasikan, tindakan
pencegahan dan tanggal uji ulang khusus untuk bahan obat (jika 
ada) harus diperhatikan. Persyaratan farmakope dan peraturan
nasional terkini tentang label dan wadah harus dipatuhi.
11. Dokumentasi distribusi harus mencakup informasi berikut:
tanggal, nama obat dan/atau bahan obat; nomor bets; tanggal
kedaluwarsa; jumlah yang diterima atau disalurkan; nama dan 
alamat pemasok atau pelanggan.
12. Dokumentasi harus dibuat pada saat kegiatan berlangsung,
sehingga mudah untuk ditelusuri. 
Keterangan: √=sudah ada dan sudah sesuai; BA=Belum Ada; BS=Belum Sesuai; TA=Tidak Ada

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap aspek transportasi, fasilitas berdasar
kontrak, dan dokumentasi yang telah dilaksanakan dalam rangka mengkaji
kesesuaian antara aspek yang terdapat pada Pedoman Teknis CDOB dengan PBF
Tramedifa maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Secara umum, aspek-aspek yang terdapat pada bab transportasi sebagian besar
telah dilaksanakan oleh PBF Tramedifa. Hanya saja masih terdapat beberapa
kriteria belum memenuhi pedoman teknis CDOB seperti belum ada prosedur
tertulis untuk setiap kegiatan di PBF Tramedifa misalnya prosedur tertulis
untuk menangani penyimpangan suhu; prosedur tertulis untuk kegiatan
pemelihara semua kendaraan dan peralatan termasuk pembersihan dan tindakan
keselamatan dalam berkendara; prosedur tertulis untuk transportasi yang tepat
dan aman bagi obat kembalian; prosedur tertulis yang mengatur pemisahan
selama transportasi untuk obat dan atau bahan obat yang ditolak, ditarik dan
dikembalikan; prosedur tertulis dan dokumentasi untuk pengendalian hama dari
tikus, kutu, burung dan hama lainnya; serta masih belum adanya pelatihan
CDOB bagi personil pelaksana kegiatan distribusi di PBF ini.
b. Aspek fasilitas berdasar kontrak dilakukan antara pihak PBF dengan
perusahaan farmasi lain harus dapat meningkatkan dan menjalin kerjasama
antara kedua belah pihak dalam melakukan penggadaan dan distribusi obat
baik dari pihak distributor ke PBF atau bisa juga dari pihak PBF ke pelanggan
serta semua kegiatan kontrak harus terdokumentasi dan tertulis sesuai dengan
persyaratan CDOB.
c. Semua aspek dokumentasi dari setiap aspek CDOB baik tertulis atau elektronik
harus ada untuk mencegah terjadinya kesalahan komunikasi lisan dan untuk
memudahkan penelusuran dari instruksi dan prosedur. PBF Tramedifa masih
belum semua prosedur dilakukan secara tertulis sehingga diharapkan untuk
kedepan dibuatkan prosedur tetulis untuk memperkecil kesalahan.

26 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


27

5.2 Saran
Beberapa saran yang dapat diberikan bagi pihak PBF Tramedifa terkait
dengan tiga aspek CDOB yang telah dibahas adalah sebagai berikut :
a. Menyediakan prosedur tertulis untuk segala kegiatan yang terkait dengan prosedur
tertulis untuk menangani penyimpangan suhu; prosedur tertulis untuk kegiatan
pemeliharan semua kendaraan dan peralatan termasuk pembersihan dan tindakan
keselamatan dalam berkendara; prosedur tertulis untuk transportasi yang tepat dan
aman bagi obat kembalian; prosedur tertulis yang mengatur pemisahan selama
transportasi untuk obat dan/ atau bahan obat yang ditolak, ditarik dan dikembalikan;
prosedur tertulis untuk pengendalian hama dari tikus, kutu, burung dan hama
lainnya
b. Mengadakan pelatihan CDOB bagi personil yang terkait dengan pengiriman
obat dan/ atau bahan obat ke pelanggan dan menjadikannya sebagai program
rutin, sehingga kompetensi personil dalam mengelola rantai distribusi obat
dapat selalu meningkat dan ter-update.
c. Mengadakan pelatihan tentang penanganan obat-obat yang memerlukan
penanganan khusus, seperti produk rantai dingin, dan penanganan reagen
secara aman bagi personil yang terkait.
d. Menyediakan dokumentasi dari setiap aspek CDOB baik tertulis atau
elektronik harus ada untuk mencegah terjadinya kesalahan komunikasi lisan
dan untuk memudahkan penelusuran dari instruksi dan prosedur.
e. Sangat disarankan untuk melaksanakan hal-hal yang terdapat di CDOB yang
belum ada di PBF Tramedifa. Hal ini bertujuan agar dapat diperolehnya
sertifikat CDOB sebagai pembuktian terhadap kualitas dari PBF Tramedifa.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013


Daftar Acuan

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2007). Pedoman


Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan kesehatan di Daerah
Kepulauan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Peraturan Menteri


Kesehatan RI No. 374/MENKES/SK/V/2009 tentang Sistem Kesehatan
Nasional. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri


Kesehatan RI No. 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar
Farmasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. (2012). Pedoman Teknis Cara
Distribusi Obat yang Baik. Jakarta: BPOM.

Presiden Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009


tentang Kesehatan. Jakarta.

28 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Melisa, FF, 2013

Anda mungkin juga menyukai