“ASMA”
DISUSUN OLEH
KELAS B
KELOMPOK III
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
penyusunan tugas makalah tentang Asma dengan lancar dan selesai tepat pada waktunya
.Tugas ini merupakan tugas dari mata kuliah Farmakoterapi 2, yang disusun dari data-
data yang diperoleh dari berbagai literatur. Tugas ini dapat penulis selesaikan karena
mendapat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Penulis menyadari bahwa sebagai
manusia biasa tidak luput dari kesalahan dan kekurangan termasuk dalam pembuatan
tugas ini.
Oleh karena itu, penulis sangat mengaharapkan kritikan dan saran dari para
pembaca yang bersifat konstruktif demi perbaikan isi makalah ini.
Kelompok III
DAFTAR ISI
Bab I Pendahuluan
Bab II Pembahasan
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit asma masuk dalam sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematiandi
Indonesia. Pada tahun 2005 Survei Kesehatan Rumah Tangga mencatat225.000 orang
meninggal karena asma (Dinkes Jogja, 2011). Menurut hasil RisetKesehatan Dasar
(RISKESDAS) nasional tahun 2007, penyakit asma ditemukansebesar 4% dari
222.000.000 total populasi nasional, sedangkan di Sumatera BaratDepartemen
Kesehatan menyatakan bahwa pada tahun 2012 jumlah penderitaasma yang
ditemukan sebesar 3,58% (Zara, 2011). Jumlah kunjungan penderitaasma di seluruh
rumah sakit dan puskesmas di Kota Padang sebanyak 12.456 kalidi tahun 2013.
PEMBAHASAN
II.1 Definisi
Asma sendiri berasal dari kata asthma. Kata ini berasal dari bahasa Yunani
yang memiliki arti sulit bernafas. Penyakit asma dikenal karena adanya gejala
sesak nafas, batuk, dan mengi yang disebabkan oleh penyempitan saluran nafas.
Atau dengan kata lain asma merupakan peradangan atau pembengkakan saluran
nafas yang reversibel sehingga menyebabkan diproduksinya cairan kental yang
berlebih (Prasetyo, 2010).
Definisi asma menurut Global Initiative for Asthma (GINA), asma adalah
gangguan inflamasi kronik pada saluran napas dengan berbagai sel yang berperan,
khususnya sel mast, eosinofil dan limfosit T. Pada individu yang rentan inflamasi,
mengakibatkan gejala episode mengi yang berulang, sesak napas, dada terasa
tertekan, dan batuk khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini berhubungan
dengan obstruksi saluran napas yang luas dan bervariasi dengan sifat sebagian
reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan. Inflamasi ini juga
berhubungan dengan hipereaktivitas jalan napas terhadap berbagai rangsangan.
1. Atopi/allergi
3. Jenis Kelamin
Menurut laporan dari beberapa penelitian didapatkan bahwa
prevalensi asma pada anak laki laki sampai usia 10 tahun adalah1,5
sampai 2 kali lipat anak perempuan. Hal ini dihubungkan dengan
karakter biologis, semakin sempitnya saluran pernapasan, peningkatan
pita suara dan terjadi peningkatan IgE pada laki-laki yang cenderung
membatasi respon bernapas. Pada orang dewasa, rasio ini berubah
menjadi sebanding antara laki laki dan perempuan pada usia 30 tahun
(Rahajoe dkk, 2008).
4. Ras
Menurut laporan dari Amerika Serikat, didapatkan bahwa
prevalensi asma dan kejadian serangan asma pada ras kulit hitam lebih
tinggi daripada ras kulit putih (Rahajoe dkk, 2008).
b. Faktor Lingkungan
9. Perubahan cuaca
Kondisi cuaca yang berlawanan seperti tempratur dingin,
tingginya kelembaban dapat menyebabkan asma lebih parah, epidemik
yang dapat membuat asma lebih parah berhubungan dengan badai dan
meningkatnya konsentrasi partikel alergik. Perubahan tekanan
atmosfer dan suhu memperburuk asma. Ini umum terjadi ketika
kelembaban tinggi , hujan, badai, selama musim dingin.
II.3 Patofisiologi
Asma timbul karena sesorang yang atopi terpapar dengan alergen yang ada
dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk immunoglubolin E (IgE). Alergen
yang masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan, kulit, saluran
pencernaan, dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai
antigen presenting cells (APC). Setelah allergen diproses dalam sel APC,
selanjutnya oleh sel tersebut, allergen dipresentasikan ke sel th. Sel th
memberikan signal kepada sel. B dengan dilepaskannya Interleukin 2 (IL-2) untuk
berpoliferasi menjadi sel plasma dan membentuk immunoglubolin E (IgE). IgE
yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil
yang ada dalam sirkulasi. Bila proses ini terjadi pada seseorang maka orang itu
sudah desentisasi atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan ini
terpapar kedua kali atau lebih dengan allergen yang sama, allergen tersebut akan
diikat oleh IgE yang sudah ada dalam permukaan mastosit dan basofil. Ikatan ini
akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan perubahan di dalam sel yang
menurunkan kadar cAMP. Penurunan kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel
yang menyebabkan dilepaskannya mediator-mediator kimia yang meliputi: histamin,
Slow Releasing Suptance of Anaphylaksis (SRS-A), Eosinophilik Chomotetik Faktor
of Anaphylaksis (ECF-A), trypase dan kinin. Hal ini akan menyebabkan timbulnya
tiga reaksi utama yaitu: kontraksi otot-otot polos baik yang besar maupun yang kecil,
yang akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan permiabilitas kapiler yang
berperan dalam terjadinya edema mukosa yang menambah semakin menyempitnya
saluran napas, peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mucus.
Proses ini akan menimbulkan sesak, napas berbunyi (wheezing), dan batuk yang
produktif. Asma non alergik terjadi bukan karena pemaparan allergen tetapi terjadi
akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluran pernapasan bagian atas, olah
raga atau kegiatan jasmani yang berat dan tekanan jiwa atau stress psikologi.
Serangan asma ini terjadi akibat gangguan dan hiperaktifitas adrenergik alfa. Dalam
keadaaan normal aktifitas adrenergik beta lebih dominan daripada adrenergik alfa.
Pada sebagian penderita asma aktifitas adrenergik alfa diduga meningkat sehingga
mengakibatkan bronkokonstriksi dan menimbulkan sesak napas (Muttaqin, A.2008).
II.6. Klasifikasi
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola
keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting
bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat
asma semakin tinggi tingkat pengobatan.
II.7. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul diantaranya:
a. Status asmatikus adalah setiap serangan asma berat atau yang kemudian
menjadiberat dan tidak memberikan respon (refrakter) adrenalin dan atau
aminofilin suntikan dapat digolongkan pada status asmatikus. Penderita harus
dirawat dengan terapi yang intensif
b. Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat
pernafasanyang sangat dangkal
c. Hipoksemia adalah tubuh kekurangan oksigen
d. Pneumotorak adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang menyebabkan
kolapsnya paru (obstruksi) saluran nafas karena kantung udara di paru
menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.
II.8 Terapi Farmakologi
1. ALGORITMA PENATALAKSANAAN
ALGORITMA TATA LAKSANA ASMA MANDIRI DI RUMAH
Klinis:
2. Aminoplylline (Aminofilin)
Indikasi : Obstruksi saluran napas reversible, asma akut dan
berat.
Kontraindikasi : Hipersensitif, porifiria.
Efek Samping : Takikardia, palpitasi, mual dan gangguan salurn
cerna yang lain, sakit kepala, stimulasi system syaraf
pusat, insomnia, aritmia, dan konvulsi terutama bila
diberikan melalui injeksi intravena cepat.
MK : Aminofilin, turunan xantin, adalah kompleks teofilin
dan etilendiamin. Ini blok phosphodiesterase-3 (PDE
III), enzim yang mendegradasi 3'-5'-adenosine
monophosphate (cAMP), mempromosikan stimulasi
katekolamin lipolisis, glikogenolisis, dan
glukoneogenesis dan mendorong pelepasan epinefrin
dari sel adrenal medulla. Ini menghasilkan
bronkodilatasi, diuresis, CNS dan stimulasi jantung,
dan sekresi asam lambung (MIMS, 2017).
Dosis : Dewasa: Loading dose 6mg/kgBB/iv selama 20-40
menit.
Dosis pemeliharaan: 0,5mg/kgBB/jam
Golongan Beta 2 Agonis (Basic Pharmacology, 2017)
Mekanisme Kerja : Relaksasi otot polos jalan napas dengan menstimulasi reseptor beta 2
adrenergik dengan meningkatlan C-AMP dan menghasilkan
antagonism fungsional terhadap bronkokontriksi
1. Salbutamol (albuterol)
Indikasi : Meredakan bronkospasme pada asma dan obstruksi saluran napas
reversible lainnya.
KontraIndikasi : Hipersensitif terhadap salbutamol
Efek Samping : Tremor, ketegangan, sakit kepala, kram otot, palpitasi, takikardi,
aritmia, vasodilatasi perifer, gangguan tidr dan tigkah laku.
MK : Salbutamol mengaktifkan adenil cyclase, enzim yang merangsang
produksi siklik adenosin-3 ', 5'-monofosfat (cAMP). Peningkatan
cAMP menyebabkan aktivasi protein kinase A, yang menghambat
fosforilasi miosin dan menurunkan konsentrasi ion Ca intraseluler,
menghasilkan relaksasi otot polos (MIMS, 2018)
Dosis : Oral : Dws 3-4 x 4 mg/ hari, anak 0,05-0,1 mg/kg BB/kali 6-8 jam.
Inhalasi aerosol (DPI/MDI) : Dws 100-200mcg (1-2 hirupan).
Untuk gejalan yang persisten 3-4 kali sehari. Anak 100 mcg
(1hirupan) dapat dapat dinaikan menjadi 200 mcg (2 hirupan) bila
perlu.
Inhalasi nebulizer : Dws dan anak diatas 18 bulan 2,5 mg,
diberikan sampai 100 mcg (1 hirupan).
2. Terbutaline sulfate
Indikasi : Sebagai bronkodilator pada asma bronkial, bronkospasme pada
bronchitis kronik, emfisema, dan penyakit paru lainnyadengan
komplikasi bronkokontriksi
KontraIndikasi : Hipersensitif
Efek Samping : Tremor, ketegangan, sakit kepala, kram otot, palpitasi, takikardi,
aritmia, vasodilatasi perifer, gangguan tidr dan tigkah laku.
MK : Terbutalin menstimulasi adenil cyclase intraseluler, enzim yang
mengkatalisis konversi ATP menjadi siklik-3',5'-adenosin
monofosfat (cAMP) menghasilkan relaksasi otot polos bronkus dan
penghambatan pelepasan mediator hipersensitivitas langsung dari
sel mast (MIMS, 2018)
Dosis : Injeksi sc, IM, atau IV lambat :
Dws : 250-500 mcg sampai 4 kali sehari
Anak 2-15 tahun : 10 mcg/kgBB sampai maksimal 300 mcg
Inhalasi aerosol : Dws dan anak 250-500 mcg (1-2 hirupan),
untuk gejala persisten samapai 3-4 kali sehari.
Inhalasi serbuk : 500 mcg (1 inhalasi) untuk gejala persisten
hingga 4 kali sehari.
Inhalasi Nebulizer : 5 mg 2-4 kali sehari, dosis tambahan
diperlukan untuk asma akut yang berat.
Anak < 3 tahun 2 mg : anak 3-6 tahun 3 mg, anak 6-8 tahun 4 mg,
anak > 8 tahun 5 mg. dosis diberkan 2-4 kali sehari
2. Tiotropium Bromida
Indikasi : Terapi pemeliharaan obstruksi paru kronik
Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap atropine atau derivatnya
Efek Samping : Mulut kering, infeksi saluran pernapasan atas,
faringitis, sinusitis, rinitis, epistaksis, nyeri dada
non spesifik, ISK, dispepsia, reaksi hipersensitivitas
(misalnya urtikaria, angioedema, ruam, gatal),
pusing, disfagia, serak, obstruksi usus, peningkatan
intraokular tekanan, palpitasi, takikardia.
MK : Tiotropium bromide antagonises efek kolinergik
asetilkolin oleh reversibel dan kompetitif mengikat
reseptor 3 muscarinic (M3), menghasilkan relaksasi
otot polos bronkus (MIMS, 2017).
Dosis : Dewasa: Sebagai cap inhalasi: 1 cap (18 mcg) setiap
hari melalui inhaler, pada waktu yang sama setiap
hari. Sebagai inhalasi soln: 2 penarikan (5 mcg)
setiap hari, pada waktu yang sama setiap hari.
Efedrin
- Tablet (Anak >6 thn dan dewasa = 12,5-25 mg setiap 4 jam, dosis jangan
melebihi 150 mg dalam 24 jam)
- Injeksi (Dewasa = 25-50 mg scr subkutan/ i.m, 5-25 mg scr i.v)
Pirbuterol
- Aerosol (Anak >6 thn dan dewasa = 2 inhalasi (0,4 mg) diulangi setiap 4-6 jam.
Dosis jangan melebihi 12 inhalasi)
Terbutalin
- Tablet (Anak >15 thn dan dewasa = 5 mg interval pemberian 6 jam, 3x sehari)
(Anak 12-15 thn = 2,5 mg, 3x sehari)
- Injeksi (0,25 mg scr subkutan)
2. Controller
A. Kortikosteroid inhalasi/sistemik
Contoh :
Deksametason
- Tablet (Dewasa = 0,75 - 9 mg dalam 2 – 4 dosis terbagi) (Anak-anak = 0,024 –
0,34 mg/kg berat badan dalam 4 dosis terbagi)
Metil prednisolon
- Tablet (Dewasa = 2 – 60 mg dalam 4 dosis terbagi) (Anak-anak = 0,117 – 1,60
mg/kg berat badan setiap hari dalam 4 dosis terbagi)
Prednison
- Tablet (Dewasa = 5 – 60 mg dalam 2 – 4 dosis terbagi) (Anak-anak = 0,14 – 2
mg/kg berat badan setiap hari dalam 4 dosis terbagi)
Triamsinolon
- Aeosol oral (Dewasa = 2 inhalasi (kira-kira 200 mcg), 3 sampai 4 kali sehari/ 4
inhalasi (400 mcg) dua kali sehari. Dosis harian maks. adalah 16 inhalasi (1600
mcg)) (Anak-anak 6-12 thn = Dosis umum adalah 1-2 inhalasi (100-200 mcg), 3
sampai 4 kali sehari atau 2-4 inhalasi (200-400 mcg) 2x sehari. Dosis harian
maksimum adalah 12 inhalasi (1200 mcg))
Beklometason
- Aerosol oral (Anak >12 thn dan dewasa = Pasien yang sebelumnya menjalani
terapi asma dengan bronkodilator saja: 40 – 80mcg sehari. Pasien yang
sebelumnya menjalani terapi asma dengan kortikosteroid inhalasi : 40 -160 mcg
sehari) (Anak 5-11 thn = Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma dengan
bronkodilator saja: 40 mcg sehari. Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma
dengan kortikosteroid inhalasi : 40 mcg/hari
II.9 MONITORING EFEKTIVITAS DAN EFEK SAMPING OBAT
Monitoring dan evaluasi atau control terhadap terapi yang diterapkan pada pasien
asma ini bertujuan agar :
1. Menurunkan kemungkinan terjadinya resiko yang lebih parah
2. Terlaksananya penegakkan diagnosis dan tatalaksana pasien asma sesuai standar
atau kriteria
3. Menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat asma
4. Mengetahui apakah pengobatan yang diberikan cocok atau tidak
III.1. KESIMPULAN
Asma dapat diderita seumur hidup sebagaimana penyakit alergi lainnya, dan
tidak dapat disembuhkan secara total. Upaya terbaik yang dapat dilakukan untuk
menanggulangi permasalahan asma hingga saat ini masih berupa upaya penurunan
frekuensi dan derajat serangan, sedangkan penatalaksanaan utama adalah menghindari
faktor penyebab.
Definisi asma menurut Global Initiative for Asthma (GINA), asma adalah
gangguan inflamasi kronik pada saluran napas dengan berbagai sel yang berperan,
khususnya sel mast, eosinofil dan limfosit T. Pada individu yang rentan inflamasi,
mengakibatkan gejala episode mengi yang berulang, sesak napas, dada terasa
tertekan, dan batuk khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini berhubungan
dengan obstruksi saluran napas yang luas dan bervariasi dengan sifat sebagian
reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan. Inflamasi ini juga
berhubungan dengan hipereaktivitas jalan napas terhadap berbagai rangsangan.
Factor resiko asma yaitu factor genetic dan factor lingkungan dari penderita.
Diagnosis tegak dari asma sendiri yaitu dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.Kemudian obat-obat yang digunakan dalam pengobatan asma
yaitu berupa golongan methyl xhantin, beta 2 agonist, agonist adrenoresptor beta-2,
golongan anti muskarinik dan kortikosteroid.
III.2. SARAN
Diharapkan dalam pembuatan makalah selanjutnya lebih terarah dan lebih
baik dari makalah sebelumnya agar pembaca dapat mengerti dan memahami isi dari
makalah yang dibuat.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 2007. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Asma. Jakarta;
Direktorat Bina farmasi komunitas dan klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat kesehatan
Departemen Kesehatan RI.
Global Initiative for Asthma. 2018. Pocket Guide For Asthma Management and
Prevention. Global Initiative Asthma.
Global Initiative for Asthma. 2018. Global strategy For Asthma Management and
Prevention. Global Initiative Asthma.
Global Initiative for Asthma (GINA). National Heart Lung and Blood Institute, update 2013.
Prasetyo, Budi. 2010. Seputar Masalah Asma : Mengenal Asma, Sebab-sebab, Resiko-
resiko, Dan Cara Mengantisipasinya. Yogyakarta: Diva Press.
PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia). ASMA. Pedoman Praktis Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Revisi 2010.