Art File 7 1484900228 PDF
Art File 7 1484900228 PDF
Helena HL Lee, MBBS, MRCOG, FHKAM (O&G); Annisa SL Mak, MBBS, M Med Sc, MRCOG, FHKAM (O&G); KY
Leung, MBBS, MD, FRCOG, FHKAM (O&G)
ABSTRAK
Talasemia saat ini menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia. Sebagian besar wanita dengan talasemia
minor dapat dideteksi melalui pemeriksaan skrining prenatal universal untuk talasemia yang
menggunakan volume korpuskular rata‐rata (MCV)/konsentrasi hemoglobin korpuskular rata‐rata (MCH)
yang dilanjutkan dengan pemeriksaan pola hemoglobin dengan atau tanpa dilakukan analisis DNA. Jika
pasangan/suami merupakan pembawa sifat (carrier) talasemia jenis yang sama, keduanya dianjurkan
untuk melakukan konseling dan diagnosis prenatal, invasif ataupun non invasif yang dilakukan oleh
personil yang berpengalaman dan laboratorium terpercaya. Secara konvensional, diagnosis prenatal
diperoleh melalui analisis DNA sesudah dilakukan pengambilan sampel vili korionik atau amniosentesis.
Pendekatan non invasif yang terdiri dari serangkaian pemeriksaan ultrasonografi 2 dimensi secara efektif
dapat mengurangi kebutuhan pemeriksaan invasif untuk mayoritas kehamilan yang tidak mengalami
talasemia α0. Prognosis talasemia α, β, atau E minor pada kehamilan cukup baik, terlepas dari adanya
sedikit risiko anemia, kelahiran prematur, hambatan pertumbuhan janin, berat badan lahir rendah, dan
bakteriuria pada bayi. Biasanya kondisi ini dapat ditangani dengan perawatan obstetrik umum. Risiko
penyakit hemoglobin H pada kehamilan adalah sama dengan risiko pada talasemia minor. Pemantauan
hemoglobin secara berkala diperlukan karena adakalanya diperlukan transfusi pada kasus anemia berat.
Di lain pihak, ibu dan janin yang dikandungnya berisiko tinggi mengalami talasemia β mayor sehingga
dibutuhkan penanganan khusus oleh tim yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu. Perhatian utama dalam
penanganan kasus talasemia adalah kelebihan muatan zat besi yang disebabkan transfusi darah
berulang dan kaitannya dengan gangguan fungsi hati, jantung, dan endokrin. Risiko kelebihan muatan
zat besi akan meningkat ketika pemberian kelasi zat besi dihentikan atau dikurangi selama kehamilan.
Derajat keparahan talasemia β intermedia bervariasi mulai dari ringan hingga berat tergantung dari tipe
mutase talasemia β. Konsumsi asam folat selama perikonsepsi dan kehamilan dapat mencegah defek
tabung saraf pada fetus dan anemia pada ibu hamil.
PENDAHULUAN
Talasemia yang sebelumnya lazim ditemui di wilayah Mediteranea, India, Asia Tenggara, dan Sub Sahara
Afrika, saat ini menjadi masalah global karena pengaruh migrasi penduduk.1,2 Di wilayah Asia Tenggara,
contohnya, prevalensi prevalensi dari talasemia minor atau atau carrier heterozigot α atau β adalah
7,8% di Hong Kong3 dan 16,5% di Propinsi Guangdong Tiongkok.4 Di Thailand dimana talasemia E minor
juga banyak dijumpai, angka talasemia total adalah sebesar 25,4%.5
Talasemia yang dicirikan dengan adanya penurunan sintesis rantai globin dari hemoglobin, terdiri dari
spektrum gangguan yang luas, mulai dari talasemia minor yang asimtomatik, penyakit hemoglobin (Hb)
H dengan anemia ringan hingga sedang serta talasemia beta intermedia dengan derajat keparahan yang
beragam, hingga talasemia berat yang meliputi talasemia homozigot α° dan talasemia β mayor.
Talasemia homozigot α° tanpa gen fungsional α, dihubungkan dengan kasus hidrops fetalis, stillbirth
atau kematian neonatus, serta komplikasi maternal berat atau kematian (jarang terjadi).6 Pada
talasemia β mayor, kedua gen globin β mengalami kelainan baik pada homozigot ataupun komponen
heterozigot, dan individu tersebut mengalami ketergantungan transfusi darah. Risiko talasemia minor
terhadap ibu dan janin termasuk kecil7‐9, sedangkan pada talasemia β mayor risiko terhadap ibu dan
janin tergolong tinggi.10‐13 Obyektif dari artikel ini adalah untuk mengulas tentang penanganan terkini
talasemia minor, penyakit Hb H, talasemia beta intermedia, dan talasemia mayor pada kehamilan.
DIAGNOSIS
Kebanyakan wanita dengan talasemia minor dapat dideteksi oleh skrining prenatal universal untuk
talasemia. volume korpuskular rata‐rata (MCV) cut‐off 80 fl atau konsentrasi hemoglobin korpuskular
rata‐rata (MCH) cut‐off 27 pg telah terbukti dapat mendeteksi semua kasus talasemia minor α° dan
carrier talasemia β,14 walaupun beberapa laboratorium mungkin menggunakan cut‐off yang lebih tinggi,
yaitu 82 fl, untuk MCV. Keberadaan badan inklusi Hb H yang sesekali timbul dan merupakan diagnosis
talasemia minor α° sedangkan peningkatan Hb A2 (>3,5%) pada pola Hb merupakan diagnosis talasemia
β. Diagnosis penyakit Hb H dibuat berdasarkan adanya badan inklusi Hb H dalam jumlah besar. Tidak
ditemukannya badan inklusi Hb H tidak dapat menyingkirkan diagnosis talasemia minor α° dan untuk
menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan analisis DNA. Karena MCV/MCH dari beberapa Hb E dan
talasemia minor α+ dapat berkisar antara 80 dan 85 fl, 14 diagnosis yang dibuat sebelum dan sesudahnya
membutuhkan pola Hb (untuk penyakit Hb E) dan analisis DNA (untuk talasemia α+ minor).
Diagnosis Prenatal
Ketika seorang ibu hamil didiagnosis mengidap talasemia, maka suaminya sebaiknya menjalani skrining
untuk mengetahui apakah pasutri ini adalah pembawa gen talasemia yang sama (α dan β) atau tidak.
Jika suami memiliki MCV/MCH normal, biasanya calon anaknya tidak berisiko mengalami talasemia
berat, kecuali pada kasus yang tidak lazim seperti talasemia homozigot α° atau talasemia β mayor yang
disebabkan disomi uniparental (DUP) ibu atau non paternitas.16 Pasutri yang memiliki gen pembawa
talasemia yang tidak sejenis (α dan β) hendaknya ditawarkan untuk menjalani pemeriksaan DNA untuk
menyingkirkan kemungkinan talasemia α yang berpasangan dengan talasemia β.
Talasemia adalah suatu penyakit autosomal resesif. Jika pasangan suami istri merupakan
pembawa gen (carrier) talasemia heterozigot yang sama (α atau β), maka anak mereka akan memiliki
kemungkinan 1:4 untuk mengidap talasemia homozigot. Jika istri memiliki penyakit Hb H dan suaminya
merupakan pembawa gen (carrier) talasemia α°, maka calon anak mereka akan memiliki risiko sebesar
25% untuk mengidap talasemia α° dan 25% penyakit Hb H. Jika istri merupakan pengidap talasemia β
mayor dan suaminya merupakan pembawa gen (carrier) talasemia β, maka calon anak mereka memiliki
kemungkinan 50% mengidap talasemia β mayor.
Konseling dan pemeriksaan prenatal, invasif atau non invasif, perlu ditawarkan dan dilakukan
oleh personil dan laboratorium berpengalaman. Secara konvensional, diagnosis prenatal diperoleh
melalui analisis DNA sesudah dilakukan pengambilan sampel vilus korionik atau amniosentesis.
Pendekatan non invasif yang terdiri dari serangkaian pemeriksaan ultrasonografi dua dimensi untuk
menilai rasio kardiotorasik fetus dan ketebalan plasenta yang mulai dilakukan sejak usia kehamilan 12
minggu secara efektif dapat mengurangi kebutuhan pemeriksaan invasive pada sebagian besar
kehamilan yang tidak dipengaruhi oleh talasemia homozigot α°.17‐18 Belakangan ini pemeriksaan non
invasif terhadap janin yang mengidap talasemia dapat dilakukan melalui pemeriksaan DNA cell‐free pada
plasma ibu hamil.
Jika seorang wanita memiliki anak yang mengidap talasemia mayor, darah tali pusat dari janin
yang sesudah didiagnosis prenatal ternyata tidak menuruni bakat talasemia mayor dapat menjadi
sumber sel punca yang bernilai untuk ditransplantasikan ke saudara kandungnya yang mengidap
talasemia jika mereka memiliki HLA yang sesuai/cocok.19
Skrining awal dianjurkan untuk mengurangi kecemasan sejak dini pada ibu hamil yang tidak
terkena talasemia atau menawarkan pilihan dini untuk mengakhiri kehamilan pada kehamilan yang
terkena talasemia. Pada wilayah dengan prevalensi pembawa gen (carrier) talasemia α°, skrining
talasemia antenatal sebaiknya dianjurkan untuk ibu hamil bahkan setelah pertengahan trimester, dalam
hal risiko maternal berat yang terkait dengan kehamilan yang dipengaruhi talasemia homozigot α°.
Jika pasangan suami istri didiagnosis mengidap talasemia sebelum terjadinya kehamilan, kepada
mereka dapat ditawarkan untuk dilakukan diagnosis genetik pra implantasi sebagai alternatif untuk
diagnosis prenatal. Asam folat 5 mg perikonseptual direkomendasikan untuk mencegah defek tabung
saraf pada janin.20
Talasemia α, β atau E minor
Wanita dengan talasemia minor biasanya mengalami anemia hipokrom mikrositer ringan tanpa disertai
gejala‐gejala klinis. Anemia tersebut akan bertambah berat seiring dengan bertambahnya usia
kehamilan karena adanya hemodilusi fisiologis sehingga mengakibatkan penurunan Hb. Asam folat
diindikasikan untuk mencegah defisiensi asam folat dan anemia. Transfusi darah biasanya tidak
diperlukan.
Prognosis talasemia minor pada kehamilan tergolong baik, terlepas dari risiko anemia dan
bakteriuria.7‐9 Anemia yang terjadi pada ibu hamil dihubungkan dengan kelahiran bayi prematur dan
berat badan lahir rendah.21 Risiko hambatan pertumbuhan janin, kelahiran bayi prematur dan berat
badan lahir rendah mengalami peningkatan pada kondisi talasemia dalam kehamilan.22‐24 Angka abortus
juga mengalami peningkatan.24 Dalam sebuah studi,25 risiko pre eklamsia terlihat mengalami sedikit
peningkatan pada wanita dengan talasemia minor, terutama nulipara dan ibu hamil dengan indeks
massa tubuh yang tinggi.
Penyakit Hb H
Pada penyakit Hb H, hanya satu gen globin α yang bersifat ungsional, sehingga derajat anemia pada
kondisi ini lebih berat daripada talasemia minor α. Diperlukan pemantauan kadar hemoglobin secara
berkala dan adakalanya perlu transfusi untuk kondisi anemia berat. Seperti pada talasemia minor α,
penyakit Hb H berhubungan dengan peningkatan risiko pertumbuhan janin terhambat, kelahiran bayi
prematur dan bayi dengan berat badan lahir rendah.26 Selain itu, angka kematian perinatal sedikit lebih
tinggi.26
Talasemia beta mayor
Berkat adanya kemajuan dalam penatalaksanaan medis talasemia β mayor, wanita pengidap talasemia
dapat mencapai usia reproduksi dan juga dapat mengalami kehamilan.27 Namun demikian, talasemia β
mayor dihubungkan dengan peningkatan risiko, baik pada ibu maupun bayinya. Perhatian utama pada
kondisi ini yaitu kelebihan muatan zat besi yang disebabkan transfusi darah berulang dan kaitannya
dengan gangguan fungsi hati, jantung, dan endokrin.11‐13 Setelah dilakukan penghentian kelasi zat besi
pada kehamilan trimester pertama karena risiko potensialnya terhadap janin, endokrinopati baru yang
mencakup diabetes mellitus, hipotiroidisme, dan hipoparatioridisme dapat berkembang sebagai akibat
dari meningkatnya beban zat besi.10‐11 Selain itu, muatan zat besi pada jantung dapat menimbulkan
dekompensasi jantung selama kehamilan, dan disritmia jantung peripartum ketika wanita tersebut
mengalami ketegangan pada saat melahirkan.12 Sebagai tambahan, anemia kronik akan meningkatkan
risiko terjadinya hambatan pertumbuhan janin. Royal College of Obstetricians and Gynaecologist telah
menerbitkan pedoman rinci mengenai tatalaksana (talasemia beta mayor).28
Talasemia beta intermedia
Tingkat keparahan talasemia β intermedia (TI) bervariasi, dari ringan hingga berat, tergantung dari tipe
mutase talasemia β. Walaupun fenotip TI berat sama dengan talasemia mayor, wanita dengan TI ringan
tidak tergantung pada transfusi (non‐transfusion dependent) sehingga tidak mengalami masalah
kelebihan muatan zat besi seperti pada wanita pengidap talasemia β mayor. Namun demikian, jika
terjadi perburukan anemia pada ibu hamil atau hambatan pertumbuhan janin, perlu dipertimbangkan
untuk diberikan transfusi darah berkala, dengan target terapi yang sama dengan talasemia mayor.28
Hambatan pertumbuhan janin mengakibatkan kesulitan pada lebih dari setengah kasus kehamilan
dengan TI.47 Transfusi diperlukan pada sebagian besar wanita dengan TI, bahkan pada yang non‐
transfusion dependent.47 Akhirnya dapat terjadi perkembangan antibody dan hal ini berkontribusi
terhadap perburukan anemia dan selanjutnya transfusi berulang.47 Adakalanya terjadi komplikasi‐
komplikasi yang mengancam jiwa, meliputi anemia hemolitik, trombositopenia, dan pembesaran
limpa.48
Sama halnya dengan talasemia β mayor, wanita dengan TI juga memiliki tendensi protrombotik,
dan memerlukan terapi profilaksis yang sama seperti tromboemboli.49
PERAWATAN PRA KEHAMILAN
Idealnya, kehamilan sebaiknya direncanakan sesudah pasutri menjalani konseling pra kehamilan pada
kehamilan yang berisiko talasemia mayor dan begitu pula sebaliknya. Karena transfusi darah berulang
dapat menyebabkan kelebihan muatan zat besi yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi hati,
jantung, dan endokrin, maka penilaian komprehensif terhadap kerusakan organ‐organ akhir ini
sebaiknya dilakukan, mencakup pemantauan glukosa, fungsi tiroid, fungsi jantung, fungsi hati, dan
status zat besi pada jantung dan hati.28 Untuk pengendalian glukosa, pengukuran kadar fruktosamin
lebih disukai daripada HbA1C karena kadar HbA1C mengalami penurunan setelah transfusi darah
sehingga hasilnya tidak dapat dipercaya.29 Lebih dianjurkan untuk mengoptimalkan penanganan
komplikasi yang meliputi diabetes, hipotiroid, dan gagal jantung.28 Karena beban zat besi akan
meningkat dan endokrinopati baru dapat terjadi sesudah penghentian terapi kelasi pada kehamilan,10‐11
maka kelasi agresif yang dilakukan pada tahap pra konsepsi dapat mengurangi kemungkinan terjadinya
endokrinopati atau masalah jantung.30‐33
Selain itu, pemindaian densitas tulang harus dilakukan karena kemungkinan adanya
osteoporosis yang seringkali diakibatkan oleh perkembangan pubertas yang tidak lengkap atau
mengalami keterlambatan.10 Kadar vitamin D hendaknya dioptimalkan.34
Juga perlu dilakukan skrining antibodi sel darah merah karena adanya keterkaitan dengan risiko
penyakit hemolitik pada fetus dan neonatus,35 dan reaksi transfusi maternal.36
Status Hepatitis B surface antigen (HBsAg) sebaiknya dicek dan bila hasilnya negatif, hendaknya
diberikan vaksinasi hepatitis B. Pengecekan status Hepatitis C juga perlu dilakukan.28 Semua wanita yang
telah menjalani splenektomi sebaiknya diberikan profilaksis penisilin dan vaksinasi untuk pneumokokus
dan Haemophilus influenza tipe B.28
Kasus subfertilitas yang disebabkan hipogonadisme hipogonadotropik seringkali dijumpai dan
dapat diterapi dengan terapi induksi ovulasi dengan gonadotropin.37
PERAWATAN ANTENATAL
Perawatan antenatal idealnya diberikan oleh tim multidisiplin yang terdiri dari dokter spesialis
kebidanan, bidan berpengalaman, spesialis hematologi, pakar diabetes, dan spesialis jantung.28
Frekuensi kunjungan antenatal tergantung dari usia kehailan dan beratnya kerusakan organ akhir.28
Diabetes melitus, jika ada, sebaiknya dikendalikan. Juga hipotiroid, jika ada, sebaiknya
dikoreksi.28
Pemeriksaan USG serial yang sebaiknya dianjurkan, meliputi: (a) pemindaian dini sebelum usia
kehamilan 10 minggu untuk mengonfirmasi viabilitas janin dan meyingkirkan kemungkinan kehamilan
kembar; (b) pemindaian pada trimester pertama bersama dengan skrining sindroma Down; (c)
pemindaian detil pada pertengahan trimester untuk menyingkirkan kemungkinan anomali; serta (d)
pemindaian serial pertumbuhan pada trimester ketiga untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
pertumbuhan janin yang terhambat. Pengukuran serial dari kecepatan puncak aliran darah sistolik arteri
serebri media untuk menyingkirkan kemungkinan anemia pada fetus juga diperlukan jika ditemukan
antibodi terhadap sel‐sel darah merah.
Kadar hemoglobin hendaknya dipantau secara berkala dan dilakukan koreksi anemia berat
melalui transfusi dengan tujuan untuk mempertahankan kadar hemoglobin pra transfusi sebesar 10
g/dl.28
Splenektomi dan tingginya jumlah trombosit (>600 x 109/l) merupakan faktor‐faktor risiko
tambahan untuk tromboemboli pada wanita dengan talasemia mayor. Direkomendasikan pemberian
aspirin dosis rendah 75 mg/hari direkomendasikan jika pasien wanita memiliki salah satu faktor risiko,
serta pemberian heparin dengan berat molekul rendah dan aspirin dosis rendah jika pasien wanita yang
memiliki kedua faktor risiko atau selama menjalani perawatan antenatal di rumah sakit,28
Pemeriksaan jantung diperlukan pada usia kehamilan 28 minggu atau bilamana pasien wanita
mengalami keluhan dyspnea, palpitasi, atau gejala‐gejala terkait lainnya. Jika ditemukan adanya muatan
zat besi dalam otot jantung pada pemeriksaan MRI jantung, maka akan diperlukan pemeriksaan oleh
dokter spesialis jantung.28 Terapi kelasi dengan deferioksamin dosis rendah 20 mg/kg/hari secara
subkutan harus diberikan jika ada tanda‐tanda dekompensasi jantung, termasuk adanya penurunan T2
hingga dibawah 20 ms,38 atau penurunan fraksi ejeksi atau peningkatan volume ventrikel pada
pemeriksaan EKG.32,39‐40
Kelasi zat besi dengan desferioksamin dosis rendah juga perlu dipertimbangkan untuk diberikan
setelah 20 minggu41 bilamana didapati muatan zat besi yang berat pada hati karena adanya risiko terkait
muatan zat besi dalam otot jantung. Pemberian desferioksamin dosis rendah aman digunakan pada usia
kehamilan setelah 20 minggu tetapi sebaiknya dihindari pemberiannya pada trimester pertama karena
tidak tersedianya data keamanan mengenai obat ini.42
PERAWATAN INTRAPARTUM
Idealnya perawatan intrapartum sebaiknya diberikan oleh tim multidisiplin yang meliputi dokter
spesialis kebidanan, bidan berpengalaman, spesialis anestesi, dan spesialis hematologi. Penyakit
talasemia β mayor sendiri bukan merupakan indikasi untuk seksio sesarea atau induksi persalinan.28
Induksi persalinan dapat dipertimbangkan untuk dilakukan atas indikasi obstetrik, sebagaimana halnya
dengan kondisi pertumbuhan janin terhambat atau diabetes melitus.
Anemia sering dijumpai. Jika ditemukan adanya antibodi terhadap sel‐sel darah merah yang
dapat menyebabkan reaksi transfusi, harus dilakukan cross‐matched terhadap darah yang akan
ditransfusi. Pemantauan elektronik terus‐menerus terhadap kecepatan denyut jantung janin
direkomendasikan mengingat adanya peningkatan risiko hipoksia pada janin.43 Penatalaksanaan aktif
persalinan kala tiga dapat meminimalisir kehilangan darah.44
Tindakan pencegahan yang sesuai harus dilakukan bilamana didapati komplikasi medis seperti
kardiomiopati. Terapi kelasi peripartum dengan desferioksamin 2 g secara intravena selama 24 jam
perlu dilakukan mengingat tingginya kadar non‐transferrin bound iron (fraksi zat besi yang tidak terikat
dengan transferrin) dalam serum yang dapat menyebabkan kerusakan akibat radikal bebas dan
gangguan irama jantung ketika pasien wanita mengalami stres persalinan.12
PERAWATAN POSTPARTUM
Mengingat tingginya risiko tromboemboli vena, terapi profilaksis dengan heparin berat molekul rendah
hendaknya diberikan selama perawatan di rumah sakit,45‐46 sekurang‐kurangnya selama 10 hari pasca
persalinan pervaginam atau selama 6 minggu pasca seksio sesarea.46
Pemberian ASI oleh ibu menyusui yang sedang mendapat desferioksamin adalah aman.
Walaupun desferioksamin disekresikan ke dalam ASI, tetapi obat ini tidak diabsorpsi secara oral
sehingga tidak berbahaya bagi bayi. Pemberian kembali kelasi besi dan terapi dengan biofosfonat perlu
dilakukan sesudah melahirkan.13
KESIMPULAN
Prognosis talasemia minor dalam kehamilan adalah baik dan perlu dilakukan perawatan umum
obstetrik. Risiko terhadap ibu dan janin adalah tinggi untuk kasus talasemia β mayor, membutuhkan
penanganan khusus oleh tim multidisiplin. Diagnosis prenatal diperlukan jika suami merupakan
pembawa gen talasemia yang sama jenisnya dengan istri. Pemberian asam folat selama masa
perikonsepsi dan kehamilan dapat mencegah terjadinya defek tabung saraf pada janin dan anemia pada
ibu hamil.
Daftar Pustaka
1. Crighton G, Wood AE, Scarborough R, Ho J, Bowden AD. Haemoglobin disorders in
Australia: where are we now and where will we be in the future? Intern Med J. 2016; doi:
10.1111/imj.13084.
2. Sayani FA, Kwiatkowski JL. Increasing prevalence of thalassemia in America: Implications
for primary care. Ann Med. 2015; 47:592–604.
3. Sin SY, Ghosh A, Tang LCH, Chan V. 2000. Ten years’ experience of antenatal
mean corpuscular volume screening and prenatal diagnosis for thalassaemias in Hong
Kong. J Obstet Gynecol Res 26:203–208.
4. Li B, Zhang XZ, Yin AH, et al. High prevalence of thalassemia in migrant populations
in Guangdong Province, China. BMC Public Health. 2014; 14:905.
5. Wanapirak C, Muninthorn W, Sanguansermsri T, Dhananjayanonda P, Tongsong
T. Prevalence of thalassemia in pregnant women at MaharajNakorn Chaing Mai hospital.
J Med Assoc Thai 2004; 87:1415–1418.
6. Liang ST, Wong VC, So WW, Ma HK, Chan V, Todd D. 1985. Homozygous alpha-
thalassaemia: clinical presentation and management. A review of 46 cases. Br J Obstet
gynaecol 1985; 92:680–684.
7. Jans SM, de Jonge A, Lagro-Janssen AL. Maternal and perinatal outcomes amongst
haemoglobinopathy carriers: a systematic review. Int J Clin Pract. 2010; 64:1688–1698.
8. Kemthong W, Jatavan P, Traisrisilp K, Tongsong T. Pregnancy outcomes among
women with hemoglobin E trait. J Matern Fetal Neonatal Med. 2016; 29:1146–1148.
9. Noella LY LO, Betty YT LAU, Kwok-Yin LEUNG, Wai-Shan WONG. Perinatal Outcomes
among Thalassaemia Carriers in Hong Kong. Hong Kong J Gynaecol Obstet Midwifery
2014; 14:75–81.
10. Toumba M, Skordis N. Osteoporosis syndrome in thalassaemia major: an overview. J
Osteoporos 2010; 2010:537673.
11. Origa R, Piga A, Quarta G, Forni GL, Longo F, Melpignano A, et al. Pregnancy and
β-thalassemia: an Italian multicenter experience.Haematologica 2010; 95:376–81.
12. Lekawanvijit S, Chattipakorn N. Iron overload thalassaemic cardiomyopathy: iron
status assessment and mechanisms of mechanical and electrical disturbance due to
iron toxicity. Can J Cardiol 2009; 25:213–218.
13. Leung TY, Lao TT. Thalassaemia in pregnancy. Best Pract Res Clin Obstet Gynaecol.
2012; 26:37–51.
14. Ma ESK, Chan AYY, Ha SY, Lau YL, Chan LC. Thalassaemia screening based on red
cell indices in the Chinese. Haematologica 2001; 86:1286–1287.
15. Chan LC, Ma SK, Chan AYY, et al. Should we screen for globin gene mutations in blood
samples with mean corpuscular volume (MCV) greater than 80fL in areas with a high
prevalence of thalassaemia? J Clin Pathology 2001; 54:317–320.
16. Kou KO, Lee H, Lau B et al. Two unusual cases of haemoglobin Bart’s hydrops fetalis
due to uniparental disomy or non-paternity. Fetal Diagn Ther. 2014; 35:36–308.
17. Leung KY, Lee CP, Tang MHY et al. Cost effectiveness of prenatal screening for
thalassemia in Hong Kong. Prenat Diagn. 2004; 24:899–907.
18. Leung KY, Liao C, Li QM et al. A new strategy for prenatal diagnosis of homozygous
alpha-thalassaemia. Ultrasound Obstet Gynecol. 2006; 28:173–177.
19. Rappaport VJ1, Velazquez M, Williams K. Hemoglobinopathies in pregnancy. Obstet
Gynecol Clin North Am. 2004; 31:287–317.
20. MRC Vitamin Study Research Group. Prevention of neural tube defects: results of
the Medical Research Council Vitamin Study. Lancet 1991; ii:131–137.
21. Levy A, Fraser D, Katz M, Mazor M, Sheiner E. Maternal anemia during pregnancy is
an independent risk factor for low birthweight and preterm delivery. Eur J Obstet Gynecol
Reprod Biol. 2005; 122:182–186.
22. Sheiner E, Levy A, Yerushalmi R, Katz M. Beta-thalassemia minor during pregnancy.
Obstet Gynecol. 2004; 103:1273–1277.
23. Luewan S, Srisupundit K, Tongsong T. Outcomes of pregnancies complicated by
beta-thalassemia/hemoglobin E disease. Int J Gynaecol Obstet. 2009; 104:203–205.
24. Charoenboon C, Jatavan P, Traisrisilp K, Tongsong T. Pregnancy outcomes among
women with beta-thalassemia trait. Arch Gynecol Obstet. 2016; 293:771–774.
25. Hanprasertpong T, Kor-anantakul O, Leetanaporn R, et al. Pregnancy outcomes
amongst thalassemia traits. Arch Gynecol Obstet. 2013; 288:1051–1054.
26. Tongsong T, Srisupundit K, Luewan S. Outcomes of pregnancies affected by hemoglobin
H disease. Int J Gynaecol Obstet. 2009; 104:206–208.
27. Castaldi MA, Cobellis L. Thalassemia and infertility. Hum Fertil (Camb). 2016; 23:1–7.
28. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. Management of Beta Thalassaemia
in Pregnancy. Green-top Guideline No. 66. London: RCOG; 2014.
29. Spencer DH, Grossman BJ, Scott MG. Red cell transfusion decreases hemoglobin
A1c in patients with diabetes [letter]. Clin Chem 2011; 57:344–346.
30. Alpendurada F, Smith GC, Carpenter JP, et al. Effects of combined deferiprone with
deferoxamine on right ventricular function in thalassaemia major. J Cardiovasc Magn Reson
2012; 14:8.
31. Barry M, Flynn DM, Letsky EA, Risdon RA. Long-term chelation therapy in thalassaemia
major: effect on liver iron concentration, liver histology, and clinical progress. Br Med J 1974;
2:16–20.
32. Davis BA, Porter JB. Long-term outcome of continuous 24-hour deferoxamine infusion
via indwelling intravenous catheters in highrisk β-thalassemia. Blood 2000; 95:1229–1236.
33. Borgna-Pignatti C, Rugolotto S, De Stefano P, et al. Survival and complications in
patients with thalassemia major treated with transfusion and deferoxamine. Haematologica
2004; 89:1187–1193.
34. Walsh JM, McGowan CA, Kilbane M, McKenna MJ, McAuliffe FM. The relationship
between maternal and fetal vitamin D, insulin resistance, and fetal growth. Reprod Sci
2013; 20:536–541.
35. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. The Management of Women
with Red Cell Antibodies during Pregnancy. Green-top Guideline No. 65. London: RCOG;
2014.
36. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. Blood Transfusions in Obstetrics.
Green-top Guideline No. 47. London: RCOG; 2007.
37. Protonotariou AA, Tolis GJ. Reproductive health in female patients with β-thalassemia
major. Ann N Y Acad Sci 2000; 900:119–124.
38. Kirk P, Roughton M, Porter JB, et al. Cardiac T2* magnetic resonance for prediction of
cardiac complications in thalassemia major. Circulation 2009; 120:1961–1968.
39. Anderson LJ, Westwood MA, Holden S, et al. Myocardial iron clearance during reversal
of siderotic cardiomyopathy with intravenous desferrioxamine: a prospective study using
T2* cardiovascular magnetic resonance. Br J Haematol 2004; 127:348–355.
40. Davis BA, O’Sullivan C, Jarritt PH, Porter JB. Value of sequential monitoring of left
ventricular ejection fraction in the management of thalassemia major. Blood 2004; 104:263–269.
41. Olivieri NF, Brittenham GM. Iron-chelating therapy and the treatment of thalassemia.
Blood 1997; 89:739–761.
42. Diamantidis MD, Neokleous N, Agapidou A, et al. Iron chelation therapy of transfusion-
dependent β-thalassemia during pregnancy in the era of novel drugs: is deferasirox
toxic? Int J Hematol. 2016; 103:537–544.
43. National Institute for Health and Clinical Excellence. Intrapartum care: Care of healthy
women and their babies during childbirth. NICE clinical guideline 55. Manchester: NICE; 2007.
44. Begley CM, Gyte GM, Devane D, McGuire W, Weeks A. Active versus expectant
management for women in the third stage of labour. Cochrane Database Syst Rev
2011;(11):CD007412.
45. Taher A, Isma’eel H, Mehio G, et al. Prevalence of thromboembolic events among
8,860 patients with thalassaemia major and intermedia in the Mediterranean area and
Iran. Thromb Haemost 2006; 96:488–491.
46. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. Reducing the Risk of Thrombosis
and Embolism during Pregnancy and the Puerperium. Green-top Guideline No. 37a.
London: RCOG; 2015.
47. Nassar AH, Usta IM, Rechdan JB, Koussa S, Inati A, Taher AT. Pregnancy in patients
with beta-thalassemia intermedia: outcome of mothers and newborns. Am J Hematol.
2006; 81:499–502.
48. Voskaridou E, Balassopoulou A, Boutou E, et al. Pregnancy in beta-thalassemia
intermedia: 20-year experience of a Greek thalassemia center. Eur J Haematol. 2014;
93:492–499.
49. Cappellini MD, Poggiali E, Taher AT, Musallam KM. Hypercoagulability in β-thalassemia:
a status quo. Expert Rev Hematol 2012; 5:505–511.
Pertanyaan CME
Jawablah Benar atau Salah untuk pertanyaan-pertanyaan di bawah ini.
1..Diagnosis talasemia minor alfa tidak mungkin dibuat tanpa ditemukannya badan inklusi
hemoglobin H pada pola hemoglobin.
2. Skrining untuk suami dari pasien wanita dengan talasemia melalui pengecekan volume korpuskular
rata-rata (MCV)/konsentrasi hemoglobin korpuskular rata-rata (MCH) paternal dan/atau pola hemoglobin dapat
mendeteksi semua kasus talasemia beta mayor pada janin.
3. Semua pasutri yang mengidap talasemia alfa harus menjalani pemeriksaan diagnostik prenatal
invasive dengan studi DNA untuk meyingkirkan kemungkinan talasemia alfa homozigot.
4. Risiko pertumbuhan janin terhambat tidak mengalami peningkatan pada wanita dengan
talasemia minor, tidak seperti wanita yang mengidap penyakit Hb H.
5. Pengukuran kadar fruktosamin merupakan metode yang lebih disukai untuk memantau
pengendalian glukosa pada wanita yamg mengidap talasemia beta mayor.
6. Disritmia jantung merupakan komplikasi intrapartum yang potensial pada wanita dengan
talasemia beta mayor.
7. Semua wanita dengan talasemia beta mayor harus menjalani pemeriksaan jantung selama hamil
tanpa memperhitungkan kondisi fungsi jantungnya sebelum hamil.
8. Wanita dengan talasemia beta mayor yang memerlukan terapi kelasi zat besi sebelum kehamilan
dapat meneruskan terapinya tersebut selama hamil.
9. Wanita dengan talasemia beta mayor dan talasemia beta intermedia mengalami peningkatan
risiko tromboemboli selama hamil.
10.Transfusi darah selama masa kehamilan biasanya tidak diperlukan oleh wanita dengan talasemia
beta intermedia yang tidak tergantung transfusi (non-transfusion dependent) sebelum hamil.
Kunci Jawaban:
1.S
2.S
3.S
4.S
5.B
6.B
7.B
8.S
9.B
10.S
Answers