PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyakit yang
timbul akibat dari adanya respon inflamasi kronis yang tinggi pada saluran
nafas dan paru yang biasanya bersifat progresif dan persisten. Penyakit ini
memiliki ciri berupa terbatasnya aliran udara yang masuk dan umumnya
dapat di cegah dan di rawat (GOLD, 2015).
Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyakit sistemik yang
mempunyai hubungan antara keterlibatan metabolik, otot rangka dan
molekuler genetik. Keterbatasan aktivitas merupa-kan keluhan utama
penderita PPOK yang sangat mempengaruhi kualitas hidup. Disfungsi otot
rangka merupakan hal utama yang berperan dalam keterbatasan aktivitas
penderita PPOK. Inflamasi sistemik, penurunan berat badan, peningkatan
risiko penyakit kardiovaskuler, osteoporosis, dan depresi merupakan
manifestasi sistemik PPOK (Oemawati, 2013).
World Health Organization (WHO) pada tahun 2015, menyatakan
bahwa PPOK merupakan penyebab utama ke- empat morbiditas kronis dan
kematian di Amerika Serikat, dan diproyeksikan akan menjadi peringkat ke-
lima pada tahun 2020 sebagai beban penyakit di seluruh dunia. Pada Tahun
2020, diperkirakan 65 juta penduduk dunia menderita PPOK sedang sampai
berat, dimana lebih dari 3 juta orang meninggal karena PPOK, dan
menyumbang 6% dari seluruh penyebab kematian (Dipiro, et al, 2015).
Indonesia dalam Riskesdas Tahun 2013, menyebutkan bahwa prevalensi
PPOK sebesar 3,7 persen per mil, dengan prevalensi lebih tinggi pada laki-
laki yaitu sebesar 4,2% (Kemenkes RI, 2013).
Pada tahun 2020 diperkirakan PPOK akan menjadi penyakit 3 besar
penyebab kematian tertinggi (GOLD, 2017). Di Indonesia angka kejadian
dari beberapa sampel cukup tinggi yaitu di daerah DKI Jakarta 2,7%, Jawa
Barat 4,0%, Jawa Tengah 3,4%, DI Yogyakarta 3,1%, Jawa Timur 3,6%
dan Bali 3,6% (Kemenkes, 2013). Angka dari penderita PPOK ini
1
diperkirakan akan terus bertambah dikarenakan semakin tingginya perokok
di Indonesia dan udara yang tidak bersih akibat dari penggunaan kendaraan
bermotor serta asap yang ditimbulkan industri.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis ingin menganalisis tentang
“Asuhan Keperawatan Pada Tn. Am Dengan Gangguan Sistem Pernafasn:
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)”.
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum pada penulisan makalah ini adalah untuuk dapat
menganalisis tindakan asuhan keperawatan pada PPOK.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui konsep dasar PPOK.
2. Mengetahui pengkajian fokus pada PPOK
3. Mengetahui dan melaksanakan intervensi asuhan keperawatan pada
kasus PPOK.
4. Mengetahui evaluasi akhir yang diperoleh setelah dilakukannya asuhan
keperawatan pada pasien dengan PPOK.
2
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1.2. Klasifikasi
1. Bronkitis kronis
Bronkitis akut adalah radang mendadak pada bronkus yang
biasanya mengenai trakea dan laring, sehingga sering disebut juga
dengan laringotrakeobronkitis. Radang ini dapat timbul sebagai
kelainan jalan napas tersendiri atau sebagai bagian dari penyakit
3
sistemik, misalnya morbili, pertusis, difteri, dan tipus abdominalis.
Istilah bronkitis kronis menunjukan kelainan pada bronkus yang
sifatnya menahun(berlangsung lama) dan disebabkan berabagai faktor,
baik yang berasal dari luar bronkus maupun dari bronkus itu sendiri.
Bronkitis kronis merupakan keadaan yang berkaitan dengan produksi
mukus trakeobronkial yang berlebihan, sehingga cukup untuk
menimbulkan batuk dan ekspektorasi sedikitnya 3 bulan dalam setahun
dan paling sedikit 2 tahun secara berturut-turut (Bruner & Suddarth,
2013).
2. Emfisema Paru
Menurut WHO, emfisema merupakan gangguan pengembangan
paru yang ditandai dengan pelebaran ruang di dalam paru-paru disertai
destruktif jaringan. Sesuai dengan definisi tersebut, jika ditemukan
kelainan berupa pelebaran ruang udara(alveolus) tanpa disertai adanya
destruktif jaringan maka keadaan ini sebenarnya tidak termasuk
emfisema, melainkan hanya sebagai overinflation. Sebagai salah satu
bentuk penyakit paru obstruktif menahun, emfisema merupakan
pelebaran asinus yang abnormal, permanen, dan disertai destruktif
dinding alveoli paru. Obstruktif pada emfisema lebih disebabkan oleh
perubahan jaringan daripada produksi mukus, seperti yang terjadi pada
asma bronkitis kronis (Bruner & Suddarth, 2013).
3. Asma bronkial
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang
mempunyai ciri bronkospasme periodik(kontraksi spasme pasa saluran
napas) terutama pada percabangan trakeonronkial yang dapat
diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti oleh faktor biokemial,
endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi. Asma didefinisakn sebagai
suatu penyakit inflamasi kronis di saluran pernapasan, dimana terdapat
banyak sel-sel induk, eosinofil, T-limfosit, neutrofil, dan sel-sel epitel.
Pada individu rentan, inflamasi ini menyebabkan episode wheezing,
4
sulit bernapas, dada sesak, dan batuk secara berulang, khususnya pada
malam hari dan di pagi hari (Bruner & Suddarth, 2013).
2.1.3. Etiologi
Etiologi penyakit ini yang sering ditemukan meliputi (Syamsudin,
2013)
1. Kebiasaan merokok
Hampir semua perokok menyadari bahwa merokok merupakan
kebiasaan yang salah. Namun sebagaian besar perokok tidak mampu
menghilangkan kebiasaan ini. Resiko mengalami serangan jantung 2
kali lebih besar bagi prokok berat atau yang merokok 20 batang atau
lebih dalam sehari. Bahkan, resiko menghadapi kematian mendadak 5
kali lebih besar dari pada orang yang tidak merokok sama sekali.
Namun bagi mereka yang dapat berhenti merokok sama sekali, resiko
ini dapat berkurang hampir sama yang tidak merokok. Sejumlah kecil
nikotin dalam rokok adalah racun bagi tubuh. Nikotin yang terserap
dalam setiap hisapan rokok memang tidak mematikan, tetapi tetap
membahayakan jantung. Terjadi pengerasan pembuluh nadi serta
mengacaukan irama jantung.
2. Infeksi saluran napas atas yang kambuh atau kronis
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Penyebab penyakit ini
dapat berupa bakteri, virus dan berbagai mikroba lain. Gejala utama
dapat berupa batuk dan demam, kalau berat, dapat disertai sesak napas
dan nyeri dada. Penanganan penyakit ini dapat dilakukan dengan
istirahat, pengobatan simtomatis sesuai gejala atau pengobatan kausal
untuk mengatasi penyebab, peningkatan daya tahan tubuh dan
pencegahan penularan kepada orang sekitar, antara lain dengan
menutup mulut ketika batuk, tidak meludah sembarang. Faktor
berkumpulnya banyak orang misalnya di tempat pengungsian tempat
korban banjir, juga berperan dalam penularan ISPA.
5
Penyakit kulit juga hampir selalu di alami, terutama yang sering
tergenang banjir. Penyakit ini bisa berupa infeksi, alergi, atau bentuki
lain. Pada musim banjir, maka masala utamanya adalah kebersihan
yang tidak terjaga baik. Seperti ISPA, maka faktor berkumpulnya
banyak orang berperan dalam penularan infeksi kulit. Penyakit saluran
cerna lain, adalah demam tifoid, yang juga terkait dengan faktor
kebersihan makanan. Upaya untuk mengatasi tentu saja dengan
menjaga kebersihan diri dan lingkungan
3. Polusi udara
Emisi kendaraan bermotor selama ini orang banyak menduga
bahwa andil terbesar dari pencemaran udara kota berasal dari industri.
Jarang di sadari, bahwa justru yang mempunyai andil sangat besar
adalah gas dan partikel yang di emifisikan ( dikeluarkan ) oleh
kendaraan bermontor. Padahal kendaraan bermontor jumlahnya
semakin bertambah besar. Di kota-kota besar, konstrikbusi gas buang
kendaraan bermontor sebagai sumber pencemaran udara mencapai 60 –
70%. Padahal, konstribusi gas buah dari cerobong asap industri hanya
berpisah 10-15%, sedangkan sisannya dari sumber pembakaran lain,
misalnya dari rumah tangga, pembakaran sampah, kebakaran hutan, dll.
Sebenarnya banyak polutan udara yang perlu di waspadai, tetapi WHO
( word helalth organization) menetapkan beberapa jenis polutan yang
di anggap serius. Polutan udara yang berbahaya bagi kesehatan
manusia, hewan, serta mudah merusak harta benda adalah partikulat
yang mengandung partikel ( asap dan jelaga ), hidrokarbon, sulfur di
oksida, dan nitrogen oksida. Kesemuanya di emisikan oleh kendaraan
bermontor.
6
2. Batuk produktif akibat stimulasi reflex batuk oleh mucus
3. Dispenea pada aktivitas fisik ringan
4. Infeksi saluran nafas yang sering terjadi
5. Hipoksemia intermiten atau kontinu
6. Hasil tes faal paru yang menunjukkan kelainan yang nyata
7. Deformitas toraks
2.1.5. Pathway
Peningkatan
kerja otot
pernafasan
7
2.1.6. Komplikasi
Menurut Kowalak (2011) Komplikasi yang dapat terjadi yaitu:
1. Hipoksemia
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nialai Pa02 < 55 mmHg,
dengan nilai saturasi oksigen < 85%. Pada awalnya klien akan
mengalmi perubahan mood, penurunan konsentrasi, dan menjadi
pelupa. Pada tahap lajut akan timbul sianosis
2. Asidosis Respiratori
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2(hiperkapnea). Tanda yang
muncul antara lain nyeri kepala,fatigue,letargi,dizzines,dan takipnea.
3. Infeksi Respirator
Infeksi pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi
mukus dan rangsangan otot polos bronkial serta edema mukosa.
Terbatasnya aliran udara akan menyebabkan peningkatan kerja napas
dan timbulnya dispnea.
4. Gagal Jantung
Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru),
harus diobservasi terutama pada klien dengan dispnea berat.
Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronkitis kronis, tetapi
klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
5. Kardiak Disritmia
Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau
asidosis respirator
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma
bronkial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan,
dan sering kali tidak berespons terhadap terapi yang biasa diberikan.
Penggunan otot bantu pernapasan dan distensi vena leher sering kali
terlihat pada klien dengan asma.
8
2.1.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan utama adalah meningkatkan kualitas hidup,
memperlambat perkembangan proses penyakit, dan mengobati obstruksi
saluran napas agar tidak terjadi hipoksia.pendekatan terapi mencakup
(Kowalak, 2011):
1. Pemberian terapi untuk meningkatkan ventilasi dan menurunkan kerja
napas.
2. Mencegah dan mengobati infeksi.
3. Teknik terapi fisik untuk memperbaiki dan meningkatkan ventilasi
paru.
4. Memelihara kondisi lingkungan yang memungkinkan untuk
memfasilitasi pernapasan yang adekuat.
5. Dukungan psikologis
6. Edukasi dan rehabilitasi klien.
Jenis obat yang diberikan:
1. Bronkodilators.
2. Terapi aerosol.
3. Terapi infeksi.
4. Kortikostiroid.
5. Oksigenasi.
9
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan sama bronkial adalah
dispnea (bias sampai berhari-hari atau berbulan-bulan),batuk,dan
mengi (pada beberapa kasus lebih banyak paroksismal).
2) Riwayat Kesehatan Terdahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya faktor predisposisi
timbulnya penyakit ini, di antaranya adalah riwyat alergi dan riwayat
penyakit saluran napas bagian bawah ( rhinitis, urtikaria, dan eksim).
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien dengan asma bronkial sering kali di dapatkan adanya riwayat
penyaakit keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak di
temukan adanya penyakit yang sama pada anggota keluarganya.
3. Pengkajian diagnostic COPD
1) Chest X- Ray :dapat menunjukkan hyperinflation paru, flattened
diafragma, peningkatan ruangan udara retrosternal, penurunan
tanda vascular / bullae ( emfisema ), peningkatan suara
bronkovaskular ( bronchitis ), normal ditemukan saat periode
remisi ( asma ).
2) Pemeriksaan fungsi paru : dilakukan untuk menentukan penyebab
dispnea, menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat
obstruksi atau restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi, dan
mengevaluasi efek dari terapi, misalnya bronkodilator.
3) Total lung capacity (TLC ) : meningkat pada bronkitis berat dan
biasanya pada asma, namun menurun pada emfisema.
4) Kapasitas inspirasi : menurun pada emfisema.
5) FEV1/FVC : rasio tekanan volume ekspirasi ( FEV ) terhadap
tekanan kapasitas vital ( FVC ) menurun pada bronkitis dan asma.
6) Arterial blood gasses (ABGs) : menunjukan prose penyakit
kronis, sering kali PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau
meningkatkan ( bronkitis kronis dan emfisema ), terapi sering
kali menurun pada asma, Ph normal atau asidosis, alkalosis
10
respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi ( emfisema
sedang atau asma).
7) Bronkogram : dapat menunjukkan dilatasi dari bronki saat
inspirasi, kolabs bronkial pada tekanan ekspirasi( emfisema ),
pembesaran kelenjar mucus( brokitis).
8) Darah lengkap : terjadi peningkatan hemoglobin ( emfisema
berat) dan eosinophil (asma).
9) Kimia darah : alpha 1-antitripsin kemungkinan kurang pada
emfisema perimer.
10) Skutum kultur : untuk menentukan adanya infeksi dan
mengidentifikasi pathogen, sedangkan pemeriksaan sitologi
digunakan untuk menentukan penyakit keganasan/ elergi.
11) Electrokardiogram (ECG) : diviasi aksis kanan, glombang P
tinggi ( asma berat), atrial disritmia ( bronkitis), gelombang P
pada leadsII, III, dan AVF panjang, tinggi( pada bronkitis dan
efisema) , dan aksis QRS vertical (emfisema).
12) Exercise ECG , stress test :membantu dalam mengkaji tingkat
disfungsi pernafasan, mengevaluasi keektifan obat bronkodilator,
dan merencanakan/ evaluasi program.
4. Pemeriksaan fisik
1) Objektif
a. Batuk produktif/nonproduktif
b. Respirasi terdengar kasar dan suara mengi (wheezing) pada kedua
fase respirasi semakin menonjol.
c. Dapat disertai batuk dengan sputum kental yang sulit di keluarka.
d. Bernapas dengan menggunakan otot-otot napas tambahan.
e. Sianosis, takikardi, gelisah, dan pulsus paradoksus.
f. Fase ekspirasi memanjang diseratai wheezing (di apeks dan hilus)
g. Penurunan berat badan secara bermakna.
2) Subjektif: Klien merasa sukar bernapas,sesak dan anoreksia
3) Psikososial
11
a. Cemas, takut, dan mudah tersinggung.
b. Kurangnya pengetahuan klien terhadap situasi penyakitnnya
c. Data tambahan (medical terapi)
a) Bronkodilator
Tidak digunakan bronkodilator oral, tetapi dipakai
secara inhalasi atau parenteral. Jika sebelumnya telah
digunakan obat golongan simpatomimetik, maka sebaiknya
diberikan Aminophilin seacara parenteral, sebab mekanisme
yang berlainan, demikian pula sebaliknya, bila sebelmnya
telah digunakan obat golongan Teofilin oral, maka sebaiknya
diberikan obat golongan simpatomimetik secara aerosol atau
parenteral.
Obat obatan bronkodilator golongan simpatomimetik
bentuk selektif terhadap adrenoreseptor ( orsiprendlin,
salbutamol, terbutalin, ispenturin, fenoterol) mempunyai sifat
lebih efektif dan masa kerja lebih lama serta efek samping
kecil dibandingkan dengan bentuk non selektif (adrenalin,
Efedrin, Isoprendlin)
Obat-obat bronkodilator serta aerosol bekerja lebih cepat
dan efek samping sistemiknya lebih kecil. Baik digunakan
untuk sesak napas berat pada anak-anak dan dewasa. Mula-
mula deberikan dua sedotan dari Metered Aerosol Defire
(AfulpenMetered Aerosol ). Jika menunjukkan perbaikan
dapat diulang setiap empat jam, jika tidak ada perbaikan dalam
10-15 menit setelah pengobatan, maka berikan Aminophilin
intravena
Obat-obat bronkodilator simpatomimetik memberi efek
samping takikardi, penggunaan parenteral pada orang tua
harus hati-hati, berbahaya pada penyakit hipertensi,
kardiovaskuler, dan serebrovaskuler. Pada dewasa dicoba
dengan 0,3 ml larutan epinefrin 1 : 1000 secara subkutan. Pada
12
anak-anak 0,01 mg /KgBB subkutan (1 mg per mil) dapat
diulang setiap 30 menit untuk 2-3 kali sesuai kebutuhan .
Pemberian Aminophilin secara intravena denagn dosis
awal 5-6 mg/KgBB dewasa/ anak-anak, disuntikkan perlahan
dalam 5-10 menit, untuk dosis penunjang dapat diberikan
sebanyak 0-9 mg/kgBB/jam secara intravena. Efek
sampingnya tekanan darah menurun bila tidak dilakukan
secara perlahan.
b) Kortikosteroid
Jika pemberian obat-obat bronkodilator tidak
menunjukkan perbaikan, maka bisa dilanjutkan deagan
pengobatan kortikosteroid, 200 mg hidrokortison secara oral
atau dengan dosis 3-4 mg/KgBB intravena sebagai dosis
permulaan dan dapat diulang 2-4 jam secara parental sampai
serangan akut terkontrol,dengan diikuti pemberian 30-60 mg
prednison atau dengan dosis 1-2 mg/KgBB/hari secara oral
dalam dosis terbagi, kemudian dosis dikurangi secara
bertahap.
c) Oksigen
Oksigen dialirkan melalui kanul hidung dengan
kecepatan 2-4 liter/menit, menggunakan air (humidifier) untuk
memberiakan pelembapan. Obat eksfektoran seperti
gliserolguaiakolat juga dapat digunakan untuk memperbaiki
dehidrasi, oleh karena itu intake cairan per oral infus harus
cukup sesuai dengan prinsip.
d) Beta Agonis
Beta agonis ( β–adrenergic agents) merupakan
pengobatan awal yang digunakan dalam penatalaksanaan
penyakit asma, dikarenakan obat ini berekrja dengan cara
mendilatsikan otot polos ( vasedilator). Andrenerigic agent
juga meningkatkan pergerakan siliari , menurunkan mediator
13
kimia anafilaksis, dan dapat meningkatan efek bronkodilatasi
dari kortikosteroid. Andrenergic yang sering digunakan antara
lain epinefrin, albuterol, metaproterenol, isoproterenol,
isoetarin, dan terbutalin. Biasanya diberikan secara parenteral
atau inhalasi. Jalan inhalasi merupakan salah satu pilihan
dikarenakan dapat mempengaruhi secara langsung dan
mempunyai efek samping yang lebih kecil.
14
wheezing,
ronchi, dan
cracles.
Batuk
(presisten)de
ngan/tanpa
produksi
sputum.
2. Gangguan Status respirasi a. Manajemen asam
pertukaran gas yang pertukaran gas dengan basa tubuh
berhubungan skala….(1-5) setelah b. Manajemen jalan
dengan: diberikan perawatan napas
Kurangnya selama… hari dengan c. Latihan batuk efektif
suplai oksigen kriteria : d. Tingkatkan aktivitas
(obstruksi jalan Status mental e. Terapi oksigen
napas oleh dalam batas f. Monitoring respirasi
secret, normal g. Monitoring tanda
bronkospasme, Bernapas vital
air trapping); dengan mudah
Destruksi Tidak ada
alveoli sinosis
Ditandai dengan Pao paco dalam
Dyspnea batas normal
Confusion,lem Saturnasi O
ah; dalam rentang
Tidak mampu normal
mengeluarkan
secret;
Nilai ABGs
abnormal
(hipoksia dan
hiperkapnea)
Perubahan
tanda vital
Menurunya
toleransi
terhadap
aktivitas
3 Ketidakseimbangan Status nutrisi; intake a. Manajemen
nutrisi : cairan dan makanan gas cairan
Kurang dari dengan skala......(1-5) b. Monitoring
kebutuhan tubuh setelah diberikan cairan
yang berhubungan perawatan selama…. c. Status diet
dengan : Hari dengan kriteria;
15
Dispea, Asupan makanan d. Manajemen
fatique adekuat dengan gangguan
Efek skala.. (1-5) makan
samping Intake cairan per e. Manajemen
pengobat oral adekuat, nutrisi
an dengan skala …(1- f. Kolaborasi
Produksi 5) dengan ahli gizi
sputum Intake cairan untuk
Anoreksi adekuat dengan memberikan
a, skala… (1-5) terapi nutrisi
nausea/v g. Konseling
omiting. Status nutrisi intake nutrisi
Ditandai dengan nutrien gas dengan h. Kontroling
Penuruna skala … (1-5) setelah nutrisi
n berat diberikan perawatan dilakukan untuk
badan selama… memenuhi diet
Kehilanga Intake kalori pasien.
n masa adekuat,dengan i. Terapi menelan
otot, skala.. (1-5) j. Monitoring
tonus otot Intake protein, tanda vital
jelek karbohidrat, dan k. Bantuan untuk
peningkatan BB
Dilaporka lemak adekuat,
dengan skala …(1- l. Manajemen
n adanya
5) berat badan
perubahan
sensasi
rasa Control berat badan
Tidak dengan skala … (1-5)
bernafsu setelah diberikan
untuk perawatan selama …
makan, hari dengan kriteria:
tidak Mampu memelihara
tertarik intake kalori secara
makan optimal (1-5)
(menunjukkan)
Mampu memelihara
keseimbangan
cairan (1-5)
(menunjukkan)
Mampu mengontrol
asupan makanan
secara adekuat (1-5)
(menunjukkan)
16
4. Intoleransi aktifitas Berpartisipasi dalam Kolaborasi dengan
b.d aktivitas fisik tanpa tenaga rehabilitasi
ketidakseimbagan disertai peningkatan medik dalam
antara suplai dan darah, nadi dan RR. merencanaakan
kebutuhan oksigen. Mampu melakukan program terapi
aktivitas sehari-hari yang tepat
(ADLs) secara Bantu klien untuk
mandiri. mengidentifikasi
Tanda-tanda vital aktivitas yang
normal. mampu dilakukan.
Energi psikomotor. Bantu utuk memilih
Level kelemahan. aktivitas yang
Mampu berpindah: sesuai dengan
dengan atau kemampuan fisik,
menggunakan alat. sosial dan
Status psikologi.
kardiopulmoari Bantu utuk
adekuat. mengidetifikasi dan
Sirkulasi status baik. mendapatkan
Status respirasi: sumber yang
pertukara gas da diperlukan untuk
vetilasi adekuat. aktivitas yang
diinginkan
Bantu klien untuk
mendapatkan alat
bantuan aktivitas
seperti kursi roda,
krek
Bantu untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang
disukai
Bantu klien
membuat jadwal
latihan diwaktu
luang
Bantu
pasien/keluarga
untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
Sediakan
penguatan positif
17
bagi yang aktif
beraktivitas
Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
Monitor respon
fisik,emosi, sosial
dan spiritual.
5. Risiko tinggi Tidak muncul tanda Monitor vital sign,
penyebaran infeksi tanda infeksi terutama pada
yang b.d penyakit sekunder. proses terapi.
kronis . Klien dapat Demonstrasikan
mendemonstrasikan teknik mencuci
kegiatan untuk yang benar.
menghindarkan Ubah posisi dan
infeksi. berikan pulmonari
toilet yang baik.
Batasi pengunjung
atas indikasi.
Lakukan isolasi
sesuai dengan
kebutuhan
individual.
Anjurkan untuk
istirahat secara
adekuat sebanding
dengan aktifitas,
tingkatkan intake
nutrisi secara
adekuat.
18
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian
I. IDENTITAS KLIEN
Inisial Klien : Tn. Am No. Med.Reg : 20.19.40
Tempat, tanggal lahir : Toho, 12 April 1948 Tgl Masuk : 12/11/2018
Jenis Kelamin : Laki-laki Jam Masuk : 09.30
Status Perkawinan : Menikah Ruang : Melati
Agama : Katolik Dokter : dr. Joko Sp, P
Pendidikan : SD Dx. Medis : PPOK
Pekerjaan : Tani
Alamat : Ds. Kecurit Toho
19
III. RIWAYAT KESEHATAN YANG LALU
A. Penyakit:
1. Kecelakaan dan Hospitalisasi:
Klien mengatakan tidak pernah mengalami kecelakaan, dan klien sering
dirawat di RS sudah ± 4 kali terhitung dengan yang sekarang.
2. Operasi:
Klien mengatakan tidak pernah dioperasi.
3. Penyakit yang paling sering diderita:
Klien mengatakan sakit yang paling sering adalah maag.
B. Alergi:
1. Tipe : Klien tidak ada memiliki alergi.
2. Reaksi : Klien tidak ada memiliki alergi.
3. Pengobatan : Klien tidak ada memiliki alergi.
C. Imunisasi:
Klien mengatakan tidak pernah diimunisasi
D. Kebiasaan:
1. Alkohol : Tidak
2. Merokok : Ya. 6 batang/hari dan sudah puluhan tahun merokok.
E. Pola Tidur:
Klien mengatakan semenjak sesak dan batuk-batuk, klien susah tidur dan
tidur hanya 3-4 jam saja.
F. Pola Latihan:
Klien mengatakan tidak pernah berolahraga dan selama di RS aktifitas seperti
pergi ke toilet, berpakaian dibantu oleh keluarga/perawat.
G. Pola Nutrisi:
Semenjak sakit klien mengatakan tidak nafsu makan, makan 3x/hari, porsi
makan sedikit dan tidak habis.
BB: 48 Kg TB: 168 cm
20
H. Pola Kerja:
Sebelum sakit klien bekerja sebagai petani, tapi semenjak sakit dan dirawat
di RS klien mengatakan tidak dapat bekerja lagi dan tidak dapat menjalankan
perannya sebagai kepala rumah tangga.
IV. RIWAYAT KELUARGA
1. Kesehatan anggota keluarga
Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga lain yang menderita sakit
seperti klien.
2. Faktor risiko penyakit dalam keluarga
Dalam silsilah keluarga klien tidak ada yang menderita sakit DM, hipertensi
dan asma.
3. Genogram
: Laki-laki
: Perempuan
X : Meninggal
: klien
: Berhubungan keluarga
: Tinggal serumah
V. RIWAYAT LINGKUNGAN
1. Kebersihan:
Klien mengatakan lingkungan tempat tinggalnya bersih, jauh dari tempat
pembuangan sampah.
21
2. Bahaya Kesehatan:
Klien mengatakan tidak ada yang dapat membahayakan kesehatan di sekitar
tempat tinggalnya.
3. Polutan:
Klien mengatakan rumahnya agak jauh dari jalan raya sehingga asap knalpot
kendaraan tidak sampai masuk ke rumahnya dan tidak ada pabrik disekitar
rumahnya.
22
2. Mata
Bentuk simetris, tidak ada gangguan penglihatan.
3. Hidung
Bentuk simetris, tidak ada pembesaran polip, tidak ada pernafasan cuping
hidung, tidak ada gangguan penciuman, terpasang O2 dengan nasal kanul 3
lpm.
4. Telinga
Bentuk simetris, tidak ada gangguan pendengaran.
5. Mulut dan Tenggorokan
Mulut simetris, bibr agak kering, tidak ditemukan kelainan. Tenggorokan
baik, reflek menelan positif, tidak ditemukan adanya pembesaran/benjolan.
6. Leher
Bentuk leher normal, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, dan tidak ada
nyeri tekan.
7. Kelenjar limfe
Bentuk normal, tidak ditemukan kelainan.
8. Paru-paru
Inspeksi : Simetris, tidak ada jejas RR 28x/m
Palpasi : vocal fremitus seimbang
Perkusi : bunyi redup
Auskultasi : bunyi vesikuler
9. Jantung
Inspeksi : tidak ada jejas di daerah dada
Palpasi : C1 normal di medial line midclavikularis sinistra
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Bunyi S1, S2 reguler, tidak ada suara tambahan
10. Abdomen
Inspeksi : datar, tidak ada jejas, tidak ada benjolan
Palpasi : tidak ditemukan nyeri tekan
Perkusi : hipertimpani
Auskultasi : 25x/menit
23
Eliminasi Bowel
BAB normal setiap hari 1x, konsistensi lunak dan tidak ada melena.
11. Ektremitas atas
Terpasang infus ditangan kiri RL 14 tpm. Pergerakan sendi bebas, tidak ada
kekakuan, tidak ada oedem.
12. Ektremitas Bawah
Pergerekan sendi bebas, tidak ada kekakuan, tidak ditemukan adanya
kelaian, jejas atau oedem. Klien mengatakan aktifiktasnya dibantu keluarga
dan perawat.
TD setelah aktifitas: 115/70 mmHg
Kekuatan extremitas 3/4
13. Kulit
Tidak ditemukan kelainan, warna kulit sawo matang dan agak kering dan
pucat.
14. Genetalia
Klien mengatakan memiliki lima orang anak dari 1 orang istri.
Eliminasi Urin
Klien BAK spontan dan klien menggunakan selang chateter, dan pampers.
24
4. Eco Cardiografi
-
5. EEG
-
6. Terapi Pengobatan
Inf. RL 14 tmp
Nebu Combivent /8jam
Ceftriaxone 3x1 gr
Methyl Prednisolon 2x6,25 mg
Omeprazole 1x1
Sucralfat syr 3x1
25
3.2. ANALISA DATA
DATA MASALAH KEPERAWATAN
DS: Bersihan jalan nafas tidak efektif
- Klien mengatakan sesak nafas,
batuk-batuk, dahak susah
keluar, dahak kental bewarna
kuning kehijauan.
DO:
- Klien tampak sesak
- Terpasang O2 3 lmp
- TD : 110/70 mmHg
- N : 98x/m
- RR : 28x/m
DS: Resiko ketidakseimbangan nutrisi
- Klien mengatakan tidak ada kurang dari kebutuhan tubuh
nafsu makan
- Klien mengatakan porsi makan
sedikit dan tidak habis
DO:
- Klien tampak lelah
- Klien tampak pucat
- TD : 110/70 mmHg
- N : 98x/m
- RR : 28x/m
- BB : 48 Kg
DS: Intoleransi aktifitas
- Klien mengatakan aktifitasnya
dibantu keluarga dan perawat
DO:
- Klien tampak lemah
- Kekuatan extremitas ¾
- TD setelah beraktifitas 115/79
mmHg
- N : 110x/m
- RR : 32x/m
26
3.3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NO DATA DAN DIAGNOSA PERENCANAAN
KEPERAWATAN TUJUAN TINDAKAN
KEPERAWATAN
1 DS: Setelah dilakukan 1. Berikan posisi
- Klien mengatakan tindakan semifowler
sesak nafas, batuk- keperawatan selama 2. Lakukan
batuk, dahak susah 3x24 jam diharapkan fisioterapi dada
keluar, dahak kental bersihan jalan nafas jika diperlukan
bewarna kuning tidak efektif teratasi 3. Keluarkan
kehijauan. dengan kriteria hasil: sekret dengan
DO: - Sesak berkurang batuk efektif
- Klien tampak sesak - Tidak ada 4. Monitor
- Terpasang O2 3 lmp keluhan sesak respirasi dan
- TD : 110/70 mmHg nafas status O2
- N : 98x/m - Respiraory 5. Berikan terapi
- RR : 28x/m status: airway sesuai instruksi
patent bila perlu
DX. Bersihan jalan nafas 6. Monitor TTV
tidak efektif b.d peningkatan
produksi sputum dan batuk
tidak efektif
2 DS: Setelah dilakukan 1. Kolaborasi
- Klien mengatakan tindakan dengan ahli gizi
tidak ada nafsu keperawatan selama untuk
makan 3x24 jam diharapkan menentukan
- Klien mengatakan nutrisi klien jumlah kalori
porsi makan sedikit terpenuhi dengan dan nutrisi yang
dan tidak habis kriteria hasil: dibutuhkan.
DO: - Adanya 2. Yakinkan diet
- Klien tampak lelah peningkatan BB yang dilakukan
- Klien tampak pucat - Tidak ada tanda- mengandung
- TD : 110/70 mmHg tanda malnutrisi tinggi serat
- N : 98x/m - Tidak terdapat untuk
- RR : 28x/m mual dan mencegah
- BB : 48 Kg muntah konstipasi
3. Monitor turgor
DX. Resiko kulit
ketidakseimbangan nutrisi 4. Monitor mual
kurang dari kebutuhan tubuh dan muntah
b.d produksi sputum dan 5. Monitor BB
anoreksia klien
6. Lakukan
pengkajian
nutrisi
27
7. Memberikan
informasi
tentang
kebutuhan gizi
3 DS: Setelah dilakukan 1. Kaji respon
- Klien mengatakan tindakan individu
aktifitasnya dibantu keperawatan selama terhadap
keluarga dan perawat 3x24 jam diharapkan aktifitas: nadi,
DO: intoleransi aktifitas tekanan darah,
- Klien tampak lemah klien dapat teratasi dan pernafasan
- Kekuatan extremitas dengan kriteria hasil: 2. Ukur TTV
¾ - TTV dalam batas setelah aktifitas,
- TD setelah normal istirahatkan
beraktifitas 115/79 - Klien mampu klien selama 3
mmHg mendemonstrasik menit kemudian
- N : 110x/m an aktifitas dan ukur lagi TTV
- RR : 32x/m self care 3. Dukung klien
- Keseimbangan dalam
DX. Intoleransi aktifitas b.d antara aktifitas menegakkan
ketidak seimbangan antara dan istirahat latihan teratur
suplai dengan kebutuhan dengan
oksigen menggunakan
treadmil
28
3.4. CATATAN KEPERAWATAN
TGL NO. DIAGNOSA TINDAKAN KEPERAWATAN TANDA
KEPERAWATAN WAKTU TINDAKAN/RESPON TANGAN
KLIEN
15/11/18 1 14.30 1. Memberikan posisi
semifowler
R:
Klien tampak
duduk nyaman
dengan posisi
seetengah duduk
2. Memonitor TTV
R:
TD 110/70 mmHg
N 98x/m
RR 28x/m
Compos Mentis
3. Membantu
mengeluarkan
sekret dengan batuk
efektif
R:
klien dapat
melakukan batuk
efeltif
4. Memonitor
respirasi dan status
O2
R:
Klien mengatakan
merasa nyaman
dengan memakai
O2
2 15.00 1. Memonitor TTV
R:
TD 110/70 mmHg
N 98x/m
RR 28x/m
BB 48 kg
Compos Mentis
2. Melakukan
pengkajian nutrisi
R:
Klien mengatakan
tidak nafsu makan,
29
klien makan porsi
kecil dan tidak
habis
3. Memberikan
informasi tentang
kebutuhan gizi
R:
Klien mengerti
informasi tentang
kebutuhan gizi dan
akan makan sedikit
tapi sering
3 16.00 1. Mengkaji respon
individu terhadap
aktifitas
R:
klien mengatakan
sesak meningkat
setelah melakukan
aktifitas
2. Mengukur TTV
setelah aktifitas
R:
TD 120/80 mmHg
N 100x/m
RR 30x/m
16/11/18 1 14.00 1. Memonitor TTV
R:
K/U lemah
TD 110/70 mmHg
N 88x/m
RR 27x/m
Klien
menggunakan
binasal kanul 3 lpm
2. Membantu
mengeluarkan
sekret dengan batuk
efektif
R:
Klien mengatakan
dapat melakukan
batuk efektif
dengan cara yang
30
benar dan dahaknya
dapat keluar
2 15.00 1. Mengobservasi
kebutuhan nutrisi
R:
Klien mengatakan
belum nafsu makan
dan tidak
menghabiskan porsi
makanan yang
diberikan RS
2. Memonitor turgor
kulit
R:
Turgor kulit baik
3. Memonitor mual
dan muntah
R:
Klien mengatakan
tidak ada mual dan
muntah
3 16.00 1. Mengkaji respon
individu terhadap
aktifitas
R:
Klien mengatakan
masih sesak jika
beraktifitas
17/11/18 1 14.00 1. Memberikan posisi
semifowler
R:
Klien tampak
nyaman dengan
posisi setengah
duduk
2. Memonitor TTV
R:
TD 120/70 mmHg
N 90x/m
RR 25/m
3. Memberikan terapi
nebulizer
R:
Combivent
31
2 15.00 1. Mengobservasi
kebutuhan nutrisi
R:
Klien mengatakan
sudah mau makan
sedikit, dan tidak
merasakan mual
dan muntah
3 16.00 1. Mengkaji respon
individu terhadap
aktifitas
R:
Klien mengatakan
masih sesak jika
beraktifitas
2. Memberikan terapi
sesuai indikasi
R:
Nebu combivent
Methyl prednisolon
Omeprazole
Ceftriaxone
32
3.5. CATATAN PERKEMBANGAN (SOAPIER)
No. Dx Hari/Tanggal/Jam SOAPIER
1 Kamis/15/11/2018 S:
- Klien mengatakan sesak nafas, batuk,
dahak sulit keluar dan bewarna kuning
kehijauan
O:
- Klien tampak lemah
- Terpasang O2 3 lpm
- TD 110/70 mmHg
- N 98 x/m
- RR 28 x/m
A:
Bersihan jalan nafas tidak efektif
P:
1. Berikan posisi semifowler
2. Monitor TTV
3. Bantu mengeluarkan sekret dengan
4. Monitor respirasi dan status O2
I:
1. Memberikan posisi semifowler
2. Memonitor TTV
3. Membantu mengeluarkan sekret dengan
4. Memonitor respirasi dan status O2
E:
Masalah belum teratasi
- S: klien mengatakan masih sesak
- O: klien tampak sesak
R:
Lanjutkan intervensi
2 Kamis/15/11/2018 S:
- Klien mengatakan tidak ada nafsu
makan
- Klien mengatakan porsi makan sedikit
dan tidak habis
O:
- Klien tampak lemah
- Klien tampak tidak menghabiskan
makanan dari RS
A:
Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
P:
1. Monitor TTV
2. Lakukan pengkajian nutrisi
33
3. Berikan informasi tentang kebutuhan
gizi
I:
1. Memonitor TTV
2. Melakukan pengkajian nutrisi
3. Memerikan informasi tentang kebutuhan
gizi
E:
Masalah belum teratasi
- S: klien mengatakan tidak ada nafsu
makan
- O: Klien tidak menghabisi setengah
porsi makanan
R:
Lanjutkan intervensi
3 Kamis/15/11/2018 S:
- Klien mengatakan aktifitasnya dibantu
oleh keluarga dan perawat
O:
- Klien tampak lemah
A:
Intoleransi aktifitas
P:
1. Kaji respon individu terhadap aktifitas
2. Ukur TTV setelah aktifitas
I:
1. Mengkaji respon individu terhadap
aktifitas
2. Mengukur TTV setelah aktifitas
E:
Masalah belum teratasi
- S: klien mengatakan badannya lemah,
sesak meningkat saat beraktifitas
- O: klien tampak lemah
R:
Lanjutkan intervensi
1 Jumat/16/11/2018 S:
- Klien mengatakan sesaknya berkurang
saat posisi semifowler
Klien mengatakan sesak berkurang
karena penggunaan oksigen
O:
- K/U lemah
- TD 110/70 mmHg
34
- N 88x/m
- RR 27x/m
- O2 3 lpm
A:
Bersihan jalan nafas tidak efektif
P:
1. Monitor TTV
2. Bantu mengeluarkan sekret dengan
batuk efektif
I:
1. Memonitor TTV
2. Membantu mengeluarkan sekret dengan
batuk efektif
E:
Masalah belum teratasi
- S: Klien mengatakan masih sesak
- O: Klien tampak sesak dan
menggunakan O2 3 lpm
2 Jumat/16/11/2018 S:
- Klien mengatakan belum nafsu makan
dan tidak ada mual dan muntah
O:
- Tidak menghabiskan porsi makanan
yang diberikan RS
- Turgor kulit baik
A:
Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
P:
1. Observasi kebutuhan nutrisi
2. Monitor turgor kulit
3. Monitor mual dan muntah
I:
1. Mengobservasi kebutuhan nutrisi
2. Memonitor turgor kulit
3. Memonitor mual dan muntah
E:
Masalah belum teratasi
- S: klien mengatakan masih tidak nafsu
makan
- O: porsi makan sedikit dan tidak habis
R:
Lanjutkan intervensi
3 Jumat/16/11/2018 S:
35
- Klien mengatakan masih sesak jika
beraktifitas
O:
- Klien tampak sesak saat beraktifitas
- Klien tampak lemah
- Terpasang O2 3 lpm
A:
Intoleransi aktifitas
P:
1. Kaji respon individu terhadap aktifitas
2. Ukur ulang TTV setelah aktifitas
I:
1. Mengkaji respon individu terhadap
aktifitas
2. Mengukur ulang TTV setelah aktifitas
E:
Masalah belum teratasi
- S: klien mengatakan lemah dan sesak
setelah aktifitas
- O: Klien tampak lemah
R:
Lanjutkan intervensi
1 Sabtu/17/11/2018 S:
- Klien mengatakan sesak berkurang
- Klien mengatakan dahaknya keluar
O:
- Terpasang O2 2 lpm
- TD 120/80 mmHg
- N 90x/m
- RR 25x/m
A:
Bersihan jalan nafas tidak efektif
P:
1. Ajarkan teknik batuk efektif
I:
1. Mengajarkan teknik batuk efektif
E:
Masalah teratasi sebagian
- S: Klien mengatakan sesak berkurang
- O: Klien tampak tenang
R:
Lanjutkan intervensi
2 Sabtu/17/11/2018 S:
- Klien mengatakan sudah mau makan
sedikit
O:
36
- Klien menghabiskan ¾ porsi makanan
A:
Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
P:
1. Sarankan klien makan sedikit tapi sering
I:
1. Menganjurkan klien makan sedikit tapi
sering
E:
Masalah teratasi sebagian
- S:Klien mengatakan sudah mau makan
sedikit-sedikit
- O: klien menghabiskan ¾ porsi makan
R:
Lanjutkan intervensi
3 Sabtu/17/11/2018 S:
- Klien mengatakan sesak berkurang dan
sudah bisa pergi ke wc sendiri
O:
- Klien tampak segar
A:
Intoleransi aktifitas
P:
1. Kaji respon pasien terhadap aktifitas
I:
1. Mengkaji respon pasien terhadap
aktifitas
E:
Masalah teratasi sebagian
- S: Klien mengatakan sudah bisa pergi ke
wc sendiri dan sesak berkurang
- Klien tampak segar
R:
Lanjutkan intervensi
37
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan meliputi pemeriksaan fisik dan
pengumpulan informasi atau data – data melalui wawancara baik dengan
klien maupun keluarga klien, melakukan observasi, serta pengambilan data
yang berasal dari catatan keperawatan. Pada saat pengkajian klien
mengatakan mengalami sesak, batuk namun dahak sulit keluar, tidak nafsu
makan, makan hanya porsi sedikit dan tidak habis. Klien mengatakan selama
di rawat di rumah sakit pasien selalu dibantu oleh keluarga dan perawat untuk
aktifitas sehari-hari seperti pergi ke toilet, berpakaian dan makan. Saat
dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan data bahwa tekanan darah klien
110/70 mmHg, nadi 98x/menit, dan pernafasan 28x/menit. Klien tampak
sesak dan lemah. BB 48 Kg. Hasil laboratorium menunjukkan HB 10,9 gr
%, Leukosit 7900 mm3, Trombosit 168000 mm3, Ureum 29 mg/dl, Kreatinin
0,79 mg/dl dan GDS 101 gr/dl. Klien mendapatkan terapi Inf. RL 14 tmp,
Nebu Combivent /8jam, Ceftriaxone 3x1 gr, Methyl Prednisolon 2x6,25 mg,
Omeprazole 1x1, Sucralfat syr 3x1.
Berdasarkan temuan pada kasus, manifestasi yang muncul pada pasien
adalah Penurunan kemampuan melakukan aktivitas fisik atau pekerjaan yang
cukup berat dan keadaan ini terjadi Karena penurunan cadangan paru. Batuk
produktif akibat stimulasi reflex batuk oleh mucus. Dispenea pada aktivitas
fisik ringan. Kejadian penyakit mungkin dapat disebabkan oleh faktor resiko
yaitu merokok, dimana pada saat pengkajian pasien masih sering merokok
sekitar 6 batang/hari. Sejumlah kecil nikotin dalam rokok adalah racun bagi
tubuh. Nikotin yang terserap dalam setiap hisapan rokok memang tidak
mematikan, tetapi tetap membahayakan jantung. Terjadi pengerasan
pembuluh nadi serta mengacaukan irama jantung (Syamsudi, 2013).
38
4.2. Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian didapatkan data, yang kemudian dianalisa
dan diidentifikasi, kemudian dapatlah dirumuskan diagnosa keperawatan
aktual maupun resiko. Dalam tinjauan kasus pada Tn. Am dengan PPOK
didapatkan 3 diagnosa yaitu:
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan produksi sputum dan
batuk tidak efektif
2. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
produksi sputum dan anoreksia
3. Intoleransi aktifitas b.d ketidak seimbangan antara suplai dengan
kebutuhan oksigen
39
Desember 2018. Pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan realisasi dari
rencana tindakan yang telah disusun sebelumnya. Tindakan yang dilakukan
untuk mengatasi masalah pada pasien baik masalah aktual maupun resiko.
Pada tahap pelaksanaan ini semua intervensi keperawatan yang telah
disusun dapat diikuti oleh pasien karena sebelum dilakukan pelaksanaan
terlebih dahulu kelompok melakukan persiapan dengan menjelaskan maksud
dan tujuan dari pelaksanaan tersebut kepada keluarga pasien, sehingga pasien
dapat mengikuti seluruh proses asuhan keperawatan. Tindakan keperawatan
dilakukan kepada pasien dalam keadaan tenang, dan dengan kondisi ruangan
yang mendukung, sehingga petugas perawatan dapat benar-benar fokus
dalam melakukan tindakan keperawatan, dan klien dapat menerima intervensi
dengan baik.
4.5. Evaluasi
Dalam melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada Tn. Am dengan
PPOK digunakan evaluasi hasil. Evaluasi proses hanya observasi ketika
setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan sedangkan evaluasi hasil
dibuat untuk mengetahui perkembangan pasien dari seluruh tindakan yang
dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk menyusun rencana lebih lanjut.
Kelompok melakukan evaluasi hasil setiap hari. Berdasarkan pada
pelaksanaan yang telah dilakukan terdapat 3 diagnosa yang telah tercapai
sebagian.
Intervensi dan implementasi dilakukan selama 3 hari dengan diagnosa
keperawatan yang tercapai sebagian itu adalah bersihan jalan napas tidak
efektif, resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, dan
intoleransi aktivitas. Diagnosa pertama yang tercapai sebagian yaitu bersihan
jalan napas tidak efektif. Klien mengatakan sesak agak berkurang dan klien
mengatakan telah bisa melakukan batuk efektif sehingga klien dapat
mengeluarkan sekret yang mengganggu jalan nafas. Klien merasa sesak
berkurang saat diberikan oksigen 3 lpm. Diagnosa kedua yaitu resiko ketidak
seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Klien mengatakan sudah
40
mau makan sedikit dan mengerti tentang kebutuhan nutrisi yang diperlukan
tubuhnya. Klien mengatakan akan makan sedikit namun sering. Diagnosa
ketiga yaitu intoleransi aktifitas. Klien mengatakan bahwa saat beraktifitas,
sesak semakin terasa, jadi selama di rumah sakit klien dibantu oleh keluarga
dan perawat.
41
BAB 5
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyakit yang
timbul akibat dari adanya respon inflamasi kronis yang tinggi pada saluran
nafas dan paru yang biasanya bersifat progresif dan persisten. Penyakit ini
memiliki ciri berupa terbatasnya aliran udara yang masuk dan umumnya
dapat di cegah dan di rawat (GOLD, 2015).
Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyakit sistemik yang
mempunyai hubungan antara keterlibatan metabolik, otot rangka dan
molekuler genetik. Keterbatasan aktivitas merupa-kan keluhan utama
penderita PPOK yang sangat mempengaruhi kualitas hidup. Disfungsi otot
rangka merupakan hal utama yang berperan dalam keterbatasan aktivitas
penderita PPOK. Inflamasi sistemik, penurunan berat badan, peningkatan
risiko penyakit kardiovaskuler, osteoporosis, dan depresi merupakan
manifestasi sistemik PPOK (Oemawati, 2013).
Pada saat pengkajian klien mengatakan mengalami sesak, batuk namun
dahak sulit keluar, tidak nafsu makan, makan hanya porsi sedikit dan tidak
habis. Klien mengatakan selama di rawat di rumah sakit pasien selalu dibantu
oleh keluarga dan perawat untuk aktifitas sehari-hari seperti pergi ke toilet,
berpakaian dan makan. Saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan data
bahwa tekanan darah klien 110/70 mmHg, nadi 98x/menit, dan pernafasan
28x/menit. Klien tampak sesak dan lemah. BB 48 Kg. Hasil laboratorium
menunjukkan HB 10,9 gr %, Leukosit 7900 mm3, Trombosit 168000
mm3, Ureum 29 mg/dl, Kreatinin 0,79 mg/dl dan GDS 101 gr/dl. Dalam
tinjauan kasus pada Tn. Am dengan PPOK didapatkan 3 diagnosa yaitu,
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan produksi sputum dan batuk
tidak efektif dan Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b.d produksi sputum dan anoreksia dan Intoleransi aktifitas b.d ketidak
seimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen.
42
5.2. Saran
Diharapkan mahasiswa dapat mengerti mengenai konsep penyakit dari
PPOK meliputi definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan fisik. Mahasiswa juga diharapakan
dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien dengan PPOK
dengan harapan dapat meningkatkan kualitas hidup klien PPOK serta
meminimalisir komplikasi yang terjadi pada klien.
43
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 12 volume
2. Jakarta: EGC.
Global Intiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) Spirometric. 2010.
Ispirometric Health Care for Provider.
44