Anda di halaman 1dari 21

Nama : Ichsan Maulana

NPM : 1102016086
1. Memahami dan menjelaskan Articulatio Coxae
1.1 Memahami dan menjelaskan Articulatio Coxae secara Makroskopis
Panggul merupakan articulation sferoidea synovial . Memiliki artikulasi antara
kaput femoralis yang bulat dengan acetabulum yang seperti bahu, tepinya dipertinggi oleh
adanya cincin fibrokartilaginosa- labrum acetabulare. Bangian sentral dan inferior dari
acetabulum sama sekali tidak memiliki permukaan artikularis. Regio ini disebut
acetabularis yang merupakan tempat lewat ligamentum teres menuju fovea pada kaput
femoralis. Batas inferior di bawah incissura acetabularis memiliki ligamentum transversum
acetabuli.
Kapsula articulation coxae melekat di atas batas acetabulum, termasuk
ligamentum transversum acetabuli. Kapsul ini melekat ke femur di anterior pada linea
trokanterika dan ke basis trokanter. Di posterior kapsula ini melekat ke femur di tempat
yang lebih tinggi, 1 cim di atas crista trochanterika.
Stabilitas ligamentosa dipertahankan oleh tiga ligamentum, yaitu:
- Ligamentum iliofemorale (ligamentum Bigelow), keluar dari spina iliaca anterior
inferior dan masuk ke tiap sisi linea trochanterica, mencegah hiperekstensi panggul.
- Ligamentum pubofemorale, keluar dari sambungan iliopubis dan melewati kapsula di
atas linea trokanterika yang merupakan tempat melekat.
- Ligamentum iskiofemorale, keluar dari iskium dan sebagian melingkar ke lateral untuk
melekat ke basis M.Trochanter major.
Sumber: Syamsir, M. 2014. Muskuloskeletal Gerak Tubuh Manusia. Jakarta: Bagian Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi
Sumber: Faiz, Omar dan David Moffat. 2004. At a Glance Series Anatomi. Jakarta : Penerbit
Erlangga.
1.2 Memahami dan menjelaskan Articulatio Coxae secara Mikroskopis
SUSUNAN TULANG
1. Matriks tulang
 Bagian anorganik: kalsium, fosfat, bikarbonat, sitrat, magnesium, kalium dan
natrium.
 Bagian organik : terutama terdiri atas kolagen tipe 1

2. Sel tulang
 Osteoprogenitor
Sel tulang jenis ini bersifat osteogenik, karena itu dinamakan sel osteogenik.
Sel-sel tersebut berada pada permukaan jaringan tulang pada periosteum bagian
dalam dan juga endosteum. Selama pertumbuhan tulang, sel-sel ini akan membelah
diri dan mnghasilkan sel osteoblas yang kemudian akan membentuk tulang.
Sebaliknya pada permukaan dalam dari jaringan tulang tempat terjadinya
pengikisan jaringan tulang, sel-sel osteogenik menghasilkan osteoklas.
Sel – sel osteogenik selain dapat memberikan osteoblas juga berdiferensiasi
menjadi khondroblas yang selanjutnya menjadi sel cartilago. Kejadian ini,
misalnya, dapat diamati pada proses penyembuhan patah tulang
 Osteoblast
Berasal dari sel-sel osteoprogenitor. Osteoblast berperan untuk sintesis
komponen protein organic dari matriks tulang, meliputi kolagen tipe 1,
proteoglikan, dan glikoprotein. Sel ini mempunyai juluran sitoplasma yang mana
sel kontak dengan juluran osteoblast lainnya dan osteosit serta membentuk gap
junction. Sel ini dapat terjebak dalam lacuna namun masih dapat kontak dengan sel-
sel lain melalui juluran sitoplasmanya. Osteoblast yang terjebak ini disebut sebagai
osteosit.
 Osteosit
Osteosit adalah sel tulang yang matang menempati lakunanya sendiri. Sel ini
mempunya juluran sitoplasma yang ramping yang menjulur melalui kanalikuli
dalam matriks yang kalsifikasi. Sel ini mendapat nutrisi dan dipertahankan oleh
nutrient, metabolit, dan molekul sinyal yang dibawa oleh cairan ekstraseluler yang
mengalir melalui lacuna dan kanalikuli

1
 Osteklas
Osteoklas adalah sel besar, berinti banyak, motil yang meresorpsi tulang. Sel
ini berasal dari sel-sel sistem fagosit mononuclear. Osteoklas membentuk dan
menempati lekukan yang dikenal sebagai lacuna Howship yang merupakan daerah
resorpsi tulang.

STRUKTUR TULANG
Pada penampang melintang tampak substansia kompakta (padat) dan
substansia spongiosa (berongga). Ujung tulang panjang, bulat disebut
epiphysis=pertumbuhan keluar, terdiri dari tulang berongga ditutupi selapis tulang
kompakta
Bagian silindris (diaphysis=pertumbuhan diantara) terdiri dari tulang kompakta
dengan sedikit tulang spongisa di sekitar rongga sumsum tulang.

PEMBENTUKAN TULANG
 Ossifikasi intramembranosa
Sel-sel mesenkim dengan adanya zona vascular, memadat menjadi pusat
osifikasi primer, berdiferensiasi menjadi osteoblast dan mulai mensekresi osteoid.
Aktivitas mitosis sel-sel mesenkim menjadi sel-sel osteoprogenitor, yang mengalami
pembelahan sel dan membentuk lebih banyak sel-sel osteoprogenitor / berdiferensiasi
menjadi osteoblast dalam lapisan dalam periosteum yang sedang terbentuk.

2
Periosteum dan endosteum berkembang dari bagian-bagian lapisan mesenkim yang
tidak mengalami osifikasi.
Ketika terjadi kalsifikasi, osteoblast menjadi terjebak dalam matriksnya sendiri
dan menjadi osteosit. Pusat perkembangan tulang ini disebut trabekula. Penyatuan
trabekula tulang menghasilkan tulang spongiosa ketika pembuluh darah menyusup
daerah itu dan sel-sel mesenkim yang tidak berdiferensiasi lainnya membentuk
sumsum tulang.

 Ossifikasi endochondral
1. Zona tenang (Resting)
Terdiri atas tulang rawan hialin primitive, terdapat paling dekat dengan ujung
tulang. Zona ini memperlihatkan penumbuhan ke segala arah

2. Zona proliferasi
Zona ini aktif dengan banyak gambaran mitosis. Sel-sel zona tenang
membelah dan menghasilkan sel anak yang tersusun dalam deretan sejajar dengan
sumbu panjang model tulang rawan.
3. Zona maturasi
Di zona ini, sudah tidak terjadi mitosis lagi dan sel-sel serta lakuna membesar,
dan berubah bentuk menjadi kuboid. Pembesaran sel itu menambah panjang tulang
rawan di daerah itu.
4. Zona kalsifikasi
Pada zona ini matriks yang mengelilingi lakuna yang besar itu terpulas sangat
basofilik karena adanya endapan mineral di dalamnya.
5. Zona degenerasi
Sel-sel tulang rawan mati dan larut, sama halnya dengan matriks di antara sel-
sel itu. Sum-sum primer vascular meluas masuk ke dala rongga-rongga yang terjadi
akibat penghancuran sel-sel dan matriks.
6. Zona ossifikasi
Di zona ini osteoblast berkembang dari sel mesenkim yang berasal dari
jaringan sumsum dan berkumpul pada lempeng tulang rawan berkapur yang
terbuka, tempat mereka meletakkan tulang. Sisa tulang rawan berkapur membentuk
rangka penyokong.

3
Sumber: Eroschenko, Victor P. 2007. Difiore’s: Atlas of Histology with Functional Correlations
11th. Idaho: WWAMI Medical Program University of Idaho.
Sumber: Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi Edisi 3. Jakarta: Yarsif
Watam Pone
1.3 Memahami dan menjelaskan Kinesiologi Articulatio Coxae
Gerak sendi
 Fleksi : M. iliopsoas, M. pectineus, M. rectus femoris, M. adductor longus,
M. adductor brevis, M. adductor magnus pars anterior tensor fasciae
latae.
 Ekstensi : M. gluteus maximus, M. semitendinosis, M. semimembranosus, M.
biceps femoris caput longum, M. adductor magnus pars posterior.
 Abduksi : M. gluteus medius, M. gluteus minimus, M. piriformis, M. sartorius,
M. tensor fasciae latae.
 Adduksi : M. adductor magnus, M. adductor longus, M. adductor brevis, M.
gracilis, M. pectineus, M. obturator externus, M. quadratus femoris.
 Rotasi medialis : M. gluteus medius, M. gluteus minimus, M. tensor fasciae latae, M.
adductor magnus (pars posterior).
 Rotasi lateralis : M. piriformis, M. obturator internus, Mm. gamelli, M. obturator
Externus, M. quadratus femoris, M. gluteus maximus dan Mm.
adductores.

4
Articulatio ini dibungkus oleh capsula articularis yang terdiri dari jaringan ikat
fibrosa. Capsula articularis berjalan dari pinggir acetabulum os.coxae menyebar ke latero-
inferior mengelilingi colum femoris untuk melekat ke linea intertrochanterica bagian depan
dan meliputi pertengahan posterior collum femoris kira-kira sebesar ibu jari diatas crista
trochanterica. Bagian dari lateral dan distal belakang colum femoris adalah extracapsular
articularis. Sehingga fraktur colum femoris dapat terjadi intracapsular dan extracapsular.

2. Memahami dan menjelaskan Fraktur


2.1 Memahami dan menjelaskan Definisi
Fraktur adalah pemecahan suatu bagian, khususnya tulang atau pecah (ruptur) pada
tulang. (Dorland, 2011)
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan
epifisis yang bersifat total maupun parsial.

Sumber: Rasjad, Chairudin. 1998. Ilmu Bedah Orthopedi. Ujung Pandang: Bintang Lamupate

2.2 Memahami dan menjelaskan Klasifikasi

Menurut Mansjoer (2002) ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar
di bagi menjadi dua antara lain:
1. Fraktur tertutup (closed)
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak
sekitar trauma, yaitu:
 Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya.
 Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
 Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan
pembengkakan.
 Tingkat 3: Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman
sindroma kompartement.
2. Fraktur terbuka (open/compound fraktur)
Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit yang
memungkinkan/potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat masuk ke
dalam luka sampai ke tulang yang patah. Derajat patah tulang terbuka :
 Derajat I
Laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen minimal.
 Derajat II
Laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi fragmen jelas.
 Derajat III

5
Luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.

Menurut Mansjoer (2002) derajat kerusakan tulang dibagi menjadi 2 yaitu:


1. Patah tulang lengkap (Complete fraktur)
Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan yang lainya, atau
garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen tulang
biasanya berubah tempat.
2. Patah tulang tidak lengkap ( Incomplete fraktur )
Bila antara patahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah satu sisi patah
yang lainya biasanya hanya bengkok yang sering disebut green stick.

Menurut Mansjoer (2002) bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma
ada 5 yaitu:
1. Fraktur Transversal
Fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi
atau langsung.
2. Fraktur Oblik
Fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan
merupakan akibat dari trauma angulasi juga.
3. Fraktur Spiral
Fraktur yang arah garis patahnya spiral yang di sebabkan oleh trauma rotasi.
4. Fraktur Kompresi
Fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah
permukaan lain.
5. Fraktur Afulsi
Fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya
pada tulang.

Menurut Smeltzer dan Bare (2001) jumlah garis patahan ada 3 antara lain:
1. Fraktur Komunitif
Fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2. Fraktur Segmental
Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
3. Fraktur Multiple
Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.
Sumber: Reksoprodjo, Soelarto. dkk. 2014. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: BINARUPA
AKSARA Publisher

6
3. Memahami dan menjelaskan Fraktur Femoris
3.1 Memahami dan menjelaskan Definisi
Fraktur femoris adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat
disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti
degenerasi tulang/osteoporosis.

Sumber: Grace, Pierce A dan Neil R. Borley. 2006. At a Glance Ilmu Bedah Edisi 3.
Jakarta: Penerbit Erlangga

3.2 Memahami dan menjelaskan Etiologi


Fraktur dapat terjadi akibat beberapa sebab, yaitu:
 Trauma langsung
Benturan pada tulang mengakibatkan fraktur ditempat tersebut, misalnya
penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung
terbentur dengan benda keras.
 Trauma tidak langsung
Tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari area benturan,
misalnya disebabkan oleh gerakan eksorotasi yang mendadak dari tungkai bawah.
Karena kepala femur terikat kuat dengan ligamen didalam acetabulum oleh ligamen
iliofemoral dan kapsul sendi, mengakibatkan fraktur di daerah kolum femur.
 Fraktur patologis
Fraktur yang disebabkan trauma yang minimal atau tanpa trauma. Contoh fraktur
patologis: Osteoporosis, infeksi tulang dan tumor tulang. Fraktur colum femur sering
tejadi pada wanita yang disebabkan oleh kerapuhan tulang akibat kombinasi proses
penuaan dan osteoporosis pasca menopause.

3.3 Memahami dan menjelaskan Klasifikasi


Klasifikasi fraktur collum femoris, yaitu:
1. Fraktur intrakapsular, fraktur ini terjadi di kapsul sendi pinggul
 Fraktur capital : Fraktur pada kaput femur
 Fraktur subkapital : Fraktur yang terletak di bawah kaput femur
 Fraktur transervikal : Fraktur pada kolum femur

2. Fraktur ekstrakapsular, fraktur yang terjadi di luar kapsul sendi pinggul

Klasifikasi fraktur collum femur menurut Garden’s adalah sebagai berikut :


 Grade I : Fraktur inkomplit
 Grade II : Fraktur lengkap tanpa pergeseran
 Grade III : Fraktur lengkap dengan pergeseran sebagian (varus malaligment)

7
 Grade IV : Fraktur dengan pergeseran seluruh fragmen tanpa ada bagian segmen yang
bersinggungan

Klasifikasi Pauwel’s untuk fraktur kolum femur juga sering digunakan. Klasifikasi ini
berdasarkan atas sudut yang dibentuk oleh garis fraktur dan bidang horizontal pada posisi
tegak.
 Tipe I : garis fraktur membentuk sudut 30° dengan bidang horizontal pada posisi
tegak
 Tipe II : garis fraktur membentuk sudut 30-50° dengan bidang horizontal pada posisi
tegak
 Tipe III : garis fraktur membentuk sudut >50° dengan bidang horizontal pada posisi
tegak

3.4 Memahami dan menjelaskan Patofisiologi


Ketika terjadi patah tulang yang diakibatkan oleh trauma, peristiwa tekanan
atau pun patah tulang patologik karena kelemahan tulang, akan terjadi kerusakan di
korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut
adalah terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini

8
menimbulkan hematom pada kanal medulla antara tepi tulang dibawah periostium dengan
jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon inflamasi akibat sirkulasi
jaringan nekrotik adalah ditandai dengan vasodilatasi dari plasma dan leukosit. Ketika
terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki
cidera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematom yang terbentuk
bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang
pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang
mensuplai organ-organ yang lain. Hematon menyebabkn dilatasi kapiler di otot, sehingga
meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik
dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan
terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung syaraf, yang bila
berlangsung lama bisa menyebabkan syndroma compartement.

Sumber: Apley, A.G., dan Solomon, L. 1995. Buku ajar ortopedi dan fraktur sistem apley. Alih
bahasa; fr. Edi Nugroho. Jakarta: Widya medika
Sumber: Simbardjo, Djoko. 2008. Fraktur Batang Femur dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah.
Jakarta: FKUI.

3.5 Memahami dan menjelaskan Manifestasi Klinik


Gambaran klinis yang terlihat adalah
a. Nyeri biasanya menyertai patah tulang traumatik dan cedera jaringan lunak. Spasme otot
dapat terjadi setelah patah tulang dan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada fraktur stres
nyeri biasanya menyertai aktivitas dan berkurang dengan istirahat. Sedangkan fraktur
patologis mungkin tidak disertai nyeri.
b. Posisi tulang atau ekstremitas yang tidak alami mungkin tampak jelas.
c. Pembengkakan di sekitar tempat fraktur akan menyertai proses inflamasi.
d. Gangguan sensasi atau kesemutan dapat terjadi, yang menandakan kerusakan syaraf.
Denyut nadi bagian distal fraktur harus utuh dan sama dengan bagian nonfraktur.
Hilangnya denyut nadi di sebelah distal dapat menandakan sindrom kompartemen
walaupun adanya denyut nadi tidak menyingkirkan gangguan ini.
e. Krepitus (suara gemeretak) dapat terdengar saat tulang digerakkan karena ujung patahan
tulang bergeser satu sama lain.

Sumber: Corwin, Elizabeth J. 2007. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta : EGC.

3.6 Memahami dan menjelaskna Pemeriksaan


1. Anamnesa: ada trauma
Bilamana tidak ada riwayat trauma berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci
jenisnya, besar ringannya trauma, arah trauma, dan posisi penderita atau ekstremitas
yang bersangkutan (mekanisme trauma).
2. Pemeriksaan Umum

9
Dicari kemungkinan komplikasi umum, misalnya: shock, tanda-tanda sepsis.
3. Pemeriksaan status lokalis
Look
a. Deformitas:
- Penonjolan yang abnormal
- Angulasi
- Rotasi
- Pemendekkan
b. Fungsio laesa:
Hilangnya fungsi

Feel
Terdapat nyeri tekan dan nyeri sumbu

Move
a. Krepitasi
Terasa krepitasi bila fraktur digerakkan. Krepitasi timbul oleh pergeseran atau
beradunya ujung-ujung tulang kortikal.
b. Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun gerakan pasif.
c. Memeriksa seberapa jauh gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak mampu
dilakukan, range of motion dan kekuatan.

Pemeriksaan Penunjang
Pada fraktur collum femoris dilakukan beberapa Pemeriksaan Radiologis, yaitu:
1. Radiografi polos:
 Pemeriksaan ini telah diperintahkan sebagai langkah awal dalam pemeriksaan
patah tulang pinggul. Tujuan utama dari film X-ray adalah untuk menyingkirkan
setiap patah tulang dengan jelas dan menentukan lokasi & luas fraktur
 Kekurangan : kurang sensitif
 Pemeriksaan radiografi standar pinggul ialah pandangan AP dari pinggul dan
panggul dan tampilan tabel silang Lateral kadang jika diperlukan axial. Jika fraktur
leher femur diketahui, pandangan rotasi internal panggul dapat membantu untuk
mengidentifikasi patah tulang nondisplaced atau impaksi. Jika patah tulang pinggul
yang telah diketahui tetapi tidak terlihat pada standar x-ray film, scan tulang atau
Magnetic Resonance Imaging (MRI) harus dilakukan.
2. CT-Scan
Scan tulang dapat membantu ketika fraktur stres, tumor, atau infeksi diketahui Scan
tulang adalah indikator yang paling sensitif dari stres tulang,tapi memiliki spesifitas
yang kurang.
3. MRI

10
Pemeriksaan MRI menunjukkan bahwa temuan MRI adalah 100% sensitif, spesifik,
dan akurat dalam mengidentifikasi fraktur collum femoralis.
3.7 Memahami dan menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis banding
Diagnosis biasanya ditegakkan melalui pemeriksaan X-ray. Jika pada X-ray tidak
terdapat gambaran fraktur, maka dilakukan MRI atau CT untuk melihat fraktur yang
sangat kecil.
Fraktur femur biasanya terdapat pada dua lokasi, yaitu:
a. Leher femur (femoral neck) yang terletak di bagian atas femur, dibawah caput femur.
Tempat ball pada bagian ball-and-socket joint.
b. Regio intertrochanteria. Regio ini terletak di bawah sendi panggul di bagian atas femur
yang menonjol keluar.

Diagnosis Banding Fraktur Collum Femur


a. Osteitis Pubis
Peradangan dari simfisis pubis - sendi dari dua tulang panggul besar di bagian
depan panggul.
b. Slipped Capital Femoral Epiphysis
Patah tulang yang melewati fisis (plat tembat tumbuh pada tulang), yang
menyebabkan selipan terjadi diatas epifisis.
c. Snapping Hip Syndrome
Kondisi medis yang ditandai oleh sensasi gertakan terasa saat pinggul yang tertekuk
dan diperpanjang. Hal ini dapat disertai oleh gertakan terdengar atau muncul
kebisingan dan rasa sakit atau ketidaknyamanan.Dinamakan demikian karena suara
retak yang berbeda yang berasal dari seluruh daerah pinggul ketika sendi melewati dari
yang tertekuk untuk menjadi diperpanjang. Secara medis dikenal sebagai iliopsoas
tendinitis, mereka sering terkena adalah atlet, seperti angkat besi, pesenam, pelari dan
penari balet, yang secara rutin menerapkan kekuatan yang berlebihan atau melakukan
gerakan sulit yang melibatkan sendi panggul.

3.8 Memahami dan menjelaskan Komplikasi


Komplikasi awal
a. Syok
Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik kehilangan darah
eksterna maupun yang tidak kelihatan) dan kehilangan cairan eksternal kejaringan yang
rusak.
b. Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh darah
karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin
yang dilepaskan oleh reaksi stres pasien akan memobilisasi asam lemak dan
memudahkan terjadinya globula lemak dalam aliran darah.
c. Sindrom kompartemen
11
Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang
dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan karena penurunan ukuran
kompartemen otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gips
atau balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi kompartemen otot karena edema
atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah (misal : iskemi, cidera remuk).
Sindrom ini dapat ditangani dengan fascioctomi untuk tindakan operatif dan hindari
elevasi.
d. Trombo-emboli
Obtruksi pembuluh darah karena tirah baring yang terlalu lama. Misalnya dengan
di traksi di tempat tidur yang lama.
e. Infeksi
Pada fraktur terbuka akibat kontaminasi luka, dan dapat terjadi setelah tindakan
operasi.
f. Osteonekrosis (avaskular)
Tulang kehilangan suplai darah untuk waktu yang lama (jaringan tulang mati dan
nekrotik).
g. Osteoarthritis
Terjadi karena faktor umur dan bisa juga karena terlalu gemuk.
h. Koksavara
Berkurangnya sudut leher femur.
i. Anggota gerak memendek (ektrimitas).

Komplikasi lambat
a. Delayed union
Proses penyembuhan tulang yang berjalan dalam waktu yang lebih lama dari
perkiraan (tidak sembuh setelah 3-5 bulan).
b. Non union
Kegagalan penyambungan tulang setelah 6-9 bulan.
c. Mal union
Proses penyembuhan tulang berjalan normal terjadi dalam waktu semestinya, namun
tidak dengan bentuk aslinya atau abnormal.
d. Kekakuan pada sendi.
e. Refraktur
Terjadi apabila mobilisasi dilakukan sebelum terbentuk union yang solid.

Sumber: Rasjad, Chairudin. 1998. Ilmu Bedah Orthopedi. Ujung Pandang: Bintang Lamupate

12
3.9 Memahami dan menjelaskan Penatalaksanaan
Tata laksana
Pada prinsipnya penangganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan pengembalian
fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
a. Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis. Metode dalam reduksi adalah reduksi tertutup, traksi dan reduksi terbuka,
yang masing-masing di pilih bergantung sifat fraktur.
1. Reduksi tertutup dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang ke posisinya
(ujung-ujung saling behubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
2. Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya
traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
3. Reduksi terbuka , dengan pendekatan pembedahan, fragmen tulang direduksi. Alat
fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam
dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi.
b. Immobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus di imobilisasi atau
di pertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.
Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal atau inernal.
1. Fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips
atau fiksator eksternal.
2. Fiksasi internal dapat dilakukan implan logam yang berperan sebagai bidai inerna
untuk mengimobilisasi fraktur. Pada fraktur femur imobilisasi di butuhkan sesuai
lokasi fraktur yaitu intrakapsuler 24 minggu, intra trohanterik 10-12 minggu, batang
18 minggu dan supra kondiler 12-15 minggu.
c. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak, yaitu:
1. Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
2. Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan
3. Memantau status neurologi.
4. Mengontrol kecemasan dan nyeri
5. Latihan isometrik dan setting otot
6. Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
7. Kembali keaktivitas secara bertahap.

Tindakan Debridement
1. Penderita diberi toksoid atau ATS
2. Antibiotic untuk bakteri gram positif dan negative
3. Kultur dan resistensi kuman dari dasar luka terbuka
4. Tourniquet disiapkan tetapi tidak perlu ditiup
5. Setelah dalam narkose seluruh ekstremitas dicuci selama 5-10 menit dan dicukur
6. Luka diirigasi dengan cairan fisiologis atau air matang 5-10 liter, luka derajat 3
disemprot hingga bebas kontaminasi (jet lavage)
7. Tindakan desinfeksi dan pemasangan duk (draping)

13
8. Eksisi luka lapis demi lapis, fragmen tulang besar untuk stabilitas dipertahankan
9. Bila letak luka tidak menguntungkan, dibuat insisi baru yang biasa digunakan
10. Luka fraktur terbuka selalu dibiarkan terbuka dan bila perlu ditutup setelah 1 minggu
atau edema hilang. Luka untuk reposisi primer dijahit primer
11. Fiksasi eksterna yang paling baik, bagi yang pengalaman, dibolehkan fiksasi interna.
Antibiotik diteruskan 3 hari kedepan

Operatif
Dipasang intermedullary nail, ada 3 macam:
1. Kuntsher mail (paling terkenal)
2. Sneider nail
3. Ao nail
Pemasangan intermedullary nail dapat dilakukan secara:
 Terbuka
Menyayat kulit fascia sampai tulang yang patah. Pen dipasang secara retrograde
 Tertutup
Tanpa sayatan di daerah patah. Pen dimasukkan melalui ujung trochanter major dengan
bantuan image intersifier(C.arm). Tulang dapat direposisi dan pen dapat masuk kef
ragmen bagian distal

Indikasi operatif, apabila:


- Cara non operatif gagal
- Multiple fraktur
- Rupture A. femoralis
- Patologik fraktur
- Usia lanjut

Farmakologi

Obat-obatan seperti biphosphonates dapat meningkatkan densitas tulang sehingga


mengurangi resiko re-fracture. Kebanyakan obat-obatan ini diminum.

Efek samping : Nausea, nyeri abdominal, dan inflamasi pada esofagus.

Farmakokinetik : Oral, jika intoleran dapat digunakan IV tubing.

Sumber: Reksoprodjo, Soelarto. dkk. 2014. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta:
BINARUPA AKSARA Publisher

14
3.10Memahami dan menjelaskan Prognosis
Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menakjubkan.
Tidak seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa jaringan
parut. Pengertian tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada penyembuhan
fraktur mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan apabila lingkungan untuk
penyembuhan memadai sampai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis yang penting seperti
immobilisasi fragmen tulang secara fisik sangat penting dalam penyembuhan, selain faktor
biologis yang juga merupakan suatu faktor yang sangat essensial dalam penyembuhan
fraktur.

LO. 2.8 Penatalaksanaan

1. Terapi farmakologi
Penanganan fraktur batang femur ditangani dengan cara :
A. Antibiotik
Antibiotik diberikan apabila terjadi fraktur terbuka misalnya pada fraktur corpus
femur. Luka pada fraktur terbuka harus segera diberi antibiotik karena apabila
luka ditimbulkan karena terkena benda dari luar atau luka yang kotor dan
jaringan lunak banyak yang rusak, sehingga memungkinkan mikroorganisme
masuk melalui luka tersebut.
Contoh antiobiotik yang diberikan yaitu :
a. Penisilin G
Obat untuk terapi tetanus (C.tetani), perlu ditambahkan toksoid tetanus dan
imunoglobulin tetanus (ATS) sebab Penisilin G hanya tertuju pada
pembasmian mikroorganisme vegetatif saja
b. Tetrasiklin
Obat ini merupakan pengganti apabila tidak ada Penisilin G
c. Kombinasi benzilpenisilin dan flukloksasilin tiap 6 jam selama 48 jam
d. Gentamisin atau metronidazol
Mencegah dari bakteri gram negative

B. Analgesik dan Anti inflamasi Non-Steroid (AINS)


Dipakai untuk menghilangkan rasa nyeri dan mencegah proses terjadinya
inflamasi pada pasien. Contoh obat jenis analgesik dan Anti-Inflamasi Non-
Steroid(AINS) diantaranya ibuprofen, salisilat, salisilamid, diflunisial, dan
para amino fenol (parasetamol)

2. Terapi non-farmakologi
Prinsip-Prinsip Pengobatan Fraktur :
a. Jangan membuat keadaan lebih buruk

15
Beberapa fraktur terjadi akibat trauma disebabkan oleh pengobatan yang
diberikan disebut iatrogenik
b. Pengobatan berdasarkan diagnosis dan prognosis yang akurat
Perlu ditetapkan apakah fraktur tersebut merupakan jenis fraktur tertutup
atau terbuka
c. Seleksi pengobatan untuk tujuan khusus
 Menghilangkan nyeri : terjadi karena adanya trauma pada jaringan
lunak dan akan bertambah nyeri bila ada pergeseran
 Memperoleh posisi yang lebih baik dari fragmen
 Mengusahakan terjadinya penyambungan tulang
d. Bersifat realistik dan praktis
e. Menyesuaikan pengobatan sesuai dengan penderita (umur, jenis fraktur,
komplikasi)

Prinsip umum pengobatan fraktur. Ada empat prinsip pengobatan fraktur:


A. Recognition, diagnosis dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan
anamnesis, pemeriksan klinis dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan:
 Lokalisasi fraktur
 Bentuk fraktur
 Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan
 Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan
B. Reduction; reduksi fraktur apabila perlu
Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat
diterima. Pada fraktur intraartikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat
mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti
kekakuan, deformitas, serta perubahan osteoartritis di kemudian hari. Posisi
yang baik adalah :
 Alignment yang sempurna
 Aposisi yang sempurna
C. Retention; imobilisasi fraktur
D. Rehabilitation; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin

Penatalaksanaan Awal
Sebelum dilakukan pengobatan, maka diperlukan :
1. Pertolongan pertama
Membebaskan jalan nafas, menutup luka dengan perban bersih, steril dan
imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang terkena agar penderita merasa
nyaman dan mengurangi nyeri sebelum ambulans datang.
2. Penilaian klinis
Misalnya apakah luka terkena tulang, atau ada trauma pembuluh darah atau saraf
3. Resusitasi

16
Kebanyakan penderita dengan cidera fraktur multipel datang dengan keadaan
syok, sehingga diperlukan resusitasi berupa cairan infus atau transfusi darah
serta obat-obat anti nyeri

Terapi pada Fraktur Terbuka

Banyak pasien dengan fraktur terbuka mengalami cidera ganda dan syok hebat. Bagi
mereka, terapi di tempat seperti pada prinsip diatas merupakan hal penting. Semua
fraktur terbuka, tak peduli seberapa ringannya harus dianggap terkontaminasi karena
itu penting untuk mencegahnya dari infeksi.
Untuk hal ini, ada beberapa hal yang penting :
1) Pembalutan luka dengan segera
2) Profilaksis antibiotik
3) Debridemen luka sedini mungkin
Pengangkatan benda asing atau jaringan yang mati misalnya kulit, Fasia,
Otot mati (makanan bagi bakteri), vaskuler, nervous, Tendon dan tulang
4) Stabilisasi fraktur
a. Penutupan luka
Pada luka setelah debridemen, dapat ditutup dengan dijahit, atau dengan
cangkokan kulit.
b. Perawatan setelahnya
Tungkai ditinggikan di atas tempat tidur, jika luka dibiarkan terbuka,
periksa setelah 5-7 hari, jika terjadi toksemia atau septikemia dilakukan
drainase.
Tindakan terhadap fraktur terbuka:
a. Nilai derajat luka, kemudian tutup luka dengan kassa steril serta
pembidaian anggota gerak, kemudian anggota gerak ditinggikan.
b. Kirim ke radiologi untuk menilai jenis dan kedudukan fraktur serta
tindakan reposisi terbuka, usahakan agar dapat dikerjakan dalam waktu
kurang dari 6 jam (golden period 4 jam)
c. penderita diberi toksoid, ATS atau tetanus human globulin.

Perawatan fraktur leher femur tergantung pada usia pasien. Pada anak-anak di
bawah usia 16 tahun dengan fraktur undisplaced dan berdampak patah tulang dapat
ditangani dengan gips atau traksi. Untuk mendeteksi dislokasi, pemeriksaan
Roentgen sangat penting pada setiap minggu selama satu bulan. Jika fraktur
terdapat dislokasi maka harus tetap dilakukan pembedahan dengan pin atau sekrup.

Antara umur16 sampai 60 tahun (orang yang aktif dengan deposit tulang baik)
dengan patah leher femur baik yang tidak ada dislokasi dan ada dislokasi tetap
dilakukan fiksasi dengan sekrup pinggul dinamis (Kompresi platewith plat) atau
beberapa sekrup.

17
Fraktur impaksi dapat dirawat dengan istirahat dan traksi untuk beberapa minggu
diikuti dengan latihan yang lembut.Jika bagian fraktur terpisah maka operasi
dilakukan.

Di luar usia 60 tahun (orang yang kuang aktif atau dengan deposit tulang yang
sedikit) semua patah leher femur undisplaced dan dislokasi dilakukan perawatan
dengan pemindahan kepala femoralis dan penggantian dengan prostesis (ujung atas
femur tulang buatan) seperti Austin Moore atau bipolar. Fraktur impaksi dirawat
sama dengan sebelumnya.

Proses penyembuhan tulang sebagai berikut:

1. Tahap Inflamasi.
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya
pembengkakan dan nyeri.Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cidera dan
pembentukan hematoma di tempat patah tulang.Ujung fragmen tulang
mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cidera
kemudian akan diinvasi oleh magrofag (sel darah putih besar), yang akan
membersihkan daerah tersebut. Terjadi inflamasi, pembengkakan dan nyeri.

2. Tahap Proliferasi Sel.


Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi, terbentuk benang-
benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk
revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoklast
(berkembang dari osteosit, sel endotel, dan sel periosteum) akan
menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada
patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan
(osteoid).Dari periosteum, tampak pertumbuhan melingkar.Kalus tulang
rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah
tulang. Tetapi gerakan yang berlebihan akan merusak sruktur kalus. Tulang
yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial elektronegatif.

3. Tahap Pembentukan Kalus

18
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan
tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah
terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan
dengan jaringan fibrus, tulang rawan, dan tulang serat
matur.Bentuk kalus dan volume dibutuhkan untuk
menghubungkan defek secara langsung berhubungan
dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang.Perlu
waktu tiga sampai empat minggu agar fragmen tulang
tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus.Secara
klinis fargmen tulang tidak bisa lagi digerakkan.
4. Tahap Osifikasi

Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan


dalam dua sampai tiga minggu patah tulang, melalui
proses penulangan endokondral. Patah tulang panjang
orang dewasa normal, penulangan memerlukan waktu
tiga sampai empat bulan.Mineral terus menerus
ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu
dengan keras.Permukaan kalus tetap bersifat
elektronegatif.

5. Tahap Menjadi Tulang Dewasa (Remodeling)

Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi


pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang
baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling
memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun –
tahun tergantung beratnya modifikasi tulang yang
dibutuhkan, fungsi tulang, dan pada kasus yang
melibatkan tulang kompak dan kanselus – stres
fungsional pada tulang. Tulang kanselus mengalami
penyembuhan dan remodeling lebih cepat daripada tulang kortikal kompak,
khususnya pada titik kontak langsung.Selama pertumbuhan memanjang tulang,
maka daerah metafisis mengalamiremodeling (pembentukan) dan pada saat yang
bersamaan epifisis menjauhi batang tulang secara progresif. Remodeling tulang
terjadi sebagai hasil proses antara deposisi dan resorpsi osteoblastik tulang secara
bersamaan. Proses remodeling tulang berlangsung sepanjang hidup, dimana pada
anak-anak dalam masa pertumbuhan terjadi keseimbangan (balance) yang positif,
sedangkan pada orang dewasa terjadi keseimbangan yang
negative. Remodeling juga terjadi setelah penyembuhan suatu fraktur.(Rasjad. C,
1998)

19
Daftar Pustaka

Reksoprodjo, Soelarto. dkk. 2014. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: BINARUPA AKSARA
Publisher
Rasjad, Chairudin. 1998. Ilmu Bedah Orthopedi. Ujung Pandang: Bintang Lamupate

Corwin, Elizabeth J. 2007. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC.


Syamsir, M. 2014. Muskuloskeletal Gerak Tubuh Manusia. Jakarta: Bagian Anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Yarsi
Faiz, Omar dan David Moffat. 2004. At a Glance Series Anatomi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Sumber: Eroschenko, Victor P. 2007. Difiore’s: Atlas of Histology with Functional Correlations
11th. Idaho: WWAMI Medical Program University of Idaho.

Tambayong, Jan. 1999. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC

Grace, Pierce A dan Neil R. Borley. 2006. At a Glance Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: Erlangga

Apley, A.G., dan Solomon, L. 1995. Buku ajar ortopedi dan fraktur sistem apley. Alih bahasa; fr.
Edi Nugroho. Jakarta: Widya medika

Simbardjo, Djoko. 2008. Fraktur Batang Femur dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta:
FKUI.

20

Anda mungkin juga menyukai