Anda di halaman 1dari 35

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis bersifat menular yang
masih merupakan permasalahan serius yang ditemukan pada penduduk dunia
termasuk Indonesia. Hal ini disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis ini
ditemukan telah menginfeksi hampir sepertiga penduduk dunia dan telah menjadi
masalah kesehatan utama secara global. Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit
infeksi yang dapat menyerang berbagai organ tubuh lainnya. Bukti kegagalan
masyarakat dengan adanya fakta bahwa peningkatan status ekonomi mampu
menurunkan kasus secara signifikan, Tingginya angka kematian akibat Tuberkulosis
Paru menyebabkan kurangnya kontrol masyarakat terhadap pengobatan Tuberkulosis
Paru dan beberapa pasien juga menghentikan pengobatan karena kurangnya
pemahaman tentang pengetahuan perawatan pasien Tuberkulosis Paru .
Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2014
terdapat 9,6 juta orang penderita Tuberkulosis dengan angka kematian berkisaran 1,5
juta orang. Centers for disease Control and Prevention (CDC) pada tahun 2015
terdapat 9.563 kasus TB di Amerika Serikat dengan rata-rata 3 kasus baru per
100.000 populasi. Data WHO menunjukkan Indonesia adalah penyumbang kasus TB
terbesar ketiga dunia setelah China dan India dan berada pada peringkat kelima
negara dengan kasus TB tertinggi di Dunia pada tahun 2014. Pada tahun 2015
Indonesia termasuk dalam 22 negara dengan beban TB tertinggi di dunia dengan
jumlah keseluruhan kasus 322.806. Jumlah kasus pengobatan ulang di luar relaps
sebanyak sebanyak 1.733 kasus TB. (WHO,2015)

di tingkat Nasional, Propinsi Jawa Timur merupakan jumlah pasien


Tuberkulosis (TB) terbanyak kedua setelah Jawa Barat. Pada tahun 2012, di Jawa
Timur angka CDR (Case Detection Rate) sebesar 63,03% dengan jumlah kasus baru
(positif dan negatif) sebanyak 41.472 pasien dan Basil Tahan Asam (BTA) positif

1
baru sebanyak 25.618 kasus. Kasus Tuberkulosis (TB) terbanyak di Propinsi Jawa
Timur yaitu di Surabaya sebanyak 3990 kasus, diikuti kabupaten Jember dengan 3334
kasus. Pada tahun 2012 kematian Tuberkulosis (TB) di Surabaya diperkirakan
mencapai 10.108 pasien BTA positif. Berdasarkan data awal angka kejadian
Tuberkulosis (TB) di Surabaya mulai bulan Januari sampai Desember tahun 2013
sebanyak 377 pasien dan mengalami peningkatan di tahun 2014 (Januari sampai
Desember) menjadi 389 pasien. Angka kejadian di bulan Januari hingga bulan
September tahun 2015 mengalami penurunan menjadi 192 kasus karena pasien
Tuberkulosis (TB) yang DO (Drop Out) sebanyak 26 kasus, pasien yang mempunyai
tempat tinggal dekat dengan Puskesmas, disarankan oleh petugas Rumah Sakit untuk
datang mengambil obat dekat rumah untuk meningkatkan ketaatan pengobatan yang
telah dijadwalkan ( Dinkes Jawa Timur, 2015)

1.2 Batasan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan penyakit TBC ?


2. Apa yang menyebabkan penyakit TBC ?
3. Apa saja gejala penyakit TBC ?
4. Bagaimana terjadinya penyakit TBC ?
5. Bagaimana penanganan penyakit TBC ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi penyakit TBC
2. Untuk mengetahui penyebab penyakit TBC
3. Untuk mengetahui gejala penyakit TBC
4. Untuk mengetahui terjadinya penyakit TBC
5. Untuk mengetahui bagaimana penanganan penyakit TBC

2
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 DEFINISI

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit menular yang paling sering mengenai
parenkim paru, dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang
terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantarai sel (cell-mediated
hypersensitivity). biasanya disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosis. Penyakit
ini dapat juga menyebar ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan
nodus limfe.. (Brunner & Suddarth, 2013)

2.2 ETILOGI
Penyebab penyakit Tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium Tuberculosis
dan Mycobacterium bovis. Kuman tersebut mempunyai ukuran 0,5-4 mikron x 0,3
– 0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular atau
tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari
lipoid (terutama asam mikolat). Bakteri ini mempunyai sifat istimewa, yaitu dapat
bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga sering
diebut hasil tahan asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan fisik. Kuman
tuberculosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin. Bersifat dorman dan
aerob. Bakteri tuberculosis ini mati pada pemanasan 100 ̊C selama 5-10 menit atau
pada pemanasan 60 ̊ C selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-95 % selama 15-30
detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam diudara terutama ditempat yang lembap dan
dan gelap. Namun tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara (Widoyono, 2011).

3
2.3 WOC TBC

Droplet nucler/dahak yg mengandung


basil TBC (Mycobacterium Tuberculosis)
faktor dari luar: faktor dari dalam:
-faktor toksik(alkohol,rokok) Batuk,bensin -usia muda/bayi
- sosial ekonomi rendah - Gizi buruk
- Terpapar penderita TBC dihirup masuk paru -Lanjut usia
- Lingkungan buruk
Mycobacterium menetap/dormant

kurang informasi Imunitas tubuh menurun Resiko infeksi

Defisiensi pengetahuan membentuk sarang TB


Premonia kecil/sarang primer

Bronkus pleura infiltrasi setengah


Iritasi menyebabkan infil- bagian paru
peradangan pada trasi pleura
bronkus terjadi gesekan inspi- sesak nafas
rasi dan eksperasi
malaise Batuk pembuluh darah pecah nyeri dada distres pernafasan
Anoreksia Secret kental nyeri akut
BB menurun batuk darah gangguan pertukaran

Ketidakseimbangan nutrisi ketidakefektifan gas


kurang dari kebutuhan tubuh bersihan jalan nafas

4
2.4 GAMBARAN KLINIS
Tuberculosis sering dijuluki “ The great imitator” yaitu suatu penyakit yang
mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala
umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak
jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik .
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik
dan gejala sistematik :
1) Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini, sehingga gejala ini banyak ditemukan.
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk
kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum) ini terjadi lebih dari 3 minggu. Keadaan yang lanjut
adalah batuk darah (hemoptoe) karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak
berupa garis atau bercak – bercak darah, gumpalan darah atau darah segar
dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh
darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh
darah yang pecah.
Gejala klinis Haemoptoe :
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara
membedakan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Batuk darah
a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
b. Darah berbuih bercampur udara
c. Darah segar berwarna merah muda
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia Kadang-kadang terjadi

5
f. Benzidin test negative
2. Muntah darah
a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual
b. Darah bercampur sisa makanan
c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung.
d. Darah bersifat asam
e. Anemia sering terjadi
f. Benzidin test positif
3. Epistaksis
a. Darah menetas dari hidung
b. Batuk pelan kadang keluar
c. Darah berwarna merah segar
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia jarang terjadi
c. Sesak nafas
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian dari paru-paru. Gejala ini ditemukan bila
kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti
efusi pleura, pneumotoraks, anemia, dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini
timbul apabila system persarafan di Pleura terkena.

2) Gejala sistemik, meliputi :


a. Demam
Biasanya subfrebil menyerupai demam influenza. Tapi kadang-kadang panas
bahkan dapat mencapai 40-41°C. keadaan ini sangat dipengaruhi daya tahan tubuh
penderita dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.

6
Demam merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan
malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang
serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lain

Gejala sistemik lain ialah keringat malam dikarenakan saat bakteri penyebab TB
masuk ke dalam tubuh, tubuh akan melakukan mekanisme pertahanan untuk melawan
bakteri tersebut. Salah satunya adalah dengan memperbanyak pembentukan makrofag
yang berasal dari monosit. Makrofag ini merupakan salah satu jenis sel darah putih
yang ketika bekerja, ia akan memproduksi suatu molekul kimiawi yang disebut
dengan TNF-alfa (Tumor Necrosis Factor - alfa). Molekul inilah yang kemudian
memberikan signal pada otak untuk meningkatkan set point termoregulator di
hipotalamus. karena peningkatan set point termoregulator ini, tubuh akan terpicu
untuk meningkatkan suhu tubuh yakni dengan cara memperkecil diameter pembuluh
darah (vasokonstriksi) untuk mencegah kehilangan panas berlebih serta mensignalkan
respons untuk menggigil. Setelah set point ini tercapai, tubuh akan berusaha
mengeluarkan kelebihan panas tubuh, salah satunya adalah dengan cara berkeringat.
Mengapa keringat berlebih ini lebih mencolok terjadi di malam hari ? Hingga kini
mekanisme terjadinya belum diketahui secara pasti. Namun, hal ini kemungkinan
berkaitan dengan irama sirkardian tubuh. Dalam keadaan normal (tidak sedang sakit
sekalipun), suhu tubuh umumnya akan paling rendah saat dini hari (36.1°C) dan
paling tinggi saat petang. Karenanya, peningkatan suhu tubuh ketika petang dan
malam hari tentu akan lebih mencolok.

Anoreksia, Penurunan Berat Badan serta malaise (gejala malaise sering ditemukan
berupa: tidak ada nafsu makan, sakit kepala, meriang, nyeri otot, dll). Timbulnya
gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu, bulan akan tetapi penampilan akut
dengan batuk, panas, sesak nafas, walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai
gejala pneumonia.
( Wahid Abdul, Imam suprapto, 2013).

7
2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium darah rutin: LED normal / meningkat, limfositosis.


Pemeriksaan sputum BTA: untuk memastikan diagnostic TB paru, namun
pemeriksaan ini tidak spesifik karena hanya 30 – 70 % pasien dapat
didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.
2. Tes PAP ( Peroksidase Anti Peroksidase )
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining
untuk menentukan adanya lgG spesifik terhadap hasil TB.
3. Tes Mantaoux / Tuberkolin
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining
untuk menentukan adanya lgG spesifik terhadap hasil TB.
4. Teknik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam meskipun
hanya satu mikroorganisme dalam specimen juga dapat mendeteksi adanya
resitensi.
5. Becton Dickinson diagnostic instrument system (BACTEC)
Deteksi growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan oleh metabolisme
asam lemak oleh mikobacterium tuberculosis.
6. MYCODOT
Deteksi antibondy memakai antigen liporabinomannan yang direkatkan pada
suatu alat berbentuk seperti sisir platik, kemudian dicelupkan dalam jumlah
memadai memakai warna sisir akan berubah.
7. Pemeriksaan Radiology : Rontgen Thorax PA dan Lateral
8. Tes Cepat Molekuler (TCM) TBC. Pemeriksaan ini menggunakan metode
Xpert MTB/RIF. Sama halnya dengan uji dahak, TCM memiliki fungsi untuk
menegakkan diagnosis. Hanya, pengujian ini tidak bisa dimanfaatkan untuk
mengevaluasi hasil pengobatan. (Nurarif Huda Amin, Hardhi Kusuma, 2015).

8
2.6 KOMPLIKASI
Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut :
a. Hemtomtis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan
nafas.
b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.
c. Bronkiektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
d. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan
sebagainya.
f. Insufisiensi kardio pulmoner (Wahid Abdul, Imam Suprapto, 2013).

2.7 PENATALAKSANAAN
TB paru ditangani terutama dengan agens antituberkulosis selama 6 sampai 12
bulan. Durasi terapi yang lama penting untuk memastikan bahwa organisme telah
diberantas dan mecegah relaps ( Brunner, Suddart Ed 12, 2015).
Pengobatan tuberculosis paru menggunakan obat anti tuberculosis (OAT) dengan
metode directly observed treatment shortcourse (DOTS) .
1. Kategori I (2 HRZE/4H3R3) untuk pasien TBC baru.
2. Kategori II ( 2HRZES/HRZE/5H3R3E3 ) untuk pasien ulangan (pasien yang
pengobatan kategori I-nya gagal atau pasien yang kambuh dan penderita dengan
pengobatan setelah lalai).
3. Kategori III ( 2HRZ/4H3R3 ) untuk pasien baru dengan BTA (-), Ro (+).
4. OAT Sisipan (HRZE) digunakan sebagai tambahan bila pada pemeriksaan akhir
tahap intensif dari pengobatan dengan kategori I atau kategori II ditemukan BTA
(+). Diberikan obat setiap hari selama 1 bulan . obat di minum sekaligus 1 (satu)
jam sebelum makan pagi.

9
KATEGORI 1
a. Tahap permulaan diberikan setiap hari selama 2 (dua) bulan ( 2 HRZE) :
1) INH (H) : 300 mg - 1 tablet
2) Rifampisin (R) : 450 mg – 1 tablet
3) Pirazinamid (Z) : 1500 mg – 3 kaplet @ 500 mg
4) Etambutol (E) : 750 mg – 3 kaplet @ 250 mg
Obat terebut diminum setiap hari secara intensif sebanyak 60 kali. Regimen ini
disebut KOMBIPAK II
b. Tahap lanjutan diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4 H3R3) :
1) INH (H) : 600 mg – 2 tablet @ 300 mg
2) Rifampisin (R) : 450 mg – 1 kaplet
Obat tersebut diminum 3 (tiga) kali dalam seminggu ( intermiten) sebanyak 54 kali.
Regimen ini disebut KOMBIPAK III . (Widoyono, 2011)
Cara pencegahan penyakit TBC :
a. Hidup sehat ( makan makanan yang bergizi, istirahat yang cukup, olahraga
teratur, hindari rokok, alkohol, obat bius, hindari stress).
b. Bila batuk mulut ditutup
c. Jangan meludah di sembarang tempat
d. Lingkuhan sehat
e. Vaksinasi pada bayi
Pencegahan Penularan :
1. Pencegahan Penularan di RS
Infeksi nosocomial merupakan kuman-kuman dari orang sakit di rumah sakit
yang dapat menular pada orang yang ada di rumah sakit yang dapat menular pada
orang yang ada di rumah sakit baik dokter, perawat dan pengunjung. Tingkat bahaya
infeksi Nosokomial inicukup besar, pasalnya tingkat resistensi (kekebalan) kuman
terhadap obat sudah tinggi. Jika, jika di tularkan pada orang lain maka kumannya
akan kebal dengan beberapa obat yang di berikan. Agar tercegah dari infeksi
Nosokomial ketika berkunjung ke rumah sakit sebaiknya mengikuti peraturan tetap
rumah sakit sebagai pencegahan, misalnya mengikuti jam berkunjung. Sebab, diluar

10
jam berkunjung risiko penularan infeksi Nosokomial sangat tinggi karena ada
kegiatan lain misalnya pembersihan ruangan, penggantian sprei, penggantian
pembalut luka dan sebagainya .
“ Rumah sakit merupakan tempat berkumpulnya segala kuman-kuman penyakit,
jadi dilarang anak dibawah umur lima tahun dibawa kerumah sakit karena mereka
sangat rentan terinfeksi “
Bagi tim medis yang setiap harinya berada dirumah sakit, harus mengikuti aturan
tetap yang sudah dibuat, pertama melalui pencegahan infeksi dengan melakukan
imunisasi yang bias mencegah infeksi Nosokomial, membiasakan mencuci tangan
sebelum dan setelah memegang pasien.
Pencegahan Penularan di Rumah :
a. Jika berbicara tidak berhadapan
b. Bila batuk mulut di tutup dan tidak meludah di sembarang tempat (ludah di tutupi
tanah atau meludah ke tissue)
c. Peralatan makan harus disendirikan
d. Ventilasi dan pencahayaan harus memenuhi syarat . (Wahid Abdul, Imam
suprapto, 2013)

11
ASKEP KASUS PADA TN.T PADA PENDERITA PENYAKIT TBC

A. Pengkajian
1. Identitas
Nama : Tn.T

Umur : 63 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Menikah

Agama : Islam

Suku/bangsa : Madura / Indonesia

Bahasa : Madura

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Buruh Tani

Alamat dan No. Telp : Lombok Kulon RT 26 RW 06 Wonosari

Penanggung jawab : Ny.S (istri klien)

II. Riwayat sakit dan kesehatan

1. Keluhan utama :

demam sudah 2 mg yang lalu disertai batuk berdahak dan sesak

2. Riwayat penyakit sekarang :

Tn A. datang ke poliklinik paru dengan keluhan mengalami batuk


berdahak dan sesak, klien kontrol untuk mendapatkan terapi OAT,
sebelumnya klien pengobatan Tb Paru namun tidak terkontrol, merokok
(+). Pada saat dikaji klien masih mengeluh sesak dan batuk serta badanya
terasa lemah. TD. 130/80 mmHg, RR: 30x/mnt,terpasang oksigen 3lt/mnt

12
,N: 94X/mnt, S: 37,5°C, saat diinsfeksi dada: bentuk dada simetris,
ekspansi dada tidak simetris antara dada kanan dan kiri, paru kanan lebih
tertinggal,sesak napas(+), vokal premitus kanan menurun, ronchi
(+),dyspnoe(+), BB:47 Kg dengan Tb:158cm, mual - muntah (+), klien
tampak kurus dan anemis

3. Riwayat penyakit dahulu :

sebelumnya klien pengobatan Tb Paru

4. Riwayat kesehatan keluarga :

Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat kesehatan keluarga

sebelumnya.

5. Susunan Keluarga (Genogram)

63
th

13
Keterangan: = Laki laki

= Perempuan

= Laki laki meninggal


x
= Perempuan meninggal

= Garis pernikahan

= Garis keturunan

= Garis serumah
63th
= Klien dengan umur

6. Riwayat Alergi

Klien mengatakan tidak memiliki alergi terhadap makanan, obat-obatan

ataupun suhu dingin dan debu

III. Pola Fungsi Kesehatan

1. Persepsi terhadap kesehatan (keyakinan terhadap kesehatan & sakitnya)

Klien mengatakan jika dirinya sakit, klien hanya membiarkannya hingga

kondisinya sembuh.

2. Pola aktivitas dan latihan

a. kemampuan perawatan diri

4.1 Tabel kemampuan perawatan diri

SMRS MRS
Aktivitas
0 1 2 3 4 0 1 2 3 4

14
Mandi √ √

Berpakaian/berdandan √ √

Eliminasi/toileting √ √

Mobilitas di tempat tidur √ √

Berpindah √ √

Berjalan √ √

Naik tangga √ √

Berbelanja √ √

Memasak √ √

Pemeliharaan rumah √ √

Skor: 0 = dibantu. 1 = alat bantu. 2 = dibantu orang lain. 3 = dibantu

orang lain dan alat. 4 = tergantung/tidak mampu

b. kebersihan diri

Di rumah Di rumah sakit

Mandi : 2x/hari Mandi : 1x/hari (seka)

Gogok gigi : 1x/hari Gogok gigi : tidak pernah

Keramas : 3x/minggu Keramas : tidak pernah

Potong kuku : jika panjang Potong kuku : -

c. Aktivitas sehari-hari

Aktivitas sehari-hari klien adalah bekerja sebagai buruh tani

15
d. Rekreasi

Keluarga klien mengatakan klien tidak pernah rekreasi karena bekerja dan

tidak ada biaya untuk rekreasi

e. Olahraga:

Keluarga klien mengatakan klien tidak pernah berolahraga

3. Pola istirahat dan tidur

Di rumah Di rumah sakit

Waktu tidur: Siang : 1-2 jam Waktu tidur: Siang: tidak bisa tidur

Malam : 6-7 jam Malam: 3-4 jam

Jumlah jam tidur: ±7 jam Jumlah jam tidur: ±4jam

Masalah di RS: Klien mengalami penurunan insomnia

4. Pola Nutrisi – Metabolik

a. Pola makan

Di rumah Di Rumah Sakit

Frekuensi : 2-3x/hari Frekuensi : 2x/hari

Jenis : nasi, tahu/tempe, sayur Jenis : bubur kasar, soup

Porsi : 1porsi habis Porsi : 3-4 sendok makan

Pantangan : tidak ada Pantangan: makanan yang digoreng

Makanan disukai : sayur bening Makanan disukai : tidak nafsu makan

Nafsu makan di RS : √berkurang

( ) mual ( √) muntah, ±50 cc

16
Kesulitan menelan : tidak

Gigi palsu : tidak

b. Pola Minum

Di rumah Di Rumah Sakit

Frekuensi : 6-7x/hari Frekuensi : 4-5x/hari

Jenis : air putih Jenis : air hangat

Jumlah : ±1500cc Jumlah : ±750cc

Minuman disukai: air putih Minuman disukai : air putih

6. Pola eliminasi

a. Buang air Besar

Di rumah Di Rumah Sakit

Frekuensi : 1x/hari Frekuensi : tidak BAB

Konsistensi : padat lunak berbentuk Konsistensi : tidak BAB

Warna : kuning kecoklatan Warna : tidak BAB

b. Buang air kecil

Di rumah Di Rumah Sakit

Frekuensi : 5-6x/hari Frekuensi :.±3x/hari

Konsistensi : cair Konsistensi : cair

Warna : kuning jernih Warna : kuning

17
7. Pola Kognitif Perseptual

Berbicara : normal

Bahasa sehari-hari : Madura

Kemampuan membaca : bisa

Tingkat ansietas : sedang, karena sesak nafas dan selalu meminta ingin

pulang dari rumah sakit

Kemampuan interaksi : sesuai

Vertigo : tidak

Nyeri : -

8. Pola Konsep Diri

Gambaran diri : klien mengatakan lebihh senang ketika sehat

Ideal diri : klien ingin bekerja seperti biasa

Harga diri : klien merasa kurang puas dengan kondisinya saat ini

Peran diri : klien sebagai buruh tani, dan seorang kakek

Identitas diri : klien berjenis kelamin perempuan

1. Pola Koping

a. Masalah utama selama MRS (penyakit, biaya, perawatan diri)

18
Selama sakit klien kurang bisa memenuhi kebutuhan perawatan dirinya

secara mandiri, serta keluarga yang menjaga di rumah sakit hanya satu orang

saja

b. Kehilangan perubahan yang terjadi sebelumnya

Klien tidak bisa bekerja dan berkumpul bersama keluarga

c. Kemampuan adaptasi

Adaptasi sesuai akan tetapi merasa terganggu dan selalu meminta ingin

pulang ke rumah

9. Pola Seksual – Reproduksi

Menstruasi terakhir : ±10 tahun yang lalu

Masalah menstruasi : tidak ada gangguan

Pap smear terakhir : klien tidak pernah melakukan pap smear

Pemeriksaan payudara/testis sendiri tiap bulan : tidak

Masalah seksual yang berhubungan dengan penyakit : tidak terdapat gangguan

10. Pola Peran – Hubungan

Pekerjaan : buruh tani

Kualitas bekerja : baik

Hubungan dengan orang lain : baik

Sistem pendukung : keluarga

19
Masalah keluarga mengenai perawatan di RS:

Keluarga yang menjaga klien hanya menantunya saja dan tidak ada keluarga

yang bisa bergantian menjaga dan merawat klien di rumah sakit

11. Pola Nilai – Kepercayaan

Agama :Islam

Pelaksanaan ibadah : baik, akan tetapi saat di rumah sakit klien tidak

beribadah khususnya sholat

Pantangan agama :tidak

IV. PENGKAJIAN PERSISTEM (Review of System)

1. Tanda-Tanda Vital

a. Suhu : 37,5 °C lokasi : aksilla

b. Nadi : 94 x/menit irama:reguler pulsasi: kuat

c. Tekanan darah : 130/80 mmHg lokasi : brakialis

d. Frekuensi nafas : 30  /menit irama : irreguler

e. Keadaan umum : lemah

f. Kesadaran : komposmentis

GCS :E:4V:5M:6

g. Tinggi badan : 158cm IMT : 18,36

Berat badan : 47 kg

LILA : 19,5cm

BBI : 36 - 44 Kg

20
2. Kepala

Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada lesi, warna rambut putih (uban),

penyebaran rambut rata, tidak terdapat rambut rontok, ekspresi

wajah meringis dan tampak cemas

Palpasi : tidak terba nyeri tekan, tidak teraba oedem, tidak teraba lesi

3. Mata

Inspeksi : mata simetris, tidak ada pembengkakan pada palpebrae, pupil

+/+, sclera tidak ikterik, konjungtiva anemis

Palpasi : tidak teraba oedem, tidak teraba nyeri tekan

4. Telinga

Inspeksi : simetris, tidak ada lesi, tidak terdapat oedem, hygienitas

kurang baik

Palpasi : tidak teraba benjolan, tidak teraba nyeri tekan

5. Hidung

Inspeksi : hidung simetris, terdapat dua cavum nasi, satu septum nasi,

terpasang non rebreathing mask 10lpm, terdapat pernafasan

cuping hidung

Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan, tidak teraba benjolan

6. Mulut

Inspeksi : simetris, mukosa bibir kering pucat, gigi tidak rata, terdapat

karies gigi, terdapat banyak plak gigi, hyigienitas kurang baik,

lidah bersih

Palpasi : tidak ada lesi, tidak teraba nyeri tekan

21
7. Leher

Inspeksi : jenjang, tidak ada oedema, terdapat distensi vena jugularis,

tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, terlihat

penggunaan otot bantu nafas, sterno kleido mastoideus

Palpasi : tidak teraba massa, tidak teraba pembesaran kelenjar getah

bening, posisi trakea simetrsi

8. Dada:

Jantung:

Inpeksi : tidak tampak ictus cordis

Palpasi : teraba pulsasi ics 4 & 5

Perkusi : pekak, ICS II mid klavikula sinistra, ICS IV mid sternalis

dekstra, ICS V mid sternalis sinistra

Auskultasi : S1 S2 tunggal, tidak ada suara tambahan seperti gallop,

murmur

Paru:

Inspeksi : bentuk dada simetris, ekspansi dada tidak simetris antara dada

kanan dan kiri, paru kanan lebih tertinggal,sesak napas(+),

dyspnoe(+)

Palpasi : vokal premitus kanan menurun

Perkusi : redup

Auskultasi : Ronchi +/+

9. Abdomen

Inspeksi : flat, tidak ada acites, tidak ada spider navy

22
Auskultasi : Bising usus 9x/m

Palpasi : tidak ada nyeri tekan

Perkusi : tympani

10. Urogenital

Inspeksi : Klien berjenis kelamin perempuan, tidak terpasang kateter,

tidak ada cairan abnormal yang keluar dari kelamin

11. Ekstremitas

Atas : Inspeksi : warna sawo matang, terpasang infus pada

tangan kanan,tidak ada lesi, tidak ada oedem

5 5

5 5

Palpasi : tidak teraba nyeri tekan, tidak teraba pitting

edema, tidak ada lesi, turgor kulit >2dt

Kekuatan otot

Bawah : Inspeksi : tidak ada lesi, tidak ada oedema, kedua

tungkai simetris 5 5

5 5

Palpasi : tidak teraba nyeri tekan, tidak teraba oedema

12. Kulit dan kuku

Inspeksi : warna kulit sawo matang, tidak ada perbedaan warna dengan

daerah lainnya, kuku tampak pendek dan hygienitas kurang

baik

23
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat pitting edema, CRT <2dt,

akral hangat kering pucat

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium

a. Hematologi :
1) Leukosit : 11.450/Ml
2) Hemoglobin : 9,30 gr/dL
3) Hematokrit : 24,9 %,
4) Laju endap darah: 150 mm
b. Kimia darah:
Fungsi hati SGOT : 58 u/l SGPT : 79u/l

2. Pemeriksaan radiologi
a. Sputum BTA 3x (+)

II. TERAPI

a. Infus : RL 14tpm/24 jam

b. Injeksi : 1. injeksi cefriaxone 1x 2 gram

Injeksi ranitidine 2x1 ampul,

Injeksi metronidazole 3x500 mg

2. Pct 4x500mg
ambroxol 3x1 sendok
curcuma 3x2
prednisone 3x3 tab
3. Rifampicin ,Etambitol ,INH,Pirazinamid

24
B. ANALISA DATA
No. Analisa Data Etiologi Masalah
DS : klien mengatakan Mycobacterium Ketidakefektifan
1. batuk berdahak dan sesak tuberculosis bersihan jalan nafas
serta badannya lemas ↓
Airbone/inhalasi
DO :
droplet
 1. dyspnoe(+),

2. ekspansi dada tidak
Saluran pernapasan
simetris antara dada

kanan dan kiri, paru Saluran pernapasan atas
kanan lebih tertinggal ↓
 3. sesak napas(+) Bakteri yang besar
 4. vokal premitus kanan bertahan di bronkus

menurun ↓
Peradangan bronkus
 5. ronchi (+),

Penumpukan secret

Tidak efektif

Secret sulit di
keluarkan

25
2. DS : klien mengatakan Mycobacterium Ketidakefektifan
Kl sesak. tuberculosis pola nafas
Do : ↓
Airbone/inhalasi
· 1. RR: 30x/mnt
droplet
· 2. ekspansi dada tidak

simetris antara dada kanan
Saluran pernapasan
dan kiri, paru kanan lebih

tertinggal
Saluran pernapasan atas
Se 3. sesak napas(+) ↓
· 4. dyspnoe(+) Bakteri yang besar
bertahan di bronkus

Peradangan bronkus

Penumpukan secret

Tidak efektif

Secret sulit di
keluarkan

Obstruksi

Sesak nafas

26
3. DS : klien mengatakan tidak Mycobacterium Ketidakseimbangan
tuberculosis
nafsu makan nutrisi kurang dari
DO : Pola nutrisi metabolik di Masuk ke parenkim paru kebutuhan tubuh.
rumah
Frekuensi : 3x/hari Menempel di jalan nafas
Porsi : habis
Jenis : nasi, sayur, lauk
1. Antropometri : Tuberkulosis paru
TB : 140cm
BB : Berkembang
menghancurkan jaringan
LILA : 19,5cm sekitar
BBI : 36 - 44 Kg
IMT : 18,36
2. Biokimia :
a. Leukosit : 11.450/Ml Bagian tengah nekrosis

b. Hemoglobin : 9,30
Membentuk jaringan keju
gr/dL
c. Hematokrit : 24,9 %,
Sekret keluar saat batuk
d. Laju endap darah: 150
mm Batuk produktif terus
menerus
e. SGOT : 58 u/l
f. SGPT : 79u/l Distensi abdomen
3. Clinical
Pemeriksaan Fisik
Abdomen Mual dan muntah
Inspeksi: flat, tidak ada acites,
tidak ada spider navy
Auskultasi : Bising usus 9x/m Intake nutrisi kurang
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
Perkusi : tympani
Mukosa bibir kering dan
pucat,hygienitas kurang baik
4. Diet :
TETP

27
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidaefektifan bersihan jalan napas b.d secret kental dan kelemahan upaya
batuk
2. Ketidak efektifan pola napas b.d menurunnya ekspansi paru
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d

28
D. INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Diagnosa NOC NIC Rasional


Keperawatan
1. Ketidakefektifan Tujuan : Setelah diberikan Monitor respirasi : Monitor respirasi :
bersihan jalan nafas asuhan keperawatan selama
3x24 jam, diharapkan bersihan 1. Pantau rate, irama, 1. Mengetahui tingkat gangguan
jalan nafas klien kembali kedalaman, dan usaha yang terjadi dan membantu
respirasi dalam menetukan intervensi
efektif dengan kriteria hasil:
2. Perhatikan gerakan yang akan diberikan.
dada, amati simetris, 2. menunjukkan keparahan dari
1. Frekuensi pernapasan penggunaan otot gangguan respirasi yang
dalam batas normal aksesori, retraksi otot terjadi dan menetukan
(16-20x/mnt) 3. Monitor suara napas intervensi yang akan
2. Irama pernapasn tambahan diberikan
normal 4. Monitor pola napas : 3. suara napas tambahan dapat
bradypnea, tachypnea, menjadi indikator gangguan
3. Kedalaman
hyperventilasi, napas kepatenan jalan napas yang
pernapasan normal kussmaul, napas tentunya akan berpengaruh
4. Klien mampu cheyne-stokes, apnea, terhadap kecukupan
mengeluarkan sputum napas biot’s dan pola pertukaran udara.
secara efektif ataxic 4. mengetahui permasalahan
5. Tidak ada akumulasi jalan napas yang dialami dan
sputum keefektifan pola napas klien
untuk memenuhi kebutuhan
oksigen tubuh.

Manajemen jalan nafas : Manajemen jalan nafas :

5. Auskultasi bunyi nafas 5. Adanya bunyi ronchi

29
tambahan; ronchi, menandakan terdapat
wheezing. penumpukan sekret atau
6. Berikan posisi yang sekret berlebih di jalan nafas.
nyaman untuk 6. posisi memaksimalkan
mengurangi dispnea. ekspansi paru dan
7. Bersihkan sekret dari menurunkan upaya
mulut dan trakea; pernapasan. Ventilasi
lakukan penghisapan maksimal membuka area
sesuai keperluan. atelektasis dan meningkatkan
8. Ajarkan batuk efektif gerakan sekret ke jalan nafas
9. Kolaborasi pemberian besar untuk dikeluarkan.
oksigen 7. Mencegah obstruksi atau
aspirasi. Penghisapan dapat
diperlukan bia klien tak
mampu mengeluarkan sekret
sendiri.
8. Fisioterapi dada/ back
massage dapat membantu
menjatuhkan secret yang ada
dijalan nafas.
9. Meringankan kerja paru untuk
memenuhi kebutuhan oksigen
serta memenuhi kebutuhan
oksigen dalam tubuh.

2. Ketidakefektifan Tujuan : Setelah dilakukan A. Manajemen jalan nafas A. Manajemen jalan nafas
pola nafas tindakan keperawatan selama
3 x 24 jam pasien 1. Posisikan pasien semi 1. Untuk memaksimalkan
menunjukkan keefektifan pola fowler potensial ventilasi
nafas, dengan kriteria hasil:
2. Auskultasi suara 2. Memonitor kepatenan jalan
nafas, catat hasil

30
penurunan daerah napas
ventilasi atau tidak
Status pernafasan dan adanya suara adventif
kepatenan jalan nafas 3. Monitor pernapasan
dan status oksigen 3. Memonitor respirasi dan
1. Frekuensi, irama, keadekuatan oksigen.
yang sesuai
kedalaman pernapasan
dalam batas normal
(5) B. Terapi Oksigen B. Terapi Oksigen
2. Tidak menggunakan
otot-otot bantu 1. Mempertahankan jalan 1. Menjaga keadekuatan
pernapasan (5) napas paten ventilasi
2. Kolaborasi dalam 2. Meningkatkan ventilasi dan
Tanda-tanda vital : pemberian oksigen asupan oksigen
Tanda Tanda vital dalam terapi 3. Menjaga aliran oksigen
rentang normal (tekanan darah, 3. Monitor aliran oksigen mencukupi kebutuhan pasien

nadi, pernafasan) (TD 120- C. Monitor pernafasan


C. Monitor Pernafasan
90/90-60 mmHg, nadi 80-100
x/menit, RR : 18-24 x/menit, 1. Monitor kecepatan, 1. Monitor keadekuatan
ritme, kedalaman dan pernapasan
suhu 36,5 – 37,5 C) 2. Melihat apakah ada obstruksi
usaha pasien saat
bernafas di salah satu bronkus atau
2. Catat pergerakan dada, adanya gangguan pada
simetris atau tidak, ventilasi
menggunakan otot 3. Mengetahui adanya sumbatan
bantu pernafasan pada jalan napas
3. Monitor suara nafas
seperti snoring

31
4. Monitor pola nafas:
bradypnea, tachypnea,
hiperventilasi, 4. Memonitor keadaan
respirasi kussmaul, pernapasan klien
respirasi cheyne-
stokes dll

3. Ketidakseimbangan Tujuan: setelah dilakukan Manajemen nutrisi Manajemen nutrisi


nutrisi kurang dari tindakan keperawatan selama
4x24 jam status nutrisi klien 1. Kaji status nutrisi 1. Pengkajian penting dilakukan
kebutuhan tubuh kembali seimbang, dengan
pasien untuk mengetahui status
kriteria hasil :
2. Jaga kebersihan mulut, nutrisi pasien sehingga dapat
anjurkan untuk selalu menentukan intervensi yang
a. asupan gizi (5)
b. asupan makanan (5) melalukan oral diberikan.
c. rasio berat badan dan hygiene. 2. Mulut yang bersih dapat
tinggi badan (5) 3. Delegatif pemberian meningkatkan nafsu makan
d. Energi (5) nutrisi yang sesuai 3. Untuk membantu memenuhi
dengan kebutuhan kebutuhan nutrisi yang
Keterangan : pasien : diet pasien dibutuhkan pasien.
1 : sangat menyimpang dari diabetes mellitus. 4. Informasi yang diberikan
rentang normal 4. Berian informasi yang dapat memotivasi pasien
2 : banyak menyimpang dari tepat terhadap pasien untuk meningkatkan intake
rentang normal
tentang kebutuhan nutrisi.
3 : cukup menyimpang dari
rentang normal nutrisi yang tepat dan 5. Zat besi dapat membantu
4 : sedikit menyimpang dari sesuai. tubuh sebagai zat penambah
rentang normal 5. Anjurkan pasien untuk darah sehingga mencegah
5 : tidak menyimpang dari mengkonsumsi terjadinya anemia atau
rentang normal makanan tinggi zat kekurangan darah
besi seperti sayuran 6. Penting untuk mengetahui
hijau karakteristik mual dan faktor-
6. Kaji frekuensi mual, faktor yang menyebabkan

32
durasi, tingkat mual. Apabila karakteristik
keparahan, faktor mual dan faktor penyebab
frekuensi, presipitasi mual diketahui maka dapat
yang menyebabkan menetukan intervensi yang
mual. diberikan.
7. Anjurkan pasien 7. Makan sedikit demi sedikit
makan sedikit demi dapat meningkatkn intake
sedikit tapi sering. nutrisi.
8. Anjurkan pasien untuk 8. Makanan dalam kondisi
makan selagi hangat hangat dapat menurunkan rasa
9. Delegatif pemberian mual sehingga intake nutrisi
terapi antiemetik dapat ditingkatkan.
9. Antiemetik dapat digunakan
sebagai terapi farmakologis
dalam manajemen mual
dengan menghamabat sekres
asam lambung.

33
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dengan demikian, bahwa penyakit tuberculosis (TBC) itu disebabkan karena

adanya bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Oleh karena itu untuk mencegah

penularan penyakit ini sebaiknya harus menjaga kebersihan diri dan lingkungan.

Tuberkulosis juga penyakit yang harus benar-benar segera ditangani dengan cepat.

3.2 Saran

Saran yang paling tepat untuk mencegah penyakit tuberkulosis adalah

Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makanan bergizi TBC adalah penyakit yang

dapat disembuhkan, untuk mencapai hal tersebut penderita dituntut untuk minum obat

secara benar sesuai yang dianjurkan oleh dokter serta teratur untuk memeriksakan diri

ke klinik/puskesmas.

34
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : EGC

Somantri, Irman. 2008. Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan pada


Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.

Wahid, Abdul & Imam Suprapto. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Asuhan
Keperawatan Pada Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta : CV. Trans Info
Media.

Widoyono. 2011. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan


Pemberantasannya Edisi 2. Surabaya : Erlangga.

Nurarif, Amin Huda & Hardi Kusuma. 2015. Klasifikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta : MediAction.

Muttaqin Arif. 2009, Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan, Jakarta: Salemba Medika diakses pada 27 september 2015 pukul
15.40 wib

Herdman, T. Heather. 2015. Nanda International Inc. Diagnosis Keperawatan :


Definisi & Klasifikasi 2015-2017, edisi 10. Jakarta: EGC.

Moorhead, Su, dkk.. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC), Edisi 6.


Yogyakarta : CV. Mocomedia.

Moorhead, Su, dkk.. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC), Edisi 5.


Yogyakarta : CV. Mocomedia.

35

Anda mungkin juga menyukai