Laporan Pendahuluan Gerontik Dengan Dermatitis 14
Laporan Pendahuluan Gerontik Dengan Dermatitis 14
A. Definisi
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap
pengaruh faktor eksogen dan atau endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa
efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan
gatal. Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis (Djuanda Adhi, 2010).
B. Etiologi
1. Dermatitis berasal dari luar (eksogen) :
a. Bahan kimia (deterjen, asam , basa, oli, semen)
b. Fisik (sinar, suhu)
c. Mikroorganisme (bakteri, jamur)
2. Dermatitis berasal dari dalam (endogen):
a. Dermatitis atopic
C. Klasifikasi dermatitis:
1. Dermatitis kontak
Peradangan dikulit karena kontak dengan sesuatu yang dianggap asing oleh tubuh.
Dibagi menjadi dua: alergi dan iritan.
2. Dermatitis atopic
Peradangan kulit kronis residif disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama
masa bayi dan anak.
3. Neurodermatitis sirkumskripta.
4. Dermatitis numularis.
5. Dermatitis statis.
D. Patofisiologi
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui
kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin,
menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit. Kebanyak bahan
iritan (toksin) merusak membran lemak keratinosit tetapi sebagian dapat menembus
membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau komplemen inti
(Streit, 2001). Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam
arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), faktor aktivasi platelet, dan ino sit ida (IP3). AA
dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan leuko trien (LT). PG dan LT menginduksi
vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga mempermudah
transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemotraktan kuat
untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mast melepaskan histamin, LT dan PG
lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan vaskuler (Beltrani et at, 2006; Djuanda,
2003).
DAG dan second messenger lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis protein, misalnya
interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte macrophage-colony stimulating factor (GM-CSF).
IL-1 mengaktifkan sel T-helper mengeluarkan IL-2 dan mengekspresi reseptor IL-2 yang
menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut. Keratinosit juga
mengakibatkan molekul permukaan HLA-DR dan adesi intrasel (ICAM-1). Pada kontak
dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNF-α, suatu sitokin proinflamasi yang dapat
mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan
pelepasan sitokin (Beltrani et al., 2006).
E. Manifestasi klinis
1. Dermatitis kontak
a. Lesi kemerahan yang muncul pada bagian kulit yang terjadi kontak.
b. Untuk dermatitis kontak alergi gejala tidak muncul sebelum 24 – 48 jam bahkan
sampai 72 jam.
c. Dermatitis kontak iritan gejala terbagi dua yaitu akut dan kronis. Pada akut terjadi
perubahan warna kulit menjadi kemerahan sampai terasa perih bahkan lecet. Pada
kronis gejala dimulai dengan kulit mongering dan sedikit meradang yang akhirnya
menjadi menebal.
d. Pada kasus berat dapat terjadi bula (vesikel) pada lesi kemerahan
e. Kulit terasa gatal bahkan terbakar
f. Dermatitis kontak iritan, gatal dan rasa terbakarnya lebih terasa dibanding dengan
tipe alergi.
3. Neurodermatitis sirkumskripta
a. Kulit yang sangat gatal
b. Muncul tunggal di daerah leher, pergelangan tangan, lengan bawah, paha atau
mata kaki, kadang muncul pada alat kelamin,
c. Rasa gatal sering hilang timbul. Sering timbul pada saat santai atau sedang tidur,
akan berkurang saat beraktivitas. Rasa gatal yang digaruk akan menambah berat
rasa gatal tersebut.
d. Terjadi perubahan warna kulit yang gatal, kulit bersisik akibat garukan atau
penggosokan dan sudah terjadi bertahun – tahun.
4. Dermatitis numularis
a. Gatal yang kadang sangat hebat, sehingga dapat mengganggu.
b. Lesi akut berupa vesikel dan papulovesikel (0,3 – 1,0 cm), kemudian besar
dengan cara berkonfluensi atau meluas kesamping, membentuk satu lesi
karakteristik seperti uang logam (koin), eritematosa sedikit edematosa, dan
berbatas tegas.
c. Lambat laun vesikel pecah terjadi eksudasi, kemudian mongering menjadi krusta
kekuningan.
d. Ukuran lesi bisa mencapai garis tengah 5 cm atau lebih, jumlah lesi dapat hanya
satu, dapat pula banyak dan tersebar, bilateral atau simetris dengan ukuran
bervariasi dari miliar sampai menular, bahkan plakat.
e. Tempat prebileksi biasanya terdapat di tungkai bawah, badan, lengan termasuk
punggung tangan.
5. Dermatitis statis
a. Bercak – bercak berwarna merah yang bersisik
b. Bintik – bintik berwarna merah dan bersisik
c. Borok atau bisul pada kulit
d. Kulit yang tipis pada tangan dan kaki
e. Luka (lesi) kulit
f. Pembengkakan pada tungkai kaki
g. Rasa gatal disekitar daerah yang terkena
h. Rasa kesemutan pada daerah yang terkena
F. Pemeriksaan penunjang
1. Percobaan asetikolin (suntikan dalam intracutan, solusio asetilkolin 1/5000).
2. Percobaan histamine hostat disuntuikan pada lesi
3. Pric
Laboratorium
1. Darah : Hb, Leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total, albumin,
globulin
2. Urin: pemeriksaan histolpatologi
G. Penatalaksaan
1. Dermatitis kontak
a. Hindari kontak lebih lanjut dengan zat atau benda penyebab dermatitis kontak.
b. Pada tipe iritan basuhlah bagian yang terkena dengan air mengalir sesegera
mungkin
c. Jika sampai terjadi lecet tanganilah seperti menangani luka bakar
d. Obat anti histamine oral untuk mengurangi rasa gatal dan perih yang dirasakan
e. Kortikosteroid dapat diberikan secara topical, oral atau intravena sesuai dengan
tingkat keparahannya.
2. Dermatitis atopic
a. Menghindar dari agen pencetus seperti makanan, udara panas atau dingin, bahan –
bahan berbulu
b. Hidrasoi kulit dengan berbagai jenis pelembab antara lain krim hidrofilik urea
10% atau pelembab yang mengandung asam laktat dengan konsentrasi kurang
dari 5%.
c. Kortikosteroid topical potensi rendah diberi pada bayi, daerah intertriginosa dan
daerah genetalia.
d. Antihistamin topical tidak dianjurkan pada DA karena berpotensi kuat
mneimbulkan sensitisasi pada kulit. Pemakaian krim doxepin 5% dalam jangka
pendek (1 minggu) dapat mengurangi gatal tanpa sensitisasi tapi pemakaian pada
area luas akan menimbulkan efek samping sedative.
e. Pemberian antibioka berkaitan dengan ditemukannya peningkatan koloni S.
aureus pada kulit penderita DA. Dapat diberi eritromisin, asitromisin atau
kaltromisin. Bila ada infeksi virus dapat diberi asiklovir 3x400mg/hari selama 10
hari atau 4x200mg/hari untuk 10 hari.
3. Neurodermatitis sirkumskripta
a. Pemberian kortikosteroid dan antihistamin oral bertujuan mengurangi reaksi
inflamasi yang menimbulkan rasa gatal. Pemberian steroid topical membantu
mengurangi hyperkeratosis. Pemberian steroid mid – potent diberikan pada reaksi
radang akut, tidak direkomendasikan untuk daerah kulit yang tipis (vulva,
scrotum, axilla, dan wajah). Pada pengobatan jangka panjang digunakan steroid
yang low poten, pemakaian high – potent steroid hanya dipakai kurang dari 3
minggu pada kulit yang tebal.
b. Anti – depresan atau anti – anxiety sangat membantu pada sebagaian orang dan
perlu pertimbangan untuk pemberiannya.
c. Jika terdapat suatu infeksi sekunder dapat diberikan antibiotic topical atau oral
d. Perlu diberikan nasehat untuk mengatr emosi dan perilaku yang dpaat mencegah
gatal dan garukan
4. Dermatitis numularis
a. Bila kulit kering diberi pelembab atau emolien
b. Secara topical lesi dapat diobati dengan obat antiinflamasi mislanya preparat ter,
glukokortikoid, takrolimus atau pimekrolimus.
c. Bila lesi masih eksudatif, sebaiknya dikompres dahulu misalnya dengan larutan
permanganas kalikus 1:10.000
d. Kalau ditemukan infeksi bacterial, diberikan antibiotic secara sistemik
e. Kortikosteroid sistemik hanya diberikan pada kasus yang berta dan refrakter
dalam jangka pendek
f. Pruritus dapatb diobati dengan antihistamin golongan H1, misalnya hidroksisilin
HCI.
5. Dermatitis statis
a. Cahaya berdenyut intens
b. Diuretic
c. Imunosupresan
d. Istirahat
e. Kortikosteroid
f. Ligasi vaskuler
g. Pelembab
h. Terapi kompresi
H. Penatalaksaan medis
1. Terapi sistemik : pada dermatitis ringan diberi antihistamin atau kombinasi
antihistamin, antiserotonin, antigraditinin, arit-SRS-A dan pada
kasus berat dipertimbangkan pemberian kortikosteroid.
2. Terapi topical : dermatitis akut diberi kompres bila sub akut cukup diberi bedak
kocok bila kronik diberi salep.
3. Diet : tinggi kalori dan tinggi protein (TKTP) contoh : daging, susu,
ikan, kacamg-kacangan, jeruk, pisang dan lain-lain
I. Komplikasi
J. Konsep Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian secara Umum
1) Identitas Pasien
Hal-hal yang perlu dikaji pada bagian ini yaitu antara lain: Nama, Umur, Jenis
Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Agama, Status Mental, Suku, Keluarga/orang
terdekat, alamat, nomor registrasi.
2) Riwayat atau adanya factor resiko
a) Riwayat garis keluarga tentang hipertensi
b) Penggunaan obat yang memicu hipertensi
3) Aktivitas / istirahat
a) Kelemahan,letih,napas pendek,gaya hidup monoton.
b) Frekuensi jantung meningkat
c) Perubahan irama jantung
d) Takipnea
4) Integritas ego
a) Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria atau marah
kronik.
b) Faktor faktor stress multiple (hubungan, keuangan yang berkaitan dengan
pekerjaan).
5) Makanan dan cairan
a) Makanan yang disukai, dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi
lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang digoreng,keju,telur)gula-
gula yang berwarna hitam, kandungan tinggi kalori.
b) Mual, muntah.
c) Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat atau menurun).
6) Nyeri atau ketidak nyamanan
a) Angina (penyakit arteri koroner /keterlibatan jantung)
b) Nyeri hilang timbul pada tungkai.
c) Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya.
d) Nyeri abdomen
Pengkajian Persistem
1) Sirkulasi
a) Riwayat hipertensi, ateroskleorosis, penyakit jantung koroner atau katup
dan penyakit cerebro vaskuler.
b) Episode palpitasi,perspirasi.
2) Eleminasi
Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu seperti infeksi atau obtruksi atau
riwayat penyakit ginjal masa lalu.
3) Neurosensori
a) Keluhan pusing.
b) Berdenyut, sakit kepala subokspital (terjadi saat bangun dan menghilang
secara spontan setelah beberapa jam).
4) Pernapasan
a) Dispnea yang berkaitan dengan aktifitas/kerja
b) Takipnea, ortopnea, dispnea noroktunal paroksimal.
c) Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum.
d) Riwayat merokok
b. Diagnosa keperawatan
1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan reaksi inflamasi
2) Nyeri akut berhubungan dengan lesi kulit
3) Resiko infeksi berhubungan dengan bercak – bercak merah pada kulit
c. Intervensi
DX 1: Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan reaksi
inflamasi
1. Intervensi: Inspeksi kulit pasien setiap pergantian tugas jaga, jelaskan dan
dokumentasikan kondisi kulit dan laporkan perubahan
Rasional: Untuk menentukan keefektifan regimen perawatan kulit
3. Intervensi: atur posisi wbs supaya nyaman dan meminimalkan tekanan pada
tulang
Rasional: menegurangi tekanan, meningkatkan sirkulasi, dan mencegah
kerusakan kulit
DX 2: Nyeri akut berhubungan dengan lesi kulit
1. Intervensi: Minta pasien untuk menggunakan sebuah skala 1 sampai 10
untuk menjelaskan tingkat nyerinya (dengan nilai 10 menandakan tingkat
nyeri paling berat)
Rasional: Untuk memfasilitasi pengkajian yang akurat tentang tingkat nyeri
pasien
2. Intervensi: Bantu pasien mencuci tangan sebelum dan sesudah makan dan
setelah dari kamar mandi
Rasional: Mencuci tangan mencegah penyebaran pathogen terhadap objek
dan makanan lain
3. Intervensi:Beri pendidikan kepada pasien mengenai: a) Teknik mencuci
tangan yang baik. b.) Factor-faktor yang meningkatkan resiko infeksi. c.)
Tanda-tanda dan gejala infeksi
rasional: Tindakan tersebut memungkinkan pasien untuk berpartisipasi
dalam perawatan dan membantu pasien memodifikasi gaya hidup
untuk mempertahankan tingkat kesehatan ang optimum
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Integumen. Jakarta: Salemba Medika.
Djuanda, Adhi. (2005). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.