Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANC (Ante Natal Care)

2.1.1 Pengertian

Pemeriksaan antenatal care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalkan kesehatan
mental dan fisik ibu hamil. Sehinggamampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberiaan
ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar1.

Kunjungan Antenatal Care (ANC) adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau doktersedini mungkin
semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal.

Pelayanan Antenatal ialah untuk mencegah adanya komplikasi obstetri bila mungkin dan memastikan
bahwa komplikasidideteksi sedini mungkin serta ditangani secara memadai2.

Pemeriksaan kehamilan atau ANC merupakan pemeriksaan ibu hamil baik fisik dan mental serta
menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan,persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan mereka
post partum sehat dannormal, tidak hanya fisik tetapi juga mental3.

Pelayanan antenatal terintegrasi merupakan integrasi pelayanan antenatal rutin dengan beberapa
program lain yang sasarannya pada ibu hamil, sesuai prioritas Departemen Kesehatan, yang diperlukan
guna meningkatkan kualitaspelayanan

antenatal.

2.1.2 Tujuan

Baru dalam setengah abad ini diadakan pengawasan wanita hamil secara teratur dan tertentu.
Dengan usaha itu ternyata angka mortalitas serta morbiditas ibu dan bayi jelas menurun. Tujuan
pengawasan wanita hamil ialah menyiapkan ia sebaik-baiknya fisik dan mental, serta menyelamatkan
ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan mereka baik dan sehat.
Postpartum sehat dan normal, tidak hanya fisik akan tetapi juga mental. Ini berarti dalam Antenatalcare
harus diusahakan agar : Wanita hamil sampai akhir kehamilan sekurang kurangnya harus sama sehatnya
atau lebih sehat; Adanya kelainan fisik atau psikologik harus ditemukan dini dan diobati, Wanita
melahirkan tanpa kesulitan dan bayi yang dilahirkan sehat pulafisik dan metal3.

Tujuan Asuhan Antenatal yaitu :

Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan Ibu dantumbuh kembang bayi;
Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosialibu dan bayi, mengenali secara
dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat
penyakit secara umum,kebidanan dan pembedahan, mempersiapkan persalinan cukup bulan,
melahirkan dengan selamat, Ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin, mempersiapkan
peran Ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayiagar dapat tumbuh kembang secara normal

2.1.3 Frekuensi kunjungan ANC

Pelayanan antenatal menetapkan frekuensi kunjungan antenatal sebaiknya minimal 4 (empat) kali
selama kehamilan, dengan ketentuan sebagai berikut4:

1) Minimal satu kali pada trimester pertama (K1);

2) Minimal satu kali pada trimester kedua (K2);

3) Minimal dua kali padatrimester ketiga (K3 dan K4).

2.2 Program-program yang di integrasikan dalam pelayanan Antenatal terintegrasi meliputi :

1) Maternal Neonatal Tetanus Elimination (MNTE)

2) Antisipasi Defisiensi Gizi dalam Kehamilan (Andika)

3) Pencegahan dan Pengobatan IMS/ISR dalam Kehamilan (PIDK)

4) Eliminasi Sifilis Kongenital (ESK) dan Frambusiae.

5) Pencegahan dan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi (PMTCT)

6) Pencegahan Malaria dalam Kehamilan (PMDK)

7) Penatalaksanaan TB dalam Kehamilan (TB-ANC) dan Kustah.

8) Pencegahan Kecacingan dalam Kehamilan (PKDK)

2.2.1 Maternal Neonatal Tetanus Elimination (MNTE)

Pengertian Tetanus Toxoid

Imunisasi TT (Tetanus Toxoid) adalah upaya membangun kekebalan tubuh untuk mencegah
terjadinya infeksi tetanus. Tetanus berisiko terjadi pada bayi baru lahir sehingga imunisasi ini diberikan
pada ibu hamil sebagai bentuk pencegahannya. Imunisasi TT selain mencegah terjadinya infeksi tetanus
pada bayi baru lahir juga melindungi ibu terhadap terjadinya infeksi ini, mengingat pada proses
persalinan terjadi perlukaan baik dari pihak ibu maupun bayi. Tetanus yang terjadi pada bayi baru lahir
disebut tetanus neonatorum. Tetanus neonatorum dapat menginfeksi bayi jika persalinan ditolong
dengan peralatan yang tidak steril5.

Penyebab Tetanus Toxoid

Tetanus yang terjadi pada bayi baru lahir disebut tetanus neonatorum. Tetanus neonatorum dapat
menginfeksi bayi jika persalinan ditolong dengan peralatan yang tidak steril. Proses infeksi terjadi ketika
peralatan yang tidak steril tersebut digunakan untuk memotong tali pusat bayi, belum lagi jika untuk
menutup bekas luka pemotongan tali pusat digunakan olesan tradisional yang tingkat kebersihannya
tidak terjamin.

Dampak bila ibu tidak melakukan imunasi Tetanus Toxoid

Bahaya infeksi tetanus Tetanus disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani yang menghasilkan toksin
yang menyerang sistem saraf pusat sehingga penderita mengalami kejang otot, diikuti kesulitan
menelan atau bahkan bernafas. Toksin yang dihasilkan Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh
penderita melalui luka terbuka, sebagai contoh pada saat pemotongan tali pusat dalam proses
persalinan menyebabkan terjadinya luka terbuka baik dari pihak ibu maupun bayi sebagai sarana
transmisi toksin Clostridium tetani.

Pencegahan pada ibu hamil dan janin

Petugas kesehatan berperan penting dalam pengkajian status TT ibu hamil berdasarkan konsep ini
mengingat bisa saja ibu lupa atau tidak yakin berapa kali ibu sudah mendapatkan imunisasi TT selama
hidupnya. Tanyakan juga apakah ibu mendapatkan suntikan TT ketika menjadi calon pengantin dahulu,
karena hal ini juga mempengaruhi status TT ibu hamil. Bila status TT ibu hamil belum lengkap maka ibu
hamil tersebut dapat diberikan imunisasi TT dengan dosis 0,5 cc dengan injeksi intramuskuler (IM) atau
sub cutan (SC) dalam. Imunisasi TT sebaiknya diberikan sebelum kehamilan 8 bulan dengan interval 4
minggu dengan penyuntikan berikutnya (bila diperlukan 2 kali penyuntikan selama masa kehamilan
untuk memenuhi status TT-nya berdasarkan konsep lifelong imunization)

Standar :

Semua wanita yang melahirkan dan bayi yang dilahirkannya harus terlindung dari Tetanus

Tujuan :

Mencegah Tetanus Maternal dan Neonatal (MNT)

Pelaksanaan :
Tim asuhan antenatal di tempat pelayanan asuhan antenatal, secara khusus, harus :

Sebelum pemberian vaksin, periksa tgl kadaluwarsa dan VVM (vial-vaccine-monitoring) Vaksin yang
sebelumnya telah membeku tidak boleh diberikan. Pada pelayanan antenatal, periksalah status
imunisasi ibu hamil melalui penapisan (dengan anamnesis atau memeriksa kartu), sebagaimana
ditunjukkandalam tabel 1.

Jika ibu hamil sebelumnya (di masa lampau) telah mendapatkan 1-4 dosis TT dimasa lampau, berikan
satu dosis TT sesuai dengan selang waktu pemberian minimal(sehingga total perlindungan sejumlah 5
dosis sepanjang masa suburnya)

Table 1. cara penapisan imunisasi TT pada WUS dan ibu hamil

Pemberian Imunisasi Kapan pemberian (selang waktu Lama Proteksi


pemberian Minimal)

TT 1 -

TT 2 Minimal 4 minggu setelah TT 1 1-3 Tahun

TT 3 Minimal 6 bulan setelah TT 2 Minimal 5 tahun

TT 4 Minimal setahun setalah TT 3 Minimal 10 tahun

TT 5 Minimal setahun setelah TT 4 Minimal 25 tahun

Ibu hamil dapat menunjukkan bukti tertulis vaksinasi saat bayi dan usia sekolah dengan vaksin yang
mengandung Tetanus (misalnya DPT, DT, Td atau TT) berikan dosis sesuai Tabel 2 berikut. Tabel 2.
Pedoman imunisasi TT bagi ibu hamil yang telah diimunisasi saat bayi, atau anak usia sekolah Usia saat
vaksinasi terakhir Imunisasi sebelumnya (berdasarkan rekaman tertulis) Imunisasi yang dianjurkan pada
kunjungan ini/pada kehamilan kemudian (dengan interval minimal setahun).

Table 2. pedoman imunisasi TT pada Ibu hamil yang telah di imunisasi saat bayi atau anak sekolah.

Usia saat vaksinasi Imunisasi Imunisasi yang di anjurkan


terakhir sebelumnya
berdasarkan Pada kunjungan Kemudian dengan
rekaman tertulis ini/pada kehamilan interval setahun

Bayi 3 DPT 2 dosis TT/Td 1 dosis TT/Td


(minimal interval 4
minggu antara kedua
dosis)
Anak usia sekolah 1 DT + 2 TT/Td dosis TT/Td

Rekam/catat dosis yang telah diberikan pada register standar imunisasi TT, kartuimunisasi pribadi, dan
buku KIA. Kartu imunisasi pribadi dan buku KIA harus disimpan oleh yang bersangkutan. Bila
teridentifikasi suatu kasus Tetanus Neonatal (TN), berikan ibu satu dosis TT secepatnya dan rawat
bayinya sesuai pedoman nasional. Dosis selanjutnya diberikan sesuai dengan waktu pemberian minimal.
Rekam/catat semua kasus MNT dan laporkan pada yang berwenang. Semua kasus MNT yang berasal
dari daerah berisiko rendah harus diselidiki lebih lanjut. Rekam/catat dan laporkan semua kasus Tetanus
dari kelompok umur lain secara terpisah. Penyuluhan kesehatan untuk membangkitkan kesadaran
masyarakat tentang perlu dilaksanakannya imunasasi tetanus6

2.2.2 Antisipasi Defisiensi Gizi pada Kehamilan (Andika)

Pengertian

Nutrisi dalam kehamilan adalah salah satu factor terpenting dalam menentukan pertumbuhan janin.

Penyebab

Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme energy, karena itu kebutuhan energy dan zat
gizi meningkat selama kehamilan. Peningkatan energy dan zat gizi tersebut diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan janin, bertambah besarnya organ kandungan, perubahan komposisi
dan metabolisme tubuh ibu. Sehingga kekurangan zat gizi tertentu yang diperlukan saat hamil dapat
menyebabkan janin tumbuh secara tidak sempurna.

Dampak

Kondisi kesehatan bayi yang dilahirkan sangat dipengaruhi oleh keadaan ibu selama ibu hamil. Kurang
Energi Kronis (KEK) perlu diwaspadai kemungkinan ibu melahirkan bayi berat lahir rendah, pertumbuhan
dan perkembangan bayi terhambat sehingga mempengaruhi kecerdasan anak di kemidian hari dan kaihr
permatur.

Penyebab pada ibu hamil dan janin

Social ekonomi pada ibu hamil mempengaruhi kesehatan dan gizi yang baik. Keluarga dengan
pendapatan yang terbatas besar kemungkinan kurang dapat memenuhi kebutuhan makannya sejumlah
yang diperlukan tubuh. Setidaknya keaneka ragaman makanan juga kurang bisa dijamin, karena dengan
uang yang terbatas itu tidak akan banyak pilihan.banyak sebab yang mempengaruhi pendapatan
keluarga, ada karena pendidikan, jumlah keluarga, penyakit infeksi, usia ibu hamil, aktifitas fisik, dan
konsumsi rokok.

Standar :
Semua ibu hamil mendapatkan pelayanan dan konseling gizi pada setiap kunjunganan tenatal.7

Tujuan :

Mencegah dan menangani masalah gangguan gizi selama masa kehamilan agar menghasilkan
pertumbuhan dan perkembangan bayi yang optimal, serta ibu yangsehat8

Penatalaksaan :

1) Semua ibu hamil mendapatkan penyuluhan/konseling gizi, menyusui.

2) Semua ibu hamil mendapatkan suplementasi tablet besi 1 tablet perhariselama hamil sampai
dengan masa nifas (minimal untuk 90 hari), termasukkonsumsi tablet besi mandiri. Pemberian dilakukan
pada waktu pertama kali ibuhamil memeriksakan kehamilannya (K1).

3) Semua ibu hamil diperiksa status gizi dengan pita LILA pada kunjunganpertama antenatal. Ibu
hamil dengan KEK dirujuk ke fasilitas pelayanan gizi (petugas gizi).

4) Semua ibu hamil diperiksa kadar Hb pada kunjungan pertama antenatal. Ibu hamil dengan anemia
dirujuk ke fasilitas pelayanan gizi (petugas gizi).

5) Semua ibu hamil dengan anemia dan KEK berat dirujuk ke pelayanan kesehatanrujukan.9

2.2.3 Pencegahan dan Pengobatan IMS/ISK Dalam Kehamilan (PIDK)

Pengertian

Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah infeksi yang penularannya terutama melalui hubungan seksual
yang mencakup infeksi yang disertai gejala-gejala klinis maupun asimptomatis

Penyebab

Penyebab infeksi menular seksual ini sangat beragam dan setiap penyebab tersebut akan menimbulkan
gejala klinis atau penyakit spesifik yang beragam pula. Penyebab IMS dapat dikelompokkan atas
beberapa jenis ,yaitu: (WHO,2007)

- bakteri ( diantaranya N.gonorrhoeae, C.trachomatis, T.pallidum)

- virus (diantaranya HSV,HPV,HIV, Herpes B virus, Molluscum contagiosum virus),

- protozoa (diantaranya Trichomonas vaginalis)

- jamur (diantaranya Candida albicans)

- ektoparasit (diantaranya Sarcoptes scabiei)

Pencegahan IMS
Menurut Direktorat Jenderal PPM & PL (Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan)
Departemen Kesehatan RI, tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan beberapa tindakan, seperti:

1) Mendidik masyarakat untuk menjaga kesehatan dan hubungan seks yang sehat, pentingnya
menunda usia aktivitas hubungan seksual, perkawinan monogami, dan mengurangi jumlah pasangan
seksual.

2) Melindungi masyarakat dari IMS dengan mencegah dan mengendalikan IMS pada para pekerja seks
komersial dan pelanggan mereka dengan melakukan penyuluhan mengenai bahaya IMS, menghindari
hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan, tindakan profilaksis dan terutama mengajarkan cara
penggunaan kondom yang tepat dan konsisten.

3) Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan untuk diagnosa dini dan pengobatan dini terhadap
IMS. Jelaskan tentang manfaat fasilitas ini dan tentang gejala-gejala IMS dan cara-cara penyebarannya

Standar :

Semua ibu hamil pada setiap kunjungan antenatal mendapatkan informasi dan penapisan Infeksi
Menular Seksual (IMS)/Infeksi Saluran Reproduksi (ISR), serta diberi pengobatan dan rujukan yang tepat
dan efektif bagi ibu hamil danpasangannya.

Tujuan :

Menurunkan morbiditas, mortalitas maternal dan infertilitas yang disebabkan oleh IMS dan ISR, serta
menurunkan morbiditas dan mortalitas pada bayi/anak.10

Penatalaksaan :

Tim Asuhan Antenatal Terintegrasi haruslah :

1) Semua ibu hamil yang datang memeriksakan diri selama masa kehamilan,persalinan dan nifas
harus diberikan informasi yang tepat mengenai identifikasi dan pengendalian IMS/ISR.

2) Dengan cara simpatik menanyakan kepada semua ibu hamil pada setiap kunjungan,menjelang
persalinan dan kunjungan pasca persalinan, adanya keluhan yang mengindikasikan adanya suatu
IMS/ISR.

3) Bilamana ibu mempunyai keluhan yang menandakan IMS/ISR (misalnya adanya duh tubuh vagina
abnormal, ulkus, nyeri perut bagian bawah, dll) periksalah untuk menemukan gejala dan tanda ISR,
termasuk pemeriksaan vagina dengan menggunakan spekulum.

4) Berikan pengobatan bagi ibu, pasangannya, dan bayinya sesuai hasil temuan kasus IMS/ISR, hasil
tes sifilis on site dan pemeriksaan bayi, dan rujuklah bilafasilitas yang dibutuhkan tidak tersedia di
tingkat pelayanan asuhan antenatal.
5) Diskusikan dengan ibu pentingnya pengobatan itu baginya, bagi pasangannya, dan bayi mereka,
jelaskan konsekuensi yang timbul bila tidak segera mendapat pengobatan, dan pentingnya penggunaan
kondom selama pengobatan.

6) Berikan informasi tentang pencegahan primer IMS, penggunaan kondom, gejala dan tanda IMS,
konsekuensi bagi ibu dan bayinya bila tidak mendapat pengobatan, saran untuk pencegahan terhadap
HIV serta saran untukmelakukan VCT.

7) Menyiapkan perawatan lanjutan atau rujukan bagi ibu, bayi dan pasangannya, bila timbul
komplikasi atau kegagalan pengobatan.

8) Rekam diagnosis dan pengobatan yang diberikan dalam buku kohort atau buku KIA ibu.

9) Pelaksanaan kegiatan pendidikan/ penyuluhan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran


masyarakat tentang pencegahan dan pengelolaan IMS dan ISR.

2.2.4 Eliminasi Sifilis Kongenital (ESK) dan Frambusia

Pengertian

Sifilis adalah penyakit yang disebabkan oleh treponema palidum, merupakn penyakit kronis yang
bersifat sistemik, selama perjalanan penyakit mampu menyerah semua organ tubuh, dan masa laten
tanpa manifestasi di tubuh, dan dapat di tularkan kepada bayi dalam kandungan.

Frambusia merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh Treptonema pallidum ssp.pertenue
yang memiliki 3 stadium dalam proses manifestasi ulkus seperti ulkus atau granuloma (mother yaw), lesi
non-destruktif yang dini dan destruktif atau adanya infeksi lanjut pada kulit, tulang dan perios. Penyakit
ini adalah penyakit kulit menular yang dapat berpindah dari orang sakit frambusia kepada orang sehat
dengan luka terbuka atau cedera/ trauma

Penyebab

Sifilis disebabkan oleh treponema palidum yang dapat di tularkan melalui hubungan seksual.

Standar :

Semua ibu hamil yang melakukan kunjungan antenatal harus mendapatkan layanan penapisan sifilis dan
atau penapisan frambusia serta diberi pengobatan dan rujukan yang tepat dan efektif bagi ibu hamil dan
pasangannya.9

Tujuan :

Menurunkan mortalitas dan morbiditas ibu dan atau bayi akibat sifilis dan frambusia

Pelaksanaan :
1) Penapisan semua ibu hamil dengan sifilis on site dengan metode uji cepat (rapid test) pada
kunjungan antenatal yang pertama. penapisan harus dikerjakansedini mungkin (lebih baik sebelum 16
minggu dari kehamilan) untuk mencegahinfeksi kongenital. Pada kunjungan ulang, ibu yang dengan
beberapa alasantidak dapat menunjukkan hasil tes sifilis harus di tes kembali.

2) Apabila hasil rapid test pertama positif, dilakukan pengobatan dan diberiinformasi tentang
perlunya pemeriksaan terhadap infeksi HIV. Satu minggu kemudian pasien dirujuk untuk pemantauan
dan penatalaksanaan lebih lanjut. Apabila hasil rapid test pertama negatif, maka akan dilakukan
pemeriksaan ulang pada trimester ketiga.

3) Review hasil uji sifilis pada saat kunjungan dan saat persalinan. Jika ibu belum dites pada saat
kehamilan, tes sifilis seharusnya ditawarkan setelah persalinan. Semua ibu hamil yang
seropositif diberikan Benzathine benzyl penicilin, dosis 2,4 juta uintramuskuler sebagai dosis tunggal,
kecuali alergi penicilin. Pada kasus alergi penisilin, ibu hamil harus dirujuk pada pelayanan lebih tinggi.

4) Pada ibu yang positif, dilakukan konseling bahwa pasangannya juga harus dites dandiberi tindakan
dengan regimen yang sama, segera setelah kelahiran.

5) Semua ibu hamil dengan dengan riwayat kehamilan yang buruk, seperti abortus, lahir mati, bayi
terinfeksi sifilis harus di tes dan diberikan perawatan yang sesuai.

6) Semua ibu hamil yang memiliki gejala klinis atau riwayat terpapar denganorang yang terkena sifilis
harus mendapatkan perawatan.

7) Semua ibu hamil yang terinfeksi sifilis dilakukan penapisan untuk IMS lainnyasertakonseling dan
perawatan yang sesuai.

8) Semua ibu hamil yang positif sifilis dianjurkan untuk konseling VCT.

9) Buat perencanaan untuk perawatan bayi sejak saat kelahiran.

10) Rekam hasil tes dan perawatan di buku KIA.

11) Lakukan pemeriksaan inspeksi kulit pasien untuk mencari kemungkian adanya frambusia pada
semua ibu hamil di daerah endemis (dan pada daerahnon-endemis jika hasil tes serologis sifilis positif)

12) Dilakukan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran individu, keluarga dan komunitas
tentang pentingnya mendatangi klinik antenatal lebihawal untuk pencegahan sifilis dan perawatannya.10

2.2.5 Pencegahan dan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi (PMTCT)

Standar :

Semua ibu hamil mendapatkan informasi tentang HIV/AIDS, akses untuk mendapatkan layanan VCT
(Voluntery Counseling and Test ), profilaksis ART, dan layanan rujukan.
Tujuan :

Mencegah penularan HIV dari ibu dengan HIV ke bayi dan mengurangi dampak epidemi HIV terhadap
ibu dan bayi.11

Pelaksanaan :

1) Semua ibu hamil mendapatkan informasi serta faktor risiko HIV, cara pemeriksaan/tes HIV, risiko
penularan ke bayi pada ibu hamil dengan HIV.

2) Pada daerah yang prevalensi HIV tinggi dan atau pada populasi berperilaku risiko tinggi dilakukan
full-coverage untuk VCT.

3) Pada kunjungan antenatal pertama (K1) pemberi pelayanan melakukan penapisan/penapisan


tanda dan gejala HIV serta penapisan/penapisan apakah ibu hamil termasuk dalam kelompok berisiko
tinggi HIV. Jika ya maka dorong danberi dukungan agar ibu hamil dan juga suaminya mau melakukan
konsultasi dantes HIV di klinik VCT terdekat, melakukan aktivitas seksual yang sehat (termasuk
penggunaan kondom) dan konsultasikan ke klinik TBC jika ditemukan batuk lamayang tidak sembuh.

4) VCT dilakukan dengan prinsip 3C; Counselling, Confidential dan Consent

5) Ibu hamil dengan status HIV -, beri dukungan untuk tetap negatif dan melakukan aktivitas seksual
yang sehat.

6) Ibu hamil dengan HIV mengetahui upaya yang dilakukan untuk menurunkan risiko penularan ke
bayi dan mempunyai akses untuk profilaksis ART, pilihan persalinan (melalui konseling) dan PASI
(Pengganti Air Susu Ibu) (melaluipenyuluhan atau konseling).

7) Ibu hamil dengan status HIV +, diberikan profilaksis ARV (untuk mencegahpenularan dari ibu ke
bayi) dan kemudian dilakukan pemeriksaan CD4 nya untukmenentukan indikasi pemberian ARV.

8) Ibu hamil dengan HIV +, mempunyai pilihan untuk menentukan cara persalinanm (melalui
konseling) apakah memilih melahirkan melalui partus normal atau SC dan berharap ibu dengan HIV tidak
memberikan ASI kepada bayinya.

9) Ibu dengan HIV +, setelah melahirkan mendapatkan ARV dengan indikasi (karena pemberian ART
adalah untuk seumur hidup).

10) Bayi yang lahir dari ibu dengan HIV , mendapatkan profilaksis ARV dan dilakukan pemeriksaan status
HIV nya pada umur 18 bulan.12

2.2.6 Pencegahan Malaria dalam Kehamilan

Pengertian
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh pa-rasit Plasmodium yang masuk ke dalam tubuh
manusia, ditular-kan oleh nyamuk anopheles be-tina (WHO 1981).

Penyebab

Empat spesies Plasmodium penyebab malaria pada manusia adalah :

1) Plasmodium falciparum (P. fal-ciparum)

2) Plasmodium vivax (P. vivax)

3) Plasmodium ovale (P. ovale)

4) Plasmodium malariae (P. mala-riae).

Jenis Plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia adalah P. falciparum dan P.vivaxatau campuran
keduanya, se-dangkan P. malariae hanya dite-mukan di Nusa Tenggara Timur dan P. ovale ditemukan di
Papua.

Dampak

Pengaruh bagi ibu

1) Anemia

2) Gangguan system sirkulasi pada infeksi P. falciparum sering dijumpai hipotensi orto-statik.

3) Edema pulmonum

4) Hipoglikemia

5) Infeksi plasenta

6) Gangguan elektro

7) Malaria serebral

8) malaria serebral jumpai pada daerah endemik seperti Jawa Tengah (Jepara), Sulawesi Utara,
Maluku dan Irian Jaya. Di Sulawesi Utara mortalitas 30,5% sedangkan di RSUP Manado 50%.

Dampak pada janin

1) Kematian janin dalam kandungan.

2) Abortus.

3) Kelahiran premature

4) Berat badan lahir rendah


5) Malaria plasenta.

6) malaria kongenil dibagi menjadi 2 kelompok

· True congenital malaria (Acquired during pregnan-cy) Pada malaria congenital ini sudah terjadi
kerusak-an plasenta sebelum bayi dilahirkan. Parasit mala-ria ditemukan pada darah perifer bayi dalam
48 jam setelah lahir dan gejala-nya ditemukan pada saat lahir atau 1-2 hari setelah

· False congenital malaria (Acquired during labor) Malaria kongenital ini paling banyak dilaporkan
dan terjadi karena pele-pasan plasenta diikutin transmisi parasit malaria ke janin. Gejala-gejalanya
muncul 3-5 minggu setlah bayi lahir.

Pencegahan pada ibu hamil dan pada janin

Penanganan Malaria pada Malaria Kehamilan.

Pengontrolan

Pengontrolan malaria pada kehamilan tergantung derajat transmisi, pengawasan berdasar-kan suatu
gabungan hal-hal di-bawah ini :

1) Diagnosis & pengobatan ma-laria ringan dan anemia ringan sampai moderat.

2) Kemoprofilaksis.

3) Penatalaksanaan komplikasi-komplikasi severe malaria, termasuk anemia berat.

4) Pendidikan kesehatan dan kunjungan yang teratur untuk ante natal care (ANC). ANC yang teratur
adalah da-sar untuk keberhasilan pena-talaksanaan malaria dalam kehamilan, yang bertujuan untuk:
Memberikan pendi-dikan kesehatan termasuk penyuluhan tentang malaria dan dampaknya (malaria se-
rebral, anemia, hipoglikemi, edema paru, abortus, per-tumbuhan janin terhambat, prematuritas,
kematian janin dalam rahim, dll) pada ke-hamilan di semua lini kese-hatan (Posyandu, Pustu, Pus-
kesmas dan Rumah Sakit). Memonitor kesehatan ibu dan janin, serta kemajuan kehamilan. Diagnosis
dan pengobatan yang tepat (tepat waktu). Memberikan ibu suplai obat untuk kemoprofilak-sis.

5) Perlindungan pribadi untuk mencegah kontak dengan vektor, misal : pemakaian ke-lambu.

6) Pemeriksaanhemoglobin dan parasitologi malaria setiap bulan.

7) Pemberian tablet besi dan asam folat serta imunisasi TT harus lengkap.

8) Pada daerah non resisten klorokuin : Ibu hamil non-imun dibe-ri Klorokuin 2 tablet/ minggu dari
pertama da-tang sampai masa nifas. Ibu hamil semi imun di-beri SP pada trimester II dan III awal.

9) Pada daerah resisten kloro-kuin semua ibu hamil baik non imun maupun semi i-mun diberi SP pada
trimester II dan III awal

Standar :
Semua ibu hamil di daerah endemis malaria mendapatkan penapisan malaria, kelambu berinsektisida
(LLIN/Long Lasting Insecticide Nets (Kelambu berinsektisidatahan lama) pada kunjungan antenatal
pertamakali, dan bila hasil pemeriksaan positif untuk malaria, maka ibu hamil diberi pengobatan sesuai
usia kehamilan.

Tujuan :

Menurunkan insidens penyakit malaria dan berbagai komplikasi/dampak negatif terhadap ibu hamil
yang disebabkan oleh penyakit malaria13

Pelaksanaan :

Tim antenatal di daerah endemis harus mampu:

1) Melakukan pemeriksaan sediaan darah dengan mikroskopik atau RDT pada kunjungan pertama ibu
hamil ataupun kunjungan berikutnya bila disertai dengan keluhan demam. Apabila serologis positif
dilakukan pengobatan berdasarkanumur kehamilan. Trimester I : Kina (dosis 10 mg/kg BB/kali diberikan
3 kali sehari selama 7 hari) Trimester II, III : ACT (Artemisinin Combination Therapy) (Artesunat 10
mg/kgBB,Amodiakuin 10mg/kgBB selama 3 hari )

2) Setiap ibu hamil diberikan kelambu berinsektisida disetiap kunjungan pertama, atau kunjungan
berikutnya apabila belum mendapatkan kelambu pada kunjunganpertama/sebelumnya.

3) Dilakukan pemberian motivasi secara sungguh-sungguh agar semua ibuhamil bersedia tidur
memakai kelambu sesegera mungkin selama umur kehamilan mereka bahkan dilanjutkan setelah pasca
persalinan.14

Tim Antenatal di daerah non-endemis harus mampu :

1) Mewaspadai jika dijumpai ibu hamil yang memiliki gejala anemis dan/ataudemam jika
sebelumnya mempunyai riwayat pernah menderita dan/atauberkunjung di daerah endemis malaria.
Selanjutnya diberikan pengobatan sesuai dengan standar teknis pengobatan malaria yang berlaku secara
nasional.

2) Sebagai bentuk upaya pencegahan dan dapat memberikan nasehat agar semua ibu hamil lebih
waspada apabila akan tinggal atau berpergian ke wilayahendemis malaria dan dapat melakukan
tindakan pencegahan terhadap gigitannyamuk misal dengan memakai pakaian tertutup, lotion anti
nyamuk , dll3.Dibuatkan catatan riwayat pengobatan malaria secara lengkap di kartuantenatal dari
semua ibu hamil.14

2.2.7 Penatalaksaan TB Paru pada ibu hamil (TB-ANC) dan Kusta

Pengertian
Tuberklosa, bakteri ini menyerang siapa saja pria maupun wanita tanpa memandang usia. Dan
biasanya penyakit TBC sering menyerang pada usia rata-rata 15-35 tahun, boleh dibilang usia masih
produktif. Pada umumnya penyakit tBC tidak mempengaruhi kehamilan dan persalinan nifas kecuali
penyakitnya tidak terkontrol, berat dan luas yang disertai sesak napas dan hypoxia. Walaupun
kehamilan menyebabkan sedikit perubahan pada sistem pernapasan, karena uterus yang membesar
dapat mendorong diafraghma dan paru-paru ke atas serta sisa udara dalam paru-paru kurang. Namun,
penyakit ini perlu diperhatikan dalam kehamilan, karena penyakit TBC ini dapat menimbulkan masalah
pada wanita itu sendiri, bayinya dan masyarakat sekitarnya.

Penyebab

Tingginya angka penderita TBC di Indonesia dikarenakan banyak faktor, salah satunya adalah iklim
dan lingkungan yang lembab serta tidak semua penderita mengerti benar tentang perjalanan
penyakitnya yang akan mengakibatkan kesalahan dalam perawatan dirinya serta kurangnya informasi
tentang proses penyakitnya dan pelaksanaan perawatan dirumah kuman ini menyerang pada tubuh
manusia yang lemah dan para pekerja di lingkungan yang udaranya sudah tercemar asap, debu, atau gas
buangan.

Dampak

Jika kuman TB hanya menyerang paru, maka akan ada sedikit risiko terhadap janin.Untuk
meminimalisasi risiko,biasanya diberikan obat-obatan TB yang aman bagi kehamilan seperti Rifampisin,
INH dan Etambutol. Kasusnya akan berbeda jika TB juga menginvasi organ lain di luar paru dan jaringan
limfa, dimana wanita tersebut memerlukan perawatan di rumah sakit sebelum melahirkan. Sebab
kemungkinan bayinya akan mengalami masalah setelah lahir. Penelitian yang dilakukan oleh Narayan
Jana, KalaVasistha, Subhas C Saha, Kushagradhi Ghosh, 1999 tentang efek TB ekstrapulmoner
tuberkuosis, didapatkan hasil bahwa tuberkulosis pada limpha tidak berefek terhadap kahamilan,
persalinan dan hasil konsepsi. Namun juka dibandingkan dengan kelompok wanita sehat yang tidak
mengalami tuberculosis selama hamil mempunyai resiko hospitalisasi lebih tinggi (21% : 2%), bayi
dengan APGAR skore rendah segera setelah lahir (19% : 3%), berat badan lahir rendah (<2500 ). Selain
itu, risiko juga meningkat pada janin, seperti abortus, terhambatnya pertumbuhan janin, kelahiran
prematur dan terjadinya penularan TB dari ibu ke janin melalui aspirasi cairan amnion (disebut TB
congenital). Gejala TB congenital biasanya sudah bisa diamati pada minggu ke 2-3 kehidupan
bayi,seperti prematur, gangguan napas, demam, berat badan rendah, hati dan limpa membesar.
Penularan kongenital sampai saat ini masih belum jelas,apakah bayi tertular saat masih di perut atau
setelah lahir.

Standar :

Semua wanita yang dijumpai pada periode kehamilan harus diberikan informasi yang tepat mengenai
pencegahan dan pengenalan penyakit TB Paru dan Kusta. Mereka harus diperiksa gejala dan tanda TB
Paru dan Kusta, dan bila perlu diberikan pengobatan yang tepat dan efektif bagi mereka.
Tujuan :

Menurunkan angka kesakitan atau angka kematian penyakit TB Paru dan Kustadengan cara memutuskan
rantai penularan, kekambuhan dan Multi Drug Resistant(MDR) (khusus pada TB Paru) dapat dicegah
sehingga penyakit TB Paru dan Kustatidak lagi merupakan masalah kesehatan bagi ibu hamil di
Indonesia.15

Pelaksanaan :

1) Paradigma Sehat

a) Meningkatkan penyuluhan untuk menemukan kontak sedini mungkin, sertameningkatkan


cakupan program

b) Promosi kesehatan dalam rangka meningkatkan perilaku hidup sehat.

c) Perbaikan perumahan serta peningkatan status gizi pada kondisi tertentu.

2) Srategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse), sesuai rekomendasiWHO, terdiri dari
5 komponen yaitu :

a) Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dana.

b) Diagnosa TB dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis yang terjaminmutunya

c) Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TBdengantatalaksanan kasus yang
tepat, termasuk pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).

d) Jaminan ketersediaan OAT yang bermutue)Sistim Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk
memudahkanpemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB.

3) Prinsip pengobatan bagi ibu hamil yang menderita TB paru adalah tidak berbedadengan
pengobatan TB pada umumnya :

a) Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3 (6 bulan):(1)Phase Intensif 2 bulan setiap hari(2)Phase Lanjutan 4


bulan 3 kali seminggu(3)Kategori 1 untuk pasien baru BTA (+), pasien baru BTA (-) dengan Rontgen (+)

b) Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3 (8 bulan):(1)Phase Intensif 3 bulan setiap hari(2)Phase


Lanjutan 5 bulan 3 kali seminggu.

3) Kategori 2 untuk pasien kambuh, pengobatan setelah putus berobat(default), gagal (failure)

4) Hampir semua OAT aman untuk kehamilan kecuali streptomisinIbu hamil dapat diberikan
pengobatan TB kecuali streptomisin. Sebaiknya bila ibu hamil memerlukan pengobatan kategori 2 maka
pengobatan sebaiknya ditunda setelah melahirkan. Apabila pengobatan tidak bisa ditunda maka
sebaiknyadirujuk untuk pengobatannya.

5) Prinsip pengobatan ibu hamil yang menderita kusta tidak berbeda dengan penderita kusta lainnya:
a) Multi Drug Treatment (MDT) untuk Pauci Basiler (PB) : Obat diberikanselama 6-9 bulan, terdiri
dari:

· Dapson setiap hari

· Rifamipisin (1x/bulan)

b) MDT Multi Basiler (MB) : Obat diberikan selama 12-18 bulan terdiri dari:

· Rifamipisin (1x/bulan)

· Dapson setiap hari

· Klofazimin setiap hari

c) Reaksi Kusta Reaksi kusta merupakan fase akut pada perjalanan penyakit kusta yang kronis.
Sebelum, selama, dan sesudah penyakit kusta, reaksi dapat terjadi.Jika terjadi reaksi pada ibu hamil yang
menderita kusta, pasien harus dirujukd)Semua MDT aman untuk ibu hamil

6) Bidan di desa membantu penemuan kasus TB dan Kusta pada bumil melalui pengiriman dahak ke
Unit pelayanan ANTE NATAL pada TB, dan melaporkan tersangka/kasus Kusta pada petugas/wasor kusta
di Puskesmas/Kabupaten.

7) Pengembangan program dilaksanakan secara bertahap keseluruh UPK.

8) Peningkatan kerjasama dengan semua pihak melalui kegiatan advokasi,diseminasi informasi


dengan memperhatikan peran masing-masing.

9) Kabupaten/Kota sebagai titik berat manajemen program meliputi : perencanaan,pelaksanaan,


monitoring, dan evaluasi serta mengupayakan sumber daya (dana,tenaga, sarana dan prasarana).

10) Kegiatan penelitian dan pengembangan dilaksanakan dengan melibatkan semua unsur terkait.

11) Memperhatikan komitmen internasional.

12) Pada setiap ibu hamil harus dilakukan inspeksi kulit untuk mencari tanda/gejalakusta, dilakukan
minimal sekali selama kehamilan. Bila ditemukan kelainankulit/bercak disertai gangguan saraf berupa
mati rasa/baal, nyeri saraf,tangan/kaki bengkok, kaki semper atau mata tidak dapat menutup, rujuk
kelayanan yang lebih tinggi (petugas/wasor kusta atau dokter terlatih).

13) Tersedia informasi sistem rujukan dan tempat rujukan kasus TB Paru atau Kusta9

2.2.8 Pencegahan Kecacingan Pada Kehamilan (PKDK)

Pengertian
Kecacingan merupakan masalah kesehatan yang perlu penanganan serius terutama di derah tropis
karena cukup banyak penduduk menderita kecacingan. Penyakit kecacingan merupakan salah satu
penyakit infeksi yang paling sering ditemukan di negara-negara berkembang. Di Indonesia penyakit
kecacingan masih merupakan masalah yang besar untuk kasus anemia defisiensi besi, karena
diperkirakan cacing menghisap darah 2-100 cc setiap harinya

Penyebab

Secara umum, kecacingan pada ibu hamil dapat menyebabkan :

1) Menyebabkan anemia defisiensi zat besi

Infeksi kecacingan pada manusia baik oleh cacing gelang, cacing cambuk maupun cacing tambang
dapat menyebabkan pendarahan yang menahun yang berakibat menurunnya cadangan besi tubuh dan
akhirnya menyebabkan timbulnya anemia kurang besi. Pada daerah-daerah tertentu anemia gizi
diperberat keadaannya oleh investasi cacing terutama oleh cacing tambang. Cacing tambang menempel
pada dinding usus dan memakan darah. Akibat gigitan sebagian darah hilang dan dikeluarkan dari dalam
badan bersama tinja. Jumlah cacing yang sedikit belum menunjukkan gejala klinis tetapi bila dalam
jumlah yang banyak yaitu lebih dari 1000 ekor maka orang yang bersangkutan dapat menjadi anemia.

2) Menurunkan efektivitas vaksin TT dan DPT pada ibu hamil

Infeksi cacing merupakan masalah kesehatan di negara-negara tropis, termasuk Indonesia, yang
terabaikan. Padahal, infeksi cacing kronis menurunkan respons imun pada ibu hamil dan bayi yang
dilahirkan terhadap antigen tetanus toksoid atau TT meski telah divaksinasi. Respon imun terhadap TT
pada ibu hamil yang rendah dan ditambah infeksi cacing yang menyertai, dimungkinkan akan berakibat
pada bayi yang dilahirkan

Dampak

Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan banyaknya kasus kegagalan program vaksinasi tetanus di
daerah Asia dan Afrika terkait dengan beberapa faktor, seperti ketidaktepatan jadwal imunisasi, potensi
vaksin rendah, serta rendahnya respons imun ibu. Padahal, angka kasus infeksi cacing di banyak negara
di Asia dan Afrika masih tinggi.

1) Menurunkan berat badan ibu hamil

Kekurangan micronutrient dalam darah menyebabkan pasokan gizi ibu hamil dan janin berkurang.
Keadaan yang demikian jika dibiarkan berlanjut selama kehamilan akan meyebabkan berat badan ibu
hamil tidak bertambah bahkan bisa berkurang karena cadangan gizi ibu hamil ditujukan untuk
pertumbuhan janin.

2) Menyebabkan perdarahan pada usus

Perdarahan terjadi akibat proses penghisapan aktif oleh cacing dan juga akibat perembesan darah
disekitar tempat hisapan. Cacing berpindah tempat menghisap setiap 6 jam perdarahan ditempat yang
ditinggalkan segera berhenti dan luka menutup kembali denqan cepat karena turn over sel epithel usus
sangat cepat.

Kehilangan darah yang terjadi pada infeksi kecacingan dapat disebabkan oleh adanya lesi yang terjadi
pada dinding usus juga oleh karena dikonsumsi oleh cacing itu sendiri walaupun ini masih belum
terjawab dengan jelas termasuk berapa besar jumlah darah yang hilang dengan infeksi cacing ini.

3) Menyebabkan kekurangan mikronutrien ibu hamil

Cacing pada usus ibu hamil selain menyebabkan perdarahan, juga menyebabkan terganggunya
penyerapan nutrisi makanan yang masuk. Jika selama kehamilan tersebut cacing masih terdapat pada
usus, maka penyerapan micronutrient akan terganggu. Micronutrient dalam darah cenderung menurun.

Pada ibu hamil, kekurangan micronutrient menyebabkan menurunnya kemampuan untuk melahirkan
anak-anak yang sehat dan berotak cerdas. Sementara cacing trikhuris dapat menimbulkan perdarahan
kecil yang dapat menimbulkan anemia, meski tak separah cacing tambang.

Komplikasi

1. Bila cacing dalam jumlah besar menggumpal dalam usus dapat terjadi obstruksi usus (ileus)

2. Anemia berat

3. Perdarahan

4. BBLR

5. Kecacingan berat dapat menyebabkan radang paru, gangguan hati, kebutaan, penyumbatan usus,
bahkan kerusakan tubuh secara signifikan yang meninggalkan kecacatan

Standar :

Semua wanita hamil harus terlindung dari kecacingan dan akibat yang ditimbulkannya, baik terhadap ibu
maupun bayi yang dilahirkan. Bila dijumpai anemia yang berat tanpa tanda-tanda lain, perlu adanya
penapisan khusus tentang kecacingan.

Tujuan :

Mencegah kecacingan dan akibat yang ditimbulkannya (anemia) pada ibu hamil maupun bayi yang
dilahirkan9

Penerapan standar :

1) Semua ibu hamil diperiksa kadar Hb pada kunjungan pertama antenatal.


2) Semua ibu hamil dengan gejala dan tanda anemia, terutama Hb < 8 g/dl perlu dilakukanpenapisan
kecacingan dengan pemeriksaan tinja/feses dan gambaran hitung jenis (eosinofilia)

3) Bila pemeriksaan tinja/feses menunjukkan hasil positif telur cacing ataukeluar cacing pada waktu
buang air besar maka perlu pengobatan

4) Bila teridentifikasi suatu kasus kecacingan pada ibu hamil, berikan ibu obatcacingan sesudah
melewati trimester ke 1.

5) Pada daerah dengan prevalensi kecacingan yang tinggi, semua ibu hamildilakukan penapisan
terhadap kecacingan.

6) Memberikan penyuluhan kesehatan untuk membangkitkan kesadaran masyarakat tentang


perlunya pencegahan kecacingan dalam kehamilan.6

Anda mungkin juga menyukai