Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN LEUKEMIA PADA ANAK

A. Definisi
Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang
belakang, yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis darah putih dengan
menyingkirkan jenis sel lain (Corwin, 2008)
Leukemia tampak merupakan penyakit klonal, yang berarti satu sel kanker
abnormal berproliferasi tanpa terkendali, mwngghasilkan sekelompok sel anak
yang abnormal. Sel-sel ini menghambat sel darah lain di sumsum tulang utnuk
berkembang secara normal, sehingga mereka tertimbun di sumsum tulang.
Karena faktor-faktor ini, leukemia disebut gangguan akumulasi sekaligus
gangguan klonal. Pada akhirnya, sel-sel leukemia mengambil alih sumsum
tualng, sehingga menurunkan kadar sel-sel nonleukemik di dalam darah yang
merupakan penyebab berbagai gejala umum leukemia (Corwin, 2008).

Klasifikasi Leukemia
Menurut Perpustakaan Nasional (2008), Tambayong (2000), dan Handayani
(2008), klasifikasi leukemia dapat berdasarkan jenis sel (limfositik atau
mielositik) dan perjalan penyakit (akut atau kronik).
1. Leukimia Akut
Leukemia Akut dapat dibagi menjadi dua kategori umum, leukemia mieloid
akut (AML) dan leukemia limfoblastik akut (AAL). Pasien biasanya
mengalami riwayat penurunan berat badan yang cepat, memar, perdarahan,
pucat, lelah, dan infeksi berulang di mulut dan tenggorokan. Hitung darah
lengkap sering kali menunjukkan anemia dan trombositopenia. Hitung sel
darah putih dapat meningkat atau sangat rendah. Perdarahan di area vital,
akumulasi leukosit dalam organ vital.
2. Leukemia Mieloid Akut
AML jarang terjadi pada anak dan insidennya meningkat seiring
pertambahan usia. AML sekunder kadang terlihat pada orang yang diobati
dengan kemoterapi sitotoksik atau radioterapi.
3. Leukemia Limfoblastik Akut
ALL adalah bentuk keganasan hematologisyang umum terjadi pada anak.
Akan tetapi, ALL terjadi pada orang dewasa, dengan peningkatan insidens
seiring pertambahan usia.
Banyak tanda dan gejala ALL yang mirip dengan AML serta sebagian besar
menyebabkan kegagalan sumsum tulang. Pasien juga mengalami
manifestasi spesifik ynag meliputi pembesaran nodus limfe (limfadenopati),
hati, dan limpa ( hepatosplenomegali),serta infiltrasi pada sistem saraf pusat.
4. Leukemia Mieloid Kronik
CML adalah gangguan sel benih yang disebabkan produksi tidak beraturan
dari sel darah putih mieloid. CML dapat mengenai semua kelompok usia,
namun terutama berusia antara 40 dan 60 tahun.
5. Leukemia Limfosit Kronik
CLL adalah gangguan proliferatif limfosit. Sel ini terakumulasi di darah,
sumsum tulang, nodus limfe dan limfa.CLL adalah kasus di jumpai pada
individu berusia di atas 50 tahun.

B. Etiologi
Menurut Handayani (2008) ada beberapa faktor yang terbukti dapat
menyebabkan leukemia, faktor genentik, sinar radioaktof, dan virus.
1. Faktor genetic
Insidensi leukemia akut pada anak-anak penderita sindrom Down adalah 20
kali lebih banyak daripada normal. Pada anak kembar identik yang akan
berisiko tinggi bila kembaran yang lain mengalami leukemia.
2. Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat
menyebabkan leukemia pada manusia. Akhir-akhir ini dibuktikan bahwa
penderita yang diobati dengan dinar radioaktif akan menderita leukemia
pada 6 % klien,dan baru terjadi sesudah 5 tahun.
3. Virus
Sampai saat ini belum dapat dibuktikan bahwa penyebab leukemia pada
manusia adalah virus.namun, ada beberapa hasil penelitian yang
mendukung teori virus sebagai penyebab leukemia, yaitu enzyme reverse
transcriptase ditemukan dalam darah manusia.

C. Patofisiologi
Menurut Hidayat (2006) dan Handayani (2008), leukimia terjadi akibat dari
beberapa faktor antara lain faktor genetik, sinar radioaktif, dan virus. Menurut
Corwin (2009) dan Hidayat (2006), leukimia tampak merupakan penyakit
klonal, yang berarti satu sel kanker abnormal berpoliferasi tanpa terkendali,
menghasilkan sekelompok sel anak yang abnormal sehingga dapat
menyebabkan terjadinya anemia trombositopenia. Kemudian leukimia atau
limfositik akut merupakan kanker jaringan yang menghasilkan leukosit yang
imatur dan berlebih sehingga jumlahnya yang menyusup ke berbagai organ
seperti sum-sum tulang dan mengganti unsur sel yang normal sehingga
mengakibatkan jumlah eritrosit kurang untuk mencukupi kebutuhan sel
(Hidayat, 2006). Karena faktor-faktor ini leukimia disebut gangguan akumulasi
sekaligus gangguan klonal. Pada akhirnya, sel-sel leukemik mengambil alih
sum-sum tulang. Sehingga menurunkan kadar sel-sel nonleukemik di dalam
darah yang merupakan penyebab berbagai gejala umum leukimia. Trombosit
pun berkurang sehingga timbul pendarahan. Proses masuknya leukosit yang
berlebihan dapat menimbulkan hepatomegali apabila terjadi pada hati,
splenomegali, dll. (Hidayat, 2006)

D. Manifestasi Klinis Leukimia


Leukemia akut memperlihatkan gejala klinis yang mencolok. Leukemia kronis
berkembang secara lambat dan mungkin hanya memperlihatkan sedikit gejala
sampai stadium lanjut.
1. Kepucatan dan rasa lelah akibat anemia
2. Infeksi berulang akibat penurunan sel darah putih
3. Perdarahan dan memar akibat trombositopenia dan gangguan koagulasi
4. Nyeri tulang akibat penumpukan sel di sumsum tulang, yang menyebabkan
peningkatan tekanan dan kematian sel. Tidak seperti nyeri yang semakin
mingkat, nyeri tulang berhubungan dengan leukemia biasanya bersifat
progresif.
5. Penurunan berat karena berkurangnya nafsu makan dan peningkatan
konsumsi kalori oleh sel-sel neoplastik.
6. Limfadenopati, spinomegali, dan hepatomegali akibat infiltrasi sel leukemik
ke organ-organ limfoid dapat terjadi.
7. Gejala system saraf pusat dapat terjadi. (Davey, 2005)

Gejala leukemia akut biasanya terjadi setelah beberapa minggu dan dapat
dibedakan menjadi tiga tipe :
1. Gejala kegagalan sumsum tulang merupakan manifestasi keluhan yang
paling umum. Leukemia menekan fungsi sumsum tulang, menyebabkan
kombinasi dari anemia, leucopenia (jumlah sel darah putih rendah), dan
trombositopenia (jumlah trombosit rendah). Gejala yang tipikal adalah lelah
dan sesak napas (akibat anemia), infeksi bakteri (akibat leucopenia), dan
perdarahan (akibat trombositopenia dan terkadang akibat koagulasi
intravascular diseminata (DIC). Pada pemeriksaan fisis ditemukan kulit
yang pucat, beberapa memar, dan perdarahan. Demam menunjukkan adanya
infeksi, walaupun pada beberapa kasus, demam dapat disebabkan oleh
leukemia itu sendiri. Namun, cukup berbahaya apabila kita menganggap
bahwa demam yang terjadi merupakan akibat leukemia itu sendiri.
2. Gejala sistemik berupa malaise, penurunan berat badan, berkeringat, dan
anoreksia cukup sering terjadi.
3. Gejala local, terkadang pasien datang dengan gejala atau tanda infiltrasi
leukemia di kulit, gusi, atau system saraf pusat. (Corwin, 2009)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hitung darah lengkap (FBC) biasanya menunjukkan gambaran anemia dan
trombositopenia. Jumlah sel darah putih yang normal biasanya berkurang
dan jumlah sel darah putih total dapat rendah, normal, atau meningkat.
Apabila normal atau meningkat, sebagian besar selnya adalah sel darah
putih primitif (blas). (Patrick, 2005)
a. Leukemia limfoblastik akut
Pada kira-kira 50% pasien ditemukan jumlah leukosit melebihi
10.000/mm3 pada saat didiagnosis, dan pada 20% pasien melebihi
50.000/mm3. Neutropenia (jumlah neutrofil absolut kurang dari
500/mm3 [normalnya 1500/mm3] sering dijumpai. Limfoblas dapat
ditemukan di darah perifer, tetapi pemeriksa yang tidak berpengalaman
dapat melaporkan limfoblas tersebut sebagai limfosit atipik. (William,
2004).
b. Leukemia nonlimfositik akut
Evaluasi laboratorium secara tipikal menunjukkan adanya neutropenia,
anemia, da trombositopenia. Jumlah leukosit bervariasi, walaupun
pada saat didiagnosis kira-kira 25% anak memiliki jumlah leukosit
melebihi 100.000/mm3. Pada darah perifer dapat ditemukan sel blas.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan dilakukan pemeriksaan aspirat
sumsum tulang, yang menunjukkan adanya sel blas lebih dari 25%.
Seperti pada leukemia limfoblastik akut, cairan spinal juga harus
diperiksa untuk menemukan bukti adanya leukemia. Mencapai 15%
pasien memiliki bukti sel blas pada cairan spinal pada saat didiagnosis.
(William, 2004)
c. Leukemia mielositik kronis
Evaluasi laboratorium secara tipikal memperlihatkan leukositosis
nyata, trombositosis, dan anemia ringan. Sumsum tulang hiperselular
tetapi disertai maturasi mieloid yang normal. Sel blas tidak banyak
dijumpai. Pada kira-kira 90% kasus, tanda sitogenik yang khas pada
leukemia mielositik kronis yang terlihat adalah: kromosom
Philadelphia. (William, 2004)
2. Pemeriksaan biokimia dapat menunjukkan adanya disfungsi ginjal,
hipokalemia, dan peningkatan kadar bilirubin. (Patrick, 2005)
3. Profil koagulasi dapat menunjukkan waktu protombin dan waktu
tromboplastin parsial teraktivasi (APPT) yang memanjang karena sering
terjadi DIC (disseminated intravaskular coagulation). (Patrick, 2005)
4. Kultur darah karena adanya risiko terjadi infeksi. (Patrick, 2005)
5. Foto toraks: pasien dengan ALL (acute tymphoblastic leukaemia) jalur sel
T sering memiliki massa mediastinum yang dapat dilihat pada foto toraks.
(Patrick, 2005)
6. Golongan darah karena cepat atau lambat akan dibutuhkan transfusi darah
dan trombosit. (Patrick, 2005)
7. Pemeriksaan penunjang diagnosis spesifik termasuk aspirasi sumsum
tulang yang memperlihatkan limfoblas lebih dari 25%, biopsi trephine,
penanda sel, serta pemeriksaan sitogenetik untuk membedakan ALL (akut
limfoblastik leukemia) dengan AML (akut mieloblastik leukemia) secara
akurat. Auer rod di sitoplasma sel blas merupakan tanda patognomonik
pada AML, namun hanya ditemukan pada 30% kasus. Pemeriksaan
penanda sel dapat membantu membedakan ALL jalur sel B atau sel T dan
juga membedakan subtipe AML yang berbeda-beda. Ini berguna bagi
hematolog untuk merancang terapi dan memperkirakan prognosis. Analisis
kromosom sel leukemia berguna untuk membedakan ALL dan AML, dan
yang penting adalah dapat memberikan informasi prognosis. (Patrick,
2005)
8. Cairan spinal juga perlu diperiksa karena sistem saraf pusat merupakan
tempat persembunyian penyakit ekstramedular. (Patrick, 2005)

F. PATHWAY
Faktor genetik
Sinar radioaktif
Virus
leukemia
Poliferasi sel darah putih tanpa terkendali atau leukosit abnormal
Peningkatan jumlah leukosit imatur/abnormal
Masuk sumsum tulang belakang
Menghambat semua sel darah lain di sumsum tulang belakang
Gagal atau terganggunya produksi sel
Sel darah merah menurun
Anemia
Pucat, lemah, lemas
Kelemahan
Trombosit menurun
Terjadi gangguan pembekuan darah
Sel darah putih normal menurun
Kekebalan tubuh menurun
Resiko injury
Resiko infeksi
Masuk ke organ tubuh
Pembesaran limfa dan hati
Nyeri tulang/persendian
Jika sudah kronis
Nyeri

G. Penatalaksanaan Medis pada Leukimia


1. Kemoterapi
Terapi definitive leukemia akut adalah dengan kemoterapi sitotoksik
menggunakan kombinasi obat multiple. Obat sitotoksik bekerja dengan
berbagai mekanisme namun semuanya dapat menghancurkan sel leukemia.
Tetapi dengan metode ini beberapa sel normal juga ikut rusak dan ini
menyebabkan efek samping seperti kerontokan rambut, mual, muntah, nyeri
pada mulut (akibat kerusakan pada mukosa mulut), dan kegagalan sumsum
tulang akibat matinya sel sumsum tulan. Salah satu konsekuensi mayor dari
neutropenia akibat kemoterapi adalah infeksi berat. Pasien harus diterapi
selama berbulan-bulan (AML) atau selama 2-3 tahun (ALL).
Menurut Suriadi (2006) dan Yuliani (2006), fase penatalakasanaan
kemoterapi meliputi tiga fase yaitu fase induksi, fase proflaksis, fase
konsolidasi.
a. Fase Induksi
Dimulai 4-6 minggu setelah diagnose ditegakkan. Pada fase ini diberikan
terapi kortikosteroid (prednison), vincristin, dan L asparaginase. Fase
induksi dinyatakan berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau
tidak ada dan dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kurang
dari 5%.
b. Fase Profilaksis
Sistem saraf pusat, pada terapi ini diberikan metotreksat, cytarabine dan
hydrocortisone melalui intrathecal untuk mencegah invasi sel leukemia
ke otak. Terapi irradiasi cranial dilakukan hanya pada pasien leukemia
yang mengalami gangguan system saraf pusat.
c. Konsolidasi
Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan
remisi dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam
tubuh. Secara berkala, mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan
darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan.
Jika terjadi surpresi sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan
sementra atau dosis obat dikurangi.
Penatalaksanaan medis dalam pemberian kemoterapi dan radioterapi:
1. Prednison untuk efek antiinflamasi
2. Vinkristin (oncovin) untuk antineoplastik yang menghambat
pembelahan sel selama metaphase
3. Asparaginase untuk menurunkan kadar asparagin (asam amino untuk
pertumbuhan tumor)
4. Metotreksat sebagai antimetabolik untuk menghalangi metabolism
asam folat sebagai zat untuk sintesis nucleoprotein yang diperlukan
yang diperlukan sel-sel yang cepat membelah
5. Sitarabin untuk menginduksi remisi pada pasien dengan leukemia
granulositik yang menekan sumsum tulang yang kuat.
6. Alopurinol sebagai penghambat produksi asam urat dengan
menghambat reaksi biokimia.
7. Siklofosfamid sebagai antitumor kuat.
8. Daurnorubisin sebagai penghambat pembelahan sel selama
pengobatan leukemia akut (Hidayat, Aziz. 2008)

2. Transplantasi sumsum tulang


Ini merupakan pilihan terapi lain setelah kemoterapi dosis tinggi dan
radioterapi pada beberapa pasien leukemia akut. Transplantasi dapat bersifat
autolog, yaitu el sumsum tulang diambil sebelum pasien meneraima terapi
dosis tinggi, disimpan, dan kemudian diinfusikan kembali. Selain itu, dapat
jug bersifat alogenik, yaitu sumsum tulang berasal dari donor yang cocok
HLA-nya. Kemoterapi dengan dosis sangat tinggi akan membunuh sumsum
tulang penderita dan hal tersebut tidak dapat pulih kembali. Sumsum tulang
pasien yang diinfusikan kembali akan mengembalikan fungsi sumsum
tulang pasien tersebut. Pasien yang menerima transplantasi alogenik
memiliki risiko rekurensi yag lebih rendah dibandingkan dengan pasien
yang menerima transplantasi autolog, karena sel tumor yang terinfusi
kembali dapat menimbulkan relaps. Pada transplantasi alogenik memiliki
risiko rekurensi yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang
menerima transplantsi autolog, karena sel tumor yang terinfusi kembali
dapat menimbulkan relaps. Pada transplantasi alogenik, terdapat bukti kuat
yang menunjukan bahwa sumsum yang ditransplantasikan akan berefek
antitumor yang kuat karena limfosit T yang tertransplantasi. Penelitian-
penelitian baru menunjukan bahwa transplantasi alogenik menggunakan
terapi dosis rendah dapat dilakukan dan memiliki kemungkinan sembuh
akibat mechanism imunologis.

3. Resusitasi
Pasien yang baru didiagnosis leukemia akut biasanya berada dalam keadaan
sakit berat dan renta terhadap infeksi berat dan atau perdarahan. Prioritas
utamanya adalah resusitasi mengguakan antibiotic dosis tinggi intravena
untuk melawan infeksi, transfusi trombosit atau plasma beku segar (fresh
frozen plasma) utuk mengatasi anmia. Penggunaan antibiotic dalam situasi
ini adalah tindakan yang tepat walaupun demam yang terjadi ternyata
merupakan akibat dari penyakit itu sendiri dan bukan akibat infeksi. Lebih
mudah menghentikan pemberian antibiotic daripada menyelamatkan pasien
dengan syok dan septicemia yang telah diberikan tanpa terapi antibiotik.
(Patrick. 2005)

Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat penyakit : pengobatan kanker sebelumnya
b. Riwayat keluarga : adanya gangguan hematologis, adanya faktor herediter
misal kembar (monozigot)
c. Kaji adanya tanda – tanda anemia : kelemahan, kelelahan, pucat, sakit kepala,
anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat
d. Kaji adanya tanda – tanda leukopenia : demam, stomatitis, gejala infeksi
pernafasan atas, infeksi perkemihan; infeksi kulit dapat timbul kemerahan atau
hiotam tanpa pus
e. Kaji adanya tanda – tanda trombositopenia : ptechiae, purpura, perdarahan
membran mukosa, pembentukan hematoma, kaji adanya tanda – tanda invasi
ekstra medulla; limfadenopati, hepatomegali, splenomegali.
f. Kaji adanya pembesaran testis, hematuria, hipertensi, gagal ginjal, inflamasi di
sekitar rektal dan nyeri.
11 | P a g e
2. Analisa Data Keperawatan
a. Data Subjektif
Data Subjektif yang mungkin timbul pada penderita leukemia adalah sebagai
berikut :
Lelah
Letargi
Pusing
Sesak
Nyeri dada
Napas sesak
Priapismus
Hilangnya nafsu makan
Demam
Nyeri Tulang dan Persendian.
b. Data Objektif
Data Subjektif yang mungkin timbul pada penderita leukemia adalah sebagai
berikut :
Pembengkakan Kelenjar Lympa
Anemia
Perdarahan
Gusi berdarah
Adanya benjolan tiap lipatan
Ditemukan sel – sel muda
3. Diagnosa Keperawatan
a. Kelemahan / Keletihan (00093)
b. Risiko cidera (00086)
c. Risiko infeksi (00004)
d. Nyeri (00132)
12 | P a g e
I. Rencana Keperawatan
No.
Diagnosa keperawatan
Tujuan dan criteria hasil
intervensi
1
Kelemahan/keletihan (00093)
NOC:
- Endurance
- Concentrasion
- Energy conservation
- Nutritional status: energy
Criteria hasil :
- Memverbalisasikan peningkatan energy untuk merasa lebih baik
- Menjelaskan penggunaan energy untuk mengatasi kelelahan
- Kecemasan menurun
- Glukosa darah adekuat
- Kualitas hidup meningkat
- Istirahat cukup
- Mempertahankan kemampuan untuk berkonsentrasi
NIC:
Energy management
- Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
- Dorong anak untuk mengungkapkan perasaan terhadap keterbatasan
- Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
- Monitor nutrisi dan sumber energy yang adekuat
- Monitor klien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
- Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas
- Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat klien
- Dukung klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan
13 | P a g e
berhubungan dengan perubahan hidup yang disebabkan keletihan
- Bantu aktivitas sehari-hari sesuai dengan kebutuhan
- Tingkatkan tirah baring dan pembatasan aktivitas (tingkatkan periode istirahat)
- Konsultasi dengan ahli gizi untuk meningkatkan asupan makanan yang berenergi
tinggi
Behavior Management
Activity Terapy
Energy Management
Nutrition Management
2
Risiko cidera
NOC:
- Risk Control
Criteria hasil
- Klien terbebas dari cidera
- Klien mampu menjelaskan cara/metode untuk mencegah injury/cedera
- Klien mampu menjelaskan factor resiko dari
NIC:
Environment management (manajemen lingkungan)
- Sediakan lingkungan yang aman untuk klien
- Identifikasi kebutuhan keamanan klien, sesuai kondisi fisik dan fungsi kognitifn
klien dan riwayat penyakit
14 | P a g e
lingkungan/perilaku personal
- Mempunyai gaya hidup untuk mencegah injury
- Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
- Mampu mengamati perubahan status kesehatan
terdahulu klien
- Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan)
- Memasang side rail tempat tidur
- Menyediakan tempat tidur nyaman dan bersih
- Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau klien
- Membatasi pengunjung
- Menganjurkan keluarga untuk menemani klien
- Mengontrol lingkungan dari kebisingan
- Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
- Berikan penjelasan pada klien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan
status kesehatan dan penyebab penyakit.
15 | P a g e
3
Resiko infeksi
NOC:
- Immune status
- Knowledge : infection control
- Risk control
Keiteria hasil:
- Klien bebas daru tanda dan gejala infeksi
- Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi
penularan serta penatalaksanaannya
- Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
- Jumlah leukosit dalam batas normal
- Menunjukkan perilaku hidup sehat.
NIC:
Infection control (control infeksi)
- Bersihkan lingkungan setelah dipakai klien lain
- Pertahankan teknik isolasi
- Batasi pengunjung bila perlu
- Instruksikan kepada pengunjung untuk mencuci tangan sebelum berkunjung dan
setelah meninggalkan klien.
- Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan
- Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan
- Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
- Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat
- Ganti letak IV perifer dan line control dan dressing sesuai
16 | P a g e
dengan petunjuk umum
- Tingkatkan intake nutrisi
- Berikan terapi antibiotic bila perlu
4
Nyeri akut
NOC:
- Pain level
- Pain control
- Comfort level
Criteria hasil :
- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik
untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan management nyeri
- Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
NIC:
Pain management
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan factor presipitasi
- Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
- Gunakan teknik komunikasi teraupetik untuk mengetahui pengalaman nyeri
klien
- Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
- Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
- Evaluasi bersama klien dan tim kesehatan lain tentang
17 | P a g e
ketidakefektifan control nyeri masa lampau
- Bantu klien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
- Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebingungan
- Kurangi factor presipitasi nyeri
- Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan
interpersonal)
- Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
- Ajarkan tentang teknik non farmakologis
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
- Evaluasi keefektifan control nyeri
18 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Alimul Hidayat, Aziz. 2008. Pengantar Ilmu Anak untuk Pendidikan Kebidanan.
Jakarta: Salemba Medika
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku Edisi 3. Jakarta: EGC.
Davey, Patrick. 2005. At a glance Medicine. Jakarta: EGC.
Handayani, Wiwik & Hariwibowo, Andi Sulistyo. 2008. Buku Ajar Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba
Medika .
Herman, T. Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta : EGC.
Hidayat, Aziz Alimut. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2. Jakarta:
Salemba Medika
Hidayat, Aziz Alimut. 2008. Pengantar Ilmu Anak untuk Pendidikan Kebidanan.
Jakarta: Salemba Medika.
Schwartz, M. William. 2004. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC.
Suriadi. Yuliani, Rita. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: Penebar
Swadaya

Anda mungkin juga menyukai