BAB II Punya Aiq
BAB II Punya Aiq
TINJAUAN PUSTAKA
Beton merupakan campuran dari semen portland atau semen hidrolis yang dicampur
dengan agregat halus, agregat kasar, dan air. Beton dapat memakai bahan campuran
tambahan (admixture). Pada beton biasanya terdapat tulangan yang berfungsi sebagai
penahan gaya tarik yang bekerja pada beton. Beton yang kuat terhadap gaya tekan dan lemah
terhadap tarik, maka diperlukan tulangan untuk menahan gaya tarik yang disebabkan beban -
beban yang bekerja. (Nawy, Edward G, 2008).
Sifat utama dari beton ialah beton sangat kuat terhadap beban tekan, namun juga
bersifat mudah patah atau rusak terhadap beban tarik. Biasanya dalam perhitungan struktur,
kuat tarik beton tidak diperhitungkan atau diabaikan.
Beton bertulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan paling banyak
digunakan. Beton bertulang digunakan pada semua jenis struktur besar maupun struktur kecil
seperti bangunan, jembatan, perkerasan jalan, bendungan, dinding penahan tanah,
terowongan, jembatan yang melintasi lembah (viaduct), drainase serta fasilitas irigasi, tangki,
dan sebagainya (McCormac, Jack, 2004).
Sifat utama dari baja tulangan ialah sangat kuat terhadap beban tarik maupun beban
tekan. Karena baja tulangan memiliki harga yang mahal, maka perlu dihindari penggunaan
baja tulangan untuk memikul beban tekan. Dari sifat utama kedua bahan di atas, yaitu beton
dan baja tulangan masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, maka jika kedua
material beton dan baja tulangan dipadukan menjadi satu kesatuan secara komposit, akan
diperoleh material baru yang disebut beton bertulang. Beton bertulang ini memiliki sifat
sesuai dengan sifat bahan penyusunnya, yaitu sangat kuat terhadap beban tarik (baja
tulangan) maupun beban tekan (beton).
Meurut Howel dalam Mulyo (2004) yang mendefinisikan bahwa pengertian gempa
bumi adalah getaran atau serentetan getaran dari kulit bumi yang bersifat tidak abadi dan
kemudian menyebar ke segala arah. Kulit bumi bergetar secara kontinyu walaupun relatif
sangat kecil. Getaran tersebut tidak dikatakan gempa bumi karena memiliki sifat getaran yang
terus menerus. Jadi, gempa bumi harus memiliki waktu awal dan waktu akhir yang jelas.
Berdasarkan penyebabnya gempa bumi dibagi menjadi :
Sesuai dengan SNI 1726 (2003), Indonesia dibagi menjadi 6 wilayah gempa seperti
yang ditunjukan pada gambar, dimana wilayah gempa 1 adalah wilayah dengan tingkat
kegempaan paling rendah dan wilayah gempa 6 memiliki tingkat kegempaan yang paling
tinggi. Pembagian wilayah gempa didasarkan pada percepatan puncak batuan dasar akibat
pengaruh gempa rencana dengan periode kala ulang 500 tahun, dimana nilai reratanya
digunakan untuk setiap wilayah gempa yang ditetapkan pada gambar dan tabel 2.1. Wilayah
gempa ringan ditetapkan sebagai wilayah 1 dan 2, wilayah gempa ringan adalah 2 dan 3,
sedangkan wilayah gempa berat adalah wilayah 5 dan 6.
Tabel 2.1
Percepatan puncak batuan dasar dan percepatan puncak muka tanah untuk masing-masing
Wilayah Gempa Indonesia.
Sumber : SNI 1726 (2003).
Gambar 2.1 Wilayah Gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar dengan
periode ulang 500 tahun.
Menurut Moehle dan Oberhard dalam Chen (2000), Kerusakan gempa pada jembatan
bisa memiliki akibat yang besar. Kerusakan ini diklasifikasikan menjadi dua kelas, yaitu :
Primary Damage
Kerusakan ini disebabkan oleh pergerakan tanah atau deformasi yang
merupakan penyebab utama dari kerusakan jembatan dan bisa menyebabkan
kerusakan lainnya atau collapse.
Secondary Damage
Kerusakan ini disebabkan oleh pergerakan tanah atau deformasi yang
merupakan hasil dari kegagalan struktur pada jembatan dan disebabkan oleh
redistribusi dari aksi internal untuk struktur yang didesain.
Menurut Anugrah Pamungkas dan Erny Harianti (2010), Beban gempa merupakan
beban yang diakibatkan oleh adanya pergerakan tanah dibawah struktur suatu gedung atau
bangunan. Akibat pergerakan tanah, struktur atas akan bergoyang goyangan tersebut
dimodelkan sebagai beban horizontal terhadap struktur atas gedung atau bangunan, dan
kemudian diformulasikan sebagai beban gempa rencana.
Pada umumnya gempa terjadi akibat bertubrukkan lempengan – lempengan kerak bumi,
getaran yang terjadi akibat gempa berdampak pada bangunan atau benda diatasnya. Gempa
dapat dikelompokkan berdasarkan akibat terjadinya yaitu, gempa tektonik akibat gerakan
lempengan – lempengan kerak bumi. Gempa vulkanik merupakan gempa akibat akitivitas
dari gunung berapi, dan gempa tuban terjadi akibat adanya longsor atau ledakan.
Analisis dinamis untuk perancangan struktur tahan gempa dilakukan jika diperlukan
evaluasi yang lebih akurat dari gaya-gaya gempa yang bekerja pada struktur, serta untuk
mengetahui perilaku dari struktur akibat pengaruh gempa. Pada struktur bangunan tingkat
tinggi atau struktur dengan bentuk atau konfigurasi yang 4 tidak teratur. Analisis dinamis
dapat dilakukan dengan cara elastis maupun inelastis. Pada cara elastis dibedakan
Analisis Ragam Riwayat Waktu (Time History Modal Analysis), dimana pada cara ini
diperlukan rekaman percepatan gempa dan Analisis Ragam Spektrum Respons (Response
Spectrum Modal Analysis), dimana pada cara ini respons maksimum dari tiap ragam
getar yang terjadi didapat dari Spektrum Respons Rencana (Design Spectra). Sedangkan
pada analisis dinamis inelastis digunakan untuk mendapatkan respons struktur akibat
pengaruh gempa yang sangat kuat dengan cara integrasi langsung (Direct Integration
Method).
𝐹𝑥 = 𝐶𝑣𝑥 . 𝑉 (2)
dan
𝑘
𝑤𝑥 .ℎ𝑥
𝐶𝑣𝑥 = (3)
∑𝑛 𝑘
𝑖=1 𝑤𝑖 .ℎ𝑖
Keterangan:
𝐹𝑥 = Gaya gempa lateral ditingkat ke-x
Cvx = Faktor distribusi vertikal
V = Gaya lateral desian total atau geser didasar struktur
wi&wx = Berat seismic efektif total struktur (W) ditingkat ke-i atau ke-x
hi&hx = Tinggi dari dasar sampai tingkat ke-i atau ke-x
k = Eksponen yang terkait dengan perioda struktur
𝐶1 .𝐼
𝑉= . 𝑊𝑡 (4)
𝑅
Keterengan:
V = Gaya geser dasar nominal statik ekuivalen
C1 = Nilai faktor respons gempa yang didapat dari spektrum respons
gempa rencana
I = Faktor keutamaan gedung
𝑊𝑖 .𝑧𝑖
𝐹𝑖 = ∑𝑛 𝑥𝑉 (5)
𝑖=1 𝑊𝑖 .𝑧𝑖
Keterangan:
𝐹𝑖 = Beban gempa nominal statik ekuivalen pada lantai ke-i
Wi = Berat lantai ke-i
zi = Ketinggian lantai tingkat ke-i
V = gaya geser dasar nominal statik ekuivalen
2.3 Jembatan
1. Jembatan : kedalaman air sungai yang dalam dan arus sungai yang kencang.
2. Jembatan Layang : pembangunan tidak boleh menganggu arus lalu lintas dibawahnya
sehingga perlu adanya pengaturan lalu lintas yang lebih.
Bagian jembatan yang menerima beban dari pembebanan struktur diatasnya disebur
dengan struktur bawah jembatan. Bagian ini akan meruskan beban yang diterima ke tanah.
Struktur bawah jembatan terdiri dari :
1. Abutment
Beban Mati
Beban mati adalah semua beban tetap yang berasal dari beban struktur atas
dan berat sendiri abutment termasuk segala beban tambahan lainnya yang
dianggap selalu membebani abutment tersebut.
Tekanan Tanah
Tekanan tanah wajib diperhitungkan dalam perencanaan abutment terutama
tekanan tanah aktif sedangkan tekanan tanah pasif dapat diabaikan karena
bernilai sangat kecil.
Beban Mati Tambahan
Beban mati tambahan merupakan beban non struktural dan besarnya dapat
berubah selama umur jembatan.
Beban Hidup
Beban hidup adalah semua beban yang berasal dari berat kendaraan yang
bergerak dan orang-orang pejalan kaki.
Gaya Rem
Bekerja pada arah memanjang jembatan, akibat dari pengereman kendaraan.
Beban Angin
Kecepatan angin rencana mempengaruhi beban angin yang bekerja pada
abutment.
Pengaruh Gempa
Beban gempa bekerja secara dinamis terhadap abutment. Saat beban gempa
terjadi, abutment mendapatkan gaya dari pergeseran tanah akibat gempa dan
beban tumbukan dari struktur atas jembatan.
2. Pondasi
Pengunaan pondasi jembatan didasarkan pada kondisi tanah. Apabila letak tanah
keras dangkal maka dapat digunakan pondasi langsung namun apabila letak tanah keras tidak
terlalu dalam maka digunakan pondasi sumuran, jika letak tanah keras dalam maka
digunakan pondasi tiang.
3. Pilar
Biasanya digunakan pada bagian tengah bentang jembatan dan berfungsi sebagi
penyokong selain abutment. Penggunaan pilar ini sendiri dilakukan apabila bentang jembatan
terlalu panjang.
Abutment sendiri dapat ditemui pada setiap ujung ujung jembatan yang berhubungan
langsung dengan dataran. Pengertian dari abutment itu senditi menurut Dementrios E. Tonias
(1955: 354) “An abutment is a structure located at the end of a bridge which is provides the
basic function of: supporting the end of the first or last span, retaining earth underneath and
adjacent to the approach roadway, and, if necessary supporting part of the approach roadway
or approach slab”. Sedangkan, Johnny Feng dan Hong Chen (2003: 4-1) mengatakan, “As a
component of a bridge, the abutment provides the vertical support to the bridge
superstructure at the bridge ends, connects the bridge with the approach roadway, and
retains the roadway base materials from the bridge spans”.
Berdasarkan dari kedua pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa abutment
merupakan struktur bawah jembatan yang berfungsi untuk mehanan beban diujung – ujung
jembatan dari sktruktur atas jembatan. Selain itu abutment juga memiliki fungsi untuk
menghubungkan jembatan dengan jalan atau slab terdekat. Abutment itu sendiri memiliki
beberapa tipe, penentuan tipe jembatan yang digunakan bergantung dengan keadaan sekitar
dan perencanaan dari struktur atas jembatan. Tipe – tipe dari abutment antara lain:
1. Abutment gravity,
2. U abutment
3. Cantilever abutment
4. Full height abutment
5. Stub abutment
6. Semi-stub abutment
7. Counterfort abutment
8. Spill-through abutment
9. Pile bent abutment
10. Reinforced earth system
𝑀 𝑑²𝑦
= 𝑑𝑥²
𝐸𝐼
𝑑²𝑦
EI = = M....................................................................................................(1)
𝑑𝑥²
I = Momen Inersia
M = Momen Lentur
y = Jarak vertikal
x = Jarak horizontal
Gaya Aksial
Gaya Radial
Gaya radial sendiri ialah gaya yang arah gayanya tegak lurus dengan sumbu poros
Gaya Circumferential
Momen lentur muncul karena adanya gaya radial yang bekerja pada elemen poros
dengan jarak yang tegak lurus terhadap titik tumpuan. Momen lentur menimbulkan lendutan
atau defleksi.
Secara sistematis :
ML = FR x L (6)
Keterangan :
ML = Momen lentur
FR = Gaya radial